Pendugaan Cadangan Karbon Biomassa Di Lahan Gambut Kebun Meranti Paham, PT Perkebunan Nusantara IV, Labuhan Batu, Sumatera Utara

(1)

LABUHAN BATU, SUMATERA UTARA

ZAINI A14060660

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(2)

ZAINI. Estimation of Carbon Biomass Stock of Peatland in Meranti Paham Estates, PT. Perkebunan Nusantara IV, Labuhan Batu, North Sumatra. Under supervision of KUKUH MURTILAKSONO and M. ARDIANSYAH.

Carbon stock of peatland in the oil palm is an important role in balancing global climate to support sustainable management of oil palm plantation. The study was carried out in oil palm of Meranti Paham, PT. Perkebunan Nusantara IV, Labuhan Batu, North Sumatra.Carbon stocks of terrestrial ecosystems consist of carbon above ground including carbon stocks of oil palm and shrubs, and below ground carbon. The aim of study was to estimate the amount of carbon stored above and below ground in oil palm of peatlands estates of Meranti Paham, PT. Perkebunan Nusantara IV, Labuhan Batu, North Sumatra. Data was collected by field measurement and laboratory analysis. Peat carbon stock calculation was based on weight of peat per unit area that was calculated by using multiplication of the study area x bulk density x organic carbon content x peat depth, whereas carbon biomass of oil palm calculation was based on destructive method.

The result showed that carbon stocks in the oil palm biomass and shrubs of Meranti Paham Estates, about 122.108 tons and 2.595 tons. The total carbon biomass stocks above ground contained in Meranti Paham, PT. Perkebunan Nusantara IV, approximately 124.703 tons. To measure the carbon stored in peat soil based on degree of decomposition of peat. The data required were the bulk density (BD), carbon content, thickness and area of peatlands. These data are directly proportional to the carbon content is stored. Carbon stock of below ground contained in hemik an average about 1.270.272 tons and fibrik an average about 9.078.600 tons. Thus the average total carbon stock below ground of Meranti Paham Estates is about 10.348.872 tons. Finally, total carbon stocks of Meranti Paham Estates in 2009 obtained by summing up carbon stocks of above and below ground, that obtaines result about 10.473.575 tons.

Key words: carbon stocks above ground, carbon stocks biomass below ground, oil palm, shrubs, peat soil


(3)

ZAINI. Pendugaan Cadangan Karbon Biomassa di Lahan Gambut Kebun Meranti Paham, PT Perkebunan Nusantara IV, Labuhan Batu, Sumatera Utara. Dibimbing oleh KUKUH MURTILAKSONO dan M. ARDIANSYAH.

Cadangan karbon pada ekosistem daratan terbagi menjadi karbon di atas permukaan yang meliputi cadangan karbon kelapa sawit dan tanaman bawah/semak dan karbon di bawah permukaan. Cadangan karbon di atas permukaan berasal dari biomassa vegetasi yang tumbuh, sedangkan cadangan karbon di bawah permukaan berasal dari bahan organik di dalam tanah. Lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organic (C-organik > 18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Penelitian ini bertujuan untuk menduga jumlah karbon yang tersimpan bawah dan atas permukaan lahan gambut di kebun kelapa sawit Kebun Meranti Paham, PT Perkebunan Nusantara IV, Labuhan Batu, Sumatera Utara.

Perhitungan yang digunakan untuk mengetahui karbon biomassa kelapa sawit adalah berdasarkan pada metode destruktif yang dilakukan dengan penebangan contoh pohon kelapa sawit pada berbagai keragaman umur tanam sedangkan perhitungan karbon biomassa tanaman bawah dilakukan dengan mengambil contoh tanaman bawah/semak dengan ukuran 1m x 1m pada beberapa umur tanam. Perhitungan yang digunakan untuk mengetahui cadangan C dalam gambut adalah berdasarkan pada berat gambut per luas kebun yang dihitung menggunakan perkalian dari luas area penelitian x bobot isi x C organik x ketebalan gambut.

Cadangan karbon biomassa pada kelapa sawit dan tanaman bawah/semak yang terdapat di Kebun Meranti Paham, PT Perkebunan Nusantara IV masing-masing 122.108 dan 2.595 ton. Total cadangan karbon biomassa atas permukaan yang terdapat di Kebun Meranti Paham PT Perkebunan Nusantara IV sekitar 124.703 ton.

Untuk pengukuran karbon tersimpan di dalam tanah gambut dilakukan berdasarkan tingkat kematangan gambut. Data yang diperlukan yaitu bobot isi (BD), kandungan karbon, ketebalan dan luas lahan gambut. Data-data tersebut berbanding lurus dengan kandungan karbon tersimpan. Cadangan karbon dibawah permukaan yang terdapat pada kematangan hemik yaitu rata-rata sekitar 1.270.272 ton dan kematangan fibrik rata-rata sekitar 9.078.600 ton. Jadi total rata-rata cadangan karbon dibawah permukaan pada Kebun Meranti Paham yaitu sekitar 10.348.872 ton.

Total cadangan karbon yang terdapat di Kebun Meranti Paham tahun 2009 diperoleh dengan menjumlahan antara cadangan karbon atas permukaan dengan cadangan karbon bawah permukaan sehingga diperoleh hasil sekitar 10.473.575 ton.

Kata kunci: cadangan karbon biomassa atas permukaan, cadangan karbon bawah permukaan kelapa sawit, tanaman bawah/semak, tanah gambut


(4)

KEBUN MERANTI PAHAM, PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV, LABUHAN BATU, SUMATERA UTARA

ZAINI A14060660

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada

Program Studi Manajemen Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(5)

Kebun Meranti Paham, PT Perkebunan Nusantara IV, Labuhan Batu, Sumatera Utara

Nama Mahasiswa : Zaini Nomor Pokok : A14060660

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS. Dr. Ir. Muhammad Ardiansyah NIP. 19600808 198903 1 003 NIP. 19630604 198811 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

Dr. Ir. Syaiful Anwar, MSc. NIP. 19621113 198703 1 003


(6)

Penulis lahir di Bagansiapiapi, Kabupaten Rokan Hilir, Riau pada tanggal 7 Februari 1987. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara anak pasangan bapak Zulfikar dan ibu Ratna.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1999 di SDN 001 Bangko, kemudian pada tahun 2002 menyelesaikan studi di SMPN I Bangko. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMAN I Bangko dan lulus pada tahun 2005.

Pada tahun 2006, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur BUD (Beasiswa Utusan Daerah) dan pada tahun 2007 penulis menyelesaikan masa tahap Pembelanjaran Bersama (TPB) dan diterima di Mayor Manajemen Sumberdaya Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menjalani pendidikan perguruan tinggi, penulis pernah mendapatkan beberapa pelatihan dan mengikuti sejumlah seminar yang yang berkaitan tentang studi penulis.


(7)

Puji syukur penulis panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan hikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi. Skripsi yang berjudul Pendugaan Karbon Biomassa di Lahan Gambut Kebun Meranti Paham, PT Perkebunan Nusantara

IV, Labuhan Batu, Sumatera Utara merupakan salah satu syarat untuk

mendapatkan gelar sarjana di Mayor Manajemen Sumberdaya Lahan pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1.

Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS selaku dosen pembimbing skripsi I yang telah memberikan banyak bimbingan, pengarahan, serta masukan selama masa pelaksanaan penelitian, maupun saat penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. M. Ardiansyah selaku dosen pembimbing skripsi II dan koordinator penelitian kerjasama IPB-PPKS yang telah memberikan banyak bimbingan dan pengarahan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

3. Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan atas kesediaannya membiayai dan mendukung terlaksananya penelitian ini.

4. Seluruh staf Kebun Meranti Paham PT Perkebunan Nusantara IV dan Balai Penelitian Tanah, Balitbang Kementrian Pertanian Republik Indonesia, Depertemen Pertanianyang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas bantuannya selama pelaksanaan penelitian ini.

5. Keluarga tercinta Ibu, Bapak, Kakak-kakak, Adikku atas doa, dukungan, cinta, kasih sayang, perhatian, kepercayaan dan kesabaran selama ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

6. Anggi Raditya L, Decky Sanjaya dan Putri Yuniastuti yang telah menjadi rekan kerja dalam penelitian ini.

7. Anter Parulian Situmorang, SP dan Luluk (bantet) yang telah membantu dalam pengolahan data penelitian ini.


(8)

9. Teman-teman Riau yang tergabung dalam Ikatan Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Riau Bogor atas kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini. 10.Seluruh staf dan dosen pengajar Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya

Lahan.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang memerlukannya untuk menambah perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Juni 2011


(9)

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

I. PENDAHULUAN ... ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 2

II . TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut ... 3

2.2. Klasifikasi Gambut ... 4

2.3. Karakteristik Fisik Gambut... 5

2.4. Karakteristik Kimia Gambut. ... 6

2.5. Lahan Gambut sebagai Penambat dan Penyimpan Karbon ... 7

2.6. Metode Pendugaan Cadangan Karbon Tersimpan ... 8

2.7. Pengertian Biomassa ... 9

III . METODOLOGI ... 11

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 11

3.2. Bahan dan Alat ... 11

3.3. Pendugaan Biomassa dan Karbon Biomassa Atas Permukaan .... 13

3.3.1 Pendugaan Biomassa pada Tanaman Bawah/Semak ... 14

3.3.2 Pendugaan Biomassa pada Tegakan Kelapa Sawit... 15

3.4. Pendugaan Karbon Bawah Permukaan ... 16

3.4.1. Pengukuran Ketebalan Gambut... ... 17

3.4.2. Penentuan Kadar Air, Bobot Isi dan C- Organik... 18

3.4.3. Pendugaan Karbon Tersimpan Bawah Permukaan ... 19

3.5. Pendugaan Karbon Tersimpan Kawasan ... 19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

4.1. Karbon Biomassa Atas Permukaan ... 21

4.1.1. Karbon Biomassa Kelapa Sawit ... 21

4.1.2. Karbon Biomassa Tanaman Bawah/Semak ... 26

4.2. Total Cadangan Karbon Atas Permukaan Kebun Meranti Paham ... 28


(10)

4.3.2. Kandungan Karbon Gambut ... 31

4.3.3. Kematangan Gambut ... 33

4.3.4. Ketebalan Gambut ... 33

4.4. Karbon Tersimpan Bawah Permukaan Kebun Meranti Paham ... 36

4.5. Cadangan Karbon Tersimpan Kawasan ... 37

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 38

5.1. Kesimpulan ... 38

5.2. Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39

LAMPIRAN ... 42


(11)

No Halaman Teks

1. Kandungan Karbon di Atas Permukaan Tanah (dalam Biomassa Tanaman) dan di Bawah Permukaan Tanah pada Hutan Gambut dan Hutan Tanah Mineral (ton/ha)... 5 2. Parameter-parameter Biomassa di Atas Tanah dan Metode

Pengukurannya... 8 3. Data Primer yang Digunakan dalam Penelitian... 13 4. Peralatan yang Digunakan dalam Penelitian... 13 5. Biomassa Bagian-Bagian Contoh Tanaman Kelapa Sawit pada Berbagai

Umur Tanam di Kebun Meranti Paham Tahun 2009 ... 23 6. Biomassa Bagian-Bagian Kelapa Sawit pada Berbagai Umur Tanam di

Kebun Meranti Paham Tahun 2009... 24 7. Biomassa Kelapa Sawit pada Berbagai Umur Tanam Kebun Meranti

Paham Tahun 2009... 26 8. Karbon Biomassa Tanaman Bawah Kebun Meranti Paham Tahun

2009... 27 9. Total Cadangan Karbon Biomassa Atas Permukaan Kebun Meranti

Paham Tahun 2009 ... 28 10. Bobot Isi Tanah Gambut Kematangan Hemik pada Berbagai Tahun

Tanam Kebun Meranti Paham Tahun 2009... ... 30 11. Bobot Isi untuk Perhitungan Cadangan Karbon pada Kebun Meranti

Paham Tahun 2009... 30 12. Kadar Karbon pada Kematangan Hemik Berbagai Contoh Tanah di

Kebun Meranti Paham Tahun 2009... 31 13. Kadar Karbon untuk Perhitungan Cadangan Karbon Bawah Permukaan

di Kebun Meranti Paham Tahun 2009... 32 14. Karbon Tersimpan Bawah Permukaan Kebun Meranti Paham Tahun

2009... 36 15. Cadangan Karbon Kebun Meranti Paham Tahun 2009... 37

1.

Lampiran

Titik-Titik Pengukuran Ketebalan Gambut Kebun Meranti Paham


(12)

No Halaman Teks

1. Peta Lokasi Penelitian di Kabupaten Labuhan Batu ... 12

2. Tahap Pendugaan Karbon Tersimpan Atas Permukaan ... 14

3. Tahap Pendugaan Karbon Tersimpan Bawah Permukaan ... 16

4. Lokasi Titik-titik Pengukuran Kedalaman Gambut di Kebun Meranti Paham ... 17

5. Data Permukaan Ketebalan Gambut Hemik di Kebun Meranti Paham, Tahun 2009 ... 34

6. Data Permukaan Ketebalan Gambut Fibrik di Kebun Meranti Paham Tahun 2009 ... 35

Lampiran 1. Sampel Kelapa Sawit Umur 9 Tahun ... 43

2. Sampel Kelapa Sawit Umur 11 Tahun ... 43

3. Sampel Kelapa Sawit Umur 13 Tahun ... 44

4. Sampel Kelapa Sawit Umur 17 Tahun ... 44


(13)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perubahan iklim yang terjadi lebih disebabkan oleh terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfir. Keseimbangan tersebut dipengaruhi oleh peningkatan gas karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan nitrous oksida (N2O) atau yang lebih dikenal dengan sebutan gas rumah kaca (GRK). Saat ini konsentrasi GRK sudah sangat membahayakan iklim bumi dan keseimbangan ekosistem. Konsentrasi GRK di atmosfir meningkat sebagai akibat asap kendaraan, asap pabrik, sampah dan dari pengolahan lahan yang kurang tepat, diantaranya adanya pembakaran vegetasi hutan dalam skala luas dan pada waktu yang bersamaan serta adanya pengeringan lahan gambut. Kegiatan-kegiatan tersebut pada umumnya dilakukan pada awal alih guna lahan hutan menjadi lahan perkebunan/pertanian. Perhitungan kebakaran hutan dan lahan serta gangguan lahan lainnya menempatkan Indonesia sebagai negara ketiga terbesar didunia penghasil emisi CO2 setelah Amerika Serikat dan China dengan jumlah emisi sekitar dua miliar ton pertahun atau 10% dari emisi CO2 dunia (Wetland Internasional, 2006)

Pemanfaatan lahan gambut sangat terkait dengan kegiatan pemerintah dalam konversi lahan. Praktek yang biasa dilakukan adalah dengan melakukan deforestasi yang diikuti dengan pembuatan kanal atau saluran drainase untuk mengeringkan air yang tersimpan di lahan gambut (Murdiyarso et al., 2004). Aktivitas penebangan dan pengangkutan kayu serta pembukaan lahan menyebabkan terjadinya penurunan muka air dan perubahan ekosistem rawa sehingga mengakibatkan perubahan karakteristik lahan gambut.

Tindakan drainase dan teknik budidaya kelapa sawit mengakibatkan terganggunya stabilitas gambut, yaitu terjadi subsiden karena pemadatan, peningkatan dekomposisi bahan organik sehingga emisi CO2 akan meningkat (Klemedtssons, 1997). Drainase pada lahan gambut menyebabkan penurunan muka air tanah sehingga proses dekomposisi menjadi lebih cepat pada lapisan diatas muka air tanah sehingga mempengaruhi karakteristik kimia tanah. Kerusakan ekosistem gambut berdampak besar terhadap lingkungan setempat (in


(14)

situ) maupun lingkungan sekelilingnya (ex situ). Kejadian banjir di hilir DAS merupakan salah satu dampak dari rusaknya ekosistem gambut. Deforestasi hutan dan penggunaan lahan gambut untuk sistem pertanian yang memerlukan drainase dalam (> 30 cm) serta pembakaran atau kebakaran menyebabkan emisi CO2 menjadi sangat tinggi.

Pembukaan lahan gambut mengakibatkan teroksidasinya karbon yang tersimpan menjadi gas CO2 yang merupakan gas rumah kaca penting. Gas Rumah kaca adalah gas-gas di atmosfer yang memiliki kemampuan menyerap radiasi gelombang panjang yang dipancarkan kembali ke atmosfer oleh permukaan bumi. Sifat termal radiasi inilah yang menyebabkan pemanasan atmosfer secara global (global warming). Selain itu, emisi gas CO2 lahan gambut juga menghasilkan gas metan (CH4) sebagai hasil dari perombakan bahan organik secara anaerob. Pelepasan CO2 akan makin meningkat dalam tahun-tahun mendatang. Peningkatan emisi gas rumah kaca seperti CO2 dan CH4 dalam jumlah besar akan mempengaruhi iklim global yang menimbulkan pemanasan global yaitu naiknya suhu permukaan planet bumi (Barchia, 2006). Untuk itu perlu dilakukan pendugaan cadangan karbon. Cadangan karbon pada lahan gambut dapat ketahui dengan mengukur cadangan karbon atas permukaan (pepohonan, nekromassa) dan bawah permukaan (ketebalan gambut, tinggi muka air). Setelah mengetahui cadangan karbon pada suatu lahan gambut, maka akan dapat ditentukan jenis pengolahan yang tepat yang harus diterapkan pada lahan tersebut. Selain itu, kawasan gambut juga merupakan penyimpan cadangan karbon yang sangat besar, baik di atas maupun di bawah permukaan tanah. Oleh karena itu konservasi dan pengolahan lahan gambut untuk pertanian lahan kebun kelapa sawit menjadi penting untuk di kaji dan diteliti sehingga kelestarian lahan gambut harus tetap dijaga dengan sebaik mungkin agar kelestarian lingkungan tetap terjaga.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menduga cadangan karbon yang tersimpan di bawah dan atas permukaan lahan gambut kebun kelapa sawit Meranti Paham, PT Perkebunan Nusantara IV, Labuhan Batu, Sumatera Utara.


(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut

Lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik (C-organik > 18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik penyusun tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum melapuk sempurna karena kondisi lingkungan jenuh air dan miskin hara. Oleh karenanya lahan gambut banyak dijumpai di daerah rawa belakang (back swamp) atau daerah cekungan yang drainasenya buruk (Agus dan Subiksa, 2008)

Gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses dekomposisi terhambat oleh kondisi anaerob dan/atau kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai. Pembentukan tanah gambut merupakan proses geogenik yaitu pembentukan tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan tranportasi, berbeda dengan proses pembentukan tanah mineral yang pada umumnya merupakan proses pedogenik (Hardjowigeno, 1986). Pembentukan gambut diduga terjadi antara 10.000-5.000 tahun yang lalu (pada periode Holosin) dan gambut di Indonesia terjadi antara 6.800-4.200 tahun yang lalu (Andriesse, 1994).

Proses pembentukan gambut dimulai dari adanya danau dangkal yang secara perlahan ditumbuhi oleh tanaman air dan vegetasi lahan basah. Tanaman yang mati dan melapuk secara bertahap membentuk lapisan yang kemudian menjadi lapisan transisi antara lapisan gambut dengan substratum (lapisan di bawahnya) berupa tanah mineral. Tanaman berikutnya tumbuh pada bagian yang lebih tengah dari danau dangkal ini dan membentuk lapisan-lapisan gambut sehingga danau tersebut menjadi penuh. Bagian gambut yang tumbuh mengisi danau dangkal tersebut disebut dengan gambut topogen karena proses pembentukannya disebabkan oleh topografi daerah cekungan. Gambut topogen biasanya relatif subur (eutrofik) karena adanya pengaruh tanah mineral. Bahkan pada waktu tertentu, misalnya jika ada banjir besar, terjadi pengkayaan mineral yang menambah kesuburan gambut tersebut. Tanaman tertentu masih dapat tumbuh subur di atas gambut topogen. Hasil pelapukannya membentuk lapisan


(16)

gambut baru yang lama kelamaan memberntuk kubah (dome) gambut yang permukaannya cembung. Gambut yang tumbuh di atas gambut topogen dikenal dengan gambut ombrogen, yang pembentukannya ditentukan oleh air hujan. Gambut ombrogen lebih rendah kesuburannya dibandingkan dengan gambut topogen karena hampir tidak ada pengkayaan mineral (Agus dan Subiksa, 2008).

2.2. Klasifikasi Gambut

Secara umum dalam klasifikasi tanah, tanah gambut dikenal sebagai Organosol atau Histosols yaitu tanah yang memiliki lapisan bahan organik dengan berat jenis (BD) dalam keadaan lembab < 0,1 g cm-3 dengan tebal > 60 cm atau lapisan organik dengan BD > 0,1 g cm-3 dengan tebal > 40 cm (Soil Survey Staff, 1999). Gambut diklasifikasikan lagi berdasarkan berbagai sudut pandang yang berbeda; dari tingkat kematangan, kedalaman, kesuburan dan posisi pembentukannya. Berdasarkan tingkat kematangannya, gambut dibedakan menjadi:

- Gambut saprik (matang) adalah gambut yang sudah melapuk lanjut dan bahan asalnya tidak dikenali, berwarna coklat tua sampai hitam, dan bila diremas kandungan seratnya < 15%.

- Gambut hemik (setengah matang) adalah gambut setengah lapuk, sebagian bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat, dan bila diremas bahan seratnya 15 – 75%.

- Gambut fibrik (mentah) adalah gambut yang belum melapuk, bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat, dan bila diremas >75% seratnya masih tersisa.

Lahan gambut menyimpan karbon pada biomassa tanaman, seresah di bawah hutan gambut, lapisan gambut dan lapisan tanah mineral di bawah gambut (substratum). Dari berbagai simpanan tersebut, lapisan gambut dan biomassa tanaman menyimpan karbon dalam jumlah tertinggi. Lahan gambut menyimpan karbon yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tanah mineral. Di daerah tropis karbon yang disimpan tanah dan tanaman pada lahan gambut bisa lebih dar i 10 kali karbon yang disimpan oleh tanah dan tanaman pada tanah mineral Tabel 1 (Agus dan Subiksa, 2008).


(17)

Tabel 1. Kandungan Karbon di Atas Permukaan Tanah (dalam Biomassa Tanaman) dan di Bawah Permukaan tanah pada Hutan Gambut dan Hutan Tanah Mineral (ton/ha)

Komponen Hutan Gambut (ton/ha)

Hutan Primer Tanah Mineral (ton/ha)

Atas permukaan tanah 150-200 200-350 Bawah permukaan tanah 300-6.000 30-300 Sumber : Agus dan Subiksa (2008)

Tabel 1 menjelaskan bahwa kandungan karbon atas permukaan tanah pada hutan gambut lebih kecil daripada hutan primer tanah mineral sedangkan bawah permukaan tanah hutan memiliki cadangan karbon jauh lebih besar dibandingkan dengan hutan primer tanah mineral.

2.3. Karakteristik Fisik Gambut

Karakteristik fisik gambut yang penting dalam pemanfaatannya untuk pertanian meliputi kadar air, berat isi (bulk density, BD), daya menahan beban (bearing capacity), subsiden (penurunan permukaan), dan mengering tidak balik (irriversible drying). Kadar air tanah gambut berkisar antara 100 – 1.300% dari berat keringnya (Mutalib et al., 1991). Artinya gambut mampu menyerap air sampai 13 kali bobotnya. Dengan demikian, sampai batas tertentu, kubah gambut mampu mengalirkan air ke areal sekelilingnya (Gambar 3). Kadar air yang tinggi menyebabkan BD menjadi rendah, gambut menjadi lembek dan daya menahan bebannya rendah (Nugroho et al., 1997; Widjaja-Adhi, 1988). BD tanah gambut lapisan atas bervariasi antara 0,1 sampai 0,2 g cm-3 tergantung pada tingkat dekomposisinya. Gambut fibrik yang umumnya berada di lapisan bawah memiliki BD lebih rendah dari 0,1 g/cm3, tapi gambut pantai dan gambut di jalur aliran sungai bias memiliki BD > 0,2 g cm-3 (Tie and Lim, 1991) karena adanya pengaruh tanah mineral.

Volume gambut akan menyusut bila lahan gambut didrainase, sehingga terjadi penurunan permukaan tanah (subsiden). Selain karena penyusutan volume, subsiden juga terjadi karena adanya proses dekomposisi dan erosi. Dalam 2 tahun pertama setelah lahan gambut didrainase, laju subsiden bisa mencapai 50 cm.


(18)

Pada tahun berikutnya laju subsiden sekitar 2 – 6 cm pertahun tergantung kematangan gambut dan kedalaman saluran drainase. Adanya subsiden bisa dilihat dari akar tanaman yang menggantung. Rendahnya BD gambut menyebabkan daya menahan atau menyangga beban (bearing capacity) menjadi sangat rendah. Hal ini menyulitkan beroperasinya peralatan mekanisasi karena tanahnya yang empuk. Gambut juga tidak bisa menahan pokok tanaman tahunan untuk berdiri tegak. Tanaman perkebunan seperti karet, kelapa sawit atau kelapa seringkali doyong atau bahkan roboh . Pertumbuhan seperti ini dianggap menguntungkan karena memudahkan bagi petani untuk memanen sawit. Sifat fisik tanah gambut lainnya adalah sifat mengering tidak balik. Gambut yang telah mengering, dengan kadar air <100% (berdasarkan berat), tidak bisa menyerap air lagi kalau dibasahi. Gambut yang mengering ini sifatnya sama dengan kayu kering yang mudah hanyut dibawa aliran air dan mudah terbakar dalam keadaan kering (Widjaja-Adhi, 1988). Gambut yang terbakar menghasilkan energy panas yang lebih besar dari kayu/arang terbakar. Gambut yang terbakar juga sulit dipadamkan dan apinya bisa merambat di bawah permukaan sehingga kebakaran lahan bisa meluas tidak terkendali.

2.4. Karakteristik Kimia Gambut

Karakteristik kimia lahan gambut di Indonesia sangat ditentukan oleh kandungan mineral, ketebalan, jenis mineral pada substratum (di dasar gambut), dan tingkat dekomposisi gambut. Kandungan mineral gambut di Indonesia umumnya kurang dari 5% dan sisanya adalah bahan organik. Fraksi organik terdiri dari senyawa-senyawa humat sekitar 10 hingga 20% dan sebagian besar lainnya adalah senyawa lignin, selulosa, hemiselulosa, lilin, tannin, resin, suberin, protein, dan senyawa lainnya. Lahan gambut umumnya mempunyai tingkat kemasaman yang relatif tinggi dengan kisaran pH 3 - 5. Gambut oligotropik yang memiliki substratum pasir kuarsa di Berengbengkel, Kalimantan Tengah memiliki kisaran pH 3,25 – 3,75 (Halim, 1987; Salampak, 1999). Sementara itu gambut di sekitar Air Sugihan Kiri, Sumatera Selatan memiliki kisaran pH yang lebih tinggi yaitu antara 4,1 sampai 4,3 (Hartatik et al., 2004). Semakin tebal gambut,


(19)

basa-basa yang dikandungnya semakin rendah dan reaksi tanah menjadi semakin masam (Driessen dan Suhardjo, 1976).

Di sisi lain kapasitas tukar kation (KTK) gambut tergolong tinggi, sehingga kejenuhan basa (KB) menjadi sangat rendah. Tim Institut Pertanian Bogor (1974) melaporkan bahwa tanah gambut pedalaman di Kalampangan, Kalimantan Tengah mempunyai nilai KB kurang dari 10%, demikian juga gambut di pantai Timur Riau (Suhardjo dan Widjaja-Adhi, 1976). Muatan negatif (yang menentukan KTK) pada tanah gambut seluruhnya adalah muatan tergantung pH (pH dependent charge), dimana KTK akan naik bila pH gambut ditingkatkan. Muatan negatif yang terbentuk adalah hasil dissosiasi hidroksil pada gugus karboksilat atau fenol..

2.5. Lahan Gambut sebagai Penambat dan Penyimpan Karbon

Lahan gambut hanya meliputi 3% dari luas daratan di seluruh dunia, namun menyimpan 550 Gton C atau setara dengan 30% karbon tanah (karbon tanah sebesar 1833 Gton), 75% dari seluruh karbon atmosfir (karbon atmosfir sebesar 733 Gton), setara dengan seluruh karbon yang dikandung biomassa (massa total makhluk hidup) daratan dan setara dengan dua kali simpanan karbon semua hutan di seluruh dunia (Joosten et al., 2007). Lahan gambut menyimpan karbon pada biomassa tanaman, seresah di bawah hutan gambut, lapisan gambut dan lapisan tanah mineral di bawah gambut (substratum). Dari berbagai simpanan tersebut, lapisan gambut dan biomassa tanaman menyimpan karbon dalam jumlah tertinggi. Lahan gambut menyimpan karbon yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tanah mineral. Di daerah tropis karbon yang disimpan tanah dan tanaman pada lahan gambut bisa lebih dari 10 kali karbon yang disimpan oleh tanah dan tanaman pada tanah mineral. Kandungan karbon di atas permukaan tanah (dalam biomassa tanaman) dan di bawah permukaan tanah pada hutan gambut dan hutan tanah mineral (t ha-1).

Karbon yang tersimpan tersebut akan hilang dengan cepat apabila hutan ditebang. Penebangan yang diikuti dengan pembakaran mempercepat proses emisi dari biomassa hutan gambut. Sekitar 50% dari kayu penebangan hutan dipanen untuk dijadikan berbagai bahan perabotan dan perumahan. Karbon di dalamnya


(20)

akan tersimpan dalam waktu cukup lama (10-25 tahun) sehingga bisa dianggap menjadi bagian dari karbon tersimpan satu sampai tiga dekade sesudah hutan dibuka, tergantung kualitas kayunya. Sisa pohon yang tertinggal di atas permukaan tanah akan teremisi dalam waktu yang relatif singkat, baik karena terbakarnya biomassa kayu-kayuan tersebut, maupun karena pelapukan secara biologis. Dari 100 ton C ha-1 biomassa tanaman yang tidak digunakan sebagai produk kayu hasil hutan, akan menjelma menjadi sekitar 367 ton CO2 ha-1 bila teroksidasi secara sempurna (Agus dan Subiksa, 2008).

2.6. Metode Pendugaan Cadangan Karbon Tersimpan

Menurut Hairiah dan Rahayu (2007), cadangan karbon yang tersimpan di daratan (teresterial) terbagi menjadi karbon diatas permukaan (above ground carbon) dan karbon di bawah permukaan atau dalam tanah (below ground carbon). Karbon di atas permukaan tanah meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah (semak berdiameter <5 cm, tumbuhan menjalar dan gulma), nekromassa (bagian pohon atau tanaman yang sudah mati) dan serasah (bagian tanaman yang gugur berupa daun dan ranting). Karbon bawah permukaan, meliputi biomassa akar dan bahan organik tanah (sisa tanaman dan hewan yang mengalami dekomposisi. Metode pengukurannya disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Parameter-parameter Biomassa Di Atas Tanah dan Metode Pengukurannya

Parameter Metode

Tumbuhan bawah Destruktif

Serasah kasar dan halus Destruktif

Arang dan abu Destruktif

Tumbuhan berkayu Destruktif

Pohon-pohon hidup Non-destruktif, persamaan alometrik Pohon mati masih berdiri Non-destruktif, persamaan alometrik Pohon mati sudah roboh Non-destruktif, rumus silinder Tunggak pohon Non-destruktif, rumus silinder Sumber : Hairiah et al. ( 2001)


(21)

Untuk menduga cadangan karbon yang tersimpan dibawah permukaan, pada suatu lahan gambut data yang diperlukan adalah : (1) ketebalan lapisan gambut; (2) tingkat kematangan gambut; (3) luas wilayah lahan gambut; (4) bobot isi (bulk density) dan % C-organik. Data ketebalan gambut dan tingkat kematangan gambut diperoleh dari hasil pengamatan lapangan. Tingkat kematangan/pelapukan gambut didapatkan dari pengamatan lapangan, sedangkan data bobot isi (bulk density) dan %C-organik diperoleh dari hasil analisis contoh tanah gambut di laboratorium atau dengan merujuk kepada data penelitian sebelumnya (Wahyunto et al., 2005).

2.7. Pengertian Biomassa

Biomassa didefinisikan sebagai material tanaman, tumbuh-tumbuhan, atau sisa hasil pertanian yang digunakan sebagai bahan bakar atau sumber bahan bakar. Secara umum sumber-sumber biomassa antara lain: tongkol jagung, jerami, dan lain sebagainya; material kayu seperti kayu atau kulit kayu, potongan kayu, dan lain sebagainya; sampah kota misalkan sampah kertas; dan tanaman sumber energi seperti minyak kedelai, alfalfa, poplars, dan lain sebagainya.Biomassa adalah campuran material organik yang kompleks, biasanya terdiri dari karbohidrat, lemak, protein dan beberapa mineral lain yang jumlahnya sedikit seperti sodium, fosfor, kalsium dan besi.

Komponen utama tanaman biomassa adalah karbohidrat (berat kering kira-kira sampai 75 %), lignin (sampai dengan 25 %) dimana dalam beberapa tanaman komposisinya bisa berbeda-beda. Keuntungan penggunaan biomassa untuk sumber bahan bakar adalah keberlanjutannya, diperkirakan 140 juta ton metrik biomassa digunakan per tahunnya. Biomassa menimbulkan polusi udara bila dibakar, tetapi tidak sebanyak bahan bakar fosil lakukan. Pembakaran bahan bakar biomassa tidak menghasilkan polutan seperti sulfur yang dapat menyebabkan hujan asam. Ketika dibakar, biomassa melepaskan karbon dioksida,

sebuah gas rumah kaca. Tetapi ketika biomas tanaman yang tumbuh, yang hampir setara dengan jumlah karbon dioksida ditangkap melalui fotosintesis. Masing-masing bentuk yang berbeda dan penggunaan biomassa dampak lingkungan dengan cara yang berbeda. Lingkungan tempat tinggal kita merupakan sumber


(22)

kehidupan yang harus kita jaga dan lestarikan. Pencemaran lingkungan yang terjadi dapat membahayakan makhluk hidup yang bernaung didalamnya. Salah satu penyebabnya adalah penggunaan energi fosil yang makin meningkat. Penggunaan biomasssa sebagai energi dapat mengurangi efek pencemaran yang saat ini terjadi.


(23)

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Kebun Meranti Paham terletak di Kelurahan Meranti Paham, Kecamatan Panai Hulu, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Sebelumnya bernama Kebun Ajamu II. Terletak pada koordinat 02o11’18”–02o21’24” LU dan 100o09’13”-100o12’02” BT. Kebun ini berada pada hamparan lahan gambut dan mineral dengan luasan total sekitar 4 811 ha yang memiliki 215 blok yang terbagi menjadi 6 (enam) afdeling. Blok-blok tersebut ditanami tanaman kelapa sawit dengan tahun tanam yang berbeda. Pembukaan lahan menjadi perkebunan kelapa sawit dimulai sejak tahun 1970-an. Lokasi penelitian terdiri atas tahun tanam antara tahun 1980 sampai tahun 1999 dan direplanting pada tanaman yang mulai tidak produktif. Varietas yang mendominasi adalah Varietas Marihat. Lokasi ini pada bagian utara, barat dan selatan berbatasan dengan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Cisadane Sawit Raya, sedangkan sebelah timur berbatasan dengan Sungai Barumun. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 1.

Penelitian berlangsung pada bulan November – Desember 2008 dan November 2009. Pengolahan citra dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Analisis fisik gambut dan tanaman dilakukan di Laboratorium Fisika Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB sedangkan analisis kimia tanah dilakukan di Balai Penelitian Tanah, Balitbang Kementerian Pertanian Republik Indonesia karena keterbatasan bahan dan alat.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data pengukuran lapangan dan hasil analisis laboratorium digunakan sebagai data primer untuk menghitung cadangan karbon. Data sekunder yang digunakan adalah peta blok kebun kelapa sawit Meranti Paham, PT Perkebunan Nusantara IV. Data dan penggunaan alat dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 3 dan 4.


(24)

12


(25)

Tabel 3. Data Primer yang Digunakan dalam Penelitian

No Data Keterangan

1 Ketebalan gambut Perhitungan karbon bawah permukaan

2 C-organik gambut Perhitungan karbon bawah permukaan

Sementara, untuk data sekunder yang digunakan berupa peta blok kebun kelapa sawit Meranti Paham PT Perkebunan Nusantara IV, data biomassa dan karbon biomassa kelapa sawit yang berasal dari penelitian Yulianti (2009) dan Kantor Kebun Meranti Paham. Alat-alat yang digunakan selama penelitian ini disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Peralatan yang Digunakan dalam Penelitian

3.3. Pendugaan Biomassa dan Karbon Biomassa Atas Permukaan

Pendugaan biomassa atas permukaan dibedakan untuk tanaman bawah/semak dan kelapa sawit. Untuk pendugaan biomassa tanaman bawah/semak dilakukan dengan mengambil contoh tanaman bawah/semak pada beberapa plot di kebun Meranti Paham dengan luas 1 m2. Kemudian tanaman bawah tersebut dioven selama 2 hari untuk mendapatkan kadar airnya

Sementara pendugaan karbon kelapa sawit, dilakukan dengan menggunakan metode destruktif. Bagian yang diukur yaitu batang, pelepah dan daun (data sekunder; Yulianti, 2009) ditambah dengan data berat Tandan Buah Segar (TBS)

No

Alat Keterangan

1 Bambu Deskripsi ketebalan gambut

2 Global Positioning System (GPS) Menentukan titik plot pengambilan sampel dari tanah gambut dan tanaman.


(26)

dan berat pelepah atau diistilahkan dengan pruning yang diambil berdasarkan data sekunder dari kantor kebun. Contoh pohon-pohon yang digunakan dalam penelitian dengan menggunakan metode destruktif dapat dilihat pada Gambar Lampiran 1 sampai 4. Tahap perhitungan karbon atas permukaan disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Tahap Pendugaan Karbon Tersimpan Atas Permukaan

3.3.1. Pendugaan Biomassa pada Tanaman Bawah/Semak

Untuk pendugaan cadangan karbon pada tanaman bawah dilakukan dengan mengambil sampel tanaman pada plot dengan luas 1 m2 pada berbagai umur tanaman berbeda. Pada plot pengamatan seluruh tanaman diambil kemudian ditimbang berat basahnya setelah itu tanaman di oven pada suhu 60 0C selama 48

PENGUKURAN

Tegakan Kelapa Sawit (batang, pelepah, dan daun)

Berat Segar/Lapang

Kadar Air Tanaman Bawah Semak

Biomassa (ton/ha)

Kadar C-organik Karbon Biomassa Atas

Permukaan (ton/ha)

Karbon Biomassa Tersimpan Atas Permukaan (ton/ha)


(27)

jam untuk mengetahui kadar airnya. Untuk mendapatkan bobot keringnya digunakan persamaan berikut :

B = BB/(1+KA) dimana :

B : Berat kering (gr/m2) BB : Berat basah (gr/m2) KA : Kadar air (%)

Penetapan C-organik dilakukan dengan metode pengabuan kering dan metode Walkey and Black. Untuk menghitung jumlah karbon biomassa tersimpan pada tanaman bawah digunakan persamaan :

K = B x %C-Organik dimana, K : Karbon Biomassa (ton)

B : Berat Kering (g/m2)

3.3.2. Pendugaan Biomassa pada Tegakan Kelapa Sawit

Karbon biomassa kelapa sawit pada penelitian ini diperoleh dari data penelitian sebelumnya yang dilaksanakan oleh Yulianti (2009), sehingga pada penelitian ini tidak dilakukan penetapan plot pengukuran cadangan karbon pada kelapa sawit. Pada penelitian sebelumnya dilakukan perhitungan biomassa dan karbon biomassa pada tanaman kelapa sawit. Metode yang digunakan adalah mengukur biomassa kelapa sawit secara langsung dengan mengukur berat basah. Bagian yang diukur adalah batang, pelepah dan daun. Pohon kelapa sawit yang dijadikan sebagai pohon contoh dipilih secara sengaja, sesuai dengan umur tanamnya. Setelah diperoleh kadar C-organik kelapa sawit maka kadar C-organik tersebut dikalikan dengan biomassa kering sehingga diperoleh karbon biomassa kelapa sawit. Kadar C-organik diperoleh dari analisis laboratorium. Dalam penelitian ini kerapatan rata-rata kelapa sawit diasumsikan 130 pohon/ha. Secara umum biomassa total dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: Biomassa Total (ton) = Biomassa Kering Total/pohon x 130 Pohon/ha x

Luas Kebun Meranti Paham per Tahun Tanam (ha). Selain itu diperhitungkan juga berat pelepah prunning dan panen tandan buah segar (TBS) sesuai umur tanam sawit. Data berat TBS diperoleh dari kantor kebun


(28)

sedangkan data prunning ditimbang langsung dilapangan. Kemudian dikalikan dengan kadar airnya dan didapat data biomassa keringnya. Pendugaaan karbon biomassa atas permukaan dilakukan pada seluruh kebun Meranti Paham.

3.4. Pendugaan Karbon Bawah Permukaan

Pendugaan biomassa dan karbon biomassa bawah permukaan dibagi menjadi pengukuran ketebalan gambut, bobot isi dan kadar C-organik. Pendugaan karbon bawah permukaan pada kebun Meranti Paham hanya dilakukan pada tanah gambut. Tahap pendugaan karbon biomassa atas permukaan disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Tahap Pendugaan Karbon Tersimpan Bawah Permukaan Pengukuran Ketebalan dan

Luas Lahan Gambut

Data Permukaan Ketebalan Gambut

Luas Lahan Gambut Kebun Kelapa Sawit (ha)

Volume Gambut (m3)

Interpolasi

Kadar C-Organik

Karbon Tersimpan Bawah Permukaan pada Tanah Gambut di Kebun Kelapa

Sawit (ton)


(29)

3.4.1. Pengukuran Ketebalan Gambut

Pengukuran karbon bawah permukaan menggunakan data ketebalan gambut untuk setiap kematangan. Pengukuran dilakukan menurut transek/grid yang telah ditentukan pada blok tanam. Jarak antar transek yaitu 100 dan 200 m (lihat Tabel Lampiran 1). Data transek/grid ini kemudian dibuat profil kedalaman gambut untuk mengetahui ketebalan gambut. Titik-titik pengukuran kedalaman gambut disajikan pada Gambar 4.

Ga

mb

ar

4

.

L

oka

si

T

itik

-T

iti

k

Peng

ukur

an

K

eda

la

ma

n

G

ambut

K

ebun

M

er

anti

Paha

m


(30)

3.4.2. Penentuan Kadar Air, Bobot Isi dan C- Organik

Pengambilan contoh tanah gambut pada penelitian ini dilakukan untuk menentukan kadar air, bobot isi dan C-organik. Pengambilan contoh tanah dibedakan pengambilan contoh tanah terganggu dan contoh tanah tidak terganggu. Pengambilan contoh tanah terganggu menggunakan kantong plastik dan digunakan untuk menganalisis kadar C-organik, sedangkan pengambilan contoh tanah tidak terganggu menggunakan paralon dan digunakan untuk menganalisis kadar air dan bobot isi. Pengambilan contoh tanah dilakukan pada lokasi dengan umur tanaman tertentu. Penetapan C-organik dilakukan dengan metode Walkey and Black sedangkan penetapan bobot isi dengan menggunakan metode gravimetri.

Penetapan bobot isi dilakukan dengan cara menimbang sejumlah tanah tertentu (X) dan contoh tanah tersebut dipanaskan dalam oven pada suhu 1050C selama 24 jam kemudian didinginkan dengan eksikator dan ditimbang kembali (Y). Untuk menetapkan bobot isi, terlebih dahulu diukur kadar airnya. Kadar air didapat dengan menggunakan perhitungan :

Kadar Air (Ө) = ((X-Y)/Y) x 100%,

Dengan diketahuinya kadar air, maka bobot isi dapat dihitung dengan perhitungan sebagai berikut :

Bobot Isi = {Bobot Tanah di dalam Paralon/(1 + Ө)}/ (Volume Tanah di dalam Paralon)

Penetapan C-organik dilakukan dengan menimbang sejumlah contoh tanah dalam cawan porselin yang sudah diketahui beratnya. Contoh tanah tersebut dioven dengan suhu 1050C selama 24 jam dan dapat ditentukan bobotnya. Kemudian dipanaskan kedalam tanur pembakaran pada suhu 3750C selama 16 jam (suhu 7000C selama 3 jam) dan ditentukan bobotnya. Penetapan C-organik menggunakan persamaan berikut:

C-organik = (((BKM – BKP)/BKM) x 100%)/1.724) dimana : BKM = bobot kering oven 1050C


(31)

3.4.3. Pendugaan Karbon Tersimpan Bawah Permukaan

Biomassa dan karbon biomassa bawah permukaan diperoleh dengan menggunakan parameter yaitu adalah luas lahan gambut, ketebalan tanah gambut, bobot isi (bulk density) dan kandungan karbon (C-organik). Perhitungan volume gambut dilakukan dengan menggunakan software ArcView dan ArcGIS dengan memasukkan titik-titik kedalaman gambut setiap transek sebagai data atribut dari peta. Setelah itu diinterpolasikan menggunakan ArcGIS pada grid dengan resolusi 30 x 30 m dan dikalikan dengan luas, sehingga akan didapat volume tanah gambut. Setelah volume tersebut didapat, kemudian volume dikalikan dengan bobot isinya dan C-organik maka didapat cadangan karbon tersimpan bawah permukaan. Cadangan karbon kawasan kebun kelapa sawit dihitung dengan menggunakan software ERDAS yaitu dengan menjumlahkan grid-grid/piksel-piksel pada tanah gambut yang ada di peta kebun Meranti paham. Secara umum, karbon tersimpan bawah permukaan dapat dihitung melalui persamaan berikut:

K = BI x V x C

dimana : K = Karbon Tersimpan (ton) BI = Bobot Isi

V = Volume (m3)

C = Kadar C-organik (%)

Volume tanah gambut diperoleh dengan mengalikan ketebalan gambut dan luas tanah gambut.

3.5. Pendugaan Karbon Tersimpan Kawasan

Karbon biomassa tersimpan kawasan merupakan penjumlahan biomassa tersimpan atas dan bawah permukaan yang dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :

KBK = KBA + KBB

dimana: KBK = KarbonTersimpan Kawasan

KBA = Karbon Biomassa Tersimpan Atas Permukaan KBB = Karbon Tersimpan Bawah Permukaan


(32)

Dengan persamaan tersebut akan diperoleh total cadangan karbon biomasaa atas permukaan pada seluruh kebun dan total cadangan karbon bawah permukaan pada lahan gambut.


(33)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karbon Biomassa Atas Permukaan

Karbon di atas permukaan tanah, meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah (semak belukar berdiameter < 5 cm, tumbuhan menjalar dan gulma), nekromassa (bagian pohon atau tanaman yang sudah mati) dan serasah (bagian tanaman yang gugur berupa daun dan ranting). Biomassa tanaman digunakan sebagai dasar untuk menduga karbon atas permukaan. Biomassa kelapa sawit diperoleh sesuai dengan tahun tanamnya. Biomassa merupakan bahan organik hasil dari proses fotosintesa yang dinyatakan dalam satuan bobot kering. Biomassa berkaitan erat dengan proses fotosintesis, dimana biomassa bertambah karena tumbuhan menyerap CO2 dari udara dan mengubahnya menjadi senyawa organik dalam proses fotosintesis, dan hasil fotosintesis digunakan oleh tumbuhan untuk melakukan pertumbuhan ke arah horisontal dan vertikal. Karbon atas permukaaan dapat diduga jika biomassa telah diketahui. Pada penelitian ini karbon atas permukaan terbagi menjadi karbon biomassa kelapa sawit dan semak. Pengukuran karbon biomassa nekromassa tidak dilakukan karena pada lahan gambut kebun Meranti Paham sudah ada sejak tahun 1987 sehingga nekromassa sudah dianggap terlapuk menjadi gambut.

4.1.1. Karbon Biomassa Kelapa Sawit

Biomassa tanaman digunakan sebagai dasar untuk menduga karbon atas permukaan. Teknik untuk mengukur biomassa bisa dilakukan dengan menggunakan metode destruktif. Pendugaan karbon biomassa kelapa sawit dengan metode destruktif dilakukan dengan cara menebang dan menimbang bagian-bagian pohon kelapa sawit. Bagian pohon kelapa sawit yang diambil untuk penelitian sebelumnya yaitu terdiri dari biomassa batang, pelepah dan daun.

Tabel 6 merupakan pengukuran biomassa kelapa sawit yang dilakukan pada penelitian Yulianti (2009). Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin tua umur tanam kelapa sawit maka biomassanya akan semakin meningkat, tetapi


(34)

pada umur tertentu tidak akan terjadi peningkatan biomassa bahkan cenderung terjadi penurunan.

Penanaman di kebun kelapa sawit Meranti Paham PT Perkebunan Nusantara IV dilakukan dengan menggunakan jarak 8 m x 9 m dan/atau 9 m x 9 m dengan kerapatan maksimum 130 pohon/ha. Penetapan jarak tanam disesuaikan dengan tingkat kesuburan lahan yang berkaitan dengan ketebalan gambut, tingkat kematangan, tata air dan teknik pengelolaannya. Apabila ada tanaman yang mati atau mengalami gangguan hama dan penyakit maka dilakukan penyisipan dengan tanaman baru. Berdasarkan jumlah kerapatan kelapa sawit maksimal tersebut, maka dihitung biomassa dari masing-masing umur tanam untuk setiap hektar. Tabel 5 menunjukkan biomassa kering pada berbagai umur tanaman yang berbeda.

Pada Tabel 5 ditunjukkan hasil perhitungan biomassa kelapa sawit dengan menggunakan metode destruktif. Metode ini dilakukan untuk mengetahui kandungan biomassa yang terdapat pada kelapa sawit. Angka pada kolom tahun tanam tanaman di Tabel 5 merupakan tahun tanam dari kelapa sawit tersebut sedangkan huruf menyatakan blok tanaman. Misalnya 90R menyatakan bahwa tanaman kelapa sawit tersebut ditanam pada tahun 1990 dan terdapat pada blok R. Contoh pohon kelapa sawit yang digunakan untuk metode destruktif dapat dilihat pada Gambar Lampiran 1 sampai 5.

Pengukuran dilakukan pada berbagai umur tanam dan umumnya menggunakan 5 contoh tanaman pada setiap umurnya sehingga didapat rataan nya. Data pada Tabel 5 dan 6 merupakan data dari penelitian sebelumnya (Yulianti, 2009). Biomassa umur tanaman 21 tahun, diasumsikan sama dengan umur tanam 19 tahun. Begitu juga dengan umur tanaman 12 tahun disamakan dengan umur tanam 11 tahun. Hal ini dilakukan karena keterbatasan data tanaman untuk umur tanaman 21 dan 12.

Pada umur kelapa sawit 20 dan 18 tahun berat kering biomassanya lebih kecil daripada umur kelapa sawit 17 tahun. Meskipun demikian secara umum dapat disimpulkan berat biomassa kering semakin bertambah seiring dengan bertambahnya umur dari kelapa sawit dan pertumbuhannya akan terhenti pada suatu usia tertentu.


(35)

Tabel 5. Biomassa Bagian-Bagian Contoh Tanaman Kelapa Sawit pada Berbagai Umur Tanam di Kebun Meranti Paham Tahun 2009

No Tahun Tanam Tanaman Umur Tanaman Biomassa kering(kg)

Batang Pelepah Daun Total

1 90R 1 19 171,49 21,4 19,4

207,93

2 90R 2 19 207,24 61,71 24,78

3 90R 3 19 171,69 28,36 25,11

4 90R 4 19 98,02 23,26 30,84

5 90R 5 19 97,02 29,53 29,83

Rataan 149,09 32,85 25,99

6 91Z 1 17 187,92 40,7 33,28

229,80

7 91Z 2 17 129,99 17,97 28,46

8 91Z 3 17 223,72 28,08 24,77

9 91Z 4 17 175,38 18,15 18,24

10 91Z 5 17 160,55 32,69 29,12

Rataan 175,51 27,52 26,77

11 95C 1 13 121,57 23,80 15,93

117,20

12 95C 2 13 14,08 23,01 24,4

13 95C 3 13 116,31 39,23 19,6

14 95C 4 13 133,28 37,54 35,49

15 95C 5 13 232,71 29,79 19,22

Rataan 123,59 30,68 22,93

16 97D 1 11 176,41 33,55 44,88

185,37

17 97D 2 11 191,01 32,32 29,21

18 97D 3 11 55,62 26,73 34,85

19 97D 4 11 59,99 33,41 23,49

Rataan 120,76 31,50 33,11

20 99K 1 9 74,70 47,21 30,68

169,92

21 99K 2 9 85,98 52,77 33,37

22 99K 3 9 79,76 46,01 30,49

23 99K 4 9 88,36 47,36 30,54

24 99K 5 9 124,1 39,22 39,09

Rataan 90,58 46,51 32,83

Sumber : Yulianti (2009)

Data Tabel 5 dan 6 menunjukkan bahwa bagian batang mempunyai nilai terbesar karena batang merupakan bagian berkayu dan tempat penyimpanan cadangan hasil fotosintesis untuk pertumbuhan. Batang pada umur tanam 17 tahun memiliki biomassa yang paling berat diantara umur-umur lainnya yaitu 175,51 kg/pohon, sedangkan berat biomassa batang yang terkecil terdapat pada tanaman umur 9 tahun yaitu 90,58 kg/pohon.


(36)

Tabel 6. Biomassa Bagian-Bagian Kelapa Sawit Pada Berbagai Umur Tanam di Kebun Meranti Paham Tahun 2009

Umur Tanam (tahun)

Biomassa Kering (kg/pohon)

Batang Pelepah Daun Total

21 149,09 32,85 25,99 207,93

19 149,09 32,85 25,99 207,93

17 175,51 27,52 26,77 229,80

13 123,59 30,68 22,93 177,20

12 120,76 31,50 33,11 185,37

11 120,76 31,50 33,11 185,37

9 90,58 46,51 32,83 169,92

Sumber: Yulianti (2009)

Berbeda dengan batang, tanaman umur 9 tahun memiliki berat pelepah yang paling besar dibandingkan dengan tanaman lainnya yaitu 46,51 kg/pohon dan yang paling kecil pada umur 17 tahun yaitu 27,52 kg/pohon.

Daun memiliki biomassa kering yang terkecil dibandingkan dengan biomassa batang dan pelepah. Tanaman dengan umur tanam 11 tahun memiliki biomassa daun yang terbesar yaitu 33,11 kg/pohon dan yang terkecil yaitu umur 18 dan 20 tahun sebesar 25,99 kg/pohon. Secara keseluruhan total biomassa kering yang terbesar yaitu tanaman dengan umur tanam 17 tahun sebesar 229,80 kg/pohon dan yang terkecil umur 9 tahun sebesar 169,92 kg/pohon.

Pengembalian biomassa dan C biomassa dalam bentuk pelepah dan daun yang terbesar adalah pada kelapa sawit yang berumur paling tua yaitu 18 tahun, sedangkan yang terendah adalah pada umur tanam 9 tahun. Semakin tua umur tanam maka pengembalian biomassa dan C biomassanya juga semakin besar. Nilai ini dihitung dengan asumsi bahwa banyaknya tindakan pemotongan pelepah dan daun adalah sama setiap tahunnya. Biomassa yang dikembalikan ini akan menjadi akumulasi bahan organik tanah meskipun tidak akan mampu menggantikan bahan gambut yang telah hilang.

Umumnya pada agroekosistem kelapa sawit dilakukan pemotongan pelepah dan daun (penunasan) atau diistilahkan prunning secara periodik agar tidak mengganggu produktivitas tandan buah. Kegiatan ini dilakukan setiap 6 bulan sekali dengan rata-rata jumlah yang dipotong sekitar 2 sampai 3 pelepah dan daun. Meskipun demikian, pemotongan dapat juga dilakukan pada saat panen jika memang diperlukan (PPKS 4 Pebruari 2009, komunikasi pribadi). Hasil


(37)

pemotongan sebagian besar hanya ditumpuk pada sekitar pohon kelapa sawit sampai melapuk sehingga berpotensi sebagai sumber pengembalian biomassa ke dalam tanah. Semakin banyak tanaman yang dikembalikan, maka semakin banyak cadangan C baik bagi kelapa sawit maupun bagi tanah gambut (Yulianti, 2009)

Pada penelitian Yulianti (2009), perhitungan biomassa tidak menggunakan data prunning dan tandan kosong . Untuk itu penelitian kali ini dilakukan dengan memasukkan data prunning dan data tandan kosong agar cadangan karbon yang terdapat pada kelapa sawit dapat dihitung dengan lebih teliti. Kerapatan kelapa sawit diasumsikan 130 pohon/ha. Biomassa bagian - bagian kelapa sawit pada berbagai umur tanam diistilahkan dengan pokok destruktif (lihat Tabel 6).

Tanaman dengan umur 21 tahun memiliki berat biomassa prunning paling besar yaitu 185,38 kg/pohon dan yang terkecil yaitu umur 9 tahun yaitu 42,54 kg/pohon. Secara umum prunning yang dihasilkan oleh kelapa sawit meningkat seiring dengan kenaikan usia tanaman.

Hal ini seharusnya berlaku juga dengan produksi buah dimana semakin tua tanaman maka tandan kosong yang dihasilkan akan semakin banyak hingga tanaman tersebut mencapai puncak perkembangan pada umur tertentu. Pada Tabel 7 data tandan kosong yang didapat cendrung meningkat setiap pertambahan umur tanam. Data tersebut menandakan bahwa tanaman dengan umur 21 tahun masih produktif. Secara umum tanaman kelapa sawit mencapai masa produktif hingga mencapai umur 25 tahun dan setelah itu produksi tanaman akan semakin menurun seiring dengan bertambahnya umur. Buah yang dihasilkan tidak dapat menutupi biaya produksinya sehingga harus di-replanting.

Total keseluruhan data biomassa pada dasarnya akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur dan pada suatu umur tertentu cenderung tidak mengalami perubahan lagi (konstan). Total biomassa yang terbesar pada Tabel 7 yaitu pada umur 21 tahun dan yang terkecil pada umur 9 tahun. Secara umum dapat dilihat bahwa total biomassa semakin meningkat seiring dengan peningkatan usia. Berarti cadangan C biomassa akan bertambah seiring dengan bertambahnya umur kelapa sawit tetapi pada umur tertentu cadangan C biomassa mulai mencapai kondisi yang cenderung tidak lagi mengalami perubahan. Namun pola ini masih berupa pendugaan sementara karena data ini belum mencakup


(38)

umur tanam antar 3 sampai 8 tahun dan umur tanam yang diatas 21 tahun karena dikebun Meranti Paham tidak ada tanaman kelapa sawit dibawah umur 8 tahun. Pengelompokan tanaman kelapa sawit pada kebun ini berdasarkan atas tahun tanam.

Tabel 7. Biomassa Kelapa Sawit pada Berbagai Umur Tanam Kebun Meranti Paham Tahun 2009

Umur Tanaman

(tahun)

Biomassa Kering (kg/pohon) *Biomassa

Total (ton/ ha) Luas Lahan (ha) *Total C Biomassa (ton) Pokok

Destruktif Prunning

Tandan

Kosong Total

21 207,93 185,38 422,62 815,93 106,07 300 18.501

19 207,93 134,86 304,56 647,35 84,16 649 31.754

17 229,80 114,99 297,15 641,94 83,45 213 10.344

13 177,20 92,23 182,98 452,41 58,81 538 18.397

12 185,37 85,61 188,10 459,08 59,68 459 15.926

11 185,37 65,89 148,29 399,55 51,94 333 10.056

9 169,92 42,54 107,21 319,67 41,56 709 17.130

Total 485,67 3201 122.108

Sumber : Yulianti (2009) dan Analisis Data Sekunder

*(Total C Biomassa (ton) = (Biomassa Total (ton/ha)x Luas Lahan (ha) x Kadar C-Organik (58%))

Luas lahan pada Tabel 7 jika dijumlahkan tidak mencapai total luas kebun Meranti Paham dimana luas total kebun Meranti Paham yaitu 4.811 ha. Luas lahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu 3.201 ha. Hal ini disebabkan keterbatasan pada tanaman sawit yang berumur diatas 21 tahun.

Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa cadangan karbon yang terbesar terdapat pada umur tanaman 19 tahun yaitu 31.754 ton dan yang terendah pada umur tanaman 11 tahun yaitu 10.056 ton. Hal ini disebabkan tanaman umur 18 tahun memiliki sebaran lahan paling luas yaitu seluas 649 ha sedangkan tanaman umur 11 tahun memiliki luas lahan yang kecil yaitu 333 ha. Total biomassa karbon kelapa sawit yaitu 122.108 ton dengan luas kebun 3.201 ha.

4.1.2. Karbon Biomassa Tanaman Bawah/Semak

Jenis tanaman bawah/semak yang terdapat di Kebun Meranti Paham sangat beragam. Untuk menduga karbon tersimpan pada tanaman bawah/semak,


(39)

dilakukan dengan mengambil contoh tanaman bawah/semak beberapa plot dengan luasan masing-masing 1m x 1m pada umur tanam 9 dan 11 tahun. Contoh tanaman yang diambil dipisah menurut jenisnya.

Tabel 8. Karbon Biomassa Tanaman Bawah Kebun Meranti Paham Tahun 2009

Jenis Tanaman BKM(g) %C

Karbon Biomassa semak/jenis

(g/m2)

Karbon Biomassa Semak/jenis

(kg/ha) Plot 1

Ageratum conyzoides 50,79 41,26 20,96 209,56

Paspalum conjugatum 6,15 47,89 2,95 29,45

Nephrolepis biserata 86,97 40,83 35,51 355,10

Cyperus rotundus 2,24 45,79 1,03 10,26

Panicum repens 4,43 40,23 1,78 17,82

Total %C semak 622,19

Plot 2

Nephrolepis biserata 71,45 44,84 32,04 320,38

Ageratum conyzoides 26,83 42,19 11,32 113,20

Panicum repens 5,14 44,91 2,31 23,08

Total %C semak 456,66

Keterangan: BKM = Berat Kering Mutlak

Pada plot 1, tanaman Nephrolepis biserata memiliki berat kering mutlak yang terbesar yaitu 86,97g dibandingkan dengan yang lainnya karena tanaman

Nephrolepis biserata banyak terdapat di Kebun tersebut, sedangkan yang terkecil yaitu tanaman Cyperus rotundus sebesar 4,43g karena tanaman tersebut tidak banyak terdapat di Kebun Meranti Paham. Pada plot 2 tanaman Nephrolepis biserata memiliki berat kering mutlak yang paling besar. Data kadar C pada Tabel 9 relatif konstan, tidak terdapat selisih yang begitu besar dari semua jenis tanaman.

Tanaman Nephrolepis biserata pada plot 1 dan 2 memiliki berat kering mutlak yang terbesar dibandingkan dengan tanaman bawah/semak lainnya. Diasumsikan bahwa kondisi tanaman bawah/semak pada kebun Meranti Paham sama. Tanaman Nephrolepis biserata banyak tumbuh di daerah tersebut sehingga memiliki karbon biomassa yang lebih besar pula.


(40)

Pendugaan total karbon biomassa perluas kebun, kadar biomassa plot 1 dan 2 diambil rata-ratanya dan dikalikan dengan luas kebun Meranti Paham seluas 4.811 ha sehingga didapat total karbon biomassa perluas kebun sebesar

2.595 ton. Semakin besar berat kering dan kadar C-organiknya maka cadangan karbon biomassa pada tanaman bawah/semak akan semakin besar.

4.2. Total Cadangan Karbon Atas Permukaan Kebun Meranti Paham

Total karbon biomassa atas permukaan di Kebun Meranti Paham merupakan penjumlahan dari total karbon biomassa kelapa sawit dan tanaman bawah/semak. Total cadangan karbon biomassa kelapa sawit dan tanaman bawah/semak dapat dilihat pada Tabel 9. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa total karbon biomassa atas permukaan pada Kebun Meranti Paham adalah 124.703 ton.

Tabel 9. Total Cadangan Karbon Biomassa Atas Permukaan Kebun Meranti Paham Tahun 2009

Jenis Karbon Biomassa Atas Permukaan Nilai Karbon Biomassa (ton)

Kelapa Sawit 122.108

Tanaman Bawah Semak 2.595

Total 124.703

4.3. Karbon Tersimpan dalam Gambut

Pengukuran karbon biomassa bawah permukaan meliputi semua bahan organik yang terdapat didalam tanah gambut termasuk nekromassa. Pada penelitian ini nekromassa diasumsikan telah habis terdekomposisi menjadi tanah gambut karena pembukaan lahan menjadi perkebunan kelapa sawit telah dilakukan puluhan tahun yang lalu. Untuk pengukuran karbon tersimpan di dalam tanah gambut diperlukan data berat volume, kandungan karbon, ketebalan dan luas lahan gambut. Beberapa parameter diamati dalam penentuan karbon tersimpan dalam gambut adalah:


(41)

b. Kandungan karbon [% berat] c. Tingkat kematangan gambut d. Ketebalan dan luas lahan gambut

4.3.1. Bobot Isi Gambut

Bobot isi merupakan salah satu sifat fisik yang penting untuk diketahui dalam pendugaan cadangan karbon. Penelitian terdahulu menyatakan bahwa bobot isi gambut sangat rendah (Andriesse, 1988; Driessen and Rochimah, 1976

dalam Andriesse, 1988; Sumawinata dan Mulyanto, 2004 dalam Sabiham, 2006). Kecilnya bobot isi gambut mengakibatkan daya tumpu menjadi rendah, sehingga akar tanaman tidak mampu bertumpu dengan kokoh. Bobot isi tanah gambut beragam antara 0,01-0,20 gr/cm3, tergantung pada kematangan bahan organik penyusunnya (Noor, 2001). Bobot isi sangat berpengaruh terhadap cadangan karbon. Jika dilihat dari persamaan perhitungan karbon tersimpan maka semakin besar bobot isi maka semakin besar pula jumlah cadangan karbon tersimpan karena bobot isi berbanding lurus dengan jumlah cadangan karbon.

Berdasarkan hasil pengukuran contoh tanah tidak terganggu pada titik-titik pewakil diperoleh bahwa nilai bobot isi tanah gambut berkisar antara 0,10-0,16 gr/cm3. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa bobot isi (bulk density) tanah gambut jauh sangat rendah dibandingkan dengan tanah mineral pada umumnya. Data bobot isi yang telah didapat disajikan pada Tabel 10.

Umumnya berat gambut pada paralon relatif sama (beda berat tidak terlalu besar) berkisar antara 4,3 – 5,2 kg. Begitu juga dengan data kadar air, umumnya relatif stabil atau tidak terdapat selisih yang terlalu besar kecuali pada umur tanam 20 tahun (80Z), karena pada lokasi tersebut kematangan gambutnya homogen. Semakin besar kadar air maka bobot isi semakin kecil. Ini dapat dilihat pada umur tanam 20 tahun (88Z) yang memiliki kadar air terbesar dan memilki bobot isi terkecil. Tidak hanya kadar air, berat gambut dan volume gambut juga berpengaruh terhadap bobot isi, dimana jika berat gambut semakin besar maka bobot isi akan semakin besar pula dan berlaku sebaliknya pada volume paralon.

Tabel 10. Bobot Isi Tanah Gambut Kematangan Hemik pada Berbagai Tahun Tanam di Kebun Meranti Paham Tahun 2009


(42)

No Tahun Tanam

Umur Tanaman

Berat Gambut

Paralon (Kg) Kadar Air

Volume Paralon (cm3)

Bobot Isi (gr/cm3)

1 86N 22 4,9 5,06 4.059,39 0,12

2 86O 22 5,0 4,85 4.059,39 0,13

3 88Y 20 4,4 4,01 4.059,39 0,13

4 88Z 20 5,2 6,91 4.019,20 0,10

5 90A 18 4,4 4,62 4.019,20 0,14

6 90T 18 5,0 4,28 4.079,48 0,16

7 95C 13 4,3 4,44 4.019,20 0,15

8 95L 13 4,9 4,40 4.039,29 0,16

9 97D1 11 4,9 4,84 4.019,20 0,12

10 97D2 11 4,9 4,93 4.019,20 0,12

11 99A 9 4,5 4,44 4.019,20 0,16

12 99C 9 4,8 4,94 4.019,20 0,14

Perhitungan kadar karbon biomassa pada penelitian ini menggunakan data bobot isi terbesar (maksimum), terkecil (minimum) dan rata-rata. Bobot isi pada kematangan fibrik juga menggunakan data bobot isi terbesar (maksimum), terkecil (minimum) dan rata-rata. Data bobot isi pada kematangan hemik menggunakan data dari penelitian sebelumnya (Yulianti 2009). Ini dilakukan agar hasil perhitungan dapat menggambarkan fluktuasi akibat faktor ketidakpastian. Nilai dari bobot isi tersebut dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Bobot Isi untuk Perhitungan Cadangan Karbon di Kebun Meranti Paham Tahun 2009

Jenis Bobot isi Nilai Bobot Isi Hemik

(g/cm3)

Nilai Bobot Isi Fibrik (g/cm3)

Bobot Isi Terbesar 0,16 0,12

Bobot Isi Rata-rata 0,14 0,11

Bobot Isi Terendah 0,10 0,11

4.3.2. Kandungan Karbon Gambut

Pada ekosistem tanah gambut tropika terjadi siklus karbon. Sisa tanaman yang mati akan terdekomposisi kembali ke dalam sistem tanah menjadi sumber hara dan sebagian akan teremisi ke atmosfer dalam bentuk CO2. Kemampuan gambut yang besar dalam pemendaman karbon akan sangat efektif untuk


(43)

mengatasi laju emisi karbon. Kandungan karbon gambut ditentukan dengan menggunakan metode pengabuan kering (lost in ignition) dan Walkley and Black. Untuk analisis kadar C-organik diperoleh nilai kandungan C-organik antara 30,28-55,33%. Data kadar C-organik tanah gambut di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Kadar Karbon Pada Kematangan Hemik Berbagai Contoh Tanah di Kebun Meranti Paham Tahun 2009

No Kode Blok Tanah Umur Tanam Kadar C (%)

1 86 O 22 41,61

2 86 N 22 50,39

3 88 Y 20 46,59

4 88 Z 20 45,76

5 90 A 18 47,19

6 90 T 18 48,57

7 95 C 13 39,81

8 95 L 13 48,43

9 97 Da 11 35,14

10 97 Db 11 30,28

11 99 C 9 55,33

12 90 A 9 49,32

Kadar C-organik yang terbesar terdapat pada kelapa sawit tahun tanam 1999 blok C atau umur tanaman 9 tahun yaitu sebesar 55,33% sedangkan yang terkecil terdapat pada tahun tanam 1997 blok D atau umur tanaman 11 tahun yaitu sebesar 30,28%. Besarnya kadar karbon disebabkan tanah gambut pada lokasi tersebut memiliki kematangan gambut yang homogen yaitu memiliki kandungan kayu (bahan dasar) yang relatif lebih sedikit atau telah terdekomposisi lebih lanjut, selain itu besarnya kadar karbon disebabkan tanah gambut pada lokasi tersebut karena memiliki ketebalan yang cukup dalam.

Kedalaman gambut pada tahun tanam 99C, rata-rata mencapai 788 cm. Dengan kedalaman tersebut dapat dikatakan bahwa pada areal tahun tanam 99C, termasuk gambut dalam, sedangkan tanah gambut pada umur tanam 97Db memiliki rata-rata kedalaman 85 cm. Dangkalnya kedalaman gambut pada lokasi tersebut karena lokasi tersebut merupakan perbatasan antara tanah mineral dan


(44)

tanah gambut. Sesuai dengan pernyataan Suhardjo dan Widjaja Adhi (1976 dalam

Noor, 2001) menyatakan bahwa kandungan C-organik gambut meningkat setiap peningkatan ketebalan. Pada gambut yang sangat dalam (>3 m) mengandung C organik sebesar 54.11 %, sedangkan gambut dangkal (0.5–1 m) mengandung C organik sebesar 49.80 %.

Kadar C yang digunakan untuk mengukur kadar karbon yang tersimpan yaitu kadar karbon terbesar, kadar karbon rata-rata dan kadar karbon terendah. Sama halnya dengan bobot isi, kadar karbon pada kematangan fibrik juga menggunakan data penelitian sebelumnya (Yulianti 2009). Kadar karbon tersebut digunakan karena adanya faktor ketidakpastian. Nilai-nilai karbon tersebut dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Kadar Karbon untuk Perhitungan Cadangan Karbon Bawah Permukaan di Kebun Meranti Paham Tahun 2009

Jenis Kadar Karbon Nilai Kadar Karbon

Hemik (%)

Nilai Kadar Karbon Fibrik (%)

Kadar Karbon Terbesar 55,33 57,25

Kadar Karbon Rata-rata 44,87 54,40

Kadar Karbon Terendah 30,28 48,84

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perhitungan terhadap cadangan karbon, yaitu bobot isi, ketebalan gambut, luas lahan gambut, dan kadar karbon. Seperti halnya dengan faktor-faktor lainnya, kadar karbon juga mempunyai hubungan berbanding lurus terhadap cadangan karbon, yaitu semakin besar kadar karbon, maka cadangan karbon yang terdapat pada tanah tersebut akan semakin besar pula.

4.3.3. Kematangan Gambut

Pengamatan kematangan gambut berguna untuk menaksir kesuburan dan kandungan C-organik gambut. Gambut yang lebih matang biasanya lebih subur, walaupun banyak faktor lain yang menentukan kesuburan gambut, misalnya campuran liat dan abu. Menurut Soil Survey Staff (1998 dalam Agus dan Subiksa,


(45)

2008) pengamatan kematangan gambut dapat dilakukan di lapangan atau di laboratorium berdasarkan kadar seratnya.

Pada penelitian ini, tingkat kematangan gambut saprik tidak ada karena lahan gambut yang terdapat di Kebun Meranti Paham belum terlapuk lebih lanjut. Jadi kematangan gambut yang digunakan yaitu kematangan gambut fibrik dan kematangan gambut hemik. Kematangan fibrik pada umumnya lebih tebal dibandingkan dengan kematangan hemik dan biasanya terletak di bawah kematangan gambut.

4.3.4. Ketebalan Gambut

Pengukuran ketebalan gambut yang dilakukan disepanjang grid-grid pada blok tanam kelapa sawit akan menghasilkan titik-titik pengukuran (Gambar 4). Titik-titik pengukuran dapat dilihat pada Tabel Lampiran 1. Ketebalan gambut sangat mempengaruhi cadangan karbon yang terdapat pada tanah gambut.

Kematangan gambut hemik terletak di atas kematangan gambut fibrik. Ini dikarenakan kematangan hemik telah mengalami pelapukan yang lebih lanjut jika dibandingkan dengan fibrik. Pada umumnya ketebalan hemik jauh lebih kecil daripada fibrik. Di kebun Meranti Paham, kematangan hemik memiliki ketebalan rata-rata sekitar 62 cm sedangkan ketebalan fibrik rata-rata sekitar 423 cm. Karena ketebalan gambut memiliki hubungan lurus dengan cadangan C maka ketebalan hemik memiliki cadangan C yang lebih kecil dibandingkan dengan ketebalan fibrik.

Data permukaan ketebalan gambut dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6. Pada Gambar 5 menyajikan data permukaan ketebalan gambut hemik dengan ketebalan berkisar antara 20 – 109 cm sedangkan Gambar 6 menyajikan data permukaan ketebalan fibrik dengan ketebalan berkisar antara 109 – 856 cm. Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa terjadi degradasi warna, artinya lokasi yang memiliki warna yang lebih gelap memiliki ketebalan gambut yang lebih dalam dibandingkan dengan yang memilki warna yang lebih terang.

Kebun Meranti Paham memiliki luas total sekitar 4.811 ha dengan luas tanah gambut sekitar 3.256 ha dan tanah mineral sekitar 1.555 ha. Pendugaan cadangan karbon biomassa hanya dilakukan pada tanah gambut. Untuk


(46)

mengetahui luas lahan gambut dapat dilakukan dengan melihat batas-batas tanah gambut tersebut dengan tanah mineral.

Gambar 5. Data Permukaan Ketebalan Gambut Hemik di Kebun Meranti Paham Tahun 2009.

Gambar 5 merupakan data permukaan ketebalan gambut hemik. Warna hijau pada gambar merupakan areal tanah gambut dan merupakan batas tanah gambut dengan tanah mineral. Tanah gambut pada Kebun Meranti Paham, PT Perkebunan Nusantara IV dihubungkan pada titik-titik pengamatan sedangkan yang lainnya merupakan tanah mineral. Semakin tebal warna yang terdapat pada Gambar 5 maka kedalaman hemiknya akan semakin dalam dan begitu juga

KETERANGAN

20 cm

109 cm


(47)

sebaliknya. Kedalaman hemik maksimal yaitu 109 cm sedangkan yang terdangkal yaitu 20 cm.

Gambar 6. Data Permukaan Ketebalan Gambut Fibrik di Kebun Meranti Paham, Tahun 2009.

Batas-batas pada kematangan gambut fibrik (Gambar 6) sama dengan ketebalan fibrik (Gambar 5). Ketebalan fibrik pada umumnya lebih dalam dengan rata-rata kedalaman 423 cm jika dibandingkan dengan ketabalan hemik yang hanya memiliki kedalaman rata-rata 62 cm. Ketebalan fibrik maksimum yang terdapat di Kebun Meranti Paham yaitu 856 cm dan yang terkecil 109 cm.

KETERANGAN

109 cm

856 cm


(48)

4.4. Karbon Tersimpan Bawah Permukaan Kebun Meranti Paham

Untuk menduga kadar karbon biomassa bawah permukaan diperlukan bobot isi, kadar karbon dan volume gambut. Hasil interpolasi titik kedalaman gambut pada setiap kematangan dengan resolusi 30 m x 30 m didapatkan data volume gambut. Untuk mendapatkan karbon tersimpan dilakukan dengan mengalikan antara volume gambut, bobot isi dan kadar karbon. Hasil perhitungan kadar karbon tersimpan bawah permukaan dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Karbon Tersimpan Bawah Permukaan Kebun Meranti Paham Tahun 2009

Ketebalan C – organic (%) Bobot isi (g/cm

3

) Karbon Tersimpan (ton)

Min Max Rata Min Max Rata Min Max Rata

Hemik 30,28 55,33 44,87 0,11 0,16 0,14 673.536 1.790.166 1.270.272

Fibrik 48,84 57,25 54,40 0,11 0,12 0,11 7.769.084 9.928.680 8.648.212

Total 7.442.620 11.718.846 9.918.484

Sumber : Yulianti (2009) dan Data Primer

Ket : *Berdasarkan analisis spasial data ketebalan gambut dengan resolusi 30m x 30m Berdasarkan pada Tabel 14 diperoleh perkiraan karbon tersimpan dalam tanah gambut kebun Meranti Paham untuk kematangan hemik berkisar pada 673.536 - 1.790.166 ton dengan rata-rata 1.270.272,49 ton, sedangkan untuk kematangan fibrik berkisar pada 7.769.084 - 9.928.680 ton dengan rata-rata 8.648.212 ton. Dengan demikian, total karbon tersimpan bawah permukaan berkisar pada 7.442.620 - 11.718.846 ton dengan rata-rata 9.918.484 ton (Tabel 15). Karbon tersimpan pada tanah gambut dengan kematangan fibrik lebih tinggi daripada kematangan hemik karena gambut kematangan fibrik jauh lebih tebal daripada kematangan hemik.

4.5. Cadangan Karbon Tersimpan Kawasan

Total cadangan karbon pada ekosistem teresterial (daratan) terbagi menjadi karbon diatas permukaan dan karbon di bawah permukaan atau dalam tanah. Pendugaan total karbon tersimpan kawasan diperoleh dengan menjumlahkan total karbon biomassa tersimpan atas permukaan dan karbon tersimpan bawah permukaan. Total cadangan karbon di Kebun Meranti Paham PT Perkebunan


(49)

Nusantara IV sebesar 10.409.836 ton. Perhitungan cadangan karbon Kebun Meranti Paham ditabulasikan pada Tabel 15.

Tabel 15. Cadangan Karbon Kebun Meranti Paham Tahun 2009

Jenis Cadangan Karbon Nilai Cadangan Karbon (ton)

Cadangan Karbon Atas Permukaan 124.703

Cadangan Karbon Bawah Permukaan 9.918.484

Total 10.042.187

Berdasarkan Tabel 15, maka cadangan karbon pada kebun Meranti Paham setelah dikonversi yaitu sekitar 3.190 ton/ha. Menurut Agus dan Subiksa (2008) cadangan karbon atas permukaan pada hutan gambut berkisar pada 150-200 ton/ha sedangkan cadangan karbon bawah permukaan berkisar pada 300-6.000 ton/ha. Hasil ini menunjukkan bahwa cadangan karbon kebun Meranti Paham masih cukup besar.

Setelah diketahui total karbonnya maka langkah selanjutnya yaitu menentukan langkah konservasi yang tepat agar cadangan karbon tetap terjaga dan agar tanah atau lahan gambut dapat dijaga kelestariannya. Salah satu langkah konservasi yang dapat dilakukan yaitu pengaturan tinggi muka air tanah (saluran drainase) karena tinggi muka air tanah sangat mempengaruhi penurunan permukaan tanah gambut (subsiden).


(50)

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Kebun Meranti Paham memiliki luas total 4.811 ha dengan luas tanah gambutnya sekitar 3.256 ha dan luas tanah mineral sekitar 1.555 ha. Total karbon biomassa kelapa sawit Kebun Meranti Paham yang merupakan penjumlahan dari karbon biomassa bagian-bagian kelapa sawit adalah sebesar 122.108 ton sedangkan karbon biomassa tanaman bawah/semak sebesar 2.595 ton. Jumlah karbon biomassa atas permukaan yang masih tersimpan meliputi penjumlahan antara karbon biomassa kelapa sawit dan tanaman bawah/semak sebesar 124.703 ton.

Bobot isi yang didapat pada penelitian ini berkisar antara 0,10 - 0,16 g/cm3 pada kematangan hemik sedangkan pada kematangan fibrik berkisar antara 0,11 -0,12 g/cm3. Kadar karbon yang didapat pada kematangan hemik berkisar antara 30,28 - 55,33% sedangkan pada kematangan fibrik berkisar antara 48,84 – 57,25%. Ketebalan hemik rata-rata 60 cm dan ketebalan fibrik rata-rata 420 cm. Karbon tersimpan bawah permukaan sebesar 10.348.872 ton. Total cadangan karbon di lahan gambut kebun Meranti Paham, PT Perkebunan Nusantara IV adalah sebesar 10.042.187 ton.

5.2. Saran

1. Konversi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit harus memperhatikan aspek-aspek lingkungan, jika dikelola dengan baik dan benar lahan gambut bisa mendatangkan keuntungan ekonomi dan sekaligus mempertahankan karbon yang tersimpan. Jika tidak dikelola dengan baik maka dapat menyebabkan hilangnya karbon yang cukup besar dan diperlukan usaha dan waktu yang lama untuk mengembalikan karbon tersebut.

2. Salah satu langkah konservasi yang dapat dilakukan yaitu pengaturan tinggi muka air tanah (saluran drainase) karena tinggi muka air tanah sangat mempengaruhi penurunan permukaan tanah gambut (subsiden). Pengaturan tinggi muka air dapat dilakukan dengan membuat pintu air pada saluran drainase sehingga ketinggian muka air dapat diatur.


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Agus, F. dan I.G. M. Subiksa. 2008. Lahan Gambut: Potensi untuk Pertanian dan AspekLingkungan. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestr Centre (ICRAF), Bogor, Indonesia

Andriesse, J.P.1988. Ekologi dan Pengelolaan Tanah Gambut Tropika

(Terjemahan Istomo dan Firmansyah). Food and Agriculture Organization of The United Nation. Roma. Italia

Barchia, M.F. 2006. Gambut : Agroekosistem dan Transformasi Karbon. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Diemont, W.H. and L.J. Pons. 1991. A preliminary note on peat formation and gleying in Mahakam inland floodplain, East kalimantan, Indonesia. Proc. International Symposium on Tropical Peatland. 6-10 May 1991, Kuching, Serawak, Malaysia.

Driessen, P.M., dan H. Suhardjo. 1976. On the defective grain formation of sawah rice on peat. Soil Res. Inst. Bull. 3: 20 – 44. Bogor.

Hairiah, K., S.M. Sitompul, M. Van Noorwijk, and P. Cheryl. 2001. Methods for Sampling Carbon Stocks Above and Below Ground. ASB Lecture Note 4B. Bogor.

Hairiah, K dan S. Rahayu. 2007. Pengukuran Karbon Tersimpan Di Berbagai Macam Penggunaan Lahan. Worl Agroforestry Centre-ICRAF, South East Asia. Bogor.

Halim, A. 1987. Pengaruh pencampuran Tanah Mineral dan Basa dengan Tanah Gambut Pedalaman Kalimantan Tengah dalam Budidaya Tanaman kedelai. Disertasi Fakultas Pascasarjana, IPB. Bogor.

Hardjowigeno, S. 1986. Sumber daya fisik wilayah dan tata guna lahan: Histosol. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Hal. 86-94.

Hartatik, W., K. Idris, S. Sabiham, S. Djuniwati, dan J.S. Adiningsih. 2004. Pengaruh Pemberian Fosfat Alam dan SP-36 pada Tanah gambut yang Diberi Bahan Amelioran Tanah Mineral Terhadap Serapan P dan Efisiensi Pemupukan P. Prosiding Kongres Nasional VIII HITI. Universitas Andalas. Padang.

Joosten, T. A. Sirin, D. Charman, H. Minayeva, M. Silvius, Paris F, and L. Stringer (Eds.). 2007. Assessment on Peatlands, Biodiversity and Climate Change: Main Report. Global Environment Centre, Kuala Lumpur and Wetlands International, Wageningen.


(52)

Klemedtsson, A. K., L. Klemedtsson. 1997. Methane uptake in Swedish forest soil in relation to liming and extra N-deposition. Biol Fertil Soils 25:296-301. Murdiyarso, D., Rosalina U., Hairiah K., dan Muslihat. 2004. Petunjuk Lapang :

Pendugaan Karbon pada Lahan Gambut. Proyek Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia. Wetlands International-Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada. Bogor. Indonesia.

Mutalib, A.Aa, J.S. Lim, M.H. Wong and L. Koonvai. 1991. Characterization, distribution and utilization of peat in Malaysia. Proc. International Symposium on tropical peatland. 6-10 May 1991, Kuching, Serawak, Malaysia

Noor, M. 2001. Pertanian Lahan Gambut Potensi dan Kendala. Kanisius. Yogyakarta.

Nugroho, K., G. Gianinazzi and IPG. Widjaja-Adhi. 1997. Soil hidraulic properties of Indonesian peat. In: Rieley and Page (Eds.). pp. 147-156 In

Biodiversity and Sustainability of Tropical Peat and Peatland. Samara Publishing Ltd. Cardigan. UK.

Sabiham, S. 2007. Potensi dan Pemanfaatan Lahan Gambut Berkelanjutan Untuk Pertanian. Makalah Seminar Nasional Pertanian Lahan Rawa. Kuala Kapuas. 3 - 4 Agustus 2007.

Salampak. 1999. Peningkatan Produktivitas Tanah Gambut yang Disawahkan dengan Pemberian Bahan Amelioran Tanah Mineral Berkadar Besi Tinggi. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Situmorang, A.P. 2010. Pendugaan Karbon Tersimpan dengan Pemodelan Spasial Data Pengukuran Lapang pada Kebun Kelapa Sawit Panai Jaya PTPT IV (Skripsi). IPB. Bogor.

Soil Survey Staff. 1999. Kunci Taksonomi Tanah. Edisi Kedua. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Suhardjo, H and I. P. G. Widjaja-Adhi. 1976. Chemical Characteristics of The Upper 30 cm of Peats Soils from Riau. In. Proc. Peat and Podzolic Soils and Their Potential for Agriculture in Indonesia. Soil Research Institute. Bogor. Bull 3. p. 74-92.

Tie, Y.L. and J.S. Lim. 1991. Characteristics and classification of organic soils in Malaysia. Proc. International Symposium on tropical peatland. 6-10 May 1991, Kuching, Serawak, Malaysia.


(1)

Gambar Lampiran 3. Sampel Kelapa Sawit Umur 13 Tahun

Sumber : Yulianti (2009)


(2)

Sumber : Yulianti (2009)

Tabel Lampiran 1. Titik-Titik Pengukuran Ketebalan Gambut Kebun Meranti Paham Tahun 2009

Blok Tanam Jarak Keterangan Fibrik Hemik

90 G 0 TR 1 657 23

200 TR 1 566 59

400 TR 1 696 55

90 I 600 TR 1 515 60

800 TR 1 555 60

1000 TR 1 625 110

99 A 1200 TR 1 517 53

1400 TR 1 644 56

1600 TR 1 786 39

99 C 1800 TR 1 624 66

2000 TR 1 706 69

2200 TR 1 844 56

91 G 2400 TR 1 424 56


(3)

Tabel Lampiran 1. Lanjutan

Blok Tanam Jarak Keterangan Fibrik Hemik

99 H 2700 TR 1 631 49

2800 TR 1 857 43

2900 TR 1 625 55

99 M 3000 TR 1 650 50

3100 TR 1 560 70

3200 TR 1 470 60

3300 TR 1 609 31

3400 TR 1 601 39

95 F 3500 TR 1 708 57

3600 TR 1 737 53

3700 TR 1 689 76

3800 TR 1 633 65

3900 TR 1 635 87

95 I 4000 TR 1 784 90

4100 TR 1 719 81

4200 TR 1 612 71

4300 TR 1 643 37

95 U 4500 TR 1 643 80

4600 TR 1 633 92

4800 TR 1 582 74

4900 TR 1 616 57

96 E 5100 TR 1 518 37

5200 TR 1 437 33

5400 TR 1 561 69

96 F 5500 TR 1 402 62

5700 TR 1 348 62

96 O 5900 TR 1 408 85

6100 TR 1 385 85

6300 TR 1 355 70

96 P 6500 TR 1 178 82

6700 TR 1 146 79

6900 TR 1 13 83

97 D 7100 TR 1 66 49

7300 TR 1 30 60

7400 TR 1 14 35

97 E 7500 TR 1 0 0

7600 TR 1 0 0

88 Y 0 TR 2 554 46


(4)

Blok Tanam Jarak Keterangan Fibrik Hemik

88 Y 200 TR 2 402 48

300 TR 2 523 57

400 TR 2 459 51

500 TR 2 452 48

88 Z 600 TR 2 493 47

700 TR 2 468 37

900 TR 2 525 62

1100 TR 2 549 51

89 J 1200 TR 2 560 40

1300 TR 2 575 18

1400 TR 2 507 40

89 K 1600 TR 2 492 75

1800 TR 2 541 59

2000 TR 2 533 67

89 L 2200 TR 2 483 60

2400 TR 2 494 81

88 AB 2600 TR 2 551 56

2800 TR 2 579 76

3000 TR 2 511 39

90 L 3100 TR 2 558 42

3200 TR 2 567 43

3400 TR 2 671 29

90 T 3600 TR 2 642 58

3800 TR 2 653 47

4000 TR 2 620 80

90 AA 4200 TR 2 656 44

4400 TR 2 646 54

91 J 4600 TR 2 521 69

4700 TR 2 542 63

4800 TR 2 496 56

4900 TR 2 566 74

5000 TR 2 499 79

91 R 5100 TR 2 572 58

5200 TR 2 516 91

5300 TR 2 479 80

5400 TR 2 538 92

5500 TR 2 479 108

91 Z 5600 TR 2 486 97


(5)

Tabel Lampiran 1. Lanjutan

Blok Tanam Jarak Keterangan Fibrik Hemik

5800 TR 2 512 87

5900 TR 2 531 69

95 C 6100 TR 2 520 75

6300 TR 2 452 83

6500 TR 2 406 81

95 L 6700 T R 2 387 78

6900 TR 2 387 76

95 R 7100 TR 2 358 73

7300 TR 2 385 56

7400 TR 2 355 84

7500 TR 2 392 74

96 B 7600 TR 2 400 92

7700 TR 2 159 108

7800 TR 2 380 96

8000 TR 2 346 94

96 I 8200 TR 2 341 68

8400 TR 2 288 82

96 L 8600 TR 2 266 87

8800 TR 2 253 62

9000 TR 2 193 82

96 S 9200 TR 2 126 51

9300 TR 2 113 44

9400 TR 2 109 54

9500 TR 2 8 34

86 AC 0 TR 3 363 95

100 TR 3 103 80

200 TR 3 147 81

300 TR 3 28 108

400 TR 3 121 87

500 TR 3 98 52

86 AB 600 TR 3 136 58

700 TR 3 206 42

800 TR 3 184 50

1000 TR 3 139 53

86 O 1200 TR 3 127 64

1400 TR 3 186 50

86 N 1600 TR 3 114 75

1800 TR 3 177 53


(6)

Blok Tanam Jarak Keterangan Fibrik Hemik

99 AA 100 TR 4 21 22

200 TR 4 35 28

300 TR 4 18 67

500 TR 4 14 47

99 T 700 TR 4 54 41

900 TR 4 125 22

99 S 1000 TR 4 179 20

99 S 1200 TR 4 96 52

1400 TR 4 237 20

99 P 1600 TR 4 146 33