Pengukuran CO BIODEGRADASI PHA

29 Pengunaan aerator bertujuan untuk memberikan pasokan oksigen secara terus menerus selama proses degradasi berlangsung. Hal ini dilakukan untuk memberikan kondisi yang hampir sama dengan lingkungan dimana bioplastik akan di buang dalam kehidupan sehari-hari.

1. Pengukuran CO

2 Pengamatan biodegradasi bioplastik dilakukan dengan pengukuran CO 2 yang diproduksi sebagai hasil aktivitas mikroorganisme dalam mendegradasi bioplastik. PHA dapat secara sempurna terurai menjadi H 2 O dan CO 2 dalam sistem aerobik. Proses biodegradasi terbagi menjadi dua tahap yaitu depolimerisasi dan mineralisasi. Pada tahapan pertama depolimerisasi biasanya terjadi di luar mikroorganisme bakteri atau fungi mengingat ukuran rantai polimer dan sifat dari banyak polimer yang sulit untuk dipecah. Enzim ekstraseluler bertanggungjawab atas tahapan ini, bertindak secara endo pemecahan secara acak unit monomer terminal pada rantai polimer utama ataupun ekso pemecahan secara berurutan unit monomer terminal pada rantai polimer utama. Mineralisasi didefinisikan sebagai proses pengubahan fragmen oligomer yang lebih sederhana menjadi biomassa, garam dan mineral, air dan gas seperti CO 2 , CH 4 , dan N 2 Brandl,1995. Karbon dioksida CO 2 yang dihasilkan dari proses metabolisme substrat bioplastik oleh mikroorganisme akan terperangkap dalam larutan NaOH 0,1 N kemudian dititrasi dengan HCl. Banyaknya HCl yang digunakan untuk mentitrasi NaOH berhubungan langsung dengan jumlah CO 2 yang dihasilkan oleh mikroorganisme sebagai hasil proses mineralisasi. Untuk memperoleh data yang akurat maka diperlukan blanko yaitu media biodegradasi tanpa polimer. Blanko berfungsi sebagai faktor koreksi sehingga jumlah CO 2 sebagai produk akhir biodegradasi substrat bioplastik oleh mikroorganisme dapat dibedakan dengan CO 2 yang berasal dari sumber lain. Metode-metode pengujian untuk mengamati proses biodegradasi tidak hanya menghasilkan data yang bersifat kualitatif seperti kemampuan biodegradasi suatu bahan, tetapi juga menentukan laju selama proses biodegradasi berlangsung. Pengukuran jumlah produksi CO 2 sebagai hasil akhir mineralisasi PHA dan PHA yang ditambahkan pemlastis dilakukan setiap dua hari sekali selama 50 30 hari periode pengujian. Pemlastis yang digunakan pada penelitian ini adalah polietien glikol PEG dengan konsentrasi 30 Rais, 2007, dimetil glikol DEG dengan konsentrasi 20 Delvia, 2006 dan dimetil ftalat DMF dengan konsentrasi 25 Juari, 2006. Data akumulasi produksi CO 2 pada penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 7-16. Produksi CO 2 selama proses degradasi dapat dilihat pada Gambar 8. 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 20 40 60 Hari ke- A k umul a s i pr odu k s i C O 2 mg PHA PHA + DEG PHA + DMF PHA + PEG 432,52 368,06 301,4 246,62 Gambar 8. Kurva produksi CO 2 PHA, PHA + DMF, PHA + DEG dan PHA + PEG Selama periode waktu yang telah ditentukan diketahui bahwa jumlah CO 2 yang diproduksi oleh PHA lebih besar daripada CO 2 yang dihasilkan PHA yang ditambahkan pemlastis. Hal ini didukung dengan data laju produksi karbondioksida dYdX selama 50 hari. Laju produksi karbondioksida CO 2 PHA, PHA + DMF, PHA + DEG dan PHA + PEG berturut-turut adalah 8,65 mghari; 7,36 mghari; 6,03 mghari dan 4,93 mghari. Contoh perhitungan laju produksi karbondioksida dYdX adalah sebagai berikut: Laju produksi CO 2 PHA = radasi waktu Lama CO produksi Akumulasi deg 2 = hari mg 50 52 , 432 = 8,65 mghari 31 Laju produksi karbondioksida CO 2 PHA tebih besar bila dibandingkan dengan PHA yang ditambahkan pemlastis. Fakta tersebut membuktikan bahwa penambahan pemlastis memperlambat proses biodegradasi. PHA memiliki struktur kimia yang lebih sederhana sehingga mikroorganisme pendegradasi PHA hanya memproduksi enzim yang dapat memutuskan ikatan polimer PHA. Enzim yang berperan dalam pemutusan ikatan ester merupakan kelompok enzim hidrolase Winarno, 1986. Enzim hidrolase merupakan kelompok enzim yang mengkatalisis reaksi hidrolisis suatu substrat atau pemecahan substrat dengan pertolongan molekul air. Salah satu enzim yang termasuk dalam kelompok hidrolase adalah esterase. Proses degradasi PHA terjadi karena mikroorganisme menghasilkan enzim depolimerase ekstraseluler PHA. Enzim ekstraseluler depolimerase mendegradasi sumber karbon PHA yang berada di lingkungan. Pada tahap pertama, PHA terdepolimerisasi menjadi monomer, dimer atau campuran oligomer tergantung pada jenis enzim depolimerasenya. Pada tahap dua, enzim jenis oligomer hidrolase membelah oligomer menjadi monomer melalui reaksi hidrolisis. Monomer-monomer tersebut dimanfaatkan dan dimetabolisme di dalam sel sehingga dihasilkan CO 2 dan H 2 O pada kondisi aerobik dan CH 4 , CO 2 dan H 2 O pada kondisi anaerobik Jendrossek dan Handrick, 2002. Pada PHA yang ditambahkan pemlastis terdapat ikatan antara polimer PHA dengan pemlastis. Hasil penelitian Juari 2006, Delvia 2006 dan Rais 2007 menunjukkan bahwa pemlastis mengikat gugus OH yang terdapat pada rantai polimer PHA. Pembentukan ikatan hidrogen antara PHA dengan pemlastis dimetif ftalat DMF, dietil glikol DEG dan polietilen glikol PEG dapat dilihat pada Gambar 9-11. Ikatan antara polimer dengan molekul lain menyebabkan struktur kimia PHA + DEG, PHA + DMF dan PHA + PEG menjadi lebih kompleks dibandingkan dengan struktur kimia PHA sehingga lebih sulit didegradasi. 32 Gambar 9. Pembentukan ikatan hidrogen antara PHA dengan PEG 400 Rais, 2007 Gambar 10. Pembentukan ikatan hidrogen antara PHA dan dietil glikol DEG Zahra, 2003 dalam Delvia, 2006. 33 Gambar 11. Proses pembentukan ikatan hidrogen antara PHA dan dimetil ftalat DMF Juari, 2006 Bahan tambahan seperti pemlastis dapat menunjang atau menghambat proses degradasi. Bahan aditif juga dapat menjadi penghalang terhadap aliran gas seperti oksigen yang secara tidak langsung menghambat mikroorganisme yang membutuhkan oksigen untuk mendegradasi bioplastik. Agen pendegradasi adalah mikroorganisme yang memiliki enzim yang spesifik yang dapat memutuskan DMF 34 ikatan antara PHA dengan pemlastis menjadi monomer. Struktur kimia suatu bahan polimer sangat mempengaruhi biodegradasi polimer. Semakin kompleks struktur kimia penyusun suatu bahan polimer maka tingkat kesukaran untuk memutuskan rantai polimer selakin tinggi. PHA memiliki struktur kimia yang lebih sederhana sehingga proses biodegradasi akan lebih cepat dibandingklan dengan PHA yang ditambahkan pemlastis dengan struktur kimia yang lebih kompleks. Selain itu, PHA memiliki sifat hidrofobik sehingga mudah terdegradsi. Menurut Jendrossek dan Handrick 2002, enzim depolimerase ekstraseluler PHA memiliki kemampuan mendegradasi yang sangat besar pada bahan yang bersifat hidrofobik dibandingkan hidrofilik. PHA yang ditambahkan pemlastis DMF memiliki laju degradasi yang lebih cepat bila dibandingkan dengan PHA yang ditambahkan pemlastis DEG. Pemlastis DMF memiliki sifat hidrofobik yang dapat mempercepat proses degradasi bioplastik. Penambahan pemlastis menyebabkan peningkatan jumlah faksi amorf sehingga menurunkan suhu pelelehan dan derajat kristalinitas bioplastik. Degradasi bioplastik dipengaruhi oleh suhu pelelehan bioplastik dan derajat kristalinitas, semakin tinggi suhu pelelehan dan derajat kristalinitas bioplastik maka semakin sulit bioplastik terdegradasi. Tokiwa dan Calabia 2004 menyatakan bahwa degradasi enzimatik akan semakin cepat dengan suhu pelelehan polimer dan derajat kristalinitas yang rendah. Suhu pelelehan PHA yang ditambahkan pemlastis DMF dan DEG adalah 166,71 o C dan 167,51 o C. Hal ini menunjukkan bahwa derajat kristalinitas PHA dengan penambahan pemlastis DEG lebih besar dibandingkan PHA dengan penambahan pemlastis DMF. Allcock dan Lampe 1981 menyatakan bahwa pada suhu pelelehan, polimer kristalin meleleh menjadi cairan viskous secara lebih tajam dari pada polimer amorf. Menurunnya derajat kristalinitas bioplastik yang ditambahkan pemlastis DMF mengakibatkan bioplastik menjadi amorf. Pada proses hidrolisis, bagian yang paling mudah terhidrolisis adalah bagian amorf karena memudahkan mikroorganisme untuk menyusup ke seluruh matriks polimer dengan memanfaatkan daerah-daerah amorf tersebut. Selain itu, aerasi yang diberikan 35 pada saat berlangsungnya proses degradasi dapat membantu memecahkan polimer menjadi polimer dengan ukuran lebih kecil sehingga mikroorganisme dapat dengan mudah mendegradasi bioplastik. Bioplastik yang ditambahkan pemlastis DEG memiliki laju biodegradasi yang lebih besar dibandingkan penambahan pemlastis PEG. Derajat kistalinitas PHA yang ditambahkan pemlastis DEG lebih rendah dibandingkan PEG yaitu 31,45 dan 44,58. Derajat kristalinitas yang rendah mempercepat laju biodegradasi. Menurut Doi 1997, kerja enzim depolimerase akan menurun dengan meningkatnya derajat kristalinitas sehingga laju degrasi enzimatik akan semakin lama dibandingkan dengan struktur bioplastik yang armorf. Selain itu, sifat PEG yang tidak biodegradabel mengakibatkan PEG sulit terurai di alam. Perlu dilakukan pengkuantifikasian kurva menjadi suatu persamaan matematik sehingga dapat dengan mudah membandingkan antar sampel yang didegradasi. Proses pengkuantifikasian kurva menjadi persamaan matematik dilakukan dengan cara mencari persamaan regresi yang sesuai untuk masing- masing kurva produksi CO 2 . Penentuan persamaan regresi dengan metode curve fitting Lampiran 19-22 dilakukan untuk mengetahui pola degradasi semua sampel yang diuji. Persamaan kurva dan nilai regresi hasil pengukuran CO 2 dengan metode curve fitting dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 12. Kurva pola regresi produksi CO 2 PHA, PHA + DMF, PHA + DEG dan PHA + PEG 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 20 40 60 Hari ke- A k um ula s i pr od uk s i C O 2 m g PHA PHA + DEG PHA + DMF PHA + PEG R 2 = 0,9948 R 2 = 0,9876 R 2 = 0,9725 R 2 = 0,9931 36 Persamaan regresi hanya berlaku untuk periode pengujian yang telah dilakukan yaitu hingga hari ke-50 untuk sampel PHA, PHA + DMF, PHA + DEG, dan PHA + PEG. Nilai dan persamaan pola regresi pada dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Persamaan Kurva dan Nilai Regresi Hasil Pengukuran CO 2 Sampel Persamaan kurva Nilai R 2 PHA y = -0,0883x 2 + 12,426x + 27,125 R 2 = 0,9876 PHA + DEG y = 99,67Lnx - 62,686 R 2 = 0,9725 PHA + DMF y = 106,31Lnx - 62,932 R 2 = 0,9948 PHA + PEG y = -0,1779x 2 + 13,527x + 5,5659 R 2 = 0,9931 Kurva pola regresi produksi CO 2 PHA, PHA + DMF, PHA + DEG dan PHA + PEG menunjukkan bahwa sampel PHA dan PHA + PEG memiliki pola yang cenderung kuadratik sedangkan sampel PHA + DMF dan PHA + PEG memiliki pola yang cenderung logaritmik. Terdapat beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan kurva yang paling sesuai untuk menggambarkan pola persamaan produksi CO 2 . Faktor-faktor tersebut antara lain nilai koefisien determinasi R 2 yang tertinggi, nilai distribusi F yang tertinggi, dan nilai standard error yang terendah. Hasil curve fitting biodegradasi PHA Lampiran 19 menunjukkan bahwa persamaan kurva regresi linier memiliki nilai R 2 , F hitung dan Standard error sebesar 0,96520, 499,20023 dan 20,71505, sedangkan kurva regresi kuadratik memiliki nilai R 2 , F hitung dan Standard error sebesar 0,98761, 677,30005 dan 12,72042. Untuk mendapatkan pola regresi yang paling sesuai dilakukan perbandingan nilai R 2 , F hitung dan standard error. Hasil perbandingan menunjukkan bahwa kurva regresi kuadratik dengan persamaan y = -0,0883x 2 + 12,426x + 27,125 paling sesuai untuk menggambarkan pola biodegradasi PHA. Hal ini dikarenakan nilai R 2 yang lebih besar, F hitung yang lebih besar dan standard error yang paling kecil. Metode yang sama dilakukan untuk menentukan pola regresi sampel PHA dengan penambahan pemlastis PEG, DMF dan DEG. Hasil membandingkan nilai R 2 , F hitung dan standard error pada Lampiran 21-23 menunjukkan bahwa penambahan pemlastis PEG memiliki pola biodegradasi kuadratik dengan 37 persamaan y = -0,1779x 2 + 13,527x + 5,5659, sedangkan PHA dengan penambahan pemlastis DMF dan DEG memiliki pola biodegradasi logaritmik dengan persamaan y = 106,31Lnx - 62,932 dan y = 99,67Lnx - 62,686. Menurut Hines dan Montgomery 1990, nilai R 2 memberikan pengertian sejauh mana jenis kurva yang dipilih sesuai dengan kurva sampel. Semakin nilai R 2 mendekati angka satu maka korelasi antara kurva sampel dan jenis regresinya semakin tinggi pula. Standard error yang paling rendah menunjukkan penyimpangan data hasil persamaan regresi terhadap data hasil kurva produksi CO 2 semakin kecil. Hasil curve fitting menunjukkan bahwa PHA dengan penambahan pemlastis DMF lebih baik dibandingkan dengan PHA dengan penambahan pemlastis DEG dan PEG.

2. Total Plate Count TPC

Dokumen yang terkait

Kajian Biodegradasi Bioplastik Poli-B-Hidroksialkanoat dengan Penambahan Pemlastis Dimetil Ftalat dan Dietil Glikol dalam Media Padat Buatan

0 11 77

Kajian Biodegradasi Bioplastik Poli-B-Hidroksi Alkanoat dengan Penambahan Pemlastis Dietil Glikol dan Dimetil Ftalat pada Media Cair Buatan

0 8 77

Pengaruh Konsentrasi Pemlastis Dietil Glikol Terhadap Karakteristik Bioplastik dari Polyhydroxyalkanoates (PHA) yang dihasilkan Ralstonia eutropha pada Substrat Hidrolisat Minyak Sawit

0 7 94

Kajian Pengaruh Penambahan Dietilen Glikol sebagai Pemlastis pada Karakteristik Bioplastik dari Poli-Beta-Hidroksialkanoat (PHA) yang Dihasilkan Ralstronia eutropha pada Substrat Hidrolisat Pati Sagu

0 13 96

Pembuatan Bioplastik Poli-Β-Hidroksialkanoat (Pha) Yang Dihasilkan Oleh Rastonia Eutropha Pada Substrat Hidrolisat Pati Sagu Dengan Pemlastis Isopropil Palmitat

1 12 98

Pengaruh Penambahan Pemlastis Polietilen Glikol 400, Dietilen Glikol, dan Dimetil Ftalat terhadap Proses Biodegradasi Bioplastik Poli- -hidroksialkanoat pada Media Cair dengan Udara Terlimitasi

2 14 76

Karakterisasi Bioplastik Poli-Hidroksialkanoat (Pha) dengan Penambahan Polioksietilen-(20)-Sorbitan Monolaurat Sebagai Pemlastis

5 42 97

Kajian Biodegradasi Bioplastik Berbasis Poli-Β-Hidroksialkanoat (Pha) Dengan Pemlastis Dimetil Ftalat,Dietil Glikol dan Polietilen Glikol Pada Lingkungan Tanah Yang Berbeda

4 44 85

Kajian Biodegradasi Bioplastik Berbasis Poli-β-Hidroksialkanoat (PHA) Dengan Pemlastis Dimetil Ftalat Dietil Glikol Dan Polietilen Glikol Pada Lingkungan Tanah Yang Berbeda

0 8 79

Pengaruh konsentrasi pemlastis dietil glikol terhadap karakteristik bioplastik dari polyhydroxyalkanoates (PHA) yang dihasilkan Ralstonia eutropha pada substrat hidrolisat minyak sawit

0 4 3