Sejarah Pemerintahan Kabupaten Dairi (1964-2005)

(1)

SEJARAH PEMERINTAHAN KABUPATEN DAIRI (1964-2005) SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN O

L E H

RISMAWATI APRITA SITUMORANG (060706038)

Pembimbing

Dra. Ratna, M.S Nip 131415907

DEPARTEMEN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

Lembar Pengesahan Pembimbing Skripsi

SEJARAH PEMERINTAHAN KABUPATEN DAIRI (1964-2005) SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN O

L E H

Rismawati Aprita Situmorang 060706038

Pembimbing

Dra. Ratna, M.S NIP 131415907

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian

Fakultas Sastra USU Medan, untuk melengkapi Salah satu syarat ujian Sarjana Sastra

Dalam bidang Ilmu Sejarah

DEPARTEMEN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Lembar Pengesahan Pembimbing Skripsi

SEJARAH PEMERINTAHAN KABUPATEN DAIRI (1964-2005) Yang diajukan oleh

Nama : Rismawati Aprita Situmorang Nim : 060706038

Telah disetujui untuk diujikan dalam ujian skripsi oleh

Pembimbing

Dra. Ratna, M.S Tanggal, NIP 131415907

Ketua Departemen Ilmu Sejarah

Dra. Fitriaty Harahap, S.U Tanggal, Nip 195406031983032001

DEPARTEMEN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Lembar Persetujuan Ketua Departemen

DISETUJUI OLEH

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

DEPARTEMEN ILMU SEJARAH Ketua Departemen

Dra. Fitriaty Harahap S.U Nip 195406031983032001


(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan karunia tidak terhingga berupa bimbingan, kekuatan, petunjuk, serta pertolongan kepada penulis yang telah melimpahkan raahmat dan hidayahNya sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan, meskipun banyak hambatan dan tantangan.

Skripsi ini yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana Sastra tidak akan terselesaikan tanpa bantuan, kerjasama, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, inilah saat yang tepat bagi penulis untuk mengungkapkan rasa terima kasih kepada :

1. Kedua orang tuaku, ayahanda tersayang Bidan Situmorang dan ibunda tercinta Ruminta Lumban Batu yang telah mendidik, membesarkan, merawat, mendoakan, dan membimbing ananda dari lahir sampai saat ini, walau sering ananda membuat kalian sedih dan kecewa. Semoga dengan skripsi inilah ananda dapat membalas seluruh curahan kasih sayang serta pengorbanan ayahanda dan ibunda.

2. Bapak Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara beserta staf dan pegawainya, yang memberikan bantuan selama penulis mengikuti perkuliahan di Fakultas Sastra.

3. Ibu Dra. Fitriaty Harahap S.U dan Dra. Nurhabsyah M.SI, selaku ketua dan sekretaris Departemen Ilmu Sejarah Fakultas Sastra USU, yang telah


(6)

membantu serta memberikan pengajaran yang berharga bagi penulis selama dalam perkuliahan.

4. Alm. Bapak Drs. Indera M.Hum dan Drs. Timbun Ritonga selaku Dosen Wali penulis yang telah memberikan dorongan dan semangat selama kuliah hingga terselesainya skripsi ini.

5. Ibu Dra. Ratna M.SI, selaku dosen pembimbing dalam penulisan skripsi ini yang telah begitu banyak memberikan dorongan, semangat, masukkan, dan telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis. Budi baik yang ibu berikan akan selalu penulis ingat. Hanya Tuhan yang dapat membalasnya. Amin.

6. Seluruh bapak ibu dosen Departemen Ilmu Sejarah yang telah banyak membantu penulis mulai masa kuliah hingga dalam penyelesaian skripsi ini. 7. Bapak Drs. Abdinar J. Tamba, selaku Kepala Sub Bagian kelembagaan dan

Ketatalaksanaan Kantor Bupati Dairi dan seluruh pegawai yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama melakukan penelitian.

8. Seluruh bapak ibu dosen Departemen Ilmu Sejarah yang telah banyak membantu penulis mulai masa kuliah hingga dalam penyelesaian skripsi ini. 9. Sahabat-Sahabat seperjuanganku stambuk 06 Desmika, Sancani, Kariani, Eva,

Derni, Friyanti, Calvin, Ramlan, Jhondato, dan terkhususnya Erliana Barus yang selalu bersama belajar, bermain, dan memberikan semangat dan motivasi kepada penulis hingga terselesainya skripsi ini.


(7)

10. Kepada abangku Binsar Tohap Situmorang dan adik-adikku Erlince Situmorang dan Benny Luansa Situmorang yang tidak pernah lelah memberikan doa dan dukungannya kepada penulis.

11. Keluargaku yang ada di Sumbul dan Sidikalang, Pak Tua dan Mak Tua Ugus terkhususnya Pak Uda dan Mak Uda Lisbet yang telah memberikan penulis tempat berteduh, semangat, dan bantuan selama penulis melakukan penelitian di lapangan. Semoga Allah dapat membalas kebaikan kalian semua dan sekeluarga.

12. Seluruh informan yang membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 13. Terima kasih khusus dan special penulis ucapkan kepada yang paling penulis

sayangi dan kasihi Janro Cornelis Saragih, yang selama ini telah menjadi kekasih, teman, sahabat, abang dalam memberikan dukungan kepada penulis. Semoga apa yang selama ini kita cita-citakan akan terkabul. Amin.

Akhirnya untuk semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak seluruhnya disebutkan dalam penyusunan skripsi ini, saya ucapkan terima kasih. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua kebaikan yang telah diberikan dengan balasan yang berlipat ganda. Penulis juga mengharapkan semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Desember 2010 Penulis


(8)

ABSTRAK

Judul penelitian “ Sejarah Pemerintahan Kabupaten Dairi 1964-2005 ”. Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah pertama, mengetahui bentuk pemerintah Kabupaten Dairi sebelum tahun 1964, kedua, mengetahui perkembangan Kabupaten Dairi masa pelaksanaan pembangunan (1964-2005). Manfaat dalam penulisan ini, diantaranya menambah literature kepustakaan di Departemen Ilmu Sejarah, sebagai sarana informasi, dan bahan perbandingan. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode sejarah, yaitu heuristik (pengumpulan data), kritik sumber, interpretasi (menyimpulkan data yang ada), dan yang terakhir adalah historiografi (penulisan).

Kabupaten Dairi diresmikan menjadi sebuah kabupaten otonomi daerah pada tanggal 2 Mei 1964. Mulai awal dimekarkan Kabupaten Dairi terdiri dari 8 kecamatan dan hingga tahun 2005 Kabupaten Dairi terdiri atas 15 kecamatan, 8 kelurahan, dan 148 desa. Wilayah Kabupaten Dairi berjarak 153 km dari pusat pemerintahan Sumatera Utara. Mayoritas masyarakat Kabupaten Dairi bekerja sebagai petani dengan suku yang mendiami adalah Suku Batak Toba dan mayoritas beragama Kristen.

Dalam masa pelaksanaan pembangunan, Kabupaten Dairi terus berupaya melakukan peningkatan di berbagai sektor, yaitu sektor pendidikan, pertanian, industri dan pariwisata, dan sarana prasarana transportasi dan kesehatan. Kabupaten Dairi dikenal hingga ke luar daerah karena aroma kopinya yang mempunyai ciri dan kenikmatan khas bagi setiap orang yang meminumnya. Di samping itu Kabupaten Dairi juga mengandalkan pariwisata TWI Sitinjo untuk menarik perhatian para turis asing dan lokal yang ingin berkunjung ke Kabupaten Dairi.


(9)

DAFTAR ISI

UCAPAN TERIMA KASIH

ABSTRAK ……… i

DAFTAR ISI ……… ii

DAFTAR TABEL ………... v

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

1.1 Latar Belakang ………. 1

1.2 Rumusan Masalah ……… 4

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ……… 5

1.4 Tinjauan Pustaka ……….. 6

1.5 Metode penelitian ………. 8

BAB II GAMBARAN UMUM KABUPATEN DAIRI ………... 10

2.1 Letak Geografi dan Keadaan Alam ………. 10

2.2 Komposisi Penduduk ……….. 12

2.3 Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat ………. 18

2.3.1 Kehidupan Sosial Masyarakat ……… 18

2.3.2 Kehidupan Ekonomi Masyarakat ………... 21

BAB III PEMERINTAHAN KABUPATEN DAIRI SEBELUM 1964 …. 24 3.1 Dairi Masa Pemerintahan Tradisional ……….. 24


(10)

3.2 Dairi Masa Pejajahan Belanda ………. 26

3.3 Dairi Masa Pendudukan Jepang ………... 28

3.4 Dairi Pasca Kemerdekaan ……… 30

BAB IV PEMERINTAHAN KABUPATEN DAIRI DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN 1964-2005 ……….... 39

4.1 Struktur Organisasi Pemerintahan Dairi ……… 39

4.2 Sistem dan Penyelenggaraan Pemerintahan Dairi ………. 45

4.3 Kejasama dan Koordinasi Pemerintahan Dairi ……….... 51

4.4 Pelaksanaan Pembangunan ………... 54

4.4.1 Sektor Pendidikan ………... 55

4.4.2 Sektor Perindustrian Dan Pariwisata ………... 61

4.4.3 Sektor Pertanian ……….. 66

4.4.4 Sektor Sarana Dan Prasarana: ………. 71

4.4.4.1 Transportasi ……… 71

4.4.4.2 Kesehatan ……….…. 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………...…….… 77

5.1 Kesimpulan ……….…….. 77


(11)

DAFTAR PUSTAKA ……… 80 DAFTAR INFORMAN


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Dairi Tahun 2005. Tabel 2 Jumlah Penduduk di Kabupaten Dairi Tahun 1971, 1985, 2000, dan 2005. Tabel 3 Persentase Penduduk Menurut Suku di Kabupaten Dairi Tahun 2000. Tabel 4 Persentase Penduduk Menurut Agama di Kabupaten Dairi Tahun 2000. Tabel 5 Daftar Nama Bupati Kabupaten Dairi (1964-2005).

Tabel 6 Jumlah Sekolah Dasar (SD) di Kabupaten Dairi Tahun 1985, 1993, dan 2005. Tabel 7 Jumlah Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SMTP) di Kabupaten Dairi Tahun 1985, 1993, dan 2005.

Tabel 8 Jumlah Sekolah Menengah Tingkat Atas (SMTA) di Kabupaten Dairi Tahun 1985, 1993, dan 2005.

Tabel 9 Jumlah Jenjang Pendidikan di Kabupaten Dairi Tahun 2005.

Tabel 10 Jumlah Perusahaan Industri, Tenaga Kerja, dan Jenis Usaha Tahun 2005. Tabel 11 Jenis Penggunaan Lahan di Kabupaten Dairi Tahun 2005.

Tabel 12 Kondisi Jalan di Kabupaten Dairi Sampai Tahun 2005 (km).

Tabel 13 Fasilitas Kesehatan Menurut Kecamatan di Kabupaten Dairi Tahun 1985. Tabel 14 Fasilitas Kesehatan Menurut Kecamatan di Kabupaten Dairi Tahun 2005. Tebel 15 Jumlah Pasien Masuk dan Keluar di RSUD Sidikalang Tahun 1998, 1999, 2000, 2001, 2002, 2003, 2004, dan 2005.


(13)

ABSTRAK

Judul penelitian “ Sejarah Pemerintahan Kabupaten Dairi 1964-2005 ”. Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah pertama, mengetahui bentuk pemerintah Kabupaten Dairi sebelum tahun 1964, kedua, mengetahui perkembangan Kabupaten Dairi masa pelaksanaan pembangunan (1964-2005). Manfaat dalam penulisan ini, diantaranya menambah literature kepustakaan di Departemen Ilmu Sejarah, sebagai sarana informasi, dan bahan perbandingan. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode sejarah, yaitu heuristik (pengumpulan data), kritik sumber, interpretasi (menyimpulkan data yang ada), dan yang terakhir adalah historiografi (penulisan).

Kabupaten Dairi diresmikan menjadi sebuah kabupaten otonomi daerah pada tanggal 2 Mei 1964. Mulai awal dimekarkan Kabupaten Dairi terdiri dari 8 kecamatan dan hingga tahun 2005 Kabupaten Dairi terdiri atas 15 kecamatan, 8 kelurahan, dan 148 desa. Wilayah Kabupaten Dairi berjarak 153 km dari pusat pemerintahan Sumatera Utara. Mayoritas masyarakat Kabupaten Dairi bekerja sebagai petani dengan suku yang mendiami adalah Suku Batak Toba dan mayoritas beragama Kristen.

Dalam masa pelaksanaan pembangunan, Kabupaten Dairi terus berupaya melakukan peningkatan di berbagai sektor, yaitu sektor pendidikan, pertanian, industri dan pariwisata, dan sarana prasarana transportasi dan kesehatan. Kabupaten Dairi dikenal hingga ke luar daerah karena aroma kopinya yang mempunyai ciri dan kenikmatan khas bagi setiap orang yang meminumnya. Di samping itu Kabupaten Dairi juga mengandalkan pariwisata TWI Sitinjo untuk menarik perhatian para turis asing dan lokal yang ingin berkunjung ke Kabupaten Dairi.


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang Masalah

Awal pembentukan pemerintah daerah di Indonesia tidak terlepas dari praktek politik penjajahan Belanda yang ingin menguasai secara keseluruhan bangsa Indonesia. Dalam menanamkan kekuasannya Belanda menggunakan berbagai macam cara, salah satu diantaranya adalah membagi tanah Indonesia atas beberapa daerah dengan alasan untuk menguasai kembali wilayah Hindia Belanda yang tujuannya adalah menghancurkan wilayah Republik Indonesia1

Sumatera yang pada waktu itu sudah dijadikan wilayah kekuasaan Belanda, dibagi atas keresidenan yang masing-masing keresidenan itu adalah Sumatera Timur, Sumatera Tengah, dan Sumatera Selatan

.

Sistem pemerintahan daerah otonom pertama kalinya diperkenalkan oleh penjajah Belanda melalui Undang-Undang Desentralisasi 1903 (Desentralisatie Wet 1903, Staatsblaad 1903 No.329) yang berisikan bahwa Jawa dan Madura dijadikan daerah otonom yaitu gewest (propinsi), regenschap (kabupaten), dan staadgemeente (kotapraja) yang setiap daerah otonom ini dibentuk dewan perwakilan.

2

1

Suprayitno, Mencoba (Lagi) Menjadi Indonesia, Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia, 2001, hal.1.

2

Bappeda Sumatera Utara, Sumatera Utara Membangun, Medan: Percetakan Offset Sakti, 1976, hal.43.

yang disetiap keresidenan di bawah kekuasaan seorang residen. Dalam hal ini Dairi menjadi wilayah onder afdeling yang di bawah kekuasaan seorang kontrulir berkebangsaan Belanda dan dibantu oleh seorang demang dari penduduk bumi putera.


(15)

Daerah onder-afdeling Dairi ini merupakan bagian dari Keresidenan Batak Landen yang berpusat di Tarutung karena daerah ini dianggap oleh pemerintah Belanda sebagai bagian dari daerah tempat bermukimnya orang-orang batak3

Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 tata pemerintahan daerah Indonesia diatur kembali sesuai dengan amanat yang terkandung dalam Pasal 18 UUD 1945 yaitu perlunya mengatur pemerintahan daerah. Daerah Indonesia dibagi berdasarkan atas daerah besar (propinsi) dan daerah kecil (kabupaten/kota dan desa)

.

Namun ketika jatuhnya Belanda atas pendudukan Jepang pada dasarnya tidak mengalami perubahan yang signifikan dalam susunan pemerintahan di Dairi, hanya saja nama-nama pemerintahan yang dulunya sudah dibuat oleh Belanda diganti dengan bahasa Jepang. Sistem pemerintahan Dairi yang dibuat oleh jepang bersifat militerisme, yang pada masa itu Jepang sangat berfokus pada Perang Asia Timur Raya.

4

Adapun daerah Dairi di awal kemerdekaan ditetapkan menjadi salah satu kabupaten yang berada dalam lingkup Propinsi Sumatera Utara sebelum memisahkan , yang bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang. Artinya wilayah administratif Indonesia yang luas ini terbagi atas beberapa propinsi, wilayah propinsi terdiri dari beberapa kabupaten/kotamadya, wilayah kabupaten/kotamadya terdiri dari beberapa kecamatan, yang selanjutnya wilayah kecamatan dalam kabupaten terdiri dari beberapa desa dan kelurahan.

3

Daerah-daerah Batak Landen yaitu Afdeling Silindung, Afdeling Toba,

Onder-Afdeling Samosir, Onder-Onder-Afdeling Dairi, dan Onder-Onder-Afdeling Barus.

4

Hanif Nurcholis, Teori dan Praktek: Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Jakarta: Grasindo, 2007, hal.101.


(16)

diri dari Tapanuli Utara. Awal Dairi memisahkan diri dari Tapanuli Utara dikarenakan pecahnya Pemberontakan Rakyat Revolusioner Indonesia (PRRI) pada tahun 1958. Pemberontakan ini membuat hubungan antara pemerintah Tarutung dengan Dairi terputus. Maka untuk menghindari kevakuman jalannya pemerintahan di Dairi Gubernur Sumatera Utara ulung Sitepu mengambil kebijakan yaitu dengan menetapkan Dairi sebagai Daerah Tingkat II dengan ibukotanya Sidikalang. Daerah ini berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan aturan yang terdapat dalam Peraturan Pengganti Undang-Undang (PERPU)5

Setelah berpisah dari Tapanuli Utara daerah Dairi dibagi atas 8 kecamatan yaitu Kecamatan Sidikalang, Sumbul, Tigalingga, Tanah Pinem, Salak, Kerajaan, Silima Pungga-Pungga, dan Siempat Nempu. Dalam pelaksanaan pembangunan, maka sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan semakin bertambahnya tugas aparatur pemerintahan maka pemerintah Dairi mengambil kebijakan dengan mengusulkan penambahan 4 kecamatan lagi dari 8 kecamatan yang sudah ada sebelumnya, ke Tingkat I Sumatera Utara yaitu Parbuluan, Pegagan Hilir, Siempat Nempu, Hulu, dan Siempat Nempu Hilir yang diresmikan pada 25 Mei 1985. Kemudian seiring dengan semakin berkembangnya daerah Kabupaten Dairi pada tahun 2005 pemekarannya menjadi 15 kecamatan telah dimekarkan, yaitu Kecamatan Sidikalang, Sumbul, Tigalingga, Tanah Pinem, Silima Pungga-Pungga, Siempat

No. 4 Tahun 1964 yang diresmikan pada 2 Mei 1964 di Gedung Nasional Sidikalang.

5

M. Solly Lubis, Perkembangan Garis Politik dan Perundang-Undangan Mengenai

Pemerintahan di Daerah di Indonesia dan Garis Besar Pelaksanaannya di Sumatera Utara, Medan:


(17)

Nempu, Parbuluan, Siempat Nempu Hilir, Siempat Nempu Hulu, Pegagan Hilir, Gunung Sitember, Berampu, Lae Parira yang diresmikan pada 13 Pebruari 2001 yang kemudian disusul oleh Kecamatan Silahisabungan pada 14 Juli 2004, dan Sitinjo pada 14 Pebruari 2005.

Dari uraian di atas maka penulis mengangkat judul mengenai “Sejarah Pemerintahan Kabupaten Dairi (1964-2005)”. Tahun 1964 sebagai periode awal dari penelitian ini yang merupakan awal pembentukan Kabupaten Dairi. Tahun 2005 sebagai akhir dari penelitian ini bahwa selama kurun waktu 41 tahun telah terjadi perubahan, baik dari struktur pemerintahannya maupun infrastruktur pembangunan daerah Kabupaten Dairi, seperti dengan bertambahnya jumlah kecamatan tahun 1964 yaitu 8 kecamatan menjadi 15 kecamatan di tahun 2005, meningkatnya jumlah gedung sekolah maupun perguruan tinggi dan fasilitas kesehatan menurut kecamatan di Kabupaten Dairi, berubahnya sistem pengerjaan pertanian dari tenaga manusia ke tenaga mesin, dan meningkatnya pendapatan ekonomi masyarakat akibat dari sektor pariwisata yang ada di Kabupaten Dairi. Penelitian ini akan diuraikan secara umum dan kronologis yang menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan pemerintahan, pendidikan, penduduk, pariwisata, dan sarana prasarana yang disesuaikan dengan kebijakan-kebijakan pemerintah daerah pada waktu itu.

I.2 Rumusan Masalah

Di dalam suatu penulisan, rumusan masalah sangat penting sebab akan memudahkan penulis di dalam pengarahan pengumpulan data dalam rangka untuk


(18)

memperoleh data yang relevan6

1. Bagaimana bentuk pemerintahan Kabupaten Dairi sebelum 1964 ?

. Inilah yang akan menjadi landasan dalam penulisan nantinya pada bab-bab selanjutnya.

Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas ada beberapa pokok permasalahan yang akan dikaji, yaitu:

2. Bagaimana pemerintahan Kabupaten Dairi masa pelaksanaan pembangunan 1964-2005 ?

I.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian yang dirumuskan secara umum merupakan cara untuk memperoleh gambaran secara umum dari objek yang akan diteliti, dimana hasil yang diperoleh dapat dipergunakan sebagai bahan untuk menyempurnakan perencanaan dasar dari perumusan masalah7

2. Mengetahui bentuk pemerintahan Kabupaten Dairi sebelum tahun 1964 . Adapun tujuan dari penelitian ini, adalah :

3. Mengetahui perkembangan pemerintahan Kabupaten Dairi masa pelaksanaan pembangunan dari tahun 1964-2005.

Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah :

1. Menambah literatur kepustakaan yang dapat dimanfaatkan bagi pengembangan dunia ilmu pengetahuan, khususnya Ilmu Sejarah dalam penelitian Sejarah Pemerintahan

6

J. Supranto, Metode Riset, Jakarta: Fakultas Ekonomi UI, 1986, hal.18.

7


(19)

2. Sebagai suatu sarana informasi bagi pihak yang berkepentingan dalam penelitian lebih lanjut mengenai Sejarah Kabupaten Dairi, baik itu bagi pemerintah maupun masyarakat

3. Sebagai suatu bahan perbandingan dalam penilaian, sudah sejauh mana tingkat keberhasilan pemerintah, maupun perkembangan-perkembangan yang terjadi di Kabupaten Dairi.

I.4 Tinjauan Pustaka

Dalam melakukan penelitian, kepustakaan sangat penting bagi penelitian yang dikaji. Dalam penelitian ini, penulis membuat penuntun ataupun acuan yaitu berupa literatur kepustakaan yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan.

Menurut P. J. Suwarno, dalam bukunya Sejarah Birokrasi: Pemerintahan Indonesia Dahulu dan Sekarang (1989), menjelaskan bahwa faktor jaman, kultur, dan sosialitas memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan birokrasi pemerintahan dari suatu negara kebangsaan yang sedang berkembang. Setiap daerah memiliki birokrasi pemerintahan yang berbeda dalam menjalankan kekuasaannya mulai dari pemerintahan dahulu hingga sekarang. Misalnya, Indonesia jaman tradisional, penjajahan, hingga Indonesia merdeka. Jadi, Birokrasi Pemerintahan Daerah Republik Indonesia bermula dari birokrasi pemerintahan daerah yang dimodernisasikan oleh Belanda tetapi belum tuntas dan akhirnya sampai ke birokrasi pemerintahan daerah yang polanya masih tetap seperti pola yang diciptakan oleh Belanda, tetapi pelaksanaannya merata ke seluruh wilayah Indonesia. Dari buku ini penulis dapat membandingkan bagaimana bentuk birokrasi pemerintahan Dairi ketika


(20)

masa penjajahan, yang mana Dairi dulunya masih sebagai salah satu onder afdeling di Sumatera Utara. Namun sejalan perkembangannya, Dairi sekarang menjadi daerah otonom.

Menurut Hanif Nurcholis, dalam bukunya Teori dan Praktik : Pemerintahan dan Otonomi Daerah (2007), menjelaskan bahwa dalam Negara Indonesia di bentuk pemerintahan daerah, pemerintahan Daerah terdiri atas daerah besar dan daerah kecil, Pemerintah daerah harus bersendikan demokrasi yaitu adanya permusyawaratan dalam perwakilan rakyat daerah, dan daerah-daerah swapraja dan kesatuan masyarakat hokum pribumi yang memiliki susunan asli harus diperhatikan untuk dijadikan pemerintah daerah yang bersifat istimewa setelah dilakukan pembaharuan, yaitu dengan mengadopsi sistem demokrasi dalam sistem pemerintahannya. Menurut penulis, buku ini dapat dikaitkan dengan pemerintahan Dairi bahwa di dalam Daerah Tingkat II Dairi terdapat daerah-daerah kecil/kecamatan yang terdiri dari 15 kecamatan yang semua kecamatan ini di bawah pemerintahan Kabupaten Dairi.

Wahyudi, dkk dalam bukunya Etnis Pakpak Dalam Fenomena Pemekaran Wilayah: Mempertanyakan Partisipasi Politik perempuan Dalam Masyarakat Adat (2002), mengungkapkan bagaimana kedudukan perempuan dalam pengambilan keputusan khususnya mengenai pemekaran wilayah kabupaten Dairi dan Pakpak. Disini dapat dilihat dengan sistem kekerabatan patrilineal yang diperhitungkan berdasarkan garis keturunan laki-laki yang mana setiap pengambilan keputusan biasanya diutamakan oleh pihak laki-laki sedangkan perempuan selalu dibelakangkan. Artinya dalam proses perencanaan pemekaran hingga tahap-tahap selanjutnya, pihak-pihak yang mengambil inisiatif pelaksanaan rencana itu belum


(21)

melibatkan kaum perempuan. Buku ini dapat membantu kita mengetahui bagaimana sistem patrilineal diterapkan dalam kehidupan masyarakat batak khususnya di Kabupaten Dairi dan Pakpak Barat. Sistem ini membuat kedudukan perempuan selalu dinomor duakan dalam setiap pengambilan keputusan dalam masyarakat adat. Buku ini penulis jadikan sebagai acuan untuk dapat memberikan informasi mengenai masalah pemekaran wilayah Kabupaten Dairi, yang mana dalam pemekaran ini terdapat masalah mengenai kedudukan perempuan dalam partisipasinya dalam pemekaran Kabupaten Dairi.

I.5 Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan suatu cara atau teknik yang dilakukan sebagai upaya memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip guna mewujudkan kebenaran dari suatu permasalahan yang ada. Penelitian yang dilakukan adalah berupa penelitian sejarah (historis).

Untuk mendapatkan hasil penulisan yang berdasarkan penelitian sejarah, maka penelitian ini diupayakan untuk membuat suatu tulisan sejarah (historiografi). Langkah-langkah yang ditempuh untuk menghasilkan tulisan sejarah ini adalah dengan mengikuti metode sejarah yang mencakup heuristik, kritik, interprestasi, dan historiografi8

Langkah pertama heuristik, yaitu usaha penulis untuk memilih objek dan mengumpulkan sumber atau informasi mengenai penelitian. Dalam melaksanakan

.

8. Louis Gotschalk, Mengerti Sejarah, Terjemahan Nugroho Notosusanto, Jakarta: UI Press, 1973, hal. 18.


(22)

langkah ini, maka penulis melakukan pengumpulan sumber, melalui studi kepustakaan (library research), yaitu mengumpulkan sumber tertulis dalam bentuk buku-buku dan bahan tulisan yang di dapat dari perpustakaan USU, Perpustakaan Daerah Sidikalang dan Arsip Pemerintah Kabupaten Dairi. Kemudian melalui studi lapangan (field research) dilakukan teknik wawancara pada orang-orang yang terlibat langsung pada permasalahan, seperti pegawai pemerintahan, tokoh-tokoh adat, maupun pimpinan lembaga lain yang dapat memberikan informasi terhadap judul penelitian ini.

Langkah kedua memberikan kritik intern dan ekstern untuk menghasilkan suatu fakta atau data yang original dan otentik. Kritik intern dilakukan untuk menilai kelayakan data yang diperoleh dan dipergunakan untuk menentukan keabsahan suatu data tersebut, sedangkan kritik ekstern dipergunakan untuk menilai sejauh mana tingkat obyektifitas dari data tersebut.

Langkah ketiga ialah interprestasi, yaitu menghubungkan fakta yang telah ada untuk menganalisa permasalahan sehingga menemukan jawaban dari semua permasalahan yang ada.

Langkah keempat ialah historiografi atau penulisan sejarah, ini merupakan langkah terakhir yaitu merangkum dan menuliskan seluruh hasil penelitian menjadi karya ilmiah sejarah, sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.


(23)

BAB II

GAMBARAN UMUM

2.1 Letak Geografis dan Keadaan Alam

Kabupaten Dairi merupakan salah satu kabupaten dari 18 kabupaten9 yang

ada di Provinsi Sumatera Utara. Wilayah Kabupaten Dairi yang beribukotakan Sidikalang memiliki luas wilayah 3.146,10 km2 yaitu sekitar 4,39 % dari luas

Provinsi Sumatera Utara (7.160.000 ha). Kabupaten Dairi terletak di sebelah Barat Laut Provinsi Sumatera Utara10

9

18 kabupaten ini yaitu Kabupaten Nias, Mandailing Natal, Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Toba Samosir, Labuhan Batu, Asahan, Simalungun, Dairi, Karo, Deli Serdang, Nias Selatan, Humbang Hasundutan, Pakpak Barat, Samosir, dan Serdang Bedagai.

10

Bappeda Kabupaten Dairi, 2005.

. Jarak dari Medan ke Sidikalang sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Dairi yaitu sekitar 153 km dapat ditempuh dengan angkutan umum selama lebih kurang empat jam. Sebagai ibukota Kabupaten Dairi, Sidikalang merupakan pusat pemerintahan, pusat pasar, pusat pendidikan, pusat kesehatan dan pusat aktifitas lainnya.

Kabupaten Dairi sebagian besar terdiri dari dataran tinggi dan berbukit-bukit yang menempati titik koordinat antara 98000' - 98030' BT dan 2015' - 3000' LU.

Sebagian besar tanahnya didapati gunung-gunung dan bukit-bukit dengan kemiringan yang bervariasi sehingga hal ini membuat iklim di Dairi ialah iklim hujan tropis. Pada umumnya Kabupaten Dairi berada pada ketinggian rata-rata 700-1.250 m di atas permukaan laut.


(24)

Angin laut berhembus kencang dari arah Barat menuju Timur sewaktu menjelang musim dingin yang mengakibatkan musim hujan, angin Barat berhembus dengan kecepatan sedang dari arah Timur menuju arah Barat sewaktu menjelang musim kering/kemarau. Musim hujan sangat berpengaruh pada masyarakat Dairi karena aliran hujan sangat bermanfaat bagi pengairan di sawah-sawah masyarakat. Adapun musim hujan tersebut biasanya terjadi pada bulan Januari, April, Mei, September, November, dan Desember setiap tahunnya.

Kabupaten Dairi memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara (Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam) dan Kabupaten Tanah Karo

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Pakpak Barat

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Selatan (Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam)11

Dalam hal ini Kabupaten Dairi memiliki kesempatan untuk berinteraksi dan berkembang lebih baik lagi jika dilihat dari letak geografisnya yang merupakan pertemuan jalur lalu lintas dari dan ke beberapa kota di luar Kabupaten Dairi yaitu Kabupaten Karo, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Aceh Selatan, dan Kabupaten Aceh Tenggara.

Di Kabupaten Dairi terdapat sungai-sungai yang jumlahnya cukup banyak dan biasanya dipergunakan oleh masyarakat Dairi untuk irigasi, sebagian besar sudah

11 Ibid.


(25)

dimanfaatkan menjadi pengairan sawah, perikanan, dan kebutuhan air minum. Adapun sungai terbesar dan terpanjang di Dairi, antara lain :

1. Sungai Lae Renun yang terbentang dari Kecamatan Sumbul, Tigalingga dan Kecamatan Tanah Pinem yang selanjutnya menuju Aceh Tenggara.

2. Sungai Lae Kombih terbentang di Kecamatan Kerajaan dan Kecamatan Salak yamg selanjutnya mengalir menuju Aceh Selatan.

3. Sungai Lae Sinendang yang terbentang di Kecamatan Sumbul dan bermuara ke Lae Renun.

4. Lae Ordi terbentang dari Kecamatan Salak mengalir menuju Aceh Selatan. 5. Sungai Lae Simbelin yang terbentang dari Kecamatan Sidikalang menuju

perbatasan Kecamatan Siempat Nempu dan Kecamatan Silima Pungga-Pungga yang kemudian mengalir ke Provinsi Aceh12

2.2 Komposisi Penduduk

Wilayah Kabupaten Dairi hingga tahun 2005 terbagi atas 15 kecamatan yaitu Kecamatan Sidikalang, Kecamatan Berampu, Kecamatan Parbuluan, Kecamatan Sumbul, Kecamatan Gunung Sitember, Kecamatan Silima Pungga-Pungga, Kecamatan Nempu, Kecamatan Nempu Hulu, Kecamatan Nempu Hilir, Kecamatan Tigalingga, Kecamatan Pegagan Hilir, Kecamatan Lae Parira, Kecamatan Tanah Pinem, Kecamatan Silahisabungan, dan Kecamatan Sitinjo.

.

Adapun jumlah penduduk menurut kecamatan di Kabupaten Dairi dapat dilihat dari tabel di bawah ini :

12


(26)

Tabel 1

Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Dairi 2005

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Dairi, Kabupaten Dairi Dalam Angka, 2005.

Dari tabel di atas terlihat bahwa Kabupaten Dairi memiliki 15 kecamatan dan 148 desa/kelurahan13

13

Badan Pusat Statistik Kabupaten Dairi, Kabupaten Dairi Dalam Angka, Tahun 2005.

. Masing-masing kecamatan yang ada di Dairi memiliki jumlah penduduk yang berbeda. Di Kecamatan Sidikalang misalnya yang terdiri 13

No Kecamatan Desa/kelurahan Jumlah penduduk

1 Sidikalang 13 54.684

2 Berampu 5 7.979

3 Parbuluan 8 18.663

4 Sumbul 19 38.026

5 Lae Parira 9 15.290

6 Silima Pungga-Pungga 16 15.013

7 Siempat Nempu 11 20.931

8 Siempat Nempu Hulu 12 19.973

9 Siempat Nempu Hilir 9 12.255

10 Tigalingga 14 23.129

11 Pegagan Hilir 8 15.543

12 Tanah Pinem 12 20.638

13 Gunung Sitember 8 9.626

14 Silahisabungan 4 4.379

15 Sitinjo - -


(27)

desa/kelurahan yaitu 54.684 jiwa memiliki jumlah penduduk terbanyak, sedangkan di Kecamatan Sitinjo untuk jumlah penduduknya masih belum dapat dipastikan karena daerah ini baru dimekarkan tahun 2005.

Penduduk merupakan persyaratan utama bagi terbentuknya suatu daerah pemerintahan yang berbentuk kabupaten atau kotamadya. Perkembangan penduduk tidak terlepas dari tingkat kelahiran dan tingkat migrasi penduduk. Dua hal inilah yang turut mempengaruhi perkembangan jumlah penduduk di Kabupaten Dairi. Penduduk Kabupaten Dairi yang tediri dari beraneka ragam etnik itu setiap tahun jumlahnya mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari tabel jumlah penduduk di bawah ini :

Tabel 2

Jumlah Penduduk di Kabupaten Dairi Tahun 1971, 1985, 2000, dan 2005.

No Tahun Jumlah

1 1971 179.247 jiwa

2 1985 271.888 jiwa

3 2000 307.766 jiwa

4 2005 276.489 jiwa

Sumber: Benjamin Tibalan M, “Pemilihan Umum 1971 di Kabupaten Dairi: Legalitas Moral dan Pelaksanaan Orde Pembangunan”, Skripsi S1, Medan: Jurusan Sejarah Fakultas Sastra USU, 1996 dan Buku Statistik Tahunan: Kabupaten Dairi Dalam Angka, 1985, 2000 dan 2005.

Dari tabel di atas jelas terlihat bahwa berdasarkan hasil sensus yang dilakukan pada tahun 1971, 1985, 2000, dan 2005 terjadi perubahan jumlah penduduk di


(28)

Kabupaten Dairi. Di tahun 1971 jumlah penduduk hanya berkisar 179.247 jiwa jika dibandingkan dengan tahun 2000 jumlah penduduk meningkat hingga 307.766 jiwa. Hal ini dikarenakan pada tahun 1971 jumlah kecamatan di Kabupaten Dairi sebanyak 8 kecamatan. Tahun 2005 mengalami penurunan menjadi 276.489 jiwa akibat dari jumlah kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah kelahiran, meskipun jumlah kecamatan sebanyak 15 kecamatan14

Suku asli di Kabupaten Dairi ini adalah Suku Pakpak, sedangkan suku-suku lainnya seperti Toba dan Karo merupakan suku pendatang. Namun meskipun Suku Pakpak merupakan suku asli di Kabupaten Dairi tetapi suku mayoritas yang mendiami wilayah ini adalah suku Toba. Hal ini disebabkan oleh adanya migrasi orang Batak Toba ke berbagai wilayah termasuk ke Kabupaten Dairi. Adapun

.

Di 15 kecamatan yang ada di Kabupaten Dairi menetap bermacam-macam suku sehingga menunjukkan keberagaman suku. Adapun suku yang ada di Kabupaten Dairi ini antara lain Karo, Toba, Pakpak, Simalungun, Mandailing, Jawa, Aceh, dan Nias. Secara geografis dan administratif pemerintahan Kabupaten Dairi tampak dihuni oleh kelompok suku yang seolah-olah membentuk kelompok masyarakatnya sendiri. Pengelompokkan ini misalnya terlihat jelas pada Suku Karo yang dulu mayoritas penduduknya berdiam di daerah Tanah Pinem dan Tigalingga, atau sekarang lebih dikenal dengan sebutan Kampung Karo, sedangkan pada suku lain belum dapat terlihat dengan jelas.

14


(29)

persentase dari jumlah masing-masing suku tersebut dapat dilihat dari tabel di bawah ini:

Tabel 3

Persentase Penduduk Menurut Suku di Kabupaten Dairi, Tahun 2005. No Suku Keterangan (o/o)

1. Karo 15,11

2 Batak Toba 30,15

3 Pakpak 18,42

4 Simalungun 9,53

5 Mandailing 9,10

6 Jawa 8,22

7 Aceh 6,09

8 Nias 3,38

Jumlah/Total 100,00

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Dairi, Kabupaten Dairi Dalam Angka, Tahun 2005.

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa Suku Batak Toba memiliki tingkat persentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan suku-suku yang lain yaitu 30,15 o/o,

meskipun suku asli dari Kabupaten Dairi adalah Suku Pakpak. Seperti yang telah disebutkan di atas, hal ini dipengaruhi banyaknya Suku Batak Toba yang berimigrasi dan mendiami wilayah Kabupaten Dairi.

Beraneka suku menggambarkan beragamnya agama yang dianut oleh masyarakat Kabupaten Dairi. Ada beberapa agama yang dianut oleh masyarakat Kabupaten Dairi seperti Islam, Kristen Protestan, Katolik, dan Budha. Keanekaragaman ini tidak membuat masyarakat Kabupaten Dairi terpecah satu sama


(30)

lain. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Kabupaten Dairi merupakan masyarakat yang terbuka dan mempunyai toleransi yang tinggi. Adapun persentase penduduk yang menganut agama tersebut di atas tertera pada tabel di bawah ini :

Tabel 4

Persentase Penduduk Menurut Agama di Kabupaten Dairi Tahun 2005 No Agama Keterangan (o/o)

1 Kristen Protestan 64,53

2 Katolik 15,07

3 Islam 20,28

4 Budha 0,12

Jumlah/Total 100,00

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Dairi, Kabupaten Dairi Dalam Angka, 2005.

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa agama Kristen Protestan memiliki tingkat persentase yang lebih tinggi yaitu 64,53 o/o. Dengan kata lain, masyarakat

Kabupaten Dairi mayoritas memeluk agama Kristen Protestan.

2.3 Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat 2.3.1 Kehidupan Sosial.

Manusia merupakan mahluk sosial yang hidup bermasyarakat sehingga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia harus hidup saling tolong menolong sesama manusia dalam masyarakat15

15

Abdul Syani, Sosiologi dan Perubahan Masyarakat, Jakarta: Pustaka Jaya, 1985, hal. 14-15.

. Seperti halnya daerah-daerah lain di Indonesia, Dairi yang terbagi lagi atas kecamatan dan desa masih memegang teguh sistem


(31)

gotong-royong. Masyarakat Dairi menerapkan gotong royong dalam kehidupan sehari-harinya misalnya dalam membangun infrastruktur desa seperti membangun bak umum.

Aktifitas gotong royong dalam masyarakat Kabupaten Dairi biasanya diakomodir oleh kepala camat/lurah dan perangkat-perangkat desa lainnya. Para perangkat desa atau camat biasanya lebih dahulu membuat pengumuman sebelum dilakukannya gotong royong. Apabila ada gotong royong biasanya setiap anggota masyarakat yang memiliki keinginan untuk menyumbangkan sebagian rejekinya maka ia akan menyediakan makanan dan minuman kecil untuk masyarakat tersebut.

Salah satu contoh aktifitas gotong royong yang diadakan oleh masyarakat Dairi yakni dalam pengadaan air ke desa-desa yang ada di Dairi dan membuat bak umum untuk digunakan oleh masyarakat Dairi sebagai tempat untuk menampung air dan menyuci pakaian. Hingga sekarang ini dapat dilihat di beberapa desa di Kabupaten Dairi, misalnya Desa Jumala Kecamatan Sumbul. Masyarakat Dairi bersama-sama mengelola dan merawat fasilitas-fasilitas umum seperti bak umum. Gotong royong juga dilakukan dalam pekerjaan lain seperti membersihkan desa dan membangun fasilitas sungai sebagai tempat menyuci pakaian sebelum masuknya PAM ke rumah-rumah dan adanya bak-bak umum.

Aktifitas gotong royong yang dilakukan masyarakat Dairi secara spontanitas yang bersifat kekeluargaan terlihat apabila ada masyarakat yang mengalami musibah kemalangan. Masyarakat Dairi akan memberikan bantuan berupa materi ataupun tenaga. Dalam hal ini masyarakat Dairi tidak pernah memandang agama, suku maupun status sosialnya. Masyarakat Dairi menganggap bahwa mereka adalah satu


(32)

keluarga yang seharusnya saling membantu. Hal seperti ini menyebabkan masyarakat Dairi dapat hidup berdampingan secara rukun, meskipun konflik-konflik kecil ada juga terjadi antar sesama tetangga.

Demikian juga apabila salah satu dari warganya yang baru mendapatkan kehadiran seorang anak di tengah-tengah keluargannya, maka Etnik Pakpak umumnya dan masyarakat Dairi khususnya, terutama kaum ibu akan datang ke rumah tersebut untuk memberikan ucapan selamat. Biasanya pada waktu berkunjung mereka membawa beras dan telur yang dimasukan ke dalam sebuah wadah yang terbuat dari anyaman daun-daunan yang lajim disebut dengan Tandok. Beras ini ditujukan untuk anak yang dilahirkan dengan harapan anak tersebut cepat besar.

Selain itu apabila salah satu masyarakat Dairi mengadakan upacara pernikahan, maka semua tetangga akan menghadiri pesta tersebut untuk mengsukuri ucapan selamat. Masyarakat Dairi juga akan membantu si penyelenggara pesta dalam hal tenaga untuk mempersiapkan acara tersebut dan juga dalam hal dana karena biasanya pada saat pesta diadakan setiap keluarga akan memberikan sumbangan sukarela yang lajim disebut oleh orang Toba yaitu Papungu Tuppak.

Masyarakat Kabupaten Dairi yang mayoritas etnik Toba dapat hidup berdampingan secara damai dengan etnik pendatang lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Kabupaten Dairi merupakan masyarakat yang terbuka dan memiliki rasa toleransi yang cukup tinggi. Hubungan yang erat dan saling memiliki antara masyarakat Kabupaten Dairi tercermin dalam kehidupan sehari-hari.

Suku asli Kabupaten Dairi dan suku pendatang dapat hidup berdampingan secara harmonis. Adanya pernikahan antara suku asli dengan suku pendatang sangat


(33)

mendukung keharmonisan dalam kehidupan sehari-hari. Adanya pernikahan ini menyebabkan terjalinnya hubungan kekeluargaan antara satu sama lain sehingga timbul rasa saling memiliki dan menghormati.

Aktifitas gotong royong yang bersifat ekonomi di Kabupaten Dairi akan terlihat dalam kehidupan masyarakat petani. Dalam suku Toba kegiatan gotong royong yang dilakukan untuk kegiatan pertanian disebut marsiadapari. Kelompok ini pada dasarnya berasaskan kekeluargaan. Kelompok marsiadapari biasanya bekerja di ladang ataupun di sawah secara berkelompok. Mereka terlebih dahulu mengerjakan sawah yang perlu dikerjakan lalu kemudian sawah berikutnya hingga seluruh sawah atau ladang setiap anggota kelompok selesai dikerjakan. Namun akibat perkembangan teknologi dan dorongan ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan rasa kebersaman antara mereka semakin berkurang.

2.3.2 Kehidupan Ekonomi

Upaya manusia untuk memenuhi kebutuhannya sudah berlangsung sejak manusia itu ada. Banyak hal yang menjadi pendorong terhadap usaha memenuhi kebutuhan tersebut, diantaranya dorongan yang bersifat alamiah, baik untuk mempertahankan diri, mengembangkan diri maupun untuk mempertahankan kelompok. Selain itu dorongan yang bersifat sosial juga ikut berperan karena manusia itu adalah mahluk sosial yang ingin hidup berkelompok.

Pada umumnya wilayah Kabupaten Dairi memiliki potensi di bidang pertanian. Areal tanah yang cukup luas untuk dikembangkan sehingga tidak menutup kemungkinan sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Di samping itu, keadaan geografis dan iklimnya, menyebabkan daerah ini cocok


(34)

dikembangkan sebagai daerah pertanian. Memang kegiatan pertanian telah digeluti oleh masyarakat Dairi sejak zaman dahulu kala. Usaha mengolah tanah merupakan salah satu hal yang diwariskan secara turun-temurun oleh nenek moyang mereka. Bagi mereka bertani dapat memberikan keuntungan dalam pemenuhan kebutuhan hidup mereka.

Usaha pertanian yang dikembangkan oleh masyarakat Dairi, antara lain : 1. Tanaman bahan pangan/makanan yaitu padi, jagung, ubi rambat, ketela pohon,

kacang tanah, kacang kedelai, dan kacang hijau. Tanaman padi di wilayah Dairi, sebagian besar diusahakan masyarakat dalam bentuk sistem perladangan (tanah kering), sedangkan selebihnya dalam bentuk tanah persawahan (tanah basah). 2. Tanaman sayur-sayuran seperti cabe, kentang, tomat, buncis, terung, bayam, dan

sayur-sayuran lainnya berkembang sangat baik di Kabupaten Dairi. Tanaman bawang merah dan bawang putih dapat berkembang dengan baik di kawasan Kecamatan Sumbul tepatnya di Desa Silalahi II dan Desa Paropo yang terletak di pinggiran Danau Toba. Hal ini disebabkan oleh kondisi tanah dan alamnya yang dingin dan sejuk.

3. Tanaman perdagangan ekspor seperti kopi, kelapa, kemenyan, cengkeh, tembakau, jahe, dan nilam, yang juga dikembangkan oleh petani Dairi mampu meningkatkan perekonomian masyarakat Kabupaten Dairi.

4. Tanaman buah-buahan, yang menonjol dari Kabupaten Dairi yaitu Durian. Buah durian ini di pasarkan hingga ke daerah-daerah lain terutama ke Medan. Daerah


(35)

pemasok durian di Dairi berada di daerah Kecamatan Tigalingga. Buah-buahan lainnya antara lain adalah nenas, pepaya, jeruk, jambu air, alpokat, dan pisang16

Dengan mengandalkan tanaman-tanaman di atas maka masyarakat Dairi dapat memenuhi kebutuhan materil keluarganya, walaupun sebagian tanaman memiliki musim panen yang lama, seperti padi, kopi, dan durian.

Selain bertani, beternak juga merupakan salah satu sumber mata pencaharian masyarakat Dairi. Umumnya mereka beternak babi di belakang pekarangan rumah. Bagi mereka beternak babi dapat memberikan penghasilan yang memadai sebagai usaha sampingan mereka. Biasanya ternak ini dijual ke pasar-pasar terdekat ketika hari pekan tiba, namun ada juga yang menjualnya kepada individu yang membutuhkan. Bukan hanya ternak saja yang mereka jual tetapi hasil panen tanaman mereka juga. Kegiatan ini menunjukkan bahwa secara tidak langsung masyarakat Kabupaten Dairi selain bertani dan beternak, mata pencaharian masyarakat Dairi lainnya adalah berdagang.

.

Di samping bertani, beternak, dan berdagang, sebahagian masyarakat Kabupaten Dairi juga memiliki mata pencaharian lain seperti usaha jasa dan menjadi pegawai di kantor-kantor baik milik swasta ataupun pemerintah. Usaha jasa yang dilakukan adalah sebagai supir, kuli bangunan, tukang jahit dan sebagainya. Tidak jarang masyarakat Dairi memiliki pekerjaan lebih dari satu, misalnya seorang yang bekerja sebagai pegawai di kantor juga bekerja sebagai petani. Akan tetapi bagi mereka ini merupakan pekerjaan sampingan yang dikerjakan apabila ada waktu luang

16


(36)

atau setelah pulang dari bekerja17. Namun bagi mereka yang sudah menekuni

pekerjaan bertani secara turun temurun, bertani adalah pekerjaan yang menyenangkan karena dengan bertani pun mereka dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka dan dapat hidup sukses. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa masyarakat Kabupaten Dairi memiliki mata pencaharian yang sangat beragam.

Ekonomi Kabupaten Dairi merupakan tiang utama di dalam membina atau membentuk masyarakat untuk membangkitkan dan merangsang kehidupannya terutama bagi petani, seperti sistem bercocok tanam tanaman keras (holtikultura). Dengan adanya kegiatan tersebut mengakibatkan timbulnya perluasan areal pertanian yang juga turut terlibat dalam perkembangan daerah.

17

Wawancara, dengan Lambot Pandiangan di Sumbul, supir angkutan di Sumbul, tanggal 17 Oktober 2010.


(37)

BAB III

PEMERINTAH KABUPATEN DAIRI SEBELUM TAHUN 1964

3.1 Dairi Masa Pemerintahan Tradisional

Pemerintahan tradisional tidak terlepas dengan hukum-hukum adat yang berlaku dan dipegang teguh oleh masyarakat itu sendiri, serta raja-raja adat atau tokoh-tokoh adat yang memimpin jalannya pemerintahan di daerah tersebut. Raja memiliki kekuasaan penuh terhadap daerah maupun rakyatnya yang selalu tunduk dan patuh terhadap perintah rajanya. Raja selalu menunjukkan kharisma/kewibawaannya ketika mereka berinteraksi dengan bawahannya, rakyatnya, bahkan dengan kerajaan lain. Hal ini dapat dilihat pada sistem pemerintahan di Kerajaan Dairi yang telah ada jauh sebelum kedatangan Belanda yaitu sekitar tahun 1852-1942, ketika itu belum dikenal dengan sebutan wilayah/daerah otonom18

a. Raja Ekuten, sebagai pemimpin satu suak (wilayah) yang terdiri dari beberapa suku/kuta/kampung. Raja Ekuten disebut juga sebagai Takal Aur yang merupakan kepala negeri.

.

Sistem pemerintahan pada masa itu dikendalikan oleh seorang raja yang disebut raja ekuten/takal aur/kampung/suak dan pertaki. Kepemimpinan pada masa ini diangkat berlandaskan pada primus interparis yaitu Siapa Yang Kuat Dia Yang Berkuasa.

Adapun struktur pemerintahan teradisional masyarakat Dairi pada masa itu sebagai berikut :

18


(38)

b. Pertaki, sebagai pemimpin satu kampung, ia berada setingkat di bawah raja ekuten dan tugasnya membantu raja ekuten dalam memimpin pemerintahan. c. Sulung Silima, merupakan jabatan terendah di pemerintahan pada saat itu yang

tugasnya sebagai pembantu pertaki untuk mengontrol setiap kuta (kampung) yang kemudian akan dilaporkan terlebih dahulu kapada pertaki. Biasanya sulung silima terdapat di setiap kuta. Sulung Silima terdiri dari : perisang-isang, perekur-ekur, pertulan tengah, perpunca ndiadep, dan perbetekken19

Sesuai dengan struktur organisasi pemerintahan di atas, maka Dairi terbagi ke dalam 5 suak/aur, yaitu :

.

1. Suak/Aur Simsim, yang dalam administratif pemerintahan berada di tiga kecamatan Kabupaten Dairi yakni Kecamatan Salak, Kerajaan, dan Sitelu Tali Urang Jehe. Marga yang berasal dari Suak Simsim adalah Marga Berutu, Bancin, Padang, Solin, Sinamo, Manik, Cibro, Banurera, Boangmanalu, Lembeng, Sitakar, Kebeaken, Tinendung, Kebeaken, Munte, dan Bancin.

2. Suak/Aur Keppas, yang dalam administratif pemerintahan berada di Kecamatan Sidikalang, Silima Pungga-Pungga, Bunturaja, Parbuluan, Kutabuluh, dan Lae Parira. Marga-marga yang berasal dari suak ini adalah Marga Ujung, Bintang, Bako, Kudadiri, Berampu, Pasi, Maha, Angkat, Kaloko, dan Saraan.

3. Suak/Aur Pegagan, yang administratif pemerintahan berada di Kecamatan Sumbul, Pegagan Hilir, dan Tigalingga. Marga-marga yang berasal dari suak ini, antara lain Marga Lingga, Matanari, Manik Siketang, maibang, dan munte.

19


(39)

4. Suak/Aur Kelasen, suak ini berbeda dengan ketiga tersebut di atas karena Suak Kelasen berada di wilayah pemerintahan Tapanuli Utara Kecamatan Parlilitan dan Tapanuli Tengah di Kecamatan Manduamas. Marga-marga yang berasal dari Suak Kelasen, antara lain Marga Tinambunen, Tumanggor, Maharaja, Pinayungen, Turuten, Anakampun, Marbun, Kesogihen, Sikettang, Meka, Ceun, dan Mungkur.

5. Suak/Aur Boang, administratif pemerintahan berada di Simpang Kanan, Simpang Kiri, Gelombang Runding, dan Singkil (sekarang masuk wilayah Provinsi Aceh). Marga-marga yang berasal dari daerah ini adalah Marga Sambo, Saran, Penarik, Bancin, Berutu, dan Boangmanalu20

3.2 Dairi Masa Pendudukan Belanda

Ketika kekuatan Belanda masuk ke wilayah Dairi pada tahun 1948 pola, dan struktur pemerintahan di Dairi ikut mengalami perubahan. Daerah Dairi digabung dalam Keresidenan Tapanuli yang berkedudukan di Sibolga, sedangkan Dairi sendiri ditetapkan menjadi satu dengan Onder Afdeling Tarutung, yang dipimpin oleh seorang controleur berkebangsaan Belanda (Controleur Der Dairi) dan dibantu oleh seorang demang dari penduduk pribumi (Demang Der Dairi).

.

Daerah onder-afdeling ini merupakan bagian dari wilayah penerintahan Afdeling Batak Landen yang dipimpin oleh Asisten Residen Batak Landen yang berpusat di Tarutung. Afdeling Batak Landen dipecah ke dalam 5 onder afdeling. Pemecahan ini dimaksud mengingat Afdeling Batak Landen yang terlalu luas. Adapun

20


(40)

kelima onder-afdeling tersebut adalah : Onder-Afdeling Silindung, Onder-Afdeling Toba, Onder-Afdeling Samosir, Onder-Afdeling Dairi, dan Onder-Afdeling Barus.

Selama penjajahan Belanda, Dairi mengalami penyusutan wilayah yang cukup luas dengan tujuan untuk membatasi serta menutup hubungan dengan wilayah Dairi lainnya, seperti :

1. Tongging menjadi wilayah Tanah Karo

2. Mandumas dan Barus menjadi wilayah Tapanuli Utara 3. Sienem Kodem (Kecamatan Parlilitan)

4. Simpang Kanan, Simpang Kiri, Lipat Kajang, Gelombang, dan Runding menjadi wilayah Aceh Selatan

Selanjutnya untuk mempermudah penguasaan terhadap Dairi, Belanda juga membagi lagi kelima suak/aur menjadi tiga bagian. Pembagian suak ini dilakukan berdasarkan administrasi pemerintahan dan letak geografisnya. Ketiga bagian puak itu, antara lain :

1. Onder-Afdeling Pakpak Dairi, terdiri dari Pegagan, Kepas, dan Simsim. 2. Kalasan dimasukkan ke dalam Onder-Afdeling Barus.

3. Boang dimasukkan pada Onder-Afdeling Singkil yang merupakan bagian dari Residensi Aceh.

Setelah pembagian ini kedudukan raja ekuten dan setingkat di bawahnya hilang begitu saja akibat dari sistem yang mengacu pada pembagian wilayah yang dibuat oleh Kolonial Belanda. Setelah kolonial Belanda menguasai daerah Dairi,


(41)

maka untuk kelancaran pemerintahan Hindia Belanda membagi onder-afdeling menjadi tiga onder-distrik, yaitu :

1. Onder Distrik van Pakpak, meliputi tujuh Kenegerian, yakni : Kenegerian Sitelu Nempu, Kenegerian Siempat Nempu Hulu, Kenegerian Siempat nempu, Kenegerian Silima Pungga-Pungga, Kenegerian Pegagan Hulu, Kenegerian Parbuluan, dan Kenegerian Silalahi Paropo.

2. Onder Distrik van Simsim, meliputi enam Kenegerian, yakni : Kenegerian Kerajaan, Kenegerian Siempat Rube, Kenegerian Mahala Majanggut, Kenegerian Sitelu Tali Urang Jehe, Kenegerian Salak, dan Kenegerian Ulu Merah dan Salak Pananggalan.

3. Kenegerian van Karo Kampung, meliputi lima Kenegerian, yakni : Kenegerian Lingga (Tigalingga), Kenegerian Tanah Pinem, Kenegerian Pegagan Hilir, Kenegerian Juhar Kedupan Manik, dan Kenegerian Lau Juhar.

3.3 Dairi Masa Pendudukan Jepang

Setelah jatuhnya Hindia Belanda atas pendudukan Jepang pada 23 Maret 1942, maka pemerintahan Belanda digantikan oleh militerisme Jepang. Niat Jepang untuk menguasai wilayah Asia Pasifik tampak pada semboyan yang berbunyi Dai Nippon yang artinya delapan penjuru dunia. Disamping itu akibat dari berhasilnya politik pembaharuan mereka yaitu Restorasi Meiji, maka Jepang mulai menguasai negara dan pulau-pulau kecil di sekeliling Jepang dan Tiongkok.

Sejak masuknya kekuasaan Jepang dibentuklah pasukan Kolone Kelima Jepang yang dikenal dengan nama fujiwara kikan (barisan F) yang bertugas untuk mengadakan kontak kerja sama dengan tokoh-tokoh nasionalis Indonesia. Hal ini


(42)

diterima oleh Indonesia mengingat janji Jepang dalam kemakmuran bersama Asia Timur Raya. Sejak itu berdiri badan-badan pemerintahan Jepang, di Jawa dikenal dengan nama batavia tokubetsu syico (Pemimpin Kota Istimewa Batavia) yaitu kotapraja.

Di Sumatera pemerintah militer Jepang membentuk 10 syu (keresidenan) yang terdiri atas bunsyu (sub keresidenan). Keresidenan itu antara lain Aceh, Sumatera Timur, Sumatera Barat, Riau, Bengkulu, Jambi, Palembang, Lampung, dan Bangka Beliton21

1. Demang diganti menjadi guntyo .

Pada masa pendudukan Jepang pada dasarnya hampir tidak mengalami perubahan yang prinsipil dalam sususan pemerintahan di Dairi. Hal ini disebabkan perhatian Jepang yang lebih terpusat pada Perang Asia Timur Raya. Hanya saja istilah dan nama-nama jabatan yang dibuat oleh pemerintahan Belanda dulu diganti menurut istilah dan nama-nama Jepang, di antaranya :

2. Asisten demang diganti dengan huku-guntyo 3. Kepala negeri diganti dengan bun-dantyo 4. Kepala kampung diganti dengan kuntyo

5. Keresidenan diganti menjadi syuu dan residen disebut Syuu-tyo 6. Kabupaten diganti menjadi ken dan bupati disebut ken-tyo 7. Kewedanan diganti menjadi gun dan wedana disebut gun-tyo 8. Kecamatan diganti menjadi son dan camat disebut son-tyo

21


(43)

Hal yang menarik pada masa pemerintahan Jepang adalah wilayah provinsi dihapus dan wilayah keresidenan menjadi pemerintahan daerah yang tertinggi. Hal ini berarti pembagian onder-distrik yang dibuat oleh Belanda masih dipakai pada masa kekuasaan Jepang.

Secara umum pemerintahan Bala Tentara Jepang membagi wilayah Indonesia ke dalam 3 bagian, yaitu :

1. Daerah yang meliputi Jawa, berada di bawah kekuasaan angkatan darat yang berkedudukan di Jakarta.

2. Daerah yang meliputi pulau Sumatera, berada di bawah kekuasaan angkatan darat yang berkedudukan di Tebing Tinggi.

3. Daerah-daerah lainnya berada di bawah kekuasaan angkatan laut yang berkedudukan di Makasar.

3.4 Dairi Pasca Kemerdekaan

Setelah kemerdekaan diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945, maka pasal 18 UUD 1945 menghendaki dibentuknya undang-undang yang mengatur tentang pemerintahan daerah sehingga sebelum undang-undang tersebut dibentuk oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia dalam rapatnya tanggal 19 Agustus 1945 menetapkan daerah Republik Indonesia untuk sementara dibagi atas 8 provinsi yang masing-masing dikepalai oleh seorang gubernur. Daerah provinsi dibagi dalam keresidenan yang dikepalai seorang residen. Gubernur dan residen dibantu oleh Komite Nasional Daerah (KND). Sesuai dengan Undang-Undang No. 1 tahun 1945,


(44)

maka di Dairi dibentuk KND untuk mengatur Pemerintah dalam mengisi kemerdekaan dengan susunan sebagai berikut :

Ketua umum : Jonathan Ompu Tording Sitohang Ketua I : Djauli Manik

Ketua II : Noeh Hasibuan Ketua III : Raja Elias Ujung Sekretaris I : Tengku Lahuami

Sekretaris II : Gr. Gindo Muhammad Arifin Bendahara I : Mula Batubara

Bendahara II : St. Stepanus Sianturi22

Untuk melengkapi dan menampung aspirasi rakyat Dairi dipilih anggota komisi sebanyak 35 orang yang tersebar di daerah Dairi dan di setiap kewedanan dibentuk pula Pembantu KND. Tugas utama dari KND, yaitu mempersiapkan Dairi merupakan salah satu wilayah yang merupakan gabungan dari beberapa daerah kerajaan yang diperintah oleh raja secara turun-temurunan dengan sistem otokrasi. Dengan dicetuskannya proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, maka rakyat yang dulunya tidak dibenarkan buka suara terhadap apa yang dikatakan penguasa, kini telah sadar dan berkeinginan agar segera diadakan perubahan dalam sistem pemerintahan, yaitu digantikannya sistem otokrasi dengan sistem demokrasi.

22


(45)

pemilihan Dewan Negeri, menyelesaikan pemilihan kepala kampung, dan membentuk pemerintahan dan badan perjuangan.

Agresi Militer Belanda sangat mempengaruhi jalannya pemerintahan Republik Indonesia dan mengganggu ketentraman bangsa Indonesia, maka aparat pemerintah perlu distabilkan guna mencegah provokasi dari Belanda. Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah tetap waspada menghadapi setiap perundingan yang diadakan dan disetujui oleh kedua belah pihak antara Indonesia dengan Belanda23

Berdasarkan surat Residen Tapanuli No. 1256 tanggal 12 September 1947, maka ditetapkanlah Paulus Manurung sebagai Kepala Daerah Tingkat II pertama di Kabupaten Dairi yang berkedudukan di Sidikalang terhitung mulai 1 Oktober 1947.

. Pada tanggal 6 Juli 1947, Agreasi Militer Belanda I telah menduduki Sumatera Timur sehingga masyarakat Dairi yang ada di Sumatera Timur mengungsi kembali ke Dairi. Demikian juga halnya dengan masyarakat asal Tapanuli yang ada di Sumatera Timur kembali ke daerahnya. Untuk melancarkan pemerintahan serta menghadapi perang melawan Agresi Belanda, maka Residen Tapanuli Dr. Ferdinan Lumbang Tobing selaku Gubernur Militer Sumatera Timur dan Tapanuli menetapkan Residen Tapanuli menjadi empat kabupaten, yaitu Kabupaten Dairi, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Humbang, dan Kabupaten Silindung.

23

Perundingan-Perundingan itu seperti : Perjanjian Linggarjati pada 15 November 1946 di Istana Merdeka Jakarta, Perjanjian Renville pada 17 Januari 1948 di atas kapal Renville milik Amerika, Perjanjian Roem-Royen pada 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes Jakarta, dan Sidang Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 23 Agustus 1949 di Ridderzaal Den Haag, Belanda.


(46)

Oleh sebab itu 1 Oktober 1947 ditetapkan menjadi hari jadi Kabupaten Dairi 24

Untuk menyusun strategi melawan Agresi Militer Belanda, maka Mayor Slamat Ginting selaku Komandan Sektor III sub Teritorium VII memanggil Gading Barklomeus Pinem dan J. S Meliala ke Kampung Jandi Tanah Karo. Berdasarkan

dengan mempunyai tiga wilayah kewedanan, yaitu :

1. Kewedanan Sidikalang, terdiri dari Kecamatan Sidikalang dipimpin oleh Camat Tahir Ujung; dan Kecamatan Sumbul dipimpin oleh Camat Mangaraja Lumban Tobing. Sebagai wedana diangkat Jonathan Ompu Tording.

2. Kewedanan Simsim, yaitu Kecamatan Kerajaan dipimpin oleh Kisaran Massy Maha; dan Kecamatan Salak dipimpin oleh Camat Poli Karpus Panggabean. Kewedanaan ini dipimpin Jonathan Ompu Tording.

3. Kewedanan Karo Kampung, meliputi Kecamatan Tigalingga dipimpin oleh Camat Ngapit David Tarigan; dan Kecamatan Tanah Pinem dipimpin oleh Camat Johannes Pinem. Kewedanaan ini dipimpin oleh Gading Barklomeus Pinem.

Menjelang Agresi Militer Belanda II pada 23 Desember 1948, maka hampir seluruh wilayah Indonesia dapat dikuasai kembali oleh Belanda, demikian juga halnya di Dairi. Pada tanggal 23 Desember 1948 Belanda telah berhasil menduduki Kota Sidikalang dan Tigalingga sehingga saat itu Kepala Daerah Tingkat II Dairi Paulus Manurung menyerah, sedangkan sebagian masyarakat serta pegawai pemerintahan mengungsi dari Kota Sidikalang ke untuk menghindari serangan Belanda.

24


(47)

Surat Perintah Komandan Sektor III sub Teritorium VII tanggal 11 Januari 1949 Nomor 2/PM/1949 diangkatlah G. B Pinem sebagai Kepala Pemerintahan Militer di Dairi dan J. S Meliala sebagai sekretarisnya.

Untuk lebih menyempurnakan Pemerintahan Militer menghadapi Agresi Belanda, maka Dairi dimekarkan dari enam kecamatan menjadi dua belas kecamatan, diantaranya Kecamatan Sidikalang, Kecamatan Sumbul, Kecamatan Parbuluan, Kecamatan Silalahi Paropo, Kecamatan Pegagan Hilir, Kecamatan Tigalingga, Kecamatan Gunung Sitember, Kecamatan Tanah Pinem, Kecamatan Silima Pungga-Pungga, Kecamatan Siempat Nempu, Kecamatan Kerajaan, dan Kecamatan Salak.

Setelah penyerahan kedaulatan wilayah Indonesia oleh Belanda, maka Pemerintahan Militer Dairi kembali kepemerintahan sipil dan Jonathan Ompu Tording Sitohang diangkat menjadi Kepala Pemerintahan Dairi pada tanggal 10 Desember 1949. Sejak itu pula daerah Dairi diciutkan dari 12 kecamatan menjadi 8 kecamatan dengan tujuan agar Belanda lebih mudah mengontrol Dairi.

1. Kecamatan Sidikalang ibukotanya Sidikalang, dipimpin Asisten Wedena M. Bakkara.

2. Kecamatan Sumbul ibukotanya Sumbul, dipimpin oleh Asisten Wedena Bonipasius Simangunsong.

3. Kecamatan Salak ibukotanya Salak, dipimpin oleh Asisten Wedena Poli Karpus Panggabean.

4. Kecamatan Kerajaan ibukotanya Sukaramai, dipimpin oleh Asisten Wedena Wal Mantas Habeahan.


(48)

5. Kecamatan Silima Pungga-Pungga ibukotanya Parongil, dipimpin oleh Asisten Wedena Alex Sitorus.

6. Kecamatan Siempat Nempu ibukotanya Buntu Raja, dipimpin oleh Asisten Wedena Urbanus Rajagukguk.

7. Kecamatan Tigalingga ibukotanya Tigalingga, dipimpin oleh Asisten Wedena Gayur Silaen.

8. Kecamatan Tanah Pinem ibukotanya Kuta Buluh, dipimpin oleh Asisten Wedena Ngapid David Tarigan.

Setelah situasi dan kondisi Indonesia kembali normal dari pergolakan Agresi Militer serta dengan adanya pengakuan kedaulatan tahun 1948, maka sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 yaitu Undang-Undang Pokok tentang Pemerintahan Daerah yang sebenarnya telah mulai berlaku sejak diumumkan pada 1 April 1950 bahwa semua kabupaten yang dibentuk sejak Agresi Militer I dan Agresi Militer II harus kembali dilebur mengingat situasi dan kondisi yang belum stabil, sehingga Kabupaten Dairi harus menjadi bagian dari Kabupaten Tapanuli Utara, yang mana struktur pemerintahan Kabupaten Dairi serta pemulihan keamanan tetap terdiri dari 8 kecamatan, kewedanan dihapus, kenegerian dan kampung berjalan sebagaimana mestinya.

Rupanya peleburan ini menimbulkan rasa tidak senang dari masyarakat Dairi karena mereka merasa bahwa Dairi memiliki kebudayaan sendiri sebagai salah satu sub suku Batak dan memiliki letak geografis yang strategis sehingga mudah untuk


(49)

melakukan hubungan lalu lintas dan ekonomi dengan Kota Medan dari pada ke Tapanuli Utara.

Akibat dari peleburan ini maka masyarakat Dairi dan tokoh masyarakat berjuang dalam satu tekad meminta kepada pemerintah pusat, melalui Provinsi Sumatera Utara, agar keinginan menjadi Daerah Otonom Tingkat II Dairi segera disetujui dengan berdasarkan pada Undang-Undang. Aspirasi dan keinginan masyarakat Dairi untuk memperjuangkan daerahnya sebagai kabupaten yang berotonom tetap tumbuh dan berkembang sejak tahun 1958.

Ketika timbulnya peristiwa Pemberontakan Rakyat Revolusioner Indonesia (PRRI) pada 1958 mengakibatkan terputusnya hubungan antara Sidikalang ibukotanya Dairi dengan Tarutung sebagai ibukotanya Tapanuli Utara yang pada saat itu Daerah Tapanuli merupakan salah satu daerah yang terkena pemberontakan sehingga jalannya pemerintahan menjadi lambat. Maka untuk menjaga kevakuman jalannya pemerintahan Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara, Ulung Sitepu, mengeluarkan Surat Perintah Nomor 656/UPS/1958 tanggal 28 Agustus 1958 dengan menetapkan daerah Dairi menjadi wilayah administratif yaitu coordinator-schaap, yang secara langsung berurusan dengan Provinsi Sumatera Utara. Untuk mengisi coordinator-schaap di Kabupaten Dairi ditunjuk Nasib Nasution sebagai pimpinan (Pati pada Kantor Gubernur Sumatera Utara).

Berkat kemauan masyarakat Dairi yang menginginkan Daerah Dairi menjadi Otonomi Daerah Tingkat II, maka pada tahun 1958 diutuslah dua orang putra Dairi yaitu Dairi Solin dan S. P Bintang ke Jakarta untuk menyampaikan keinginan itu agar dapat disetujui. Aspirasi dan tuntutan tersebut terus berkembang sampai tahun 1964


(50)

dalam bentuk melakukan musyawarah di Sidikalang mengenai sikap tegas terhadap PRRI, menarik sebagian rakyat Dairi kepangkuan TNI yang sah, dan membentuk Panitia Permanen Penuntut Kabupaten Dairi. Akhirnya pertimbangan persetujuan otonomi daerah diproses dengan melakukan pertemuan terhadap beberapa pejabat daerah, seperti Dr. F. Lumban Tobing, Ketua Dewan Nasional (R. Abd. Gani), Kepala Infeksi Umum Sekolah Menengah Atas (Hutahuruk), dan Menteri Dalam Negeri (Sanusi Hardjadinata).

Untuk mendapatkan persetujuan ini rakyat Dairi harus sabar menunggu keputusan dari pemerintah pusat karena untuk merubah ataupun menyetujui suatu daerah menjadi kabupaten tentunya harus mempunyai landasan hukum secara yuridis formal dengan berdasarkan pada pasal 18 UUD 1945, bahwa pembagian wilayah Negara Indonesia ditentukan atas dasar besar dan kecilnya susunan pemerintahannya25

25

Bappeda Sumatera Utara, Sumatera Utara Membangun, Medan: Percetakan Offset Sakti, 1976, hal.350.

.

Maka atas pertimbangan di atas dan karena tuntutan rakyat Dairi telah sampai ke pusat, maka Menteri Dalam Negeri Sanusi Hardjadinata mengadakan kunjungan sekaligus meninjau daerah Dairi secara langsung. Di Sidikalang Sanusi Hardjadinata mengadakan pertemuan dengan seluruh rakyat dan para pajabat Dairi Rambia Muda Aritonang dan P.R Talaumbanua di depan Gedung Nasional Sidikalang. Dalam pertemuan itu Sanusi Hardjadinata memberikan harapan bahwa pemerintah merestui daerah Dairi menjadi kabupaten.


(51)

Akhirnya pertimbangan persetujuan otonomi daerah Dairi diproses kembali setelah Sanusi Hardjadinata kembali ke Jakarta. Melalui Sidang DPR Republik Indonesia dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1964 Tanggal 13 Februari 1964 tentang pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi yang berlaku surut sejak 1 Januari 196426

Dairi resmi menjadi sebuah Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi dengan ibukotanya Sidikalang. Peresmian ini dilakukan oleh Gubernur KDH Provinsi Sumatera Utara Ulung Sitepu pada 2 Mei 1964 di Gedung Nasional Sidikalang. Kemudian berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1964 tentang wilayah kecamatan di Kabupaten Dairi, maka Dairi pada saat pembentukannya dibagi atas 8 kecamatan

, yaitu bahwa Kabupaten Dairi menjadi daerah otonomi yang terpisah dari Tapanuli Utara serta berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

27

26

Lihat Lampiran II 27

Bappeda Sumatera Utara, loc.cit.

, yaitu Kecamatan Sidikalang ibukotanya Sidikalang, Kecamatan Sumbul ibukotanya Sumbul, Kecamatan Tigalingga ibukotanya Tigalingga, Kecamatan Tanah Pinem ibukotanya Kutabulu, Kecamatan Salak ibukotanya Salak, Kecamatan Kerajaan ibukotanya Sukarame, Kecamatan Silima Pungga-Pungga ibukotanya Paronggil, dan Kecamatan Siempat Nempu ibukotanya Bunturaja.


(52)

BAB IV

PEMERINTAHAN KABUPATEN DAIRI MASA PELAKSANAAN

PEMBANGUNAN (1964-2005)

4.1 Struktur Organisasi Pemerintahan Dairi

Dalam upaya peningkatan tugas dan tanggung jawab di segala bidang demi tercapainya pembangunan, memperlancar administrasi pemerintahan, meningkatkan koordinasi sistem kerja pemerintahan, maka dibentuk susunan/struktur organisasi dalam tata kerja pemerintahan. Susunan organisasi ini dibentuk berdasarkan bakat dan kemampuan yang dimilikinya. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada bagan berikut ini :


(53)

Bupati dan Wakil Bupati

Pada awal berdirinya Kabupaten Dairi sistem pemilihan kepala daerah ditetapkan dan diberhentikan oleh Residen Tapanuli Utara,mengingat pada masa itu Dairi masih dalam keadaan pemberontakan PRRI. Pemilihan ini hanya berlangsung sampai masa Kepala Pemerintahan Militer Gading Barkholomeus Pinem. Bupati Mayor Raja Nembah Maha adalah Bupati Dairi pertama yang dipilih berdasarkan hasil pemilihan Badan Legislatif DPRD Dairi, selanjutnya pemilihan ini dilakukan secara demokratis yaitu pemilhan umum (1971) mulai dari Letkol Pol. V. I. Silalahi hingga masa periode I Bupati Dr. M. P. Tumanggor sedangkan periode II dipilih langsung oleh Badan Legislatif DPRD Dairi.

Sebagai kepala daerah bupati berfungsi sebagai kordinator dari pelaksanaan tugas masing-masing departemen sebagai mana yang terdapat pada penetapan Presiden No.6/1959 yang kemudian disempurnakan dalam UU No.5/1965 serta UU No.5/1974, mengenai tugas dan kedudukan kepala daerah28

28

R. Joeniarto, S.H, Perkembangan Pemerintahan Lokal, Bandung: Penerbit Alumni, 1976, hal.150.

. Maka dari itu tugas dan wewenang bupati adalah : (a) memimpin penyelenggaraan pemerintah daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD); (b) mengajukan rancangan peraturan daerah (PERDA); (c) menetapkan PERDA yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD; (d) menyusun dan mengajukan rancangan PERDA tetap anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama; (e) mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah seperti memegang teguh dan mengamalkan


(54)

pancasila; (f) meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan memberikan ketentraman dan ketertiban masyarakat; (g) mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan apabila kepala daerah tersandung masalah, seperti korupsi maka bupati harus mencari kuasa hukumnya dalam pengadilan dan urusan pemerintahannya; (h) dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; (i) dan melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dalam menjalankan pemerintahan bupati didampingi oleh wakil bupati dengan tugas; (a) membantu kepala daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah dan mengkoordinasikan kegiatan instansi vertikal di daerah; (b) memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan kabupaten, kecamatan, kelurahan, dan desa bagi wakil kepala daerah kabupaten/kota; (c) memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam menyelenggarakaan kegiatan pemerintah daerah; (d) melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan lainnya yang diberikan oleh kepala daerah; (e) dan melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah berhalangan.

Untuk wilayah kabupaten tentang pedoman tugas, fungsi, dan struktur organisasi Kepala Daerah disusun dalam Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 2004 Pasal 42 tentang Pemerintahan Daerah.

Untuk mengetahui nama-nama pejabat Bupati dan Ketua DPRD yang pernah menjabat di Daerah Tingkat II Kabupaten Dairi 1964-2005, akan dijelaskan pada tabel di bawah ini :


(55)

Tabel 5

Daftar Nama Bupati Kabupaten Dairi 1964-2005

No Nama Jabatan Masa Jabatan

1 Paulus Manurung Kepala Pemerintahan

Militer Dairi

1947 ( Surat Residen Tapanuli no.1256 tanggal

12 September 1947)

2 Gading Barkholomeus Pinem Kepala Pemerintahan

Militer Dairi

1949 ( Surat Perintah Komandan Sektor III sub Teritorium VII tanggal 11

Januari 1949 no.2/PM/1949 )

3 Mayor Raja Nembah Maha Bupati KDH Dairi 1964-1966

4 Letkol Pol. V.I. Silalahi Bupati KDH Tk.II

Dairi

1970-1974

5 Drs. Mula Tua Pardede Bupati KDH Tk.II

Dairi

1974-1979

6 Drs. Tumpak Manurung Bupati KDH Tk.II

Dairi

1979-1984

7 Poltak Panggabean S.H Bupati KDH Tk.II

Dairi

1984-1989

8 Drs. John Peternus Asal

Silalahi

Bupati KDH Tk.II Dairi

1989-1993 (meninggal dunia tahun 1993 dan digantikan oleh Drs. H.

Zakaria Yahya Lafau)

9 Drs. Sabam Isodorus

Sihotang

Bupati KDH Tk.II Dairi

1994-1999

10 Dr. M. P. Tumanggor Bupati Dairi 1999-2004

11 Dr. M. P. Tumanggor Bupati Dairi 2004-2009


(56)

Sekretariat Daerah

Sekretariat Daerah mempunyai tugas membantu bupati dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, administrasi, organisasi dan ketatalaksanaan, serta memberikan pelayanan administrasi kepada seluruh perangkat daerah. Sekretariat Daerah membawahi Asisten Tata Praja, Asisten Administrasi Pembangunan, dan Asisten Administrasi Umum.

Kecamatan

Kecamatan sudah ada sejak masa penjajahan Belanda dengan sebutan kenegerian hingga sekarang (lihat halaman 28). Sebelum keluarnya undang-undang otonomi daerah, camat dipilih langsung oleh gubernur, namun sejak otonomi daerah (1999) disahkan camat dipilih oleh bupati. Kecamatan yang dipimpin oleh camat mempunyai tugas membantu bupati dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan di wilayah kecamatan, serta melaksanakan tugas pemerintahan lainnya yang tidak termasuk dalam tugas perangkat daerah atau instansi lainnya di kecamatan. Kecamatan membawahi Kelompok Jabatan Fungsional dan Sekretariat Kecamatan.

Kelurahan

Suatu kelurahan dapat dimekarkan apabila menangungi lebih kurang dari 5 desa dan juga harus memiliki sumber daya alam dalam memenuhi kebutuhan daerahnya. Awalnya jabatan lurah dipilih oleh masyarakat Kabupaten Dairi dengan kemampuan dan kewibawaan seorang dalam memimpin dan berinteraksi dengan masyarakat, namun sekarang lurah diangkat atas penghujukan dari camat dan


(57)

disahkan oleh bupati. Kelurahan yang dipimpin oleh seorang lurah mempunyai tugas membantu camat dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pembinaan kemasyarakatan di kelurahan, serta melaksanakan tugas pemerintahan lainnya yang tidak termasuk dalam tugas perangkat daerah atau instansi lainnya di kelurahan. Kelurahan membawahi Sekretariat Kelurahan.

Dinas-Dinas

Awal berdirinya Kabupaten Dairi (1964) dinas-dinas yang ada di Kabupaten Dairi terbagi atas : Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi, Dinas Tenaga Kerja dan Sosial, Dinas Kebudayaan, Pariwisata, dan Perhubungan, Dinas Pertambangan, Dinas Pendapatan, dan Dinas Pasar. Kemudian pada 1980-an hingga 2005 dinas bertambah menjadi empat yaitu Dinas Prasarana Wilayah, Dinas Pemukiman, Dinas Lingkungan Hidup, dan Dinas Kebersihan.

Badan dan Kantor

Badan dan Kantor di Kabupaten Dairi tahun 1964 terbagi atas : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Badan Pengawasan Daerah, Badan Pusat Statistik, Badan Kepegawaian Daerah, Kantor Catatan Sipil, Kantor Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kantor Penertiban Umum, dan Kantor Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat. Seiring bertambahnya jumlah penduduk, maka sekitar awal tahun 1980-an Badan dan Kantor bertambah, seperti Kantor Kependudukan, Kantor Keluarga Berencana, dan Badan Informasi dan Komunikasi. Dengan


(58)

melaksanakan tugas tertentu yang karena sifatnya tidak tercakup oleh sekretariat daerah (SEKDA) dan dinas daerah kabupaten/kota.

Lembaga Pemerintahan Non Departemen/ Instansi

Lembaga Pemerintahan Non Departemen/Instansi terdiri dari : Lembaga Permasyarakatan Kabupaten Dairi. Ketika Pemerintah Kabupaten Dairi sedang giat-giatnya meningkatkan mutu pendidikan maka pemerintah membangun perpustakaan daerah untuk memudahkan memperoleh informasi pengetahuan yang diresmikan pada tahun 2002.

Sejalan dengan perkembangannya kedudukan dinas daerah dan lembaga teknis daerah (badan dan kantor) di Kabupaten Dairi sebagai unsur pelaksana otonomi daerah, maka pedoman pengaturan tentang tugas, fungsi, maupun struktur organisasi Dinas Daerah haruslah terencana dan tersusun sedemikian rupa dalam Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2003 Pasal 9 dan 10 tentang Organisasi Perangkat Daerah.

4.2 Sistem dan Penyelenggaraan Pemerintahan

Sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk di Kabupaten Dairi, maka meningkat pula kegiatan pembangunan dan volume tugas pemerintahan Kabupaten Dairi. Untuk lebih mengefektifkan pembangunan wilayah Kabupaten Dairi yang awalnya 8 kecamatan dibentuklah 4 perwakilan kecamatan baru sebagai pemekaran dari 4 kecamatan yang siap dimekarkan, yaitu :

1. Perwakilan Kecamatan Parbuluan dengan ibukotanya Sigalingging, sebagai pemekaran dari Kecamatan Sidikalang.


(59)

2. Perwakilan Kecamatan Pegagan Hilir dengan ibukotanya Tigabaru, sebagai pemekaran dari Kecamatan Tigalingga.

3. Perwakilan Kecamatan Siempat Nempu Hulu dengan ibukotanya Silumboyah, sebagai pemekaran dari Kecamatan Siempat Nempu.

4. Perwakilan Kecamatan Siempat Nempu Hilir dengan ibukotanya Sopo Butar, sebagai pemekaran dari Kecamatan Siempat Nempu.

Untuk dapat membentuk kecamatan yang baru, maka proses pembentukan kecamatan diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.138-210 Tahun 1982 tentang Tata Cara Pembentukan Kecamatan dan Perwakilan Kecamatan maupun Surat Edaran Mendagri No.138/2603/PUOD tanggal 7 Juli 1981, perihal : Prosedur Penyelesaian masalah pembentukan Wilayah Kecamatan, dengan syarat wilayah tersebut harus memliki kemampuan ekonomi, jumlah penduduk, luas daerah, pertahanan dan keamanan nasional, dan syarat-syarat lain yang memungkinkan daerah melaksanakan pembangunan, pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah yang nyata dan bertanggungjawab.

Dalam rangka pembinaan dan pengawasan di wilayah kecamatan/perwakilan kecamatan dan berdasarkan Keputusan Dalam Negeri No.136.22-310 tanggal 9 April 1985 tentang Pembentukan Wilayah Kerja Pembantu Bupati KDH Tingkat II Dairi dan Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara No.061.1-2384 tentang Pembentukan Pembantu Bupati KDH Tingkat II Dairi wilayah I dan II, maka dibentuklah 2 kantor pembantu Bupati KDH Tingkat II Dairi.

Adapun pembagian wilayah pembantu Bupati KDH Tingkat II Dairi saat itu, sebagai berikut :


(60)

a. Wilayah I yang berpusat di Sumbul, terdiri dari Kecamatan Sidikalang, Kecamatan Sumbul, Kecamatan Salak, Kecamatan Kerajaan, dan Perwakilan Kecamatan Parbuluan.

b. Wilayah II yang berpusat di Sidikalang, terdiri dari Kecamatan Tigalingga, Kecamatan Tanah Pinem, Kecamatan Silma Pungga-Pungga, Kecamatan Siempat Nempu, Perwakilan Kecamatan Siempat Nempu Hulu, Perwakilan Siempat Nempu Hilir, dan Perwakilan Kecamatan Pegagan Hilir.

Setelah melalui proses pembinaan dan pengawasan seperti memonitoring dan mengevaluasi semua kegiatan daerah yang dilakukan selama setahun kinerja pemerintah berjalan serta memberikan penyuluhan khususnya mengenai pertanian dalam pertemuan masyarakat dengan tokoh kecamatan yang akan dimekarkan dan dapat memenuhi persyaratan ada beberapa perwakilan kecamatan yang ditetapkan statusnya menjadi kecamatan yang defenitif29

Sejalan dengan perkembangan zaman dan banyaknya daerah yang ingin dimekarkan pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang

diantaranya adalah (1) Kecamatan Parbuluan dengan berdasarkan Peraturan Pemerintah No.50 tahun 1991 dan diresmikan oleh Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara tanggal 30 Oktober 1991 di Sigalingging; (2) Kecamatan Siempat Nempu Hilir, Siempat Nempu Hulu, dan Pegagan Hilir dengan berdasarkan Peraturan Pemerintah No.35 tahun 1992 dan diresmikan secara terpusat oleh Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara pada tanggal 19 Oktober 1992 di Kecamatan Pagaran, Kabupaten Tapanuli Utara.

29


(61)

Pemerintahan Daerah atau yang biasa disebut dengan Undang-Undang Otonomi Daerah. Setelah undang-undang ini diterapkan di daerah-daerah Indonseia, maka sesuai dengan pasal 66 ayat 6 maka pembentukan kecamatan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Jika dilihat dari syarat pembentukan kecamataan tidak banyak terdapat perubahan yang signifikan hanya saja pada undang-undang sebelumnya daerah yang dimekarkan harus melalui dan diresmikan langsung oleh gubernur, sedangkan sekarang langsung dapat diresmikan oleh bupati daerah.

Mengawali berlakunya otonomi daerah di Kabupaten Dairi aspirasi masyarakat yang telah lama tumbuh meminta untuk dapat segera membentuk kecamatan yang baru. Ada 4 Kecamatan yang dimekarkan di Kabupaten Dairi, diantaranya : (1) dengan berdasarkan Peraturan Daerah No.33 tahun 2000 tentang Pembentukan Kecamatan Lae Parira yang diresmikan Bupati Dairi pada 13 Pebruari 2001 di Lae Parira; (2) Kecamatan Sitelu Tali Urang Jahe yang diresmikan Bupati Dairi pada 15 Pebruari 2001 di Sibande; (3) berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Dairi No.15 tahun 2002 tentang Pembentukan Kecamatan Berampu yang diresmikan oleh Bupati Dairi pada tanggal 10 April 2003 di Desa Berampu; (4) Kecamatan Gunung Sitember pada 11 Maret 2003 di Desa Gunung Sitember.

Seperti yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya bahwa Suku Pakpak adalah penduduk asli yang mendiami daerah Kabupaten Dairi. Namun secara kuantitas jumlah mereka berada di bawah suku-suku lain yang ada di Kabupaten Dairi, khususnya Suku Batak Toba. Demikian juga dalam penggunaan unsur-unsur budaya Pakpak di Dairi semakin berkurang, misalnya keengganan memakai marga asli Pakpak dengan mengganti marga lain. Selain itu, perbedaan pandangan yang


(1)

Daerah berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri termasuk di dalamnya struktur organisasi pemerintahan dan pemekaran wilayah. Berdasarkan hasil penelitian, dari tahun 1964-2005 Kabupaten Dairi terbagi atas 15 Kecamatan, 8 Kelurahan, dan 148 Desa.

Ketiga, dalam pelaksanaan pembangunan daerah hingga 2005 Kabupaten Dairi masih dapat dikatakan berjalan lambat. Ini dapat dibuktikan dengan kurangnya pendidikan yang diperoleh anak-anak di sekolah. Hal ini dikarenakan kurangnya penyuluhan pemerintahan terhadap pendidikan kepada masyarakat sehingga mayoritas pendidikan masyarakat Kabupaten Dairi masih pada tingkat SLTP. Selain itu, sarana transportasi dan jalan raya di Kabupaten Dairi masih sangat minim.

Susahnya transportasi yang didapat dan banyaknya jalan raya yang rusak membuat masyarakat susah dan lambat melakukan aktifitas untuk mencapai daerah yang satu ke daerah yang lain. Segi pariwisata juga masih sangat lambat untuk dipromosikan oleh pemerintah Dairi ke luar daerah akibatnya banyak orang lain yang belum tau apa saja pariwisata yang terdapat di Kabupaten Dairi.

5.2 Saran

Dengan melihat kesimpulan di atas, maka penulis memberikan saran baik kepada pemerintah Kabupaten Dairi maupun masyarakat, berikut ini :

Pertama, pemerintah harus bekerja lebih keras lagi untuk meningkatkan kinerja dalam pelaksanaan pembangunan supaya taraf kehidupan dan pendidikan masyarakat Dairi menjadi meningkat. Yang harus diperbaiki adalah pemerintah perlu


(2)

globalisasi tanpa harus bersekolah di luar Kabupaten Dairi. Segi bangunan dan fasilitas sekolah juga turut diperhatikan pemerintah. Masih terdapat gedung sekolah yang belum diperbaiki dan minimnya fasilitas seperti komputer dan laboratorium bagi jurusan pengetahuan alam.

Kedua, pemerintah Kabupaten Dairi perlu melakukan perbaikan jalan raya ke semua daerah yang jalannya masih berbatu, berlubang dan ditimbun tanah. Transportasi juga perlu ditambah hingga ke daerah-daerah terpencil untuk memudahkan akses menuju kesana.

Ketiga, perlu dilakukan promosi-promosi pariwisata yang ada di Kabupaten Dairi ke luar daerah baik melalui media Televisi, Koran, bahkan media jejaring internet. Selain itu pemerintah juga membuat dokumen khusus mengenai pariwisata agar kelak dapat memberikan informasi bagi masyarakat dan siswa/mahasiswa yang membutuhkan data.

Keempat, untuk melaksanakan kesemuanya ini pemerintah juga memerlukan kerja sama masyarakat dan sama-sama bekerja dalam meningkatkan pembangunan daerah. Tanpa bantuan dan kerja sama masyarakat semua ini mustahil dapat berjalan dengan baik. Misalnya menerapkan pola hidup yang baik, melestarikan hutan lindung tanpa menebang hutan dengan seenaknya, dan menciptakan keamanan dan kenyaman bagi turis asing dan lokal yang ingin berwisata di Kabupaten Dairi.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Kabupaten Dairi, Kabupaten Dairi Dalam Angka Tahun 1985. Badan Pusat Statistik Kabupaten Dairi, Kabupaten Dairi Dalam Angka Tahun 1993. Badan Pusat Statistik Kabupaten Dairi, Kabupaten Dairi Dalam Angka Tahun 1997. Badan Pusat Statistik Kabupaten Dairi, Kabupaten Dairi Dalam Angka Tahun 2000. Badan Pusat Statistik Kabupaten Dairi, Kabupaten Dairi Dalam Angka Tahun 2005. Bappeda Kabupaten Dairi.

Bappeda Sumatera Utara. 1976. Sumatera Utara Membangun. Medan: Percetakan Offset Sakti.

Berutu, Lister dan Nurbani Padang. 2006. Tradisi dan Perubahan Konteks Masyarakat Pakpak. Medan: Grasindo Monoratama.

Buku Kerja Pemerintah Kabupaten Dairi 2010. Buku Kerja Pemerintah Kabupaten Dairi 2010.

Buletin Bakohumas Kabupaten Dairi, Edisi Khusus 2009. Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi, 1985.

Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi, 2005.

Gotschalk, Louis. 1975. Mengerti Sejarah, Terjemahan Nugroho Notosusanto. Jakarta: UI Press.

Joeniarto, R. 1976. Perkembangan Pemerintahan Lokal. Bandung: Penerbit Alumni. Kartodirjo, Sartono. 1975. Sejarah Nasional, Jilid VI. Jakarta: Departemen P&K.


(4)

Lubis, Solly. 1983. “Perkembangan Garis Politik dan Perundang-Undangan Mengenai Pemerintahan di Daerah di Indonesia dan garis Besar Pelaksanaannya di Sumatera Utara”. Medan : Fakultas Hukum USU.

M, Benjamin Tibalan. 1996. “Pemilihan Umum 1971 di Kabupaten Dairi: Legilitas Moral dan Pelaksanaan Orde Pembangunan”. Skripsi S1. Medan: Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra USU.

Nasution, Faisal Akbar. 2003. Dimensi Hukum Dalam Pemerintahan Daerah: Kajian Kritis Atas UU No.22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999. Medan: Pustaka Bangsa Press.

Nurcholis, Hanif. 2007. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Soedewo, Ery, dkk. 2009. Situs dan Objek Arkeologi di Kabupaten Pakpak Bharat dan Kabupaten Dairi Provinsi Sumatera Utara. Medan: Balai Arkeologi Medan.

Spillane dan J. James. 1994. Pariwisata Indonesia Siasat Ekonomi dan Rekayasa Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius.

Supranto, J. 1986. Metode Riset: Aplikasinya Dalam Pemasaran Edisi Empat. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.

Suprayitno. 2001. Mencoba (Lagi) Menjadi Indonesia. Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia.

Suwarno, P.J. 1989. Sejarah Birokrasi: Pemerintahan Indonesia Dahulu dan Sekarang. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Syani, Abdul. 1985. Sosiologi dan Perubahan Masyarakat. Jakarta: Pustaka Jaya. Wahyudi, dkk. 2002. Etnis Pakpak Dalam Fenomena Pemekaran Wilayah:

Mempertanyakan Partisipasi Politik Perempuan Dalam Masyarakat Adat. Sidikalang: The Asia Foundation dan Yayasan Sada Ahmo.


(5)

DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Abdinar J. Tamba Umur : 38 Tahun

Pendidikan : Sarjana Sosial S1

Pekerjaan : Kepala Sub Bagian Kelembagaan dan Ketatalaksanaan Kantor Bupati

2. Nama : Gindo Bancin Umur : 68 Tahun Pendidikan : Diploma 3/ D3 Pekerjaan : Penatua Adat/Tokoh 3. Nama : Lamhot Pandiangan

Umur : 56 Tahun Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Supir Angkutan Kecamatan Sumbul 4. Nama : Manahan Simanungkalit

Umur : 52 Tahun Pendidikan : SMA Pekerjaan : Petani

5. Nama : Maringot Situmorang Umur : 41 Tahun

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Kepala Desa Sumbul 6. Nama : N. Capah

Umur : 45 Tahun

Pendidikan : Sarjana Sosial S1


(6)

Pendidikan : Sarjana Sosial S1