Pendugaan Cadangan Karbon Berdasarkan Persamaan Alometrik di Lahan Gambut Kebun Meranti Paham, PT Perkebunan Nusantara IV, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara.

(1)

PENDUGAAN CADANGAN KARBON KELAPA SAWIT BERDASARKAN PERSAMAAN ALOMETRIK DI LAHAN GAMBUT

KEBUN MERANTI PAHAM, PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV, KABUPATEN LABUHAN BATU, SUMATERA UTARA

ANGGI RHADITYA LUBIS A14060174

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(2)

2 ABSTRACT

ANGGI RHADITYA LUBIS. Prediction of Carbon Stocks of Oil Palm Based on Allometric Equations on Peatland of Meranti Paham Estate, PT Perkebunan Nusantara IV, Labuhan Batu, North Sumatera. Under advicy of KUKUH MURTILAKSONO and M. ARDIANSYAH.

Carbon stock of oil palm on peatland plays an important role in climate change and global climate balance. Number of biomass carbon of oil palm can be determined by either destruction method or non destructive approach (allometric equation). Biomass carbon of oil palm can indicate amount of carbon dioxide (CO2) absorbed by the plants. The research aims to construct allometric equation

and predict carbon stock of oil palm on peatland of Meranti Paham Estate, PT Perkebunan Nusantara IV, Labuhan Batu, North Sumatera.

Biomass and biomass carbon of oil palm was calculated and determined using destructive method. Samples of oil palm trees in each planting year were destructed and weighted how much every part of the plant contribute total weight of the sampled oil palm plant before determining its water content. Other applied method is allometric equation that representing the destructive method. The allometric approach just predicts the stock and it is Y = 0,002382 D2,3385 H0,9411 that stands for diameter of stem perpendicular to stem it self (D) and plant height without frond (H).

Based on destructive method (dimension of stem, leaf, frond, frond pruning, and fresh fruit bunch) biomass carbon stock of oil palm in Meranti Paham estate is 80.417 tons. Meanwhile, allometric method resulting 94.953 tons of biomass carbon stock. The discrepancy is due to the second sampling (2009) of oil palm trees is different than the first one (2008) although in the same blocks of planting year. Biomass carbon of oil palm in Meranti Paham estate based on the two methods has high positive correlation with its coefficient = 0,98 that indicates high linear correlation of destructive and allometric method.

The results of t-student test shows that there is no significance different between destructive and corrected allometric method. Therefore the corrected allometric method can be applied accurately to predict biomass carbon stock of oil palm in Meranti Paham estate.

Key words: biomass carbon stock, peatland, allometric equation, destructive method.


(3)

RINGKASAN

ANGGI RHADITYA LUBIS. Pendugaan Cadangan Karbon Kelapa Sawit Berdasarkan Persamaan Alometrik di Lahan Gambut Kebun Meranti Paham, PT Perkebunan Nusantara IV, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Dibimbing

oleh KUKUH MURTILAKSONO dan M. ARDIANSYAH.

Cadangan karbon lahan gambut dari agroekosistem kelapa sawit memegang peranan penting dalam menjaga keseimbangan iklim global. Perhitungan yang digunakan untuk mengetahui biomassa dan karbon biomassa pada tanaman kelapa sawit dapat diketahui dengan dilakukannya pengukuran perusakan tanaman (destruktif) dan pengurangan tindakan perusakan selama pengukuran (persamaan alometrik). Dengan demikian jumlah karbon yang tersimpan dalam tubuh tanaman hidup (biomassa) pada suatu lahan dapat diukur sehingga dapat diketahui banyaknya CO2 di atmosfer yang diserap oleh tanaman

kelapa sawit. Penelitian ini bertujuan untuk membangun persamaan alometrik dan menduga cadangan karbon kelapa sawit di lahan gambut Kebun Meranti Paham, PT Perkebunan Nusantara IV, Labuhan Batu, Sumatera Utara.

Perhitungan untuk mengetahui biomassa dan karbon biomassa kelapa sawit dapat dilakukan dengan menggunakan metode destruktif dan metode alometrik. Berdasarkan metode destruktif, dilakukan penebangan contoh pohon kelapa sawit pada berbagai keragaman umur tanam. Sementara, metode alometrik merupakan perhitungan persamaan alometrik yang telah terbangun adalah Y = 0,002382 D2,3385 H0,9411 dimana digunakan data sampel diameter batang dengan pelepah yang diukur tegak lurus batang (DBH) dan tinggi bebas percabangan (H) tanaman kelapa sawit yang diambil.

Cadangan karbon biomassa pada kelapa sawit yang terdapat di Kebun Meranti Paham, PT Perkebunan Nusantara IV berdasarkan pengukuran destruktif yang didapatkan dari dimensi batang, pelepah, daun, pelepah pruning, dan TBS adalah 80.417 ton/kebun. Sementara, cadangan karbon biomassa pada kelapa sawit yang terdapat di Kebun Meranti Paham, PT Perkebunan Nusantara IV berdasarkan pengukuran alometrik adalah 94.953 ton/kebun. Terjadinya perbedaan nilai diakibatkan pengambilan sampel tanaman pada kedua metode menggunakan tanaman kelapa sawit yang berbeda dan blok yang berbeda juga, akan tetapi tahun tanamnya sama

Karbon biomassa kelapa sawit berdasarkan penggunaan metode destruktif dan metode alometrik memiliki korelasi (hubungan) positif yang tinggi. Koefisien korelasi (r) sebesar 0,98 menunjukkan adanya hubungan linear yang sangat baik antara metode alometrik dengan destruktif.

Hasil perhitungan t-student menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara metode destruktif dan metode alometrik terkoreksi. Dengan demikian metode alometrik terkoreksi cukup akurat dan dapat digunakan untuk memprediksi cadangan karbon biomassa pada kelapa sawit di lahan gambut kebun Meranti Paham.

Kata kunci: cadangan karbon biomassa, lahan gambut, metode destruktif, persamaan alometrik.


(4)

i

PENDUGAAN CADANGAN KARBON KELAPA SAWIT BERDASARKAN PERSAMAAN ALOMETRIK DI LAHAN GAMBUT

KEBUN MERANTI PAHAM, PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV, KABUPATEN LABUHAN BATU, SUMATERA UTARA

ANGGI RHADITYA LUBIS A14060174

Skripsi

sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

MAYOR MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(5)

Judul Skripsi : Pendugaan Cadangan Karbon Berdasarkan Persamaan Alometrik di Lahan Gambut Kebun Meranti Paham, PT Perkebunan Nusantara IV, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara.

Nama : Anggi Rhaditya Lubis

NIM : A14060174

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I,

Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS NIP. 19600808 198903 1 003

Dosen Pembimbing II,

Dr. Ir. Muhammad Ardiansyah NIP. 19630604 198811 1 001

Mengetahui, Ketua Departemen

Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc. NIP. 19621113 198703 1 003


(6)

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Tebing Tinggi, Sumatera Utara pada tanggal 26 Februari 1989. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara anak pasangan Bapak Rusdi Lubis dan Ibu Winariati Lessan.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2000 di SD Percobaan Negeri Medan, kemudian pada tahun 2003 menyelesaikan studi di SMP Negeri I Medan. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMA Harapan Medan dan lulus pada tahun 2006.

Pada tahun 2006, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) dan pada tahun 2007 penulis menyelesaikan masa TPB (Tingkat Persiapan Bersama) dan diterima di Program Studi Manajemen Sumberdaya Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menjalani pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum Fisika Tanah Tahun ajaran 2009/2010. Penulis juga aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan, diantaranya adalah Ikatan Mahasiswa Muslim Asal Medan (IMMAM) selaku Ketua Umum periode 2008-2009, Badan Pengawas HIMPRO FAPERTA periode 2007-2008, Badan Pengawas Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT) selaku Ketua Umum periode 2007-2008, dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bogor selaku Kabid PAO periode 2010-2011.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan hikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi. Skripsi yang berjudul Pendugaan Cadangan Karbon Kelapa Sawit Berdasarkan Persamaan Alometrik di Lahan Gambut Kebun Meranti Paham, PT Perkebunan Nusantara IV, Kabupaten Labuhan Batu,

Sumatera Utara merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di

Mayor Manajemen Sumberdaya Lahan pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1.

Bapak Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS selaku dosen pembimbing skripsi I yang telah memberikan banyak bimbingan, pengarahan, serta masukan selama masa pelaksanaan penelitian, maupun saat penyusunan skripsi ini. 2. Bapak Dr. Ir. M. Ardiansyah selaku dosen pembimbing skripsi II dan

koordinator penelitian kerjasama IPB-PPKS yang telah memberikan banyak bimbingan dan pengarahan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

3. PT. Perkebunan Nusantara IV (PTPN IV) Medan dan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan atas kesediaannya membiayai dan mendukung terlaksananya penelitian ini.

4. Balai Penelitian Tanah, Balitbang Kementrian Pertanian Republik Indonesia, Depertemen Pertanianyang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas bantuannya selama pelaksanaan penelitian ini.

5. Ayah dan Ibunda saya tercinta yang selalu memberikan dukungan dalam segala hal, terutama dalam doa, nasehat dan bimbingannya. Buat Abangku Adrian Risky Lubis, Kakakku Rahmadhani Arya Irawan, dan Adikku Dimas Sofani Lubis yang selalu memberikan motivasi, doa, dan semangat sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

6. Decky Sanjaya, Putri Yuniastuti, dan Zaini yang telah menjadi rekan kerja dan saling membantu dalam penelitian ini.


(8)

v

7. Mbak Rina Hartini atas kerjasamanya telah membantu dalam pengolahan data penelitian ini.

8. Sahabat saya Bang Amril, Rizky Rambey, Bayu Tarigan, Zahedi, Kak Tya, Indana, Riri, Kiki, Fandi, Anda, Ginda, Alfan, Wira dan Indra terima kasih atas persahabatan selama ini.

9. Sahabat-sahabat perjuangan di MSL’43 (Luluk, Rudi, Dodo, Puti,dan Mike) serta rekan-rekan MSL’43 terima kasih atas silaturahim yang dijalanin selama ini.

10.Seluruh staf dan dosen pengajar Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan.

11.Keluarga besar Ikatan Mahasiswa Muslim Asal Medan (IMMAM) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pihak yang membacanya dan dapat dijadikan sebagai bahan acuan dan tuntutan dalam menambah perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Desember 2011


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... x

I PENDAHULUAN ... ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 4

II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Metode Pendugaan Cadangan Karbon ... 5

2.2. Kelapa Sawit ... 6

2.3. Penyimpanan Karbon pada Lahan Gambut ... 8

III METODOLOGI ... 11

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 11

3.2. Bahan dan Alat ... 11

3.3. Metode dan Tahapan Pelaksanaan Penelitian ... 12

3.3.1. Persiapan... 13

3.3.2. Pembangunan Persamaan Alometrik pada Kelapa Sawit dengan Metode Destrukttif ... 13

3.3.3. Perhitungan Biomassa Pelepah Pruning dan Tandan Kosong ... 14

3.3.4. Penetapkan Karbon Kelapa Sawit ... 16

3.3.5. Pendugaan Karbon Biomassa Kelapa Sawit... 16

3.3.6. Pembangunan Persamaan Alometrik Terkoreksi ... 16

3.3.7. Pengukuran Diameter dan Tinggi Pohon Pertahun Tanam ... 17

3.3.8. Penerapan Persamaan Alometrik Terkoreksi ... 17

3.3.9. Uji Statistik Koefisien Korelasi ... 17

3.3.9.1. Uji Perbedaan Model ... 18

3.3.10. Pendugaan Cadangan Karbon Biomassa Kelapa Sawit di Perkebunan ... 19


(10)

vii

IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 20

4.2. Cadangan Biomassa Kelapa Sawit Dengan Metode Destruktif .. 20

4.3. Cadangan Karbon Biomassa Kelapa Sawit dengan Metode Destruktif ... 28

4.4. Persamaan Alometrik ... 31

4.5. Dugaan Karbon Biomassa Kelapa Sawit dengan Persamaan Alometrik Terkoreksi ... 36

4.6. Uji Korelasi Beda Karbon Biomassa Kelapa Sawit Berdasarkan Metode Destruktif dan Persamaan Alometrik Terkoreksi ... 37

4.7. Pendugaan Total Karbon Biomassa Kelapa Sawit dengan Persamaan Alometrik ... 39

V KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

5.1. Kesimpulan ... 42

5.2. Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Biomassa Tanaman Contoh Kelapa Sawit pada Beberapa Tahun

Tanam dari Blok Kebun Meranti Paham PTPN IV tahun 2008... 22 2. Rata-rata Bobot Biomassa Kering Bagian-Bagian Kelapa Sawit pada

Berbagai Tahun Tanam Kebun Meranti Paham dan Panai Jaya

PTPN IV Tahun 2008 (kg/pohon)... 23 3. Rata-rata Bobot Biomassa Pelepah Pruning di Kebun Meranti

Paham PTPN IV sampai denganTahun 2008... 25 4. Total Rata-rata Bobot Biomassa TBS dan Tandan Kosong Kelapa

Sawit Kebun Meranti Paham PTPN IV dari Tahun 1994-2008... 26 5. Rata-rata Biomassa Kelapa Sawit dari Bagian-bagian Kelapa Sawit

di Kebun Meranti Paham dan Panai Jaya PTPN IV Tahun 2008... 27 6. Rata-rata Karbon Biomassa pada Bagian-bagian Kelapa Sawit... 29 7. Total Pendugaan Cadangan Karbon Biomassa Kelapa Sawit dengan

Metode Destruktif di Kebun Meranti Paham PTPN IV Tahun 2009 .. 30 8. Konstanta Regresi dari Berbagai Model Persamaan Alometrik

untuk Menduga Karbon Biomassa .. ... 32 9. Rata-rata Pendugaan Karbon Biomassa Kelapa Sawit dengan

Persamaan Alometrik pada Berbagai Tahun Tanam Kebun Meranti

Paham PTPN IV Tahun 2008 .. ... 37 10. Rata-rata Karbon Biomassa Kelapa Sawit Per Tahun Tanam

Menggunakan Metode Destruktif dan Metode Alometrik Pada

Kebun Meranti Paham... 38 11. Pendugaan Total Karbon Biomassa Kelapa Sawit dengan Persamaan

Alometrik di Kebun Meranti Paham PTPN IV Tahun 2009... 40

Lampiran

1. Pelepah Pruning Kelapa Sawit di Kebun Meranti Paham PTPN IV

dari Tahun 1988-2009 ... ... 47 2. Produksi TBS Kelapa Sawit Tahun Tanam 1980-1999 di Kebun

Meranti Paham PTPN IV dari Tahun 1994-2008... 48 3. Produksi Tandan Kosong Kelapa Sawit Pada Umur Tanam 1980-


(12)

ix

4. Biomassa Kelapa Sawit dengan Metode Destruktif di Kebun Meranti

Paham PTPN IV Tahun 2008. ... 51 5. Kadar Air Bagian Batang, Pelepah, dan Daun... 53 6. Karbon Biomassa Kelapa Sawit dengan Metode Destruktif di Kebun

Meranti Paham PTPN IV Tahun 2008... 54 7. Diameter, dan Tinggi Kelapa Sawit Tahun 2008 dan Total Karbon

Biomassa Kelapa Sawit Tahun 2009 di Kebun Meranti Paham PTPN

IV .... ... 56 8. Persamaan Alometrik yang Dibangun .... ... 57 9. Karbon Biomassa Kelapa Sawit dengan Metode Alometrik di Kebun


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Diagram Alir Penelitian ... 12 2. Biomassa Kering (kg/pohon) pada Setiap Dimensi Kelapa Sawit .... 28 3. Pola Karbon Biomassa Kelapa Sawit Berdasarkan Umur Tanaman 30 4. Hubungan antara Biomassa Kering dengan Diameter Batang

(Berdasarkan Model Persamaan I) ... 33 5. Hubungan Biomassa Kering dengan Diameter Batang dengan

Pelepah yang Diukur Sejajar Tanah dan Berbagai Tinggi

(Berdasarkan Model Persamaan II)... 33 6. Hubungan Karbon Biomassa dengan Diameter dengan Pelepah yang

Diukur Tegak Lurus Batang dan Berbagai Tinggi Tanaman (Berdasarkan Model Persamaan II)... 34 7. Hubungan Karbon Biomassa dengan Diameter Tanpa Pelepah dan

Berbagai Tinggi Tanaman (Berdasarkan Model Persamaan II)... 34 8. Hubungan Karbon Biomassa Kering dengan Diameter dengan

Pelepah yang Diukur Sejajar tanah dan Berbagai Tinggi

(Berdasarkan Model Persamaan III) ... 35 9. Hubungan Karbon Biomassa Kering dengan Diameter Batang yang

Diukur Tegak Lurus Batang dan Berbagai Tinggi Batang (Berdasarkan Model Persamaan III)... 35 10. Hubungan Karbon Biomassa Kering dengan Diameter Batang Tanpa

Pelepah dan Berbagai Tinggi Batang (Berdasarkan Model

Persamaan III)... 36 11. Korelasi Antara Karbon Biomassa Kelapa Sawit Berdasarkan

Persamaan Alometrik dan Metode Destruktif... 39

Lampiran

1. Dokumentasi Tanaman Kelapa Sawit pada Berbagai Tahun Tanam


(14)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Peningkatan konsentrasi karbon di atmosfer menjadi salah satu masalah lingkungan yang serius dapat mempengaruhi sistem kehidupan di bumi. Peningkatan konsentrasi yang terjadi lebih disebabkan oleh terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfer. Keseimbangan tersebut dipengaruhi oleh peningkatan gas karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan

nitrous oksida (N2O) atau yang lebih dikenal dengan sebutan gas rumah kaca

(GRK). Gas rumah kaca utama yang terus meningkat adalah karbon dioksida. Gas ini adalah salah satu gas yang secara alamiah keluar ketika manusia menghembuskan nafas, juga dihasilkan dari pembakaran batubara, kayu, atau dari penggunaan kendaraan berbahan bakar bensin dan solar. Sebagian dari karbon dioksida ini dapat diserap kembali, antara lain melalui proses fotosintesis yang merupakan bagian dari proses pertumbuhan tanaman atau pohon. Namun, kini kebanyakan negara memproduksi karbon dioksida secara jauh lebih cepat ketimbang kecepatan penyerapannya oleh tanaman atau pohon, sehingga konsentrasinya di atmosfer meningkat secara bertahap (UNDP, 2007).

Keberadaan karbon penting bagi keseimbangan alam sehingga perlu untuk diperhatikan. Pada lahan-lahan yang sudah terdegradasi berpotensi untuk meningkatkan daerah penyerapan CO2 apabila dilakukan rehabilitasi melalui

aforestasi (konversi lahan menjadi hutan pada lahan yang bukan hutan sebelumnya) dan reforestasi (penghijauan kembali pada hutan yang telah rusak). Namun dalam rangka pemanfaatan lahan secara lebih maksimal maka dilakukan pembukaan perkebunan kelapa sawit yang sekarang ini banyak dilakukan pada lahan-lahan gambut. Saat ini kelapa sawit merupakan komoditi unggulan perkebunan di Indonesia. Hal ini dikarenakan kelapa sawit merupakan tanaman yang paling produktif dengan produksi 6.000 l/ha biodiesel mentah sehingga sangat menguntungkan. Indonesia merupakan negara pengekspor minyak kelapa sawit terbesar di dunia yang telah berhasil mengungguli Malaysia. Kedua negara ini dapat memenuhi sekitar 80% kebutuhan minyak sawit dunia. Pertumbuhan amat pesat akan konsumsi minyak sawit sebesar 13.259.000 ton pada tahun 1993


(15)

dan meningkat menjadi 33.108.000 ton pada tahun 2005. Permintaan yang semakin tinggi ini telah membuat pemerintah semakin yakin untuk mengembangankan areal baru perkebunan kelapa sawit (Ditjenbun, 2006). Pemanfaatan tanah gambut untuk tanaman perkebunan telah dilakukan sejak lama. Tercatat sudah ada perkebunan kelapa sawit pada tanah gambut sebelum Perang Dunia II, seperti perkebunan Ajamu (Meranti Paham dan Panai Jaya), Negeri Lama, Seruwai, dan banyak lagi perkebunan yang dibuka di daerah pantai timur Sumatera, tetapi informasi tanah gambut untuk tanaman tahunan belum banyak ditulis. Pengamatan perkebunan kelapa sawit pada tanah gambut di Sumatera Utara yang di buka sejak 1935 menunjukkan tanaman kelapa sawit pada tanah gambut ombrogen dapat memberikan produksi rata-rata tahunan sebesar 15,7 ton tandan buah (TBS) segar selama 13 tahun masa panen. Tingkat produktivitas sebesar itu termasuk kelas S3 atau kesesuaian terbatas (marginally suitable) jika disetarakan dengan potensi produksi kelapa sawit pada tanah mineral di Sumatera Utara (Pangudijatno, 1988).

Total luas lahan gambut di Indonesia sekitar 20 juta ha dan setiap 1 m lapisan gambut diperkirakan mampu menyimpan sekitar 700 ton C tahun-1 ha-1. Potensi tersebut menyebabkan lahan gambut memiliki fungsi penting sebagai sumber karbon dan pemendaman karbon (Yulianti, 2009). Lahan gambut sangat mudah terdegradasi apabila mengalami gangguan terhadap ekosistemnya. Pelaksanaan pembukaan lahan gambut kebanyakan dilakukan melalui aktivitas pembakaran untuk menghilangkan gulma ataupun vegetasi yang menutupi lahan. Apabila dilakukan pembakaran maka karbon akan terlepas ke udara, sehingga akan menghasilkan emisi gas karbon yang dapat menghasilkan efek rumah kaca. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas pembakaran lahan gambut akan mendukung terjadinya pemanasan global yang kerugiannya sangat besar bagi kelangsungan makhluk hidup. Degradasi lahan gambut yang terjadi di Indonesia pernah menjadikan Indonesia sebagai salah satu penyumbang gas rumah kaca ketiga di dunia setelah USA dan RRC (Notohadiprawiro, 1997). Degradasi lahan gambut yang terjadi di Indonesia sebagian besar diduga akibat perubahan tutupan hutan tropis yang bertujuan ekonomis, non ekologis.


(16)

Lahan yang terdegradasi dapat direhabilitasi dengan metode konservasi yang tepat bukan tidak mungkin areal yang terdegradasi dapat digunakan sebagai media pengurangan emisi dengan membangun tempat penyimpanan (carbonsink) yang baru. Penurunan Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer terutama C02, tidak

hanya dengan menurunkan emisi, tetapi perlu diiringi dengan meningkatkan penyerapan GRK tersebut. Melalui fotosintesis, C02 diserap dan diubah oleh

tumbuhan menjadi karbon organik dalam bentuk biomassa. Kandungan karbon dalam biomassa pada waktu tertentu dikenal dengan istilah cadangan karbon

(carbon stock) (Noor’an, Purwaningsih, Rustami, Subagyo, 2010). Biomassa

didefinisikan sebagai total jumlah materi hidup di atas permukaan pada suatu pohon dan dinyatakan dengan satuan ton berat kering per satuan luas (Brown, 1997).

Penelitian tentang cadangan karbon pada perkebunan kelapa sawit sangat diperlukan untuk meninjau berapa sebenarnya karbon yang mampu diserap, serta menduga berapa cadangan karbon yang terdapat pada tanaman kelapa sawit. Hasilnya mungkin mampu untuk menilai keuntungan dan kerugian pengembangan perkebunan kelapa sawit di lahan gambut. Oleh karena itu perlu dikembangkan metode untuk mengestimasi cadangan karbon pada tanaman kelapa sawit.

Metode untuk mengestimasi cadangan karbon pada tanaman dapat diketahui dengan melakukan pengukuran langsung dengan perusakan tanaman (destruktif) atau untuk mengurangi tindakan perusakan, biaya yang mahal, dan waktu yang lama pada tanaman selama pengukuran, dapat diestimasi dengan menggunakan persamaan alometrik. Alometrik didefinisikan sebagai hubungan pertumbuhan antara ukuran salah satu bagian organisme dengan pertumbuhan atau ukuran dari keseluruhan organisme. Dalam studi biomassa tanaman, persamaan alometrik digunakan untuk mengetahui hubungan antara ukuran pohon (diameter atau tinggi) dengan berat (kering) pohon secara keseluruhan (Sutaryo, 2009). Adapun biomassa kelapa sawit merupakan masa dari bagian vegetasi yang masih hidup yaitu batang, daun, pelepah, dan TBS.

Metode alometrik ini telah banyak diaplikasikan untuk estimasi cadangan karbon pada berbagai tipe vegetasi di Indonesia (Hairiah dan Rahayu, 2007). Sementara, penyusunan persamaan alometrik yang digunakan sebagai dasar


(17)

pendugaan karbon biomassa kelapa sawit telah dilakukan oleh Thenkabail (2004) tapi bukan pada gambut. Penelitian lain hanya menggunakan persamaan yang sudah ada sebelumnya (Htut, 2004). Jadi, pengumpulan data mengenai cadangan karbon pada agroekosistem kelapa sawit masih belum banyak dilakukan. Penelitian ini mencoba mengkombinasikan pengukuran lapangan pada tingkat detil yang telah dilakukan oleh Yulianti (2009) dan menyusun persamaan alometrik pada kelapa sawit, sehingga dapat menggambarkan banyaknya CO2 di atmosfer

dapat diserap oleh tanaman kelapa sawit.

1.2. Tujuan Penelitian

Membangun persamaan alometrik dan menduga cadangan karbon biomassa kelapa sawit pada kebun Meranti Paham, PT. Perkebunan Nusantara IV, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara.


(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Metode Pendugaan Cadangan Karbon

Keberadaan karbon merupakan bagian penting dari siklus kehidupan di bumi. Ada empat reservoir karbon utama yaitu atmosfer, biosfer teresterial (daratan), lautan, dan sedimen. Beberapa dekade terakhir terjadi ketidak seimbangan neraca karbon global diakibatkan semakin bertambahnya populasi manusia. Pemanenan karbon melalui perubahan penggunaan lahan, pembakaran biomassa, penambangan bahan bakar fosil dan pencemaran di laut menyebabkan peningkatan jumlah karbon di atmosfer. Bagian terbesar dari karbon yang berada di atmosfer adalah gas karbon dioksida (CO2), metan (CH4) dan kloroflorokarbon

(CFC merupakan gas artifisial atau buatan). Gas-gas tersebut adalah gas rumah kaca yang berperan dalam pemanasan global (Yulianti, 2009).

Cadangan karbon pada ekosistem teresterial (daratan) terbagi menjadi karbon diatas permukaan dan karbon di bawah permukaan atau dalam tanah. Karbon di atas permukaan tanah meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah (semak belukar berdiameter < 5 cm, tumbuhan menjalar dan gulma), nekromassa (bagian pohon atau tanaman yang sudah mati) dan serasah (bagian tanaman yang gugur berupa daun dan ranting). Karbon bawah permukaan meliputi biomassa akar dan bahan organik tanah (sisa tanaman, hewan dan manusia yang mengalami dekomposisi) serta hamparan lahan gambut (Hairiah dan Rahayu, 2007).

Biomassa tanaman digunakan sebagai dasar untuk menduga karbon atas permukaan. Teknik untuk mengukur biomassa bisa dilakukan dengan metode destruktif dan menggunakan persamaan alometrik. Penggunaan metode destruktif sangat memerlukan biaya yang mahal dan waktu yang panjang terutama jika dilakukan terhadap vegetasi hutan. Oleh karena itu salah satu metode pemecahannya dapat digunakan persamaan alometrik yang telah disusun dari tanaman yang sejenis. Persamaan ini menghubungkan biomassa tanaman dengan diameter dan tinggi tanaman (Pearson, Brown, Birdsey, 2007). Karbon atas permukaaan dapat diduga jika biomassa telah diketahui.


(19)

Metode pendugaan cadangan karbon atas permukaan dengan pendekatan biomassa merupakan salah satu metode yang bisa diterapkan (Gibbs et al., 2007). Biomassa dapat diduga melalui pengukuran lapangan yang intensif atau dikembangkan dengan persamaan alometrik yang telah disusun sebelumnya (Brown, 1997). Model pendugaan biomassa dapat disusun berdasarkan parameter tinggi dan diameter pohon (Johnsen et al., 2001).

Persamaan alometrik merupakan persamaan yang menghubungkan dimensi-dimensi dari pohon dengan nilai biomassa pohon. Setiap tanaman yang berbeda akan memiliki pola yang berbeda untuk membentuk persamaan alometrik ini. Penyusunan persamaan alometrik untuk kelapa sawit yang telah dilakukan oleh Thenkabail et al. (2004) menghasilkan persamaan berikut :

Berat Kering (kg) = 0,3747*tinggi (cm) + 3,6334 (R2= 0,9804)

Tetapi persamaan tersebut disusun berdasarkan data biomassa dan dimensi kelapa sawit yang ditanam pada lahan mineral di Afrika. Sementara itu, pada lahan gambut persamaan alometrik yang didapatkan dalam penelitian Yulianti (2009) didapatkan persamaan sebagai berikut :

Berat Kering (kg) = 2,24 exp-3*diameter1,85*tinggi0,68 (R2= 0,99)

2.2. Kelapa Sawit

Kelapa Sawit (Elaeis guinensis Jacq) adalah jenis tanaman dari famili palmae dan sub famili Cocoideae yang mampu menghasilkan minyak nabati. Berdasarkan warna buah kelapa sawit dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu (i) nigrrescent dengan buah berwarna ungu tua pada buah mentah dan

memiliki “topi” coklat atau hitam pada buah masak, (ii) virescens dengan warna hijau pada buah mentah dan orange tua pada buah masak, dan (iii) albenscens

yang tidak memiliki warna. Berdasarkan ketebalan cangkang, kelapa sawit dikelompokkan menjadi Dura (tebal 2-8 mm), Tenera (tebal 0.5-4 mm), dan Pisifera (tidak bercangkang). Buah sawit bergerombol dalam tandan dan muncul dari tiap pelepah. Tiga lapisan yang terdapat pada buah sawit yaitu eksoskarp

adalah bagian kulit buah yang berwarna kemerahan dan licin, mesokarp adalah serabut buah, dan endoskarp yang menjadi cangkang pelindung inti. Inti sawit sering disebut kernel merupakan endosperma dan embrio dengan kandungan minyak inti yang berkualitas tinggi (Ditjenbun, 2006).


(20)

Kelapa sawit merupakan tanaman yang berasal dari Afrika. Pertama kali diintroduksikan ke Indonesia oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda pada tahun 1848, tepatnya di Kebun Raya Bogor (s’Lands Plantentuin Buitenzorg). Pada tahun 1911, K.Schadt seorang berkebangsaan Jerman dan M.Adrien Hallet

berkebangsaan Belgia mulai mempelopori budidaya tanaman kelapa sawit. Schadt mendirikan perusahaan kelapa sawit di Tanah Ulu, sedangkan Hallet mendirikan di Pulu Raja (Asahan) dan Sungai Liput (Aceh). Sejak saat itulah, mulai dibuka perkebunan-perkebunan baru. Pada tahun 1938, di Sumatera diperkirakan sudah ada 90.000 ha perkebunan kelapa sawit (Pahan, 2008).

Pohon kelapa sawit berbentuk silinder, pada tahun pertama atau kedua pertumbuhan membesar terlihat sekali pada bagian pangkal, di mana diameter batang bisa mencapai 60 cm. Setelah itu, batang akan mengecil, biasanya hanya berdiameter 40 cm, tetapi pertumbuhan tingginya menjadi lebih cepat. Pertambahan tinggi batang umumnya bisa mencapai 35-75 cm per tahun, tergantung pada keadaan lingkungan tumbuh dan keragaman genetik. Sistem perakaran kelapa sawit merupakan sistem akar serabut yang mengarah ke samping dan bawah, terdiri dari akar primer, sekunder, tersier, dan kuartener. Akar primer umummnya berdiameter 6-10 mm, keluar dari pangkal batang dan menyebar secara horizontal dan menghujam ke dalam tanah dengan sudut beragam. Akar primer bercabang membentuk akar sekunder yang diameternya 2-4 mm. Akar sekunder bercabang membentuk akar tersier yang berdiameter 0,7-1,2 mm dan umumnya bercabang lagi membentuk akar kuartener sedangkan akar tersier dan kuarter membentuk ikatan pada 30 cm lapisan atas tanah pada radius 1,5-2 m dari pohon kelapa sawit. Daun sawit mempunyai panjang antar 3-10 m dengan jumlah anakan daun sekitar 204-360 helai dan panjang 32-64 cm (Pahan, 2008).

Hasil dari kelapa sawit berupa minyak sawit (CPO) dan minyak inti sawit dimanfaatkan sebagai bahan baku pangan emulsifier, margarine, minyak goreng, minyak makan merah, shortening, susu kental manis, es krim, dan yogurt. Sementara manfaatnya di bidang non pangan sebagai senyawa ester, lilin, kosmetik, farmasi, biodiesel, pelumas, asam lemak sawit, fatty alkohol bahkan pada industri baja. Produk sampingan (limbah) berupa tandan kosong sawit digunakan untuk pulp dan kertas, kompos, karbon dan rayon (www.FitAgri.com,


(21)

di unduh 4 Februari 2010). Sejak tingginya harga minyak bumi dan maraknya isu penekanan emisi karbon dari bahan bakar fosil (fossilfuel) maka pemanfaatan minyak sawit sebagai bahan bakar nabati (biofuels) semakin meningkat.

Perkebunan kelapa sawit sangat memberikan keuntungan secara ekonomi bagi negara. Pada tahun 2005, devisa yang diperoleh dari ekspor produk kelapa sawit di Indonesia mencapai US $ 4.513 juta (Ditjenbun, 2006).

2.3. Penyimpanan Karbon pada Lahan Gambut.

Lahan Gambut merupakan salah satu sumberdaya alam yang mempunyai fungsi hidro-orologi dan fungsi ekologi lain yang penting bagi kehidupan seluruh makhluk hidup. Umumnya gambut terbentuk di daerah basah, beraerasi yang buruk seperti di daerah danau-danau yang dangkal, kolam, rawa dan daerah berlumpur dan hasil akhir dari eutrofikasi alamiah. Eutrofikasi adalah proses yang terjadi di daerah danau dangkal dan kolam yang terjadi pengkayaan unsur-unsur hara kemudian terisi oleh tanaman dan sisa bahan tanaman. Sisa-sisa tanaman terakumulasi di dasar danau yang dangkal dan kolam yang beraerasi dan berdrainase buruk sehingga perombakan yang terjadi tidak berjalan sempurna. Proses permulaan hingga terbentuknya gambut dinamakan paludisasi, yaitu proses geogenik (bukan pedogenik), yang dalam hal ini berupa akumulasi bahan organik mencapai ketebalan lebih dari 40 cm. Pada keadaan akumulasi bahan organik tersebut dapat dianggap suatu proses pembentukan bahan induk tanah gambut. Pada proses pembentukan dan perkembangan tanah gambut selanjutnya, bahan induk dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu; kelembaban, susunan bahan organik, kemasaman, aktivitas jasad renik dan waktu (Hardjowigeno, 1993).

Hidrologi pada lahan gambut sangat berperan penting. Awal terbentuknya gambut tropik karena berada pada daerah yang selalu tergenang. Kondisi hidrologi pada lahan gambut merupakan fungsi dari : (i) keseimbangan antara air masuk dan air keluar, (ii) topografi tanah mineral yang menopang endapan gambut, dan (iii) keadaan musim yang dapat berpengaruh terhadap fluktuasi permukaan air genangan (Mitsch dan Gosselink, 1993). Apabila tidak terdapat kondisi anaerob yang menyebabkan lambatnya dekomposisi bahan organik maka tidak akan terbentuk gambut (Noor, 2001).


(22)

Ketebalan gambut dalam suatu bentang lahan tidak menunjukkan permukaan datar. Berdasarkan pengukuran (H), terdapat perbedaan tinggi antara permukaan bagian tengah dengan permukaan bagian tepinya sebesar 2,5 m (Sabiham, 2006). Pada umumnya topografi lahan gambut membentuk kubah (dome). Peningkatan ketebalan menuju kubah kurang 1 m setiap jarak 1 m. Contohnya, penampang melintang antara sungai Sebangau dan Sungai Bulan di Kalimantan Tengah sepanjang 24,5 km serta puncak kubah berjarak 16,5 m. Peningkatan ketebalan mencapai 4 m pada jarak 1–3 km dari pinggir Sungai Sebangau dengan ketinggian mencapai 4 m di atas permukaan sungai. Wilayah transisi dari hutan rawa campuran ke hutan tiang, pada jarak 3–6 km mempunyai ketebalan yang meningkat seiring peningkatan ketinggian permukaan dari sungai antara 6,25–9 m. Pada jarak 6–11 km yang merupakan wilayah hutan maka ketebalan gambut meningkat mencapai 10 m(Noor, 2001)

Luas areal gambut di Indonesia merupakan areal terluas di daerah tropik. Bahan gambut tropika berasal dari akumulasi pepohonan dari hutan tropik sehingga sangat sulit untuk didekompisisi mengakibatkan gambut yang terbentuk menjadi sangat tebal. Neuzil (1997 dalam Noor, 2001) menyatakan bahwa laju penimbunan gambut di kawasan tropik lebih cepat tiga hingga enam kali dibandingkan dengan gambut di kawasan subtropik. Adapun unsur utama yang menjadi komposisi bahan organik yaitu C, H, dan O. Menurut (Suhardjo dan Widjaja, 1976 dalam Noor, 2001) melaporkan bahwa kandungan C organik gambut meningkat setiap peningkatan ketebalan. Pada gambut yang sangat dalam (>3 m) mengandung C organik sebesar 54,11 %, sedangkan gambut dangkal (0,5– 1 m) mengandung C organik sebesar 49,80 %. Gambut Kalimantan Tengah berkisar antara 53,1–57,8 % (Salampak, 1999). Apabila terjadi dekomposisi bahan organik tersebut maka akan melepaskan CO2 dan H2O. Selama ribuan tahun lahan

gambut telah berperan penting untuk menjaga iklim global terutama pada era holosin.

Pada ekosistem lahan gambut tropika terjadi siklus karbon. Sekitar 50 % total karbon akan digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman dalam proses fotosintesis. Sisa tanaman yang mati akan terdekomposisi kembali ke dalam sistem tanah menjadi sumber hara dan sebagian akan teremisi ke atmosfer


(23)

dalam bentuk CO2. Dalam kondisi normal siklus ini selalu membentuk

keseimbangan karbon di biosfer. Kemampuan gambut yang besar dalam pemendaman karbon akan sangat efektif untuk mengatasi laju emisi karbon. Gorham (1991) menunjukkan bahwa fraksi karbon di lahan gambut tropika mencapai 528 000 Mt. Wojick (2005) menyatakan C-sequentration di lahan gambut dan lahan basah lainnya antara 0,1–0,7 Gt. Simpanan karbon bisa mencapai 70 Gt sedangkan kapasitas simpanan C mencapai 240-480 Gt atau sekitar 20% dari total secara global (Rieley et al., 1997). Melling et al. (2008) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa cadangan karbon yang dilakukan pada gambut dalam di Malaysia yaitu sebesar 3.771 ton C/ha. Besarnya karbon yang terkandung pada lahan gambut menjadikannya sebagai sumber (source) dan penyimpan (sink) karbon teresterial terbesar.


(24)

III. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November hingga Desember 2009. Pelaksanaan meliputi kegiatan lapang dan pengolahan data. Lokasi penelitian terletak di Meranti Paham, PT. Perkebunan Nusantara IV, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Peneliti sebelumnya Yulianti (2009) melakukan penelitian di lokasi yang sama dan kebun Panai Jaya (kebun kelapa sawit belum menghasilkan = TBM) dengan waktu pelaksanaan bulan Agustus sampai Desember 2008.

Kebun Meranti Paham (kebun kelapa sawit menghasilkan = TM) terletak di Kelurahan Meranti Paham, Kecamatan Panai Hulu, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Kebun Meranti Paham sebelumnya bernama Kebun Ajamu II yang terletak pada koordinat 02o11’18”–02o21’24” LU dan 100o09’13” -100o12’02” BT. Kebun ini berada pada hamparan lahan gambut dan mineral dengan luasan total sekitar 4.811 ha yang memiliki 215 blok yang terbagi menjadi enam afdeling. Pembukaan lahan menjadi perkebunan kelapa sawit dimulai sejak tahun 1970-an. Lokasi ini terdiri dari tahun tanam 1988 sampai tahun tanam 1999

dan replanting pada tanaman yang mulai tidak produktif, yaitu tahun tanam 1990

dan 1991. Varietas yang mendominasi adalah Varietas Marihat. Lokasi penelitian pada bagian utara, barat dan selatan berbatasan dengan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Cisadane Sawit Raya, sedangkan sebelah timur berbatasan dengan Sungai Barumun.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan data sekunder. Data pengukuran langsung di lapang digunakan sebagai data primer yang dilakukan dengan cara menghitung jumlah dan berat pelepah pruning, tinggi dan diameter tegakan pohon. Data sekunder yang digunakan dari penelitian Yulianti (2009) berupa biomassa kelapa sawit yang terdiri dari batang, pelepah dan daun yang diukur dari 34 pohon yang mencakup kelompok umur 1, 2, 9, 11, 13, 17 dan 18 tahun, sedangkan data produksi TBS bersumber dari kebun kelapa sawit Meranti Paham PT. Perkebunan Nusantara IV.


(25)

Alat yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini berupa Vertex Transponder untuk mengukur tinggi pohon, pita ukur diameter Hultafors untuk mengukur diameter setinggi dada (DBH), dan timbangan untuk mengetahui berat pelepah yang dipangkas (pruning).

3.3. Metode dan Tahapan Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian tercakup dalam beberapa bagian, yaitu pengukuran lapang serta perhitungan biomassa dan karbon biomassa pada kelapa sawit. Adapun diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 1.

Perhitungan Biomassa Pelepah Pruning dan TBS (Tandan Buah

Segar) Pertahun Tanam Data Biomassa tanpa

Pelepah Pruning dan TBS (Tandan Buah

Segar)

Pembangunan Persamaan Alometrik

Terkoreksi

Penerapan Persamaan Alometrik Persamaan

Awal Persamaan Alometrik pada

Kelapa Sawit : Metode Destruktif

(Yulianti, 2009)

Pendataan Pelepah Pruning dan TBS (Tandan Buah Segar)

Pertahun Tanam

Integrasi Data Biomassa kelapa

Sawit

Pengukuran Diameter (DBH) dan Tinggi Pohon (H) Pertahun

Tanam

Pendugaan Cadangan Karbon Kebun Kelapa Sawit


(26)

3.3.1. Persiapan

Sebelum melakukan kegiatan penelitian di lapangan terhadap plot pengukuran kelapa sawit perlu diperhatikan, yaitu :

1. Mengetahui kondisi di lokasi penelitian.

2. Menetapkan beberapa sampel tanaman kelapa sawit berdasarkan tahun tanamnya.

3.3.2. Pembangunan Persamaan Alometrik pada Kelapa Sawit dengan Metode Destruktuif

Pembangunan persamaan alometrik dibuat dengan metode destruktif sebelumnya telah dilakukan pada penelitian Yulianti (2009). Metode destruktif merupakan perhitungan biomassa pada tanaman kelapa sawit dengan cara pemotongan/penebangan pohon. Bagian-bagian kelapa sawit yang digunakan adalah batang, pelepah, dan daun. Suatu tegakan pohon banyak menyimpan karbon yang sebagian besar berasal dari biomassa pohon. Dalam pendugaan karbon tersimpan, sangat diperlukan pengukuran terhadap biomassa pohon didalam suatu kawasan.

Tahapan kerja yang dilakukan Yulianti (2009) dalam menyusun persamaan alometrik biomassa kelapa sawit adalah sebagai berikut:

1) Contoh tanaman kelapa sawit yang dipilih adalah tanaman yang tumbuh sehat dan mencakup Tahun Tanam 2007, 2006, 1999, 1997, 1995, 1991, dan 1990 sebanyak 34 pohon (Gambar Lampiran 1).

2) Pengukuran dimensi kelapa sawit. Pengukuran ini mencakup diameter dengan pelepah sejajar tanah (khusus tanaman miring), diameter dengan pelepah tegak lurus batang, diameter tanpa pelepah, tinggi total sampai pucuk, tinggi bebas percabangan dan panjang batang miring.

3) Menebang kelapa sawit dan memisahkan ke dalam bagian-bagian pohon. Sebelum ditebang maka sebagian dari pelepah daun dipangkas dan seluruh tandan buah dan bunga (apabila ada) dipanen agar tidak ada bagian yang rusak ketika kelapa sawit ditebang/dipotong. Kelapa sawit ditebang sedekat mungkin dengan permukaan tanah. Kelapa sawit dipisahkan dalam kelompok batang, pelepah, daun, dan tandan buah.


(27)

4) Pengukuran dan penimbangan bagian-bagian kelapa sawit. Batang dipotong sependek 30-40 cm dan pada panjang 1,3 m diukur diameternya tetapi untuk kelapa sawit umur tanam muda maka yang diukur adalah batang bagian tengah saja. Seluruh batang, pelepah, daun dan tandan buah ditimbang untuk menetapkan bobot basahnya.

5) Pengambilan contoh uji bagian kelapa sawit. Bagian kelapa sawit yang diambil contoh ujinya mencakup bagian tengah batang, pelepah, dan daun. Contoh uji bagian batang diambil dengan ukuran 10 cm x 10 cm x 10 cm sedangkan daun dan pelepah diambil sekitar 0,5 kg. Setiap contoh uji dikemas ke dalam plastik tertutup rapat untuk mencegah berkurangnya kandungan air pada contoh uji.

6) Pengeringan contoh uji. Seluruh contoh uji dikeringkan dengan oven pada suhu 105 0C di laboratorium untuk memperoleh kadar air. Contoh uji yang telah dikeringkan ditimbang untuk mendapatkan bobot keringnya.

7) Penetapan bobot kering biomassa kelapa sawit contoh dan bagian-bagian kelapa sawit. Bobot kering ditentukan dengan mengkonversi bobot basah kelapa sawit contoh dan kadar air dari contoh uji setiap kelapa sawit.

8) Analisis hubungan antara bobot kering biomassa seluruh kelapa sawit contoh dengan dimensi kelapa sawit contoh. Analisis hubungan dilakukan dengan pendekatan analisis regresi yang menghasilkan persamaan alometrik terbaik untuk pendugaan biomassa kelapa sawit.

3.3.3. Perhitungan Biomassa Pelepah Pruning dan Tandan Kosong 3.3.3.1. Pelepah Pruning

Pruning merupakan pembuangan/pemotongan pelepah-pelepah yang tidak

produktif pada tanaman sawit. Pruning juga dilakukan untuk sanitasi (kebersihan) tanaman yang menciptakan lingkungan tidak sesuai bagi perkembangan hama dan penyakit.

Pada tanaman belum menghasilkan (TBM) tidak ada proses pruning. Pada tanaman menghasilkan (TM 1) kegiatan pruning dilakukan enam bulan sekali dengan rata-rata jumlah yang dipotong sekitar dua hingga tiga pelepah. Pada umumnya kadar air di dalam pelepah basah berkisar 310-548 % pada umur tanaman 10-20 tahun (Yulianti, 2009). Biomassa pelepah pruning pada kelapa


(28)

sawit dapat diketahui melalui beberapa tahapan, yaitu dengan memotong pelepah yang paling bawah pada kelapa sawit pada berbagai tahun tanam berbeda. Pelepah yang telah terpisah dari batang pohon dipotong menjadi empat bagian. Bagian yang dipotong akan ditimbang secara bersamaan untuk mengetahui berat basah pelepahnya. Untuk mengetahui biomassa kering pelepah dapat digunakan persamaan sebagai berikut:

dimana, KA : kadar air (%)

Biomassa kering pelepah (kg/pelepah) yang telah didapat akan di jumlahkan, dari umur tanaman menghasilkan (TM 1) hingga umur tanaman pada saat pengambilan sampel. Dengan asumsi setiap tahunnya pelepah yang di pruning sebanyak lima pelepah.

3.3.3.2. Tandan Kosong

Produk utama tanaman kelapa sawit pada tingkat perkebunan yaitu buah yang berbentuk TBS. Berat basah TBS diketahui dari produktivitas TBS di kebun kelapa sawit Meranti Paham PT. Perkebunan Nusantara IV. Kadar air pada TBS memiliki persentase yang tinggi, yaitu 300% 1. Untuk mengetahui biomassa kering TBS atau biasa dinamakan tandan kosong basah dapat digunakan persamaan sebagai berikut:

dimana, KA : kadar air (300%)

sedangkan tandan kosong basah memiliki kadar air sebesar 53% 2 sehingga untuk mengetahu biomassa kering tandan kosong digunakan persamaan sebagai berikut:

Dimana, KA : kadar air (53%)

1

Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2010. Komunikasi Pribadi. Medan.

2


(29)

3.3.4 Penetapan Karbon Kelapa Sawit

Penetapan C-organik dari biomassa kelapa sawit dilakukan dengan menggunakan metode pengabuan kering. Bagian-bagian dimensi kelapa sawit pada bagian batang, pelepah dan daun menggunakan hasil C-organik Yulianti (2009) sedangkan C-organik tandan kosong sebesar 42,8% (Darmosarkoro, Sutarta, Winarna, 2001).

3.3.5 Pendugaan Karbon Biomassa Kelapa Sawit

Karbon biomassa kelapa sawit diduga dengan menggunakan faktor konversi yang diperoleh dari hasil analisis kandungan karbon masing-masing dimensi kelapa sawit, yaitu batang, pelepah dan daun. Rumus yang digunakan adalah :

Karbon Biomassa (kg/pohon) = Biomassa Kering (kg/pohon) x % C-organik

3.3.6. Pembangunan Persamaan Alometrik Terkoreksi

Karbon biomassa pohon kelapa sawit yang diduga dari persamaan alometrik yang telah didapatkan pada penelitian Yulianti (2009) ditambahkan dengan karbon biomassa pelepah pruning dan karbon biomassa tandan kosong sehingga dapat terbangun persamaan alometrik baru dengan berbagai model sebagai berikut:

Ŷ= β0Dβ1

Ŷ = β0 + β1D2H

Ŷ = β0Dβ1H β2

dengan:

Ŷ : karbon biomassa (batang, daun, pelepah, pelepah prunning, dan tandan kosong) (kg)

D : diameter kelapa sawit/Diameter Breast Height (cm)

H : tinggi kelapa sawit (cm)

Peubah karbon biomassa pada pohon kelapa sawit meliputi karbon biomassa terkoreksi dengan penambahan pelepah pruning dan tandan kosong. Diameter batang yang diambil dari pengukuran pada penelitian Yulianti (2009) dilakukan sejajar tanah dan tegak lurus batang, baik yang dengan pelepah maupun


(30)

tanpa pelepah. Sementara, ukuran tinggi tanaman merupakan tinggi vertikal yang diukur dari permukaan tanah sampai pucuk, tinggi bebas percabangan dan panjang batang miring digunakan untuk menghitung persamaan alometrik. Persamaan regresi terbaik akan dipilih dari model hipotetik di atas dengan menggunakan koefisien determinasi (R2) yang tertinggi. Data yang diperoleh, diolah menggunakan Minitab Versi 14.

3.3.7. Pengukuran Diameter dan Tinggi Pohon Pertahun Tanam

Pengukuran tinggi tanaman kelapa sawit menggunakan alat Vertex

Transporder. Aplikasi dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu pengukuran

tinggi vertikal 1,3 m dari permukaan tanah (setinggi dada), bebas percabangan (dibawah pelepah), dan pucuk tanaman. Sementara, dalam pengukuran diameter alat yang digunakan adalah Pita Hultafors. Pada penelitian ini pengukuran DBH dari batang pohon dilakukan sejajar tanah dan tegak lurus batang, baik yang dengan pelepah maupun tanpa pelepah. Pengukuran ini untuk menduga cadangan karbon biomassa kelapa sawit. Pengukuran dilakukan pada lima sampel tanaman kelapa sawit di setiap tahun tanam.

3.3.8. Penerapan Persamaan Alometrik Terkoreksi

Berdasarkan persamaan alometrik terkoreksi yang telah terbangun dan dengan menggunakan data diameter (DBH) dan tinggi (H) tanaman kelapa sawit pada setiap tahun tanam maka dapat diketahui/diperoleh karbon biomassa kelapa sawit per pohon, per tahun tanam, per blok, dan akhirnya per kebun

3.3.9. Uji Statistik Koefisien Korelasi

Analisis korelasi mencoba mengukur kekuatan hubungan antara dua peubah melalui sebuah bilangan yang disebut koefisien korelasi. Koefisien korelasi sebagai ukuran hubungan antara dua peubah acak X dan Y, dan di lambangkan dengan r. Jadi r mengukur sejauh mana titik-titik menggerombol sekitar sebuah garis lurus (Walpole, 1992).

Peubah yang digunakan adalah cadangan karbon biomassa kelapa sawit dengan metode destruktif dan cadangan karbon biomassa kelapa sawit dengan metode alometrik terkoreksi. Dua peubah yang digunakan dapat melihat saling


(31)

keterhubungannya. Data diolah dengan menggunakan Minitab Versi 14 atau dapat juga menggunakan rumus, yaitu :

dengan :

r : koefisien korelasi

x : karbon biomassa kelapa sawit dengan metode alometrik terkoreksi y : karbon biomassa kelapa sawit dengan metode destruktif

n : banyaknya sampel tahun tanam

3.3.9.1. Uji Perbedaan Model

Uji t-student merupakan suatu tes yang digunakan untuk menguji

kebenaran atau kepalsuan hipotesis nihil yang menyatakan bahwa diantara dua nilai rata-rata sampel yang diambil secara random dari populasi yang sama tidak terdapat perbedaan yang signifikan (Sudijono, 1986). Uji t-student yang digunakan adalah uji t untuk dua sampel yang saling berhubungan satu sama lain. Hipotesis yang diajukan yaitu :

H0 = tidak terdapat perbedaan antara metode alometrik terkoreksi dan metode destruktif,

H1 = terdapat perbedaan antara metode alometrik terkoreksi dan metode destruktif.

H0 diterima apabila t-student hitung lebih kecil dari t-student tabel pada taraf signifikansi 5%. Adapun persamaan yang digunakan untuk menghitung t-student

adalah :

dan

dimana to adalah t-student, MD adalah mean of different (rata-rata hitung dari

selisih antara cadangan karbon biomassa kelapa sawit dengan metode alometrik terkoreksi dan cadangan karbon biomassa kelapa sawit dengan metode destruktif)


(32)

dan SEMD adalah standart error of mean different, D adalah selisih antara

cadangan karbon biomassa kelapa sawit dengan metode alometrik dan metode destruktif, SDD adalah standar deviasi dan N adalah jumlah data.

3.3.10. Pendugaan Cadangan Karbon Biomassa Kelapa Sawit di Perkebunan

Pendugaan cadangan karbon biomassa pada kelapa sawit dapat diketahui dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

Karbon biomassa (ton/ha) =

Karbon biomassa (ton/pohon) x TPP (pohon/ha) dimana, TPP : Tegakan Pohon Produktif

Karbon biomassa (ton/tahun tanam) =

Karbon biomassa (ton/ha) x LLTT (ha) dimana, LLTT : Luas Lahan Tahun Tanam

Besarnya karbon biomassa pada suatu kebun dapat diketahui dengan penjumlahan seluruh karbon biomassa (ton/tahun tanam) :


(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian terletak di kebun Meranti Paham, PTPN IV. Sebelum dinamakan Meranti Paham, kebun ini dinamakan Ajamu II. Kawasan ini di golongkan kedalam gambut sedang hingga gambut dalam, dimana masih ditemukan gambut setebal 9 m. Keberagaman kematangan gambut pada Kebun Meranti Paham cenderung secara vertikal, dimana bagian permukaan memiliki kematangan saprik karena lahan ini telah lebih dari 25 tahun dibuka dan telah mengalami berbagai pengolahan lahan, drainase dan pemupukan yang intensif sehingga mempercepat proses dekomposisi (Yulianti, 2009).

Kebun Meranti Paham terletak di Kelurahan Meranti Paham, Kecamatan Panai Hulu, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara, dan pada koordinat 02o11’18”–02o21’24” LU dan 100o09’13”-100o12’02” BT. Kebun ini berada pada hamparan lahan gambut dan mineral dengan luasan total sekitar 4.818 ha yang memiliki 215 blok dan terbagi menjadi enam afdeling. Pembukaan lahan menjadi perkebunan kelapa sawit dimulai sejak tahun 1970-an. Lokasi ini terdiri atas tahun tanam antara tahun 1988 sampai tahun 2007 dan telah direncanakan replanting

pada tanaman yang mulai tidak produktif. Varietas yang mendominasi adalah Varietas Marihat. Lokasi ini pada bagian utara, barat, dan selatan berbatasan dengan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Cisadane Sawit Raya, sedangkan sebelah timur berbatasan dengan Sungai Barumun.

4.2. Cadangan Biomassa Kelapa Sawit dengan Metode Destruktif

Tanaman memerlukan sinar matahari, gas asam arang (CO2) yang diserap

dari udara serta air dan unsur hara yang diserap dari dalam tanah untuk kelangsungan hidupnya. Melalui proses fotosintesis, CO2 di udara diserap tanaman

dan diubah menjadi karbohidrat, kemudian disebarkan ke seluruh tubuh tanaman dan akhirnyaditimbun dalam tubuh tanaman berupa daun, batang, pelepah, bunga dan buah. Bahan organik yang terbentuk dari hasil proses fotosintesis disebut dengan biomassa yang dinyatakan dalam satuan bobot kering. Biomassa kelapa sawit pada penelitian sebelumnya (Yulianti, 2009), hanya mempertimbangkan dari batang, pelepah, dan daun sesuai umur kelapa sawit saat penelitian dilangsungkan.


(34)

Pada penelitian ini biomassa kelapa sawit ditambahkan biomassa pelepah

pruning dan tandan kosong sesuai umur tanaman kelapa sawit. Pada Tabel 1 disajikan biomassa hasil pengukuran secara destruktif dengan penebangan 34 pohon kelapa sawit yang dilakukan oleh Yulianti (2009). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa semakin tua umur tanam kelapa sawit biomassanya akan semakin meningkat, dapat dilihat rata-rata biomassa kelapa sawit pada tahun tanam 1991 (17 tahun) sebesar 230 kg/pohon. Pada umur tertentu tidak akan terjadi peningkatan biomassa, bahkan cenderung terjadi penurunan, dapat dilihat pada tahun tanam 1990 (18 tahun) dengan rata-rata biomassanya sebesar 208 kg/pohon.

Jarak tanam kelapa sawit kebun Merani Paham adalah 8 x 9 m dan/atau 9 x 9 m tergantung pada kondisi lahannya. Kerapatan kelapa sawit maksimal setiap hektarnya adalah 130 pohon. Penetapan jarak tanam disesuaikan dengan tingkat kesuburan lahan yang berkaitan dengan ketebalan dan tingkat kematangan gambut, tata air dan teknik pengelolaannya. Apabila ada tanaman yang mati atau mengalami gangguan hama dan penyakit maka dilakukan penyisipan dengan tanaman baru. Berdasarkan jumlah kerapatan kelapa sawit maksimal tersebut maka dihitung biomassa dari masing-masing tahun tanam untuk setiap hektar.

Tabel 1 menunjukkan hasil variasi biomassa kering pohon kelapa sawit. Tahun tanam merupakan tahun pada waktu tanaman sawit ditanam, sebagai contoh 1999K adalah tanaman kelapa sawit yang ditanam pada tahun 1999. Sedangkan K, memiliki makna blok areal kelapa sawit. Luas blok kelapa sawit di kebun Meranti Paham berkisar antar 25 ha hingga 35 ha per bloknya.


(35)

Tabel 1. Biomassa Tanaman Contoh Kelapa Sawit pada Beberapa Tahun Tanam dari Blok Kebun Meranti Paham PTPN IV Tahun 2008

No

Tahun Tanam

Umur Tanaman

Biomassa kering (kg)

Batang Pelepah

Daun Total

1 1990R 1 18 171,49 21,40 19,40 212

2 1990R 2 18 207,24 61,71 24,78 294

3 1990R 3 18 171,69 28,36 25,11 225

4 1990R 4 18 98,02 23,26 30,84 152

5 1990R 5 18 97,02 29,53 29,83 156

Rerata 149,09 32,85 25,99 208

6 1991Z 1 17 187,92 40,70 33,28 262

7 1991Z 2 17 129,99 17,97 28,46 176

8 1991Z 3 17 223,72 28,08 24,77 277

9 1991Z 4 17 175,38 18,15 18,24 212

10 1991Z 5 17 160,55 32,69 29,12 222

Rerata 175,51 27,52 26,77 230

11 1995C 1 13 121,57 23,80 15,93 161

12 1995C 2 13 14,08 23,01 24,4 62

13 1995C 3 13 116,31 39,23 19,6 175

14 1995C 4 13 133,28 37,54 35,49 206

15 1995C 5 13 232,71 29,79 19,22 282

Rerata 123,59 30,68 22,93 177

16 1997D 1 11 176,41 33,55 44,88 255

17 1997D 2 11 191,01 32,32 29,21 253

18 1997D 3 11 55,62 26,73 34,85 117

19 1997D 4 11 59,99 33,41 23,49 117

Rerata 120,76 31,50 33,11 185

20 1999K 1 9 74,70 47,21 30,68 153

21 1999K 2 9 85,98 52,77 33,37 172

22 1999K 3 9 79,76 46,01 30,49 156

23 1999K 4 9 88,36 47,36 30,54 166

24 1999K 5 9 124,10 39,22 39,09 202

Rerata 90,58 46,51 32,83 170

25 2006L 1 2 4,57 6,93 3,12 15

26 2006L 2 2 2,57 3,93 2,59 9

27 2006L 3 2 2,58 6,13 4,03 13

28 2006L 4 2 6,75 7,42 5,79 20

29 2006L 5 2 3,68 6,78 3,67 14

Rerata 4,03 6,24 3,84 14

30 2007AC 1 1 3,29 4,77 3,00 11

31 2007AC 2 1 2,80 4,23 4,00 11

32 2007AC 3 1 2,25 4,14 3,49 10

33 2007AC 4 1 2,78 3,66 2,81 9

34 2007AC 5 1 2,13 3,91 1,96 8

Rerata 2,65 4,14 3,05 10


(36)

Pada areal kebun Meranti Paham terdapat tanaman kelapa sawit yang berusia dari 20 sampai 12 tahun atau dari tanaman tahun tanam 1988 sampai 1996. Letak dari tanaman tahun tanam 1988 berada disebelah utara tepatnya di Afdeling

II, sedangkan tahun tanam 1996 berada disebelah selatan tepatnya di Afdeling V. Data biomassa kering dari bagian batang, daun, dan pelepah untuk tahun tanam 1988 dan 1996 tidak ada. Oleh karena itu, biomassa sawit tahun tanam 1988 diasumsikan sama dengan tahun tanam 1990. Hal yang sama juga untuk tahun tanam 1996 diasumsikan sama dengan tahun tanam 1997. Data biomassa kering tahun tanam 2006 dan 2007 menggunakan data dari kebun Panai Jaya, karena pada kebun Meranti Paham tidak terdapat data biomassa kering tahun tanam 2006 dan 2007. Tabel 2 menunjukkan biomassa kering kelapa sawit yang diperoleh dari penelitian Yulianti (2009).

Tabel 2. Rata-rata Bobot Biomassa Kering Bagian-Bagian Kelapa Sawit Pada Berbagai Tahun Tanam Kebun Meranti Paham dan Panai Jaya PTPN IV Tahun 2008 (kg/pohon)

Tahun Tanam (tahun)

Biomassa Kering (kg/pohon)

Batang Pelepah Daun Total

19881) 149,09 32,85 25,99 208

1990 149,09 32,85 25,99 208

1991 175,51 27,52 26,77 230

1995 123,59 30,68 22,93 177

19962) 120,76 31,50 33,11 185

1997 120,76 31,50 33,11 185

1999 90,58 46,51 32,83 170

2006 4,03 6,24 3,84 14

2007 2,65 4,14 3,05 10

Sumber: Yulianti (2009) ; 1) diasumsikan dengan data tahun tanam 1990 2) diasumsikan dengan data tahun tanam 1997

Dapat dilihat pada Tabel 2 bahwa rata-rata biomassa kering paling besar terdapat pada batang dari tahun tanam 1991 sebesar 175,51 kg/pohon, sedangkan biomassa batang terkecil terdapat pada tahun tanam 2007 sebesar 2,65 kg/pohon. Menurut Pahan (2008) batang kelapa sawit terdiri dari pembuluh-pembuluh yang terikat secara diskrit dalam jaringan parinkem. Meristem pucuk terletak dekat ujung batang, dimana pertumbuhan batang sedikit agak membesar. Aktivitas meristem pucuk hanya sedikit memberikan kontribusi terhadap jaringan batang karena fungsi utamanya yaitu menghasilkan daun dan infloresen bunga. Penebalan


(37)

terletak di bawah meristem pucuk dan ketiak daun. Pada tahun pertama atau kedua pertumbuhan kelapa sawit, pertumbuhan membesar terlihat sekali pada bagian pangkal, dimana diameter batang bisa mencapai 60 cm. Setelah itu batang akan mengecil, biasanya hanya berdiameter 40 cm, tetapi pertumbuhan tinggi menjadi lebih cepat.

Semakin tinggi umur kelapa sawit maka biomassa keringnya juga akan semakin berat hingga titik puncaknya sekitar umur 11-15 tahun. Karena pada umur ini batang diselimuti oleh pangkal pelepah daun tua. Setelah itu, bekas pelepah mulai rontok, biasanya mulai dari bagian tengah batang kemudian meluas ke atas dan ke bawah. Batang kelapa sawit tua biasanya sudah tidak ada lagi bekas tangkai pelepah daun tua, kecuali sedikit dibawah tajuk. Kemungkinan inilah yang menyebabkan tanaman tahun 1988 dan 1990 lebih rendah biomassa keringnya di bandingkan tahun tanam 1991. Sementara, pada tanaman muda (<2 tahun) atau TBM biomassa kering pada pelepah lebih besar dibandingkan pada batang dan daun. Hal ini disebabkan pada umur tersebut batang masih muda dan belum padat serta lebih didominasi oleh besarnya kandungan air yang mencapai lebih dari enam kali biomassanya.

Rata-rata biomassa pelepah terbesar, terdapat pada tahun tanam 1999 sebesar 46,51 kg/pohon, sedangkan yang terkecil pada tahun tanam 2007 yaitu 4,14 kg/pohon. Sementara, rata-rata biomassa daun terbesar, terdapat pada tahun tanam 1996 dan 1997 sebesar 33,11 kg/pohon, sedangkan yang terkecil terdapat pada tahun tanam 2007 sebesar 3,05 kg/pohon. Pelepah meningkat secara progresif sekitar umur 8-10 tahun. Meningkatnya pelepah dengan bertambahnya umur tanaman ternyata disebabkan oleh bertambahnya daun dan rata-rata ukurannya. Pada fase melewati umur 10 tahun maka laju pembentukan pelepah dan daun akan menurun (Pahan, 2008).

Pengelolaan tajuk yang tepat merupakan aspek kunci peningkatan produksi kelapa sawit. Salah satunya dengan cara penunasan (pruning), yaitu pekerjaan memotong pelepah dan daun. Pruning merupakan pekerjaan yang mengandung dua aspek yang saling bertolak belakang, yaitu menjaga produksi agar maksimum dan memperkecil losses produksi. Untuk menjaga produksi maksimum diperlukan pelepah produktif (berkaitan dengan fotosintesis) sebanyak-banyaknya, tetapi


(38)

untuk mempermudah pekerjaan potong buah dan memperkecil kehilangan produksi maka beberapa pelepah harus dipotong. Untuk mendapatkan produksi maksimum diperlukan jumlah pelepah yang optimum yaitu 48-56 pelepah (tanaman muda) dan 40-48 pelepah (tanaman tua) (Pahan, 2008).

Kegiatan pruning dilakukan setiap enam bulan sekali dengan rata-rata jumlah yang dipotong sekitar dua sampai tiga helai pelepah dan daun. Meskipun demikian, pruning dapat dilakukan juga saat panen jika memang diperlukan (Yulianti, 2009). Hasil pemotongan sebagian besar ditumpuk pada sekitar pohon kelapa sawit sehingga berpotensi sebagai sumber pengembalian biomassa ke dalam tanah. Hasil perhitungan pelepah pruning di kebun Meranti Paham terinci dalam (Tabel Lampiran 1). Dalam satu tahun, diasumsikan sebanyak lima pelepah yang dipotong. Pruning dilakukan pada saat memasuki TM1 atau tanaman yang

berusia (≥ 3 tahun). Pada Tabel 3 disajikan besarnya rata-rata biomassa dari pemotongan pelepah kelapa sawit kebun Meranti Paham PTPN IV, kecuali pada kelapa sawit dengan umur tanam < 2 tahun tidak dihitung karena pada kelapa sawit muda belum dilakukan pemotongan pelepah.

Tabel 3. Rata-rata Bobot Biomassa Pelepah Pruning di Kebun Meranti Paham PTPN IV sampai denganTahun 2008

Tahun Tanam

Biomassa Pelepah

Pruning Basah

(kg/pohon)

Kadar Air (%)

Biomassa Pelepah

Pruning Kering

(kg/pohon)

1988 799,00 494,11 134,51

1990 581,25 494,11 97,85

1991 495,60 548,46 76,48

1995 397,50 310,24 96,95

1996 369,00 310,24 72,78

1997 284,00 407,65 56,02

1999 183,33 414,18 35,67

Besarnya rata-rata biomassa pelepah pruning sangat dipengaruhi oleh faktor usianya. Semakin tinggi umur kelapa sawit maka akan semakin banyak pelepah yang dipotong, sehingga pengembalian biomassanya ke tanah juga semakin besar. Hasil perhitungan pada Tabel 3 terlihat bahwa yang tertinggi adalah tanaman tahun tanam 1988 tetapi yang terkecil adalah tahun tanam 1999. Nilai ini dihitung dengan asumsi bahwa banyaknya tindakan pemotongan pelepah


(39)

adalah sama setiap tahunnya. Biomassa yang dikembalikan ini akan menjadi akumulasi bahan organik tanah meskipun tidak akan mampu menggantikan bahan gambut yang telah hilang.

Produk dari perkebunan kelapa sawit pada tingkat perkebunan adalah buah berbentuk Tandan Buah Segar (TBS) yang mempunyai manfaat begitu besar dengan nilai ekonomis yang sangat tinggi, serta produk turunan yang dihasilkan mencapai 72 macam produk dengan berbagai kegunaan (Pahan, 2008). Produksi TBS di kebun Meranti Paham secara terperinci terdapat pada Tabel Lampiran 2 dan produksi tandan kosong terdapat pada Tabel Lampiran 3. Biomassa TBS yang didapatkan merupakan penjumlahan dari produktivitas TBS pada waktu awal produksi hingga dilakukannya penelitian. Pada tahun tanam 1988, 1990, dan 1991 produktivitas TBS hitung dari tahun 1994-2008. Tahun tanam 1995 produktifitas TBS dihitung dari tahun 1998-2008. Tahun tanam 1996 dihitung dari tahun 1999-2008. Tahun tanam 1997 produktivitas TBS dihitung dari tahun 2000-2008, sementara tahun tanam 1999 produktivitas TBS dihitung dari tahun 2002-2008. Pada Tabel 4 ditunjukkan total biomassa TBS dan tandan kosong yang terdapat pada kebun Meranti Paham.

Tabel 4. Total Rata-rata Bobot Biomassa TBS dan Tandan Kosong Kelapa Sawit Kebun Meranti Paham PTPN IV dari Tahun 1994-2008

Tahun Tanam Biomassa TBS (kg/ha) Rata-rata Pohon Produktif/ha Biomassa TBS (kg/pohon) Biomassa Basah Tandan Kosong (kg/pohon) Biomassa Kering Tandan Kosong (kg/pohon)

1988 219.760 93 2.363,01 590,75 386

1990 158.370 130 1.218,23 304,56 199

1991 154.520 130 1.188,62 297,15 194

1995 95.150 114 834,65 208,66 136

1996 97.810 115 850,52 212,63 139

1997 77.110 119 647,98 162,00 106

1999 55.750 112 497,77 124,44 81

Sumber : PTPN IV (2008)

Besarnya bobot total biomassa pada Tabel 4 merupakan gambaran produksi yang cukup tinggi. Kadar air dan minyak pada TBS cukup tinggi, berkisar 300 % (PPKS, komunikasi pribadi, 2010). Sementara, kadar air pada tandan kosong basah sebesar 53 % (PPKS, komunikasi pribadi, 2011). Biomassa kering tandan kosong yang paling besar adalah tahun tanam 1988 sebesar 386 kg/pohon dan terendah


(40)

adalah tahun tanam 1999 sebesar 81 kg/pohon. Dengan bertambahnya umur kelapa sawit maka laju produktivitasnya juga akan semakin tinggi, terbukti dari tahun tanam 1988 yang berumur 20 tahun produktivitasnya masih tinggi. Kelapa sawit pada umumnya mencapai masa produktifnya di umur 25 tahun dan secara lambat laun produksinya akan semakin turun akibat alokasi karbohidrat yang semakin tidak optimal.

Biomassa setiap bagian kelapa sawit di kebun Meranti Paham dan Panai Jaya PTPN IV secara terperinci terdapat dalam Tabel Lampiran 4 dan rata-rata biomassa kelapa sawit pada setiap dimensi dengan metode destruktif disajikan juga pada Tabel 5 dan Gambar 2. Biomassa tandan kosong kelapa sawit pada tahun tanam 1988 merupakan biomassa tertinggi dibandingkan dimensi biomassa lainnya. Sementara, biomassa batang pada tahun tanam 2007 merupakan biomassa terendah.

Tabel 5. Rata-rata Biomassa Kering dari Bagian-bagian Kelapa Sawit di Kebun Meranti Paham dan Panai Jaya PTPN IV Tahun 2008

Tahun Tanam

Umur Tanaman

Biomassa Kering (kg/pohon)

Batang Pelepah Daun Tandan

Kosong

Pelepah

Pruning Total

1988 20 149,09 32,85 25,99 386,11 134,51 729

1990 18 149,09 32,85 25,99 199,06 97,85 505

1991 17 175,51 27,52 26,77 194,22 76,48 501

1995 13 123,59 30,68 22,93 136,38 96,95 411

1996 12 120,76 31,50 33,11 138,97 72,78 397

1997 11 120,76 31,50 33,11 105,88 56,02 347

1999 9 90,58 46,51 32,83 81,33 35,67 287

2006 2 4,03 6,24 3,84 - - 14

2007 1 2,65 4,14 3,05 - - 10


(41)

Gambar 2. Biomassa Kering (kg/pohon) pada Setiap Dimensi Kelapa Sawit.

Data pada Tabel 5 menunjukkan biomassa tertinggi terdapat pada bagian tandan kosong tahun tanam 1988 sebesar 386,11 kg/pohon sedangkan terendah terdapat pada dimensi batang tahun tanam 2007 sebesar 2,65 kg/pohon. Peningkatan biomassa terjadi akibat pertambahan umur tanaman. Bagian tanaman yang terus meningkat adalah batang, tandan kosong, dan pelepah pruning.

Total rata-rata biomassa kelapa sawit tertinggi pada tahun tanam 1988 (20 tahun) sebesar 729 kg/pohon, sedangkan biomassa yang paling rendah terdapat pada tahun tanam 2007 (1 tahun) sebesar 10 kg/pohon.

4.3. Cadangan Karbon Biomassa Kelapa Sawit dengan Metode Destruktif

Proses penimbunan karbon dalam tubuh tanaman hidup dinamakan proses perosot karbon atau C-sequestration. Dengan demikian mengukur jumlah karbon yang disimpan dalam tubuh tanaman hidup (biomas) pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya CO2 di atmosfer yang diserap oleh tanaman.

Perhitungan cadangan karbon biomassa kelapa sawit ditentukan dengan persentase C-organik dalam biomassa kering yang terdapat pada batang, pelepah, daun, pelepah pruning, dan tandan kosong yang secara terperinci terdapat pada Tabel Lampiran 6. 0 50 100 150 200 250 300

1988 1990 1991 1995 1996 1997 1999 2006 2007

B io m a ss a K erin g ( k g /p o h o n ) Tahun Tanam Batang Pelepah Daun Tandan Kosong Pelepah Pruning


(42)

Pada Tabel 6 ditunjukkan hasil rata-rata karbon biomassa pada kelapa sawit. Sementara, tahun tanam 2006 dan 2007 merupakan tanaman yang berasal dari kebun Panai Jaya, PTPN IV. Rata-rata karbon biomassa kelapa sawit tertinggi terdapat pada tahun tanam 1988 sebesar 356 kg/pohon. Ada peningkatan yang nyata dari karbon biomassa kelapa sawit tahun tanam 1988 disebabkan oleh tandan kosong sebesar 165,26 kg/pohon. Sementara, karbon biomassa yang terendah ditemukan pada tahun tanam 2007 sebesar 5 kg/pohon, yang sebagian besar berasal dari pelepah (2,27 kg/pohon).

Tabel 6. Rata-rata Karbon Biomassa pada bagian-bagian Tanaman Kelapa Sawit.

No Tahun Tanam

Umur Tanaman

Karbon Biomassa (kg/pohon)

Batang Pelepah Daun Tandan

Kosong

Pelepah

Pruning Total

1 1988 20 81,49 18,55 14,41 165,26 75,97 356

2 1990 18 81,49 18,55 14,41 85,20 55,27 255

3 1991 17 95,93 15,74 14,74 83,13 43,75 253

4 1995 13 66,50 16,90 12,70 58,37 53,39 208

5 1996 12 64,99 17,28 18,24 59,48 39,93 200

6 1997 11 64,99 17,28 18,24 45,32 30,74 177

7 1999 9 48,02 25,34 18,04 34,81 19,44 146

8 2006 2 2,19 3,42 2,10 - - 8

9 2007 1 1,45 2,27 1,69 - - 5

Ket : Tahun tanam 2006 dan 2007 hasil pengukuran dari kebun Panai Jaya (Yulianti, 2009)

Penanaman kelapa sawit bertujuan memproduksi TBS yang optimal, sehingga pertumbuhan lebih diarahkan kepada pertumbuhan generatif (buah), akibatnya karbon biomassa pada tandan kosong sangat tinggi dibandingkan dimensi kelapa sawit yang lain. Sementara, tahun tanam 2007 memiliki Karbon

biomassa paling rendah disebabkan umur tanaman masih muda (≤ 2 Tahun).

Hubungan antara karbon biomassa kelapa sawit dengan umur tanaman kelapa sawit cenderung menunjukkan pola linier seperti pada Gambar 3. Pada umur tanam masih muda terjadi peningkatan karbon biomassa yang relatif lambat selanjutnya akan semakin cepat seiring dengan bertambahnya pertumbuhan.


(43)

Gambar 3. Pola Karbon Biomassa Kelapa Sawit Berdasarkan Umur Tanaman Dapat dilihat pada Tabel 6 bahwa rata-rata karbon biomassa dari bagian batang kelapa sawit umur 1 tahun (tahun tanam 2007) sampai umur 17 tahun (tahun tanam 1991) terus meningkat, akan tetapi menurun pada umur 18 dan 20 tahun (tahun tanam 1990 dan 1988). Dengan lain perkataan, karbon biomassa akan bertambah seiring dengan bertambahnya umur kelapa sawit, tetapi pada umur tertentu karbon biomassa mulai mencapai kondisi yang cenderung tidak lagi mengalami perubahan. Namun pola ini masih belum lengkap, karena data ini belum mencakup umur tanam antara 3-8 tahun dan umur tanam yang diatas 20 tahun.

Cadangan karbon biomassa kelapa sawit dalam satu hamparan kebun Meranti Paham PTPN IV dapat diketahui dari total karbon biomassa pada setiap pohon kelapa sawit. Luas blok setiap tahun tanam beragam, seperti dapat dilihat pada Tabel 7

Tabel 7. Total Pendugaan Cadangan Karbon Biomassa Kelapa Sawit dengan Metode Destruktif di Kebun Meranti Paham PTPN IV Tahun 2009

No Tahun

Tanam Karbon Biomassa (kg/pohon) Rata-rata Pohon Produktif/ha Karbon Biomassa (ton/ha) Luas Tanam (ha) Karbon Biomassa (ton/tahun tanam)

1 1988 355,68 93 33,08 300 9.923

2 1990 254,92 130 33,14 649 21.507

3 1991 253,29 130 32,93 213 7.014

4 1995 207,86 114 23,74 538 12.772

5 1996 199,94 115 22,90 459 10.509

6 1997 176,58 119 21,01 333 6.997

7 1999 145,65 112 16,37 709 11.608

8 2006 7,71 130 1,00 -

-9 2007 5,41 133 0,72 121 87

Total Kebun 80.417

0 50 100 150 200 250 300 350 400

0 5 10 15 20 25

K a rbon B io m a ss a (k g /po ho n)


(44)

Total karbon biomassa kelapa sawit di kebun Meranti Paham berdasarkan pengukuran secara destruktif adalah 80.417 ton. Cadangan karbon biomassa tertinggi terdapat pada tahun tanam 1990 sebanyak 21.507 ton. Hal ini dipengaruhi oleh karbon biomassa yang cukup tinggi sebesar 33,14 ton/ha dan memiliki lahan terluas, 649 ha. Sementara, total karbon terendah terdapat pada tahun tanam 2007 sebanyak 87 ton.

4.4. Persamaan Alometrik

Salah satu metode pendugaaan cadangan karbon yang digunakan adalah persamaan alometrik. Persamaan ini menghubungkan biomassa tanaman kelapa sawit dengan diameter dan tinggi tanaman kelapa sawit yang ditunjukkan pada Tabel Lampiran 7.

Pada penelitian sebelumnya Yulianti (2009) telah berhasil menyusun persamaan alometrik untuk kelapa sawit yang ditanam pada lahan gambut di lokasi yang sama. Persamaan ini menghubungkan total karbon biomassa dari batang, pelepah dan daun kelapa sawit dengan peubah bebas diameter (D) dan tinggi (H) yang berasal dari tujuh plot penelitian yang mewakili tahun tanam 1990, 1991, 1995, 1997, 1999, 2006, dan 2007.

Dalam penelitian ini persamaan alometrik, yang dibangun oleh Yulianti (2009), disempurnakan dengan menambah biomassa bagian pelepah pruning dan tandan kosong. Pada penelitian ini tidak ada data karbon biomassa kelapa sawit umur 3-8 tahun (tahun tanam 2000-2005), sehingga persamaan yang dibangun belum lengkap menggambarkan hubungan yang kuat antara karbon biomassa dan dimensi-dimensi kelapa sawit yang diukur. Untuk memperoleh persamaan yang lebih baik digunakan berbagai kombinasi peubah diameter (DBH) yang meliputi DBH dengan pelepah yang diukur sejajar tanah (D1), DBH dengan pelepah yang diukur tegak lurus batang (D2) serta DBH tanpa pelepah (D3), dan peubah tinggi meliputi tinggi total kelapa sawit (H1), tinggi bebas percabangan (H2) dan panjang batang miring (H3). Persamaan alometrik yang dibangun dari peubah-peubah tersebut diatas disajikan pada Tabel 8 dan grafik hubungannya disajikan pada Gambar 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10.


(45)

Persamaan alometrik model I dan III disusun berdasarkan persamaan regresi non linier tunggal dan berganda, dimana peubah yang digunakan adalah fungsi logaritma (log). Sementara model II disusun berdasarkan persamaan regresi linier tunggal. Masing-masing model diuji berdasarkan koefisien determinasi (R2). Hasil perhitungan yang didapatkan (Tabel Lampiran 8) menunjukkan semua model yang disusun memiliki kemampuan untuk menjelaskan peubah karbon biomassa dengan baik. Model III merupakan model terbaik karena mempunyai koefisien determinasi tertinggi. Model tersebut disusun berdasarkan peubah kombinasi diameter dengan pelepah yang diukur tegak lurus batang (D2) dengan tinggi bebas percabangan (H2), dimana R2 senilai 0,987. Persamaan alometrik yang dibangun adalah sebagai berikut:

Biomassa Kering (kg/pohon) = 0,002382D2,3385 H0,9411 (R2 = 0,987)

Tabel 8. Konstanta Regresi dari Berbagai Model Persamaan Alometrik untuk Menduga Karbon Biomassa

Persamaan Alometrik Peubah β0 β1 β2 R2

Model I : Ŷ = β0Dβ1

D1 1,665E-07 4,7864 92,10%

D2 1,043E-07 4,9144 92,10%

D3 8,009E-06 4,3065 88,20%

Model II : Ŷ = β0 + β1D2H

D1;H1 -8,97 0,003048 81,40%

D1;H2 28,05 0,007738 81,50%

D1;H3 30,14 0,007769 82,10%

D2;H1 -9,81 0,003175 82,70%

D2;H2 17,55 0,008653 87,90%

D2;H3 21,43 0,008593 87,70%

D3;H1 9,63 0,006304 68,90%

D3;H2 21,28 0,018844 81,40%

D3;H3 23,29 0,018952 82,30%

Model III :Ŷ = β0Dβ1Hβ2

D1;H1 0,008557 1,1691 2,0176 98,30%

D1;H2 0,003665 2,2269 0,9486 98,10%

D1;H3 0,002112 2,3701 0,9070 98,00%

D2;H1 0,007055 1,2253 2,0055 98,40%

D2;H2 0,002382 2,3385 0,9411 98,70%

D2;H3 0,001446 2,4688 0,9045 98,50%

D3;H1 0,047029 0,7437 2,2050 98,10%

D3;H2 0,047454 1,7788 1,0584 98,10%


(46)

Keterangan :

D1 : Diameter batang dengan pelepah yang diukur sejajar tanah D2 : Diameter batang dengan pelepah yang diukur tegak lurus batang D3 : Diameter batang tanpa pelepah yang diukur tegak lurus batang H1 : Tinggi total

H2 : Tinggi bebas percabangan H3 : Panjang batang miring

Ŷ : Peubah biomassa pohon

β0,β1,β2 : Konstanta regresi

R2 : Koefisien determinasi

Gambar 4. Hubungan antara Karbon Biomassa Kering dengan Diameter Batang (Berdasarkan Model Persamaan I)

Gambar 5. Hubungan Karbon Biomassa Kering dengan Diameter dengan Pelepah yang Diukur Sejajar Tanah dan Berbagai Tinggi (Berdasarkan Model Persamaan II) 0 2 4 6 8

0 1 2 3 4 5

L N Y (K a rbon B io m a ss a (k g /po ho n)) Diamter (cm)

D1 (Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Sejajar Tanah) D2 (Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Tegak Lurus Batang) D3 (Diameter Batang Tanpa Pelepah)

Expon. (D1 (Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Sejajar Tanah)) Expon. (D2 (Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Tegak Lurus Batang)) Expon. (D3 (Diameter Batang Tanpa Pelepah))

0 100 200 300 400

0 20000 40000 60000 80000 100000

K a rbo n B io m a ss a ( k g /po ho n)

D2H

D1H1 (Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Sejajar Tanah dan Tinggi Total)

D1H2 (Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Sejajar Tanah dan Tinggi Bebas Percabangan) D1H3 (Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Sejajar Tanah dan Panjang Batng Miring) Linear (D1H1 (Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Sejajar Tanah dan Tinggi Total))

Linear (D1H2 (Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Sejajar Tanah dan Tinggi Bebas Percabangan)) Linear (D1H3 (Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Sejajar Tanah dan Panjang Batng Miring))


(47)

Gambar 6. Hubungan Karbon Biomassa dengan Diameter dengan Pelepah yang Diukur Tegak Lurus Batang dan Berbagai Tinggi Tanaman (Berdasarkan Model Persamaan II)

Gambar 7. Hubungan Karbon Biomassa dengan Diameter Tanpa Pelepah dan Berbagai Tinggi Tanaman (Berdasarkan Model Persamaan II)

0 50 100 150 200 250 300 350

0 20000 40000 60000 80000 100000

K a rbo n B io m a ss a ( k g /po ho n)

D2H

D2H1 (Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Tegak Lurus Batang dan Tinggi Total)

D2H2 (Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Tegak Lurus Batang dan Tinggi Bebas Percabangan) D2H3 (Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Tegak Lurus Batang dan Panjang Batang Miring) Linear (D2H1 (Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Tegak Lurus Batang dan Tinggi Total))

Linear (D2H2 (Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Tegak Lurus Batang dan Tinggi Bebas Percabangan)) Linear (D2H3 (Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Tegak Lurus Batang dan Panjang Batang Miring))

0 50 100 150 200 250 300 350

0 10000 20000 30000 40000 50000

K a rbon B io m a ss a ( k g /p o h o n )

D2H

D3H1 (Diameter Batang Tanpa Pelepah danTinggi Total)

D3H2 (Diameter Batang Tanpa Pelepah dan Tinggi Bebas Percabangan) D3H3 (Diameter Batang Tanpa Pelepah dan Panjang Batang Miring) Linear (D3H1 (Diameter Batang Tanpa Pelepah danTinggi Total))

Linear (D3H2 (Diameter Batang Tanpa Pelepah dan Tinggi Bebas Percabangan)) Linear (D3H3 (Diameter Batang Tanpa Pelepah dan Panjang Batang Miring))


(1)

Tabel Lampiran 9. Lanjutan

No Kode Diameter (dbh) Tinggi Karbon Biomassa alometrik

D2 H2 (kg/pohon)

39 2006L 1 43,0 0,52 8,50

40 2006L 2 39,0 0,45 5,90

41 2006L 3 43,0 0,54 8,81

42 2006L 4 47,0 0,52 10,47

43 2006L 5 51,0 0,60 14,50

rerata 44,6 0,53 9,36

44 2007AC 1 39,0 0,46 6,03

45 2007AC 2 42,0 0,45 7,02

46 2007AC 3 34,0 0,50 4,73

47 2007AC 4 32,5 0,49 4,18

48 2007AC 5 29,0 0,42 2,77


(2)

61

Gambar Lampiran 1. Dokumentasi Kelapa Sawit pada Berbagai Tahun Tanam

(Tahun Tanam 2007)


(3)

Gambar Lampiran 1. Lanjutan

(Tahun Tanam 1999)


(4)

63

Gambar Lampiran 1. Lanjutan

(Tahun Tanam 1995)


(5)

Gambar Lampiran 1. Lanjutan

(Tahun Tanam 1990)


(6)

RINGKASAN

ANGGI RHADITYA LUBIS. Pendugaan Cadangan Karbon Kelapa Sawit

Berdasarkan Persamaan Alometrik di Lahan Gambut Kebun Meranti Paham, PT Perkebunan Nusantara IV, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Dibimbing oleh KUKUH MURTILAKSONO dan M. ARDIANSYAH.

Cadangan karbon lahan gambut dari agroekosistem kelapa sawit memegang peranan penting dalam menjaga keseimbangan iklim global. Perhitungan yang digunakan untuk mengetahui biomassa dan karbon biomassa pada tanaman kelapa sawit dapat diketahui dengan dilakukannya pengukuran perusakan tanaman (destruktif) dan pengurangan tindakan perusakan selama pengukuran (persamaan alometrik). Dengan demikian jumlah karbon yang tersimpan dalam tubuh tanaman hidup (biomassa) pada suatu lahan dapat diukur sehingga dapat diketahui banyaknya CO2 di atmosfer yang diserap oleh tanaman kelapa sawit. Penelitian ini bertujuan untuk membangun persamaan alometrik dan menduga cadangan karbon kelapa sawit di lahan gambut Kebun Meranti Paham, PT Perkebunan Nusantara IV, Labuhan Batu, Sumatera Utara.

Perhitungan untuk mengetahui biomassa dan karbon biomassa kelapa sawit dapat dilakukan dengan menggunakan metode destruktif dan metode alometrik. Berdasarkan metode destruktif, dilakukan penebangan contoh pohon kelapa sawit pada berbagai keragaman umur tanam. Sementara, metode alometrik merupakan perhitungan persamaan alometrik yang telah terbangun adalah Y = 0,002382

D2,3385 H0,9411 dimana digunakan data sampel diameter batang dengan pelepah

yang diukur tegak lurus batang (DBH) dan tinggi bebas percabangan (H) tanaman kelapa sawit yang diambil.

Cadangan karbon biomassa pada kelapa sawit yang terdapat di Kebun Meranti Paham, PT Perkebunan Nusantara IV berdasarkan pengukuran destruktif yang didapatkan dari dimensi batang, pelepah, daun, pelepah pruning, dan TBS adalah 80.417 ton/kebun. Sementara, cadangan karbon biomassa pada kelapa sawit yang terdapat di Kebun Meranti Paham, PT Perkebunan Nusantara IV berdasarkan pengukuran alometrik adalah 94.953 ton/kebun. Terjadinya perbedaan nilai diakibatkan pengambilan sampel tanaman pada kedua metode menggunakan tanaman kelapa sawit yang berbeda dan blok yang berbeda juga, akan tetapi tahun tanamnya sama

Karbon biomassa kelapa sawit berdasarkan penggunaan metode destruktif dan metode alometrik memiliki korelasi (hubungan) positif yang tinggi. Koefisien korelasi (r) sebesar 0,98 menunjukkan adanya hubungan linear yang sangat baik antara metode alometrik dengan destruktif.

Hasil perhitungan t-student menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara metode destruktif dan metode alometrik terkoreksi. Dengan demikian metode alometrik terkoreksi cukup akurat dan dapat digunakan untuk memprediksi cadangan karbon biomassa pada kelapa sawit di lahan gambut kebun Meranti Paham.

Kata kunci: cadangan karbon biomassa, lahan gambut, metode destruktif, persamaan alometrik.