Potensi Persaingan Curang Terkait Tindakan Passing Off di Indonesia

Dagang INX Kelas 09 Daftar No.IDM000220449 tanggal 22 Januari 2008 atas nama Tergugat I dalam Daftar Umum Direktorat Merek dengan segala akibat hukumnya. c. Analisa Hukum Menurut penulis, putusan tersebut sudah tepat. Karena terdapat persamaan pada merek INK dan INX dalam hal pengucapan sehingga akan mengelabuimembingungkan konsumen dalam memilih barang sehingga pemilik merek INK akan rugi terhadap tindakan persaingan curang tersebut dan pemilik merek INK telah dahulu mendaftarkan mereknya sehingga yang wajib mendapatkan perlindungan hukum ialah pemilik merek INK sebagaimana sesuai dengan sistem merek di Indonesia yang menggunakan sistem konstitutif dalam pendaftaran merek first to file.

B. Potensi Persaingan Curang Terkait Tindakan Passing Off di Indonesia

1. Contoh Potensi Tindakan Passing Off Terdapat potensi persaingan curang dalam hal tindakan passing off di Indonesia salah satunya yaitu sebuah lembaga pendidikan yang mempunyai merek GAMA UI yang melakukan pemboncengan reputasi terhadap lembaga pendidikan PRIMAGAMA. PRIMAGAMA didirikan oleh Purdie Candra bersama teman-temanya pada tanggal 10 Maret 1982. 1 Sehingga Purdie Candra lah yang pertama kali mempopulerkan kata „GAMA‟ melalui bimbingan belajar yang ia buat. Ke suksesan penggunaan kata „GAMA‟ pun telah diikuti oleh banyak orang dengan banyaknya berbagai merek jasa di bidang pendidikan di antaranya GAMA 88, SMART GAMA, GAMA UI. Meskipun GAMA 88, SMART GAMA menggunakan kata GAMA namun kedua lembaga tersebut tidak mempunyai logo yang sama dengan PRIMAGAMA sehingga tidak mempunyai persamaan pada pokoknya atau persamaan pada keseluruhannya. Hanya GAMA UI lah yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan PRIMAGAMA. 2. Analisa Kasus Penggunaan kata „GAMA‟ pada merek GAMA UI mengikuti PRIMAGAMA yang telah diakui oleh pendiri GAMA UI yaitu Ali Badarudin sebagaimana yang ditulis dalam website LPIA yaitu: 2 “UGM lebih dikenal dengan nama Gama dan salah satu bimbel yang populer di Indonesia juga mengambil nama Gama yaitu Primagama. Karena itu ia mengambil pula nama Gama yang ia gabung sekalian dengan UI sehingga menjadi Gama UI.” Tidak hanya pe nggunaan kata „GAMA‟ saja namun logo pada GAMA UI pun sepintas mirip dengan Logo PRIMAGAMA yang mempunyai konsep 1 “Sejarah Primagama”, http:primagamakg.comstatis-3-Sejarah20Primagama.html diakses pada tanggal 30 Januari 2015 2 http:www.lpia.web.id?page=profil diakses pada tanggal 30 Januari 2015 logo yang sama namun mempunyai perbedaan warna dan penambahan beberapa bentuk seperti gambar di bawah ini: 4.1 Logo GAMA UI 4.2 Logo PRIMAGAMA Dari kedua gambar logo tersebut terpintas mempunyai bentuk yang sama yaitu berupa seperti kelopak bunga hanya saja pada logo PRIMAGAMA terdapat garis putih pemisah. Serta kedua logo tersebut mempunyai bentuk lingkaran di dalam logo bunga meski ukuran lingkaran pada kedua tersebut berbeda ukuran. Pada Logo GAMA UI terdapat beberapa warna di antaranya: a. Warna orange sebagai pinggiran dari kelopak bunga dan lingkaran terbesar kedua; b. Warna putih pada bagian kelopak bunga, warna bintang, warna penulisan “bimbingan belajar GAMA UI” , dan warna garis yang menyerupai tanda plus +; c. Warna biru menyelimuti lingkaran terbesar; d. Warna krem pada lingkaran bagian dalam yang terkecil. Pada Logo PRIMAGAMA hanya memiliki dua warna yaitu: a. Warna putih sebagai pemisah antar kelopak bunga dan lingkaran; b. Warna biru sebagai warna dasar pada logo kelopak bunga dan untuk penulisan “PRIMAGAMA” Terindikasi pula GAMA UI melakukan passing off karena sudah sesuai dengan unsur-unsur passing off, di antaranya ialah: a. Reputasi. Pelaku tindakan passing off sering menggunakan persamaan pada pokoknya terhadap merek terkenal sehingga merek tersebut dapat dengan mudah digunakan oleh masyarakat. Pemilik GAMA UI pun melakukan serupa, ia mencoba melakukan tindakan passing off terhadap merek terkenal yaitu PRIMAGAMA sehingga GAMA UI dapat mudah diterima oleh masyarakat. b. Dapat mengelabui konsumen. Dengan adanya persamaan pada pokoknya, konsumen akan merasa bahwa GAMA UI adalah bagian dari PRIMAGAMA karena terdapat persamaan kata „GAMA‟ dan persamaan pada logonya. Mayoritas pengusaha akan menggunakan satu merek untuk beberapa barang jasa yang ia miliki seperti pada perusahaan Blue Bird Group , yang selalu menggunakan kata „Bird‟ pada usahanya seperti „Blue Bird‟ untuk jasa transportasi taksi tingkat menengah ke bawah, „Silver Bird‟ untuk jasa transportasi taksi ekslusif, sedangkan „Big Bird‟ untuk jasa transportasi menggunakan bus. c. Kerugian, dengan adanya tindakan passing off yang dilakukan oleh GAMA UI, pasti menyebabkan kerugian kepada PRIMAGAMA, seperti kerugian materil maupun kerugian immaterial Sehingga dapat disimpulkan bahwa meski kedua logo tersebut tidak sama pada keseluruhannya karena pada logo GAMA UI terlihat lebih banyak menggunakan warna pada logonya dan terdapat beberapa hiasan seperti bintang dibandingkan dengan logo PRIMAGAMA yang hanya menggunakan 2 dua warna pada logonya tapi kedua logo tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya yaitu berbentuk 5 lima helai kelopak bunga dan terdapat lingkaran di tengah kelopak bunga tersebut dan menurut penulis pihak GAMA UI terindikasi atau berpotensi melakukan tindakan passing off. 3. Pengaturan Passing Off dalam Perundang-undangan Indonesia Indonesia mempunyai banyak peraturan perundang-undangan namun tidak satu pun perundang-undangan yang mengatur secara jelas mengenai passing off dikarenakan berbeda sistem hukum yang dianut oleh Indonesia yaitu Civil Law sedangkan Passing Off lebih terkenal pada Negara yang menganut Common Law. Namun bukan berarti tidak diatur hanya saja tidak diterangkan secara jelas pengaturannya. Bagi pemilik merek yang telah terdaftar berhak mendapatkan perlindungan hukum dan pemilik PRIMAGAMA pun berhak mendapat perlindungan hukum apabila terjadi persamaan pada pokok atau persamaan pada keseluruhan karena pemilik PRIMAGAMA telah mendaftarkan pada Dirjen HKI dengan nomor pendaftaran 014127 dan telah diperpanjang dengan nomor IDM000226564 untuk kelas 41. 3 Namun untuk dapat memenangkan kasus passing off, penggugat wajib memiliki reputasi di daerah tempat tindakan passing off terjadi. 4 Menurut penulis, PRIMAGAMA mempunyai reputasi dan bahkan dapat dikategorikan sebagai merek termasyur karena hingga tahun 2012, cabang PRIMAGAMA telah berjumlah 756 unit. 5 Berikut beberapa perundang-undangan yang dapat mengatur tindakan passing off: a. Undang-Undang Merek Tahun 2001 Pada Undang-Undang Merek tidak satu pasal pun menjelaskan pengaturan passing off namun passing off dapat dikategorikan sebagai pelanggaran merek karena pada umumnya passing off memiliki persamaan pada pokoknya pada merek terkenal. Salah satu unsur passing off ialah beritikad tidak baik sehingga terdapat pengaturan mengenai itikad baik dalam pendaftaran merek yang tertuang pada Pasal 4 yang berbunyi: 3 “Primagama” http:merek-indonesia.dgip.go.id diakses pada tanggal 30 Januari 2015 4 Tim Lindsey, dkk., Hak Kekayaan Intelektual …………… h. 153 5 http:www.merdeka.comuangbosnya-dipailitkan-primagama-tetap-layani-bimbingan- belajar.html diakses pada tanggal 31 Januari 2015 “Merek tidak dapat didaftar atas dasar Permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang beriktikad tidak baik .” Pada Pasal 5 pun mengatur mengenai merek yang tidak dapat didaftarkan yang berbunyi: Merek tidak dapat didaftarkan apabila terdapat salah satu unsur seperti bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum, tidak memiliki daya pembeda, telah menjadi milik umum; atau merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya. Dirjen HKI harus menolak apabila ada sebuah merek yang didaftarkan memilik persamaan pada pokoknya yang telah tertuang pada Pasal 6 angka 1 huruf a dan b yang berbunyi: 1 Permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merek tersebut: a. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang danatau jasa yang sejenis; b. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang danatau jasa sejenis; Apabila merek yang melakukan passing off tidak terdaftar pada Dirjen HKI maka penggugat yang merasa dirugikan dapat melakukan gugatan ke pengadilan niaga sebagaiman tercantum pada Pasal 76 angka 1 yang berbunyi: Pemilik Merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis berupa: a. gugatan ganti rugi, danatau b. penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan Merek tersebut. Terdapat pula ketentuan pidana yang tertuang pada Pasal 91 yang berbunyi: Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang danatau jasa sejenis yang diproduksi danatau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 empat tahun danatau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 delapan ratus juta rupiah. b. Persaingan Curang Indonesia mempunyai Undang-Undang Tahun 1999 tentang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat tetapi tidak dijelaskan mengenai persaingan curang, hanya menjelaskan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana telah tercantum pada Pasal 1 yang berbunyi: “Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha. ” Pada pasal di atas dapat disimpulkan bahwa persaingan usaha tidak sehat dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha atau dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum. Menurut salah satu ahli hukum di bidang HKI Indonesia, definisi umum dari doktrin passing off adalah: a common-law tort to enforce unregistered trademark. Passing off merupakan tort yang sering kali disandingkan dengan perbuatan melawan hukum pada Pasal 1365 BW 6 Perbuatan melawan hukum yang lazim disebut onrechmatige daad adalah sesuatu perbuatan yang menimbulkan kerugian kepada orang lain dan mewajibkan si pelaku pembuat yang bersalah untuk mengganti kerugian yang ditimbulkannya. 7 Adapun kerugian yang dimaksud adalah kerugian-kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatan melawan hukum tersebut antara lain: kerugian-kerugian itu harus ada hubungannya secara langsung, kerugian itu ditimbulkan karena kesalahan pembuat pelaku. Yang dimaksud kesalahan ialah apabila pada pelaku ada kesengajaan atau kealpaan kelalaian. 8 c. Passing Off dan Perlindungan Konsumen Passing Off tidak pernah dipergunakan dalam menyelesaikan kasus pelanggaran reputasi di Indonesia. Namun, ada unsur dasar untuk melaksanakan hal itu di Indonesia. Pada Pasal 7 huruf a Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa: “Kewajiban pelaku usaha adalah: a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;” 6 Hukumonline, “Dapatkah Doktrin Passing Off Diaplikasikan di Indonesia?“ http:www.hukumonline.comberitabacahol20887dapatkah-doktrin-passing-off-diaplikasikan-di - indonesia diakses pada tanggal 31 Januari 2015 7 R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum …………….. h. 294 8 Ibid Ketentuan dari Pasal di atas mirip dengan ketentuan yang terdapat pada Pasal 52 angka 1 Undang-Undang Praktik Perdagangan Australia 1974 Trade Practices Act 1974 yang berbunyi: 9 “52. 1 A corporation shall not, in trade or commerce, engage in conduct that is misleading or deceptive.” Atau terjemahan bebasnya adalah: “Suatu perusahaan dalam perdagangan dan perniagaan tidak diperkenankan terlibat dalam tindak tipu muslihat atau kecurangan atau kecenderungan menyesatkan atau mencurigai.” 10 Pasal 52 tersebut telah digunakan sebagai dasar persidangan untuk memeriksa perusahaan-perusahaan yang telah menurunkan reputasi perusahaan lain. 11 d. Passing Off dan Instrumen Internasional Instrumen internasional dapat digunakan apabila tindakan passing off terjadi pada subjek hukum yang berbeda Negara. Instrumen yang dapat digunakan ialah Pasal 16 TRIPs yang berbunyi: 1. Pemilik dari merek dagang yang terdaftar mempunyai hak eksklusif untuk mencegah pihak ketiga yang tidak memperoleh ijinnya untuk menggunakan merek dagang tersebut untuk usaha yang sejenis atau 9 Austlii, ” Trade Practices Act 1974 No. 51, 1974 – Sect 52” http:www.austlii.edu.auaulegiscthnum_acttpa1974149s52.html diakses pada tanggal 31 Januari 2015 10 Tim Lindsey, dkk., Hak Kekayaan Intelektual …………… h. 153 11 Ibid menggunakan lambang yang mirip untuk barang atau jasa yang sejenis atau mirip dengan barang atau jasa untuk mana suatu merek dagang didaftarkan, dimana penggunaan tersebut dapat menyebabkan ketidakpastian. Dalam hal penggunaan suatu lambang yang sama untuk barang atau jasa yang sejenis, kemungkinan timbulnya ketidakpastian tersebut dianggap telah terjadi. Hak yang diuraikan diatas tidak mengurangi keabsahan hak yang sudah ada, dan tidak mengurangi kemungkinan bagi Anggota untuk menetapkan bahwa pemberian hak tersebut tergantung dari penggunaannya. 2. Pasal 6bis dari Konvensi Paris 1967 berlaku pula terhadap jasa. Dalam menentukan bahwa suatu merek dagang merupakan merek terkenal, perlu dipertimbangkan pengetahuan akan merek dagang tersebut pada sektor yang terkait dalam masyarakat, termasuk pengetahuan yang diperoleh Anggota dari kegiatan promosi dari merek dagang yang bersangkutan. 3. Pasal 6bis dari Konvensi Paris berlaku pula terhadap barang atau jasa yang tidak mirip dengan barang atau jasa untuk mana suatu merek dagang didaftarkan, sepanjang penggunaan dari merek dagang yang bersangkutan untuk barang atau jasa dimaksud secara tidak wajar akan memberikan indikasi adanya hubungan antara barang atau jasa tersebut dengan pemilik dari merek dagang terdaftar yang bersangkutan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pasal tersebut memberikan perlindungan kepada pemilik merek terdaftar agar mereknya tidak digunakan oleh orang lain tanpa seijinnya agar tercipta persaingan yang sehat. Ketentuan untuk melindungi merek terkenal berlaku bagi seluruh negara anggota Konvensi Paris dan penanda tangan Perjanjian TRIPS the World Trade Organization‟s TRIPS Agreement termasuk Indonesia yang juga turut meratifikasi kedua treaty tersebut masing-masing melalui Keppres No. 15 Tahun 1997 dan Keppres No. 7 Tahun 1994. 12 4. Akibat Hukum dari Potensi Tindakan Passing Off Akibat hukum yang dapat terjadi dari potensi tindakan passing off yang dilakukan oleh GAMA UI ialah: a. Pemilik PRIMAGAMA akan meminta ganti kerugian atas tindakan yang telah dilakukan oleh GAMA UI dikarenakan GAMA UI secara tidak langsung mempunyai persamaan pada pokoknya dan terindikasi ingin membonceng reputasi PRIMAGAMA yang telah lebih terkenal. PRIMAGAMA dapat mengalami kerugian dalam tiga bentuk yaitu: 13 1 Penggugat dapat menunjukkan bahwa bisnisnya sudah menderita kerugian atau secara potensial menderita kerugian baik dalam itikad baik maupun reputasi. 2 Penggugat dapat menunjukkan bahwa tergugat merusak potensi penggugat untuk mempergunakan itikad baiknya masa yang akan datang. 3 Penggugat telah kehilangan kesempatan untuk mengembangkan usaha lain di bidang lain. b. Pemilik PRIMAGAMA akan meminta Pemilik GAMA UI untuk merubah merek yang digunakan dalam menjalankan usahanya agar terciptanya persaingan usaha yang jujur tanpa ada pemboncengan reputasi dan persamaan pada pokoknya. 12 http:www.hukumonline.comklinikdetailcl5892perlindungan-merek-terkenal-yang- tidak-terdaftar-di-indonesia diakses pada tanggal 31 Januari 2015 13 Tim Lindsey, dkk., Hak Kekayaan Intelektual …………… h. 155-156 c. Apabila Pemilik GAMA UI tidak mempunyai itikad baik dalam menjalankan bisnisnya sehingga menghancurkan reputasi pemilik PRIMAGAMA, maka Pemilik PRIMAGAMA dapat memidanakan Pemilik GAMA UI sesuai Pasal 91 Undang-Undang Tahun 2001 Tentang Merek.

C. Akibat Hukum dari Tindakan Passing Off Terhadap Merek Jasa