7 2
Bab 4 Mengabadikan Kehidupan Awal Masyarakat Indonesia
makan, mengurus anak, dan mengajari anaknya dalam meramu makanan. Ikatan kelompok pada masa ini sangat penting untuk mendukung
berlangsungnya kegiatan bersama.
b. Zaman Bercocok Tanam
Kelompok-kelompok kecil pada masa bercocok tanam makin bertambah besar, karena masyarakat telah mulai menetap dan hidup lebih teratur.
Kelompok-kelompok perkampungan tumbuh menjadi kesatuan-kesatuan yang lebih besar misalnya klan, marga dan sebagainya yang menjadi dasar
masyarakat Indonesia sekarang.
Kehidupan masyarakat menjadi semakin kompleks setelah mereka tidak saja tinggal di goa-goa, tetapi juga memanfaatkan lahan-lahan terbuka
sebagai tempat tinggal. Dengan bertempat tinggal menetap mereka mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk mengembangkan
teknologi pembuatan alat dari batu. Perubahan cara hidup dari mengembara ke menetap akhirnya berpengaruh terhadap aspek-aspek kehidupan
lainnya. Cara hidup berburu dan meramu secara berangsur-angsur mulai ditinggalkan. Mereka memasuki tahapan baru yaitu bercocok tanam ini
merupakan peristiwa penting dalam sejarah perkembangnan dan peradaban manusia. Dengan penemuan-penemuan baru, mereka dapat menguasai
alam, terutama yang berhubungan langsung dengan kebutuhan hidup mereka. Ada jenis-jenis tumbuhan mulai dibudidayakan dan bermacam-
macam binatang mulai dijinakkan.
Dengan perkembangannya cara bercocok tanam dan bertani, berarti banyak hal yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan tersebut yang
tidak mungkin dapat dipenuhi sendiri. Kondisi inilah yang kemudian mendorong munculnya kelompok-kelompok spesialis atau undagi, misalnya
kelompok ahli pembuatan rumah, pembuatan gerabah, dan pembuatan alat-alat logam.
Gambar: Manusia purba sedang membuat alat
Sumber: Nugroho Notosusanto 1992: 20
Pada tahapan berikutnya, kegiatan pertanian membutuhkan satu organisasi yang lebih luas yang berfungsi untuk
mengelola dan mengatur kegiatan pertanian tersebut. Dari organisasi itu kemudian menumbuhkan organisasi masyarakat
yang bersifat chiefdoms atau masyarakat yang sudah berkepemimpinan. Dalam masyarakat yang demikian itu
sudah dapat dibedakan antara pemimpin dan yang dipimpin. Pengakuan terhadap pemimpin tidak sekadar karena faktor
keturunan, tetapi juga dianggap mempunyai kekuatan yang lebih dan berkedudukan tinggi. Para pemimpin tersebut
sesudah meninggal arwahnya tetap dihormati karena kelebihan yang dimilikinya itu. Untuk menghormati sang
arwah, dibangunlah tempat-tempat pemujaan seperti tampak pada peninggalan-peninggalan punden berundak. Selain dapat
menunjukan tempat pemujaan arwah, keberadaan punden
berundak juga dapat menjadi bukti adanya masyarakat yang sudah berkepemimpinan. Punden berundak merupakan bangunan tempat
melakukan upacara bersama. Dalam melaksanakan upacara itu, juga dipimpin oleh seorang pemimpin yang disegani oleh masyarakatnya.
Pada masa itu ada kemungkinan sudah terbentuk desa-desa kecil. Pada mulanya hanya bentuk rumah agak kecil dan berdenah melingkar dengan
atap daun-daunan. Kemudian rumah seperti itu berkembang dengan bentuk yang lebih besar yang dibangun di atas tiang penyangga. Rumah besar ini
Di unduh dari : Bukupaket.com
Sejarah SMA Kelas X
7 3
bentuknya persegi panjang, dihuni oleh beberapa keluarga inti. Di bawah tiang penyangga rumah digunakan untuk memelihara
ternak. Apabila musim panen tiba mereka berpindah sementara di dekat ladang-ladang dengan membangun rumah atau gubuk-
gubuk darurat. Binatang-binatang piaraan mereka juga dibawa. Tidak mustahil pada masa itu, mereka sudah menggunakan
bahasa untuk komunikasi. Para ahli menduga bahwa pada masa bercocok tanam menetap ini, mereka sudah menggunakan
bahasa Melayu-Polenesia atau rumpun bahasa Austronesia.
Pada masa bercocok tanam mulai muncul kelompok-kelompok profesi, hubungan perdagangan, dan adanya kontak-kontak
budaya menyebabkan kegiatan masyarakat semakin kompleks. Situasi semacam itu tidak saja menunjukkan adanya pelapisan
masyarakat menurut kehlian dan pekerjaannya tetapi juga mendorong perkembangan teknologi yang mereka kuasai.
Gambar: Rumah pada masa purba
Sumber: Nugroho Notosusanto 1992: 20
c. Zaman Perundagian
Pada masa perundagian, masyarakat telah hidup di desa-desa di daerah pegunungan, dataran rendah dan tepi pantai. Susunan masyarakatnya makin
teratur dan terpimpin. Masyarakat dipimpin oleh ketua adat yang merangkap sebagai kapala daerah. Ketua adat dipilih oleh masyarakat,
yaitu orang tua yang banyak pengetahuan dan pengalamannya mengenai adat dan berwibawa terhadap masyarakat. Kepala daerah yang besar
wibawanya kemudian membawahi kepala-kepala daerah lainnya dan makin besar kekuasaannya. Ia bertindak seperti seorang raja dan itulah permulaan
timbulnya raja-raja di Indonesia.
Gambar: Manusia purba dengan hasil
buruannya
Sumber: Nugroho Notosusanto 1992: 20
Untuk menaikkan derajat dalam masyarakat, orang berusaha membuat jasa sebanyak-banyaknya, biasanya dengan
melakukan hal-hal atau perbuatan-perbuatan luar biasa dan memperlihatkan keberaniannya sehingga mendapatkan
kepercayaan untuk memperoleh kedudukan sebagai pemimpin. Misalkan dalam perburuan binatang buas sepert harimau.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap kebiasaan masyarakat pada masa perundagian yang sering melakukan upacara khusus
dalam acara penguburan mayat para pemimpin mereka, menunjukan bahwa masyarakat pada waktu itu telah memiliki
norma-norma dalam kehidupan, terutama sikap menghargai kepemimpinan seseorang. Walau dapat kita dipastikan bahwa
masyarakat pada masa itu didasarkan atas gotong royong, namun telah berkembang norma-norma yang mengatur
hubungan antara lain yang dipimpin dan yang memimpin.
Adanya norma-norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat pada masa perundagian menunjukan bahwa pada masa ini terdapat hasil-hasil
kebudayaan berupa norma-norma. Bila dilihat dari hasil kebudayaan yang berwujud peraturan. Pada masa perundagian masyarakat telah mengenal
suatu peraturan yang harus ditaati oleh semuanya. Salah satunya adalah peraturan dalam penguburan mayat di tempayan. Penguburan dalam
tempayan ini hanya dilakukan terhadap orang-orang yang berkedudukan penting dalam masyarakat. Selain itu, terdapat juga aturan dalam
penggunaan harta kekayaan. Penguasaan dan pengambilan sumber penghidupan diatur menurut tata tertib dan kebiasaan masyarakat.
Pemakaian barang-barang dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari didasarkan atas sifat magis dari barang-barang tersebut.
Di unduh dari : Bukupaket.com
7 4
Bab 4 Mengabadikan Kehidupan Awal Masyarakat Indonesia