33
tersebut merupakan gagal. Untuk mengantisipasi risiko pembiayaan aktivitas manajemen risiko yang telah ditetapkan untuk bank Islam pada produk
murabahah dijelaskan sebagai berikut:
42
Bank membeli barang atau komoditi khusus, kemudian dijual kembali kepada nasabah dengan harga pokok ditambah dengan margin yang telah
disepakati bersama. Khusus untuk transaksi murabahah dengan pesanan yang sifatnya mengikat, risiko yang dihadapi bank Islam hamper sama dengan
risiko dengan bank konvesional. Sedangkan dalam transaksi murabahah tanpa pesanan atau dengan pesanan yang sifatnya tidak mengikat nasabah untuk
membeli, menyebabkan bank menghadapi dua risiko. Pertama, tidak ada jaminan bagi bank islam seandainya pembeli membatalkan transaksi. Kedua,
bank Islam akan mengalami risiko kerugian, dikarenakan menurunnya nilai barang tersebut akibat cacat atau rusak selama masa penyimpanan.
43
4. Identifikasi risiko dan antisipasinya
Identifikasi risiko yang dilakukan dalam bank Islam tidak hanya
mencakup berbagai risiko yang ada pada bank-bank pada umumnya, melainkan juga meliputi berbagai risiko yang khas hanya ada pada bank-bank
42
Prof. Dr. H. Veithzal Rifai,S.E., M.M., M.B.A. dan Rifki Ismail, S.E., M.Ec. , Ph. D., Islamic Risk Management For Islamic Bank Jakarta, Gramedia pustaka utama, 2013, h.240
43
Ibid h.241-242
34
yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah. Dalam hal ini, keunikan bank Islam terletak pada enam hal:
44
a. Proses transaksi pembiayaan. Karakteristik bank Islam dalam proses ini
setidaknya terlihat pada tiga aspek, yaitu proses transaksi pembiayaan syariah, proses transaksi bagi hasil dana pihak ketiga dan proses transaksi
devisa. b.
Proses manajemen. Keunikan bank islam dalam proses manajemen terlihat pada sistem dan prosedur operasional akuntansi dan chart of account
CoA, sistem dan prosedur operasional teknologi informasi, sistem dan prosedur operasional tutup buku, serta sistem dan prosedur operasional
pengembangan produk.
E. FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NO: 17DSN-MUIIX2000
Ketentuan umum fatwa DSN No : 17DSNIX2000 Ta’zir
Pertama : 1.
Sanksi yang disebut dalam fatwa ini adalah sanksi yang dikenakan LKS kepada
nasabah yangmampu
membayar, tetapi
menunda-nunda pembayaran dengan disengaja
2. Nasabah yang tidakbelum mampu membayar disebabkan force majeur
tidak boleh dikenakan sanksi.
44
A.Karim Adiwarman, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan Jakarta: Raja Grafindo Persada, Vol.3. 2007, h.256-257
35
3. Nasabah yang mampu yang menunda-nunda pembayaran dantidak
mempunyai kemauan dan itikad baik untuk membayar hutangnya boleh dikenakan sanksi.
4. Sanksi didasarkan pada prinsip ta’zir, yaitu bertujuan agar nasabah
bersikap disiplin terhadap pembayaran. 5.
Sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan dan pada saat akad ditandatangani.
6. Dana yang berasal dari denda diperuntukan untuk dana sosial.
Kedua : Jika salah satu pihak tidak melakukan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelahtidak tercapai kesepakatan melalui
musyawarah. Ketiga :
Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan
sebagaimana mestinya. Ketentuan umum fatwa DSN No : 43DSN-
MUIVIII2004: Ta’widh Pertama :
1. Ganti rugi ta’widh hanya boleh dikenakan atas pihak yang dengan
sengaja atau karena kelalaian melakukan sesuatu yang menyimpang dari ketentuan akad dan menimbulkan kerugian pad pihak lain.
36
2. Kerugian yang dapat dikenakan ta’widh sebagaimana dimaksud dalam
ayat 1 adalah kerugian riil yang dapat diperhitungkan dengan jelas. 3.
Kerugian riil yang dikeluarkan dalam rangka penagihan hak yang seharusnya dibayarkan.
4. Besar ganti rugi ta’widh adalah sesuai dengan nilai kerugian riil yang
pasti dialami dalam transaksi tersebut dengan bukan kerugian yang diperkirakan akan terjadi karena adanya peluang yang hilang.
5. Ganti rugi ta’widh hanya boleh dikenakan pada transaksi akad yang
menimbulkan utang piutang dain, seperti salam, istisna, serta murabahah dan ijarah.
6. Dalam akad mudharabah dan musyarakah, gati rugi hanya boleh
dikenakan oleh shibul mal atau salah satu pihak dalam musyarakah apabila bagian keuntungannya sudah jelas tetapi tidak dibayarkan.
Kedua : 1.
Ganti rugi yang diterima dalam transaksi di LKS dapat diakui sebagai hak pendapatan bagi pihak yang menerimanya.
2. Jumlah ganti rugi besarnya harus tetap sesuai dengan kerugian riil dan tata
cara pembayarannya tergantung kesepakatan para pihak. 3.
Besarnya ganti rugi ini tidak boleh dicantumkan dalam akad. 4.
Pihak yang cedera janji bertanggung jawab atas biaya perkara dan biaya lainnya yang timbul akibat proses penyelesaian perkara.
Ketiga :
37
Jika salah satu pihak tidak menemukan kewajiban atau terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiaanya dilakukan melalui Badan
Arbitrase Syariah setelah tidak tercapainya kesepakatan melalui musyawarah. Keempat :
Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan, jika kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana
mestinya.
38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Metodologi Penelitian