3.3 Langkah Kerja 3.3.1 Identifikasi Hubungan Hidroklimat
Terhadap Kegiatan Budidaya Padi Pandanwangi
Langkah pertama
ialah dengan
mengumpulkan referensi kajian pengaruh hidroklimat
terhadap budidaya
padi Pandanwangi.
Selanjutnya bila
tidak memungkinkan telah ada kajian seperti itu
sebelumnya, maka
selanjutnya ialah
mengumpulkan referensi kajian hidroklimat dan referensi faktor-faktor fisik lingkungan
yang mempengaruhi
budidaya tanaman
pertanian, kemudian membuktikan bahwa hidroklimat bisa berpengaruh nyata terhadap
budidaya Pandanwangi layaknya pengaruh faktor fisik lain yang sudah secara nyata
berpengaruh nyata terhadap budidaya tanaman pertanian. Hubungan dan pemerkuat bukti
diidentifikasi dengan teknik meta analisis.
3.3.2 Mengkaji
Kriteria Kesesuaian
Hidroklimat Untuk Budidaya Padi Pandanwangi
Langkah pertama
ialah menyusun
parameternilai hidroklimat real di tempat pembudidaya Pandanwangi yang telah ada
pada lampiran 1 s.d 10. Selanjutnya menyusun syarat tumbuh varietas padi sawah umum dan
syarat tumbuh varietas padi Pandanwangi yang telah ada pada tinjauan pustaka. Kemudian
dilakukan analisis kesesuaian semua versi nilai-nilai fisik lingkungan tersebut dengan
membandingkan hasil-hasil nilai real fisik lingkungan dengan syarat tumbuh teoritis.
Selanjutnya mensintesis prasyarat hidroklimat yang diperlukan untuk budidaya Pandanwangi.
Ciri fisik lingkungan pembudidaya padi Pandanwangi tujuh kecamatan di Cianjur dan
non-pembudidaya dua kecamatan sampel sentra sawah padi sawah: Dramaga dan Jatisari
[pada lampiran 1 s.d 10] didapat selain berdasarkan hasil dari penelusuran pustaka,
tetapi juga didapat dari hasil data iklim-geografis yang didapat dari software
klimatologis FAO Loc Clim dan Google Earth. Hal ini dilakukan karena data parameter fisik
lingkungan seperti itu umumnya sukar didapat dalam telaah pustaka.
3.3.3
Mengkaji Dampak
Hidroklimat Terhadap Aspek Sosial Usahatani
Padi Pandanwangi di Cianjur Ialah dengan mengumpulkan referensi
yang mampu
mendukungmembuktikan bahwa hidroklimat mempengaruhi aspek
sosial usaha tani padi Pandanwangi di Cianjur dan di provinsi Jawa Barat. Selanjutnya
identifikasi hubungan dan pemerkuat bukti dilakukan secara meta analisis.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hubungan Hidroklimat
Terhadap Budidaya Padi Pandanwangi
Berdasarkan hasil telaah pustaka, tidak didapatkan referensi khusus terpublikasi yang
pernah mengkaji
mengenai hubungan
hidroklimat dengan
budidaya padi
Pandanwangi secara langsung. Beberapa kajian seperti Quinn et al. 2004, secara
khusus hanya pernah mengkaji pengaruh hidroklimat terhadap aspek pertanian, yaitu
terhadap hasil produksi tanaman. Kajian lain dari Indrayani et al. 2009 secara tidak
langsung menyiratkan dibutuhkan keharusan syarat ketersediaan air tertentu untuk budidaya
padi
Pandanwangi. Ini
memungkinkan parameter
hidroklimat menjadi
faktor pembatas dalam kegiatan budidaya padi
Pandanwangi. Selanjutnya
perlu dicari
hubungan antara penelitian Indrayani et al. 2009 dan dengan Quinn et al. 2004 dan
memperkuat buktinya.
4.1.1 Aspek-aspek Utama dari Suatu Budidaya Tanaman Pertanian yang
Dipengaruhi Langsung Oleh Faktor Fisik Lingkungan
Kualitas hasil tanam mencakup: tekstur beras, tingkat kepulenan, bentuk, aroma, dan
kualitas sifat unggul lain dipengaruhi langsung oleh faktor fisik tanah jenis tanah,
kesuburan, pH,
tekstur dan
beberapa parameter iklim tertentu suhu, curah hujan,
kelembapan, angin, penyinaran matahari. Kuantitas hasil tanam mencakup: luas tanam
yang mampu dicapai dipengaruhi langsung oleh faktor fisik ketersediaan air.
Hal ini bisa dilihat dan dibuktikan dalam hasil-hasil penelitian hubungan tanah terhadap
hasil budidaya pada tinjauan pustaka dari: Billings 1952, Aryana 2009, Akbarillah et
al. 2007, Zahrah 2011, Kastanja 2010, Kurniawan et al. 2009 yang pada umumnya
menyatakan bahwa kondisi tanah berpengaruh langsung terhadap kualitas hasil. Perbedaan
kondisi tanah pada dua lokasi dengan luasan area yang sama dan jenis yang ditanam sama,
maka akan menimbulkan perbedaan kualitas hasil tanam. Pada budidaya sawah padi
Pandanwangi, dapat dilihat bahwa perbedaan jenis tanah antara dua wilayah kajian
pembudidaya
di Cianjur
dengan non-pembudidaya di tempat sampel [pada
lampiran 1] secara umum tidak memberikan arti lebih bahwa jenis tanah tertentu mutlak
diperlukan agar kualitas hasil bisa muncul dan agar mutu beras bisa sama seperti beras
Pandanwangi yang ditanam Cianjur. Pada lampiran 1: jenis tanah, menunjukkan hasil
bahwa kurang dapat ditarik pembeda yang membedakan antara tujuh daerah pembudidaya
di cianjur dengan daerah-daerah bukan pembudidaya.
Pun ke-tujuh
tempat pembudidaya di Cianjur ini memiliki jenis
yang beragam tanahnya, tapi nyatanya budidaya sama-sama berhasil dengan baik.
Betapapun itu kajian mengenai jenis tanah yang sesuai untuk budidaya padi sawah telah
banyak kajiannya, dan salah satu prasyarat parameter fisik yang selalu dicantumkan ialah
jenis tanah. Jenis tanah ialah salah satu faktor pembatas tumbuh tanaman pertanian yang
harus diperhitungkan, artinya jenis tanah selalu mempengaruhi kegiatan budidaya tanaman
pertanian dalam hal ini terhadap kualitas hasil, yang mana bisa dibuktikan oleh beberapa hasil
penelitian para peneliti agronomi di tinjauan pustaka tersebut. Pada kajian ini, jenis tanah
khusus
tidak dikaji
secara mendalam
pengaruhnya terhadap padi Pandanwangi sebagai
prasyarat budidaya
karena keterbatasan lingkup kajian yang hanya
menitikberatkan kepada
faktor fisik
hidroklimat. Begitu pula dengan pengaruh suhu udara
rataan harian, banyak dibuktikan oleh para peneliti sebelumnya bahwa secara nyata
berpengaruh langsung kepada kualitas hasil tanam. Hasil penelitian pada tinjauan pustaka
dari: Mathews et al. 2003, Indrasari et al. 2012, Ismari 2012, Pamuji et al. 2010, dan
Nurlenawati et al. 2010 secara umum menyatakan bahwa suhu udara rataan harian
berpengaruh langsung terhadap kualitas hasil. Perbedaan suhu udara rataan harian pada dua
lokasi berbeda dengan luasan area yang sama dan jenis yang ditanam sama, maka akan
menimbulkan perbedaan kualitas hasil tanam. Pada umumnya suhu udara rataan harian sangat
tidak terpisahkan dengan fungsi elevasi suatu tempat, sehingga variasi suhu-elevasi bisa
dijadikan suatu variabel tersendiri yang bersatu. Pada lampiran 2 dapat dilihat bahwa untuk
suhu udara, ada pembeda yang jelas antara wilayah
pembudidaya dengan
wilayah non-pembudidaya,
yaitu bahwa
daerah pembudidaya memiliki suhu udara rataan
harian relatif lebih sejuk 2 s.d 3
o
C dibandingkan wilayah non pembudidaya
Pandanwangi. Daerah di Cianjur memiliki kisaran suhu udara rataan harian antara 22 s.d
24
o
C, sedangkan
pada daerah
sampel non-pembudidaya di Jatisari dan Dramaga
memiliki kisaran suhu udara rataan harian antara 26 s.d 27
o
C. Pada lampiran 3 menunjukkan
bahwa daerah-daerah
pembudidaya padi Pandanwangi di Cianjur ini terdapat
pada ketinggian
yang sedikit
bervarisasi antara
ketujuh kecamatan
pembudidaya tersebut,
namun memiliki
kecenderungan kesamaan yang lebih kuat sama, yaitu merupakan kisaran dataran tinggi, lebih
dari 500 meter di atas permukaan laut. Pada daerah bukan pembudidaya, terdapat juga pola
yang hampir sama, yaitu berada di ketinggian dataran rendah tropika, yaitu kurang dari 250
mdpl. Jadi pengaruh faktor tanah dan faktor variasi suhu-elevasi bisa memberikan cukup
penjelasan
tentang kegiatan
budidaya Pandanwangi
yang berhasil
karena berdasarkan ciri fisik real lingkungan tersebut
dapat dilihat dengan jelas perbedaan variasi antara
wilayah pembudidaya
dengan non-pembudidaya. Hal ini bisa lebih jelas bisa
dilihat dalam tabel berikut. Tabel 5 Perbandingan parameter fisik yang berpengaruh nyata terhadap kualitas hasil tanam
untuk kasus padi Pandanwangi di daerah pembudidaya vs non-pembudidaya Pandanwangi
Parameter Trenkecenderungan Wilayah
Pembudidaya kecenderungan Wilayah
Non-pembudidaya Perbandingan
Jenis tanah Kesamaan sukar di
identifikasijenis tanah semua berbeda bervariasi
Bervariasi Kurang ada
pembeda Variasi
suhu-eleva si
- Suhu : 22-24
o
C - Relatif sama: dataran
tinggi atau sama dengan 500 meter diatas muka laut
- Suhu : 26
o
s.d 27
o
C, - Relatif sama: dataran
rendah 250 mdpl Ada
pembedakontras
Hh
Beberapa penelitian faktor fisik lingkungan yang berpengaruh langsung terhadap kuantitas
hasil yang bisa dicapai diantaranya ialah beberapa kajian dari Simanulang 2011,
Wibobo et al. 2010, Yetti et al. 2010, Barus 2012, Rouw 2008, Domiri 2011,
dan Aruan et al. 2010; secara umum menyatakan bahwa kuantitas hasil tanam,
dalam hal ini berupa luas tanam yang mampu dicapai
pada padi
sawah, tanpa
memperhitungkan keharusan kualitas hasil dipengaruhi langsung oleh faktor air di
lingkungannya sebagai input mutlak kepada tanaman yang akan ditanam, yang pada
akhirnya mempengaruhi jumlah luasan tanam. 4.1.2
Hubungan Hidroklimat
Dengan Faktor-faktor
Fisik Lingkungan
Iklim dan Ketersediaan Air yang Berpengaruh
Nyata Terhadap
Kuantitas Hasil
Pada penelitian Quinn et al. 2004 mengemukakan bahwa parameter hidroklimat
diantaranya berupa nilai ketersediaan air reservoir, yaitu tinggi muka sungai atau debit
sungai. Penelitian Anwar 2012 menyebutkan secara eksplisit bahwa hidroklimat erat
kaitannya dengan pemanfaatan sumberdaya air di lingkungan; parameter hidroklimat bisa
berupa nilai curah hujan maupun nilai air reservoir. Penelitian Hoerling et al. 2010
mengemukakan parameter hidroklimat di contohnya ialah nilai elevasi badan air danau,
dan letak objek kajian danau berdasarkan posisi
geografis. Gunawan
2007 mengindikasikan parameter hidroklimat erat
kaitannya dengan nilai ketersediaan air dan variasi iklim yang melibatkan air. Sedangkan
Pada penelitian Eugene et al. 2012 parameter hidroklimat yang dilibatkan berupa
nilai curah hujan dan nilai ketersediaan air berupa debit yang dipengaruhi olah dampak
perubahan iklim. Terakhir pada penelitian Jakob et al. 2002, parameter hidroklimat
berupa nilai curah hujan yang dijadikan inisiasi Treshold bencana longsor.
Dari semua
itu, secara
sederhana hidroklimat dapat diartikan sebagai iklim suatu
lingkungan yang dicirikan dominan oleh unsur air.
Jenis parameter
hidroklimat ialah
parameter iklim yang telah dikenal, sehingga parameter hidroklimat yang mempengaruhi
budidaya tanaman pertanian adalah: a.
Letak lintang. Merupakan ciri hidroklimat suatu daerah tertentu karena sangat
berhubungan dengan kondisi ketersediaan air di lingkungannya. Penelitian Gunawan
2007 dan Hoerling et al. 2010 mengindikasikan bahwa letak lintang ialah
termasuk parameter hidroklimat. b.
Pola iklim Koppen. Dalam Gunawan 2007 disebutkan bahwa hidroklimat merupakan
salah satu variasi iklim, maka diambillah pola iklim Koeppen yang mana klasifikasi
iklim ini melibatkan pengaruh ketersediaan air di lingkungannya
c. Besar curah hujan bulanan dan tahunan
mm. Dalam penelitian Anwar 2012 dapat dibuktikan bahwa curah hujan
merupakan salah satu bentuk hidroklimat, sebab merupakan pemanfaatan S.D air di
atmosfer. Di penelitian Hoerling et al. 2010, Eugene et al. 2012, dan Jacob et
al. 2012 salah satunya ialah pola curah hujan.
d. Potensi luas genangan air ha. Ialah
potensi kondisi luasan yang bisa dicapai oleh elevasi muka air. Nilai ini seperti
potensi luas irigasi sawah padi. e.
Potensi genangan air terkait waktu hari. Ialah ciri hidroklimat suatu tempat tertentu,
yaitu potensi lama air genangan mampu mempertahankan genangannya dalam
kurun waktu tertentu. Nilainya berdasarkan lama satuan waktu bisa dipertahankan.
Misalkan tergenang terus menerus 365 hari artinya mampu tanpa kering tidak satu hari
pun.
f. Variasi elevasi dan letak area sawah di sepanjang Daerah Aliran Sungai DAS.
Merupakan variasi elevasi, kemiringan, dan topografi wilayah dimana membentuk
ciri fisik ketersediaan air yang khas.
g. Tipe reservoir irigasi. Hal ini terdapat pada penelitian Quinn et al. 2004.
Kesemua parameter hidroklimat tersebut beberapa diantaranya ialah: curah hujan,
variasi elevasi dan parameter ketersediaan air luas potensial irigasi, yang mana sudah jelas
dalam hasil sebelumnya berpengaruh nyata terhadap kualitas maupun kuantitas hasil tanam
berlebih terhadap sawah padi. Ketiga contoh parameter hidroklimat tersebut berlaku baik
untuk komoditas tanaman yang normal dan mendapatkan pengairan secara normal.
Ketersediaan air di lingkungan yang dimaksud oleh Simanulang 2011 lebih
menjurus kepada debit sungai dan irigasi. Suatu pola genangan air di suatu lingkungan
tertentu yang biasanya digunakan sebagai irigasi sawah padi ialah salah satu parameter
hidroklimat. Hal ini memungkinkan bahwa fakta
mengenai: Ketersediaan
air di
lingkungan untuk keperluan budidaya dapat berpengaruh terhadap potensi luas tanam
Simanulang 2011, maka dapat diganti
menjadi: Hidroklimat suatu daerah tertentu dapat berpengaruh terhadap potensi luas tanam
padi Pandanwangi. Hal ini karena secara tidak langsung, dengan adanya kajian dari Indrayani
et al. 2009, yang mengemukakan bahwa terbatasnya penyebaran padi jenis ini terkait
dengan syarat tumbuh dari varietas itu sendiri, yang mana salah satu prasyarat tumbuhnya itu
ialah prasyarat ketersediaan air tertentu yang harus tercukupi.
Berdasarkan hasil tersebut, parameter hidroklimat dapat berpengaruh nyata terhadap
luas penyebaran padi pandanwangi. Parameter hidroklimat
diantaranya ialah
nilai ketersediaan air tertentu yang khas yang
dimiliki suatu tempat. Contohnya berupa luasan genangan air tanpa henti yang dimiliki
wilayah pembudidaya Pandanwangi di Cianjur. Parameter hidroklimat seperti ini berfungsi
sebagai faktor pembatas yang hanya berlaku untuk budidaya padi Pandanwangi.
4.1.3
Parameter Hidroklimat
yang Berpengaruh Nyata Terhadap Luas
Potensial
Tanam Sawah
Pandanwangi
Letak lintang dan kriteria Koppen Hasil lampiran 6 menunjukkan bahwa
daerah-daerah pembudidaya padi Pandanwangi lebih dari 100 hektar tanam umumnya berada
di provinsi Jawa Barat. Beberapa daerah tersebut seperti: Warungkondang, Cugenang,
Cianjur, Cilaku, Cibeber, Sukaresmi, dan Campaka Podesta 2009 dan Gandhi 2008,
merupakan daerah lintang rendah tropika yang beriklim panas dan basah. Tujuh
kecamatan di cianjur ini memiliki pola letak lintang yang sama, dan memang mampu
melakukan
budidaya padi
Pandanwangi dengan berhasil, tetapi dua tempat sampel
nyatanya tidak
mampu membudidaya,
memiliki pola letak lintang yang juga sama. Berdasarkan telaah pustaka didapat bahwa padi
Pandanwangi termasuk kedalam varietas padi Javanica Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur
2002; Gandhi 2008. Ini berarti bahwa umumnya padi jenis ini akan baik ditanam atau
dibudidayakan di pulau Jawa yang merupakan daerah lintang rendah dengan hidroklimat
berciri paling basah di dunia karena berada di wilayah tropika laut. Mengacu kepada hasil
Gunawan tahun 2007, bisa dihubungkan lintang bujur dengan sifat ketersediaan air di
daerah itu. Ketersediaan air di lingkungan untuk keperluan budidaya dapat berpengaruh
terhadap potensi luas tanam Simanulang 2011, sehingga letak lintang berpengaruh
terhadap indikator luas tanam yang bisa dicapai karena berhubungan dengan ketersediaan air.
Selanjutnya lintang suatu tempat seharusnya memberi penjelasan yang baik terhadap
kuantitas hasil Pandanwangi, namun ternyata letak lintang kurang memberikan penjelasan
yang
baik sebagai
syarat budidaya
Pandanwangi. Ini karena dua wilayah sampel non-pembudidaya memiliki lintang yang sama
dengan pembudidaya. Hal ini menyebabkan letak lintang sebagai parameter hidroklimat,
kurang memberikan gambaran kondisi fisik lingkungan yang lebih rinci dalam mencirikan
fisik yang sesuai untuk budidaya Pandanwangi.
Hasil lampiran 4 menunjukkan bahwa umumnya kecamatan- kecamatan yang pernah
memproduksi padi Pandanwangi di Cianjur ini menunjukkan kecenderungan kriteria Koppen
yang sama, yaitu masuk kedalam kriteria koppen Af Wijoyo 2006, Oktora 2002, dan
FAO Loc-Clim Software, meskipun sebagian wilayah Cianjur terkena pengaruh Monsun
Apriyana 2011. Umumnya
tidak ada
pembeda antara wilayah pembudidaya dengan non-pembudidaya. Kriteria Koppen ini sama
kasusnya seperti letak lintang yang kurang memberikan gambaran yang lebih rinci
mengenai sifat hidroklimat suatu tempat yang lebih spesifik, sehingga kurang mampu
membedakan ciri yang sesuai untuk budidaya Pandanwangi.
Letak area pada DAS
Hasil lampiran 5 menunjukkan umumnya daerah pembudidaya padi Pandanwangi di
Cianjur berada di wilayah hulu pada daerah aliran sungai DAS Citarum, provinsi Jawa
Barat di ketinggian 500 meter diatas muka laut. Pada umumnya area DAS hulu berada
pada ketinggian yang masuk kedalam dataran tinggi, meskipun tidak selalu demikian sub
DAS hulu berada di daratan tinggi. Daerah non-pembudidaya didominasi oleh sawah padi
biasa yang terletak di sub DAS tengah s.d hilir. Mengacu kepada hasil penelitian Gunawan
2007, menyebutkan bahwa variasi letak wilayah-elevasi tempat erat kaitannya dengan
hidroklimat daerah itu sendiri, hal ini menyangkut sifat ketersediaan air di daerah itu.
Artinya posisi suatu tempat yang mau tak mau selalu berhubungan dengan sifat ketersediaan
air di lingkungannya untuk budidaya suatu tanaman akan berpengaruh kepada luasan area
tanam. Disini terlihat beberapa parameter hidroklimat mulai memberikan penjelasan
pengaruhnya terhadap budidaya pertanian, terutama terhadap luas tanam padi sawah
Pandanwangi.
Curah hujan Berdasarkan hasil di lampiran 8, didapat
bahwa curah
hujan bulanan
beberapa kecamatan pembudidaya Pandanwangi di
Cianjur ini
memiliki perbedaan
jumlahintensitas di tiap bulannya antar kecamatan
satu dengan
yang lain.
Kesamaannya yaitu
ke-tujuh kecamatan
tersebut sama-sama memiliki pola hujan monsunal. Berdasarkan lampiran 7, intensitas
tahunan wilayah pembudidaya dengan non-pembudidaya
pun bisa
dibedakan jumlahnya, namun nilai curah hujan secara
langsung tidak dijadikan prasyarat budidaya Pandanwangi karena sawah Pandanwangi
mengandalkan total irigasi. Tipe reservoir irigasi
Sawah Pandanwangi
di Cianjur
mengandalkan total ketersediaan air berupa reservoir muka bumi dalam bentuk sungai.
Hulu sungai bersumber dari mata air hutan-hutan di lereng gunung Survey
lapangan 17 Mei 2012. Sawah padi biasa di dataran rendah, umumnya bertipe irigasi
campuran paduan antara sungai-sungai alami ditambah debit dari damwaduk agar aliran
untuk genangan bisa relatif terjaga jumlahnya. Di Cianjur ini didataran tinggi, sangat sukar
atau tidak memungkinkan untuk dibuat waduk. Bisa dilihat bahwa tipe reservoir irigasi antara
pembudidaya
Pandanwangi dengan
non-pembudidaya terdapat pembeda.
Potensi luas genangan airirigasi ha
Hasil lampiran 9 menunjukkan bahwa potensi irigasi masing-masing kecamatan di
Cianjur ini menunjukkan hasil yang berbeda dalam hal jenis, namun relatif sama dalam hal
jumlah. Potensi irigasi di masing-masing kecamatan penghasil Pandanwangi di Cianjur
ini umumnya memiliki total potensi irigasi lebih dari luasan 1000 ha untuk lahan sawah.
Hal ini sangat mendukung keberhasilan budidaya
padi sawah
terutama padi
Pandanwangi. Bisa dilihat bahwa potensi irigasi
di Cianjur
dan ditempat
non-pembudidaya pandanwangi, bahwa untuk daerah sampel non-pembudidaya, potensi
sawah irigasi yang dimiliki juga sangat luas. Bila dibandingkan dengan di kecamatan
pembudidaya di Cianjur, maka irigasi di kedua daerah sampel non-pembudidaya ini memiliki
luasan yang lebih besar. Di Cianjur umumnya hanya mencapai rataan 1000 ha, sedangkan di
wilayah sampel dapat mencapai 40000 ha di Dramaga Bogor, dan 20000 ha di Jatisari kab.
Karawang. Di hasil tersebut dapat dilihat bahwa
sedikit sukar
membedakan kecenderungan
perbedaan antara daerah
pembudidaya dengan daerah non-pembudidaya dalam hal potensi luas irigasi. Hal ini karena
potensi irigasi yang dimiliki semua daerah tersebut sama-sama cukup luas. Parameter
potensi luas irigasi ini kurang memberikan rincian yang lebih menjelaskan hubungannya
terhadap luas tanam yang bisa dicapai pada sawah Pandanwangi karena terdapat prasyarat
tipe pengairan tertentu yang diharuskan.
Potensi genangan air terkait waktu hari
Berdasarkan hasil survey lapangan tanggal 17 Mei 2012, berupa hasil interview lampiran
13 dan
dokumentasi lampiran
14 menunjukkan
bahwa irigasi
di daerah
Cugenang dan Warungkondang sebagai kecamatan yang pernah menjadi sentra
Pandanwangi, memiliki sifat area sawah tergenangi air secara terus-menerus, yaitu
sepanjang tahun. Kegiatan cocok tanam bisa dilakukan kapan saja dan tidak terpengaruh
musim dan curah hujan. Foto-foto mengenai kondisi ketersediaan air di lingkungan di
kecamatan Cugenang dan Warungkondang bisa membuktikan kondisi air yang berlimpah di
daerah-daerah tersebut. Salah satunya terdapat saluran pipa-pipa air raksasa pembangkit listrik
mini hidro di kec. Cugenang, padahal daerah tersebut termasuk di daerah dataran tinggi yang
mana termasuk kedalam wilayah DAS hulu Citarum lampiran 14 gambar e, f, g, dan h.
Foto selanjutnya terdapat aliran sungai yang sangat berlimpah di musim kemarau di bulan
Mei 2012 di daerah Warungkondang lampiran 14 gambar k dan l.
Genangan air yang mampu tak pernah kering sampai bisa sepanjang tahun ini
diperkuat oleh hasil-hasil penelitian Sinaga tahun 2009: “di daerah-daerah ini Cianjur
terdapat banyak sungai yang cukup banyak sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber
pengairan bagi pertanian”, dan hasil penelitian Shiddiq 2011: “di beberapa daerah Cianjur,
air mengalir sepanjang tahun karena curah hujan cukup tinggi, selain itu wilayah lereng
timur gunung Gede merupakan salah satu zona
mata air di Kabupaten Cianjur“. Berdasarkan hasil citra peta topografi dan hidrologis, daerah
Warungkondang, Cugenang, dan ke-empat wilayah penghasil Padi Pandanwangi lainnya
secara umum terletak pada wilayah lereng timur dari Gunung Gede Google earth pada
lampiran 15. Hal ini bahwa perbedaan dua wilayah kajian ini salah satunya terdapat pada
perbedaan variasi ketersediaan air genangan
terkait waktu yang mana di wilayah pembudidaya, air irigasi dapat mengalir
sepanjang tahun 365 hari sawah tergenang tanpa
kering, sedangkan
di daerah
non-pembudidaya, air tidak selalu bisa tergenang sepanjang tahun apalagi tidak dalam
luasan beratus hektar, tidak di dataran tinggi, dan tidak termasuk DAS hulu. Hal tersebut
dikarenakan ciri hidroklimat yang sesuai memungkinkan di daerah Cianjur ini air bisa
mengalir terus meneruskontinyu sehingga sawah seratus hektar bisa tergenang sepanjang
tahun. Potensi genangan air terkait waktu merupakan salah satu ketersediaan air di
lingkungan yang mana merupakan ciri pembeda hidroklimat khusus sebagai prasyarat
budidaya Pandanwangi. Adanya beberapa parameter hidroklimat yang berbeda antara
wilayah
pembudidaya dengan
daerah non-pembudidaya padi Pandanwangi bisa
memperkuat bukti
bahwa hidroklimat
mempengaruhi secara nyata kegiatan budidaya padi Pandanwangi.
Tabel 6 Perbandingan parameter fisik yang berpengaruh nyata terhadap kuantitas hasil tanam untuk kasus padi Pandanwangi di wilayah pembudidaya vs non-pembudidaya padi
Pandanwangi Parameter
Kecenderungan di Tempat Pembudidaya: Tujuh
Kecamatan di Cianjur Kecenderungan di Tempat
Bukan Pembudidaya: Dua Tempat Sampel
Perbandingan Letak lintang
Sama: tropika Sama: tropika
Tanpa pembeda
Letak area pada Daerah Aliran
Sungai DAS Sama: DAS hulu
Citarum - Kec. Jatisari: DAS tengah-
hilir Citarum - Kec. Dramaga: DAS
hulu-tengah Ciliwung Ada pembeda
Sumber aliran irigasi
- Reservoir sungai hulu hutan lereng gunung
- sumber relatif masih alami
- Reservoir sungai tengah s.d hilir + dari wadukdam
- sumber relatif sudah campuran dengan sumber
air buatan Ada Pembeda
Iklim Koppen Sama: Af
Sama: Af Tanpa
pembeda Curah hujan
- Sama: curah hujan tinggi diatas 2000 mmtahun
- Sama: tipe monsunal, - Intensitas bulanan beda
- Sama: curah hujan tinggi diatas 1500 mmtahun
Jatisari; dan 3000 mmtahun Dramaga
- Sama: tipe monsunal - Intensitas bulanan beda
Ada pembeda
Potensi luas irigasi
- Sama: potensi irigasi persatuan luas 1000 ha
- Sama: potensi luasan irigasi 10000 ha Jatisari
dan Dramaga Kurang ada
pembeda Potensi irigasi
terkait waktu - Sama: potensi lama
tergenang mampu sepanjang hari dan
sepanjang tahun 365 hari
- Sama: tidak selalu tergenang sepanjang hari
sepanjang tahun Ada pembeda
Ket: Faktor fisik lingkungan yang belum secara umum dikaji sebagai faktor pembatas pada kegiatan budidaya tanaman pertanian, karena pada kajian ini dikhususkan untuk padi Pandanwangi
4.2 Kriteria Kesesuaian Hidroklimat Untuk Budidaya Padi Pandanwangi