Tahapan Menjelang Upacara Perkawinan Upacara Pelaksanaan Perkawinan

Dalam merayakan pertunangan ini juga diberikan Kugicha sejenis arak Jepang dan ikan tai sejenis ikan kakap kepada undangan yang datang. Setelah Kimecha, maka akan dilakukan penentuan hari perkawinan. Seorang Nakoodo akan merundingkan dengan pihak wanita tentang penentuan waktu yang baik untuk pelaksanaan upacara perkawinan. Waktu yang baik artinya hari yang mempunyai keberuntungan yaitu keuntungan terbesar dalam siklus enam hari untuk satu perkawinan. Untuk tujuan ini penduduk di daerah tertentu selalu berkonsultasi dengan seorang Ogamiyasan orang yang dituakan untuk memberi nasihat tentang hal tersebut. Buku petunjuk tentang perkawinan juga digunakan untuk memberikan keterangan praktis seperti menghindari dari hari-hari menstruasi pengantin wanita dan pada musim panas, karena akan menyusahkan untuk berdandan. Biasanya hari Minggu banyak dipilih sebagai hari yang baik bagi upacara dan resepsi perkawinan karena banyak para tamu yang bekerja pada hari-hari biasa. Sekitar bulan September-November pada musim gugur aki banyak yang melangsungkan resepsi perkawinan. Jika hari perkawinan sudah ditetapkan, maka akan dilakukan Honcha yaitu pemberian hadiah pertunangan utama dari rumah calon pengantin pria ke rumah calon pengantin wanita. Pemberian tersebut bisa berupa Kimono dan aksesorisnya atau sejumlah uang. Pemberian lain adalah satu cincin pertunangan.

3.3.2. Tahapan Menjelang Upacara Perkawinan

Pada pagi hari saat upacara perkawinan akan berlangsung, pihak wanita sudah menyiapkan diri sedemikian rupa. Seorang juru rias sudah dipesan untuk hari itu dan akan menolong pengantin wanita untuk berdandan dan menata Universitas Sumatera Utara rambutnya. Kimono putih digunakan pengantin wanita pada saat upacara berlangsung. Kimono putih menandakan kesucian. Pakaian resmi pria untuk upacara yang ditetapkan oleh pemerintah sejak tahun 1877, adalah jubah hitam khusus untuk upacara pernikahan Yanagita dalam Hendry, 1981:170. Dalam resepsi yang diadakan setelah upacara, biasanya pengantin akan mengganti kimono dengan pakaian pengantin ala barat. Pengantin wanita akan memakai gaun dan pengantin pria memakai jas ala barat. Kebiasaan ini disebut dengan Ironaoshi. Tetapi dibeberapa daerah tertentu, pengantin wanita memakai kimono putih pada saat upacara berlangsung dan menggantinya dengan kimono yang berwarna cerah pada saat resepsi. Biasanya bercorak indah dan terang seperti merah atau jingga sesuai dengan suasana bahagia. Bagian hiasan kepala pengantin wanita disebut Tsunokakushi Chikusi dalam henry, 1981:170. Setelah tiba waktunya pergi ketempat dimana dilangsungkannya upacara perkawinan, maka pengantin wanita akan mempergunakan waktu sebentar untuk berlutut didepan butsudankamidana mengucapkan salam perpisahan dan berterima kasih pada nenek moyang atas berkat dan perlindungannya, karena ia mulai sekarang akan menyembah butsudan milik suaminya dan sekali-sekali akan berkunjung kesitu lagi kelak.

3.3.3. Upacara Pelaksanaan Perkawinan

Perkawinan secara Shinto biasanya diselenggarakan di Kuil. Tetapi saat sekarang ini ada juga yang melaksanakan di gedung perkawinan atau hotel yang menyediakan ruangan khusus untuk ritual perkawinan secara Shinto. Di ujung ruangan ada altar Shinto dimana terdapat persembahan yang sudah dipersiapkan. Universitas Sumatera Utara Yang terdiri dari nasi, air, garam, buah-buahan, sayur-sayuran, sake serta beberapa surume dan konbu, dan juga dua ekor ikan tai sejenis ikan kakap berwarna putih keperakan juga dipersembahkan, yang melambangkan kesuburan atau Shison han’ei. Demikian juga dengan cincin nikah diletakkan di meja persembahan ini, kemudian ada juga tiga cangkir sake beserta dua wadahnya yang dibedakan satu untuk pria dan satu lagi untuk wanita dengan warna merah dan merah muda. Disebelah kanan altar berdirilah seorang kannushi yaitu pendeta shinto dan disebelah kirinya ada miko yaitu para penolong untuk membantu jalannya upacara. Kadang-kadang juga ada disediakan radio kaset untuk memberikan latar belakang alunan musik yang sesuai dengan suasana itu, tetapi ada juga yang yang memakai kelompok peniup suling dari kuil Shinto yang berdiri dibelakang miko. Biasanya juga disertai oleh para penari. Kedua pengantin duduk ditengah ruangan, dengan posisi pengantin pria disebelah kanan pengantin wanita, Nakoodo dibelakang mereka, dan sanak saudara dari kedua belah pihak, sesuai dengan kedekatan hubungan. Para Pemusik Miko ALTAR Sajian Persembahan : nasi, air, Sake, garam, buah-buahan, Sayuran Kannushi Pendeta MEJA PERSEMBAHAN Surume, Konbu, Cangkir, Sake, Teko, Cincin Keluarga Pengantin Wanita : Ayah, Ibu Saudara Kandung Paman dan Bibi Keluarga Pengantin Pria : Ayah, Ibu Saudara Kandung Paman dan Bibi Pengantin Wanita Istri Nakoodo Pengantin Pria Nakoodo Universitas Sumatera Utara Biasanya ada satu meja pendek didepan masing-masing orang dengan secangkir sake dan satu paket makanan yang berisi irisan kecil surume dan konbu yang sebelumnya sudah dipersembahkan kepada dewa. Pendeta Shinto pertama sekali menyambut rombongan dengan mengucapkan selamat, kemudian mengumumkan bahwa upacara akan dimulai. Ini dimulai dengan acara penyucian harai-gushi selama upacara berlangsung. Pendeta akan menyanyi kemudian menggoyangkan tongkat berhias diatas altar, selanjutnya keatas para Miko, kedua pengantin dan semua yang hadir. Hal ini bertujuan untuk mensucikan ruangan dan seluruh yang hadir. Kemudian pendeta menyanyikan seruandoa norito dari satu gulungan kertas yang dibawa pendeta yang berhubungan dengan beberapa doa untuk memohon kebahagiaan dan kemakmuran pernikahan kepada dewa, agar pengantin hidup bersatu selamanya. Pendeta kemudian mengumumkan upacara san-san-ku-do seiin no gi, yaitu upacara sumpah dengan minum sake bersama. Sake dibawa oleh miko kepada kedua pengantin. Nakoodo kadang-kadang berpindah ke kedua sisi pengantin untuk membantunya jika perlu. Mereka kemudian membuat perjanjian dengan menuangkan sake tiga kali, dimana cangkir terkecil diisi oleh penuang pria, disuguhkan pertama kali kepada pengantin wanita. Cangkir kedua diisi oleh penuang wanita dan diberikan kepada pengantin pria, sedangkan yang ketiga adalah mengulang cara yang pertama yaitu menuang sake kepada kedua pengantin. Saling memberikan cangkir ditafsirkan sebagai lambang dari persetujuan antara kedua pengantin untuk membagi suk dan duka dalam kehidupan bersama. Setelah itu, pasangan pengantin maju kedepan altar dimana pengantin pria akan membacakan ikrar dari satu gulungan kertas yang diucapkan Universitas Sumatera Utara didepan para dewa yang isinya adalah janji untuk melewati kehidupan pernikahan dalam keharmonisan dan saling menghormati, berbagi suka dn duka serta hidup damai, mengusahakan kemakmuran bagi keturunan mereka dan semuanya akan dijalankan sampai mereka meninggal. Pengantin wanita akan menambahkan dengan menyebutkan namanya diakhir ikrar itu, kemudian diadakan pertukaran cincin. Sesudah kedua pengantin dipersatukan, sake kembali disuguhkan untuk menyatukan kedua keluarga. Disuguhkan kepada tiap-tiap sanak keluarga kemudian minum bersama setelah berdiri dan mengucapkan kanpai. Bagian akhir dari upacara adalah setelah beberapa nyanyian dinyanyikan oleh pendeta, ia akan membawa suatu pemberian berupa ranting kecil sakaki yang sudah dihias yang disebut tamagushi ke depan altar. Ini sebagai ucapan terima kasih kepada dewa. Ranting-ranting ini biasanya diberikan pertama kepada kedua pengantin, kemudian Nakoodo dan terakhir kepada kedua pihak keluarga, biasanya kepada ayah dari kedua pengantin. Pada puncak acara dilakukan pertukaran cincin diiringi dengan tepuk tangan. Upacara ditutup oleh pendeta dengan mengucapkan “selamat” dan berdoa agar pernikahan yang baru dapat mendirikan rumah tangga yang selaras.

3.4. Resepsi Pernikahan Hiroen dan Bulan Madu