arang dengan pH mendekati netral. Proses perendaman hingga pencucian ini berpengaruh terhadap gugus aktif pada karbon aktif. Gugus aktif pada aktivator
akan digantikan oleh gugus OH dari aquades. Gugus OH menyebabkan permukaan karbon aktif menjadi hidrofilik sehingga akan berinteraksi lebih kuat
dengan molekul polar senyawa organik dibandingkan dengan molekul-molekul non-polar Budiono et al. 2009. Viswanathan et al. 2009 menyatakan bahwa
reaksi pergantian gugus aktif ini dinamakan reaksi ion exchange yang terjadi antara gugus aktif larutan aktivator, seperti PO
4
yang akan digantikan gugus OH dari aquades saat pencucian.
Akhir proses aktivasi yaitu pengeringan sampel menggunakan oven untuk menguapkan air di dalam sampel serta untuk membuka pori-pori arang, sehingga
pori-pori akan semakin besar. Suhu aktivasi berpengaruh besar pada pembentukan karbon dan kapasitas adsorpsi dari karbon aktif. Suhu yang terlalu tinggi akan
menyebabkan terbentuknya abu. Hasil penelitian Suhendra dan Gunawan 2007 menunjukkan suhu aktivasi optimum untuk pembuatan karbon aktif dari sekam
padi adalah sekitar 300
o
C. Pada suhu yang lebih tinggi, rendemen yang dihasilkan akan semakin rendah karena terjadi proses pengabuan. Morfologi
karbon aktif dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Karbon aktif berbentuk granul
Sumber : Anonim 2009
2.4 Limbah Industri Tekstil
Limbah merupakan hasil buangan yang berasal dari kegiatan industri, rumah tangga maupun rumah sakit. Limbah dapat berupa padat, cair maupun gas yang
akan menimbulkan gangguan baik terhadap lingkungan, kesehatan, kehidupan biotik, keindahan serta kerusakan benda. Limbah industri dapat berupa limbah
padat dan limbah cair Khairani et al. 2007. Limbah padat industri tekstil berasal dari proses pemintalan dari yarn pada spinning mill, pelilitan benang pada
kumparan, penenunan, perajutan dan production non woven, sedangkan limbah cair berasal dari proses penghilangan zat pelumas dan dari proses pencelupan.
Limbah sering kali mengandung zat berbahaya seperti logam berat, sehingga perlu treatment
khusus sebelum dibuang ke lingkungan Siregar 2005. Limbah cair merupakan masalah utama dalam pengendalian dampak paling
luas. Hal ini disebabkan karakteristik fisik maupun kimianya yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan. Industri tekstil memerlukan bermacam zat
warna, bahan kimia dan pembantu penyempurnaan bahan tekstil. Sebagian zat tersebut teradsorpsi oleh bahan tekstil, sedangkan sisanya berada dalam larutan
yang akan dibuang bersama air bekas proses basah. Zat-zat dalam air buangan tersebut berpotensi menimbulkan masalah pencemaran lingkungan Hoo dan
Suryo 1982 diacu dalam Ardhina 2007. Standar baku mutu air limbah industri tekstil sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-
51MENLH101995 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Baku mutu limbah cair untuk industri tekstil No
Parameter Kadar Maksimum
Satuan 1 BOD
5
60 mgℓ
2 COD 150
mg ℓ
3 TSS 50
mg ℓ
4 Fenol Total 0,5
mgℓ 5 Krom Total Cr
1,0 mgℓ
6 Amonia Total NH
3
N 8,0
mgℓ 7 Sulfida sebagai S
0,3 mgℓ
8 Minyak dan lemak 3,0
mg ℓ
9 pH 6,0-9,0
-
Sumber : KEPMENLH 1995
Cemaran limbah tekstil dapat direduksi dengan berbagai cara. Setiap industri memiliki treatment tersendiri untuk mereduksi cemaran pada air limbah
yang dihasilkan. Air limbah yang telah ditreatment akan dibuang ke perairan, namun limbah tersebut harus dipastikan terlebuh dahulu memenuhi standar baku
mutu agar tidak membahayakan lingkungan. Salah satu pengelolaan air limbah
tekstil ialah adsorpsi menggunakan karbon aktif. Penggunaan karbon aktif sebagai pengelolaan tahap akhir pada limbah tekstil merupakan metode yang cukup
efektif. Adapun kelemahan dari karbon aktif yaitu tidak dapat menghilangkan sisa bahan pewarna dan bahan-bahan yang tidak dapat terurai secara biologis.
Beberapa bahan kimia dalam air limbah tekstil dapat diendapkan, diuraikan secara biologis, ataupun diserap, misalnya adalah senyawa polivinil alkohol PVA
Siregar 2005. Air limbah tekstil dapat dengan mudah dikenal karena warnanya. Selain zat
warna yang menjadi kontaminan utama, ditemukan pula logam berat berbahaya seperti Cu, Zn, dan Cr Suganda et al. 2002. Logam berat dihasilkan dari
beberapa sumber dalam proses tekstil, seperti benang, suplai air bersih, bahan kimia agen oksidasi dan pereduksi elektrolit, asam dan basa, logam dalam proses
penyelesaian finishing, pewarna dan pigmen, herbisida dan pestisida, serta bahan kimia untuk perawatan Smith 1988; Liu et al. 2006.
Benang merupakan salah satu bahan baku dalam industri tekstil. Umumnya, logam berasal dalam benang alami, misalnya berasal dari kapas yang
mengadsorpsi logam berat dari lingkungannya. Kontaminasi logam berat juga dapat berasal dari mesin pembuat benang. Logam berat pada limbah industri
tekstil juga dapat berasal dari suplai air bersih. Konsentrasi logam berat dalam suplai air bersih tidak berada pada nilai yang signifikan 1 ppm, misalnya logam
tembaga, besi, dan seng. Tembaga Cu seringkali ditambahkan dalam sistem distribusi air minum untuk mencegah pertumbuhan alga dalam tangki dan kolam.
Aluminum terdapat dalam dalam bentuk alum, juga merupakan logam yang sengaja ditambahkan ke dalam suplai air minum Smith 1988.
Bahan pengoksidasi pewarna vat vat dyes indsutri tekstil adalah logam kromium. Logam ini juga biasanya digunakan sebagai agen pengoksidasi.
Kromium Cr memiliki karakteristik sebagai pengoksidasi yang kuat sehingga menjadi larutan yang berguna pada laboratorium, tetapi penggunanannya dapat
menimbulkan beberapa permasalahan. Masalah yang timbul antara lain yaitu pencemaran lingkungan, membahayakan pekerjaan mikrobiologis, serta bersifat
toksik dalam fasilitas pengolahan limbah biologis Smith 1988.
Proses penyelesaian finishing pada industri tekstil menggunakan beberapa bahan kimia organo-metalik, seperti water repellent, pencegah api flame
retardant , anti-jamur, dan anti-bau. Bahan ini dapat mengandung antimony, tin
dan seng Siregar 2005. Logam berat juga terdapat pada pewarna yang digunakan dalam industri tekstil. Beberapa jenis pewarna dan logam berat yang
dikandungnya disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3 Jenis pewarna tekstil dan logam berat yang dikandungnya
No. Jenis Pewarna
Logam berat yang terkandung 1
Vat Blue 29 Kobalt
2 Pigment Blue 15
Tembaga 3
Ingrain Blue 14 Nikel
4 Ingrain Blue 5
Kobalt 5
Ingrain Blue 13 Tembaga
6 Direct Blue 86
Tembaga 7
Direct Blue 87 Tembaga
8 Pigment Blue 17
Tembaga, Barium 9
Acid Blue 249 Tembaga
10 Ingrain Blue 1 Tembaga
11 Pigment Blue 15 Tembaga
12 Pigment Green 37 Tembaga
13 Pigment Green 7 Tembaga
14 Ingrain Green 3 Tembaga
15 Solvent Blue 25 Tembaga
16 Solvent Blue 24 Tembaga
17 Solvent Blue 55 Tembaga
18 Reactive Blue 7 Tembaga
Sumber : Smith 1988
Cemaran logam berat juga dapat berasal dari bahan-bahan yang digunakan dalam maintenance. Bahan kimia untuk perawatan seringkali merupakan sumber
limbah toksik. Bahan kimia ini biasanya mengandung logam, asam, klor, perchloroethylene
, dan materi toksik lainnya. Bahan kimia lain yang juga merupakan sumber logam dan toksisitas dari limbah cair adalah biosida dan
herbisida. Biosida digunakan secara rutin untuk perawatan menara pendingin cooling tower dan pemurnian air. Biosida juga digunakan untuk beberapa
aplikasi, misalnya proses penyelesaian finishing kaus kaki, tenda, tenda rumah, dan kain terpal, sedangkan herbisida digunakan untuk mengontrol rumput, rumput
liar, dan tumbuhan lainnya di sekitar tangki penyimpanan, misalnya tangki gas,
bahan bakar, dan varsol. Sumber logam lain yang dapat terjadi adalah photographic processing
yang biasa digunakan untuk mencetak screen atau operasi lainnya. Proses ini biasanya merupakan sumber logam perak yang cukup
signifikan, tetapi logam tersebut dapat didaur ulang kembali dari limbah photo processing
tersebut untuk mengurangi sumber pencemaran dan keuntungan ekonomi Smith 1988.
2.5 Adsorpsi