Analisis Perkembangan Retribusi Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat

(1)

Melisa : Analisis Perkembangan Retribusi Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat, 2010.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

SKRIPSI

ANALISIS PERKEMBANGAN RETRIBUSI DAERAH PADA PEMERINTAHAN KABUPATEN LANGKAT

OLEH :

NAMA : MELISA

NIM : 040503081

DEPARTEMEN : AKUNTANSI S-1

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Ekonomi 2009


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

“Analisis Perkembangan Retribusi Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat”.

Adalah benar hasil karya sendiri dan judul dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasikan, atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi level Program S1 Reguler Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Semua sumber data dan informasi yang diperoleh, telah dinyatakan dengan jelas, benar apa adanya, dan apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, Saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Universitas.

Medan, 21 Desember 2009 Yang membuat pernyataan

Melisa


(3)

Melisa : Analisis Perkembangan Retribusi Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat, 2010. KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamiin, segala puli penulis haturkan kepada Allah

SWT yang telah memberikan pertolongan yang tiada terhingga, sehingga penyusunan skripsi ini selesai dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul skripsi ini yaitu: Analisis Perkembangan Retribusi

Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten langkat. Dalam menyelesaikan

penyusunan skripsi ini, penulis dibantu oleh berbagai pihak yang telah bersedia meluangkan waktu dan tenaga, pikiran serta dukungannya baik secara moril dan materil. Terutama buat kedua orang tua yang terkasih dan tercinta Ayahanda Nover Azli dan Ibunda Humaida yang telah memberikan dukungan moril dan materil, nasehat, serta doanya kepada penulis. Beserta kepada abang, dan kakak-kakak saya yang saya cintai dan sayangi. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tiada terhingga kepada beberapa pihak antara lain :

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Hasan Sakti Siregar M.Si, Ak dan Ibu Mutia Ismail MM, Ak Selaku Ketua Departemen dan Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(4)

3. Ibu Dra. Narumondang Bulan Siregar Ak, MM selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak membantu dan memberikan pengarahan kepada penulis dalam proses penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Drs.Idhar Yahya MBA Ak dan Bapak Sambas Ade Kesuma SE, M.Si, Ak selaku Penguji I dan Penguji II yang telah membantu penulis melalui saran dan kritik yang diberikan demi kesempurnaan skripsi ini. 5. Pemerintah Kabupaten Langkat Khususnya Dinas Pendapatan Daerah

yang telah membantu penulisan skripsi ini, semoga skiripsi saya ini dapat bermanfaat bagi Pemda Setempat.

6. Dosen-dosen FE serta pegawai dan staf karyawan FE USU Khususnya Departemen Akuntansi.

7. Kepada seseorang yang sangat saya sayangi Abdillah Fahdi yang

senantiasa memberikan semangat dan selalu menemani saya.

8. Kepada sahabat-sahabat saya anatara lain : Dede, Dewi, anak-anak GASU, serta teman-teman di FE USU khususnya anak-anak Akuntansi angkatan 2004.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi kesempurnaan skripsi ini.,semoga skripsi ini bermanfaat

Medan, 21 Desember 2009 Penulis

Melisa


(5)

Melisa : Analisis Perkembangan Retribusi Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat, 2010. ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisis perkembangan retribusi daerah. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Langkat dengan mengambil periode waktu yang diteliti selama 10 tahun yakni tahun 1999.-2008. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan analisis datanya mennghitung besar kontribusi retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah, Tingkat Pencapaian Target (TPT), serta elastisitas.

Hasil penelitian menunjukkan sebagai berikut : pertama, hasil perhitungan besar kontribusi retribusi daerah terhadap PAD Kabupaten Langkat dengan total rata-rata kontribusinya selama 10 tahun adalah sebesar 23,98%. Kedua, Tingkat Pencapaian Target (TPT) selama 10 tahun dari tahun anggaran 1999 sampai dengan 2008 total rata-rata TPT adalah 85,84%. Ketiga, tingkat elastisitas retribusi daerah Kabupaten Langkat total rata-ratanya adalah 0,24%. Ini menunjukkan bahwa kontribusi retribusi daerah yang dihasilkan belum optimal, serta perkembangan retribusi daerah di Kabupaten Langkat belum optimal pada sisi pendapatan retribusi daerah. Maka ditinjau dari aspek kemampuan keuangan daerah, Kabupaten Langkat belum dapat menjalanka otonomi secara maksimal.

Kata kunci : Retribusi Daerah,Kontribusi, Tingkat Pencapaian Target, Elastisitas, Pendapatan Asli Daerah


(6)

ABSTRACT

This research has a purpose to know the analize development of the local retribution. This research were done in Langkat Regency with periode during 10 years from 1999 until 2008. The anallyzing methode that used is the deskriptif analyzing with the encode analyzing to count the big contribution of the local retribution about the local own revenue, the level of target reach, and also elasticity.

The result of the researched show, as follows : first, the rate contribution of the local retribution with Langkat regency on the local own revenue with total rate of contribution during ten years is 23,98%. Second, the level of target reach during 10 years from 1999 until 2008 total rate is 85,84%. Third, the level of the the local retribution elasticity of the Langkat regency with total rate is 0,24%. Its show that the local contribution retribution result is not optimal, and also the local retribution development in Langkat regency is not maximal and optimal yet at the local own revenue retribution. So that look at from the aspect of the capacity region finance, Langkat regency is not able to avtuated the autonomy in a maximal.

Keywoard : The Local Retribution, Contribution, The level Of Target Reach, Elasticity,The Local Own Revenue


(7)

Melisa : Analisis Perkembangan Retribusi Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat, 2010. DAFTAR ISI

PERNYATAAN ……… i

KATA PENGANTAR ……… ii

ABSTRAK ……… iv

ABSTRACT ………... v

DAFTAR ISI ………... vi

DAFTAR TABEL ……… ix

DAFTAR GAMBAR ………... x

BAB I PENDAHULUAN……….. 1

A. Latar Belakang Masalah……… 1

B. Perumusan Masalah ……….. 5

C. Batasan masalah... 6

D. Tujuan Dan manfaat Penelitian ……… 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……… 8

A. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)………..…. 8

B. Keuangan Daerah……….. 9

C. Pendapatan Asli Daerah (PAD)...….……... 12

1. Defenisi Pendapatan Asli Daerah... 12

2. Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah... 13

D. Retribusi Daerah... 15

1. Defenisi Retribusi Daerah……… 15


(8)

3. Tujuan Retribusi Daerah……….. 16

4. Sifat-sifat Retribusi Daerah……… 17

5. Objek Retribusi Daerah………... 17

6. Subjek Retribusi Daerah………. 19

7. Jenis-Jenis Retribusi Daerah……… 20

8. Tata Cara Pemungutan Retribusi Daerah……… 23

9. Perhitungan Retribusi Daerah……….. 25

10.Peraturan Pemerintah Tentang retribusi Daerah………….. 27

E. Kerangka Konseptual………..……….. 29

BAB III METODE PENELITIAN... 30

A. Jenis Penelitian………... 30

B. Jenis Data……….. 30

C. Teknik Pengumpulan Data……….... 30

D. Defenisi Operasional... 31

E. Analisis Data…………...………... 31

1. Kontribusi Retribusi Daerah Terhadap PAD... 31

2. Tingkat Pencapaian Target (TPT)... 32

3. Elastisitas... 32

F. Jadwal dan Lokasi penelitian... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN……… 35

A. Data Penelitian………. 35

1. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Langkat………… 35


(9)

Melisa : Analisis Perkembangan Retribusi Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat, 2010.

b. Iklim………. 36

c. Topografi………. 36

d. Ekonomi……… 36

2. Retribusi Daerah... 37

3. Pendapatan Asli Daerah... 40

B. Analisis Hasil Penelitian…... 41

1. Kontribusi Retribusi Daerah Terhadap PAD……… 41

2. Tingkat Pencapaian Target (TPT)……… 48

3. Elastisitas………. 50

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ……….. 56

B. Keterbatasan Penelitian………. 57

B. Saran ………. 57

DAFTAR PUSTAKA ..……… 59


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 4.1 Realisasi Retribusi Daerah Pemerintah

Kabupaten Langkat Tahun 1999-2008……….. 39

Tabel 4.2 Realisasi PAD Pemerintah Kabupaten Langkat

Tahun 1999-2008……… 40

Tabel 4.3 Kontribusi Retribusi Daerah Terhadap PAD

Kabupaten Langkat Tahun 1999-2008……… 42

Tabel 4.5 TPT Penerimaan Retribusi Daerah Kabupaten Langkat

Tahun Anggaran 1999-2008……… 49

Tabel 4.6 Elastisitas retribusi Daerah Kabupaten Langkat Tahun


(11)

Melisa : Analisis Perkembangan Retribusi Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat, 2010. DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 4.4 Grafik Kontribusi Retribusi Terhadap PAD


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang masalah

Sebagai negara berkembang, Indonesia terus berupaya melakukan pembangunan disegala sektor, baik pembangunan yang berupa fisik maupun mental. Hal tersebut ditujukan guna meningkatkan taraf hidup rakyat sekaligus mendukung tercapainya suatu tujuan nasional. Pembangunan nasional mempunyai tujuan umum untuk meningkatkan dan mewujudkan kesejahteraan rakyat maupun kemakmuran yang adil dan merata.

Menurut Arsyad (2002:13), “Pembangunan adalah suatu proses perubahan secara terus-menerus guna meningkatkan pendapatan perkapita yang terus berlangsung dalam jangka panjang, sehingga taraf kehidupan masyarakat akan meningkat”.

Pelaksanaan pembangunan daerah diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dalam rangka meningkatkan potensi-potensi yang dimiliki secara optimal. Dalam melaksanakan berbagai macam kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan daerah tentu memerlukan biaya yang cukup besar agar pemerintah daerah dapat mengurus rumah tangganya sendiri dengan sebaik-baiknya, maka perlu diberikan sumber-sumber pembiayaan yang cukup besar. Tetapi tidak semua sumber-sumber pembiayaan dapat diberikan kepada daerah, maka pemerintah daerah diwajibkan untuk menggali segala sumber-sumber keuangannya sendiri berdasarkan peraturan yang berlaku.


(13)

Melisa : Analisis Perkembangan Retribusi Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat, 2010.

Saat terjadinya krisis ekonomi di Indonesia memberikan pengaruh bagi sektor swasta dan juga sektor publik (pemerintah). Adapun pengaruh negatif yang terjadi seperti pengangguran dan peningkatan kemiskinan serta menghambat pembangunan baik pada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pengaruh negatif krisis moneter tersebut memberikan dampak negatif terhadap APBN yang secara keseluruhan juga berpengaruh pada APBD. Sektor pendapatan sangat labil atau faktor ketidakpastian akan penerimaan dari pemerintah pusat menjadi lebih tinggi. Kondisi tersebut memperihatinkan pada daerah yang pendapatan asli daerahnya rendah. Jika PAD rendah, berarti ketergantungan kepada pemerintah pusat lebih tinggi.

Kebijakan Otonomi Daerah sudah berlangsung sejak tahun 2001 yakni tepatnya pada 1 Januari 2001 yang merupakan proses untuk mendorong pemulihan ekonomi. Diberlakukannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Sejalan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang “Pemerintahan daerah” serta Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang “Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah”, maka penyelenggaraan pemerintah daerah dilakukan dengan memberikan wewenang untuk mengolah keuangan yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah yang bertujuan untuk mencermati menghadapi perubahan pengelolaan pemerintah daerah dengan cara menata manajemen pemerintahan yang dapat bekerja secara lebih efisien, efektif serta ekonomis.

Penyelenggaran otonomi daerah didasarkan pada otonomi yang luas, nyata dan bertanggungjawab, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.


(14)

Peran otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab ini diharapkan mampu untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerahnya.

Adanya otonomi daerah ini, daerah diberikan tanggung jawab untuk mengatur serta mengurus rumah tangganya sendiri yang bertujuan untuk memudahkan masyarakat dalam mengawasi penggunaan dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), serta dapat meningkatkan persaingan yang sehat antar daerah, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian serta evaluasi. Pemerintah daerah juga mempunyai kewajiban untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakatnya secara adil, merata, serta berkesinambungan. Pengelolaan keuangan daerah terdiri dari pengurusan umum dan pengurusan khusus, pengurusan umum berkenaan dengan APBD sedangkan pengurusan khusus berkenaan dengan barang-barang inventaris dan kekayaan daerah yang lainnya.

Peningkatan penerimaan daerah yakni Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang berasal dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan, serta yang berasal dari lain-lain PAD yang sah. Menurunnya aktivitas ekonomi masyarakat akibat adanya krisis ekonomi tersebut mempengaruhi penerimaan pendapatan daerah yang mengakibatkan pendapatan daerah menjadi lebih rendah dan tidak menentu.

Untuk merealisasikan pelaksanaan otonomi daerah maka sumber pembiayaan pemerintah daerah tergantung pada peranan PAD. Hal ini diharapkan dan diupayakan dapat menjadi penyangga utama dalam membiayai kegiatan pembangunan di daerah. Oleh karena itu pemerintah daerah harus dapat


(15)

Melisa : Analisis Perkembangan Retribusi Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat, 2010.

mengupayakan peningkatan penerimaan yang berasal dari daerah sendiri sehingga akan memperbesar tersedianya keuangan daerah yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan pembangunan. Hal ini akan semakin memperbesar keleluasaan daerah untuk mengarahkan penggunaan keuangan daerah sesuai dengan rencana.

Kemampuan keuangan daerah di dalam membiayai kegiatan pembangunan didaerah merupakan pencerminan dari pelaksanaan otonomi di daerah. Untuk melihat kemampuan pemeritah daerah dalam menghimpun penerimaan daerah baik penerimaan yang berasal dari sumbangan dan bantuan pemerintah pusat maupun penerimaan yang berasal dari daerah sendiri. dapat dilihat dalam APBD yang biayanya bersumber dari dana perimbangan dan PAD dengan tingkat kesesuaian yang mencukupi pengeluaran pemerintah daerah. Upaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tentunya tidak terlepas dari peranan masing-masing komponen PAD. Komponen yang ada seperti penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba usaha milik daerah, serta lain-lain penerimaan yang sah.

Kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kenyataan masih kecil. Selama ini sumbangan dan bantuan pemerintah pusat masih menjadi sumber terbesar dalam penerimaan daerah. Keadaan ini menunjukkan bahwa ketergantungan pemerintah daerah masih cukup besar. Untuk mengurangi ketergantungan tersebut maka PAD perlu ditingkatkan, salah satunya yaitu dengan usaha meningkatkan retribusi daerah.

Dalam perkembangannya, retribusi daerah memberikan kontribusi yang cukup besar selain komponen PAD yang lain yaitu pajak daerah sehingga perlu


(16)

digali secara optimal kebutuhan daerah yang bersangkutan. Untuk itu diperlukan upaya intensifikasi penerimaan retribusi dearah guna optimalisasi pendapatan asli daerah mengingat penerimaan retribusi daerah dalam perkembangannya selalu mengalami perubahan dari tahun ke tahun, sehingga dilakukan analisis terhadap sistem pemungutan yang diterapkan.

Pada pemerintahan kabupaten Langkat, penerimaan PAD yang berasal dari retribusi daerah merupakan salah satu penerimaan PAD yang memberikan kontribusi besar, akan tetapi realisasi pemungutannya masih belum terlaksana secara optimal, hal ini dapat dilihat dari besarnya pendapatan yang diperoleh pemerintah daerah Kabupaten Langkat yang berasal dari retribusi daerah yang realisasinya jauh dibawah target yang direncanakan seperti pada tahun 2006 dengan persentase realisasi yang tercapai sebesar 84,65%, tahun 2007 persentase realisasinya sebesar 80,74%, serta ditahun 2008 dengan besar persentasenya sebesar 94,50%. Berdasarkan penjelasan tersebut maka penulis tertarik membuat skripsi dan melakukan penelitian tentang “Analisis Perkembangan Retribusi

Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka penulis merumuskan apa yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini yaitu :

1. Apakah Kontribusi retribusi daerah sebagai sumber PAD di Kabupaten Langkat sudah potensial ?


(17)

Melisa : Analisis Perkembangan Retribusi Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat, 2010.

2. Apakah tingkat pencapaian target penerimaan retribusi daerah di Kabupaten Langkat sudah tercapai ?

3. Berapa besar tingkat elastisitas retribusi daerah terhadap PAD di Kabupaten Langkat ?

C. Batasan Masalah

Komponen Pendapatan Asli Daerah terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain PAD yang sah, tetapi yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah retribusi daerah.

Agar lingkup permassalahan pada penelitian ini tidak meluas, maka masalah dibatasi sebagai berikut :

1. Penelitian ini dilakukan di pemerintahan kabupaten Langkat

2. Data yang digunakan antara tahun 1999-2008 berdasarkan realisasi pendapatan retribusi daerah.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukan penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui kontribusi retribusi daerah terhadap PAD

Kabupaten Langkat

b. Untuk mengetahui tingkat pencapaian target dalam penerimaan retribusi daerah di Kabupaten Langkat


(18)

c. Untuk mengetahui besarnya elastisitas retribusi terhadap perubahan realisasi penerimaan PAD di Kabupaten Langkat.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian tentang retribusi daerah ini adalah sebagai berikut :

a. Bagi Penulis, Penelitian ini untuk menambah wawasan tentang

perkembangan retribusi dikabupaten Langkat serta sejauh mana pengaruh retribusi daerah terhadap PAD

b. Bagi pemerintah Kabupaten Langkat, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan informasi dalam mengambil kebijaksanaan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah guna membiayai pembangunan daerah, khususnya penerimaan yang berasal dari retribusi daerah serta untuk menyusun kebijakan pembangunan dalam pelaksanaan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab.

c. Bagi pembaca dan pihak lainnya dapat dijadikan bahan dan informasi bagi peneliti selanjutnya terhadap topik yang sama dengan kajian yang lebih mendalam untuk lebih meningkatkan penerimaan retribusi daerah.


(19)

Melisa : Analisis Perkembangan Retribusi Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat, 2010. BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)

Menurut Halim (2004:15-16) APBD adalah suatu anggaran daerah, dimana memiliki unsur-unsur sebagai berikut :

1. Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci 2. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk

menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas-aktivitas tersebut, dan adanya biaya yang akan dilaksanakan.

3. Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka. 4. Periode anggaran, yaitu biasanya 1 tahun.

Menurut Halim dan Nasir (2006:44) APBD adalah “Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan ditetapkan dengan peraturan daerah”.

Menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002, APBD terdiri atas 3 bagian, yakni : “Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan.”

Siklus APBD terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pemeriksaan, serta penyusunan dan penetapan perhitungan APBD. Penyusunan dan penetapan perhitungan APBD merupakan pertanggung jawaban APBD. Pertanggung jawaban itu dilakukan dengan menyampaikan perhitungan APBD kepada menteri dalam negeri untuk pemerintah daerah tingkat I dan kepada Gubernur untuk Pemerintah Daerah Tingkat II, jadi pertanggungjawaban bersifat vertikal.


(20)

B. Keuangan Daerah

Ketentuan mengenai keuangan daerah diatur dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dalam Bab III Pasal 4 ayat (1), UU Nomor 33 Tahun 2004, ditegaskan bahwa “Penyelenggaraan urusan Pemerintahan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi didanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah”. Artinya, dana APBD diperuntukkan bagi pelaksanaan tugas pemerintahan daerah, termasuk tugas dan wewenang penyelenggaraan pemerinta yang sudah dilimpahkan atau yang sudah didesentralisasikan pusat ke daerah. Penambahan wewenang daerah jelas akan membutuhkan dana tambahan bagi daerah. Sebaiknya, pengurangan wewenang akan mengurangi anggaran untuk itu. Selama ini pelaksanaan pemerintah didaerah sebagian besar dibiayai oleh pusat melalui bantuan pusat atau subsidi daerah otonom.

Sehubungan dengan pentingnya posisi keuangan, pemerintah daerah tidak akan dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan dalam pembangunan. Keuangan inilah yang merupakan salah satu dasar kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri. Dengan demikian untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya, daerah membutuhkan biaya. Tanpa adanya biaya yang cukup, maka bukan saja tidak mungkin bagi daerah untuk menyelenggrakan tugas dan kewajiban serta kewenangan yang ada padanya dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya, tetapi juga cirri pokok dan mendasar dari suatu daerah otonom menjadi hilang. Untuk dapat memiliki


(21)

Melisa : Analisis Perkembangan Retribusi Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat, 2010.

keuangan yang memadai dengan sendirinya daerah membutuhkan sumber keuangan yang cukup pula.

Menurut Mamesh dalam Halim (2004:18), “Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang”, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki atau dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Keuangan daerah memiliki lingkup yang terdiri atas keuangan daerah yang dikelola langsung dan kekayaan daerah yang dipisahkan. Keuangan daerah yang dikelola langsung adalah Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan barang-barang inventaris milik daerah. Keuangan daerah yang dipisahkan meliputi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Keuangan daerah dikelola melalui manajemen keuangan daerah. Jadi manajemen keuangan daerah adalah pengorganisasian dan pengelolaan sumber-sumber daya atau kekayaan yang ada pada suatau daerah untuk mencapai tujuan yang dikehendaki daerah tersebut. Manajemen keuangan daerah pengelolaannya terdiri atas pengurusan umum dan pengurusan khusus. Pengurusan umum berkaitan dengan APBD, dan kepengurusan khusus berkaitan dengan barang-barang inventaris kekayaan daerah. Manajemen keuangan daerah juga dapat pula dilihat dari segi tata usaha atau administrasi keuangan daerah.

Keuangan daerah mempunyai hak dan kewajiban. Hak-hak dari keuangan daerah yang bersumber dari penerimaan daerah seperti pajak daerah, retribusi


(22)

daerah, hasil perusahan milik daerah, dan lain-lain, ataupun hak untuk menerima sumber-sumber penerimaan lain.

Hak-hak tersebut akan meningkatkan keuangan daerah. Kewajiban dari keuangan daerah yakni semua kewajiban mengeluarkan uang untuk membayar tagihan-tagihan kepada daerah dalam rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan, infrastruktur, pelayanan umum, dan pengembangan ekonomi.

Adapun sumber-sumber penerimaan daerah yang lain terdiri dari :

a. Dana Perimbangan

Dana perimbangan merupakan sumber Pendapatan Daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanan kewenangan pemerintah daerah dalam menacapai tujuan pemberian otonom kepada daerah. Dana Perimbangan merupakan kelompok sumber pembiayaan pelaksanaan desentralisasi yang dialokasinya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain.

Dalam Pasal 10 UU Nomor 33 Tahun 2004, Dana perimbangan terdiri dari:

1) Dana Bagi Hasil 2) Dana Alokasi Umum 3) Dana Alokasi Khusus


(23)

Melisa : Analisis Perkembangan Retribusi Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat, 2010.

b. Pinjaman Daerah

Selama tiga dekade lebih pemerintahan orde baru, sumber utama pinjaman daerah berasal dari pinjaman dalam negeri. Jumlah pinjaman daerah selama ini rata-rata dibawah satu persen ( 1% ) dari APBD, itu pun pinjaman yang dilakukan

sebagian besar untuk mendukung kegiatan atau operasional perusahan daerah (Badan Usaha Milik Daerah). Pemerintah daerah pada masa lalu tidak dibenarkan

melakukan pinjaman luar negeri.

c. Lain-lain penerimaan yang sah

Pendapatan lain-lain yang sah merupakan pendapatan yang didapat berdasarkan undang-undang yang telah ditentukan.

C. Pendapatan Asli Daerah

1. Defenisi Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pendapatan Asli Daerah merupakan tulang punggung pembiayaan daerah, oleh karenanya kemampuan melaksanakan ekonomi diukur dari besarnya kontribusi yang diberikan oleh Pendapatan Asli Daerah terhadap APBD, semakin besar kontribusi yang dapat diberikan oleh Pendapatan Asli Daerah terhadap APBD berarti semakin kecil ketergantungan pemerintah daerah terhadap bantuan pemerintah pusat.


(24)

Pendapatan Asli Daerah merupakan salah satu komponen sumber penerimaan keuangan Negara disamping penerimaan lainnya berupa dana perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain penerimaan yang sah juga sisaanggaran tahun sebelumnya yang dapat ditambahkan sebagai sumber pendanaan penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Keseluruhan bagian penerimaan tersebut stiap tahun tercermin dalam APBD, meskipun PAD tidak seluruhnya dapat membiayai APBD.

Menurut Mardiasmo (2002:132) “Pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah.

Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah disebutkan bahwa sumber-sumber pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak.

2. Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan Asli Daerah terdiri dari : a. Pajak Daerah

Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku


(25)

Melisa : Analisis Perkembangan Retribusi Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat, 2010.

yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.

b. Retribusi Daerah

Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. c. Hasil Pengolahan Daerah Yang Sah

Selain pajak daerah dan retribusi daerah, bagian laba perusahaan milik daerah (BUMD) merupakan salah satu sumber yang cukup potensial untuk dikembangkan.

Perusahaan milik daerah adalah badan usaha yang dimiliki oleh pemerintah daerah dimana pembentukan, penggabungan, pelepasan kepemilikan, dan atau pembubarannya ditetapkan dengan peraturan daerah yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Hasil pengelolaan daerah yang sah merupakan pendapatan daerah dari keuntungan/laba bersih perusahaan daerah untuk anggaran belanja daerah yang disetor ke kas daerah baik perusahaan daerah yang modalnya sebagian terdiri dari kekayaan daerah yang dipisahkan. Perusahaan daerah seperti perusahaan air minum bersih (PDAM), Bank Pembangunan Daerah (BPD), hotel, bioskop, percetakan, perusahaan bis kota dan pasar adalah jenis-jenis BUMD yang memiliki potensi sebagai sumber-sumber PAD.


(26)

d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah

Penerimaan lain-lain yang sah yang merupakan Pendapatan Asli Daerah antara lain hasil penjualan aset tetap daerah dan jasa giro.

D. Retribusi Daerah

Retribusi daerah merupakan salah satu PAD yang diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Daerah kabupaten/ kota diberi peluang dalam menggali potensi sumber-sumber keuangannya dengan menetapkan jenis retribusi selain yang telah ditetapkan, sepanjang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dan sesuai dengan aspirasi masyarakat.

1. Defenisi Retribusi Daerah

Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

Menurut Ahmad Yani (2002:55) “Daerah provinsi, kabupaten/kota diberi peluang dalam menggali potensi sumber-sumber keuangannya dengan menetapkan jenis retribusi selain yang telah ditetapkan, sepanjang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dan sesuai dengan aspirasi masyarakat”.

Menurut Marihot P. Siahaan (2005:6), “Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus


(27)

Melisa : Analisis Perkembangan Retribusi Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat, 2010.

disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan”.

2. Ciri-Ciri Retribusi Daerah

Adapun ciri-ciri retribusi daerah :

a. Retribusi dipungut oleh pemerintah daerah

b. Dalam pemungutan terdapat paksaan secara ekonomis c. Adanya kontraprestasi yang secara langsung dapat ditunjuk

d. Retribusi dikenakan pada setiap orang/ badan yang menggunakan jasa-jasa yang disiapkan negara.

3. Tujuan Retribusi Daerah

Tujuan Retribusi daerah pada dasarnya memiliki persamaan pokok dengan tujuan pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara atau pemerintah daerah. Adapun tujuan pemungutan tersebut adalah:

a. Tujuan utama adalah untuk mengisi kas negara atau kas daerah guna memenuhi kebutuhan rutinnya.

b. Tujuan tambahan adalah untuk mengatur kemakmuran masyarakat melalui jasa yang diberikan secara langsung kepada masayarakat.


(28)

4. Sifat-sifat Retribusi Daerah

Retribusi daerah dalam pelaksanaannya mempunyai dua sifat yaitu : a. Retribusi yang sifatnya umum

Maksudnya bahwa pungutan tersebut mempunyai sifat berlaku secara umum bagi mereka yang ingin menikmati kegunaan dari suatu jasa yang diberikan oleh pemerintah daerah. Misalnya bagi mereka yang masuk ke dalam pasar untuk berjualan, walaupun hanya sehari tetap dikenakan pungutan retribusi.

b. Retribusi yang pungutannya bertujuan

Maksudnya adalah retribusi yang dilihat dari segi pemakaiannya, pungutan tersebut bertujuan untuk memperoleh jasa, manfaat dan kegunaan dari fasilitas yang disediakan oleh pemerintah daerah. Misalnya kewajiban retribusi yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan akte kelahiran.

5. Objek Retribusi Daerah

Objek Retribusi adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah. Tidak semua yang diberikan pemerintah daerah dapat dipungut retribusinya, tetapi hanya jenisjenis jasa tertentu yang menurut pertimbangan sosial ekonomi layak dijadikan sebagai objek retribusi.


(29)

Melisa : Analisis Perkembangan Retribusi Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat, 2010.

Adapun yang menjadi objek dari retribusi daerah adalah berbentuk jasa yang dihasilkan, yang terdiri dari :

a. Jasa Umum

Jasa umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Jasa umum meliputi pelayanan kesehatan, dan pelayanan persampahan. Jasa yang tidak termasuk jasa umum adalah jasa urusan umum pemerintah.

b. Jasa Usaha

Jasa usaha adalah yang disediakan oeh pemerintah daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.

c. Perizinan Tertentu

Perizinan tertentu pada dasarnya pemberian izin oleh pemerintah tidak dipungut retribusi, akan tetapi dalam melaksanakan fungsi tersebut, pemerintah daerah mungkin masih mengalami kekurangan biaya yang tidak selalu dapat dicukupi oleh sumber-sumber penerimaan daerah yang telah ditentukan sehingga perizinan tertentu masih dipungut retribusi.


(30)

6. Subjek Retribusi Daerah

Subjek retribusi daerah terdiri dari : a. Subjek Retribusi Jasa Umum

Subjek retribusi jasa umum adalalah orang pribadi atau badan yang menggunakan atau menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan. Subjek Retribusi jasa umum ini dapat ditetapkan menjadi wajib retribusi jasa umum, yaitu orang pribadi atau badan yang diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi jasa umum.

b. Subjek Retribusi Jasa Usaha

Subjek retribusi jasa usaha adalah orang pribadi atau badan usaha yang menggunakan atau menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan. Subjek ini dapat merupakan wajib retribusi jasa usaha, yaitu orang pribadi atau badan yang diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi jasa usaha.

c. Subjek Retribusi Perizinan Tertentu

Subjek retribusi perizinan tertentu adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin tertentu dari pemerintah daerah. Subjek ini dapat merupakan wajib retribusi jasa perizinan tertentu, yaitu orang pribadi atau badan yang diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi perizinan tertentu.


(31)

Melisa : Analisis Perkembangan Retribusi Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat, 2010. 7. Jenis-jenis Retribusi Daerah

Retribusi daerah menurut UU No 18 Tahun 1997 tentang pajak daeah dan retribusi daerah yang telah diubah terakhir dengan UU No 34 tahun 2000 dan Peraturan Pemerintah No 66 tahun 2001 tentang retribusi daerah dikelompokkan menjadi 3 yaitu :

a. Retribusi Jasa Umum

Retribusi Jasa Umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

Sesuai dengan UU No 34 tahun 2000 pasal 18 ayat 3 huruf a, retribusi jasa umum ditentukan beradasarkan kriteria berikut ini :

1) Jasa tersebut dengan Retribusi jasa umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa usaha atau perizinan tertentu.

2) Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi.

3) Jasa tersebut memberikan manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan membayar retribusi, disamping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum.

4) Jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi.

5) Retribusi tersebut tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai penyelenggaraannya.

6) Retribusi tersebut dapat dipungut secara efektif dan efisien serta merupakan satu sumber pendapatan daerah yang potensial.

7) Pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan tingkat dan atau kualitas pelayanan yang lebih baik.

Jenis-jenis retribusi jasa umum terdiri dari : 1) Retribusi pelayanan kesehatan


(32)

3) Retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akte catatan sipil

4) Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat 5) Retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum.

6) Retribusi pelayanan pasar

7) Retribusi pengujian kendaraan bermotor

8) Retribusi pemeriksaan alat Pemadam kebakaran 9) Retribusi penggantian biaya cetak peta

10) Retribusi pengujian kapal perikanan

b. Retribusi Jasa Usaha

Retribusi Jasa Usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.

Sesuai dengan UU No 34 Tahun 2000 Pasal 18 ayat 3 huruf b, retribusi jasa usaha ditentukan berdasarkan kriteria berikut ini :

1) Retribusi jasa usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa umum atau retribusi perizinan tertentu

2) Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang seyogianya disediakan oleh sektor swasta, tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki/ dikuasai daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh pemerintah daerah.

Jenis-jenis retribuís jasa usaha terdiri dari : 1) Retribusi pemakaian kekayaan daerah 2) Retribusi pasar grosir dan/atau pertokoan 3) Retribusi tempat pelelangan


(33)

Melisa : Analisis Perkembangan Retribusi Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat, 2010.

4) Retribusi terminal

5) Retribusi tempat khusus parkir

6) Retribusi tempat penginapan/pesanggrahan/villa 7) Retribusi penyedotan kakus

8) Retribusi rumah potong hewan 9) Retribusi pelayanan pelabuhan kapal 10) Retribusi tempat rekreasi dan olah raga 11) Retribusi penyeberangan di atas air 12) Retribusi pengolahan limbah cair

13) Retribusi penjualan produksi usaha daerah.

c. Retribusi Perizinan Tertentu

Retribusi Perizinan Tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

Sesuai dengan UU No 34 Tahun 2000 Pasal 18 ayat 3 huruf c, retribusi perizinan tertentu ditentukan berdasarkan kriteria berikut ini :

1) Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah dalam rangka asas desentralisasi.

2) Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum.

3) Biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari


(34)

pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari retribusi perizinan.

Jenis- jenis retribusi perizinan tertentu, terdiri dari : 1) Retribusi izin mendirikan bangunan

2) Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol 3) Retribusi izin gangguan

4) Retribusi izin trayek.

Selain jenis-jenis retribusi daerah yang ditetapkan dalam UU No 34 Tahun 2000, yaitu retribusi jasa umum, jasa usaha, dan perizinan tertentu, kepada daerah diberikan kewenangan untuk menetapkan jenis retribusi daerah lainnya yang dipandang sesuai untuk daerahnya. UU No 34 Tahun 2000 Pasal 18 ayat 4 menentukan bahwa dengan peraturan daerah dapat ditetapkan jenis retribusi daerah lainnya sesuai dengan kewenangan otonominya dan memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam mengantisipasi situasi dan kondisi serta perkembangan perekonomian daerah pada masa mendatang yang mengakibatkan meningkatnya kebutuhan masyarakat atas pelayanan pemerintah daerah, tetapi tetap memperhatikan kesederhanaan jenis retribusi daerah dan aspirasi masyarakat serta memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.

8. Tata Cara Pemungutan Retribusi Daerah

Sesuai dengan UU No 18 tahun 1997 Pasal 26, pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan, artinya seluruh proses kegiatan pemungutan retribusi tidak


(35)

Melisa : Analisis Perkembangan Retribusi Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat, 2010.

dapat diserahkan kepada pihak ketiga. Dalam pengertian ini bukan berarti bahwa pemerintah daerah tidak boleh bekerja sama dengan pihak ketiga. Proses pemungutan retribusi daerah dilakukan dengan sangat selektif, Pemerintah daerah dapat mengajak bekerja sama badan-badan tertentu yang karena profesionalismenya layak dipercaya untuk ikut melaksanakan sebagian tugas pemungutan jenis retribusi tertentu secar lebih efisien. Kegiatan pemungutan retribusi yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah kegiatan perhitungan besarnya retribusi yang terutang, pengawasan penyetoran retribusi, dan penagihan retribusi.

Retribusi dipungut dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) atau dokumen lain yang dipersamakan. SKRD adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya pokok retribusi. Dokumen lain yang dipersamakan antara lain, berupa karcis masuk, kupon dan kartu langganan. Jika wajib retribusi tertentu tidak membayar, maka ia dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % setiap bulan dari retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Retribusi Daerah (STRD). STRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. Tata cara pelaksanaan pemungutan retribusi daerah ditetapkan oleh kepala daerah.


(36)

9. Perhitungan Retribusi Daerah

Besarnya retribusi yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa atau perizinan tertentu dihitung dengan cara mengalihkan tarif retribusi dengan tingkat penggunaan jasa. Dengan demikian, besarnya retribusi yang terutang dihitung berdasarkan tarif retribusi dan tingkat pengguna jasa.

a. Tingkat Penggunaan Jasa

Tingkat pengguna jasa dapat dinyatakan sebagai kuantitas pengguna jasa sebagai dasar alokasi beban biaya yang dipikul daerah untuk penyelenggaraan jasa yang bersangkutan, misalnya berapa kali masuk tempat rekreasi, berapa kali/ berapa jam parkir kendaraan, dan sebagainya. Tetapi ada pula pengguna jasa yang tidak dapat dengan mudah diukur. Dalam hal ini tingkat pengguna jasa mungkin perlu ditaksir berdasarkan rumus tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. Misalnya mengenai izin bangunan, tingkat penggunaan jasa dapat ditaksir dengan rumus yang didasarkan atas luas tanah, luas lantai bangunan, jumlah tingkat bangunan, dan rencana penggunaan bangunan.

b. Tarif Retribusi Daerah

Tarif retribusi daerah adalah nilai rupiah atau persentase tertentu yang ditetapkan untuk menghitung besarnya retribusi yang terutang. Tarif dapat ditentukan seragam atau dapat diadakan pembedaan mengenai golongan tarif sesuai dengan prinsip dan sasaran tarif tertentu, misalnya pembedaan retribusi tempat rekreasi antara anak-anak dan dewasa, retribusi parkir antara sepeda motor


(37)

Melisa : Analisis Perkembangan Retribusi Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat, 2010.

dan mobil. Besarnya tarif dapat dinyatakan dalam rupiah per unit tingkat pengguna jasa.

Tarif Retribusi ditinjau kembali secara berkala dengan memperhatikan prinsip dan sasaran penetapan tarif. Daerah memiliki kewenangan untuk meninjau kembali tarif secara berkala dan berjangka waktu, hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi perkembangan perekonomian daerah dari objek retribusi yang bersangkutan. Hal ini diatur dalam Pasal 23 Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000.

c. Prinsip dan Sasaran Penetapan tarif Retribusi Daerah

Tarif retribusi daerah ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan memperhatikan prinsip dan sasaran penetapan tarif yang berbeda antar golongan retribusi daerah.

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi jasa umum didasarkan pada kebijakasanaan daerah dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat dan aspek keadilan, dan didasarkan juga dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara efisien dan berorientasi pada harga pasar. Dimana prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif diatur dalam Pasal 21 Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000.

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi jasa usaha ditetapkan berdasarkan pada tujuan utama untuk memperoleh keuntungan yang layak, seperti


(38)

keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara efisien dan berorientasi pada harga pasar. Tarif retribusi jasa usaha ditetapkan oleh pemrintah daerah sehingga dapat tercapai keuntungan yang layak, yaitu keuntungan yang dapat dianggap memadai jika jasa yang bersangkutan diselenggarakan oleh swasta.

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi perizinan tertentu didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya pemberian izin yang bersangkutan. Biaya penyelenggaraan izin ini meliputi penerbitan dokumen izin, pengawasan dilapangan, penengahan hukum, penata usahaan dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut.

d. Cara Perhitungan Retribusi

Besarnya retribusi daerah yang harus dibayar oleh orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa yang bersangkutan dihitung dari perkalian antara tarif dan tingkat penggunaan jasa dengan rumus sebagai berikut :

10.Peraturan Pemerintah Tentang Retribusi Daerah

UU No 34 Tahun 2000 yang merupakan revisi dari UU No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, serta Peraturan Pemerintah RI No 66 Tahun 2001 tentang Retribusi daerah, dalam peraturan ini diatur hal-hal yang berkaitan dengan ketentuan retribusi daerah. Seperti jenis-jenis retribusi daerah,


(39)

Melisa : Analisis Perkembangan Retribusi Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat, 2010.

tata cara dan sarana pemungutan retribusi, perhitungan besarnya retribusi terutang serta beberapa ketentuan lainnya.

UU Nomor 34 Tahun 2000 mengatur dengan jelas bahwa untuk dapat dipungut pada suatu daerah, setiap jenis retribusi daerah harus ditetapkan dengan peraturan daerah. Hal ini berarti untuk dapat diterapkan dan dipungut pada suatu daerah provinsi, kabupaten, atau kota, harus terlebih dahulu ditetapkan peraturan daerah tentang retribusi daerah tersebut. Peraturan daerah tentang suatu retribusi daerah tidak dapat berlaku surut dan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.


(40)

E. Kerangka Konseptual

Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini dapat dirumuskan dalam sebuah kerangka konseptual :

Kerangka konseptual diatas menunjukkan bahwa pada pemerintah Kabupaten Langkat terdapat Dinas Pendapatan Daerah yang bertugas untuk melaporkan laporan realisasi penerimaan asli daerah yang mana didalam pelaporan realisasi tersebut terdiri atas laporan realisasi pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengolahan daerah yang sah, serta lain-lain PAD yang sah, kemudian laporan realisasi penerimaan asli daerah tersebut dilakukan analisis rertribusi daerahnya yang terdiri dari analisis kontribusi daerah, Tingkat Pencapaian Target ( TPT), serta tingkat elastisitasnya.

Kabupaten Langkat

Dinas Pendapatan Daerah

Laporan Realisasi Penerimaan Asli Daerah :

- Pajak Daerah - Retribusi Daerah

- Hasil kekayaan daerah yang di pisahkan

- Lain-lain PAD Yang Sah

- Kontribusi Retribusi daerah

- Tingkat Pencapaian Target (TPT) - Elastisitas


(41)

Melisa : Analisis Perkembangan Retribusi Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat, 2010. BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang menyajikan data hasil observasi yang dipaparkan secara sistematis dan sesuai dengan kenyataan yang ada dilapangan.

B. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh secara langsung dari keterangan pihak-pihak yang berkompeten atau terkait dengan masalah yang ada dalam penelitian ini. Pihak yang berkaitan dalam penelitian ini yaitu Dinas Pendapatan Daerah dan data yang diambil yaitu data PAD tahun 1999-2008.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumentasi yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan mencatat data yang ada pada daerah penelitian atau berdasarkan pada dokumen yang ada di Dinas Pendapaatan Daerah Kabupaten Langkat.


(42)

D. Defenisi Operasional

Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

Pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

E. Analisis Data

1. Kontribusi Retribusi Daerah Terhadap PAD

Kontribusi retribusi adalah indikator yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar sumbangan retribusi terhadap total PAD. Rumusnya adalah sebagai berikut:

Kontribusi =

n ke tahun PAD Penerimaan

n ke tahun tribusi Penerimaan

− −

Re

x 100%

Semakin besar nilai retribusi daerah berarti semakin besar pula tingkat kontribusi retribusi terhadap PAD. Dimana bila kontribusi retribusi daerah semakin tinggi maka PAD akan meningkat dan sebaliknya. Apabila terjadi hal sebaliknya dimana kontribusi retribusi daerah turun maka perlu usaha-usaha untuk meningkatkan penerimaan daerah melalui retribusi daerah.


(43)

Melisa : Analisis Perkembangan Retribusi Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat, 2010.

2. Tingkat Pencapaian Target (TPT)

Tingkat pencapaian target retribusi daerah adalah hubungan antara hasil penerimaan retribusi dari retribusi terhadap potensi retribusi. Perhitungan TPT ini bertujuan untuk mengetahui apakah potensi yang ditetapkan pada awal tahun anggaran dapat dicapai pada akhir periode tahun anggaran. Selain itu juga berguna untuk mengetahui apakah kinerja dalam pelaksanaan pemungutan retribusi telah efektif. Adapun rumus TPT adalah :

TPT = n ke tahun tribusi Penerimaan et T n ke tahun tribusi Penerimaan alisasi −− Re arg Re Re x 100%

Untuk perhitungan TPT retribusi daerah dapat ditunjukkan dengan nilai 100 % atau sama antara jumlah penerimaan dengan jumlah yang ditargetkan. Semakin besar nilai TPT berarti semakin besar tingkat pencapaian target penerimaan dari retribusi.

3. Elastisitas

Elastisitas bertujuan untuk mengetahui kepekaan perubahan retribusi yang menyebabkan perubahan PAD. Untuk menghitung elastisitas digunakan rumus sebagai berikut:

Elastisitas =

Y X ∆ ∆ x

X Y


(44)

Dimana:

X : Perubahan penerimaan PAD Y : Perubahan penerimaan retribusi X : Penerimaan PAD

Y : Penerimaan retribusi

Kriteria pengujian:

a. < 1 bersifat inelastis, berarti menunjukkan bahwa penerimaan dari retribusi relatif tidak peka terhadap penerimaan PAD (artinya bahwa apabila retribusi mengalami peningkatan sebesar 1%, PAD mengalami perubahan lebih kecil dari 1%).

b. = 1 bersifat unitary elastis, berarti menunjukkan bahwa penerimaan apabila retribusi tidak mengalami perubahan maka PAD tidak berubah). c. . > 1 bersifat elastis, berarti menunjukkan bahwa penerimaan dari retribusi

relatif peka terhadap penerimaan PAD (artinya apabila retribusi berubah sebesar 1 % maka penerimaan PAD akan mengalami perubahan lebih besar dari 1%).


(45)

Melisa : Analisis Perkembangan Retribusi Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat, 2010. F. Jadwal dan Lokasi Penelitian

Jadwal penelitian dilaksanakan sebagai berikut :

Kegiatan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Pengajuan

Judul

x

Pengumpulan Data

x x

Penyelesaian Proposal

x x x

Seminar Proposal

x

Penulisan proposal

x x X

Penyelesaian Laporan

X

Lokasi Penelitian yang dilakukan penulis adalah di Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Langkat


(46)

A. Data Penelitian

1. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Langkat a. Kondisi Geografis

Kabupaten Langkat merupakan salah satu kabupaten yang terdapat diwilayah Propinsi Sumatera Utara, dengan ibukotanya Stabat. Dinas pendapatan daerah kabupaten Langkat terletak 3º14º - 4º13¹ Lintang Utara 97º52¹ – 98º45¹ Bujur Timur dan mempunmyai luas ± 6263,29 km² yang terdiri dari 20 Kecamatan dan 226 Desa serta 34 Kelurahan. Batas-batas wilayah kabupaten Langkat sebagai berikut :

Sebelah Utara berbatasan dengan Aceh Timur dan Selat Sumatera Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli serdang

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo

Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara / Tanah Alas

Berdasarkan luas daerah menurut kecamatan di Kabupaten Langkat, luas daerah terbesar adalah kecamatan Bahorok dengan luas 955,10 km2 atau 12,25% diikuti kecamatan Batang Serangan dengan luas 934,90 km2 atau 14,93 %. Sedangkan luas daerah terkecil adalah kecamatan Binjai dengan luas 49,55 km2 atau 0,79 % dari total luas wilayah Kabupaten Langkat.


(47)

Melisa : Analisis Perkembangan Retribusi Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat, 2010. b. Iklim

Seperti umumnya daerah-daerah lain yang berada di kawasan Sumatera Utara, Kabupaten Langkat termasuk daerah yang beriklim tropis, sehingga daerah ini memiliki 2 musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Musim kemarau dan musim hujan biasanya ditandai dengan sedikit banyaknya hari hujan dan volume curah hujan pada bulan terjadinya musim. Informasi tentang hari dan volume curah hujan bersumber dari Dinas Pertanian Kabupaten Langkat yang berada di 14 daerah pengamatan.

c. Topografi

Daerah Tingkat II Langkat dibedakan atas 3 bagian, yaitu : - Pesisir Pantai dengan ketinggian 0 - 4 m diatas permukaan laut - Dataran rendah dengan ketinggian 0 - 30 m diatas permukaan laut - Dataran Tinggi dengan ketinggian 30 - 1200 m diatas permukaan laut

d. Ekonomi

Laju pertumbuhan ekonomi merupakan indikator ekonomi makro yang menggambarkan sampai seberapa jauh keberhasilan pembangunan yang melibatkan seluruh sektor ekonomi (aktifitas ekonomi) suatu daerah dalam periode waktu tertentu.

Dari hasil pengukuran, dengan perhitungan PDRB atas dasar konstan Tahun 2000, Perekonomian Kabupaten Langkat didominasi oleh sektor Pertanian,


(48)

2. Retribusi Daerah

Adapun jenis-jenis retribusi yang ada dipemerintah kabupaten langkat yaitu terdiri dari :

1. Pelayanan kesehatan (Dinas Kesehatan) 2. Pelayanan kesehatan (RSU Tanjung Pura) 3. Pemakaian Kualitas air

4. Retribusi dan pelayanan kesehatan swasta 5. Pelayanan persampahan

6. Peng. Biaya cetak KTP

7. Peng. Biaya cetak akte CATPIL 8. Pelayanan parkir

9. Retribusi Bongkar muat barang 10.Retribusi pelayanan pasar

11.Retribusi pengadaan kendaraan bermotor 12.Pemakaian alat pemadam kebakaran 13.Retribusi sewa rumah dinas

14.Retribusi sewa gedung/ ruangan/ aula 15.Retribusi jasa usaha terminal

16.Jasa usaha Pelayanan pelayaran dan angkutan laut 17.Izin usaha warung Telkom


(49)

Melisa : Analisis Perkembangan Retribusi Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat, 2010.

19.Retribusi pengolahan hasil hutan 20.Izin usaha perkebunan

21.Pengolahan hotel / tanda melati 22.Jasa usaha rumah potong hewan 23.Pemakaian mutu hasil perikanan 24.Jasa usaha pengelolahan limbah cair 25.Retribusi gangguan / sarang burung Walet 26.Izin mendirikan bangunan

27.Izin gangguan pertambangan 28.Izin gangguan / Ho

29.Izin trayek

30.Izin usaha Penggunaan Angkutan Kendaraan Baru Umum 31.Izin pelayanan pelabuhan kapal

32.Izin penggunaan jalan kabupaten 33.Izin P. Padi, Huller (Izin tempat usaha) 34.Izin usaha perdagangan

35.Izin usaha industri

36.Izin usaha pengelolaan ABT/ APU 37.Izin usaha pengusahaan migas 38.Dokumen pekerjaan

39.Tanda daftar gudang

40. Pengaturan usaha rumah makan 41. Izin Rekreasi dan hiburan umum


(50)

44.Mutasi hasil peternakan

45.Retribusi pendidikan/ Kursus pendidikan 46.retribusi Izin Usaha jasa konstruksi 47.Retribusi izin bengkel

Pada tahun 2008, retribusi daerah merupakan penyumbang terbesar bagi kabupaten langkat yakni sebesar 4.892.789.469,00, dan untuk penyumbangan terkecil terjadi tahun 1999 yaitu sebesar 933.591.633,00.

Data realisasi retribusi daerah pada tahun 1999-2008 pemerintah Kabupaten Langkat dapat dilihat pada tabel berikut ini :

TABEL 4.1

REALISASI RETRIBUSI DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN LANGKAT

TAHUN 1999-2008

Tahun

Realisasi Penerimaan Retribusi 1999

933,591,633.00

2000 1,209,290,565.00

2001 2,809,567,859.00

2002 3,428,838,473.00

2003 4,037,916,820.50


(51)

Melisa : Analisis Perkembangan Retribusi Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat, 2010.

2005 4,284,075,162.00

2006 4,344,634,675.00

2007 3,750,162,701.50

2008 4,892,789,469.00

Total Rata-rata 34,030,336,922.00

Data Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Langkat 3. Pendapatan Asli Daerah

Data realisasi Pendapatan Asli Daerah pada tahun 1999-2008 di pemerintah Kabupaten Langkat dapat dilihat dalam tabel berikut ini :

TABEL 4.2

REALISASI PENDAPATAN ASLI DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN LANGKAT

TAHUN 1999-2008

Tahun PAD

1999 4,765,986,816.90

2000 4,525,224,572.35

2001 9,408,381,710.00

2002 13,053,435,849.65

2003 15,309,393,840.34

2004 16,506,106,889.76

2005 17,687,314,750.03

2006 18,640,503,288.44


(52)

Total Rata-rata 952,026,721,216.27

Data Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Langkat

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa total realisasi yang diterima oleh pemerintah Kabupaten Langkat setiap tahunnya mengalami kenaikan setiap tahun.

B. Analisis Hasil Penelitian

Permasalahan retribusi daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah No 66 tahun 2001 dimana yang dimaksud dengan retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Sedangkan retribusi jasa umum adalah pekayanan yang disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

1. Kontribusi Retribusi Daerah Terhadap PAD Kabupaten Langkat

Retribusi daerah merupakan salah satu indikator ekonomi yang digunakan untuk mengetahui peranan retribusi daerah terhadap peningkatan PAD. Kontribusi merupakan rasio antara penerimaan retribusi daerah dengan PAD. Semakin besar nilai kontribusinya menunjukkan semakin besar peranan retribusi dalam meningkatkan PAD.


(53)

Melisa : Analisis Perkembangan Retribusi Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat, 2010. TABEL 4.3

KONTRIBUSI RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PAD KABUPATEN LANGKAT TAHUN 1999-2008

Tahun Penerimaan Retribusi PAD Kontribusi (%)

1999 933,591,633.00 4,765,986,816.90 19.59 2000 1,209,290,565.00 4,525,224,572.35 26.72 2001 2,809,567,859.00 9,408,381,710.00 29.86 2002 3,428,838,473.00 13,053,435,849.65 26.27 2003 4,037,916,820.50 15,309,393,840.34 26.38 2004 4,339,469,564.00 16,506,106,889.76 26.29 2005 4,284,075,162.00 17,687,314,750.03 24.22 2006 4,344,634,675.00 18,640,503,288.44 23.31 2007 3,750,162,701.50 21,685,941,749.52 17.29

2008 4,892,789,469.00 24,616,169,797.84 19.88

Total Rata-rata 34,030,336,922.00 952,026,721,216.27 23,98 Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Langkat, 1999-2008 (data diolah)

Dari tabel 4.3 dapat diketahui bahwa kontribusi daerah terhadapPAD dari tahun 1999-2008 masing-masing sebesar 19,59% untuk tahun 1999, 26,72% tahun 2000, 29,86% tahun 2001, 26,27% tahun 2002, 26,38% tahun 2003, 26,29% tahun 2004, 24,22% tahun 2005, 23,31% tahun 2006, 17,29% tahun 2007, dan 19,88% untuk tahun 2008. Kontribusi tersebut bervariasi, ada yang mengalami penurunan dan peningkatan. Kontribusi terendah terjadi tahun 2007 yakni sebesar 17,29%.


(54)

melampaui target antara lain retribusi sewa rumah potong hewan dan retribusi izin trayek. Adanya kesadaran masyarakat dan swasta dalam rangka mendukung PAD yang menyebabkan terjadinya peningkatan pada pendapatan retribusi daerah tahun anggaran 2000.

Untuk periode tahun anggaran 2001 kontribusinya mengalami kenaikan sebesar 3,14% dari tahun anggaran 2000, hal ini disebabkan oleh beberapa jenis retribusi yang melebihi target yaitu antara lain retribusi pelayanan kesehatan, pasar-pasar gerosir, pemakaian kekayaan daerah, retribusi hasil produksi usaha daerah, izin mendirikan bangunan, izin trayek, dokumen pekerjaan, pemakaian jalan kabuapten, izin penggilingan padi dan Huller, pemeriksaan mutasi dan hasil ikutan TNK, pembinaan usaha peternakan, izin usaha perdagangan. Selain itu juga disebabkan adanya penambahan baru pada dokumen pekerjaan, pemakaian jalan kabupaten, izin penggilingan padi, pemeriksaan mutasi dan hasil ikutan TNK, pengaturan usaha rumah makan, pembinaan usaha peternakan, izin usaha industri, izin usaha perdagangan..

Pada tahun anggaran 2002 kontribusinya mengalami penurunan yakni sebesar 3,59% dari tahun anggaran 2001. Hal ini dapat dilihat dari target retribusi daerah yang kurang tercapai pada pos-pos retribusi yakni pemakaian kekayaan daerah, sewa rumah potong hewan, tempat rekreasi dan olah raga, izin gangguan, pemakaian jalan kabupaten, pembinaan usaha peternakan. Selain itu tahun anggaran 2002 juga


(55)

Melisa : Analisis Perkembangan Retribusi Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat, 2010.

usaha pengelolaan migas, mutasi hasil perikanan, izin listrik non PLN/ Genset, izin usaha pengelolaan ABT/ APU, izin usaha warung telkom, izin usaha burung wallet, izin usaha penggunaan kendaraan baru umum, izin pelayanan pelabuhan kapal, izin tempat usaha, uang patok/ izin peruntukan pemilikan tanah, izin usaha perikanan dan izin usaha penggunanan kekayaan laut, izin usaha pertanian umum, pengawasan kualitas air, pengawasan hotel tanda melati.

Tahun anggaran 2003 kontribusi daerahnya mengalami kenaikan sebesar 0,11% dari tahun anggaran 2002. Hal ini dapat dilihat dari target retribusi daerah yang melebihi target yaitu terdiri dari pelayanan persampahan/ kebersihan, pemakaian kekayaan daerah, izin mendirikan bangunan, pemakaian jalan kabupaten, pemeriksaan mutasi dan hasil ikutan TNK, pembinaan usaha peternakan, izin usaha perdagangan, izin tempat usaha, izin usaha peternakan umum, pengawasan kualitas air. Selain itu ada juga penambahan pos-pos retribusi yang menyebabkan kenaikan kontribusi dari tahun 2002, yakni terdiri dari izin pemotongan kayu pada tanah milik, penggunaan usaha perhutanan/perkebunan, tanda daftar perusahaan, retribusi izin penggunaan pembuangan limbah cair, izin racun api, retribusi pelayanan kesehatan swasta, retribusi izin pendidikan / kursus pendidikan sekolah yang diselenggarakan masyarakat, retribusi bongkar muat barang.

Pada periode tahun anggaran 2004 kontribusinya mengalami penurunan sebesar 0,09% dari tahun anggaran 2003. Hal ini dapat dilihat dari target yang yang tidak tercapai yakni berasal dari pos-pos retribusi daerah yang terdiri dari retribusi pemanfaatan hasil hutan dan perkebunan, jasa usaha penjualan produksi usaha daerah, pengaturan usaha rumah makan, izin rekreasi dan hiburan umum, retribusi


(56)

retribusi pemakaian alat pemadam kebakaran, retribusi sewa rumah dinas, retribusi sewa gedung/ruangan/ aula, izin usaha jasa konstruksi. Akan tetapi pada tahun 2004 retribusi izin usaha burung walet serta uang patok/ izin peruntukan pemilikan tanah ditiadakan lagi.

Tahun anggaran 2005 kontribusi daerahnya mengalami penurunan sebesar 2,07% dari tahun anggaran 2004. Hal ini dapat dilihat dari kurang tercapainya target retribusi daerah pada pos-pos retribusi yang terdiri dari pelayanan kesehatan (Diskes), pelayanan parkir, retribusi bongkar muat barang, retribusi pelayanan pasar, retribusi sewa rumah dinas, retribusi sewa gedung/ruangan/ aula, retribusi jasa usaha terminal, jasa usaha pelayanan perikanan dan air laut, izin usaha warung telkom, surat izin tempat usaha, izin usaha perkebunan, pemakaian mutasi hasil perikanan, jasa usaha pengelolaan limbah cair, izin mendirikan bangunan, izin gangguan pertambangan, izin gangguan / HO, izin trayek, izin usaha penggunaan angkutan kendaraan baru umum, izin pelayanan pelabuhan kapal, izin penggunaan jalan kabupaten, izin usaha pengusahaan migas, dokumen pekerjaan, izin rekreasi dan hiburan umum, izin listrik non PLN/ Genset, produksi usaha peternakan, retribusi izin pendidikan / kursus pendidikan sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat. Pada tahun 2005 ditambah pos-pos retribusi yang lain seperti penggunaan kendaraan bermotor, izin gangguan/ sarang burung wallet, serta izin bengkel. Akan tetapi ada juga pos-pos yang ditiadakan ditahun 2005 tetapi ada ditahun 2004, yakni pos-pos retribusi jasa


(57)

Melisa : Analisis Perkembangan Retribusi Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat, 2010.

usaha penjualan produksi usaha daerah, izin gangguan (Dipenda), izin penerbitan TDP.

Tahun anggaran 2006 kontribusi daerahnya juga mengalami penurunan sebesar 0,91% dari tahun anggaran 2005. Hal ini dapat dilihat dari kurang tercapainya target retribusi daerah pada pos-pos retribusi tertentu seperti pemakaian kualitas air, biaya cetak KTP, retribusi pelayanan pasar, retribusi sewa rumah dinas, retribusi sewa gedung/ ruangan / aula, retribusi jasa usaha terminal, izin usaha warung telkom, retribusi izin pengelolaan hasil hutan, pengelolaan hotel/ tanda melati, mutasi hasil perikanan, izin mendirikan bangunan, izin pelayanan pelabuhan kapal, izin penggunaan jalan kabupaten, , pengaturan usaha rumah makan, izin rekreasi, retribusi izin usaha jasa konstruksi, retribusi izin bengkel. Pada tahun anggaran 2006 ini ada pos retribusi yang ditiadakan yaitu retribusi izin listrik non PLN/ Genset.

Tahun anggaran 2007 kontribusi daerahnya juga mengalami penurunan sebesar 6,01% dari tahun anggaran 2006. Hal ini dapat dilihat adanya target yang tidak tercapai yakni terdapat penurunan pos-pos retribusi daerah yang terdiri dari pelayanan kesehatan (Diskes), pelayanan parkir, retribusi pelayanan pasar, retribusi penggunaan kendaraan bermotor, sewa rumah dinas, jasa usaha terminal, jasa usaha pelayanan laut, izin pengelolaan hasil hutan, izin usaha perkebunan, jasa usaha rumah potong hewan, jasa usaha pengelolaan limbah cair, izin gangguan pertambangan, izin gangguan /Ho, izin trayek, izin usaha PAKB umum, izin usaha perdagangan, izin usaha pengelolaan ABT/ APU, tanda daftar gudang. Tahun anggaran 2007 ini, ada pos-pos retribusi baru yakni retribusi penjualan retribusi daerah, retribusi penggunaan


(58)

Tahun anggaran 2008 kontribusi daerahnya mengalami peningkatan yakni sebesar 2,58% dari tahun anggaran 2007. hal ini dapat dilihat dari pencapaian target yang melampaui yakni ditandai kenaikan pada pos-pos retribusi yang terdiri dari pelayanan kesehatan (RSU Tanjung Pura), biaya cetak KTP, Biaya cetak akte CATPIL, retribusi penggunaan kendaraan bermotor, izin pelayanan pelabuhan kapal, retribusi pengangkutan kelebihan muatan barang, izin penggilingan padi/ Huller, izin usaha perdagangan, izin rekreasi dan hiburan umum, retribusi tanda daftar perusahaan, mutasi hasil usaha peternakan, retribusi izin pendidikan/ kursus pendidikan sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat, retribusi izin bengkel, retribusi hasil tera ulang.

Secara umum dapat kita amati bahwa sebenarnya masih belum dioptimalkannya pada sisi pendapatan retribusi, karena masih banyaknya unsur pendapatan retribusi lainnya yang masih belum mencapai target yang sudah ada, ini sangat disayangkan sekali karena retribusi merupakan komponen penting bagi pembiayaan daerah, artinya semakin besar kontribusinya maka bisa dikatakan daerah tersebut mampu membiaya pengeluaran pembangunan dari hasil pendapatan daerahnya atau mandiri dalam hal pembiayaan pembangunan daerah.

Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi yang dihasilkan dapat dilihat pada grafik berikut ini :


(59)

Melisa : Analisis Perkembangan Retribusi Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat, 2010. GRAFIK 4.4

KONTRIBUSI RETRIBUSI TERHADAP PAD KABUPATEN LANGKAT TAHUN 1999-2008

0 5 10 15 20 25 30 35

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

Kontribusi (%)

Sumber : Data Tabel 4.3

2. Tingkat Pencapaian Target Retribusi (TPT)

Tingkat pencapaian target retribusi adalah hubungan antara hasil penerimaan retribusi dari retribusi terhadap potensi retribusi. Perhitungan TPT ini bertujuan untuk mengetahui apakah potensi yang ditetapkan pada awal tahun anggaran dapat dicapai pada akhir periode tahun anggaran. Untuk perhitungan TPT retribusi daerah dapat ditunjukkan dengan nilai 100% atau sama antara jumlah penerimaan dengan jumlah yang ditargetkan.


(60)

Tahun

Realisasi Penerimaan Retribusi

Target

Penerimaan Retribusi TPT (%) 1999

933,591,633.00 1,232,700,000.00 75.74

2000

1,209,290,565.00 2,760,409,000.00 43.81

2001 2,809,567,859.00 2,838,675,000.00 98.97

2002 3,428,838,473.00 3,605,895,000.00 95.09

2003

4,037,916,820.50 4,467,487,000.00 90.38

2004 4,339,469,564.00 4,367,450,000.00 99.36

2005 4,284,075,162.00 4,503,168,000.00 95.13

2006 4,344,634,675.00 5,132,290,000.00 84.65

2007 3,750,162,701.50 4,644,949,000.00 80.74

2008 4,892,789,469.00 5,177,612,500.00 94.50

Total Rata-rata 34,030,336,922.00 38,730,635,500.00 85,84

Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Langkat 1999-2008 (Data Diolah)

Dari tabel 4.5 dapat diketahui bahwa TPT retribusi daerah kabupaten Langkat selam sepuluh tahun dari tahun anggaran 1999 sampai dengan tahun anggaran 2008 dikatakan kurang mencapai target. Tahun anggaran 1999 TPT sebesar 75,74%, tahun anggaran 2000 TPT sebesar 43,81%, tahun anggaran 2001 TPT sebesar 98,97%, tahun anggaran 2002 TPT sebesar 95,09%, tahun anggaran 2003 TPT sebesar 90,38%, tahun anggaran 2004 TPT sebesar 99,36%, tahun anggaran 2005 TPT


(61)

Melisa : Analisis Perkembangan Retribusi Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat, 2010.

sebesar 80,74%, tahun anggaran 2008 sebesar 94,50%. Total rata-rata TPT retribusi daerah tahun anggaran 1999-2008 adalah sebesar 85,84%. Dari total rata-rata TPT tersebut, maka dapat dikatakan TPT retribusi daerah di kabupaten Langkat tahun anggaran 2008 kurang mencapai target, karena TPT tahun anggaran 1999-2008tidak ada yang mencapai nilai 100%.

3. Elastisitas

Perhitungan elastisitas ini bertujuan untuk mengetahui kepekaan perubahan reribusi yang menyebabkan perubahan PAD. Adapun hasil perhitungan dari elastisitasnya terdapat dalam tabel 4.6 sebagai berikut :


(62)

Tahun

Realisasi Penerimaan

Retribusi

Perubahan Penerimaan

Retribusi PAD

Perubahan Penerimaan PAD

Elastisitas (%)

1999 933,591,633.00 4,765,986,816.90

2000 1,209,290,565.00 275,698,932.00 4,525,224,572.35 (240,762,244.55) -0.23

2001 2,809,567,859.00 1,600,277,294.00 9,408,381,710.00 4,883,157,137.65 0.91

2002 3,428,838,473.00 619,270,614.00 13,053,435,849.65 3,645,054,139.65 1.55

2003 4,037,916,820.50 609,078,347.50 15,309,393,840.34 2,255,957,990.69 0.98

2004 4,339,469,564.00 301,552,743.50 16,506,106,889.76 1,196,713,049.42 1.04

2005 4,284,075,162.00 (55,394,402.00) 17,687,314,750.03 1,181,207,860.27 -5,16

2006 4,344,634,675.00 60,559,513.00 18,640,503,288.44 953,188,538.41 3.67

2007 3,750,162,701.50 (594,471,973.50) 21,685,941,749.52 3,045,438,461.08 -0.89

2008 4,892,789,469.00 1,142,626,767.50 24,616,169,797.84 3,930,228,048.32 0.51 Total


(63)

Melisa : Analisis Perkembangan Retribusi Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat, 2010.

Dilihat dari tabel 4.6 diatas dapat diketahui bahwa elastisitas retribusi daerah terhadap PAD di kabupaten Langkat tahun anggaran 1999-2008 berbeda-beda. Tahun anggaran 2000 elastisitasnya adalah -0,23 yang berarti setiap perubahan retribusi sebesar 1% menyebabkan penurunan PAD sebesar 0,23% (inelastis).

Pada periode tahun anggaran 2001 elastisitasnya adalah sebesar 0,91 yang berarti setiap perubahan retribusi 1% menyebabkan kenaikan PAD sebesar 0,91% atau tidak banyak terjadi perubahan pada PAD atau retribusinya relatif tidak peka terhadap PAD (inelastis).

Periode tahun anggaran 2002 elastisitasnya adalah sebesar 1,55 yang berarti setiap kenaikan retribusi sebesar 1% menyebabkan kenaikan PAD sebesar 1,55% atau terjadi perubahan yang cukup besar pada PAD atau retribusinya relatif peka terhadap PAD (elastis).

Periode tahun anggaran 2003 elastisitasnya adalah sebesar 0,98 yang berarti setiap kenaikan retribusi sebesar 1% menyebabkan kenaikan PAD sebesar 0,98% atau retribusinya relatif tidak peka terhadap PAD (inelastis).

Periode tahun anggaran 2004 elastisitasnya adalah sebesar 1,04 yang berarti setiap kenaikan retribusi sebesar 1% menyebabkan kenaikan PAD sebesar 1,04% atau retribusinya relatif peka terhadap PAD (elastis).

Periode tahun anggaran 2005 elastisitasnya adalah sebesar -5,16 yang berarti setiap kenaikan retribusi sebesar 1% menyebabkan penurunan PAD sebesar 5,16% (inelastis).


(64)

retribusinya relatif peka terhadap PAD (elastis).

Periode tahun angaran 2007 elastisitasnya adalah sebesar -0,89 yang berarti setiap kenaikan retribusi sebesar 1% menyebabkan penurunan PAD sebesar 0,89% (inelastis).

Periode tahun anggaran 2008 elastisitasnya adalah sebesar 0,51 yang berarti setiap kenaikan retribusi 1% menyebabkan kenaikan PAD sebesar 0,51% atau retribusinya relatif tidak peka terhadap PAD (elastis). Adapun faktor-faktor yang menyebabkan belum optimalnya PAD khususnya retribusi daerah di kabupaten Langkat dapt diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :

1. Faktor Penyebab Langsung

Faktor penyebab langsung adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi secara langsung terhadap pencapaian sasaran. Oleh karena itu apabila faktor ini dapat diatasi maka akan berpengaruh langsung terhadap keberhasilan pencapaian sasaran. Faktor-faktor ini meliputi :

a. Masih belum realistisnya didalam penentuan target PAD khususnya retribusi daerah

b. Masih kurangnya tingkat pengawasan c. Berkurangnya objek penerimaan


(65)

Melisa : Analisis Perkembangan Retribusi Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat, 2010.

2. Faktor Penyebab Tidak Langsung

Faktor penyebab tidak langsung adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi secara tidak langsung terhadap pencapaian sasaran.

Faktor ini meliputi :

a. Belum efektifnya pemberlakuan sanksi

b. Pelayanan optimal dilapangan masih belum dilakukan secara optimal c. Terbatasnya sumber daya atau petugas pelaksanaan operasional dilapangan d. Banyaknya birokrasi dalam pelayanan pemungutan retribusi daerah

e. Kurangnya sarana dan prasarana untuk operasi di lapangan

f. Belum efektifnya sistem pengendalian dan pengawasan di lapangan

Sesuai dengan faktor penyebab langsung dan tidak langsung tersebut, maka usaha yang dapat dilakukan untuk dapat mengoptimalkan penerimaan PAD khususnya retribusi daerah adalah :

a. Lebih realistis dalam mentargetkan PAD khususnya retribusi daerah b. Meningkatkan pengawasan yang lebih efektif

c. Meningkatkan kembali objek penerimaan retribusi daerah d. Mengefektifkan sanksi

e. Mengupayakan pelayanan yang optimal terhadap masyarakat f. Menyediakan sarana dan prasarana yang memadai

g. Mengefektifkan sistem pengendalian dan pengawasan h. Melakukan pemungutan lebih giat, ketat, dan teliti


(66)

pelaksanaan pungutan

k. Pengawasan dan pengendalian terhadap teknis dan penatausahaan

l. Peningkatan sumber daya manusia pengelola, meliputi pelatihan, kursus, dan program pendidikan

m. Meningkatkan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat

Selain itu usaha yang dilakukan adalah dengan cara menggali sumber-sumber PAD khususnya retribusi daerah yang baru, namun tidak bertentangan dengan kebijakan pokok nasional., yaitu pungutan retribusi daerah yang dilaksanakan tidak semata-mata untuk menggali pendapatan daerah berupa sumber yang memadai, tetapi juga melaksanakan fungsi lainnya agar tidak memberatkan masyarakat.


(67)

Melisa : Analisis Perkembangan Retribusi Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat, 2010. BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah dilakukan antara lain sebagai berikut :

1. Kontribusi retribusi daerah Kabupaten Langkat terhadap PAD pada periode tahun anggaran 1999 sampai dengan 2008 mengalami kenaikan dari 19,59% pada tahun 1999 menjadi 19,88% pada tahun 2008. Dimana kontribusi retribusi daerah terhadap PAD total rata-ratanya sebesar 23,98% dengan nilai persentase terendah pada tahun anggaran 2007 dengan persentase sebesar 17,29% dan persentase nilai tertinggi terjadi pada periode tahun anggaran 2001 dengan persentase sebesar 29,86%.

2. Tingkat pencapaian target pengelolaan retribusi terhadap PAD di Kabupaten Langkat selama sepuluh tahun dari tahun anggaran 1999 sampai dengan tahun anggaran 2008 bisa dikatakan belum berjalan efektif karena total rata-rata TPT selama sepuluh tahun dari tahun 1999sampai dengan tahun 2008 adalah sebesar 85,84%. Adapun TPT terendah terjadi pada periode tahun anggaran 2000 yakni sebesar 43,81%.

3. Elastisitas retribusi daerah terhadap PAD di Kabupaten Langkat menunjukkan nilai koefisien elastisitasnya rata-rata 0,24%. Hal ini berarti retribusi daerah bersifat inelastis karena retribusi daerah relatif tidak peka terhadap PAD hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungannya dari tahun 1999 sampai dengan 2008.


(68)

1. Penelitian ini hanya menggunakan data jangka waktu 10 tahun yang diperolehdari Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Langkat.

2. Penelitian ini hanya dilakukan di satu kabupaten saja yaitu di Kabupaten Langkat.

3. Penelitian ini hanya menganalisis Retribusi daerah secara total Keselutuhan tidak menurut jenis masing-masing Retribusi Daerah.

C. Saran

Adapun saran yang diberikan agar hal-hal yang terkait diatas terpenuhi yakni :

1. Untuk lebih meningkatkan kontribusi retribusi daerah terhadap penerimaan PAD maka pemerintah daerah harus menggali potensi yang ada dimiliki oleh daerah yang dapat memberikan sumbangan bagi peningkatan retribusi. Seperti pada kontribusi retribusi parkir ditepi jalan umum yang banyak mengalami penurunan, dapat dilakukan dengan menetapkan retribusi parkir untuk pemilik mobil yang hanya memarkir mobilnya dipinggir jalan dimana mereka tidak mempunyai tempat parkir dengan tarif permalam.

2. Agar tingkat pencapaian target retribusi daerah lebih efektif, maka pemerintah daerah diwajibkan untuk melakukan pemungutan terhadap seluruh potensi yang ada agar realisasi yang diterima sesuai dengan target yang direncanakan. 3. Pemerintah daerah dituntut untuk selalu memperhatikan setiap pemungutan


(1)

Melisa : Analisis Perkembangan Retribusi Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat, 2010.

j. Memperbaiki administrasi maupun operasional seperti penyesuaian dan penyempurnaan administrasi pungutan, penyesuaian tarif, penyesuaian sistem pelaksanaan pungutan

k. Pengawasan dan pengendalian terhadap teknis dan penatausahaan

l. Peningkatan sumber daya manusia pengelola, meliputi pelatihan, kursus, dan program pendidikan

m. Meningkatkan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat

Selain itu usaha yang dilakukan adalah dengan cara menggali sumber-sumber PAD khususnya retribusi daerah yang baru, namun tidak bertentangan dengan kebijakan pokok nasional., yaitu pungutan retribusi daerah yang dilaksanakan tidak semata-mata untuk menggali pendapatan daerah berupa sumber yang memadai, tetapi juga melaksanakan fungsi lainnya agar tidak memberatkan masyarakat.


(2)

Melisa : Analisis Perkembangan Retribusi Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat, 2010.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah dilakukan antara lain sebagai berikut :

1. Kontribusi retribusi daerah Kabupaten Langkat terhadap PAD pada periode tahun anggaran 1999 sampai dengan 2008 mengalami kenaikan dari 19,59% pada tahun 1999 menjadi 19,88% pada tahun 2008. Dimana kontribusi retribusi daerah terhadap PAD total rata-ratanya sebesar 23,98% dengan nilai persentase terendah pada tahun anggaran 2007 dengan persentase sebesar 17,29% dan persentase nilai tertinggi terjadi pada periode tahun anggaran 2001 dengan persentase sebesar 29,86%.

2. Tingkat pencapaian target pengelolaan retribusi terhadap PAD di Kabupaten Langkat selama sepuluh tahun dari tahun anggaran 1999 sampai dengan tahun anggaran 2008 bisa dikatakan belum berjalan efektif karena total rata-rata TPT selama sepuluh tahun dari tahun 1999sampai dengan tahun 2008 adalah sebesar 85,84%. Adapun TPT terendah terjadi pada periode tahun anggaran 2000 yakni sebesar 43,81%.

3. Elastisitas retribusi daerah terhadap PAD di Kabupaten Langkat menunjukkan nilai koefisien elastisitasnya rata-rata 0,24%. Hal ini berarti retribusi daerah bersifat inelastis karena retribusi daerah relatif tidak peka terhadap PAD hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungannya dari tahun 1999 sampai dengan 2008.


(3)

Melisa : Analisis Perkembangan Retribusi Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat, 2010.

B. Keterbatasan Penelitian

Adapun yang menjadi keterbatasan dalam penelitian ini adala :

1. Penelitian ini hanya menggunakan data jangka waktu 10 tahun yang diperolehdari Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Langkat.

2. Penelitian ini hanya dilakukan di satu kabupaten saja yaitu di Kabupaten Langkat.

3. Penelitian ini hanya menganalisis Retribusi daerah secara total Keselutuhan tidak menurut jenis masing-masing Retribusi Daerah.

C. Saran

Adapun saran yang diberikan agar hal-hal yang terkait diatas terpenuhi yakni :

1. Untuk lebih meningkatkan kontribusi retribusi daerah terhadap penerimaan PAD maka pemerintah daerah harus menggali potensi yang ada dimiliki oleh daerah yang dapat memberikan sumbangan bagi peningkatan retribusi. Seperti pada kontribusi retribusi parkir ditepi jalan umum yang banyak mengalami penurunan, dapat dilakukan dengan menetapkan retribusi parkir untuk pemilik mobil yang hanya memarkir mobilnya dipinggir jalan dimana mereka tidak mempunyai tempat parkir dengan tarif permalam.

2. Agar tingkat pencapaian target retribusi daerah lebih efektif, maka pemerintah daerah diwajibkan untuk melakukan pemungutan terhadap seluruh potensi yang ada agar realisasi yang diterima sesuai dengan target yang direncanakan. 3. Pemerintah daerah dituntut untuk selalu memperhatikan setiap pemungutan potensi serta mempertahankan pos-pos retribusi yang sudah ada dan


(4)

Melisa : Analisis Perkembangan Retribusi Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat, 2010.

mengembangkan pos-pos retribusi yang baru. Sehingga elastisitas retribusi daerah yang menunjukkan nilai elastis dapat tetap dipertahankan dan yang bersifat inelastis diupayakan menjadi elastis. Misalnya jangan mengabaikan wajib retribusi yang hanya memberikan masukan yang kecil, karena hal ini akan berpengaruh pada penerimaan PAD. Jadi semakin besar penerimaan retribusi daerah maka semakin besar pula PAD yang akan diterimanya, Sehingga peningkatan retribusi daerah sangat besar pengaruhnya terhadap penerimaan PAD atau dapat dikatakan retribusi daerah bersifat elastis terhadap PAD.


(5)

Melisa : Analisis Perkembangan Retribusi Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat, 2010.

Bastian, Indra, 2006. Sistem Akuntansi Sektor Publik,edisi 2, Salemba Empat, Jakarta.

Erlina, Sri Mulyani, 2007. Metode Penelitian Bisinis, USU Press, Medan.

Halim, Abdul, 2002. Akuntansi Keuangan Daerah, Edisi Pertama, Salemba Empat, Jakarta.

Mardiasmo, 1999. Otonomi Daerah Yang Berorientasi Pada Kepentingan Publik National Seminar Promoting Good Governance.

Mardiasmo, 2004. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Penerbit ANDI, Yogyakarta.

Nordiawan, Deddi, 2006. Akuntansi Sektor Publik, Salemba Empat, Jakarta.

Reksoho Diprojo, Sukanto, 2001. Ekonomi Publik, Edisi pertama, Cetakan Pertama, BPFE, Yogyakarta.

Saragih, Juli Panglima, 2003. Desentralisasi Fiskal Dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Sedarmayanti, 2003. Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Dalam Rangka Otonomi Daerah, Cetakan I, Mandar Maju, Bandung.

Siahaan, P, Marihot, 2005. Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Suparmoko, M, 2002. Ekonomi Publik Untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah, Edisi 1, ANDI, Yogyakarta.

Widjaja, haw, 2004,. Otonomi Derah dan Daerah Otonomi, Cetakan Ketiga, PT. Raja Grafindo Persada, jakarta.

Yani, Ahmad, 2002. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Jurusan Akuntansi fakultas Ekonomi, 2004. Buku Petunjuk teknis Penulisan Proposal Penelitian dan Skripsi Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi USU, Medan.


(6)

Melisa : Analisis Perkembangan Retribusi Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Langkat, 2010.

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.