Tugas Pokok Kejaksaan Dalam Penuntutan Tindak Pidana Narkotika

TINDAK PIDANA NARKOTIKA

A. Tugas Pokok Kejaksaan Dalam Penuntutan Tindak Pidana Narkotika

Tugas adalah amanat yang wajib dilakukan dalam kedudukan atau posisi tertentu. Sedangkan wewenang adalah pelaksanaan tugas yang berkaitan dengan kompetensi yurisdiksi baik kompetensi relatif maupun kompetensi mutlak. Wewenang adalah hak dan kuasa untuk melakukan sesuatu dalam posisi tertentu. Tanpa tugas dan wewenang maka segala sesuatu yang dilakukan Kejaksaan khususnya penuntut umum tidak memiliki landasan yang kuat. 41 Penetapan tugas dan wewenang oleh undang-undang terhadap suatu institusi atau lembaga tertentu menjadi hak yang sah yang wajib dilaksanakan khususnya bagi lembaga Kejaksaan. Soerjono Soekanto, mengatakan bahwa, ”Suatu hak yang telah ditetapkan dalam suatu tata tertib sosial untuk menetapkan kebijakan- kebijakan, menentukan keputusan-keputusan mengenai persoalan-persoalan yang penting untuk menyelesaikan pertentangan-pertentangan”. 42 Dengan tugas dan wewenang yang diamanatkan oleh UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, maka dapat difungsikan sesuai dengan maksud dan tujuan badan tersebut. 43 1. Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang: Antara tugas dan wewenang merupakan selalu berkaitan satu sama lain. Tugas dan wewenang Jaksa menurut Pasal 30 UU Kejaksaan: a. Melakukan penuntutan; 41 Yesmi Anwar dan Adang, Op. cit, hal. 205. 42 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Press, 1997, hal. 121. 43 Yesmi Anwar dan Adang, Loc. cit. 24 Universitas Sumatera Utara b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; 44 c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat; 45 d. Melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang; 46 e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik. 47 2. Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah. 3. Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, kejaksaan turut meyelenggarakan kegiatan: a. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat; b. Pengamanan kebijakan penegakan hukum; c. Pengawasan peredaran barang cetakan; d. Pengawasan kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara; e. Pencegahan penyalahgunaan danatau penodaan agama; f. Penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal. 44 Dalam penjelasan Pasal 30 ayat 1 huruf b dijelaskan bahwa dalam melaksanakan putusan pengadilan dan penetapan hakim, kejaksaan memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat dan perikemanusiaan berdasarkan Pancasila tanpa mengesampingkan ketegasan dalam bersikap dan bertindak. Melaksanakan putusan pengadilan termasuk juga melaksanakan tugas dan wewenang mengendalikan pelaksanaan hukuman mati dan putusan pengadilan terhadap barang rampasan yang telah dan akan disita untuk selanjutnya dijual lelang. 45 Dalam penjelasan Pasal 30 ayat 1 huruf c dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan “keputusan lepas bersyarat” adalah keputusan yang dikeluarkan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya dibidang pemasyarakatan. 46 Dalam penjelasan Pasal 30 ayat 1 huruf d dijelaskan bahwa kewewenangan dalam ketentuan ini adalah kewewenangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 47 Dalam penjelasan Pasal 30 ayat 1 huruf e dijelaskan bahwa untuk melengkapi berkas perkara, pemeriksaan tambahan dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Tidak dilakukan terhadap tersangka; b. Hanya terhadap perkara-perkara yang sulit pembuktiannya, danatau dapat meresahkan masyarakat, danatau yang dapat membahayakan keselamatan negara; c. Harus dapat diselesaikan dalam waktu 14 empat belas hari setelah diselesaikan ketentuan Pasal 110 dan 138 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana; d. Prinsip koordinasi dan kerjasama dengan penyidik. Universitas Sumatera Utara Salah satu tugas pokok Kejaksaan yaitu melakukan penuntutan yakni tindakan penuntut umum jaksa untuk melimpahkan perkara ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam hukum acara pidana dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan. 48 Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan Hakim. 49 Menuntut seorang terdakwa di muka hakim pidana dengan menyerahkan perkara pidana tersebut beserta berkas perkaranya kepada hakim, dengan permohonan supaya hakim memeriksa dan kemudian memutuskan perkara pidana itu terhadap terdakwa. Posisi seseorang ketika pada proses penuntutan perkara berstatus sebagai terdakwa, dimana penuntut umum bertindak sebagai penuntut atau mendakwa si terdakwa sesuai dengan ketentuan hukum pidana yang dilanggarnya. 50 Seorang jaksa memiliki daerah hukum masing-masing sesuai dengan daerah hukum Kejaksaan Negeri dimana jaksa tersebut ditugaskan. Seorang jaksa di Pasal 137 KUHAP menentukan penuntut umum berwenang melakukan penuntutan terhadap siapapun yang didakwa melakukan suatu delik dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara tersebut ke hakim pengadilan yang berwenang mengadili. 48 Pasal 1 angka 7 KUHAP. Lihat juga: Pasal 1 angka 3 UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan UU Kejaksaan. 49 Pasal 13 KUHAP. 50 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Jakarta: Sumur Bandung, 1967, hal. 34. Universitas Sumatera Utara Kejaksaan Tinggi atau di Kejaksaan Agung dapat menuntut seseorang jika ia terlebih dahulu diangkat untuk Kejaksaan Negeri yang daerah hukumnya dilakukan delik itu. 51 Kejaksaan Negeri menentukan suatu perkara hasil penyidikan apakah sudah lengkap atau tidak untuk dilimpahkan dan diadili di Pengadilan Negeri. 52 Apabila suatu berkas perkara penyidikan menurut pertimbangan penuntut umum tidak cukup bukti-bukti untuk diteruskan ke Pengadilan Negeri atau karena perkara tersebut bukan merupakan delik, maka penuntut umum membuat suatu ketetapan mengenai hal itu. 53 Isi surat ketetapan tersebut diberitahukan kepada tersangka dan jika seseorang itu ditahan maka wajib dibebaskan. 54 Surat penetapan demikian sering disebut dengan Surat Perintah Penghentian Penuntutan SP3 oleh Kejaksaan dan wajib disampaikan kepada tersangka atau keluarganya atau penasihat hukumnya, pejabat Rumah Tahanan Negara Rutan, penyidik, dan hakim. 55 Perkara ditutup demi hukum adalah hak tersangka yang wajib diberikan oleh penuntut umum kepada tersangka sesuai dengan Bab VIII Buku I KUH Pidana tentang hapusnya hak menuntut asas non bis in idem. 56 51 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indoneisa, Jakarta: Sapta Artha Jaya, 1996, hal. 165. Akan tetapi berdasarkan asas nebis in idem, jika di kemudian hari penyidik ternyata menemukan alasan atau bukti-bukti baru untuk menuntut perkara yang telah dikesampingkan karena kurangnya bukti-bukti sebelumnya, maka penuntut umum dapat menuntut 52 Pasal 139 KUHAP. 53 Pasal 140 ayat 2 butir a KUHAP. 54 Pasal 140 ayat 2 butir b KUHAP. 55 Pasal 140 ayat 2 butir c KUHAP. 56 Pasal 76, 77, 78 KUH Pidana. Universitas Sumatera Utara tersangka. 57 Dengan adanya asas nebis in idem ini dapat mengecualikan asas non bis in idem jika perkara yang dikesampingkan itu tidak mengandung asas oportunitas. 58 Hal lain yang termasuk bidang tugas pokok Kejaksaan adalah pembuatan surat dakwaan dan tuntutan requisitoir. 59 Dalam melakukan penuntutan, jaksa sebelumnya melakukan prapenuntutan yaitu tindakan jaksa untuk memantau perkembangan penyidikan setelah menerima pemberitahuan dimulainya penyidikan dari penyidik dan dapat memberi petunjuk guna dilengkapi oleh penyidik untuk dapat menentukan apakah berkas tersebut dapat dilimpahkan atau tidak ke tahap penuntutan. Dalam KUHAP ditegaskan beberapa ketentuan tentang wewenang penuntut umum yaitu: 60 1. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu; 2. Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan Pasal 110 ayat 3 dan ayat 4, dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik; 3. Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik; 57 Pasal 140 ayat 2 butir d KUHAP. 58 Andi Hamzah, Op. cit, hal. 168. 59 Ibid, hal. 169 dan hal. 170-188. 60 Pasal 14 KUHAP. Universitas Sumatera Utara 4. Membuat surat dakwaan; 5. Melimpahkan perkara ke pengadilan; 6. Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah ditentukan; 7. Melakukan penuntutan; 8. Menutup perkara demi kepentingan umum; 9. Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-undang ini; 10. Melaksanakan penetapan hakim. Penuntut umum melaksanakan tugas dan wewenangnya terhadap perkara tindak pidana yang terjadi di daerah hukumnya. 61 61 Pasal 15 KUHAP. Fungsi Kejaksaan menurut UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan mencakup aspek preventif dan refresif. Aspek preventif berupa peningkatan kesadaran hukum masyarakat, pengamanan kebijakan penegakan hukum, pengamanan peredaran barang cetakan, pengawasan aliran kepercayaa, pencegahaan penyalahgunaan dan atau penodaan agama, penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal. Aspek refresif mencakup tindakan Kejaksaan untuk melakukan penuntutan dalam perkara pidana, melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan, melakukan pengawasan terhadap Universitas Sumatera Utara pelaksanaan keputusan pelepasan bersyarat, melengkapi berkas perkara tertentu yang berasal dari penyidik Polri atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil PPNS. Menurut Soerjono Soekanto, ”Hukum dan penegakan hukum merupakan sebagaian faktor penegakan hukum yang tidak bisa diabaikan karena jika diabaikan akan menyebabkan tidak tercapainya penegakan hukum yang diharapkan”. 62 Kedudukan Kejaksaan menurut Pasal 2 ayat 1 UU Kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang. Selanjutnya dinyatakan dalam Pasal 1 angka 1 UU Kejaksaan bahwa, ”Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenag oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang”. Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh KUHAP dan UU Kejaksaan untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. Sehingga dapat dikatakan jabatan fungsional jaksa adalah jabatan yang bersifat keahlian teknis dalam organisasi Kejaksaan yang karena fungsinya memungkinkan kelancaran pelaksanaan tugas Kejaksaan. Keberadaan Kejaksaan sebagai penegak hukum memiliki kedudukan yang sentral dan memiliki peran yang strategis sehubungan dengan fungsinya sebagai filter dalam penegakan hukum antara proses penyidikan dan proses pemeriksaan di persidangan, sehingga keberadaannya dalam kehiduoan masyarakat harus mampu mengemban tugas pokok tupoksi sebagai penegak hukum. 62 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor........Op. cit, hal. 5. Universitas Sumatera Utara Penegasan dalam Pasal 2 ayat 1 di atas, menentukan Kejaksaan merupakan suatu lembaga, badan, institusi pemerintah yang menjalankan kekuasaan negara di bidang penuntutan dan kewenangan lain. Selain tugasnya di bidang penuntutan, juga diberi kewenangan lain oleh undang-undang seperti membuat dakwaan, melaksanakan putusan pengadilan, sebagai Jaksa Pengacara Negara, dan lain-lain. Dalam kerangka Negara Indonesia sebagai negara hukum, salah satu prinsip penting negara hukum, menjamin kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum equality before the law. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. 63 Dengan demikian, dalam menjalankan Tupoksinya, Kejaksaan sebagai penuntut umum harus memperhatikan dan mempertimbangkan kesetaraan derajat setiap orang dengan memperlakukan sama di hadapan hukum. Sejalan dengan amandemen UUD 1945, UU No.48 Tahun 2009 tentang Kehakiman, dan UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan semakin mempertegas badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman, termasuk Kejaksaan. 64 Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang Pasal 30 ayat 1 huruf d UU Kejaksaan seperti penyidikan tindak pidana dalam UU No.36 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dan UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 63 Marwan Effendy, Kejaksaan Republik Indonesia, Posisi dan Fungsinya dari Perspektif Hukum, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005, hal. 127. 64 Ibid. Universitas Sumatera Utara 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 65 Kejaksaan dengan kuasa khusus di bidang perdata dan tata usaha negara, dapat bertindak sebagai pengacara JPN baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara dan atau pemerintah. Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, Kejaksaan turut serta menyelenggarakan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat, penanganan kebijakan penegakan hukum, pengamanan peredaran barang cetakan, pencegahan penyalahgunaan danatau penodaan agama, penelitian dan pengambangan hukum serta statistik kriminal. Selanjutnya Pasal 31 UU Kejaksaan, dapat meminta kepada hakim untuk menempatkan seorang terdakwa di rumah sakit atau di temapt perawatan jiwa, atau di tempat lain yang layak karena yang bersangkutan tidak mampu berdiri sendiri atau disebabkan oleh hal-hal yang dapat membahayakan orang lain, lingkungan atau dirinya sendiri. Selanjutnya Pasal 33 diatur bahwa dalam melakukan tugas dan wewenangnya, Kejaksaan membina hubungan kerjasama dengan badan penegak hukum dan keadilan serta badan negara atau instansi lainya. 66 65 Yesmi Anwar dan Adang, Op. cit, hal. 206. Kewenangan Kejaksaan untuk melakukan penyidikan tindak pidana tertentu dimaksudkan untuk menampung beberapa ketentuan undang-undang yang memberikan kewenangan kepada Kejaksaan untuk melakukan penyidikan pada tindak pidana tertentu. Kemudian Pasal 34 66 Menjadi kewajiban bagi setiap badan negara terutama dalam bidang penegakan hukum dan keadilan untuk melaksanakan dan membina kerja sama yang dilandasi semangat keterbukaan, kebersamaan, dan keterpaduan dalam suasana keakraban guna mewujudkan sistem peradilan pidana terpadu. Hubungan kerja sama ini dilakukan melalui koordinasi horizontal dan vertikal secara berkala dan berkesinambungan dengan tetap menghormati fungsi, tugas, dan wewenang masing-masing. Kerjasama antara kejaksaan dengan instansi penegakan hukum sesuai dengan asas cepat, sederhana, dan biaya ringan serta bebas, jujur, dan tidak memihak dalam penyelesaian perkara. Universitas Sumatera Utara menetapkan bahwa Kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi pemerintah lainnya. Mencermati ketentuan-ketentuan dari beberapa pasal di atas, Tupoksi Kejaksaan mencakup: 67 1. Di bidang pidana, Kejaksaan mempunyai tugas: a melakukan penututan; b melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; c melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan putusan lepas bersyarat; d melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang; e melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dnegan penyidik; 2. Di bidang perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan dapat bertindak sebagai Jaksa Pengacara Negara; 3. Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, Kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan: a peningkatan kesadaran hukum masyarakat; b pengamanan kebijakan penegakan hukum; c pengamanan peredaran barang cetakan; d pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara; e pencegahan penyalahgunaan danatau penodaan agama; f penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal; 67 Ibid., hal. 128-129. Universitas Sumatera Utara 4. Kejaksaan dapat meminta kepada hakim untuk menempatkan seorang terdakwa di rumah sakit atau di tempat perawatan jiwa, atau di tempat lain yang layak; 5. Kejaksaan wajib membina hubungan kerjasama dengan badan penegak hukum dan badan-badan negara lainnya; dan 6. Kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi pemerintah lainnya. Jaksa Agung sebagai lembaga tinggi dalam bidang penuntutan memiliki tugas dan wewenang sebagaimana yang diatur dalam Pasal 35 UU Kejaksaan, yaitu: 1. Menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegakan hukum dan keadilan dalam ruang lingkup tugas dan wewenang Kejaksaan; 2. Mengefektifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh undang- undang; 3. Mengesampingkan perkara demi kepentingan umum. 68 4. Mengajukan kasasi demi kepentingan hukum pada Mahkamah Ahgung dalam perkara pidana, perdata, dan tata usaha negara; 69 5. Dapat mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung dalam pemeriksaan kasasi perkara pidana; 68 Dalam penjelasan Pasal 35 huruf c, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan “ kepentingan umum” adalah kepentingan bangsa dan negara danatau kepentingan masyarakat luas. Mengesampingkan perkara sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini merupakan pelaksanaan asas oportunitas, yang hanya dapat dilakuka oleh Jaksa Agung setelah memperhatikan saran dan pendapat dari badan-badan kekuasaan negara yang mempunyai hubungan dengan masalah tersebut. 69 Dalam penjelasan Pasal 35 huruf d, dijelaskan bahwa pengajuan kasasi demi kepentingan hukum ini adalah sesuai dengan ketentuan undang-undang. Universitas Sumatera Utara 6. Mencegah atau menangkal orang tertentu masuk atau keluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia karena keterlibatannya dalam perkara pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Jaksa Agung diberikan tugas dan wewenang khusus sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 35 UU Kejaksaan, mempunyai tugas dan wewenang: 1. Menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegak hukum dan keadilan dalam ruang lingkup tugas dan wewenang kejaksaan; 2. Mengefektifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh undang- undang; 3. Mengesampingkan perkara demi kepentingan umum; 4. Mengajukan kasasi dem kepentingan hukum kepada Mahkamah Agung dalam perkara pidana, perdata, dan tata usaha negara; 5. Dapat mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung dalam pemeriksaan kasasi perkara pidana; 6. Mencegah atau menangkal orang tertentu masuk atau keluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia karena keterlibatannya dalam perkara pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Jaksa Agung diberikan tugas dan wewenang khusus dalam hal pemberian izin kepada tersangka atau terdakwa sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 36 UU Kejaksaan menegaskan: Universitas Sumatera Utara 1. Jaksa Agung memberikan izin kepada tersangka atau terdakwa untuk berobat atau menjalani perawatan dirumah sakit dalam negeri, kecuali dalam keadaan tertentu dapat dilakukan perawatan di luar negeri. 70 2. Izin secara tertulis untuk berobat atau menjalani perawatan di dalam negeri diberikan oleh kepala kejaksaan negeri setempat atas nama Jaksa Agung, sedangkan untuk berobat atau menjalani perawatan di rumah sakit di luar negeri hanya diberikan oleh Jaksa Agung. 3. Izin sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2, hanya diberikan atas dasar rekomendasi dokter, dan dalam hal diperlukannya perawatan di luar negeri rekomendasi tersebut dengan jelas meyatakan kebutuhan untuk itu yang dikaitkan dengan belum mencukupi fasilitas perawatan tersebut di dalam negeri. Jaksa Agung memberikan izin kepada tersangka atau terdakwa berobat atau menjalani perawatan di dalam dan luar negeri, kecuali dalam keadaan tertentu dapat dilakukan perawatan di luar negeri. Izin secara tertulis untuk berobat atau menjalani perawatan di dalam negeri diberikan oleh Kepala Kejaksaan Negeri setempat atas nama Jaksa Agung, sedangkan untuk berobat atau menjalani perawatan di rumah sakit luar negeri hanya diberikan oleh Jaksa Agung. Izin dimasud hanya diberikan 70 Dalam penjelasan Pasal 36 ayat 1, dijelaskan bahwa untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada ayat ini, tersangka atau terdakwa atau keluarganya mengajukan permohonan secara tertulis kepada Jaksa Agung atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan Keputusan Jaksa Agung. Diperlukannya izin dalam ketentuan ini oleh karena status tersangka atau terdakwa yang sedang dikenakan tindakan hukum, berupa penahanan, kewajiban lapor, danatau pencegahan dan penangkalan. Yang dimaksud dengan “tersangka atau terdakwa” adalah tersangka atau terdakwa yang berada dalam tanggung jawab kejaksaan. Yang dimaksud dengan “dalam keadaan tetentu” adalah apabila fasilitas pengobatan atau menjalani perawatan di dalam negeri tidak ada. Universitas Sumatera Utara atas dasar rekomendasi dokter, dan dalam hal diperlukannya perawatan di laur negeri rekomendasi tersebut dengan jelas menyebutkan kebutuhan untuk itu, yang dikaitkan dengan belum mencukupinya fasilitas perawatan tersebut di dalam negeri. 71 Tersangka atau terdakwa atau keluarganya mengajukan permohonan secara tertulis kepada Jaksa Agung atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan keputusan Mahkamah Agung. Izin seperti itu diperlukan karena status tersangka atau terdakwa yang sedang dikenakan tindakan hukum, seperti berupa penahanan, kewajiban lapor, dan atau pencegahan dan penangkalan. Yang dimaksud dengan tersangka atau terdakwa adalah tersangka atau terdakwa yang berada dalam tanggung jawab Kejaksaan. Dalam keadaan tertentu, dimaknai apabila fasilitas pengobatan atau menjalani perawatan di dalam negeri tidak ada. Jaksa Agung bertanggung jawab atas penuntutan yang dilaksanakan secara independen demi keadilan berdasarkan hukum dan hati nurani, dan akuntabilitas yang ditegaskan dalam Pasal 37 UU Kejaksaan. Dalam menjalankan Tupoksinya, Kejaksaan harus terpisah dari lembaga eksekutif, Kejaksaan bertanggung jawab kepada publik secara transparan dan konsekuensinya harus melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan secara bebas dan lepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah eksekutif dan kekuasaan apapun, walaupun perlu juga dibentuk Komisi Kejaksaan yang mengawasi untuk menghindari penyalahgunaan kewenangannya. Namun, Komisi ini bertugas untuk membantu Presiden memberdayakan Kejaksaan dan memberikan pertimbangan 71 Supriadi, Op. cit, hal. 131. Universitas Sumatera Utara kepada Presiden dalam hal pengangkatan dan pemberhentian Jaksa Agung dan jajaran eselon satu di bawahnya. 72 Selain Tupoksi Kejaksaan dalam hal penuntutan, Kejaksaan juga diberikan kewenangan lain sebagai pihak penggugat maupun tergugat dalam perkara Perdata dan Tata Usaha Negara yang dilaksanakan secara merdeka terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya. 73 Kejaksaan dituntut untuk lebih berperan dalam menjalankan tugas profesinya, tunduk dan patuh pada sumpah atau janji, serta kode etik jaksa yang merupakan pedoman atau petunjuk dalam menjalankan tugasnya sehari-hari yang lazim disebut Tri Krama Adhyaksa. 74 Tri Krama Adhyaksa adalah landasan jiwa dari setiap jaksa dalam meraih cita- cita luhurnya, yang meliputi tiga krama yaitu pertama, kesetiaan satya yang bersumber pada rasa jujur baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terhadap diri pribadi dan keluarga maupun kepada sesama manusia. Kedua, kesempurnaan adhy artinya kesempurnaan dalam bertugas yang berunsur utama pada kepemilikan rasa tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, keluarga dan sesama manusia. Ketiga, bijaksana wicaksana artinya bijaksana dalam tutur kata dan perilaku khususnya dalam penerapan kekuasaan dan kewenangan. 75 72 Ibid, hal. 142. 73 Supriadi, Op. cit, hal. 127. 74 Ibid, hal. 132. 75 Liliana Tedjosaputro, Op. cit, hal. 17. Universitas Sumatera Utara UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan meletakkan tugas kejaksaan untuk menegakkan supremasi hukum 76 , perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus mampu mewujudkan tugasnya untuk menciptakan kepastian hukum, ketertiban hukum, keadilan, dan kebenaran berdasarkan hukum dan menjunjung tinggi norma- norma keagamaan, kesopanan, dan kesusilaan, serta menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat. 77 Apabila Kejaksaan mampu menjalankan tugas pokoknya sebagai penuntut, secara tidak langsung manfaat itu dapat dirasakan dalam proses pembangunan antara lain turut menciptakan kondisi yang mendukung dan mengamankan pelaksanaan pembangunan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera adil dan makmur walfarestate berdasarkan Pancasila, serta berkewajiban untuk turut menjaga dan menegakkan kewibawaan pemerintah dan negara serta melindungi kepentingan masyarakat. 78 Kejaksaan juga membina hubungan kerjasama dengan badan penegak hukum dan keadilan serta badan negara atau instansi lainnya. 79 Memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi pemerintah lainnya. 80 76 Chairuman Harahap, Merajut Kolektivitas Melalui Penegakan Supremasi Hukum, Pengantar: Romli Atmasasmita, Bandung: Citapustaka Media, 2003, 82-85. 77 RM. Surachman dan Andi Hamzah., Loc. cit, hal. 35. 78 Djoko Prakoso, Tugas dan Peranan Jaksa Dalam Pembangunan, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983, hal. 19. 79 Pasal 33 dan penjelasan UU Kejaksaan. 80 Pasal 54 UU Kejaksaan. Universitas Sumatera Utara Kejaksaan sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan dilaksanakan secara merdeka, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lainnya, penuntutan dilaksanakan secara independen demi keadilan berdasarkan hukum dan hati nurani, merumuskan dan mengendalikan arah dan kebijakan penanganan perkara untuk keberhasilan penuntutan. 81 Amanat UU Kejaksaan menghendaki bagi jaksa-jaksa dituntut bekerja dalam menjalankan tugas secara profesional yang dapat ditempuh melalui berbagai jenjang pendidikan dan pengalaman-pengalamannya. 82 Menurut Chairuman Harahap berdasarkan pengalamannya sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Kejatisu Sumatera Utara, produk materi hukum yang selalu dibentuk atau direvisi, tidaklah cukup jika aparat hukum khususnya Kejaksaan tidak diimbangi dengan peningkatan integritas moral dan profesionalisme, kesadaran hukum, mutu pelayanan, serta tidak adanya kepastian dan keadilan hukum, sehingga supremasi hukum belum dapat diwujudkan. 83 Dalam ketentuan Pasal 2 ayat 2 UU Kejaksaan tampak suatu penegasan dimana antara Jaksa dengan tugasnya sebagai penuntut umum tidak terpisahkan satu sama lain. Inilah sebagai landasan pelaksanaan tugas pokok Kejaksaan yang bertujuan untuk memelihara kesatuan kebijakan di bidang penuntutan, sehingga dapat menampilkan ciri khas yang menyatu dalam tata pikir, tata laku, dan tata kerja 81 Yesmi Anwar dan Adang, Op. cit, hal. 202. 82 Marwan Effendy, Op. cit, hal. 127, 129. 83 Chairuman Harahap, Op. cit, hal. 32. Universitas Sumatera Utara Kejaksaan. Kegiatan penuntutan di pengadilan oleh Kejaksaan tidak akan berhenti karena alasan jika jaksa yang semula bertugas berhalangan. Tugas penuntutan tersebut akan tetap dilakukan sekalipun oleh jaksa pengganti. 84 Tugas penuntutan oleh Kejaksaan dilaksanakan secara merdeka sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 2 ayat 2 UU Kejaksaan, pada praktiknya kontradiksi dengan pengaturannya sehingga ketentuan ini dikatakan dual obligation. Sebab kedudukan Kejaksaan berada di bawah kekuasaan eksekutif, sehingga mustahil bagi Kejaksaan dan jajarannya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan mungkin juga pengaruh kekuasaan lainnya. 85 Selain membuat surat dakwaan dan penuntutan atau tugas pokok yang ditentukan dalam Pasal 30 UU Kejaksaan, Pasal 32 UU Kejaksaan menetapkan, Kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenang lain berdasarkan undang-undang. Dalam hal penuntutan perkara tindak pidana Narkotika, UU 35 Tahun 2009 tentang Narkotika UU Narkotika tidak menentukan aturan lain dalam peraturan khusus mengenai peran Kejaksaan dala melakukan penuntutan. Artinya pihak yang melakukan penuntutan dalam perkara Narkotika menurut UU Narkotika tetap dilaksanakan oleh Kejaksaan penuntut umum. Sebagaimana penegasan Pasal 73 UU Kejaksaan: “Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika dilakukan 84 Yesmi Anwar dan Adang, Loc. cit. 85 Ibid, hal. 204. Universitas Sumatera Utara berdasarkan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam undang- undang ini”. Namun dalam hal penyidikan menurut UU Narkotika tidak hanya dilakukan oleh Kepolisian dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil PPNS sebagaimana yang dianut dalam KUHAP melainkan UU Narkotika menetapkan dan menentukan tiga institusi dapat bertindak sebagai penyidik dalam kasus Narkotika yakni aparat Kepolisian, PPNS, dan Badan Narkotika Nasional BNN. Ketiga penyidik ini dapat bertindak melalui koordinasi lintas instansi dalam melakukan penyidikan. 86 Tugas pokok sebagai penuntut dalam perkara Narkotika tetap diperankan oleh penuntut umum Kejaksaan sebagaimana yang ditentukan dalam Hukum Acara Pidana pada umumnya. Walaupun UU Narkotika mengatur secara khusus, namun tidak menentukan secara khusus menyangkut tugas pokok Kejaksaan di bidang penuntutan, tetap saja dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam KUHAP dan UU Kejaksaan sebagaimana yang telah dipaparkan di atas. Apabila pihak BNN yang melakukan penyidikan dan membuat berkas perkaranya, maka pihaknya harus menyerahkan hasil penyidikan atau berkas perkara 86 Bandingkan dengan Pasal 84 UU Narkotika: “Dalam melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia memberitahukan secara tertulis dimulainya penyidikan kepada penyidik BNN begitu pula sebaliknya” dan Pasal 85 UU Narkotika: “Dalam melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika, penyidik pegawai negeri sipil tertentu berkoordinasi dengan penyidik BNN atau penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana”. Berdasarkan ketentuan ini, pihak yang melakukan penyidikan terhadap perkara Narkotika, bergantung pada lembaga mana yang pada mulanya menemukan bukti-bukti permulaan dugaan untuk dilakukannya penyidikan, maka lembaga itulah yang harus melakukan penyidikan terhadap perkara Narkotika tersebut melalui koordinasi antar lintas instansi. Universitas Sumatera Utara tersebut kepada pihak Kejaksaan untuk dipertimbangkan layak atau tidak layak perkara tersebut dapat di sidangkan di pengadilan. 87 Demikian jika Kepolisian yang melakukan penyidikan dan membuat berkas perkara, maka harus diserahkan kepada pihak Kejaksaan. 88 PPNS yang bertindak sebagai penyidik harus berkoordinasi dengan penyidik Kepolisian dan BNN, 89 tetapi PPNS tidak berwenang untuk menyerahkan berkas perkara hasil penyidikannya kepada pihak Kejaksaan melainkan harus berkoordinasi melalui kewenangan Kepolisian sebagaimana yang ditentukan dalam KUHAP. 90 Dalam hal melakukan penuntutan di sidang pengadilan menurut ketentuan Pasal 90 ayat 1 UU Kejaksaan, penuntut umum dapat mengambil atau menyisihkan sebagian kecil barang sitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika untuk dijadikan sampel guna pengujian di laboratorium tertentu dan dilaksanakan dalam waktu paling lama 3 x 24 tiga kali dua puluh empat jam sejak dilakukan penyitaan. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pelaksanaan penuntutan mengenai barang bukti bagi pihak Kejaksaan.

B. Penuntutan Tindak Pidana Narkotika oleh Kejaksaan Negeri Medan