Emisi Karbon HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Stok Karbon

17 Tabel 6. Biomassa dan Karbon Biomassa Kelapa Sawit pada Berbagai Umur Tanam dengan Penambahan Data Pelepah Prunning dan Tandan Kosong Tankos Kebun Meranti Paham Tahun 2009 Umur Tanaman tahun a Biomassa Kering kgpohon Karbon Biomassa Pokok Destruktif b Pelepah Prunning c Tandan Kosong d Total ton Cha g ton CO 2 ha h kgpohon tonha f e 9 169,92 42,53 107,21 319,66 41,56 24,12 88,44 11 185,37 65,89 148,28 399,54 51,94 30,25 110,91 13 177,20 92,23 182,97 452,40 58,81 34,19 125,36 17 229,80 114,98 297,15 668,05 86,85 50,49 185,13 18 207,93 134,86 304,56 647,35 84,16 48,96 179,52 Total 323,32 188,01 689,36 Asumsi terdapat 130 pohon kelapa sawit dalam 1 ha PPKS, 2010 Akumulasi sesuai umur tanaman kelapa sawit PPKS, 2010 Sumber : Yulianti 2009 dan Analisis Data Sekunder Keterangan : e = b + c + d f = e x 130 : 1000 g = f x C-organik, ketetapan C-organik = 58 Walkey and Black Methode h = g x BM CO 2 BA C = g x 4412 Data pelepah prunning pada Tabel 6 menunjukkan kenaikan berat biomassa kering terjadi seiring dengan kenaikan usia tanaman. Tanaman dengan umur 18 tahun memiliki berat biomassa pelepah prunning paling besar yaitu 134,86 kgpohon dan yang terkecil yaitu umur 9 tahun yaitu 42,53 kgpohon. Sementara itu, biomassa kering yang berasal dari tandan kosong tankos juga mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya umur tanaman, berturut- turut dari yang terbesar dan terkecil adalah sebesar 304,56 kgpohon pada tanaman umur 18 tahun dan 107,21 kgpohon pada tanaman umur 9 tahun. Dengan kata lain, semakin tua suatu tanaman kelapa sawit maka semakin besar pula pelepah prunning dan tandan kosong tankos yang dihasilkan.

4.2. Emisi Karbon

Respirasi akar memiliki peran nyata terhadap besarnya emisi CO 2 di lahan gambut. Selain respirasi akar, pemupukan yang intensif di sekitar pokok sawit meningkatkan kandungan nutrisi esensial seperti nitrogen yang secara nyata juga berpengaruh terhadap besarnya pembentukan CO 2 di sekitar pokok sawit Barchia, 2006. 18 Selain respirasi oleh akar, dekomposisi bahan organik tanah dan suhu juga sangat mempengaruhi besarnya fluks CO 2 di lahan gambut. Dekomposisi bahan organik tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor penting, diantaranya adalah ketersediaan air dan suhu. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat dekomposisi tersebut juga berpengaruh terhadap respirasi akar, selain itu kepadatan akar juga sangat berpengaruh terhadap besarnya CO 2 yang diemisikan dari lahan gambut Barchia, 2006. Penelitian ini sejalan dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan Tsusutki dan Ponnamperuma 1987 dalam Barchia, 2006 yang menunjukkan bahwa perbedaan suhu harian maksimum dan minimum karena adanya drainase gambut berkorelasi positif dengan pelepasan CO 2 . Dengan kata lain pelepasan CO 2 di lahan rawa sangat ditentukan oleh suhu. Pengukuran dan perhitungan emisi karbon ini dilakukan pada kebun Panai Jaya dan Meranti Paham. Pengukuran dilakukan pada plot-plot yang telah ditentukan sebelumnya. Tabel 7 merupakan hasil perhitungan emisi CO 2 pada kebun Panai Jaya dan Meranti Paham, sedangkan perhitungan secara rinci disajikan pada Tabel Lampiran 1,2,3,4, dan 6. Tabel 7. Emisi CO 2 pada Berbagai Umur Tanaman Kelapa Sawit di Kebun Panai Jaya TBM dan Meranti Paham TM Tahun 2009 Penggunaan Lahan Emisi CO 2 ton CO 2 hatahun Kedalaman Air cm Hutan Sekunder 42,31 71 Bukaan Baru 25,48 45 Tanaman Belum Menghasilkan TBM 39,61 46 Tanaman Menghasilkan Umur 9 Tahun TM 6 37,73 52 Tanaman Menghasilkan Umur 11 Tahun TM 8 48,00 61 Tanaman Menghasilkan Umur 13 Tahun TM 10 48,00 61 Tanaman Menghasilkan Umur 17 Tahun TM 14 44,01 55 Tanaman Menghasilkan Umur 18 Tahun TM 15 49,94 68 Sumber : PPKS 2010 Berdasarkan data yang diperoleh pada Tabel 7, diketahui hubungan antara kedalaman air tanah terhadap besarnya emisi CO 2 yang dihasilkan. Hal ini relatif sejalan dengan persamaan Hoooijier 2006 yang menyatakan bahwa semakin 19 dalam muka air tanah maka semakin besar pula emisi CO 2 yang dilepaskan Gambar 3. Ini dapat dilihat pada hutan sekunder yang memiliki nilai emisi CO 2 yang lebih besar dari pada bukaan baru yang disebabkan kedalaman air pada hutan sekunder jauh lebih tinggi, walaupun pada hutan sekunder masih terdapat tegakan pohon dibandingkan lahan terbuka pada bukaan baru. Emisi CO 2 hutan sekunder adalah sebesar 42,31 ton CO 2 hatahun, sedangkan bukaan baru hanya 25,48 ton CO 2 hatahun yang diperoleh dari rataan lima kali pengukuran di lapang pada waktu berbeda. Sementara emisi CO 2 pada TBM dan TM bervariasi pada kisaran 37,73 – 49,94 ton CO 2 hatahun yang juga sangat terkait pada kedalaman air tanah. Nilai emisi CO 2 pada kebun-kebun tersebut masih termasuk dalam kategori wajar. Berdasarkan studi literatur, nilai emisi gas rumah kaca yang realistis dari lahan gambut yang terdrainase adalah sebesar 25 – 55 ton CO 2 - ehatahun Jiwan et al., 2009 dalam PPKS, 2010. Sementara hasil penelitian Handayani 2009 di kebun kelapa sawit di Meulaboh, Aceh Barat menunjukkan bahwa rata-rata emisi CO 2 berkisar antara 10 – 40 ton CO 2 hatahun. Pada perhitungan neraca karbon, nilai emisi yang digunakan memiliki satuan berupa CO 2 -e CO 2 ekuivalen, yaitu penjumlahan dari CO 2 dengan CH 4 . Akan tetapi, nilai CH 4 sangat kecil dan tidak berpengaruh nyata terhadap hasil akhir perhitungan sehingga dapat diabaikan sepenuhnya. Nilai CH 4 selengkapnya dapat dilihat pada Tabel Lampiran 5. Disisi lain, nilai emisi CO 2 TM 8 dan TM 10 yang seragam sebesar 48 ton CO 2 hatahun diperoleh dari persamaan Hooijier 2006 yang menghubungkan nilai rata-rata kedalaman muka air tanah kebun Meranti Paham dengan emisi CO 2 Gambar 3. Nilai rata-rata kedalaman muka air tanah tersebut sebesar 61 cm yang diperoleh dari pengukuran langsung di lapang pada penelitian ini Tabel Lampiran 7. 20 Gambar 3. Persamaan Hooijier 2006 yang Menunjukkan Hubungan antara Kedalaman Drainase dengan Emisi

4.3. Neraca Karbon Kebun Emisi Neto Panai Jaya dan Meranti Paham