Aspek-aspek Utama dari Suatu Budidaya Tanaman Pertanian yang

3.3 Langkah Kerja 3.3.1 Identifikasi Hubungan Hidroklimat Terhadap Kegiatan Budidaya Padi Pandanwangi Langkah pertama ialah dengan mengumpulkan referensi kajian pengaruh hidroklimat terhadap budidaya padi Pandanwangi. Selanjutnya bila tidak memungkinkan telah ada kajian seperti itu sebelumnya, maka selanjutnya ialah mengumpulkan referensi kajian hidroklimat dan referensi faktor-faktor fisik lingkungan yang mempengaruhi budidaya tanaman pertanian, kemudian membuktikan bahwa hidroklimat bisa berpengaruh nyata terhadap budidaya Pandanwangi layaknya pengaruh faktor fisik lain yang sudah secara nyata berpengaruh nyata terhadap budidaya tanaman pertanian. Hubungan dan pemerkuat bukti diidentifikasi dengan teknik meta analisis.

3.3.2 Mengkaji

Kriteria Kesesuaian Hidroklimat Untuk Budidaya Padi Pandanwangi Langkah pertama ialah menyusun parameternilai hidroklimat real di tempat pembudidaya Pandanwangi yang telah ada pada lampiran 1 s.d 10. Selanjutnya menyusun syarat tumbuh varietas padi sawah umum dan syarat tumbuh varietas padi Pandanwangi yang telah ada pada tinjauan pustaka. Kemudian dilakukan analisis kesesuaian semua versi nilai-nilai fisik lingkungan tersebut dengan membandingkan hasil-hasil nilai real fisik lingkungan dengan syarat tumbuh teoritis. Selanjutnya mensintesis prasyarat hidroklimat yang diperlukan untuk budidaya Pandanwangi. Ciri fisik lingkungan pembudidaya padi Pandanwangi tujuh kecamatan di Cianjur dan non-pembudidaya dua kecamatan sampel sentra sawah padi sawah: Dramaga dan Jatisari [pada lampiran 1 s.d 10] didapat selain berdasarkan hasil dari penelusuran pustaka, tetapi juga didapat dari hasil data iklim-geografis yang didapat dari software klimatologis FAO Loc Clim dan Google Earth. Hal ini dilakukan karena data parameter fisik lingkungan seperti itu umumnya sukar didapat dalam telaah pustaka. 3.3.3 Mengkaji Dampak Hidroklimat Terhadap Aspek Sosial Usahatani Padi Pandanwangi di Cianjur Ialah dengan mengumpulkan referensi yang mampu mendukungmembuktikan bahwa hidroklimat mempengaruhi aspek sosial usaha tani padi Pandanwangi di Cianjur dan di provinsi Jawa Barat. Selanjutnya identifikasi hubungan dan pemerkuat bukti dilakukan secara meta analisis. IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hubungan Hidroklimat Terhadap Budidaya Padi Pandanwangi Berdasarkan hasil telaah pustaka, tidak didapatkan referensi khusus terpublikasi yang pernah mengkaji mengenai hubungan hidroklimat dengan budidaya padi Pandanwangi secara langsung. Beberapa kajian seperti Quinn et al. 2004, secara khusus hanya pernah mengkaji pengaruh hidroklimat terhadap aspek pertanian, yaitu terhadap hasil produksi tanaman. Kajian lain dari Indrayani et al. 2009 secara tidak langsung menyiratkan dibutuhkan keharusan syarat ketersediaan air tertentu untuk budidaya padi Pandanwangi. Ini memungkinkan parameter hidroklimat menjadi faktor pembatas dalam kegiatan budidaya padi Pandanwangi. Selanjutnya perlu dicari hubungan antara penelitian Indrayani et al. 2009 dan dengan Quinn et al. 2004 dan memperkuat buktinya.

4.1.1 Aspek-aspek Utama dari Suatu Budidaya Tanaman Pertanian yang

Dipengaruhi Langsung Oleh Faktor Fisik Lingkungan Kualitas hasil tanam mencakup: tekstur beras, tingkat kepulenan, bentuk, aroma, dan kualitas sifat unggul lain dipengaruhi langsung oleh faktor fisik tanah jenis tanah, kesuburan, pH, tekstur dan beberapa parameter iklim tertentu suhu, curah hujan, kelembapan, angin, penyinaran matahari. Kuantitas hasil tanam mencakup: luas tanam yang mampu dicapai dipengaruhi langsung oleh faktor fisik ketersediaan air. Hal ini bisa dilihat dan dibuktikan dalam hasil-hasil penelitian hubungan tanah terhadap hasil budidaya pada tinjauan pustaka dari: Billings 1952, Aryana 2009, Akbarillah et al. 2007, Zahrah 2011, Kastanja 2010, Kurniawan et al. 2009 yang pada umumnya menyatakan bahwa kondisi tanah berpengaruh langsung terhadap kualitas hasil. Perbedaan kondisi tanah pada dua lokasi dengan luasan area yang sama dan jenis yang ditanam sama, maka akan menimbulkan perbedaan kualitas hasil tanam. Pada budidaya sawah padi Pandanwangi, dapat dilihat bahwa perbedaan jenis tanah antara dua wilayah kajian pembudidaya di Cianjur dengan non-pembudidaya di tempat sampel [pada lampiran 1] secara umum tidak memberikan arti lebih bahwa jenis tanah tertentu mutlak diperlukan agar kualitas hasil bisa muncul dan agar mutu beras bisa sama seperti beras Pandanwangi yang ditanam Cianjur. Pada lampiran 1: jenis tanah, menunjukkan hasil bahwa kurang dapat ditarik pembeda yang membedakan antara tujuh daerah pembudidaya di cianjur dengan daerah-daerah bukan pembudidaya. Pun ke-tujuh tempat pembudidaya di Cianjur ini memiliki jenis yang beragam tanahnya, tapi nyatanya budidaya sama-sama berhasil dengan baik. Betapapun itu kajian mengenai jenis tanah yang sesuai untuk budidaya padi sawah telah banyak kajiannya, dan salah satu prasyarat parameter fisik yang selalu dicantumkan ialah jenis tanah. Jenis tanah ialah salah satu faktor pembatas tumbuh tanaman pertanian yang harus diperhitungkan, artinya jenis tanah selalu mempengaruhi kegiatan budidaya tanaman pertanian dalam hal ini terhadap kualitas hasil, yang mana bisa dibuktikan oleh beberapa hasil penelitian para peneliti agronomi di tinjauan pustaka tersebut. Pada kajian ini, jenis tanah khusus tidak dikaji secara mendalam pengaruhnya terhadap padi Pandanwangi sebagai prasyarat budidaya karena keterbatasan lingkup kajian yang hanya menitikberatkan kepada faktor fisik hidroklimat. Begitu pula dengan pengaruh suhu udara rataan harian, banyak dibuktikan oleh para peneliti sebelumnya bahwa secara nyata berpengaruh langsung kepada kualitas hasil tanam. Hasil penelitian pada tinjauan pustaka dari: Mathews et al. 2003, Indrasari et al. 2012, Ismari 2012, Pamuji et al. 2010, dan Nurlenawati et al. 2010 secara umum menyatakan bahwa suhu udara rataan harian berpengaruh langsung terhadap kualitas hasil. Perbedaan suhu udara rataan harian pada dua lokasi berbeda dengan luasan area yang sama dan jenis yang ditanam sama, maka akan menimbulkan perbedaan kualitas hasil tanam. Pada umumnya suhu udara rataan harian sangat tidak terpisahkan dengan fungsi elevasi suatu tempat, sehingga variasi suhu-elevasi bisa dijadikan suatu variabel tersendiri yang bersatu. Pada lampiran 2 dapat dilihat bahwa untuk suhu udara, ada pembeda yang jelas antara wilayah pembudidaya dengan wilayah non-pembudidaya, yaitu bahwa daerah pembudidaya memiliki suhu udara rataan harian relatif lebih sejuk 2 s.d 3 o C dibandingkan wilayah non pembudidaya Pandanwangi. Daerah di Cianjur memiliki kisaran suhu udara rataan harian antara 22 s.d 24 o C, sedangkan pada daerah sampel non-pembudidaya di Jatisari dan Dramaga memiliki kisaran suhu udara rataan harian antara 26 s.d 27 o C. Pada lampiran 3 menunjukkan bahwa daerah-daerah pembudidaya padi Pandanwangi di Cianjur ini terdapat pada ketinggian yang sedikit bervarisasi antara ketujuh kecamatan pembudidaya tersebut, namun memiliki kecenderungan kesamaan yang lebih kuat sama, yaitu merupakan kisaran dataran tinggi, lebih dari 500 meter di atas permukaan laut. Pada daerah bukan pembudidaya, terdapat juga pola yang hampir sama, yaitu berada di ketinggian dataran rendah tropika, yaitu kurang dari 250 mdpl. Jadi pengaruh faktor tanah dan faktor variasi suhu-elevasi bisa memberikan cukup penjelasan tentang kegiatan budidaya Pandanwangi yang berhasil karena berdasarkan ciri fisik real lingkungan tersebut dapat dilihat dengan jelas perbedaan variasi antara wilayah pembudidaya dengan non-pembudidaya. Hal ini bisa lebih jelas bisa dilihat dalam tabel berikut. Tabel 5 Perbandingan parameter fisik yang berpengaruh nyata terhadap kualitas hasil tanam untuk kasus padi Pandanwangi di daerah pembudidaya vs non-pembudidaya Pandanwangi Parameter Trenkecenderungan Wilayah Pembudidaya kecenderungan Wilayah Non-pembudidaya Perbandingan Jenis tanah Kesamaan sukar di identifikasijenis tanah semua berbeda bervariasi Bervariasi Kurang ada pembeda Variasi suhu-eleva si - Suhu : 22-24 o C - Relatif sama: dataran tinggi atau sama dengan 500 meter diatas muka laut - Suhu : 26 o s.d 27 o C, - Relatif sama: dataran rendah 250 mdpl Ada pembedakontras Hh Beberapa penelitian faktor fisik lingkungan yang berpengaruh langsung terhadap kuantitas hasil yang bisa dicapai diantaranya ialah beberapa kajian dari Simanulang 2011, Wibobo et al. 2010, Yetti et al. 2010, Barus 2012, Rouw 2008, Domiri 2011, dan Aruan et al. 2010; secara umum menyatakan bahwa kuantitas hasil tanam, dalam hal ini berupa luas tanam yang mampu dicapai pada padi sawah, tanpa memperhitungkan keharusan kualitas hasil dipengaruhi langsung oleh faktor air di lingkungannya sebagai input mutlak kepada tanaman yang akan ditanam, yang pada akhirnya mempengaruhi jumlah luasan tanam. 4.1.2 Hubungan Hidroklimat Dengan Faktor-faktor Fisik Lingkungan Iklim dan Ketersediaan Air yang Berpengaruh Nyata Terhadap Kuantitas Hasil Pada penelitian Quinn et al. 2004 mengemukakan bahwa parameter hidroklimat diantaranya berupa nilai ketersediaan air reservoir, yaitu tinggi muka sungai atau debit sungai. Penelitian Anwar 2012 menyebutkan secara eksplisit bahwa hidroklimat erat kaitannya dengan pemanfaatan sumberdaya air di lingkungan; parameter hidroklimat bisa berupa nilai curah hujan maupun nilai air reservoir. Penelitian Hoerling et al. 2010 mengemukakan parameter hidroklimat di contohnya ialah nilai elevasi badan air danau, dan letak objek kajian danau berdasarkan posisi geografis. Gunawan 2007 mengindikasikan parameter hidroklimat erat kaitannya dengan nilai ketersediaan air dan variasi iklim yang melibatkan air. Sedangkan Pada penelitian Eugene et al. 2012 parameter hidroklimat yang dilibatkan berupa nilai curah hujan dan nilai ketersediaan air berupa debit yang dipengaruhi olah dampak perubahan iklim. Terakhir pada penelitian Jakob et al. 2002, parameter hidroklimat berupa nilai curah hujan yang dijadikan inisiasi Treshold bencana longsor. Dari semua itu, secara sederhana hidroklimat dapat diartikan sebagai iklim suatu lingkungan yang dicirikan dominan oleh unsur air. Jenis parameter hidroklimat ialah parameter iklim yang telah dikenal, sehingga parameter hidroklimat yang mempengaruhi budidaya tanaman pertanian adalah: a. Letak lintang. Merupakan ciri hidroklimat suatu daerah tertentu karena sangat berhubungan dengan kondisi ketersediaan air di lingkungannya. Penelitian Gunawan 2007 dan Hoerling et al. 2010 mengindikasikan bahwa letak lintang ialah termasuk parameter hidroklimat. b. Pola iklim Koppen. Dalam Gunawan 2007 disebutkan bahwa hidroklimat merupakan salah satu variasi iklim, maka diambillah pola iklim Koeppen yang mana klasifikasi iklim ini melibatkan pengaruh ketersediaan air di lingkungannya c. Besar curah hujan bulanan dan tahunan mm. Dalam penelitian Anwar 2012 dapat dibuktikan bahwa curah hujan merupakan salah satu bentuk hidroklimat, sebab merupakan pemanfaatan S.D air di atmosfer. Di penelitian Hoerling et al. 2010, Eugene et al. 2012, dan Jacob et al. 2012 salah satunya ialah pola curah hujan. d. Potensi luas genangan air ha. Ialah potensi kondisi luasan yang bisa dicapai oleh elevasi muka air. Nilai ini seperti potensi luas irigasi sawah padi. e. Potensi genangan air terkait waktu hari. Ialah ciri hidroklimat suatu tempat tertentu, yaitu potensi lama air genangan mampu mempertahankan genangannya dalam kurun waktu tertentu. Nilainya berdasarkan lama satuan waktu bisa dipertahankan. Misalkan tergenang terus menerus 365 hari artinya mampu tanpa kering tidak satu hari pun. f. Variasi elevasi dan letak area sawah di sepanjang Daerah Aliran Sungai DAS. Merupakan variasi elevasi, kemiringan, dan topografi wilayah dimana membentuk ciri fisik ketersediaan air yang khas. g. Tipe reservoir irigasi. Hal ini terdapat pada penelitian Quinn et al. 2004. Kesemua parameter hidroklimat tersebut beberapa diantaranya ialah: curah hujan, variasi elevasi dan parameter ketersediaan air luas potensial irigasi, yang mana sudah jelas dalam hasil sebelumnya berpengaruh nyata terhadap kualitas maupun kuantitas hasil tanam berlebih terhadap sawah padi. Ketiga contoh parameter hidroklimat tersebut berlaku baik untuk komoditas tanaman yang normal dan mendapatkan pengairan secara normal. Ketersediaan air di lingkungan yang dimaksud oleh Simanulang 2011 lebih menjurus kepada debit sungai dan irigasi. Suatu pola genangan air di suatu lingkungan tertentu yang biasanya digunakan sebagai irigasi sawah padi ialah salah satu parameter hidroklimat. Hal ini memungkinkan bahwa fakta mengenai: Ketersediaan air di lingkungan untuk keperluan budidaya dapat berpengaruh terhadap potensi luas tanam Simanulang 2011, maka dapat diganti menjadi: Hidroklimat suatu daerah tertentu dapat berpengaruh terhadap potensi luas tanam padi Pandanwangi. Hal ini karena secara tidak langsung, dengan adanya kajian dari Indrayani et al. 2009, yang mengemukakan bahwa terbatasnya penyebaran padi jenis ini terkait dengan syarat tumbuh dari varietas itu sendiri, yang mana salah satu prasyarat tumbuhnya itu ialah prasyarat ketersediaan air tertentu yang harus tercukupi. Berdasarkan hasil tersebut, parameter hidroklimat dapat berpengaruh nyata terhadap luas penyebaran padi pandanwangi. Parameter hidroklimat diantaranya ialah nilai ketersediaan air tertentu yang khas yang dimiliki suatu tempat. Contohnya berupa luasan genangan air tanpa henti yang dimiliki wilayah pembudidaya Pandanwangi di Cianjur. Parameter hidroklimat seperti ini berfungsi sebagai faktor pembatas yang hanya berlaku untuk budidaya padi Pandanwangi. 4.1.3 Parameter Hidroklimat yang Berpengaruh Nyata Terhadap Luas Potensial Tanam Sawah Pandanwangi Letak lintang dan kriteria Koppen Hasil lampiran 6 menunjukkan bahwa daerah-daerah pembudidaya padi Pandanwangi lebih dari 100 hektar tanam umumnya berada di provinsi Jawa Barat. Beberapa daerah tersebut seperti: Warungkondang, Cugenang, Cianjur, Cilaku, Cibeber, Sukaresmi, dan Campaka Podesta 2009 dan Gandhi 2008, merupakan daerah lintang rendah tropika yang beriklim panas dan basah. Tujuh kecamatan di cianjur ini memiliki pola letak lintang yang sama, dan memang mampu melakukan budidaya padi Pandanwangi dengan berhasil, tetapi dua tempat sampel nyatanya tidak mampu membudidaya, memiliki pola letak lintang yang juga sama. Berdasarkan telaah pustaka didapat bahwa padi Pandanwangi termasuk kedalam varietas padi Javanica Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur 2002; Gandhi 2008. Ini berarti bahwa umumnya padi jenis ini akan baik ditanam atau dibudidayakan di pulau Jawa yang merupakan daerah lintang rendah dengan hidroklimat berciri paling basah di dunia karena berada di wilayah tropika laut. Mengacu kepada hasil Gunawan tahun 2007, bisa dihubungkan lintang bujur dengan sifat ketersediaan air di daerah itu. Ketersediaan air di lingkungan untuk keperluan budidaya dapat berpengaruh terhadap potensi luas tanam Simanulang 2011, sehingga letak lintang berpengaruh terhadap indikator luas tanam yang bisa dicapai karena berhubungan dengan ketersediaan air. Selanjutnya lintang suatu tempat seharusnya memberi penjelasan yang baik terhadap kuantitas hasil Pandanwangi, namun ternyata letak lintang kurang memberikan penjelasan yang baik sebagai syarat budidaya Pandanwangi. Ini karena dua wilayah sampel non-pembudidaya memiliki lintang yang sama dengan pembudidaya. Hal ini menyebabkan letak lintang sebagai parameter hidroklimat, kurang memberikan gambaran kondisi fisik lingkungan yang lebih rinci dalam mencirikan fisik yang sesuai untuk budidaya Pandanwangi. Hasil lampiran 4 menunjukkan bahwa umumnya kecamatan- kecamatan yang pernah memproduksi padi Pandanwangi di Cianjur ini menunjukkan kecenderungan kriteria Koppen yang sama, yaitu masuk kedalam kriteria koppen Af Wijoyo 2006, Oktora 2002, dan FAO Loc-Clim Software, meskipun sebagian wilayah Cianjur terkena pengaruh Monsun Apriyana 2011. Umumnya tidak ada pembeda antara wilayah pembudidaya dengan non-pembudidaya. Kriteria Koppen ini sama kasusnya seperti letak lintang yang kurang memberikan gambaran yang lebih rinci mengenai sifat hidroklimat suatu tempat yang lebih spesifik, sehingga kurang mampu membedakan ciri yang sesuai untuk budidaya Pandanwangi. Letak area pada DAS Hasil lampiran 5 menunjukkan umumnya daerah pembudidaya padi Pandanwangi di Cianjur berada di wilayah hulu pada daerah aliran sungai DAS Citarum, provinsi Jawa Barat di ketinggian 500 meter diatas muka laut. Pada umumnya area DAS hulu berada pada ketinggian yang masuk kedalam dataran tinggi, meskipun tidak selalu demikian sub DAS hulu berada di daratan tinggi. Daerah non-pembudidaya didominasi oleh sawah padi biasa yang terletak di sub DAS tengah s.d hilir. Mengacu kepada hasil penelitian Gunawan 2007, menyebutkan bahwa variasi letak wilayah-elevasi tempat erat kaitannya dengan hidroklimat daerah itu sendiri, hal ini menyangkut sifat ketersediaan air di daerah itu. Artinya posisi suatu tempat yang mau tak mau selalu berhubungan dengan sifat ketersediaan air di lingkungannya untuk budidaya suatu tanaman akan berpengaruh kepada luasan area tanam. Disini terlihat beberapa parameter hidroklimat mulai memberikan penjelasan pengaruhnya terhadap budidaya pertanian, terutama terhadap luas tanam padi sawah Pandanwangi. Curah hujan Berdasarkan hasil di lampiran 8, didapat bahwa curah hujan bulanan beberapa kecamatan pembudidaya Pandanwangi di Cianjur ini memiliki perbedaan jumlahintensitas di tiap bulannya antar kecamatan satu dengan yang lain. Kesamaannya yaitu ke-tujuh kecamatan tersebut sama-sama memiliki pola hujan monsunal. Berdasarkan lampiran 7, intensitas tahunan wilayah pembudidaya dengan non-pembudidaya pun bisa dibedakan jumlahnya, namun nilai curah hujan secara langsung tidak dijadikan prasyarat budidaya Pandanwangi karena sawah Pandanwangi mengandalkan total irigasi. Tipe reservoir irigasi Sawah Pandanwangi di Cianjur mengandalkan total ketersediaan air berupa reservoir muka bumi dalam bentuk sungai. Hulu sungai bersumber dari mata air hutan-hutan di lereng gunung Survey lapangan 17 Mei 2012. Sawah padi biasa di dataran rendah, umumnya bertipe irigasi campuran paduan antara sungai-sungai alami ditambah debit dari damwaduk agar aliran untuk genangan bisa relatif terjaga jumlahnya. Di Cianjur ini didataran tinggi, sangat sukar atau tidak memungkinkan untuk dibuat waduk. Bisa dilihat bahwa tipe reservoir irigasi antara pembudidaya Pandanwangi dengan non-pembudidaya terdapat pembeda. Potensi luas genangan airirigasi ha Hasil lampiran 9 menunjukkan bahwa potensi irigasi masing-masing kecamatan di Cianjur ini menunjukkan hasil yang berbeda dalam hal jenis, namun relatif sama dalam hal jumlah. Potensi irigasi di masing-masing kecamatan penghasil Pandanwangi di Cianjur ini umumnya memiliki total potensi irigasi lebih dari luasan 1000 ha untuk lahan sawah. Hal ini sangat mendukung keberhasilan budidaya padi sawah terutama padi Pandanwangi. Bisa dilihat bahwa potensi irigasi di Cianjur dan ditempat non-pembudidaya pandanwangi, bahwa untuk daerah sampel non-pembudidaya, potensi sawah irigasi yang dimiliki juga sangat luas. Bila dibandingkan dengan di kecamatan pembudidaya di Cianjur, maka irigasi di kedua daerah sampel non-pembudidaya ini memiliki luasan yang lebih besar. Di Cianjur umumnya hanya mencapai rataan 1000 ha, sedangkan di wilayah sampel dapat mencapai 40000 ha di Dramaga Bogor, dan 20000 ha di Jatisari kab. Karawang. Di hasil tersebut dapat dilihat bahwa sedikit sukar membedakan kecenderungan perbedaan antara daerah pembudidaya dengan daerah non-pembudidaya dalam hal potensi luas irigasi. Hal ini karena potensi irigasi yang dimiliki semua daerah tersebut sama-sama cukup luas. Parameter potensi luas irigasi ini kurang memberikan rincian yang lebih menjelaskan hubungannya terhadap luas tanam yang bisa dicapai pada sawah Pandanwangi karena terdapat prasyarat tipe pengairan tertentu yang diharuskan. Potensi genangan air terkait waktu hari Berdasarkan hasil survey lapangan tanggal 17 Mei 2012, berupa hasil interview lampiran 13 dan dokumentasi lampiran 14 menunjukkan bahwa irigasi di daerah Cugenang dan Warungkondang sebagai kecamatan yang pernah menjadi sentra Pandanwangi, memiliki sifat area sawah tergenangi air secara terus-menerus, yaitu sepanjang tahun. Kegiatan cocok tanam bisa dilakukan kapan saja dan tidak terpengaruh musim dan curah hujan. Foto-foto mengenai kondisi ketersediaan air di lingkungan di kecamatan Cugenang dan Warungkondang bisa membuktikan kondisi air yang berlimpah di daerah-daerah tersebut. Salah satunya terdapat saluran pipa-pipa air raksasa pembangkit listrik mini hidro di kec. Cugenang, padahal daerah tersebut termasuk di daerah dataran tinggi yang mana termasuk kedalam wilayah DAS hulu Citarum lampiran 14 gambar e, f, g, dan h. Foto selanjutnya terdapat aliran sungai yang sangat berlimpah di musim kemarau di bulan Mei 2012 di daerah Warungkondang lampiran 14 gambar k dan l. Genangan air yang mampu tak pernah kering sampai bisa sepanjang tahun ini diperkuat oleh hasil-hasil penelitian Sinaga tahun 2009: “di daerah-daerah ini Cianjur terdapat banyak sungai yang cukup banyak sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber pengairan bagi pertanian”, dan hasil penelitian Shiddiq 2011: “di beberapa daerah Cianjur, air mengalir sepanjang tahun karena curah hujan cukup tinggi, selain itu wilayah lereng timur gunung Gede merupakan salah satu zona mata air di Kabupaten Cianjur“. Berdasarkan hasil citra peta topografi dan hidrologis, daerah Warungkondang, Cugenang, dan ke-empat wilayah penghasil Padi Pandanwangi lainnya secara umum terletak pada wilayah lereng timur dari Gunung Gede Google earth pada lampiran 15. Hal ini bahwa perbedaan dua wilayah kajian ini salah satunya terdapat pada perbedaan variasi ketersediaan air genangan terkait waktu yang mana di wilayah pembudidaya, air irigasi dapat mengalir sepanjang tahun 365 hari sawah tergenang tanpa kering, sedangkan di daerah non-pembudidaya, air tidak selalu bisa tergenang sepanjang tahun apalagi tidak dalam luasan beratus hektar, tidak di dataran tinggi, dan tidak termasuk DAS hulu. Hal tersebut dikarenakan ciri hidroklimat yang sesuai memungkinkan di daerah Cianjur ini air bisa mengalir terus meneruskontinyu sehingga sawah seratus hektar bisa tergenang sepanjang tahun. Potensi genangan air terkait waktu merupakan salah satu ketersediaan air di lingkungan yang mana merupakan ciri pembeda hidroklimat khusus sebagai prasyarat budidaya Pandanwangi. Adanya beberapa parameter hidroklimat yang berbeda antara wilayah pembudidaya dengan daerah non-pembudidaya padi Pandanwangi bisa memperkuat bukti bahwa hidroklimat mempengaruhi secara nyata kegiatan budidaya padi Pandanwangi. Tabel 6 Perbandingan parameter fisik yang berpengaruh nyata terhadap kuantitas hasil tanam untuk kasus padi Pandanwangi di wilayah pembudidaya vs non-pembudidaya padi Pandanwangi Parameter Kecenderungan di Tempat Pembudidaya: Tujuh Kecamatan di Cianjur Kecenderungan di Tempat Bukan Pembudidaya: Dua Tempat Sampel Perbandingan Letak lintang Sama: tropika Sama: tropika Tanpa pembeda Letak area pada Daerah Aliran Sungai DAS Sama: DAS hulu Citarum - Kec. Jatisari: DAS tengah- hilir Citarum - Kec. Dramaga: DAS hulu-tengah Ciliwung Ada pembeda Sumber aliran irigasi - Reservoir sungai hulu hutan lereng gunung - sumber relatif masih alami - Reservoir sungai tengah s.d hilir + dari wadukdam - sumber relatif sudah campuran dengan sumber air buatan Ada Pembeda Iklim Koppen Sama: Af Sama: Af Tanpa pembeda Curah hujan - Sama: curah hujan tinggi diatas 2000 mmtahun - Sama: tipe monsunal, - Intensitas bulanan beda - Sama: curah hujan tinggi diatas 1500 mmtahun Jatisari; dan 3000 mmtahun Dramaga - Sama: tipe monsunal - Intensitas bulanan beda Ada pembeda Potensi luas irigasi - Sama: potensi irigasi persatuan luas 1000 ha - Sama: potensi luasan irigasi 10000 ha Jatisari dan Dramaga Kurang ada pembeda Potensi irigasi terkait waktu - Sama: potensi lama tergenang mampu sepanjang hari dan sepanjang tahun 365 hari - Sama: tidak selalu tergenang sepanjang hari sepanjang tahun Ada pembeda Ket: Faktor fisik lingkungan yang belum secara umum dikaji sebagai faktor pembatas pada kegiatan budidaya tanaman pertanian, karena pada kajian ini dikhususkan untuk padi Pandanwangi

4.2 Kriteria Kesesuaian Hidroklimat Untuk Budidaya Padi Pandanwangi