15 ε
ij
: pengaruh acak pada perlakuan ekstrak teki taraf ke-i dan ulangan ke-j
Pembuatan ekstrak teki
Teki segar sebagai bahan ekstrak diambil dari teki yang ditanam pada kebun percobaan. Teki yang telah dicabut dari lahan dibersihkan dari tanah yang
menempel dan dipisahkan berdasarkan perlakuan bagian teki yaitu bagian tajuk teki ujung hingga pangkal daun, umbi teki termasuk akar dan rhizoma, serta
seluruh bagian teki tajuk dan umbi, tanpa pemisahan. Pembuatan ekstrak teki dilakukan berdasarkan metode pada penelitian Delsi 2012 dengan konsentrasi
1.5 kg L
-1
. Tajuk, umbi, dan seluruh bagian teki segar umur 1, 2, dan 3 bulan setelah tanam masing-masing diambil sebanyak 1.5 kg kemudian ditumbuk dan
dihaluskan menggunakan 1 L aquades. Campuran tersebut dibiarkan selama 24 jam kemudian diperas menggunakan lap kain dan disaring sehingga ampas dan
larutannya terpisah. Penentuan konsentrasi 1.5 kg L
-1
berdasarkan pada hasil penelitian sebelumnya oleh Delsi 2012 dan Chozin et al. 2013, di mana
konsentrasi 1.5 kg L
-1
mampu menekan perkecambahan biji gulma daun lebar mencapai 92.67 dan memberikan daya berkecambah kedelai mencapai 99
pada hari ke lima.
Persiapan media perkecambahan
Cawan petri yang telah diberi alas dengan kertas Whatman digunakan sebagai media perkecambahan. Setiap satuan percobaan terdiri dari tiga cawan
petri yaitu untuk 25 biji kedelai, 25 biji A. gangetica, dan 25 biji B. alata sehingga total terdapat 90 cawan petri.
Persiapan biji
Biji yang diuji perkecambahannya meliputi biji kedelai, biji gulma A. gangetica
, dan B. alata. Biji A. gangetica dan B. alata diperoleh secara langsung dari gulma yang tumbuh di sekitar kebun percobaan Institut Pertanian
Bogor. Biji gulma yang digunakan harus dalam keadaan tidak dorman agar dapat dipastikan bahwa tidak terjadinya perkecambahan karena pengaruh pemberian
ekstrak teki. Menurut Delsi 2012 biji A. gangetica tidak memerlukan pematahan dormansi, sedangkan biji B. alata memerlukan pematahan dormansi dengan
pembenaman dalam tanah kering pada kedalaman 40 cm selama 4 hari. Biji B. alata
yang dibenamkan dalam tanah dibungkus menggunakan kain kasa sehingga biji tidak hilang saat pembenaman.
Sterilisasi biji kedelai dan biji gulma perlu dilakukan sebelum perkecambahan. Biji kedelai dan biji gulma yang telah dicuci dengan air keran
dan aquades, kemudian direndam dalam NaClO 1 selama 10 menit dan dibilas dengan aquades kembali sebanyak tiga kali untuk menghilangkan residu NaClO
pada biji. Biji kedelai dan biji gulma kemudian ditiriskan pada lap kain bersih sebelum disusun pada cawan petri perkecambahan.
16
Aplikasi ekstrak teki pada biji kedelai dan biji gulma
Pemberian ekstrak teki menggunakan mikropipet dilakukan berdasarkan metode Ameena et al. 2013 dengan modifikasi, yaitu pada hari pertama
sebanyak 1.5 mL dan sesudahnya sebanyak 1 mL secara seragam untuk 25 biji, setiap harinya sampai hari ke-14. Seluruh cawan petri percobaan disimpan dalam
germinator cabinet untuk memperoleh kondisi lingkungan yang terkontrol.
Pengamatan
Peubah yang diamati pada percobaan laboratorium ke dua meliputi :
1. Daya berkecambah DB
Daya berkecambah dihitung setiap hari berdasarkan jumlah biji yang berkecambah dari hari ke-1 hingga hari ke-14 setelah semai akhir
pengamatan. Persentase daya berkecambah dapat dihitung dengan rumus : DB =
x 100
2. Kecepatan tumbuh kecambah K
C
T
Kecepatan tumbuh kecambah dihitung setiap hari berdasarkan rumus :
Keterangan : t = kurun waktu pengamatan
d = persentase kumulatif kecambah normal per etmal 24 jam
3. Indeks vigor IV
Indeks vigor bertujuan untuk memberikan informasi mengenai kemampuan biji untuk tumbuh normal dan berproduksi optimum meskipun
keadaan biofisik sub optimum. Rumus yang digunakan untuk menghitung indeks vigor adalah :
IV = x 100
Keterangan : G = jumlah biji yang berkecambah pada hari tertentu
D = waktu saat biji berkecambah n = hari akhir perkecambahan
4. Panjang plumula dan radikula
Pengukuran panjang plumula dan radikula dilakukan secara destruktif yaitu dengan mencabut lima kecambah dari cawan petri setiap dua hari sekali
hingga tidak ada biji yang berkecambah. Apabila jumlah biji yang
17 berkecambah kurang dari lima maka hanya dicabut sejumlah biji yang
berkecambah tersebut. Hasil pengukuran kecambah yang dicabut kemudian dirata-rata untuk memperoleh data panjang plumula dan radikula.
Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan pada percobaan ke dua dianalisis menggunakan uji F, jika terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji
Tukey pada taraf nyata 5.
3 Hasil dan Pembahasan
3.1 Kondisi umum
Percobaan dilaksanakan pada dua lokasi yang berbeda yaitu lahan penanaman teki dan laboratorium untuk uji perkecambahan. Lahan penanaman
teki terletak di Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor. Jenis tanah pada lahan penanaman adalah tanah inceptisol Darmaga. Penanaman teki dilakukan di lahan
kering yang merupakan lahan bera tidak ditanami tanaman selama beberapa bulan. Gulma yang dominan sebelum penanaman teki adalah gulma Imperata
cylindrica alang-alang dan B. alata yang kemudian dibersihkan pada saat
pengolahan tanah. Penanaman teki umur 3 bulan setelah tanam dilakukan pada bulan
November 2014 dengan keadaan curah hujan tinggi sehingga umbi teki yang ditanam lebih cepat bertunas dan membentuk banyak anakan. Hal yang sebaliknya
terjadi pada penanaman teki umur 2 bulan setelah tanam yang dilakukan bulan Desember 2014 dengan keadaan curah hujan rendah sehingga pertumbuhan tunas
umbi teki tidak secepat pada penanaman bulan pertama. Anakan teki yang terbentuk pada penanaman bulan kedua juga lebih rendah dibandingkan dengan
penanaman bulan pertama. Penanaman terakhir yaitu teki umur 1 bulan setelah tanam dilakukan pada bulan Januari 2015 dengan keadaan curah hujan sedang.
Pertumbuhan tunas umbi teki pada penanaman bulan ketiga lebih cepat dibandingkan penanaman bulan kedua, namun jumlah anakan yang terbentuk
tidak sebanyak penanaman bulan pertama. Gulma yang tumbuh pada lahan selama pertumbuhan teki di antaranya I. cylindrica, B. alata, dan Arachis pintoi.
Keadaan curah hujan selama penanaman teki sesuai dengan data iklim Stasiun Klimatologi Darmaga Lampiran 1. Curah hujan tertinggi selama periode
penanaman teki terjadi pada bulan November 2014 yaitu sebesar 673.2 mm, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Desember 2014 yaitu sebesar
200 mm. Curah hujan pada bulan Januari 2015 tergolong rendah yaitu sebesar 250.6 mm, namun lebih tinggi dibandingkan terhadap bulan Desember 2014.
Keadaan curah hujan dimungkinkan dapat mempengaruhi kemampuan umbi teki untuk bertunas dan membentuk anakan.
18 Uji perkecambahan dilakukan di laboratorium yaitu dengan menyimpan
cawan petri perkecambahan dalam germinator cabinet untuk menjaga agar kondisi lingkungan perkecambahan terkontrol. Rata-rata suhu dalam germinator
cabinet selama uji perkecambahan selama 14 hari adalah sebesar 28.5 °C.
Kelembaban di dalam germinator cabinet tetap konstan dengan adanya nampan berisi air yang diletakkan di bagian bawah germinator cabinet.
3.2 Identifikasi senyawa fenol pada ekstrak tajuk dan umbi teki pada
tiga umur pertumbuhan
Senyawa fenol merupakan salah satu senyawa metabolit tanaman yang terbentuk dari metabolisme sekunder tanaman melalui lintasan asam sikimat.
Senyawa fenol juga termasuk dalam senyawa metabolit yang banyak ditemukan pada alelopati tanaman Zhao et al. 2010. Hasil analisis GC-MS menunjukkan
bahwa ekstrak tajuk dan umbi teki dari tiga umur pertumbuhan memiliki jenis senyawa metabolit yang berbeda, baik jenis senyawa fenol maupun jenis senyawa
metabolit selain fenol Lampiran 8. Jumlah jenis senyawa metabolit teki secara keseluruhan lebih banyak ditemukan pada bagian umbi dibandingkan bagian
tajuk. Menurut Kavitha et al. 2012 umbi teki lebih banyak melepaskan senyawa metabolit dibandingkan tajuk teki. Gambar 1.2 menunjukkan bahwa umbi teki
umur 3 bulan setelah tanam memiliki jumlah jenis senyawa metabolit tertinggi yaitu sebanyak 22 senyawa yang terdiri dari 21 jenis senyawa metabolit selain
fenol dan 1 jenis senyawa fenol. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ameena et al. 2013 bahwa produksi alelokimia teki stadia setelah berbunga lebih besar
dibandingkan dengan teki sebelum berbunga. Einhellig 1996 menyatakan bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi produksi alelokimia sebagai senyawa
metabolit tanaman, salah satunya adalah umur pertumbuhan tanaman. Jumlah jenis senyawa metabolit yang tinggi pada bagian umbi teki tidak
diikuti dengan tingginya jumlah jenis senyawa fenol pada bagian umbi teki. Jenis senyawa fenol lebih banyak teridentifikasi pada bagian tajuk dibandingkan bagian
umbi Gambar 1.2. Jumlah jenis senyawa fenol pada bagian tajuk yang lebih tinggi dibandingkan bagian umbi diduga karena senyawa fenol memiliki peran
khusus pada bagian tajuk tanaman yang tidak dapat digantikan oleh senyawa metabolit yang lain. Menurut Hadacek 2002, War et al. 2012, dan Oszmianski
et al . 2015 senyawa fenol pada bagian tajuk tanaman memberikan aroma yang
dapat membuat tanaman terhindar dari serangga herbivora serta patogen. Senyawa fenol juga memberikan warna dan aroma pada bunga tanaman sehingga dapat
menarik serangga polinator serta hewan lain yang membantu penyebaran biji tanaman. Hasil analisis GC-MS menunjukkan bahwa tajuk teki umur 2 bulan
setelah tanam mengandung jumlah jenis senyawa fenol tertinggi yaitu sebanyak 4 senyawa. Keadaan di lahan penanaman menunjukkan bahwa teki umur 2 bulan
setelah tanam merupakan teki pada stadia berbunga, sehingga tajuk teki umur 2 bulan setelah tanam terdiri dari daun teki dan bunga teki yang telah muncul
sempurna. Hasil penelitian Kowalski dan Wolski 2003 juga menunjukkan bahwa daun dan bunga Silphium perfoliatum L. mengandung 6 jenis senyawa fenol, lebih
banyak dibanding rhizomanya yang hanya mengandung 5 jenis senyawa fenol.