Sitotoksisitas ekstrak etanol umbi teki [Cyperus rotundus L.] terhadap sel HeLa.

(1)

INTISARI

Penyakit kanker merupakan penyebab kematian terbesar di dunia, setiap tahun penderita kanker terus meningkat. Banyak studi dilakukan untuk memperoleh senyawa-senyawa baru yang memiliki aktivitas antikanker, termasuk dari bahan-bahan alam, salah satunya rumput teki. Rumput teki (Cyperus rotundus L.) telah digunakan dalam pengobatan kanker (cervix cancer) di Cina dan Amazon. Rumput teki sering digunakan untuk mengobati bermacam-macam penyakit dan mungkin memiliki efek yang menunjang penyembuhan kanker. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas ekstrak etanol dari umbi teki terhadap sel HeLa.

Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak, lengkap, pola satu arah. Aktivitas sitotoksik ditetapkan menggunakan metode MTT (3-(4,5-dimetil-tiazol-2-il)-2,5-dipheniltetrazolium bromide) terhadap sel HeLa. Hasil dianalisis secara statistik dan harga LC50 kemudian dihitung menggunakan analisis probit.

Hasil dari uji sitotoksik menunjukkan bahwa ekstrak etanol umbi teki (Cyperus rotundus L.) mempunyai aktivitas sitotoksik terhadap kultur sel HeLa. Harga LC50 sebesar 487 μg/ ml.

Kata kunci: umbi teki, sel HeLa, ekstrak etanol, aktivitas sitotoksik, LC50


(2)

ABSTRACT

Cancer disease is a major cause death in the world, every year cancer sufferer is increasing. Many studies have been done to get new compounds having anticancer activity, included from natural resources, one of them is nut grass. Nut grass (Cyperus rotundus L.) has been used in cancer treatment (cervix cancer) in China and Amazon. Nut grass is often used to cure various diseases and might have an effect that support cancer recovery. The purpose of this research was to examine the activity of ethanolic extract from nut grass tubber against HeLa cell line.

This research is an experimental research with one way pattern complete random design. The cytotoxic activity was determined using the MTT (3-(4,5-dimetil-tiazol-2-il)-2,5-dipheniltetrazolium bromide) method against HeLa cell line . The results was analysed statistically and the values of LC50 was then calculated using probit analysis.

The results of the cytotoxic test determined that nut grass tuber ethanolic extract have cytotoxic activities against HeLa cell culture. The values of LC50 is 487 μg/ ml.

Key words: nutsedge tuber, HeLa cell line, extract ethanolic, cytotoxic activity, LC50


(3)

SITOTOKSISITAS EKSTRAK ETANOL UMBI TEKI (Cyperus rotundus L.) TERHADAP SEL HeLa

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh: Linda NIM : 018114036

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2007


(4)

(5)

(6)

JalanMu tak terselami

Oleh setiap hati kami

Namun satu hal kupercaya

Ada rencana yang indah

Tiada terduga kasihMu

Heran dan besar bagiku

Arti kehadiranMu slalu

Nyata didalam hidupku

PenyertaanMu sempurna

RancanganMu penuh damai

Aman dan sejahtera

Walau ditengah badai

Ingin ku slalu bersama

Rasakan keindahan

Arti kehadiranMu Tuhan

“ Oh, that You would bless me indeed, and enlarge my territory, that Your hand would be with me, and that You would keep me from evil, that I may not cause pain !”

(Jabes prayer, Bible in King James version, 1 Chronicles 4 : 10) Jika Anda berani mengejar impian Anda, maka semua impian Anda akan bisa

tercapai

Walt Disney Ora et Labora

Anonim

I dedicated this research to:

Jesus Christ that has given me this beautiful life My beloved parents, Mom and Dad

My brother Sansan and my sister, Mira, Yennie, Marline You are the jewell in my life

And my almamater


(7)


(8)

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas rahmat karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Sitotoksisitas Ekstrak Etanol Umbi Teki (Cyperus rotundus L.) terhadap Sel HeLa” sebagai salah satu syarat mencapai derajat Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam pelaksanaan dan penyusunan skripsi, tidak terlepas dari bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku dekan fakultas farmasi.

2. Drs. A. Yuswanto S.U., Ph.D., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan ketenangan, pengarahan, banyak meluangkan waktu dan tenaga untuk diskusi, atas segala masukan serta sarannya yang begitu berarti dalam penyusunan skripsi ini.

3. Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku dosen penguji yang telah berkenan menguji dan memberikan banyak masukan dan saran demi peningkatan kualitas karya ini. 4. Drs. Mulyono, Apt., selaku dosen penguji yang telah berkenan menguji dan telah

memberi banyak nasehat, masukan, saran lewat diskusi yang sangat bermanfaat. 5. Ir. Ig. Aris Dwiatmoko, M. Sc., yang telah memberi banyak nasehat, masukan,

saran lewat diskusi yang sangat bermanfaat; Ign. Y Kristio B, M.Si., yang telah memberikan masukan dalam identifikasi dan determinasi tumbuhan.


(9)

6. Segenap dosen dan karyawan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, terima kasih atas bantuannya selama menempuh masa kuliah jenjang Strata 1, Maz Poles dkk, keluarga perpus USD (Mbak Christine, Mas Jumar, dkk) yang memudahkan penulis mencari literatur, juga atas dukungan, senyum dan doanya. 7. Mbak Istini, Mbak Heni, Pak Pandi, dan segenap karyawan Laboratorium Hayati

UGM yang dengan penuh kesabaran telah banyak membantu dan menemani dalam penelitian skripsi ini, pak satpam, keluarga perpus UGM (Mas Joko, Bu Wati, dkk) yang memudahkan penulis mencari literatur, buat dukungan, senyum dan doanya.

8. Papa, mama, oma, atas segala cinta kasih, semangat, nasehat, dukungan, dan doa restu yang mengiringi setiap langkahku.

9. Ko Sansan & alu Elsye buat nasehat, dukungan, doa, sehingga memudahkan penulis dalam menyusun skripsi, my cute funny shiny nephew, Lawrence which have smile brightening my days; Cie Mira & ko Tony, my niece Felicia yang cantik jelita, buat hiburan, dukungan dan doanya; Cie Yennie & ko Anwar, si kecil, cie Yen boeat keceriaan, hiburan dan dukungan yang begitu berarti.

10.Marline, my sweet cute little sist’, atas pengertian, semangat, dukungan, hiburan dan doanya yang menguatkan.

11.Kay yang menyemangati, menghibur, menasehati, mendoakanku.

12.FRESH Dept. Musik : Ko Riza Andreas buat bantuan, penghiburan, semangat, dan doanya thx ko!, Immanuel Niko H., Wimbuh, Vien, Alan, k Putu, ko Ferdinand (ko Titi), k Ratih, for place where we grow up, always fresh, praise and


(10)

worship!, bu dan pak Heri, Febry, Vivi, Lily, Dewati, Vina, Rony, dkk kesemuanya atas dukungan doa, semangat, keceriaan, dan penghiburan.

13.Arry, Candra, Nadia, Robby, Yanti, Singgih, Prasodjo, ko Hariyanto, ko Fernando, Linda Y., Mena, M.M. Fanny O., buat kritikan, saran, masukan, semangat, doa, keceriaannya selama penyusunan skripsi, thank’s guyz.

14.Rekan-rekan seperjuangan Ndari, Wati, Agnes, Ratih, Mila, Vita, Lucy, atas kerjasama, canda tawa dan keluh kesah selama penyusunan skripsi ini.

15.Teman-teman kuliah : Danu K., thanx y!; Nana, Reny W., Hartono, Nike, d u know.. a friend in need is a friend indeed, Oktaf, Pipit, Wiwid, Dian K., Agung, Budiaji, Resti, Dian, Probo, Bob, Shinta Lia, Silvia, Tyas, Priyadi, Rendeng, Arod, Adi, atas dukungan, bantuan, kebersamaan, dan suka-dukanya.

16.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah memberikan semangat, dukungan, dan doa yang tulus sehingga membantu terlaksananya penyusunan skripsi ini dengan lancar.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini tidak terlepas dari keterbatasan dan kekurangan penulis. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi penyempurnaan skripsi ini. Terakhir kali, besar harapan penulis bahwa skripsi ini dapat bermanfaat bagi perbendaharaan dan perkembangan ilmu pengetahuan.

Penulis


(11)

INTISARI

Penyakit kanker merupakan penyebab kematian terbesar di dunia, setiap tahun penderita kanker terus meningkat. Banyak studi dilakukan untuk memperoleh senyawa-senyawa baru yang memiliki aktivitas antikanker, termasuk dari bahan-bahan alam, salah satunya rumput teki. Rumput teki (Cyperus rotundus L.) telah digunakan dalam pengobatan kanker (cervix cancer) di Cina dan Amazon. Rumput teki sering digunakan untuk mengobati bermacam-macam penyakit dan mungkin memiliki efek yang menunjang penyembuhan kanker. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas ekstrak etanol dari umbi teki terhadap sel HeLa.

Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak, lengkap, pola satu arah. Aktivitas sitotoksik ditetapkan menggunakan metode MTT (3-(4,5-dimetil-tiazol-2-il)-2,5-dipheniltetrazolium bromide) terhadap sel HeLa. Hasil dianalisis secara statistik dan harga LC50 kemudian dihitung menggunakan analisis probit.

Hasil dari uji sitotoksik menunjukkan bahwa ekstrak etanol umbi teki (Cyperus rotundus L.) mempunyai aktivitas sitotoksik terhadap kultur sel HeLa. Harga LC50 sebesar 487 μg/ ml.

Kata kunci: umbi teki, sel HeLa, ekstrak etanol, aktivitas sitotoksik, LC50


(12)

ABSTRACT

Cancer disease is a major cause death in the world, every year cancer sufferer is increasing. Many studies have been done to get new compounds having anticancer activity, included from natural resources, one of them is nut grass. Nut grass (Cyperus rotundus L.) has been used in cancer treatment (cervix cancer) in China and Amazon. Nut grass is often used to cure various diseases and might have an effect that support cancer recovery. The purpose of this research was to examine the activity of ethanolic extract from nut grass tubber against HeLa cell line.

This research is an experimental research with one way pattern complete random design. The cytotoxic activity was determined using the MTT (3-(4,5-dimetil-tiazol-2-il)-2,5-dipheniltetrazolium bromide) method against HeLa cell line . The results was analysed statistically and the values of LC50 was then calculated using probit analysis.

The results of the cytotoxic test determined that nut grass tuber ethanolic extract have cytotoxic activities against HeLa cell culture. The values of LC50 is 487 μg/ ml.

Key words: nutsedge tuber, HeLa cell line, extract ethanolic, cytotoxic activity, LC50


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

PRAKATA ... vi

INTISARI ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN... xvi

ARTI SINGKATAN DAN ISTILAH ASING ... xvii

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar belakang ... 1

1. Permasalahan ... 3

2. Keaslian penelitian ... 3

3. Manfaat penelitian ... 4

B. Tujuan penelitian ... 4


(14)

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 5

A. Tumbuhan Cyperus rotundus Linn ... 5

1. Keterangan Botani ... 5

2. Morfologi ... 5

3. Umbi rumput teki ... 6

4. Kandungan kimia ... 7

5. Khasiat dan penggunaan ... 7

B. Alkaloid...8

C. Flavonoid...9

D. Kanker ... 10

1. Tinjauan umum ... 10

2. Sel HeLa dan kanker leher rahim ... 14

3. Kultur Sel ...16

E. Uji Sitotoksisitas ... 17

F. Mekanisme Senyawa Antikanker ... 20

G. Keterangan Empiris ... 20

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 21

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 21

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional... 21

C. Bahan atau Materi Penelitian ... 21

D. Alat-alat Penelitian ... 22

E. Tata Cara Penelitian ... 23


(15)

1. Determinasi tumbuhan ... 23

2. Preparasi sampel ... 23

3. Preparasi sel HeLa ... 24

4. Uji sitotoksisitas menggunakan metode MTT... 25

F. Analisis Hasil ... 26

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

A. Determinasi Tumbuhan... 27

B. Pengumpulan bahan ... 27

C. Sterilisasi alat dan bahan ... 28

D. Preparasi Sampel Ekstrak Etanol Umbi Teki ... 28

E. Uji Sitotoksisitas Ekstrak Etanol Umbi Teki... 29

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

A. Kesimpulan ...38

B. Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39

LAMPIRAN ... 44

BIOGRAFI PENULIS ... 59


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I. Hasil uji sitotoksisitas ekstrak etanol umbi teki terhadap sel HeLa. 32

Tabel II. Data absorbansi kontrol……….. 53

Tabel III. Data absorbansi DMSO……… 53

Tabel IV. Data absorbansi sampel……… 53

Tabel V. Perhitungan persen kematian pada DMSO……….. 54

Tabel VI. Perhitungan persen kematian pada sampel……….. 54


(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Sel HeLa……… 15

Gambar 2. Sel HeLa dilihat menggunakan mikroskop fluoresensi ... . 15

Gambar 3. MTT direduksi oleh enzim reduktase mitokondria menjadi formazan berwarna ungu……… 30

Gambar 4. Gambar Kristal Formazan……….. 30

Gambar 5. Profil hasil uji persen kematian sel dengan metode MTT... 33

Gambar 6. Probit transformed responses setelah inkubasi 24 jam……... 34

Gambar 7. Gambar sel HeLa pada kontrol negatif dan perlakuan………… 35

Gambar 8. Gambar sel HeLa pada kontrol dan perlakuan kadar 200 μg/ml, 400 μg/ml, 800 μg/ml………. 36

Gambar 9. Foto tumbuhan rumput teki (Cyperus rotundus L.)………. 44

Gambar 10. Foto Seluruh Bagian Tumbuhan Teki... 45

Gambar 11. Foto umbi teki... 45

Gambar 12. Foto ELISA reader SLT 340ATC……… 47

Gambar 13. Foto mikroskop inverted Olympus……….. 47

Gambar 14. Foto sentrifuge sigma……… 47

Gambar 15. Foto Laminar Air Flowcabinet………. 48

Gambar 16. Foto inkubator termostat OSK………. 48

Gambar 17. Foto 96 well plate berisi hasil uji……….. 49


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Foto tumbuhan teki dan umbi teki (Cyperus rotundus L.)……….. 44

Lampiran 2. Foto seluruh bagian tumbuhan teki dan umbi teki ………. 45 Lampiran 3. Surat Pengesahan Determinasi... 46 Lampiran 4. Foto ELISA reader, mikroskop inverted Olympus, dan

sentrifuge sigma……… 47 Lampiran 5. Foto Laminar Air Flow cabinet dan inkubator termostat OSK….. 48 Lampiran 6. Foto 96 well plate berisi hasil uji yang dibaca pada ELISA reader 49 Lampiran 7. Perhitungan untuk berbagai seri konsentrasi ekstrak etanol…….. 50 Lampiran 8. Data Absorbansi pada Pengujian Sitotoksisitas………. 53 Lampiran 9. Perhitungan Persen Kematian Uji Sitotoksisitas Ekstrak Etanol

Umbi Teki (Cyperus rotundus L) terhadap Sel Hela………. 54 Lampiran 10. Hasil uji paired sample t-test………. 55 Lampiran 11. Hasil analisis probit ekstrak etanol umbi teki (Cyperus rotundus L.)

terhadap kultur sel HeLa dengan metode MTT... 56


(19)

ARTI SINGKATAN DAN ISTILAH ASING

continous cell lines : sel yang berasal dari sel primer yang ditumbuhkan terus-menerus

FBS : Foetal Bovine Serum

MTT : 3-(4,5-dimetil-tiazol-2-il)-2,5-dipheniltetrazolium bromid) reagen stopper : reagen yang terdiri dari larutan SDS 10% dalam HCl 0,01 N RPMI : Rosswell Park Memorial Institute

SDS : Sodium Dodesil Sulfat

tissue culture flask : tempat untuk menumbuhkan sel, berbentuk botol dengan leher bengkok

96 well plate : sumuran mikro yang terdiri dari 96 lubang tempat menanam sel pada uji sitotoksisitas

DMSO : Dimetilsulfoksida


(20)

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

Kanker merupakan penyakit dengan angka prevalensi yang sangat tinggi. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, setiap tahun jumlah penderita kanker di dunia bertambah 6,25 juta orang. Dalam 10 tahun mendatang diperkirakan 9 juta orang akan meninggal setiap tahun akibat kanker. Di Indonesia kanker menempati urutan keenam sebagai penyebab kematian. Kanker berkembang secara gradual dalam beberapa saat sebagai kombinasi berbagai pengaruh yaitu lingkungan, makanan, dan gaya hidup (Dipiro, 2003). Berbagai metode pengobatan kanker telah dikembangkan, mulai dari khemoterapi, radioterapi, pengobatan dengan hormon sampai operasi. Namun mahalnya biaya pengobatan dan tingginya resiko negatif yang mungkin ditimbulkan membuat banyak kalangan masyarakat mulai beralih pada pengobatan tradisional menggunakan berbagai macam tumbuhan obat alami.

Rumput teki secara tradisional telah dikenal oleh masyarakat sebagai tumbuhan obat alami untuk mengobati berbagai penyakit. Biasanya bagian yang di pakai sebagai obat adalah umbinya (rimpang). Kegunaannya antara lain sebagai obat kuat, obat sakit perut, obat untuk memperlancar kencing, obat cacingan, obat peluruh serta pengatur haid, sebagai air pencuci anti keringat, dalam bentuk air rebusan sebagai obat untuk penyakit mulut (obat kumuran), obat sakit gigi (akar tongkat dimamah atau sebagai bubuk), dan untuk obat borok. Di daerah Jawa, Akar Teki digunakan sebagai obat kecut (anti kejang) terhadap sakit mencret.


(21)

2

Minyak terbang yang terdapat pada tumbuhan ini dapat menghindarkan pertumbuhan Staphyllococcus aureus, tetapi beberapa organisme Iainnya tidak dapat dicegah pertumbuhannya dengan obat ini. Di Cina dan Amazon, rumput teki mulai diterapkan dalam pengobatan kanker rahim (cervix cancer) (Anonim, 2006 a; b); tumor payudara (Anonim, 2006c).

Umbi teki mengandung alkaloid, flavonoid/ polifenol, glikosida jantung dan minyak atsiri/ senyawa terpen. Menurut banyak penelitian alkaloid, flavonoid, minyak atsiri dan senyawa-senyawa terpen mempunyai potensi antikanker. Salah satu contoh Vinca rosea (Apocynaceae) yang menunjukkan bahwa tumbuhan itu mengandung alkaloid (vincristine, vinblastine, leurosidine, vinca dioline, leurosine dan catharantine) yang mempunyai aktivitas sebagai antikanker. Mekanisme kerja flavonoid dalam mencegah bahkan mengobati kanker yang telah terungkap adalah inaktivasi karsinogen, antiproliferasi, penghambatan siklus sel, induksi apoptosis dan diferensiasi, inhibisi angiogenesis, dan pembalikan resistensi multiobat atau kombinasi dari mekanisme-mekanisme tersebut (Anonim, 2006d).

Uji dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek sitotoksik dari ekstrak etanol umbi teki yang diperoleh secara maserasi tanpa pemisahan/ isolasi dari zat aktif. Pada penelitian ini uji kandungan kimia tidak dilakukan, dari skripsi profil kromatografi umbi Cyperus rotundus, L. serta khasiat anti radang dari ekstrak etanolnya (Raharja, 1994) diketahui ekstrak etanol 70% secara maserasi umbi teki positif mengandung alkaloid, minyak atsiri, senyawa terpen dan flavonoid; skripsi efek antihelmintik dari umbi Cyperus rotundus L. serta profil


(22)

3

kromatografinya umbi teki mengandung fenilpropan, terpen, sineol, stronela, sitral (Rahayu, 1989).

Hasil yang didapatkan dari penelitian ini di samping berguna untuk menambah perbendaharaan ilmiah tentang rumput teki, terutama kegunaan dan khasiatnya yang secara empiris telah terbukti sebagai bahan alam asli untuk mengobati berbagai penyakit, juga untuk melengkapi sejumlah informasi sitotoksik dari umbi teki terhadap sel kanker. Dengan demikian akan diperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai potensi Cyperus Rotundus L. ke depan, untuk dikembangkan sebagai obat alternatif antikanker yang baik.

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

a. Apakah ekstrak etanol dari umbi teki memiliki sifat sitotoksik terhadap sel HeLa?

b. Seberapa besar nilai LC50 dari ekstrak etanol umbi teki ini terhadap sel HeLa?

2. Keaslian penelitian

Sejauh yang diketahui penulis, belum pernah dilakukan penelitian mengenai uji sitotoksisitas ekstrak etanol umbi teki terhadap sel HeLa. Penelitian pada umbi teki yang pernah dilakukan sebelumnya adalah efek antihelmintik dari umbi Cyperus rotundus L. serta profil kromatografinya (Rahayu, 1989), isolasi dan identifikasi flavonoid dari umbi Cyperus rotundus L. (Rahardjo, 1990), identifikasi mikroskopis umbi Cyperus rotundus L. serta daya anti inflamasi ekstrak etanolnya (Hartini, 1993), dan daya melarutkan minyak atsiri dan infus


(23)

4

umbi teki (Cyperus rotundus L.) terhadap batu ginjal kalsium secara in vitro (Suhartiningsih, 1996).

3. Manfaat penelitian

Penelitian mengenai sitotoksisitas ekstrak etanol umbi rumput teki ini diharapkan memiliki beberapa manfaat antara lain:

a. manfaat teoritis ialah untuk melengkapi dan memperkaya teori yang telah ada mengenai kegunaan umbi teki.

b. manfaat praktis yang dapat diperoleh ialah dapat digunakan sebagai obat alternatif antikanker.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan umum :

untuk mengetahui apakah ekstrak etanol dari umbi teki (Cyperus rotundus L.) memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai senyawa antikanker.

Tujuan khusus :

1. untuk membuktikan efek sitotoksik ekstrak etanol umbi teki terhadap sel HeLa 2. untuk mengetahui seberapa besar nilai LC50 ekstrak etanol umbi teki terhadap


(24)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Tumbuhan Cyperus rotundus Linn. 1. Keterangan Botani

a. Sistematika tumbuhan

Tumbuhan rumput teki termasuk dalam famili Cyperaceae, Genus Cyperus, dan spesies Cyperus rotundus L. (Anonim, 2000).

b. Sinonim

Sinonim rumput teki (Cyperus rotundus, L.) adalah C. curvatus Lianos, C. hexastochius Rottb., C. leptostachyus Griff., C. madicans Fl. Graec., C. odoratus Osbeck (Anonim, 2006e).

c. Nama daerah

Jawa: Teki, tekan (Jawa), motta (Madura). Sulawesi: Rukut teki wuta (Minahasa). Bulih manggasa buai (Buol), Nusa Tenggara: Kareha wai (Sumba). Maluku: Rukut teki wuta (Alfuru) (Anonim, 1980).

d. Nama Lain

Latin : Cyperus tuberosus. English : Nut grass/ Field sedge. Cina : Xiang fu (Anonim, 2006e)

2. Morfologi

Akar teki atau Rumput palsu (batang segitiga) hidup sepanjang tahun dengan ketinggian mencapai 10 sampai 75 cm. Biasanya tumbuhan liar ini tumbuh di kebun, di ladang dan di tempat lain sampai pada ketinggian 1000 m


(25)

6

dari permukaan laut. Tanaman ini mudah dikenali karena bunga-bunganya berwarna hijau kecoklatan, terletak di ujung tangkai dengan tiga tunas helm benang sari berwarna kuning jernih, membentuk bunga-bunga berbulir, mengelompok menjadi satu berupa payung. Ciri khasnya terletak pada buah-buahnya yang berbentuk kerucut besar pada pangkalnya, kadang-kadang melekuk berwarna coklat, dengan panjang 1,5 - 4,5 cm dengan diameter 5 - 10 mm. Daunnya berbentuk pita, berwarna mengkilat dan terdiri dari 4-10 helai, terdapat pada pangkal batang membentuk rozel akar, dengan pelepah daun tertutup tanah. Pada rimpangnya yang sudah tua terdapat banyak tunas yang menjadi umbi berwarna coklat atau hitam. Rasanya sepat kepahit-pahitan dan baunya wangi. Umbi-umbi ini biasanya mengumpul berupa rumpun (Anonim, 2006e).

3. Umbi rumput teki

Berbau khas aromatik, rasa agak pedas dan pahit, menimbulkan rasa tebal di lidah. Umbi rumput teki utuh berbentuk jorong atau bulat panjang sampai bulat telur memanjang, bagian pangkal dan ujung umumnya meruncing sangat keras, sukar dipatahkan; panjang 1 - 5,5 cm, garis tengah 7 mm-1,5 cm; warna coklat muda sampai coklat kehitaman, kadang-kadang berbintik-bintik putih, permukaan beruas-ruas, jarak antara tiap ruas sampai lebih kurang 4 mm. Pada permukaan rimpang terdapat tunas-tunas, pangkal akar, sisa pelepah daun yang telah koyak, sisa pelepah daun berupa lembaran-lembaran tipis berbentuk tidak beraturan berwarna coklat muda, coklat sampai kehitaman, terdapat terutama di bagian pertengahan sampai bagian ujung umbi. Bagian patahan tidak rata, warna putih kotor. Batas antara korteks dan silinder pusat jelas (Anonim, 1980).


(26)

7

4. Kandungan kimia

Akar teki mengandung alkaloid, glikosida jantung, flavonoid dan minyak menguap sebanyak 0,3-1% yang isinya bervariasi, tergantung daerah asal tumbuhnya. Akar yang berasal dari Jepang berisi cyperol, cyperene I & II, alfa-cyperone, cyperotundone dan cyperolone, sedangkan yang berasal dari China berisi patchoulenone dan cyperene (Anonim, 2006e). Rumput teki mengandung minyak atsiri, alkaloida, glikosida, flavonoid, gula, zat pati, resin (Anonim, 1985; Wahyono,1988); alkaloid, flavonoid, saponin, minyak lemak (gliserida) (Anonim 2006c).

5. Khasiat dan penggunaan

Biasanya bagian yang di pakai sebagai obat adalah umbinya (rimpang). Kegunaannya antara lain sebagai obat kuat, obat sakit perut, obat untuk memperlancar kencing, obat cacingan, obat peluruh serta pengatur haid, sebagai air pencuci anti keringat, dalam bentuk air rebusan sebagai obat untuk penyakit mulut (obat kumuran), obat sakit gigi (akar tongkat dimamah atau sebagai bubuk), dan untuk obat borok (Anonim, 2006e).

Khasiat rumput teki, yakni untuk diuretik, stomakik (Anonim, 1980), analgesik, anti inflamasi, sedatif, diaforetik, karminatif. Kegunaannya untuk busung air, haid tidak teratur, mencret, nyeri haid, pencernaan tidak baik, rematik, sakit perut (Soedibyo, 1998). Umbi rumput teki dapat digunakan sebagai stimulan, diuretik, anthelmintik emenagoga, adstringen dan obat sakit gigi (Dharma, 1987). Dapat memberikan efek estrogenik, efek pada uterus, efek


(27)

8

antiinflamasi, efek pada sistem kardiovaskuler, efek anti bakteri, antipiretika dan analgetika (Hsou-mou Chang,1987).

B. Alkaloid

Istilah alkaloid pada umumnya mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid sering kali beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol; jadi digunakan secara luas dalam bidang pengobatan. Alkaloid biasanya tanwarna, sering kali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan. (misalnya nikotina) pada suhu kamar. Uji sederhana untuk alkaloid dalam daun atau buah segar adalah rasa pahitnya di lidah, misalnya alkaloid kuinina adalah zat yang dikenal paling pahit dan pada konsentrasi molar 1x103 memberikan rasa pahit yang berarti (Harborne, 1987).

Prazat alkaloid yang paling umum adalah asam amino, meski pun, sebenarnya, biosintesis kebanyakan alkaloid lebih rumit. Secara kimia, alkaloid merupakan suatu golongan heterogen. Amina tumbuhan (misalnya meskalina) dan basa purina dan pirimidina (misalnya kafein) kadang-kadang digolongkan sebagai alkaloid dalam arti umum. Banyak alkaloid bersifat terpenoid dan beberapa (misalnya solanina, alkaloid-steroid kentang, Solanum tuberosum) sebaiknya ditinjau dari segi biosintesis sebagai terpenoid termodifikasi. Yang lainnya terutama berupa senyawa aromatik (misalnya kolkhisina, alkaloid tropolon umbi ‘crocus musim gugur’) yang mengandung gugus basa sebagai gugus rantai samping (Harborne, 1987).


(28)

9

Alkaloid sebagai golongan dibedakan dari sebagian besar komponen tumbuhan lain berdasarkan sifat basanya (kation). Senyawa ini biasanya terdapat dalam tumbuhan sebagai garam berbagai asam organik (Robinson,1995), sehingga kemungkinan akan dapat ikut terekstraksi dalam pelarut yang bersifat polar.

C. Flavonoid

Flavonoid adalah senyawa fenol alam yang terdapat dalam hampir semua tumbuhan dari bangsa algae hingga gimnospermae. Di dalam tumbuhan flavonoid biasanya berikatan dengan gula sebagai glikosida. Molekul yang berikatan dengan gula tadi disebut aglikon. Di alam dikenal hampir lebih dari 500 aglikon dan kurang dari 200 flavonoid (Harborne, 1987).

Senyawa-senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom karbon, terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari 3 atom karbon. Golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3-C6. Artinya kerangka karbonnya terdiri atas 2 gugus C6 (cincin benzena tersubstitusi) disambungkan oleh rantai alifatik 3 karbon.

Pada tumbuhan tinggi, flavonoid terdapat baik dalam bagian vegetatif maupun dalam bunga. Sebagai pigmen bunga flavonoid berperan jelas dalam menarik burung dan serangga penyerbuk bunga. Fungsi lain flavonoid adalah untuk pengaturan tumbuh, pengaturan fotosintesis, kerja anti mikroba, antivirus, dan kerja terhadap serangga (Robinson, 1995).


(29)

10

Beberapa flavonoid seperti jenis fitoaleksin, merupakan komponen abnormal yang hanya dibentuk sebagai tanggapan terhadap infeksi, luka, dan kemudian menghambat fungus. Efek flavonoid terhadap macam-macam organisme sangat banyak macamnya dan dapat menjelaskan mengapa tumbuhan yang mengandung flavonoid dipakai dalam pengobatan tradisional (Robinson, 1995).

Flavonoid terdapat pada hampir semua bagian tumbuhan, seperti : daun, bunga, buah, tepung sari, akar, dan batang. Secara khusus, flavonoid terdapat terutama dalam bagian yang diatas tanah dan masih muda, misalnya daun, pucuk-pucuk yang berbunga, dimana terlokalisasi dalam jaringan epidermis dan sel palisade. Di tingkat seluler umumnya terlarut berbentuk glikosida dalam cairan vakuola, tetapi juga ditemukan dalam kloroplas dan dinding sel (Geissman, 1962).

Senyawa flavonoid dalam tumbuhan biasanya berbentuk glikosida. Glikosida flavonoid merupakan senyawa polar, maka umumnya cukup larut dalam pelarut yang polar seperti : etanol, metanol, butanol, aseton, dimetilsulfoksida, dimetilformamida, dan air. Gula yang terikat pada flavonoid cenderung menyebabkan flavonoid lebih mudah larut dalam air, dengan demikian campuran pelarut tersebut dengan air merupakan pelarut yang lebih baik untuk glikosida (Markham, 1988).

D. Kanker 1. Tinjauan umum

Pertumbuhan suatu jaringan disebabkan karena adanya kumpulan sel yang aktif berproliferasi (hiperplasia). Aktivitas proliferasi yang tidak terkontrol


(30)

11

(neoplasia) akan membentuk jaringan abnormal yang disebut neoplasma. Pada tahap awal, neoplasma berkembang menjadi karsinoma in situ dimana sel-sel pada jaringan tersebut masih terlokalisasi dan mungkin memiliki kesamaan fungsional dengan sel normal (King, 2000). Kondisi tersebut dinamakan juga tumor atau benigna. Sedangkan tumor yang telah mengalami perubahan interaksi terhadap sel tetangganya (bersifat invasif) dan atau menginduksi terjadinya angiogenesis disebut malignan (tumor ganas). Malignan sering dikatakan sebagai kanker (Lodish et al., 2000).

Kanker atau neoplasma adalah suatu penyakit sel dengan ciri gangguan atau kegagalan mekanisme multiplikasi dan fungsi homeostasis lainnya pada organisme multiseluler sehingga terjadi pertumbuhan jaringan yang tak terkontrol. Pada sel normal terjadi keseimbangan pembentukan sel baru dan hilangnya sel-sel lama. Sedangkan pada sel kanker pertumbuhannya sedikit banyak bersifat otonom dan biasanya mempunyai keseimbangan positif yaitu jumlah sel yang dibuat lebih besar daripada jumlah sel yang hilang (Bosman, 1996; Lodish et al., 2000).

Proses terjadinya kanker atau karsinogenesis ini menurut van Cauteren terbagi menjadi beberapa tahap yaitu :

a. Tahap inisiasi

Tahap ini terjadi pada tahap DNA, dimana suatu zat yang bersifat genotoksik yang biasa disebut sebagai inisiator, dan akan mengubah informasi genetik di dalam sel. Hal ini akan menyebabkan sel tersebut berkembang diluar kontrol diluar sistem tubuh yang normal, yang akan mempengaruhi sel yang lain (van Cauteren et al., 1996).


(31)

12

b. Tahap promosi

Tahap ini meliputi ekspresi mutasi yang bisa menyebabkan perubahan dari fungsi seluler, ekspresi gen, fungsi reseptor, dan pertumbuhan neoplasma (van Cauteren et al., 1996).

c. Tahap progresif

Dalam prosesnya secara klinis, neoplasma akan berkembang menjadi ganas. Dan selama proses transisi dari perkembangan sel tumor ini berlangsung jika sistem imun tidak mampu mengontrol perkembangan sel tumor maka akan terjadi pembelahan sel tumor secara terus-menerus dan akan menyebabkan defisiensi imun (van Cauteren et al., 1996).

d. Tahap metastasis

Pada tahap metastasis, sel kanker membentuk anak sebar. Sel kanker bermetastase, mengikuti aliran darah kemudian membentuk jaringan kanker sekunder ke tempat lain (van Cauteren et al., 1996).

Terdapat beberapa istilah yang berkaitan dengan jaringan yang terkena kanker. Karsinoma merupakan kanker yang muncul pada jaringan epitel, sarkoma adalah kanker yang menyerang jaringan mesenkim, kanker pada sel darah putih dinamakan leukimia dan kanker pada sistem syaraf disebut blastoma (King, 2000).

Sel kanker memiliki karakteristik sebagai berikut :

a) Sel kanker mampu mencukupi kebutuhan sinyal pertumbuhannya sendiri/ mensuplai kebutuhan akan faktor pertumbuhan untuk menginduksi proliferasi sel (Hanahan dan Weinberg cit Septisetyani, 2005).


(32)

13

b) Tidak sensitif terhadap sinyal antipertumbuhan. Sel kanker memiliki kemampuan inaktivasi ekspresi integrin dan reseptor sel yang lain yang mampu merespon adanya sinyal antipertumbuhan sehingga sinyal antipertumbuhan tidak direspon oleh sel kanker (Hanahan dan Weinberg cit Septisetyani, 2005).

c) Sel kanker mampu menghindar dari mekanisme apoptosis. Apoptosis merupakan program bunuh diri sel ketika sel tersebut mengalami kerusakan, baik struktural maupun fungsional, yang tidak dapat ditolerir lagi. Namun sel kanker dapat menghindar dari kematian dengan mengeblok jalur terjadinya apoptosis di dalam sel. (Hanahan dan Weinberg cit Septisetyani, 2005).

d) Sel kanker memiliki potensi tak terbatas untuk mengadakan replikasi. Potensi tak terbatas ini terjadi karena enzim telomerase yang aktif. Sel kanker mengekspresikan enzim telomerase yang digunakan untuk perpanjangan telomer sehingga meskipun setelah replikasi DNA terjadi pemendekan telomer, telomer dapat diperpanjang lagi. Dengan kata lain, enzim ini akan mencegah terjadinya erosi telomer sehingga memberikan peluang kepada sel untuk tetap berproliferasi (Hanahan dan Weinberg cit Septisetyani, 2005). e) Sel kanker mampu menginduksi angiogenesis untuk mencukupi

kebutuhannya akan oksigen dan nutrisi. Suplai faktor pertumbuhan seperti bFGF (basic Fibroblast Growth Factor), VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor) maupun TGF-α (Trasforming Growth Factor-α) dapat menginduksi terjadinya angiogenesis. Akan terbentuk cabang baru pada pembuluh darah yang menuju sel kanker yang kemudian akan mensuplai


(33)

14

kebutuhan nutrisi dan oksigen dari sel kanker (Hanahan dan Weinberg cit Septisetyani, 2005).

Di samping itu, sel kanker dapat mensekresikan aktivator plasminogen yang akan mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin. Plasminogen tersedia dalam jumlah besar pada serum normal. Plasmin yang terbentuk akan mengaktivasi enzim proteolitik yang akan membantu sel kanker menembus basal lamina, membran yang membatasi pertumbuhan sel kanker sehingga akan memfasilitasi sel kanker untuk menginvasi jaringan lain. Jika sel kanker mampu menembus pembuluh darah dan masuk ke dalam sistem peredaran darah, akan muncul kanker sekunder di jaringan lain yang jauh dari tempat asalnya (Lodish et al., 2000).

Peristiwa yang mengiringi perubahan baik struktural maupun fungsional pada sel kanker tersebut difasilitasi dengan terjadinya ketidakstabilan kromosom. Instabilitas dari kromosom menyebabkan terjadinya mutasi beruntun pada sel kanker yang pada akhirnya akan menghasilkan sel kanker yang lebih ganas (King, 2000).

2. Sel HeLa dan kanker leher rahim

Tahun itu 1951. Henrietta Lacks, wanita 31 tahun dari Baltimore, USA sakit. Dia mendatangi dokter, yang mengkhawatirkan hal terburuk dan memindahkan koloni sel dari cerviknya. Dokter mengirimkan koloni sel itu ke laboratorium untuk melihat apakah dia menderita kanker. Henrietta Lacks meninggal karena kanker tersebut 9 bulan kemudian, 4 Oktober 1951. Sel HeLa sendiri masih tetap hidup hidup di laboratorium-laboratorium di seluruh dunia 50


(34)

15

tahun sejak kematiannya. Koloni sel HeLa ditunjukkan pada gambar 1 di bawah (Anonim, 2006f). HeLa cell line merupakan continuous cell line pertama yang tumbuh sebagai sel yang semi melekat (Lodish et al., 2000).

Gambar 1. Sel HeLa

Kanker leher rahim tergolong karsinoma, yaitu kanker yang terjadi pada sel skuamos pada jaringan epitelial leher rahim wanita (King, 2000). Kanker leher rahim pada sel HeLa disebabkan oleh infeksi Human Papilloma Virus (HPV) 18.


(35)

16

Faktor seluler dalam HPV yang bertanggungjawab atas munculnya kanker leher rahim adalah viral E6 dan E7. DNA E6 dan E7 dari virus ini mampu menyebabkan kekacauan pada siklus dan proliferasi sel akibat tidak aktifnya gen penekan tumor p53 dan pRb pada sel normal. DNA E6 akan mengikat kuat p53 sedang DNA E7 akan mengikat pRb (King, 2000).

3. Kultur sel

Pemilihan tipe sel tergantung dari tujuan penelitian yang akan dilakukan. Pemilihan tipe sel ini dipengaruhi oleh syarat-syarat keberadaan sel pada mulanya, dari jaringan manusia, atau dari spesies khusus yang lain, atau dari jaringan tumor, atau dari jaringan bukan tumor. Kultur sel seperti CHO (Chinese Hamster Ovary Cell),V79, HeLa, BHK (Baby Hamster Kidney Cell), dan L929 (fibroblas jaringan

penghubung normal) lebih sering digunakan dalam uji sitotoksisitas (Snell and Mullock,1987).

Ketika sel diambil dari jaringan atau organisme dan kemudian ditempatkan dalam kultur, media yang digunakan harus memberikan kondisi yang membuat sel dapat hidup, berproliferase dan berdeferensiasi seperti pada keadaan in vivo. Jaringan normal biasanya memiliki keterbatasan waktu untuk digunakan sebagai kultur sel, sedangkan kultur sel yang diambil dari tumor dapat digunakan sebagai sel turunan (cell line) secara terus-menerus (Freshney, 1986).

Medium penumbuh adalah medium biak sel yang sangat diperkaya akan nutrien. Medium penumbuh terutama dipakai untuk menumbuhkan sel yaitu untuk sel yang bergerak cepat dalam menyelesaikan siklus sel dan berakhir dengan penambahan jumlah sel (Sardjono, 1988).


(36)

17

Medium yang digunakan untuk menumbuhkan sel HeLa adalah medium RPMI 1640-serum. Medium RPMI-1640 mengandung nutrisi yang dibutuhkan sel seperti asam amino, vitamin, garam-garam anorganik, dan glukosa. Serum mengandung hormon yang memacu pertumbuhan sel. Albumin akan merupakan protein transpor, lipid yang diperlukan sel untuk pertumbuhannya, dan mineral yang merupakan kofaktor enzim. Seluruh komponen dalam medium RPMI 1640-serum berguna untuk memberikan nutrisi yang cukup pada sel supaya sel dapat bertahan hidup dan dapat memperbanyak diri (Freshney, 1986).

E. Uji Sitotoksisitas

Sitotoksisitas ialah sifat toksis/beracun suatu senyawa terhadap sel hidup. Uji sitotoksisitas ialah suatu uji yang secara in vitro menggunakan kultur sel dalam mengevaluasi keamanan obat, makanan, kosmetik maupun bahan-bahan kimia lainnya. Uji ini selain menggunakan kultur sel juga menggunakan primer kultur dan juga studi farmakokinetika in vitro untuk mengembangkan obat-obat terapetik dan mengamati toksisitas baik akut maupun kronik (Freshney, 1986).

Uji sitotoksisitas ini merupakan suatu uji yang cepat, terstandarisasi, sensitif dan tidak terlalu mahal, dengan kepentingan untuk menentukan apakah suatu material mengandung bahan yang berbahaya (toksis) secara biologik dalam jumlah yang signifikan. Sensitifitas yang tinggi dari uji ini karena adanya sel uji yang terisolasi dalam kultur dan tidak adanya mekanisme protektif tubuh yang mempengaruhi sel uji (Wallin, 1998).

Penggunaan biakan sel mamalia sebagai alternatif dalam pengujian toksikologi semakin bertambah dibandingkan penggunaan hewan. Beberapa


(37)

18

alasan digunakan biakan sel mamalia adalah karena meningkatnya tekanan dari publik untuk mengurangi jumlah hewan yang digunakan dalam penelitian, tingginya biaya yang dibutuhkan untuk pelaksanaan uji menggunakan hewan percobaan yang berarti dapat dikurangi dengan pengujian tidak menggunakan hewan. Dengan menggunakan kultur sel, mekanisme toksisitas biokimia bisa dikerjakan dengan lebih efektif karena kondisi sel lebih mudah dikontrol maupun dimodifikasi (Snell and Mullock, 1987). Selain itu, dari segi moral perlu dipertimbangkan penggunaan hewan untuk percobaan (Freshney, 1986).

Uji sitotoksisitas merupakan perkembangan untuk mengidentifikasi obat sitotoksik baru atau deteksi obat dengan aktivitas antitumor. Sistem penetapan aktivitas biologis akan menghasilkan kurva dosis - respon dan kriteria respon seharusnya berhubungan dengan in vivo dari obat sitotoksik. Sitotoksisitas suatu senyawa merupakan syarat aktivitas antikanker (Bosman, 1999). Suatu ekstrak tumbuhan atau senyawa hasil isolasi dikatakan berefek sitotoksik jika memiliki nilai LC50 kurang dari 1000 μg/ml (Meyer et al, 1982). Suatu senyawa dinyatakan

memiliki potensi sebagai antikanker jika memiliki nilai LC50 lebih kecil dari 20

µg/ml (Suffness and Pezzuto, 1991).

Uji MTT (3-(4,5-dimetil-tiazol-2-il)-2,5-dipheniltetrazolium bromid) didasarkan pada aktivitas mitokondria, yang diinterpretasikan sebagai tolok ukur kelangsungan hidup sel. Pada uji MTT, garam tetrazolium, 3-(4,5-dimetil-tiazol-2-il)2,5-dipheniltetrazolium bromid secara aktif diabsorpsi ke dalam sel hidup dan direduksi dalam mitokondrial membentuk suatu produk formazan berwarna ungu. Produk tersebut terakumulasi di dalam sel karena tidak bisa keluar menembus


(38)

19

membran sel. Saat penambahan DMSO, isopropanil, atau solven lain yang cocok, produk yang terbentuk tadi akan larut dan dibebaskan sehingga siap diukur dengan metode kolorimetri (Barille, 1997; Mosmann,1983; Castell et al., 1998).

Pengujian proliferasi sel dengan MTT menurut ATTC menawarkan metode yang sesuai, kuantitatif, untuk mengevaluasi respon populasi sel untuk faktor-faktor eksternal, apakah pertumbuhan sel bertambah, tidak berefek, atau pertumbuhan menurun karena nekrosis atau apoptosis (Anonim, 2006 g; h).

Keistimewaan metode MTT

Kemajuan teknologi. Kegunaan metode MTT telah didokumentasikan dalam pustaka untuk berbagai macam penggunaan/ aplikasi.

Pengukuran akurat. Prosedur spektrofotometer dapat mendeteksi perubahan yang kecil dalam metabolisme sel, membuatnya lebih sensitif daripada pewarnaan dengan trypan blue.

Reagen yang aman. Tidak perlu menyimpan atau memanipulasi substansi radioaktif.

Mudah digunakan. Prosedurnya relatif mudah dan penggunaan peralatan biasa didapatkan/ tersedia di banyak laboratorium.

Proses cepat. Assays dilakukan pada 96-well plate dan dibaca dengan pembaca plate mikrotiter mengijinkan terbacanya hasil high-throughput dari perlakuan pada sample.

Kaidah penyimpanan. KIT stabil untuk 18 bulan bila disimpan dalam pendinginan dalam gelap (Anonim, 2006h).


(39)

20

Metode ini cepat, sensitif akurat dan sejumlah besar sampel dapat diuji secara otomatis dengan menggunakan ELISA reader. MTT dapat digunakan untuk estimasi sel hidup, baik yang membelah maupun tidak, aktivitas metabolik, maupun penghambatan yang terjadi di dalam sel (Doyle dan Griffiths, 2000).

F. Mekanisme Senyawa Antikanker

Pada umumnya antikanker menekan pertumbuhan atau proliferasi sel dan menimbulkan toksisitas yang mungkin sampai menimbulkan kematian secara langsung dan tidak langsung. Antikanker juga bekerja terhadap sel yang sedang aktif, maka efek sampingnya terutama mengenai jaringan dengan proliferasi tinggi seperti sistem hemopoetik dan gastrointestinal (Nafrialdi,1995).

Senyawa yang digunakan sebagai bahan obat kanker memiliki salah satu kemampuan untuk menghambat terjadinya kanker dengan mekanisme menghambat sintesis asam nukleat atau dengan menghambat proses pembelahan sel pada saat mitosis dengan cara mengikat protein tubulin dalam spindle mitosis dan menghalangi polymerase ke dalam mikrotubulus. Mekanisme lain yaitu menghambat sintesis DNA dan replikasinya melalui enzim topoisomerase (Dewick, 1986).

G. Keterangan Empiris

Keterangan empiris yang diharapkan dari penelitian ini adalah efek sitotoksik ekstrak etanol umbi teki (Cyperus rotundus L.) terhadap sel HeLa.


(40)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian uji sitotoksisitas ekstrak etanol umbi teki terhadap sel HeLa ini termasuk penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola satu arah.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel

a. Variabel bebas adalah konsentrasi ekstrak etanol umbi Cyperus rotundus L. b. Variabel tergantung adalah persen kematian sel HeLa.

c. Variabel pengacau terkendali adalah suhu, media, kualitas pereaksi, dan umur sel HeLa.

d. Variabel pengacau tak terkendali adalah kematian alami sel HeLa. 2. Definisi Operasional

Uji sitotoksisitas adalah uji toksisitas secara in vitro menggunakan kultur sel HeLa

Ekstrak etanol umbi teki adalah hasil maserasi dari umbi teki.

LC50 adalah konsentrasi ekstrak etanol yang dibutuhkan untuk membunuh

sebanyak 50% sel HeLa uji.

C. Bahan atau Materi Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Umbi teki (Cyperus rotundus L.)


(41)

22

2. Kultur sel HeLa yang diambil dari stok di Laboratorium Hayati Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

3. Bahan kimia yang digunakan untuk ekstraksi adalah etanol teknik 70% Pereaksi-pereaksi untuk uji sitotoksisitas :

a. Media penumbuh sel : RPMI 1640 (Gibco), Fetal Bovine Serum (FBS) 10% (Gibco), Penisilin-Streptomisin 1% (Gibco), Fungison 0,5% (Gibco), natrium bikarbonat (Sigma, hepes)

b. Media pencuci sel : RPMI (Rosewell Park Memorial Institute) 1640 (Gibco) c. Larutan dimetilsulfoksida (DMSO)

d. Larutan 5 mg/ml MTT [3-(4,5-dimetiltiazol-2-il),-2,5-difenil tetrazolium bromida] dalam RPMI (sigma)

e. Larutan sodium duodecyl sulphate (SDS) 10% dalam asam klorida 0,01 N (Merck) sebagai reagen stopper

f. Bahan untuk isolasi sel HeLa : trypsin (Sigma) g. Aquabidestilata

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini bila tidak disebutkan lain berarti berderajat pro analisa.

D. Alat-alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut : alat-alat gelas lazim, autoklaf, inkubator termostat OSK, sentrifuge sigma, lampu UV, timbangan analitik Libra-Shimadzu EB 330 H, mesin vorteks Genie2, Plate 96 steril, Tissue culture flask (Nunclon), Laminar Air Flow cabinet, mikropipet (Gilson), tabung conical, membran filter steril 0,22 μm Millex-65, syringe filter


(42)

23

polietersulfon steril 0,2 μm Nalgene, Nebauer Haemocytometer, mikroskop inverted Olympus, ELISA reader SLT, magnetic stirer, dan kamera digital.

E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tumbuhan

Bahan utama yang akan digunakan dalam penelitian adalah umbi rumput teki (Cyperus Rotundus L.). Tumbuhan teki (Cyperus Rotundus L.) telah dideterminasi terlebih dahulu di laboratorium Farmakognosi Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, menggunakan acuan baku Flora of Java (Backer dan Bakuizen van den Brink, 1965).

2. Preparasi sampel

Umbi Teki dikumpulkan dari daerah Sumberarum, Moyudan, Sleman (tepi sungai Progo) pada bulan Juni 2006. Umbi teki dibersihkan (dicuci dengan air mengalir), kemudian dikeringkan dengan sinar matahari (tutup kain hitam) atau di oven dengan suhu max 70°C. Simplisia kering kemudian diserbuk dengan lebar nominal lubang penggilingan 0,75 mm (ayakan 18 mesh), serbuk disimpan dalam botol coklat.

Ekstrak etanol umbi teki diperoleh dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut etanol 70% dengan cara maserasi. Untuk setiap 50 g serbuk digunakan 450 ml etanol 70%. Ekstraksi dilakukan dalam bejana maserasi selama 2 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk. Setelah itu dienaptuangkan dan disaring, ampas diperas. Ekstrak tersebut selanjutnya diuapkan sampai diperoleh ekstrak pekat dan disimpan dalam refrigerator sebelum digunakan. Ekstrak siap diujikan pada sel HeLa.


(43)

24

Pembuatan larutan uji

Ekstrak etanol yang sudah difreezed dry diambil 150 mg dilarutkan dengan DMSO 500 μl sehingga didapat larutan stok 300 mg/ml. Disini perlu ada penambahan DMSO karena ekstrak tidak larut dalam air. Fungsi DMSO untuk meningkatkan kelarutan. Larutan uji disaring dengan filter 0,2 μm dan dimasukkan dalam conical steril, ditutup dengan alumunium foil dan disimpan dalam lemari es. Selanjutnya dibuat seri kadar ekstrak 100, 200, 400, 600, 800, 1000, 2000 μg/ml dari larutan stok dalam media RPMI. Pembuatan larutan uji dilakukan dalam Laminair Air Flow Cabinet secara aseptis.

3. Preparasi sel HeLa

a. Propagasi sel HeLa

Sel diambil dari tangki nitrogen cair, kemudian segera dicairkan dalam penangas air 370C, kemudian ampul disemprotkan dengan etanol 70%. Ampul dibuka dan sel HeLa dipindahkan dalam tabung conical steril yang berisi medium RPMI 1640. Suspensi sel disentrifugasi selama 5 menit, supernatan dibuang, diganti dengan medium RPMI yang baru, kemudian disuspensikan perlahan. Suspensi sel lalu disentrifugasi kembali selama 5 menit kemudian dicuci ulang sekali lagi. Supernatan dibuang, pelet ditambahkan 1 ml medium penumbuh yang mengandung 20% FBS. Disuspensikan secara perlahan sampai homogen, kemudian sel ditumbuhkan dalam tissue culture flask kecil dan diinkubasikan dalam inkubator dengan suhu 370C dengan aliran 5% CO2


(44)

25

hingga konfluen dan jumlahnya cukup untuk penelitian (Freshney, 1986; Jacoby dan Pastan, 1979; Sambrook et al, 1989).

b. Panen sel HeLa

Setelah jumlah sel cukup (kurang lebih setelah berumur 7 hari), media diganti dengan RPMI 1640 baru sebanyak 5 ml kemudian sel dilepaskan dari dinding flask dengan cara diresuspensikan menggunakan pipet Pasteur. Sel dipindahkan dalam tabung conical steril dan ditambahkan medium RPMI sampai volume 10 ml dan disentrifugasi 3000 rpm selama 5 menit. Supernatan dibuang dan pelet diresuspensikan perlahan dengan 1 ml media. Sel kemudian dihitung menggunakan haemocytometer. Suspensi sel ditambah sejumlah medium sehingga memperoleh konsentrasi sel sebesar 3x104/200 l dan siap dipakai untuk penelitian (Freshney, 1986; Jacoby dan Pastan, 1979; Sambrook et al, 1989).

4. Uji sitotoksisitas menggunakan metode MTT

Untuk uji sitotoksisitas, 100 μl suspensi sel HeLa dengan kepadatan 3x104 sel/100 μl media, didistribusikan ke dalam sumuran-sumuran pada 96-well plate bersama 100 μl ekstrak uji pada berbagai kadar masing-masing : 100; 200; 400; 600; 800; 1000; dan 2000 μg/ml, pengoreksi adalah ekstrak sebanyak 200 μl pada berbagai kadar. Untuk kontrol digunakan 100 μl suspensi sel dalam sumuran berisi 100 μl medium dan pengoreksi adalah medium RPMI 1640 sebanyak 200 μl. Untuk perlakuan dengan DMSO digunakan 100 μl suspensi sel ditambahkan ke dalam sumuran yang berisi 100 μl DMSO dan media. Selanjutnya sel


(45)

26

diinkubasi dalam inkubator dengan aliran 5% CO2 pada suhu 37°C dan selama 24

jam.

Pada akhir inkubasi, ke dalam masing-masing sumuran ditambahkan 10 l MTT 2,5 g/ml dalam media RPMI 1640, lalu diinkubasikan semalam pada suhu 370C, dalam inkubator dengan aliran CO2 5%. Sel hidup akan bereaksi dengan

MTT dan membentuk warna ungu. Reaksi dihentikan dengan menambahkan 100 l larutan 1% SDS dalam HCl 0,01 N pada setiap sumuran dan inkubasi semalam pada suhu kamar. Serapan setiap sumuran dibaca deangan ELISA reader pada panjang gelombang 550 nm. Besarnya serapan berbanding lurus dengan jumlah sel yang hidup. Jumlah sel yang hidup diperoleh dengan memplotkan serapan yang terbaca oleh ELISA reader pada kurva baku vs jumlah atau kepadatan sel (Anonim, 2001).

F. Analisis Hasil

Pada metode MTT ini, serapan terbaca menunjukkan jumlah sel yang hidup sehingga hasil akhir uji sitotoksisitas yaitu persen kematian sel yang diperoleh dari selisih jumlah sel hidup pada sumuran kontrol dengan jumlah sel hidup pada sumuran yang diberi senyawa uji. Perhitungan persen kematian sel dilakukan dengan menggunakan rumus Abbot, diperoleh dari persamaan berikut :

% kematian sel =

A B -A

x 100%

dimana :

A = Rata-rata absorbansi kontrol B = Rata-rata absorbansi perlakuan


(46)

27

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Determinasi Tumbuhan

Determinasi tumbuhan bertujuan untuk memastikan kebenaran tumbuhan yang akan digunakan dalam penelitian. Determinasi tumbuhan perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam pengambilan sampel tumbuhan. Determinasi dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia, Fakultas Farmasi, USD menggunakan buku acuan (Backer dan Bakuizen van den Brink, 1965). Dari hasil determinasi tumbuhan didapatkan kunci sebagai berikut:

Cyperaceae-1b-2a-3b-4b-6b-7a-8a-11. Cyperus-1b-2b-15b-17b-19b-27b-37b-38b-39b-42b-44a-45b-46a. Cyperus rotundus L.

Hasil determinasi yang dilakukan menunjukkan bahwa tumbuhan yang akan diteliti adalah benar tumbuhan Cyperus rotundus atau dikenal sebagai rumput teki.

B. Pengumpulan bahan

Dalam penelitian, tumbuhan yang digunakan adalah tumbuhan Cyperus rotundus L. yang memiliki bunga berbulir berwarna hijau kecoklatan, daunnya berbentuk pita berwarna mengkilat dan terdiri dari 4-10 helai. Sampel umbi teki yang digunakan biasanya mengumpul berupa rumpun diambil dari tumbuhan yang tumbuh di daerah Sumberarum, Moyudan, Sleman (tepi sungai Progo) pada bulan Juni 2006. Umbi yang dikumpulkan dibersihkan dari tanah, kerikil ataupun benda asing yang terbawa pada saat pengumpulan umbi teki. Pengumpulan dan


(47)

28

penyiapan bahan dari satu tempat/ daerah agar kandungan kimianya konsisten sebab berbeda daerah dapat berbeda kandungan/ untuk menghindari variabel kandungan kimia yang terlalu besar.

C. Sterilisasi alat dan bahan

Untuk mencegah terjadinya kontaminasi oleh organisme, maka alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini harus disterilkan terlebih dahulu. Alat-alat tersebut dicuci bersih dengan sabun, dibilas, dikeringkan, setelah itu dibungkus dengan alumunium foil dan disterilkan dalam autoklaf selama 20 menit pada suhu 1210C (Garfinkle dan Henley, 2000).

D. Preparasi Sampel Ekstrak Etanol Umbi Teki

Umbi yang telah dikumpulkan dicuci bersih, ditiriskan sampai airnya hilang, kemudian dimasukkan di oven dengan suhu 65˚C selama 24 jam. Dari oven kemudian diserbuk, diayak dengan ukuran lebar nominal lubang ayakan 0,75 mm. Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kandungan air dan mencegah timbulnya kerusakan akibat reaksi enzimatik dan pertumbuhan mikroba yang mungkin terjadi bila kandungan air dalam umbi tinggi (Harborne, 1987). Pengeringan untuk mempermudah saat diserbuk selain itu diharapkan dengan pengeringan dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama apabila tidak segera digunakan. Setelah kering dibuat serbuk (diblender, diayak). Tujuan diserbuk adalah untuk meningkatkan luas permukaan simplisia sehingga luas kontak dengan cairan penyari akan semakin besar dan efektivitas ekstraksi tercapai.

Serbuk dimasukkan dalam dandang maserasi, pelarutnya sesuai dengan perbandingan yaitu setiap kilogram menggunakan etanol 70% sebanyak 9 liter.


(48)

29

Dari penyerbukan, 500 g serbuk dilarutkan dengan 4,5 liter etanol 70%, didiamkan sambil diaduk sesekali, sampai cairan penyari jernih, lalu disaring dengan kertas saring.

Ampas dibuang, filtrat disisihkan. Filtrat diuapkan diatas waterbath dengan suhu 65˚C dengan dibantu kipas angin dan diaduk-aduk sampai kental. Didapatkan 43,36 g ekstrak kental.

Suhu yang digunakan adalah 65˚C sebagai suhu yang dianggap optimum. Suhu lebih dari 65˚C kandungan aktif dapat rusak, sedangkan kurang dari 65˚C sulit menguap/ memerlukan waktu lama. Pelarut yang digunakan adalah etanol 70% untuk menarik semua zat baik polar maupun non polar. Alkohol, bagaimanapun juga adalah pelarut serbaguna yang baik untuk ekstraksi pendahuluan (Harborne,1987). Dalam ekstraksi yang digunakan adalah cara maserasi dengan pertimbangan selain pengerjaan mudah, tidak memakan waktu cukup lama.

E. Uji Sitotoksisitas Ekstrak Etanol Umbi Teki

Uji sitotoksisitas merupakan uji kualitatif dan uji kuantitatif dengan cara menetapkan kematian sel. Uji sitotoksisitas terhadap sel HeLa dilakukan untuk mengetahui aktifitas ketoksikan ekstrak etanol umbi teki. Parameter yang digunakan adalah LC50 yang merupakan implementasi potensi ketoksikan.

Uji sitotoksisitas dilakukan dengan metode MTT. Setelah diberi MTT diinkubasi selama sekitar 4 jam. MTT adalah garam tetrazolium (3[4,5-dimetil-tiazol-2-il]-2,5-difenil tetrazolium bromida) yang larut dalam air. MTT akan dipecah/ direduksi dalam mitokondria menjadi formazan yang berwarna ungu,


(49)

30

reaksinya diperlihatkan oleh gambar 3, gambar kristal formazan diperlihatkan pada gambar 4.

Gambar 3. MTT direduksi oleh enzim reduktase mitokondria menjadi formazan berwarna ungu

Gambar 4. Gambar Kristal Formazan

(I) Formazan, hasil reduksi MTT oleh sel hidup, berbentuk jarum dan berwarna gelap;

(II) Sel yang mati, tidak mengubah MTT menjadi formazan

Kompleks warna formazan tidak larut dalam air sehingga dilarutkan terlebih dahulu dengan penambahan 100 μl Sodium Dodesil Sulfat (SDS) 10% dalam HCl 0,01 N kemudian diinkubasi semalam pada suhu kamar. SDS berfungsi sebagai reagen stopper untuk menghentikan reaksi enzimatik dan untuk melarutkan garam formazan, sehingga kompleks warna ungu bisa ditetapkan secara spektrofotometri dengan ELISA Reader pada 550 nm. Jumlah formazan


(50)

31

yang terbentuk berkorelasi dengan sel yang hidup/ besarnya serapan berbanding lurus dengan jumlah sel yang hidup.

Ekstrak etanol umbi teki dilarutkan dalam DMSO (Dimetilsulfoksida) karena ekstrak etanol sukar larut dalam air, sehingga DMSO digunakan untuk memperbesar kelarutan. Maka perlu dilakukan kontrol pelarut (blanko) untuk mengetahui pengaruh DMSO terhadap sel. DMSO digunakan sebagai pelarut karena DMSO adalah pelarut yang baik untuk ion anorganik maupun untuk senyawa organik. Selain itu, DMSO relatif tidak toksik terhadap sel dibandingkan etanol dan umum digunakan dalam uji dengan kultur sel. Untuk membuktikan hal tersebut maka perlu dilakukan perhitungan persen kematian DMSO untuk mengetahui pengaruh DMSO terhadap kultur sel HeLa.

Sel yang mengalami perlakuan penambahan pelarut DMSO, pengaruh DMSO lebih kecil daripada pengaruh perlakuan senyawa uji tehadap sel. Hal ini ditunjukkan dengan persen kematian yang sangat kecil daripada sampel dan pemberian DMSO tidak memberikan efek toksik yang berarti. Oleh karena itu DMSO dapat digunakan sebagai pelarut senyawa uji, sehingga diharapkan kematian sel yang terjadi benar-benar disebabkan oleh ekstrak bukan karena DMSO.

Dari tabel (lampiran) dapat diketahui bahwa semakin rendah konsentrasi maka semakin tinggi absorbansi. Absorbansi ini menunjukkan jumlah sel yang hidup. Pada kadar kecil, banyak sel yang bertahan hidup dan bereaksi dengan MTT sehingga intensitas warna formazan yang dihasilkan semakin besar dan ketika diukur absorbansinya, menghasilkan absorbansi yang besar.


(51)

32

Besarnya absorbansi perlakuan lebih kecil daripada kontrol. Absorbansi sampel terkoreksi menggambarkan jumlah sel hidup pada perlakuan, sedangkan absorbansi kontrol terkoreksi menggambarkan jumlah sel yang hidup tanpa perlakuan (mengoreksi kematian alami). Dengan demikian, absorbansi kontrol lebih besar daripada perlakuan.

Dari hasil absorbansi, dilakukan perhitungan persen kematian sel. Hasil perhitungan persen kematian sel yang diberi perlakuan ekstrak etanol umbi teki mulai kadar tertinggi yaitu 2000 μg/ml sampai kadar terendah 100 μg/ml yang dibuat melalui pengenceran dari larutan stok ditampilkan pada tabel I.

Tabel I. Hasil uji sitotoksisitas ekstrak etanol umbi teki terhadap sel HeLa dengan metode MTT

No Kadar ekstrak (μg/ml)

% kematian pada sampel Persen DMSO (%) % kematian pada DMSO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 2000 1000 800 600 400 200 100 97,43 80,40 62,54 60,66 50,13 13,96 1,49 1,333 0,667 0,533 0,4 0,267 0,133 0,067 -27,161 1,226 3,250 3,985 -10,974 -14,715 -8,461

Persen kematian sel HeLa terbesar (97,43 %) diperoleh pada konsentrasi ekstrak 2000 μg/ml. Sedangkan pada kadar ekstrak terendah yaitu 100 μg/ml terlihat persen kematian selnya juga paling kecil yaitu 1,49%. Dari tabel dapat dilihat pula bahwa kematian 50% sel uji terjadi pada kadar perlakuan sampel sekitar 400 μg/ml. Persen kematian pada DMSO dan persen kematian sampel diolah dengan paired sample t-test, didapatkan nilai t = -4,332 dengan tingkat signifikansi = 0,005. Probabilitas (tingkat signifikans) 0,005 <0,05 maka dapat


(52)

33

ditarik kesimpulan terdapat perbedaan yang sangat signifikans antara rata-rata persen kematian pada DMSO dengan persen kematian pada ekstrak.

Semakin tinggi kadar ekstrak maka semakin besar persen kematian sel HeLa sehingga, semakin besar pula potensi ketoksikan, dapat dilihat pada grafik di gambar 5. Secara umum terdapat hubungan langsung antara konsentrasi ekstrak dan respon yang berupa persen kematian sel, sehingga dapat dikatakan bahwa potensi ketoksikan ekstrak etanol umbi teki memperlihatkan potensi tergantung dosis (dose dependent).

0 20 40 60 80 100 120

100 200 400 600 800 1000 2000 Kadar (mikrogram/ml)

P

er

sen kem

atian sel

Gambar 5. Profil hasil uji persen kematian sel dengan metode MTT.

Hasil analisis kuantitatif uji sitotoksisitas ini adalah parameter ketoksikannya yaitu harga LC50 yang merupakan implementasi potensi ketoksikan

untuk menggambarkan kemampuan menghambat atau membunuh sel kanker. Harga LC50 menunjukkan kadar ekstrak yang mampu mematikan sel sebesar 50 %

populasi (Hodgson and Levi, 2000). Uji sitotoksisitas meliputi range yang luas meliputi kadar tertinggi sampai kadar terendah sehingga harga LC50 terdapat


(53)

34

Kadar ekstrak etanol yang menyebabkan 50% sel HeLa mati (LC50) dapat

dihitung dari hasil uji sitotoksisitas ekstrak etanol kadar 2000 μg/ml sampai 100 μg/ml yang telah dikoreksi dengan menggunakan rumus Abbot dilanjutkan analisis probit (Mursyidi, 1985; Nurrochmad, 2001) sehingga diperoleh gambaran efek sitotoksik suatu senyawa. Probit transformed responses dapat dilihat pada gambar 6.

3.4 3.2

3.0 2.8

2.6 2.4

2.2 2.0

Log of kadar ekstrak (μg/ml) 2

1

0

-1

-2

-3

Probit

Probit Transformed Responses

R Sq Linear = 0.98

Gambar 6. Probit transformed responses setelah inkubasi 24 jam

Dari analisis probit didapatkan r Sq linear = 0,98; r hitung = √0,98 = 0,9899; sedangkan r tabel(95%,5) = 0,754; r hitung > r tabel sehingga korelasinya

linier. Dari hasil analisis diperoleh hasil LC50 ekstrak etanol umbi teki adalah 487

μg/ml (LC50 < 1000 μg/ml) yang berarti ekstrak etanol umbi teki bersifat


(54)

35

Ekstrak etanol umbi teki bersifat sitotoksik terhadap sel HeLa dapat dilihat pula secara kualitatif. Pada gambar terlihat bentuk sel HeLa yang hidup adalah membentuk seperti helaian daun dan melekat di dasar sumuran dan isi selnya tampak jernih. Sedangkan bentuk sel yang mati akan membulat, keruh dan mengapung. Sel yang mati terlihat keruh, agak hitam karena inti selnya telah rusak dan membran sel pecah sehingga bagian sitoplasma yang dapat meneruskan cahaya hilang. Pada medium tanpa perlakuan, juga terdapat sel yang mati mungkin karena kematian alami akibat kurangnya nutrisi, dapat dilihat pada gambar 7.

(a) (b)

Gambar 7. Gambar sel HeLa pada kontrol negatif dan perlakuan

(a) Sel HeLa tanpa perlakuan atau kontrol negatif (I) sel hidup (II) sel mati (b) sel HeLa yang diinkubasi 24 jam dengan ekstrak etanol 400 μg/ml

Dari morfologi sel HeLa, dapat diketahui adanya efek toksik yang ditimbulkan oleh larutan uji. Seperti halnya pada grafik persen kematian terdapat korelasi antara konsentrasi larutan uji dengan sitotoksisitasnya. Perbedaan konsentrasi sampel ternyata menunjukkan perbedaan kerapatan sel, dapat dilihat pada gambar 8. Pada konsentrasi ekstrak yang semakin rendah maka kerapatan sel yang terjadi semakin tinggi (rapat) karena semakin banyak sel yang bertahan


(55)

36

hidup. Sedangkan pada konsentrasi ekstrak yang semakin tinggi maka semakin sedikit sel yang bertahan hidup sehingga kerapatan sel menjadi rendah.

(a) (b)

(c) (d)

(e)

Gambar 8. Gambar sel HeLa pada kontrol dan perlakuan kadar 200 μg/ml, 400 μg/ml, 800

μg/ml

(a) Kontrol negatif (Sel dalam medium), (b) DMSO (sel dalam DMSO+medium), (c) Perlakuan ekstrak kadar 200 μg/ml, (d) Perlakuan ekstrak kadar 400 μg/ml, (e) Perlakuan ekstrak kadar 800 μg/ml


(56)

37

Gambar 8 menunjukkan bahwa ekstrak etanol umbi teki memberikan pengaruh dengan menginduksi kematian sel HeLa. Kadar ekstrak etanol umbi teki 800 μg/ml mempunyai kerapatan sel yang paling rendah dibandingkan dengan 2 kadar lainnya yaitu kadar sampel 400 μg/ml dan 200 μg/ml.


(57)

38

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Ekstrak etanol umbi teki mempunyai aktivitas sitotoksik terhadap kultur sel HeLa dengan harga LC50 sebesar 487 μg/ ml.

B. Saran

Dari hasil penelitian ini dapat disarankan :

1. Isolasi dan identifikasi senyawa kimia yang terdapat dalam ekstrak etanol umbi teki yang yang mempunyai aktivitas sitotoksik.

2. Uji sitotoksisitas ekstrak etanol umbi teki terhadap sel normal.

3. Penelitian mengenai mekanisme kematian sel kanker oleh ekstrak etanol umbi teki.


(58)

39

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1980, Materia Medika Indonesia, Jilid IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 46-51.

Anonim, 1985, Tanaman Obat Indonesia, jilid I, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, hal 81.

Anonim, 2000, Inventaris Tanaman Obat Indonesia (I), Jilid I, DepKes dan Kesejahteraan Sosial R.I. Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta.

Anonim, 2001, Biochemical and Organic Compound for Research and Diagnostic Reagent, Sigma Chemical Company, 1634-1635.

Anonim, 2006a, Cyperus rotundus Tincture from Amazon Herbs

®

, http://www.tropilab.com/cyperustincture.html. Diakses pada 9 Februari 2006.

Anonim, 2006b, Tiririca (Cyperus rotundus L.), http://www.rain-tree.com/tiririca.htm. Diakses pada 9 Februari 2006.

Anonim, 2006c, Nutgrass/ musta/ Cyperus rotundus, http://www.herbalremedies.com/nutgrass-information.html. Diakses pada 9 Februari 2006.

Anonim, 2006d, Berita : Obat Tradisional, Sebuah Pedang Bermata Dua, http://www.trubusonline.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle &cid=7&articl=376, Trubus. Diakses pada 15 Oktober 2006.

Anonim, 2006e, Teki (Cyperus rotundus L.), http://www.pfaf.org/database/plants.php?Cyperus+rotundus. Diakses pada 9 Februari 2006.

Anonim, 2006f, Cell culture,http://www-micro.msb.le.ac.uk/Video/culture.html. Diakses pada 15 Oktober 2006.

Anonim, 2006g, MTT assay - Wikipedia, the free encyclopedia,

http://en.wikipedia.org/wiki/MTT_assay. Diakses pada 15 Oktober 2006.

Anonim, 2006h, ATCC: MTT Cell Proliferation Assay

http://search.yahoo.com/www.atcc.org/Products/MttCell.cfm 24k -Diakses pada 15 Oktober 2006.


(59)

40

Alhusin, S., 2002, Aplikasi Statistik Praktis dengan SPSS.10 for Windows, edisi kedua, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Backer, C. A., dan Bakuizen van den Brink, R. C.,1965, Flora of Java, Volume III, N. V. Noordhoff, Graningen.

Barile, F.A., 1997, In Vitro Methods in Pharmaceutical Research, Academic Press, New York.

Bosman, F.T., 1996, Onkology, diterjemahkan oleh Arjono, Edisi V, 3-10, Panitia kanker RSUP Sardjito.

Castell, J. V., Gomez-Lechon, M. J. Ponsoda, X., Bort, R., 1997, In Vitro Investigation of the Molecular Mechanism of Hepatotoxicity, in: Castell, J.V., Gomez-Lechon, M. J., (eds) In Vitro Methods in Pharmaceutical Research, Academic Press, London.

Dewick, P, M., 1989, Tumour Inhibitors from Plants, 15th Edition, W.B. Saunders, London, 394-406.

Dharma, 1987, Indonesian Medicinal Plants, First Edition, Balai Pustaka, Jakarta, 19-20.

Dipiro, J., 2003, Pharmacoterapy, 5th edition, Mc Graw Hill, California USA, 2357.

Doyle, A., Griffiths, J.B., 2000, Cell and Tissue Culture for Medical Research, John Willey and Sons, Ltd., New York.

Dyson, N., Hawley, P.M., Munger, K., Harlow, E., 1989, The Human Papilloma Virus-16 E7 Oncoprotein is Able to Bind to the Retinoblastoma Gene Product, J. Pharm Science, 243.

Freshney, R.I., 1986, Animal Cell Culture A Practical Approach, Ed. I, IRL Press, Washington DC, 71-73.

Garfinkle, B.D., Henley, M.W., 1961, Sterilization in Gennaro, A.R., Remington: The Science and Practice of Pharmacy, 20th edition, University of The Sciences, Philadelphia, 753-765

Geissman, T.A., 1962, The Chemistry of Flavonoid Compounds, Pergamon Press, Inc., New York.


(60)

41

Harborne, 1987, Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, Edisi Kedua, Penerbit ITB, Bandung, 85-87; 94-104; 234-238.

Hartini,Y.S., 1993, Identifikasi Mikroskopis Umbi Cyperus rotundus L. serta Daya Anti Inflamasi Ekstrak Etanolnya, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Hodgson E and Levi, P., 2000, A Textbook of Modern Toxicology, Second Edition, Mc Graw Hill Companies, Inc., Singapore, 292-294.

Hsou-mou Chang, 1987, Pharmacology and Application of Chinese Materia Medica, Volume II, World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd., 893. King, R.J.B., 2000, Cancer Biology, 2ndedition, School of Biological Sciences,

University of Surrey, England.

Lodish, H., Arnold, B., Zipursky, S. L., Matsudara, P., David, B., Darnell, J. E., 2000, Molecular Cell Biology, W. H. Freeman and Company, London. Maurice, E.S., Robert, S.G., 1954. The Flavonoids in Biology and Medicine, The

National Vitamin Foundation Inc., New York, 40.

Mahardika, A.W., 2003, Kursus singkat Kultur Sel, Laboratorium Ilmu Hayati Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Markham, K.R., 1988, Techniques of Flavonoid Identification, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, Penerbit ITB, Bandung, 1-69.

Meyer, B.N., Ferrigni, N.R., Putnam, J.E., Jacobsen, L.B., Nochols, D.E., Mc Laughlin, J.L., 1982, Brine Shrimp: A Convenient General Bioassay for Active Plant Concenient, Volume 45, Planta Medica, 32-34.

Mosmann, T., 1983, Rapid Colorimetric Assay for Cellular Growth and Survival : Application to Proliferation and Cytotoxicity Assays, Journal of Immunological Methods, 65 (1-2): 55-63.

Mursyidi, 1985, Statistika Farmasi dan Biologi, Cetakan I, Ghalia Indonesia, Jakarta, 157.

Nafrialdi, Sulistiya, G., 1995. Antikanker, dalam Ganiswara, Farmakologi dan Terapi, Ed ke-4, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Indonesia, Jakarta, 686-702.

Nurrochmad, A., 2001, Sintesis Kurkumin: Bisdemetoksikurkumin, Bisdemetoksihidroksikurkumin dan Pentagamavunon serta Uji


(61)

42

Ketoksikannya terhadap Sel Myeloma dan Sel Mononuklear Normal secara in vitro, Tesis, Program Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Robert O. Black, Baltimore's History Special:

Henrietta Lacks & the Cell that Changed Science,

www.jhu.edu/~jhumag/0400web/01.html - 20k - Johns Hopkins

Magazine -- April 2000. Diakses 15 Oktober 2006.

Raharja, Vonny, 1994, Profil Kromatografi Umbi Cyperus rotundus, L. serta Khasiat Anti Radang dari Ekstrak Etanolnya, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Rahardjo, 1990, Isolasi dan Identifikasi Flavonoid dari Umbi Cyperus rotundus L., Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada , Yogyakarta. Rahayu, 1989, Efek Antihelmintik dari Umbi Cyperus rotundus L. serta Profil

Kromatografinya, Skripsi, Fakultas Farmasi , Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, terjemahan oleh Kosasih Padmawinata, Edisi keenam, Penerbit ITB, Bandung, 245-254. Sardjono, B., 1988, Biakan Sel Hewan, Pusat Antar Universitas, UGM,

Yogyakarta.

Sambrook, Fritsch, E.F., Maniatis, T., 1989, Molecular Cloning, A Laboratory Manual, 2nd Edition, Coldspring Harbor Laboratory Press.

Septisetyani, E.P., 2005, Efek Antiproliferatif Fraksi XIX-XX Ekstrak Etanolik Daun Gynura procumbens (Lour) Merr., Terhadap Sel HeLa, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Snell, K., Mullock, B., 1987, Biochemical Toxicology A Practical Approach, IRL Press, Oxford, Washington DC.

Soedibyo, B.R.A. Mooryati, 1998, Alam Sumber Kesehatan Manfaat dan Kegunaan, Balai Pustaka, Jakarta, 360-361.

Soeripto, 1998, Mekanisme Molekuler Karsinogenesis, Bagian Patologi Anatomi, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Suffness, M., dan Pezzuto, J.M., 1991, Assay Related to Cancer Drug Discovery, Methods in Plant Biochemistry: Assay for Bioactivity, Volume VI, Academic Press, London, 71-133.


(62)

43

Suhartiningsih, Retno, 1996, Daya Melarutkan Minyak Atsiri dan Infus Umbi Teki (Cyperus rotundus L.) Terhadap Batu Ginjal Kalsium Secara In Vitro, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Teich, N.M., 1997, Oncogenes and Cancer, in Franks, L. M., Teich, N.M.,

Cellular and Molecular Biology of Cancer, 3rd ed., Oxford University Press, London.

Van Cauteren, H., de Icok, Th. M.C.M., van Schooten, F.J., Introduction to Carcinogenesis, in Niesink, R.J.M., de Vries, J., Hollinger, M.A., 1996, Toxicology : Principles and Application, CRC Press, USA, 347-367. Wahyono, 1988, Laporan Penelitian Identifikasi Senyawa Fenolik dalam

Cyperus rotundus Linn, 2, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Yogyakarta.

Wallin, R.F., Arscott, E.F., 1998, A Practical Guide to ISO: Cytotoxicity, an MD and DI.


(63)

44

LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto tumbuhan rumput teki (Cyperus rotundus L.)


(64)

45

Lampiran 2. Foto seluruh bagian tumbuhan teki dan umbi teki

Gambar 10. Foto Seluruh Bagian Tumbuhan Teki


(65)

46


(66)

47

Lampiran 4. Foto ELISA reader, mikroskop inverted Olympus, dan sentrifuge sigma

Gambar 12. Foto ELISA reader SLT 340ATC

Gambar 13. Foto mikroskop inverted Olympus


(67)

48

Lampiran 5. Foto Laminar Air Flow cabinet dan inkubator termostat OSK

Gambar 15. Foto Laminar Air Flow cabinet


(68)

49

Lampiran 6. Foto 96 well plate berisi hasil uji yang dibaca pada ELISA reader


(69)

50

Lampiran 7. Perhitungan untuk berbagai seri konsentrasi ekstrak etanol Stok = 0,15 g/ 500 µl DMSO

= 300 mg/ml DMSO Perhitungan = l 500 g 0,15 μ = l 500 mg 150 μ = l 1000 mg 300 μ

= 300 mg/ml = 300 mg ekstrak etanol umbi teki dalam 1 ml DMSO

Konsentrasi 2000 µg/ml V1N1 = V2N2

V1. 300 mg/ml = 2 ml x (2 x 2000 µg/ml)

V1 =

l m / mg 300 g 8000μ

V1 =

mg/ml 300

mg 8

V1 = 0,02667 ml

V1 = 26,7 µl

Volume yang diambil dari stok = 26,7 µl, ditambahkan medium (RPMI mengandung FBS 10%) ad 2 ml.

Konsentrasi 1000 µg/ml V1N1 = V2N2

V1. (2 x 2000 µg/ml) = 2 ml x (2 x 1000 µg/ml)

V1 =

l m / g 4000 g 4000 μ μ V1 = 1 ml


(70)

51

Volume yang diambil dari konsentrasi 2000 µg/ml = 1000 µl, ditambahkan medium (RPMI mengandung FBS 10%) ad 2 ml.

Konsentrasi 800 µg/ml V1N1 = V2N2

V1. (2 x 2000 µg/ml) = 2 ml x (2 x 800 µg/ml)

V1 =

l m / g 4000 g 3200 μ μ V1 = 0,8 ml

V1 = 800 µl

Volume yang diambil dari konsentrasi 2000 µg/ml = 800 µl, ditambahkan medium (RPMI mengandung FBS 10%) ad 2 ml.

Konsentrasi 600 µg/ml V1N1 = V2N2

V1. (2 x 2000 µg/ml) = 2 ml x (2 x 600 µg/ml)

V1 =

l m / g 4000 g 2400 μ μ V1 = 0,6 ml

V1 = 600 µl

Volume yang diambil dari konsentrasi 2000 µg/ml = 600 µl, ditambahkan medium (RPMI mengandung FBS 10%) ad 2 ml.

Konsentrasi 400 µg/ml V1N1 = V2N2

V1. (2 x 2000 µg/ml) = 2 ml x (2 x 400 µg/ml)

V1 =

l m / g 4000 g 1600 μ μ V1 = 0,4 ml


(71)

52

Volume yang diambil dari konsentrasi 2000 µg/ml = 400 µl, ditambahkan medium (RPMI mengandung FBS 10%) ad 2ml.

Konsentrasi 200 µg/ml V1N1 = V2N2

V1. (2 x 2000 µg/ml) = 2 ml x (2 x 200 µg/ml)

V1 =

l m / g 4000 g 800 μ μ V1 = 0,2 ml

V1 = 200 µl

Volume yang diambil dari konsentrasi 2000 µg/ml = 200 µl, ditambahkan medium (RPMI mengandung FBS 10%) ad 2 ml.

Konsentrasi 100 µg/ml V1N1 = V2N2

V1. (2 x 2000 µg/ml) = 2 ml x (2 x 100 µg/ml)

V1 =

l m / g 4000 g 400 μ μ V1 = 0,1 ml

V1 = 100 µl

Volume yang diambil dari konsentrasi 2000 µg/ml = 100 µl, ditambahkan medium (RPMI mengandung FBS 10%) ad 2 ml.


(72)

53

Lampiran 8. Data Absorbansi pada Pengujian Sitotoksisitas Tabel II. Data absorbansi kontrol

Replikasi Absorbansi kontrol sel (sel+media) (a) Absorbansi media (b) A (a-b) 1. 2. 3. 4. 1,678 1,428 1,557 1,460 0,715 0,701 0,699 0,746 0,963 0,727 0,858 0,714

Σ 6,123 2,861 3,262

Rata-rata 1,53075 0,71525 0,8155

Keterangan : Data yang dicetak tebal adalah yang dipakai, sebagai variabel A rata-rata. Tabel III. Data absorbansi DMSO

Absorbansi sel kontrol DMSO (media+DMS O+sel) Absorbansi Media+DMSO No Kadar sampel (μg/ml)

Persen DMSO (%) Rep-1 Rep-2 Rata-rata (c) Rep-1 Rep-2 Rata-rata (d) B (c-d) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 2000 1000 800 600 400 200 100 1,333 0,667 0,533 0,4 0,267 0,133 0,067 1,685 1,493 1,464 1,442 1,648 1,648 1,522 1,779 1,478 1,481 1,469 1,518 1,598 1,637 1,7320 1,4855 1,4725 1,4555 1,5830 1,6230 1,5795 0,686 0,686 0,697 0,672 0,672 0,689 0,681 0,704 0,674 0,670 0,673 0,684 0,686 0,709 0,6950 0,6800 0,6835 0,6725 0,6780 0,6875 0,6950 1,0370 0,8055 0,7890 0,7830 0,9050 0,9355 0,8845

Tabel IV. Data absorbansi sampel

Absorbansi sumuran uji (media+ekstrak+sel) Absorbansi larutan uji (media+ekstrak) No Kadar sampel (μg/ml)

Rep-1 Rep-2 Rep-3 Rata-rata (e) Rep-1 Rep-2 Rata- rata (f) C (e-f) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 2000 1000 800 600 400 200 100 1,842 1,387 1,420 1,330 1,322 1,456 1,557 1,814 1,345 1,417 1,371 1,330 1,502 1,530 1,822 1,304 1,435 1,308 1,304 1,466 1,513 1,826 1,345 1,424 1,336 1,318 1,475 1,533 1,835 1,170 1,134 1,009 0,916 0,773 0,730 1,775 1,201 1,103 1,022 0,908 0,773 0,730 1,8050 1,1855 1,1185 1,0155 0,9120 0,7730 0,7300 0,0210 0,1595 0,3055 0,3205 0,4060 0,7020 0,8030


(1)

54

Lampiran 9. Perhitungan Persen Kematian Uji Sitotoksisitas Ekstrak Etanol Umbi

Teki (Cyperus rotundus L) terhadap Sel Hela

Hasil pengamatan uji sitotoksisitas ekstrak etanol umbi teki terhadap sel Hela

dengan perhitungan menggunakan MTT

Tabel V. Perhitungan persen kematian pada DMSO

No Kadar

sampel

(

μ

g/ml)

Persen

DMSO

(%)

A

(a-b)

B

(c-d)

Persen kematian (%)

[

(A-B)/A

]

x 100 %

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

2000

1000

800

600

400

200

100

1,333

0,667

0,533

0,4

0,267

0,133

0,067

0,8155 1,0370

0,8055

0,7890

0,7830

0,9050

0,9355

0,8845

-27,161

1,226

3,250

3,985

-10,974

-14,715

-8,461

Tabel VI. Perhitungan persen kematian pada sampel

No Kadar

sampel

(

μ

g/ml)

A

(a-b)

C

(e-f)

Persen kematian

sampel (%)

[

(A-C)/A] x 100%

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

2000

1000

800

600

400

200

100

0,8155 0,0210

0,1595

0,3055

0,3205

0,4060

0,7020

0,8030

97,425

80,400

62,538

60,658

50,133

13,959

1,492

Keterangan : A = absorbansi sel pada medium (tanpa perlakuan); B = absorbansi

sel pada DMSO; C = absorbansi sel pada perlakuan/sampel


(2)

55

55

Lampiran 10. Hasil uji paired sample t-test

T-Test

Paired Samples Statistics

-7.55000 7 11.366593 4.296168 52.37214 7 34.294540 12.962118 perlakuan DMSO

perlakuan ekstrak Pair

1

Mean N Std. Deviation

Std. Error Mean

Paired Samples Correlations

7 -.044 .925

perlakuan DMSO & perlakuan ekstrak Pair

1

N Correlation Sig.

Paired Samples Test

-59.92214 36.600940 13.833855 -93.77237 -26.07192 -4.332 6 .005 perlakuan DMSO

-perlakuan ekstrak Pair

1

Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean Lower Upper

95% Confidence Interval of the

Difference Paired Differences


(3)

Lampiran 11. Hasil analisis probit ekstrak etanol umbi teki (Cyperus rotundus L.)

terhadap kultur sel HeLa dengan metode MTT

Probit ekstrak etanol umbi teki

&

* * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * *

DATA Information

7 unweighted cases accepted.

0 cases rejected because of missing data. 0 cases are in the control group.

0 cases rejected because LOG-transform can't be done. MODEL Information

ONLY Normal Sigmoid is requested.

- - - - - -

&

* * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * *

Parameter estimates converged after 15 iterations. Optimal solution found.

Parameter Estimates (PROBIT model: (PROBIT(p)) = Intercept + BX):

Regression Coeff. Standard Error Coeff./S.E. kadar 2.77069 .18886 14.67020

Intercept Standard Error Intercept/S.E. -7.44669 .51936 -14.33815 Pearson Goodness-of-Fit Chi Square = 10.219 DF = 5 P = .069

Since Goodness-of-Fit Chi square is NOT significant, no heterogeneity

factor is used in the calculation of confidence limits.

- - - - - -


(4)

57

&

* * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * *

Observed and Expected Frequencies

Number of Observed Expected

kadar Subjects Responses Responses Residual Prob

3.30 100.0 97.4 95.538 1.892 .95538

3.00 100.0 80.4 80.658 -.258 .80658

2.90 100.0 62.5 72.470 -9.930 .72470

2.78 100.0 60.7 59.897 .763 .59897

2.60 100.0 50.1 40.625 9.505 .40625

2.30 100.0 14.0 14.203 -.243 .14203

2.00 100.0 1.5 2.837 -1.347 .02837

&

* * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * *

Confidence Limits for Effective kadar

95% Confidence Limits Prob kadar Lower Upper .01 70.47619 50.68001 91.00612 .02 88.39532 65.70679 111.33893 .03 102.05930 77.45727 126.56415 .04 113.71328 87.64933 139.39539 .05 124.16763 96.91032 150.80296 .06 133.81975 105.55020 161.25984 .07 142.89819 113.74828 171.03685 .08 151.54825 121.61905 180.30553 .09 159.86895 129.24087 189.18252 .10 167.93141 136.67018 197.75133 .15 205.87347 172.12870 237.73466 .20 242.05401 206.53021 275.51279 .25 278.12091 241.20189 313.02569 .30 315.06785 276.93811 351.46970 .35 353.67232 314.34401 391.81766 .40 394.66908 353.96861 435.03068 .45 438.85156 396.38157 482.18689


(5)

58

.55 540.78598 492.38944 593.92665 .60 601.32598 547.96939 662.41393 .65 671.03010 610.64614 743.17584 .70 753.24973 682.95265 840.83192 .75 853.31510 768.95774 962.73604 .80 980.46204 875.70485 1121.72729 .85 1152.77007 1016.86866 1343.25899 .90 1413.22440 1224.54114 1688.89965 .91 1484.49567 1280.40778 1785.42345 .92 1566.00144 1343.86125 1896.72919 .93 1660.79618 1417.11912 2027.35377 .94 1773.46592 1503.49389 2184.15490 .95 1911.32559 1608.23859 2378.15440 .96 2087.04535 1740.39118 2628.61211 .97 2325.36162 1917.45532 2973.52952 .98 2684.81149 2180.42863 3504.05770 .99 3367.44601 2668.70978 4541.10691

3.4 3.2

3.0 2.8

2.6 2.4

2.2 2.0

Log of kadar ekstrak (μg/ml) 2

1

0

-1

-2

-3

Probit

Probit Transformed Responses


(6)

Dokumen yang terkait

Uji efek ekstrak etanol bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap penurunan kadar gula darah pada tikus putih jantan

8 57 98

Efek ekstrak etanol kangkung air (Ipomoea Aquatica Forks) terhadap lamanya tidur (Sleeping Time) Mencit Jantan Dibandingkan Dengan Fenobarbital

0 55 87

Pengaruh pemberian ekstrak etanol buah muda mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap gambaran histopatologi nekrosis sel hepar tikus putih jantan (Rattus norvegicus strain wistar) yang diinduksi parasetamol

2 7 26

Efek pemberian ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap jumlah sel fibroblas gingiva pada tikus wistar jantan dengan periodontitis

1 5 8

Uji potensi antifungi ekstrak etanol rimpang kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) terhadap Trichohyton meniagrophyies dan Trichophyton rubrum

7 32 83

Uji efektivitas antibakteri ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih (crinum asiaticum L) terhadap bekteri penyebab jerawat

2 51 103

Uji toksisitas akut campuran ekstrak etanol daun sirih (piper batle L). dan ekstrak kering gambir (uncaria gambir R.) terhadap mencit putih jantan

1 8 145

Efektivitas ekstrak umbi bawang sabrang (eleutherine palmifolia (L.) Merr.) terhadap pertumbuhan bakteri streptococcus pyogenes

0 18 50

Pengaruh konsentrasi pelarut terhadap aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata Linn) dengan metode peredaman radikal bebas DPPH

5 30 63

Aktivitas ekstrak etanol daun singawalang (Petiveria alliacea L.) dan fraksinya sebagai antidiabetes

0 1 7