Sintesa dan Karakterisasi Koloid Nanopartikel Emas (Au) Dengan Metode Laser Ablasi di dalam Medium Cair

(1)

LAMPIRAN A

Gambar Bahan Dan Alat Penelitian Bahan Penelitian

(CTAB) (Aqudes)

Alat Penelitian

(Powermeter) (Neraca)


(2)

(Plat Au) (Pipet Tetes)

(Beakerglass) (Kuvet) (Spatula)

(Kertas Timbang)


(3)

(Spectrometer USB2000 (Ocean optics)


(4)

LAMPIRAN B

Perhitungan Konsentrasi Sampel Untuk CTAB 0,1 wt%

H2O + CTAB = 30 ml ≈ 30 mg

100 x 30 mg = 0,01 30x = 1

CTAB x = 1

30 = 0,033 mg

Untuk konsentrasi 0,01 wt% dan 0,001 wt%, maka konsentrasi tersebut diencerkan 10 kali.


(5)

LAMPIRAN C

HASIL TEM DARI PROGRAM ORIGIN 9 mJ


(6)

(7)

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Abdullah Khalaf. 2010. Preparation of Ag and Au Nanoparticle by Pulsa Laser Ablation In Liquid. Thesis. University of technology : Baghdad. Hal : 19-20 Diakses Pada Tanggal 27/04/2016

Alanazi, F. K., Radwan, A., danAlsarra, I. (2010).Biopharmaceutical Application of Nanogold. Saudi Pharmaceutical Journal, 18, 179-193.

Amiruddin, M.A, dan Taufik urohmah, T., 2013, Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel Emas Menggunakan Matriks Bentonit sebagai Material Anti aging dalam Kosmetik. UNESA J. Chem, 2 (1); 65-71.

Brown, M.S, Craig, B. Arnold. 2010. Fundamentals Of Laser material Interaction and Application to Multiscale Surface Modification. Thesis.USA : Princeton University NJ 08544, 98-101

Corti,C.W and Holiday, R.J. 2012. Commercial Aspects Of Gold Applications From Material Science to Chemical Science. Thesis.USA : International Technologi World Gold Council.

Diakses Pada Tanggal 30/03/2016

Pratiwi, Nova. 2015. Karakteristik Laser Pulsa Nd:YAG Q-SMART 850 dan Aplikasi PLD. Skripsi. Medan : Universitas Sumatera Utara, Program Pascasarjana. Fernandez, B. R., 2011, Sintesis Nanopartikel, (online) ( http://benny rio fernandez.

blogdetik. com), diakses pada tanggal 30/03/2016 ).

Gersten, Bonnie. 2016. Solvothermal Synthesis Of Nanoparticles. New York : University Of New York.

Diakses Pada tanggal 30/03/2016

Lembang, MS. 2014. Sintesis Nanopartikel Emas Dengan Metode Reduksi Menggunakan Bioreduktor Ekstrak Daun Ketapang. Skripsi. Makassar : University Hasanuddin. Hal : 22-32


(9)

Mukherjee, P., Bhattacharya, R., Bone, N., Lee,Y.K., Patra, C.R., Wang, S., Lu, L., Secreto, C., Banerjee, P.C., Yaszemski, M.J., Kay, N.E. and Mukhopadhyay, D., 2010, Biomythetic Synthesis of Nanoparticles, Res.Article. India : VBRI Press. 35-37

Martin, A., Swarbick, J., danCammarata, A. (2008).FarmasiFisik (Ed. Ke-3) (Joshita, Penerjemah.). Jakarta : UI-Press, 972.

Nur, H., 2009, Synthesis of Gold Nanoparticles Embedded with Polymeric for Application as Novel Label for Biological Diagnostic, Skripsi tidak diterbitkan, Universiti Teknologi of Malaysia. 13-20

Setiawan, H., Pujiyanto, A., Lubis, H., Mujinah, Kurniasih, D., Hambali, Ritadiwya, R., dan Mutalib, A., 2012, Pembuatan Larutan HAuCl4 dari Logam Emas

(foil) sebagai Bahan Baku Utama Sintesis Nanopartikel Au-Pamam Dendrimer. Yogyakarta:Jurnal Pusat Teknologi Akselator-Batan, Yogyakarta. Schmid, Guntur and Benedetto Corain. 2003. Nanoparticulated Gold : Synthesis, Structures, Electronics, and Reactivities. Paper. Germany :Wilay- VCH Verlag CmbH& co kGaA, 69451 Weinheim. Page : 2-3

Diakses pada tanggal 23/04/2016

Salminen, Turkka. 2013. Production Of Nanomaterials By Pulsa Laser Ablation. Thesis. Julkaisu : Tampere University of Technology. Hal : 49-55

Diakses Pada 30/03/2016

Stolen, R, Hill Andrew, and Hariiman, T. 2016.TEM, SEM, and AFM Of Polystyrene Latex and Gold Nanoparticle. Journal. Submission Of Journal Publication On December, 7, 2016

Trejos, Titian, Waleskocastro, dan Jose R Almirall. 2010. Elemental Analysis Of Glass and Paint Material By Laser Ablation Inductively Coupled Plasma Mass Spectrometry (LA-ICP-MS) For Forensic Application. Thesis.USA : The U.S Department of Justice. 36-37

Yulizar, 2004, Teknik Pengukuran Spesies Permukaan/AntarMuka, UI-Press : Depok. Hal : 34-40

Yang, G.W. 2006. Laser Ablation In Liquid : Application in The Synthesis Of Nanocrystals. Thesis. China : Zhongsan University.


(10)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan, dimulai dari Maret 2016 sampai Mei 2016 di Pusat Penelitian Fisika (PPF) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Puspiptek Serpong.

3.2. Alat Dan Bahan

3.2.1 Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Laser Nd: YAG (Quantel coorp) dengan 1 = 532 nm, 2 = 355 nm, f = 10 Hz, tirradiation = 1 jam, 45 menit, 30 menit, dan 15 menit, F = 15 cm

2. Neraca Digital 3. Kertas Timbang 4. Plat Au

5. Spatula 6. Pinset

7. Botol 30 ml dan 5 ml 8. Kuvet

9. Kertas label 10.Tissue

11.Beaker Glass100 ml

12.Spectrometer USB2000 (Ocean optics) Bagian-bagian:

a. Lampu


(11)

c. Detektor d. Komputer

13.TEM (Transmission Electron Microscopy) FEI TECNAI 620 S TWIN, Serpong

3.2.2 Bahan Penelitian

1. Setrimonium bromida(bahasa Inggris:Cetyl trimethylammonium bromide, CTAB)

2. Aquadest 3. Etanol

3.3 Proses preparasi sampel

Membuat larutan H2O + CTAB 0,1 wt%. CTAB yang sudah ditimbang dengan berat 0,033 mg dimasukkan ke dalam botol, kemudian dimasukkan H2O sebanyak 30 ml, dan dikocok sampai semuanya tercampur sempurna. Kemudian, setelah dapat larutan H2O + CTAB 0,1 wt%, konsentrasi CTAB divariasi menjadi 0,01 wt%, dan 0,001 wt%. Untuk konsentrasi CTAB 0,1 wt%, dilakukan pengenceran 10 kali, dengan cara mengambil 3ml larutan pada konsentrasi 0,1 wt%, kemudian dicampur dengan 27 ml H2O. Begitu juga untuk konsentrasi CTAB 0,01 wt%, dilakukan pengenceran 10 kali untuk mendapatkan konsentrasi CTAB 0,001 wt%. Sampel yang sudah didapat kemudian dimasukkan kedalam botol.Diambil Beaker glass dan dimasukkan Plat Au yang sebelumnya sudah dibersihkan dengan Etanol.Kemudian larutan dimasukkan kedalam Beaker glass sebanyak 3 ml, begitu seterusnya untuk tiap konsentrasi.

3.4 Penembakan sampel dengan Laser Nd:YAG

Laser yang sudah dipanaskan selama 1 jam, siap untuk digunakan.Proses penembakan sampel dengan laser pada konsentrasi 0,001 – 0,1 wt%. Diambil Beaker glass dan dimasukkan Plat Au yang sebelumnya sudah dibersihkan dengan Etanol.Kemudian larutan dimasukkan kedalam Beaker glass sebanyak 3 ml, begitu


(12)

seterusnya untuk tiap konsentrasi.Setelah itu, dengan mengatur laser pada energi yang rendah dicarititik fokus laser sedemikian rupa sampai terdengar bunyi dan titiknya paling kecil yang menyatakan bahwa titik fokusnya telah tepat. Kemudian titik fokus tersebut di sejajarkan dengan plat Au sampai plat Au terkena sinar laser tepat di bagian plat Au tersebut. Dengan menaikkan energi laser sesuai dengan kebutuhan dan laser dinyalakan.

Penembakan sampel dilakukan dengan energi, dan panjang gelombang yang sama.Kemudian dilakukan parameter lain dengan mengubah energi. Dimana energi yang digunakan dalam praktikum dimulai dari 9 mJ, 19 mJ, dan 39 mJ. Setelah didapat sampel yang memiliki absorbansi paling tinggi, maka sampelakan di radiasi kembali dengan memvariasikan waktu. Dimana waktunya dimulai dari 15 menit, 30 menit, 45 menit, dan 1 jam.Setelah selesai, dapat lagi sampel dengan absorbansi paling tinggi, yaitu dengan waktu 1 jam. Kemudian sampel tersebut akan di radiasi kembali dengan mengubah panjang gelombang. Panjang gelombang yang digunakan adalah 355 nm. Bagian-bagian alat yang digunakan dalam proses sederhana ablasi laser akan dijelaskan seperti pada gambar 3a

Cermin

Lensa Fokus

Nd:YAG Laser

H2O + CTAB antara 0,1 – 0,001 wt%

Plat Au Tempat dudukan sampel

Gambar 3a.Proses sederhana ablasi laser Dengan :

= 532 nm, 355 nm

f = 10 Hz

tirradiation = 15 menit, 30 menit, 45 menit, 1 jam

Volume = 3 ml Fokus Laser = 15 cm


(13)

Dimensi plat Au Panjang : 13 mm Lebar : 0,1 mm Tinggi : 8 mm

3.5 Tabel Data Sampel Yang Dipergunakan

Kode Sampel

absorbansi (nm)

Frekuensi laser

Waktu (t) Konsentrasi CTAB (%)

Energi Absorbansi

(mJ) Sampel 1 532 nm 10 Hz 1 Jam 0,01 wt% 39 mJ Sampel 2 355 nm 10 Hz 1 Jam 0,01 wt% 39 mJ Sampel 3 532 nm 10 Hz 1 Jam 0,1 wt% 39 mJ Sampel 4 532 nm 10 Hz 1 Jam 0,001 wt% 19 mJ Sampel 5 532 nm 10 Hz 1 Jam 0,01 wt% 19 mJ Sampel 6 355 nm 10 Hz 1 Jam 0,01 wt% 19 mJ Sampel 7 532 nm 10 Hz 1 Jam 0,1 wt% 19 mJ Sampel 8 532 nm 10 Hz 1 Jam 0,001 wt% 9 mJ Sampel 9 532 nm 10 Hz 1 Jam 0,01 wt% 9 mJ Sampel 10 355 nm 10 Hz 1 Jam 0,01 wt% 9 mJ Sampel 11 532 nm 10 Hz 1 Jam 0,1 wt% 9 mJ Sampel 12 532 nm 10 Hz 1 Jam 0,01 wt% 19 mJ Sampel 13 532 nm 10 Hz 45 Jam 0,01 wt% 19 mJ Sampel 14 532 nm 10 Hz 30 menit 0,01 wt% 19 mJ Sampel 15 532 nm 10 Hz 15 menit 0,01 wt% 19 mJ


(14)

3.6 Karakterisasi 3.6.1Uji Spektrometer

Pada uji spektrometer ini, akan dilihat tingkat absorbansi dari masing-masing sampel. Dimana akan diketahui sampel manakah yang memiliki tingkat absorbansi paling tinggi yang ditandai dengan puncak grafik. Dari data diatas, kita dapat mengetahui bahwa sampel yang telah diteliti divariasikan baik dengan mengubah energi, panjang gelombang radiasi, variasi waktu, serta konsentrasi CTAB.Sehingga dari variasi tersebut mengahasilkan puncak-puncak yang beragam dengan puncak tersebut menyatakan perbedaan ukuran partikel yang dihasilkan.

3.6.1.1 Sampel dan Preparasi

Sampel berupa cairan berwarna yang sudah diradiasi.Sampel yang berwarna menandakan bahwa sampel tersebut telah mengandung nanopartikel emas.Sampel kemudian dimasukkan ke dalam kuvet dengan menggunakan pipet tetes. Sampel yang digunakan harus berwarna, apabila sampel tidak berwarna, maka akan sangat sulit untuk mengukur absorbansi dari sampel tersebut.

3.6.1.2 Cara Penggunaan dan Prinsip Kerja Spektrometer

Spektrometer adalah instrument yang digunakan untuk menghasilkan spektrum panjang gelombang cahaya, baik spektrum emisi, spektrum absorpsi, spektrum transmisi, spektrum reflektansi dan spektrum emisi dari sebuah obyek.Alat yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari spektrometer fiber optik USB 2000 untuk mengukur spektrum absorpsi, komputer (PC), sumber cahaya, sampel, dan detektor. Secara umum spektrometer terdiri dari sumber cahaya, pemilih panjang gelombang (wavelength selector) dan detektor.Sumber radiasi dapat berupa lampu incandescent dan lampu tungsten halogen.Lampu incandescent dapat menghasilkan spektra yang kontinyu dari panjang gelombang 350 nm hingga daerah NIR 2.5 m.Lampu


(15)

incandescent memiliki kawat filamen berupa tungsten yang dipanaskan oleh arus listrik.Filamen dibungkus oleh tabung gelas yang berisi gas inert atau vakum.Sedangkan lampu tungsten halogen merupakan lampu incandescent dengan penambahan iodin.

Pemilih panjang gelombang dapat berupa filter atau monokromator. Monokromator terdiri dari celah masuk (entrance slit), kolimator yang menghasilkan berkas radiasi sejajar setelah melewati celah masuk, kisi atau prisma yang memisahkan campuran panjang gelombang menjadi komponen-komponen panjang gelombang penyusunnya (dispersi), elemen pemfokus untuk membentuk kembali berkas yang akan keluar melalui celah keluar (exit slit). Celah keluar berfungsi untuk menentukan panjang gelombang tertentu yang diteruskan dan menahan panjang gelombang lainnya.Monokromator menentukan resolusi suatu spektrometer.Resolusi berkaitan dengan dengan kemampuan monokromator untuk memisahkan banyaknya jumlah spektra. Resolusi dapat ditentukan oleh ukuran dan karakteristik dispersi prisma atau kisi, susunan optik dari alat-alat dispersi dan lebar slit. Detektor merupakan komponen spektrometer yang berfungsi untuk mengubah energi radiasi menjadi sinyal listrik.Detektor tersusun dari transduser untuk menghasilkan sinyal listrik yang besarnya sebanding dengan daya radiasi (P) yang diterima. Bagian-bagian alat yang digunakan untuk karakterisasi Spektrometer dapat kita lihat pada gambar 3b

..

Detektor

Komputer Lampu

Sampel PLN

Ocean Optics

UV-VIS NIR LIGHtSOURCE


(16)

3.6.2 Uji TEM (Transmission Electron Microscope)

3.6.2.1 Sampel dan Preparasi

Disiapkan sampel yang sudah di radiasi untuk di uji TEM. Setelah disiapkan sampel yang akan diuji, kemudian diambil tempat untuk meletakkan sampel yang akan diuji di dalam TEM. Holey Carbon-coated TEM Gridmerupakan nama tempat di letakkannya sampel yang akan di radiasi. Sebelum di lakukan pengujian, Holey Carbon-coated TEM Griddikeringkan di ruang terbuka selama 24 jam. Setelah itu, baru bisa di lakukan pengujian dengan TEM. Sederhananya, sampel di teteskan ke Holey Carbon-coated TEM Gridyang sudah di keringkan tersebut, kemudian dimasukkan ke dalam alat TEM. Alat TEM yang digunakan pada eksperimen ini adalah TEM Tecnai G 20S-TWIN 200 kV. Kemudian sampel akan diperbesar 100000 kali dan 200000 kali. Kemudian sampel yang sudah diperbesar tersebut, akan di program ke dalam Image G dan Origin, dan akan menghasilkan distribusi ukuran partikelnya.

3.6.2.2 Cara Penggunaan dan Prinsip Kerja TEM

Prinsip kerja TEM dimulai dari sumber emisi (pistol elektron) yaitu tungsten filament dan sumber lanthanum hexaboride (LaB6). Dengan menghubungkan pistol ini dengan sumber tegangan tinggi (biasanya ~ 100-300 kV) pistol akan mulai memancarkan elektron baik dengan termionik maupun emisi medan elektron ke sistem vakum. ekstraksi ini biasanya dibantu dengan menggunakan silinder Wehnelt. Interaksi elektron dengan medan magnet akan menyebabkan elektron bergerak sesuai dengan aturan tangan kanan, sehingga memungkinkan elektromagnet untuk memanipulasi berkas elektron. Penggunaan medan magnet akan membentuk sebuah lensa magnetik dengan kekuatan fokus variabel yang baik. Selain itu, medan elektrostatik dapat menyebabkan elektron didefleksikan melalui sudut yang konstan. Dua pasang defleksi yang berlawanan arah dengan intermediete gap akan membentuk arah elektron yang menuju lensa.Berbeda dengan mikroskop optik yang lensanya bisa


(17)

langsung difungsikan, optik TEM bisa cepat berubah, TEM memiliki kekuatan lensa yang berubah-ubah. Lensa TEM memungkinkan adanya konvergensi, dengan sudut konvergensi yang sesuai variabel parameter, TEM berkemampuan untuk mengubah perbesaran dengan cara memodifikasi jumlah arus yang mengalir melalui kumparan, lensa quadrupole atau lensa hexapole.

Biasanya TEM terdiri dari tiga tahap lensa. Tiga tahapan itu adalah lensa kondensor, lensa objektif, dan lensa proyektor. Lensa kondensor bertanggung jawab untuk pembentukan balok primer, sedangkan fokus lensa objektif datang melalui sampel itu sendiri (dalam STEM mode pemindaian, ada juga lensa objektif atas sampel untuk membuat konvergen insiden berkas elektron). Lensa proyektor digunakan untuk memperluas sinar ke layar fosfor atau perangkat pencitraan lain, seperti film. Pembesaran TEM berasal dari rasio jarak antara spesimen dan lensa objektif. Selain itu, lensa Quad dan hexapole digunakan untuk koreksi distorsi balok asimetris, yang dikenal sebagai astigmatisme. Perlu dicatat bahwa konfigurasi TEM optik sangat berbeda dengan kenyataannya.

Sistem Pencitraan dalam TEM terdiri dari layar fosfor, partikel sulfida seng dibuat sehalus mungkin (10-100 pM) untuk pengamatan langsung oleh operator. sistem perekaman gambar berdasarkan film atau doped YAG yang digabungkan CCD layar. Perangkat ini dapat dihapus atau dimasukkan ke dalam jalur balok oleh operator sesuai kebutuhan.Secara umum, elektron dihamburkan oleh partikel di udara, yang diperlukan untuk memperbaiki (dan mempercepat) elektron yang disimpan dalam ruang hampa untuk mencegah interaksi yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, untuk melihat spesimen hidup di bawah TEM sulit untuk dilakukan. Selain itu, elektron tidak dapat menembus spesimen yang sangat tebal lapisannya, karena hanya dapat menembus 50-100nm.TEM menyediakan resolusi lebih tinggi dibandingkan SEM, dan dapat memudahkan analisis ukuran atom (dalam jangkauan nanometer) menggunakan energi berkas elektron sekitar 60 sampai 350 keV. TEM cocok untuk menjadi teknik pencitraan material padat pada resolusi atomik. Informasi struktural diperoleh dengan pencitraan resolusi tinggi dan difraksi elektron.


(18)

3.7 Diagram Alir Peneltian

0,03 ml CTAB 30 ml H2O

H2O + CTAB 0,1 wt%

H2O + CTAB 0,001 wt% H2O + CTAB 0,01 wt%

Radiasi laser 1 jam dengan variasi energi : 39 mJ, 19 mJ,

dan 9 mJ Variasi waktu 1 jam, 45

menit, 30 menit, 15 menit

Karakterisasi Variasi panjang gelombang

355 nm, energi 9 mJ 19 mJ, 39 mJ waktu 1 jam

Spektrometer TEM

DATA & HASIL


(19)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Hasil Karakterisasi Sampel Dengan Spektrometer

Telah dilakukan penelitian pembuatan nanopartikel emas (Au) dengan metode laser ablasi. Dimana metode ini merupakan metode fisika yang menjadi pusat perhatian bagi para peneliti.Metode ini merupakan metode yang paling efektif dan efisien karna metode ini bebas dari bahan kimia berbahaya. Pembentukan nanopartikel emas direkayasa melalui pulsa laser ablasi pada Plat emas (99,99%). Pembuatan nanopartikel ini dilakukan dengan memvariasiakan parameter energi, panjang gelombang radiasi, waktu irradiasi, dan konsentrasi CTAB. Dari berbagai parameter tersebut akan didapat satu parameter yang mendapatkan hasil terbaik dalam pembuatan nanopartikel emas melalui laser ablasi tersebut. Preparasi sampel dengan H2O + CTAB 0,001 wt%, 0,01 wt%, dan 0,1 wt%. Dimana pada sampel yang digunakan, variasi energi dan variasi konsentrasi di bedakan. Pengujian dengan spektrometer untuk melihat bahwa nanopartikel yang disintesis telah tebentuk. Nanopartikel emas memiliki absorbansi yang tinggi pada panjang gelombang antara 520 nm - 530 nm.

4.1.1 Pengaruh Energi yang Berbeda ( Konsentrasi CTAB 0,1 wt%, 0,01 wt%, dan 0,001 wt%)

Sampel yang sudah di preparasi kemudian di radiasi dengan plat Au didalam medium cair pada panjang gelombang untuk setiap sampel yaitu 582 nm. Energi laser telah disesuaikan dengan memasukkan lembaran kaca di jalur sinar laser sebelum mencapai fokus lensa. Hasil sampel yang sudah diradiasi sebagai berikut :


(20)

Gambar 4.1 Dengan energi 39 mJ konsentrasi CTAB 0,01 wt%, dan 0.1 wt% Dari gambar 4.1 merupakan sampel dengan energi yang sama tetapi konsentrasi CTAB yang dibedakan. Untuk konsentrasi CTAB 0,1 wt%, warna cairan yang dihasilkan lebih pekat, yaitu merah tua daripada sampel dengan konsentrasi 0,01 wt% dengan warna batu bata. Radiasi sampel dengan waktu yang sama, tetapi konsentrasi CTAB yang berbeda ternyata mempengaruhi proses pembuatan nanopartikel emas tersebut. Terbukti dari hasil gambar 4.1 bahwa cairan nanopartikel emas memiliki perbedaan warna, berarti memiliki tingkat absorbansi, scattering, dan juga diameter yang berbeda dari nanopartikel emas itu sendiri.

Hasil identifikasi sampel diatas dengan menggunakan spektrometer menunjukkan bahwa adanya nanopartikel akibat dari radiasi sampel dengan menggunakan plat Au. Hasil ini akan menunjukkan tingkat absorbansi dari masing-masing sampel pada energi 39 mJ.


(21)

Gambar 4.2 Identifikasi spektrometer untuk energi 39 mJ

Dari gambar 4.2 Menunjukkan bahwa nanopartikel yang disintesis telah tebentuk.Nanopartikel emas memiliki absorbansi yang tinggi pada panjang gelombang antara 520 nm - 530 nm.Adanya pergeseran puncak absorbansi untuk konsentrasi yang berbeda. Dimana pada grafik diatas menunjukkan bahwa pada konsentrasi 0,01 wt% puncak grafik berada pada panjang gelombang 521 nm, sedangkan pada konsentrasi 0,1 wt% puncak grafiknya berada pada 525 nm. Dimana pergeseran puncak panjang gelombang menuju ke arah kanan yang berarti semakin besar ukuran partikel yang dihasilkan.Untuk tingkat absorbansi pada konsentrasi 0,1 wt% lebih tinggi daripada konsentrasi 0,01 wt%. Adanya perbedaan tingkat absorbansi karna jumlah nanopartikel yang berbeda untuk setiap sampel.Absobansi dengan tingkat yang tinggi, dikarenakan banyaknya nanopartikel yang berinteraksi dengan sinar yang dipancarkan, tetapi pada absorbansi yang rendah berarti lebih sedikit berinteraksi dengan sinar yang dipancarkan.

Tabel 4.1 Energi 19 mJ konsentrasi CTAB 0,001 wt%, 0,01 wt%, dan 0,1 wt% Konsentrasi CTAB Warna

0,001 wt% Merah tua 0,01 wt% Batu bata


(22)

Hasil spektometer dari sampel diatas yaitu :

Gambar 4.3 Identifikasi spektrometer dengan energi 19 mJ Tabel 4.2 Energi 9 mJ konsentrasi CTAB 0,001 wt%, 0,01 wt%, dan 0,1 wt%

Gambar 4.4 Identifikasi spektrometer dengan energi 9 mJ Konsentrasi CTAB Warna

0,001 wt% Ungu 0,01 wt% Batu bata


(23)

4.1.2 Variasi Waktu Dengan Energi 19 mJ Konsentrasi 0,01 wt%

Dari ketiga grafik diatas dapat disimpulkan bahwa dari tingkat absorbansi yang dihasilkan dengan konsentrasi CTAB yang berbeda, yang paling banyak memperoleh nanopartikel emas yaitu konsentrasi CTAB 0,01 wt% dengan energi radiasi 19 mJ. Sampel dengan konsentrasi CTAB 0,01 wt% kemudian diradiasi kembali dengan memvariasikan waktu, yaitu (1 jam, 45 menit, 30 menit, dan 15 menit) dengan panjang gelombang 532 nm.

Tabel 4.3 Sampel dengan variasi waktu

Gambar.4.5 Identifikasi spektrometer dengan variasi waktu

Dari gambar 4.5adanya pergeseran puncak panjang gelombang pada masing-masing waktu. Untuk waktu 1 jam puncak panjang gelombang berada pada 526 nm, untuk waktu 45 menit puncaknya bergeser ke kiri menjadi 523 nm, 522 nm dan 520 nm berturut-turut untuk waktu 30 menit dan 15 menit. Adanya pergerseran puncak ke kiri menyatakan ukuran partikel yang dihasilkan semakin kecil. Tingkat absorbansi

Konsentrasi CTAB Waktu Irradiasi Warna 0,01 wt% 15 Menit Salmon terang 0,01 wt% 30 Menit Salmon gelap 0,01 wt% 45 Menit Batu bata


(24)

meningkat apabila waktu radiasi sampel semakin lama, dan akan menurun apabila waktu radiasi juga diturunkan. Dari hasil tersebut sangat jelas terlihat pengaruh waktu radiasi terhadap tingkat absorbansi dari nanopartikel emas tersebut.

4.1.3 Variasi Panjang Gelombang Untuk Konsentrasi Yang Sama

Efek dari panjang gelombang diteliti pada 532 nm da 355 nm, nanopartikel emas direkayasa dengan menggunakan sinar laser di dua panjang gelombang yaitu 532 nm dan 355 nm. Sampel dengan konsentrasi pada 0,01 wt% telah menunjukkan bahwa sampel dengan konsentrasi tersebut memiliki tingkat absorbansi paling tinggi dari beberapa eksperimen yang telah dilakukan. Sampel dengan konsentrasi CTAB 0,01 wt% kenudian diradiasi kembali dengan plat Au pada panjang gelombang 355 nm.

Tabel 4.4 Sampel dengan panjang gelombang 355 nm

Hasil spektrometer dari sampel diatas sebagai berikut :

Gambar 4.6 Identifikasi spektrometer untuk panjang gelombang 355 nm Konsentrasi CTAB Energi Absorbansi Warna

0,01 wt% 9 mJ Salmon terang 0,01 wt% 19 mJ Salmon gelap


(25)

(532 nm) (355 nm)

Gambar 4.7 Perbandingan panjang gelombang untuk variasi energi

Dari gambar 4.7 menunjukkan bahwa adanya perbedaan puncak panjang gelombang untuk energi yang sama dengan panjang gelombang yang berbeda. Pada energi 9 mJ dengan radiasi panjang gelombang yang berbeda berada pada 522 nm dan 520 nm. Pada energi 19 mJ berada pada 523 nm dan 522 nm, dan pada 39 mJ puncaknya berada pada 524 nm dan 523 nm. Perbedaan puncak tersebut menyatakan adanya perbedaan ukuran partikel yang dihasilkan untuk tiap panjang gelombang dengan energi yang berbeda.Dari hasil spektrometer diatas menunjukkan bahwa tingkat absorbansi tertinggi berada pada panjang gelombang radiasi 532 nm.

4.1.4 Stabilitas Koloid Nanopartikel Emas Selama Dua Minggu

Perbandingan koloid nanopartikel emas dari sampel yang memiliki konsentrasi terbaik dalam menghasilkan absorbansi paling tinggi yaitu pada konsentrasi 0,01 wt%. Stabilitas koloid nanopartikel emas yang di teliti pada eksperimen ini yaitu sampel dengan konsentrasi 0,01 wt% untuk energi 39 mJ, 19 mJ, dan 9 mJ, dan panjang gelombang masing-masing parameter yaitu 532 nm dan 355 nm.

Hasil stabilitas koloid nanopartikel emas selama 2 minggu dengan panjang gelombang 532 nm yaitu :


(26)

Gambar 4.8 Perbandingan Plat Au Koloid untuk 532 nm Tabel 4.5 Data peak untuk grafik diatas adalah :

Energi peak Baru Diradiasi peak Setelah 2 minggu

9 mJ 522 nm 523 nm

19 mJ 524 nm 525 nm

39 mJ 523 nm 526 nm

Untuk hasil stabilitas koloid nanopartikel emas selama 2 minggu dengan panjang gelombang 355 nm yaitu :


(27)

Gambar 4.9 Perbandingan Plat Au Koloid untuk 355 nm Tabel 4.6 Data peak untuk grafik diatas adalah :

Energi peak Baru Diradiasi peak Setelah 2 minggu

9 mJ 523 nm 524 nm

19 mJ 524 nm 525 nm

39 mJ 525 nm 526 nm

Dari perbandingan tersebut dilihat bahwa kestabilan koloid relatif baik selama 2 minggu. Warna sampel pada kondisi 2 minggu dengan sampel yang baru diradiasi masih tidak berubah.Hanya saja adanya pergeseran sedikit puncak absorbansi sekitar 1 nm. Pergesaran puncak panjang gelombang dikarenakan karna pengukuran dilakukan di dua waktu yang berbeda.


(28)

4.2 Hasil Karakterisasi Sampel Dengan Menggunakan TEM

Gambar dibawah akan menunjukkan pengaruh energi terhadap ukuran partikel yang dihasilkan dengan radiasi laser pada panjang gelombang 532 nm.

(9 mJ)


(29)

(39 mJ)

Gambar 4.12 Identifikasi Hasil TEM

Dari grafik diatas, menunjukkan bahwa adanya perbedaan diameter pada masing-masing energi. Untuk energi 9 mJ dihasilkan diameter partikel 19,9 nm, energi 19 mJ menghasilkan diameter partikel 16 mJ, dan energi 39 mJ menghasilkan diameter partikel 13 mJ. Hasil TEM tersebut mengahasilkan bentuk dari nanopartikel emas tersebut, ukuran dari nanopartikel, dan juga distribusi pada masing-masing sampel. Distribusi yang didapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bentuk nanopartikel agregasi (menumpuk) dan nanopartikel disperse (sebaran). Grafik tersebut menunjukkan bahwa energi berbanding lurus dengan jumlah nanopartikel, dimana semakin besar energi yang digunakan maka akan semakin banyak jumlah nanopartikel yang dihasilkan. Dan sebaliknya energi juga berbanding terbalik dengan diameter nanopartikel. Dimana semakin besar energi yang digunakan, maka diameter nanopartikel yang dihasilkan akan semakin kecil.


(30)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1. Dari pemisahan bahan substrat dengan absropsi langsung dari energi laser

diperoleh nanopartikel dari Plat Au murni dengan teknik PLAL (Pulsa Laser Ablation in-Liquid) dengan diameter 16 nm dengan energi 19 mJ dan konsentrasi CTAB 0,01 wt%. Koloid nanopartikel akan semakin banyak jika energi yang digunakan semakin besar.

2. Untuk menstabilkan koloid nanopartikel, dipergunakan konsentrasi CTAB. Dimana fungsi dari CTAB untuk membungkus nanopartikel sehingga tidak bersatu membentuk agregat.

5.2SARAN

Penelitian yang telah dilakukan memiliki beberapa kekurangan, untuk itu dibutuhkan saran untuk lebih baik yaitu :

1. Untuk penelitian selanjutnya disarankan dalam pembuatan nanopartikel emas (Au) dengan Ablasi pada generasi yang lebih tinggi dan dilakukan uji

aktivitas Au sebagai agen antikanker serta pemanfaatan lainnya. 2. Parameter-parameter seperti energi, waktu, dan juga konsentrasi yang

dilakukan pada penelitian ini perlu diperhatikan lagi agar penelitian

selanjutnya dapat memperoleh nanopartikel yang lebih baik dari penellitian-penelitian sebelumnya.


(31)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Koloid Nanopartikel

Koloid nanopartikel terjadi karena ablasi laser pada suatu bahan yang ditentukan oleh energi laser, panjang pulsa laser, durasi, fokus laser, dan panjang gelombang laser dengan ukuran yang diperoleh antara 1-100 nm. Koloid nanopartikel paling banyak diteliti dari bahan logam, semikonduktor, dan bahan magnetik lainnya. Nanopartikel banyak digunakan untuk elektronik, katalisi, reprografi, dan lain-lainya. Nanosains dan nanoteknologi merupakan kajian ilmu dan rekayasa material dalam skala nanometer yang sedang dikembangkan oleh para ilmuwan di seluruh dunia. Nanomaterials dibuat untuk membawa inovasi yang signifikan dan kemajuan bagi masyarakat serta manfaat untuk kesehatan manusia dan lingkungan. Sejumlah sifat nanopartikel ini dapat diubah melalui pengontrolan ukuran partikel, pengaturan komposisi kimiawi, modifikasi permukaan, dan pengontrolan interaksi antar partikel. Penemuan baru dalam koloid nanopartikel ini mulai tampak dalam berbagai bidang seperti kesehatan, metalurgi, kimia, dan juga lingkungan. Nanopartikel juga merupakan partikel koloid dengan ukuran lebih kecil dari 1 µm. Komponen aktif (zat aktif) tersebut dapat di hadapkan dalam bermacam-macam keadaan-keadaan fisik. Dapat dilarutkan dalam matriks polimer, dapat dienkapsulasi, atau dapat diabsorpsi atau dilekatkan pada permukaan pembawa koloid nanopartikel.Ada dua defenisi dalam persyaratan ikatan obat.Nanocapsule mempunyai struktur kulit-inti (sebuah sistem penyimpanan), sementara Nanosphere mewakili sebuah matriks sistem, dan sebagian besar didesain untuk pembawa parental (Nur, 2009).

2.2 Pengertian Koloid Nanopartikel

Thomas Graham (1805-1809), dalam penyelidikannya mengenai difusi larutan melalui membran telah membedakan koloid nanopartikel dan kristaloid. Dari


(32)

pengamatannya, ternyata partikel zat dalam larutan ada yang berdifusi cepat dan lambat. Zat-zat yang mudah berdifusi umunya membentuk kristal dalam keadaan padat, sehingga ia menyebutnya kristaloid. Contohnya NaCl dalam air. Istilah ini tidak populer karena ada zat yang bukan kristal tetapi mudah berdifusi misalnya HCl dan HNO3. Sedangkan zat-zat yang sukar berdifusi seperti lem, agar-agar, putih telur, dinamakan koloid. Salah satu perbedaan nyata antara koloid nanopartikel dan kristaloid adalah ukuran partikelnya. Berdasarkan ukuran partikel ini, campuran zat dibedakan menjadi tiga, yaitu :

1. Kristaloid (larutan sejati)

Diameter partikelnya lebih kecil dari 1 nm (10-9 m) 2. Koloid nanopartikel

Diameter partikelnya antara 1 nm – 100 nm 3. Suspensi

Diameter partikelnya lebih besar dari 100 nm

Koloid nanopartikel merupakan suatu sistem dispersi, karena terdiri dari dua fasa, yaitu fasa terdispersi (fasa yang tersebar halus) yang kontinyu dan fasa pendispersi yang diskontinyu. Fase terdispersi umumnya memiliki jumlah yang lebih kecil atau mirip dengan zat terlarut dan fase pendispersi jumlahnya lebih besar atau mirip palarut pada suatu larutan.Menurut perubahan bentuknya, koloid dibedakan menjadi koloid reversibel dan irreversibel. Koloid reversibel yaitu koloid yang dapat berubah menjadi bukan koloid demikian pula sebaliknya. Contohnya plasma darah kering dan susu bubuk. Sedangkan koloid irreversibel yaitu suatu koloid yang setelah berubah menjadi bukan koloid tidak dapat menjadi koloid kembali. Contohnya sol belerang dan sol emas.

2.3 Keuntungan dan Aplikasi Koloid Nanopartikel

Tujuan utama yang diharapkan dalam penggunaan koloid nanopartikel sebagai sistem penghantaran obat antara lain, mengontrol ukuran partikel, sifat permukaan dan pelepasan zat aktif secara farmakologi untuk mencapai sisi aksi


(33)

spesifik obat. Keuntungan dalam penggunaan nanopartikel sebagai sistem penghantaran obat, antara lain : (Mohanraj dan Y, 2006)

a. Ukuran partikel dan karakteristik permukaan nanopartikel dapat dengan mudah dimanipulasi baik pasif maupun aktif targeting.

b. Mengontrol dan memperpanjang pelepasan obat selama perjalanan dan pada sisi aksi obat sehingga meningkatkan efikasi terapi dan mengurangi efek samping obat.

c. Targeting obat ke sisi spesifik dapat dicapai dengan memberikan ligan pada permukaan partikel.

d. Drug loading relatif besar dan obat dapat masuk ke dalam sistem pembawa tanpa reaksi kimia sehingga menjadi faktor penting untuk menjaga aktivitas obat.

e. Sistem nanopartikel dapat digunakan dalam berbagai rute pemberian, seperti oral, nasal, parenteral maupun intraocular.

f. Meningkatkan stabilitas obat/protein dan pembawa yang digunakan tidak memiliki biotoksisitas. Disamping keuntungan nanopartikel tersebut, terdapat kekurangan yaitu, dengan ukuran yang kecil dan luas permukaan yang besar dapat membuat partikel-partikel yang terbentuk saling beraggregasi selama penyimpanannya sehingga menjadi suatu tantangan untuk memformulasikan/menghasilkan nanopartikel dengan ukuran yang kecil tetapi memiliki stabilitas maksimum.

Sedangkan penggunaan dari koloid nanopartikel dapat diaplikasikan dalam sistem penghantaran targeting tumor, gen dan penghantaran obat ke otak (Mohanraj dan Y, 2006) :

a. Targeting tumor dengan sistem penghantaran obat nanopartikulat digunakan karena nanopartikel dapat menghantarkan obat ke target tumor melalui peningkatan permeabilitas dan efek retensi atau aktif targeting dengan ligan pada permukaaan nanopartikel. Nanopartikel akan mengurangi pemaparan obat yang berlebihan pada jaringan yang sehat melalui pembatasan distribusi obat ke organ target.

b. Gen terapi Vaksin polinukleotida bekerja dengan menghantarkan gen. Vaksin polinukleotida (berisi DNA) mengalami keterbatasan masalah efisiensi


(34)

penghantarannya ke sel target dan nukleus sel. Plasmid DNA dengan sistem penghantaran obat nanopartikulat dapat memberikan sistem penghantaran yangefisien dengan menghindari degradasi endo-lysosomal. Penghantaran gen dapat diaplikasikan dalam penyembuhan tulang menggunakan nanopartikel-PLGA.

c. Penghantaran obat ke otak Sawar. Darah otak merupakan masalah utama dalam penghantaran obat ke otak. Penggunaan nanopartikel menuju otak akibat adanya interaksi dengan reseptor-mediated spesifik pada sawar darah otak. Hasil yang dilaporkan nanopartikel-poli (butilsianoakrilat) dapat menghantarkan doxorubisin ke otak.

2.4 Logam Emas (Au)

Emas dan perak adalah dua jenis logam yang mempunyai banyak nilai tambah daripada logam-logam lain. Emas adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki simbol Au dan nomor atom 79.

Tabel 1. Data bahan emas (Au)

Bahan emas (Au) Nilai

Nomor atom 79

Massa atom relative 196,9665 gram.mol-1 Konfigurasi elektron [Xe] 4f14 5d10 6s1

Titik leleh 1337 K (1064 ˚C)

Titik didih 3130 K

Jari-jari atom (Kisi Au) 1,46 Ǻ Massa jenis (pada 273 K) 19,32 gram.cm-3 Keelektronegatifan (Skala Pauling) 2,54

Sifat magnetic Diamagnetik Sumber : Chemistry of Precious Metal

Sebuah logam transisi (trivalen dan univalen). Emas tidak bereaksi dengan zat kimia lainnya kecuali oleh klorin, fluorin dan aqua regia. Pada abad pertengahan,


(35)

emas sering dimanfaatkan untuk kesehatan, dengan keyakinan bahwa sesuatu yang langka dan indah tidak bisa apa-apa, tapi sehat. Koloid emas (suspensi nanopartikel emas) dalam air berwarna sangat merah, dan dapat dibuat dengan ukuran partikel yang dikontrol ketat hingga beberapa puluh nanometer oleh penurunan bilangan oksidasi emas klorida dengan ion sitrat atau askorbat. Koloid emas digunakan dalam aplikasi penelitian di bidang kedokteran, biologi, dan ilmu material. (Sunardi, 2006) Penemuan Lande tentang Au yang mampu mengurangi nyeri sendi pada pasien non tuberculosis membuat fisikawan Prancis, Jacques Forestier, meneliti Au dalam pengobatan rhematoid artritis. Pengobatan rhematoid artritis dengan Au pun banyak dilaporkan dan dibuktikan sehingga Au menjadi salah datu pilihan untuk mengobati inflamasi kronik (rhematoid artritis). Pada 1842 koloid nanopartikel emas digunakan sebagai chrysotipe. Pada pertengahan 1980 pertama kali dilaporkan aktivitas sebagai antikanker.Au ditemukan bersifat sitotoksik pada sel tumor (in- vitro) sehingga berpotensi sebagai agen antitumor. Au isoelektrik dengan Pt oleh sebab itu Au memiliki aktivitas yang mirip dengan cisplatin (obat antikanker). Au dapat mengatasi resistensi terhadap cisplatin, menghambat perkembangan kanker payudara pada tikus serta menghambat aktivitas in-vivo melawan karsinoma hepatoselular dan karsinoma nasoparingeal (Berners-Price, 2011).

2.5 Laser dan Karakteristik Sinar Laser

Laser (Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation) adalah penguatan cahaya melalui radiasi emisi yang terstimulasi. Laser merupakan sumber cahaya koheren yang monokromatik dan amat lurus. Cara kerjanya mencakup optika dan elektronika. Para ilmuwan biasa menggolongkannya dalam bidang elektronika kuantum. Sebetulnya laser merupakan perkembangan dari MASER, huruf M disini singkatan dari Microwave, artinya gelombang mikro. Cara kerja maser dan laser adalah sama, hanya saja mereka bekerja pada panjang gelombang yang berbeda. Laser bekerja pada spektrum infra merah sampai ultra ungu, sedangkan maser memancarkan gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang yang jauh lebih panjang, sekitar 5 cm, lebih pendek sedikit dibandingkan dengan sinyal


(36)

TV-UHF. Laser yang memancarkan sinar tampak disebut laser – optik. Terjadinya laser sudah diramalkan jauh hari sebelum dikembangkannya mekanika kuantum. Pada tahun 1917, Albert Einstein mempostulatkan pancaran imbas pada peristiwa radiasi agar dapat menjelaskan kesetimbangan termal suatu gas yang sedang menyerap dan memancarkan radiasi. Menurut dia ada 3 proses yang terlibat dalam kesetimbangan itu, yaitu : serapan, pancaran spontan (disebut fluorensi) dan pancaran terangsang ( atau lasing dalam bahasa Inggrisnya, artinya memancarkan laser). Proses yang terakhir biasanya diabaikan terhadap yang lain karena pada keadaan normal serapan dan pancaran spontan sangat dominan.

Laser merupakan suatu sinar yang memiliki karakteristik monokromatis yaitu semua photon memiliki satu panjang gelombang dan satu warna, bersifat kolimasi berarti sinar laser sejajar, utuh, tidak menyebar dan sangat terarah dan koheren yaitu semua photon tetap berada pada phase yang sama (temporal) dan menuju kearah yang sama (spatial). Sinar laser tidak seperti sinar biasa lainnya, sinar laser memiliki sifat tersendiri pada sinar yang dihasilkannya yaitu ;

1. Monokromatik artinya satu panjang gelombang saja yang dihasilkan. Keuntungan dari sinar monokromatis untuk partikel yaitu absorpsi dan ablasi dapat ditargetkan pada kromophore-kromophore spesifik yang bergantung pada panjang gelombang tertentu.

2. Koheren artinya pada frekuensi yang sama dan menuju satu arah yang sama sehingga cahayanya menjadi sangat kuat, terkonsentrasi, dan terkoordinir dengan baik. Keuntungan dari sinar kolimasi dan koheren yaitu kemampuan untuk memfokuskan sinar pada target yang sangat kecil.

3. Kolimasi artinya adalah sinar laser sejajar, utuh, tidak menyebar dan sangat terarah. Keuntungan dari sinar kolimasi dan koheren yaitu kemampuannya untuk memfokuskan sinar pada target yang sangat kecil (Pratiwi, Nova. 2015).

2.6 Laser Neodymium-YAG (Nd : YAG)

Dalam Neodymium-YAG, neodymium ini adalah kotoran yang mengambil tempat beberapa atom hitrium dalam kristal YAG. Formula kimia YAG adalah


(37)

Y3Al5O12 struktur kristalnya adalah sama dengan garnet. Kristal memiliki sifat thermal, optik dan mekanik yang baik tetapi sulit untuk berkembang. Kristal tumbuh pada blok yang disebut boule yang dimana bahan akan ditanam. Laser akan menggunakan aksesoris yang merubah panjang gelombang laser dan lamanya pulsa. Panjang gelombang inframerah dekat dari Nd-YAG adalah luas untuk beberapa tujuan, tetapi cahaya tampak atau cahaya ultraviolet adalah lebih baik untuk beberapa yang lain. Penggunaan generator harmonik, frekuensi akan dirubah dan oleh karena itu sedikit laser akan memancarkan cahaya pada 532, 355 atau 266 nm untuk aplikasi yang berbeda. Aksesoris lain yang bermanfaat yang digunakan dalam laser adalah mode Q-Switching yang memungkinkan perubahan panjang pulsa dan akan memancarkan pulsa pendek dengan daya puncak yang tinggi.

Nd : YAG laser di dalam dunia optik menggunakan flashtube atau dioda laser. Ini merupakan salah satu jenis laser yang paling umum, dan digunakan untuk banyak aplikasi yang berbeda. Nd: YAG laser biasanya memancarkan cahaya dengan panjang gelombang 1064 nm, di infra merah. Namun, ada juga dengan panjang gelombang 532 nm dan 355 nm.Laser beroperasi dalam mode pulsa dan berkesinambungan. Pulsa laser biasanya dioperasikan dalam modus Q-switching atau saklar optik dimana mode ini dengan energi keluaran 250 Megawatt dan telah dicapai durasi pulsa 10-25 nanoseconds (ns). Pulsa laser dengan intensitas tinggi dua kali lipat untuk menghasilkan sinar laser pada panjang gelombang 532 nm, atau keseimbangan yang lebih tinggi pada 355 nm dan 266 nm. Jumlah pengotor dalam neodymium bervariasi sesuai dengan penggunaannya. Untuk output gelombang kontinu, pengotoran secara signifikan lebih rendah daripada pulsa laser.

Laser Nd: YAG digunakan dalam ophthalmology untuk memperbaiki posterior kapsular, dimana suatu kondisi yang mungkin terjadi setelah operasi katarak. Laser Nd: YAG dengan panjang gelombang 532 nm digunakan untuk mengobati mata yang terkena penyakit floaters. Laser dengan panjang gelombang 1064 nm paling banyak digunakan untuk menginduksi monopolar pada tumor ganas di berbagai organ tubuh melalui ablasi laser. Dalam ilmu oncology, laser Nd: YAG bisa digunakan untuk menghilangkan kanker kulit. Laser ini juga digunakan secara


(38)

luas dalam bidang kosmetik kedokteran untuk perawatan kecil cacat vascular seperti urat laba-laba pada wajah dan kaki. Baru-baru ini digunakan untuk menghilangkan rahim septa dalam bagian dalam rahim. Secara luas laser digunakan dalam pembuatan pengelasan dan pemotongan baja, pengeboran super-alloy (untuk komponen turbin gas) biasanya menggunakan pulsa laser. Laser dengan 2 kW digunakan untuk melelehkan logam dalam manufaktur berlapis. Dalam aplikasi ruang angkasa dan juga laser dengan fungsi sebagai palu yang biasanya menggunakan energi tinggi (10-40 Joule) untuk menghasilkan Gigawatt dengan memfokuskan sinar laser ke beberapa titik target dengan diameter tertentu. Bukan dengan memanaskan/menambahkan bahan, tetapi dengan proses mekanis yaitu memberi tekanan kompresi. Biasanya digunakan secara luas untuk mesin turbin gas dan untuk komponen kerusakan yang terdapat pada pembangkit listrik dan lain sebagainya (Trejos, T, dkk. 2010).

2.7 Respon Material

Rincian dari respon material akan tergantung pada sistem bahan tertentu dan kondisi pemprosesan laser. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bila laser mempengaruhi angka eksitasi adalah lambat dibandingkan dengan waktu termalisasi, maka proses ini dinotasikan sebagai fotothermal dan dapat mempertimbangkan energi laser yang diserap yang secara langsung ditransfer ke dalam panas. Dalam kasus ini, respon bahan akan menjadi fungsi dari pemanasan dan pendinginan bahan lokal. Suhu maksimum dicapai dan gradien suhu, semua yang dapat ditentukan dari solusi terhadap persamaan panas untuk kondisi penyinaran yang diberikan. Dalam bagian ini kita akan membahas beberapa respon bahan dasar yang dapat terjadi sebagai akibat dari penyinaran laser. Fokusnya akan ditempatkan pada respon fotothermal, tetapi perhatian akan diarahkan pada aspek fotokimia bila dianggap perlu.

2.7.1 Proses aktivasi secara termal

Pemanasan laser dengan fluensi dibawah ambang batas peleburan dapat mengaktifkan berbagai proses yang tergantung pada suhu di dalam bahan padat. Suhu yang tinggi dihasilkan dapat meningkatkan angka difusi yang mendorong turunnya kotoran, reorganisasi struktur kristal dan sintering bahan berpori. Penghalang energi


(39)

untuk reaksi kimia dapat teratasi dengan baik, meningkatkan kinetika reaksi jauh dalam angka suhu kamar. Transformasi yang cepat ke dalam fase kristal suhu tinggi dapat terjadi. Gradien suhu besar dicapai dengan pemanasan laser yang terlokalisasi yang dapat mengarah pada rangkaian bahan yang cepat, terperangkap dalam struktur yang tidak seimbang.Juga, menghasilkan gradient suhu yang terlalu besar yang dapat mempengaruhi tekanan thermal dan juga eksitasi thermoelastis dari gelombang akustik.Tekanan ini tentu dapat memberikan kontribusi bagi respon mekanika dari bahan seperti pengerasan kerja, warping dan atau keretakan.

2.7.2 Peleburan permukaan

Fluensi diatas ambang batas peleburan tentu dapat mengarah pada pembentukan pool transient dari bahan leburan permukaan. Bahan leburan ini akan mendukung beberapa mobilitas atom yang tinggi dan kelarutan daripada di dalam fase padat yang menghasilkan homogenesis bahan yang cepat. Angka rangkaian yang tinggi dengan solidifikasi kecepatan hingga beberapa m/det dapat dicapai dengan disipasi yang cepat panas ke dalam bahan curah dengan lingkungan yang lebih dingin.Beberapa pendinginan yang cepat dapat membeku dalam kerusakan dan juga larutan super jenuh termasuk membentuk fase bahan yang metastabil.Laju resolidifikasi yang lambat dapat memungkinkan rekristalisasi dari bulir yang besar daripada bahan aslinya.Penggunaan profil bentuk batang tetapi juga terlihat memudahkan pengendalian dinamika rekristalisasi.Bagi sebagian besar bahan, tegangan permukaan cair berkurang dengan peningkatan suhu dan cairan yang didorong dari daerah yang terpanas ke daerah yang terdingin.Gaya konveksi dan thermokapiler dapat menyebabkan deformasi yang signifikan yang dibekukan selama solidifikasi.

2.7.3 Ablasi

Ablasi laser adalah pemisahan bahan dari substrat dengan absorpsi langsung dari energi laser. Menurut para ahli, Ablasi laser merupakan proses hilangnya sebagian permukaan material padat (didalam cairan) oleh irradiasi dengan sinar laser. Ablasi dipengaruhi oleh keofisien absorpsi suatu permukaan pada panjang gelombang laser tertentu. Jika material memiliki nilai koefisien absorpsi yang tinggi, maka


(40)

berkas sinar laser akan membakar dan mengablasi permukaan material secara perlahan. Hal ini berpengaruh terhadap kedalaman ablasi yang dicapai. Hasil ablasi ditentukan pula oleh energi laser, panjang pulsa laser, durasi, fokus laser, dan panjang gelombang laser.Dengan fluks laser yang rendah, material yang dipanaskan oleh energi laser diserap dan menguap atau sublimasi. Ablasi laser umumnya dibahas dalam konteks laser pulsa, ini juga dimungkinkan dengan penyinaran CW. Serangan ablasi ini terjadi diatas fluensi ambang batas, yang tergantung pada mekanisme daya serap, terutama sifat bahan, mikrostruktur, morfologi dan adanya kerusakan dan juga parameter laser seperti panjang gelombang dan durasi pulsa. Fluensi ambang batas tipikal untuk bahan adalah antara 1 dan 10 J/cm2, untuk isolator anorganik antara 0,4 dan 2 J/cm2, dan untuk bahan organik antara 0,1 dan 1 J/cm2. Dengan multi pulsa, ambang batas ablasi, ketebalan atau volume bahan yang dipisahkan per pulsa secara khusus memperlihatkan peningkatan logaritma dengan fluensi menurut hokum Beer Lambert. Berbagai mekanisme untuk pemisahan bahan ini dapat diaktifkan selama ablasi laser tergantung pada sistem bahan tertentu dan juga parameter pemprosesan laser seperti panjang gelombang, fluensi dan panjang pulsa. Pada fluensi yang rendah, mekanisme fotothermal untuk ablasi adalah termasuk penguapan bahan dan sublimasi.

Untuk sistem multi komponen, spesies yang lebih mudah menguap dapat hilang dengan cepat selama perubahan komposisi kimia bahan yang masih tersisa. Dengan fluensi yang tinggi, nukleasi heterogen dari gelombang uap ini mengarah pada pendidikan yang normal. Bila pemanasan bahan cukup cepat untuk bahan mendekati suhu kritis thermodinamisnya, akan nukleasi homogen yang cepat dan pengembangan gelembung uap mengarah pada fase mendidih yang membawa lepas bahan padat dan cair. Mekanisme termal ini dapat difahami sebagai perubahan fase termodinamika dalam merespon suhu yang tinggi. Ketika waktu eksitasi adalah lebih singkat dari waktu thermalisasi dalam bahan, nonthermal, mekanisme ablasi fotokimia dapat terjadi. Misalnya, dengan pulsa ultrafast, ionisasi langsung dan pembentukan plasma lubang elektron dapat mengarah pada transformasi fase thermal, mengarahkan pada ikatannya dan juga disintegrasi eksplosif dari kisi melalui


(41)

penolakan elektronik. Dalam non logam tertentu seperti polimer dan bahan biologi dengan waktu termalisasi yang relatif panjang, Ablasi fotokimia masih terjadi dengan panjang gelombang yang pendek dengan laser nanodetik, menghasilkan bagian ablasi dengan HAZ (Heat Affected Zone) yang kecil.

Sementara panjang pulsa laser memiliki pengaruh yang signifikan terhadap dinamika proses ablasi. Secara umum, panjang pulsa ini lebih pendek, energinya lebih cepat mengendap di dalam bahan yang mengarah pada penolakan bahan yang cepat.Volume bahan yang secara langsung dipengaruhi oleh radiasi laser memiliki sedikit waktu untuk memindahkan energi ke bahan disekitarnya sebelum ditolak bahan tersebut. Oleh karena itu, volume yang terablasi menjadi lebih tepat didefenisikan oleh profil mengenai ruang laser dan kedalaman penetrasi optic dan sisa bahan memiliki sisa energi yang mengurangi HAZ. Akibat radiasi laser yang ditembakkan ke material akan menyebabkan lobang pada permukaan material dapat dilihat pada gambar 2.1

Gambar 2.1 Lobang akibat radiasi pada ablasi laser pada logam perak dengan : (a)200 fs, 120 J, pada pulsa laser 780 nm; dan (b) 3,3 ns, 1 mJ, pada pulsa laser 780 nm (c) Ablasi laser dengan pulsa 193 nm (d) Hasil agregat uap terkondensasi dari koloid nanopartikel.

Gambar 2.1 memperlihatkan kedalaman lapisan permukaan yang melebur (a) irradiasi ns sangat berbeda pada ablasi dengan (b) irradiasi fs yang memperlihatkan tidak adanya jejak bahan yang melebur. Fluensi ambang batas ablasi untuk bahan ini berkurang pada panjang pulsa yang lebih pendek dan menjadi lebih tajam. Bahkan untuk pulsa di ambang batas, adanya kelebihan energi yang masih terdapat di dalam bahan yang dapat menyebabkan efek termal pada bahan disekitarnya setelah pulsa itu berakhir. Disamping itu, pulsa fs ini dapat menyebabkan kerusakan optik dalam bahan. Perbedaan lain dari ablasi fs dan ps adalah pada interaksi bahan laser dimana


(42)

dipisahkan dalam waktu penolakan respon bahan. Selama ablasi, perlindungan permukaan oleh plume ablasi dapat mengurangi energi yang diserap oleh bahan. Respon bahan ini seringkali melibatkan kombinasi ablasi, peleburan permukaan dan juga proses yang diaktifkan secara termal, yang kemudian mengarah pada perubahan kumulatif dalam tekstur permukaan bahan, morfologi, dan kimia. Untuk itu, sisa energi yang tersisa setelah bahan ablasi dari permukaan dapat mengarah pada peleburan permukaan atau proses yang diaktifkan secara termal dalam permukaan lainnya dan juga volume bahan disekitarnya. Efek kolektif ini dapat menghasilkan modifikasi bahan multi skala yang dapat dimanfaatkan oleh berbagai aplikasi pemprosesan bahan laser (Brown,M.S, dan Craig, B. Arnold. 2010).

2.8 Absorbansi

Absorbansi adalah suatu polarisasi cahaya yang terserap oleh bahan ( komponen kimia ) tertentu pada panjang gelombang tertentu sehingga akan memberikan warna tertentu terhadap bahan. Sinar yang dimaksud yakni bersifat monokromatis dan mempunyai panjang gelombang tertentu. Beberapa atom hanya dapat menyerap sinar dengan panjang gelombang sesuai dengan unsur atom tersebut. Sehingga memiliki sifat yang spesifik bagi suatu unsur atom. Jika cahaya yang bersifat monokromatis tersebut dilewatkan pada media transparan maka intensitas cahaya akan berkurang sebanding dengan ketebalan konsentrasi larutan.Untuk terjadi proses absorbansi butuh senyawa standar. Bahan memiliki konsentrasi tertentu untuk dapat terjadi proses absorbansi. Bahan tidak boleh terlalu pekat sehingga harus diencerkan terlebih dahulu sebelum melakukan absorbansi. Untuk menemukan konsentrasi unsur logam dapat dilakukan dengan cara membandingkan nilai absorbs dengan absorbsi zat standar yang dikeruhi konsentrasinya.

Alat yang digunakan untuk mengukur absorbansi adalah Spektrometer. Kerja spektrometer yakni dengan cara melewatkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu sesuai jenis atom pada suatu obyek kaca yang disebuit kuvet. Sebagian cahaya akan diserap dan sisanya akan dilewatkan. Nilai absorbansi dari cahaya yang dilewatkan sebanding dengan konsentrasi larutan dalam kuvet. Alat dan bahan yang


(43)

digunakan dalam absorbansi yaitu spektronik 20, pipet volumetreik, bulb, tabung reaksi serta raknya, gelas piala, labu takar. Aplikasi absorbansi ini digunakan untuk menganalisa kandungan bahan tertentu ( sebagaimana terlihat berdasarkan spektrum warna tertentu ). Absorbnansi lebih memiliki kelebihan dibandingkan dengan proses titrasi jika dilihat dari bahan yang dihasilkan dari suatu proses tersebut. Hasil dari proses absorbansi akan lebih halus dan akurat. Sedangkan titrasi hasilnya kurang halus dan terkadang beberapa larutan tidak dapat dititrasi. Selain itu absorbansi juga memiliki kekurangan yaitu, tingkat keakuratannya tergantung pada tegangan listrik, sterilisasi dari suatu bupet perlu dijaga dengan baik dari penganalisisnya, dan tingkat kemurnian yang harus dijaga dengan baik. Spektrometer juga memiliki harga yang cukup mahal.

Absorbansi(disebut jugadensitas optis, meski densitas optis juga berartiindeks refraksi) adalah rasio logaritmik dari radiasi yang dipaparkan ke suatu bahan terhadap radiasi yang ditransmisikan menembus bahan.Absorbansi digunakan dalamspektroskopi. Dalam fisika, istilahabsorbansi dan absorptansi sering tertukar. Absorbansi adalah ukuran kuantitatif yang diekspresikan sebagai rasio logaritmik antara radiasi yang jatuh ke suatu bahan dan yang ditransmisikan menembus bahan.

A = -log10(��

�0) (1)

A = Absorbansi

Ii = Intensitas radiasi yang melalui bahan I0 = Intensitas radiasi sebelum menyentuh bahan

di mana A adalah absorbansi pada panjang gelombang cahaya tertentu (��

�0), adalah

intensitas radiasi yang melalui bahan (ditransmisikan), dan intensitas radiasi sebelum menyentuh bahan. Absorbansi dan absorptansi merupakan istilah yang harus diinterpretasikan berbeda. Absorptansi mengacu pada rasio proporsional langsung (tidak logaritmik) atau merupakan selisih dari intensitas cahaya yang datang dengan yang dipantulkan dan diteruskan. Absorptansi total mengacu pada semua spektrum cahaya, sedangkan absorptansi spektral mengacu pada cahaya pada panjang gelombang tertentu. Absorbansi memperhitungkan semua yang tidak ditransmisikan,


(44)

termasuk yang direfleksikan dan didispersikan, sedangkan absorptansi tidak memperhitungkan yang direfleksikan dan didispersikan.

2.9 Panjang Gelombang

Panjang gelombang adalah sebuah jarak antara satuan berulang dari sebuah pola gelombang. Biasanya memiliki denotasi huruf Yunani lambda ( ).

Dalam sebuah gelombang sinus, panjang gelombang adalah jarak antara puncak: Bentuk gelombang sinus dapat dilihat pada gambar 2.2

Gambar 2.2.Contoh bentuk gelombang

Axis x mewakilkan panjang, dan I mewakilkan kuantitas yang bervariasi (misalnya tekanan udara untuk sebuah gelombang suara atau kekuatan listrik atau medan magnet untuk cahaya), pada suatu titik dalam fungsi waktu x.

Panjang gelombang λ memiliki hubungan inverse terhadap frekuensi f, jumlah puncak untuk melewati sebuah titik dalam sebuah waktu yang diberikan. Panjang gelombang sama dengan kecepatan jenis gelombang dibagi oleh frekuensi gelombang. Ketika berhadapan dengan radiasi elektromagnetik dalam ruang hampa, kecepatan ini adalah kecepatan cahaya (c), untuk sinyal (gelombang) di udara, ini merupakan kecepatan suara di udara. Hubungannya adalah :

λ = �

� (2) Dimana :

λ = panjang gelombang dari sebuah gelombang suara atau gelombang elektromagnetik

c’ = kecepatan cahaya dalam vakum = 299,792.458 km/d ~ 300,000 km/d = 300,000,000 m/d atau


(45)

f = frekuensi gelombang

2.10 Sintesis Koloid Nanopartikel

Koloid nanopartikel dapat terjadi secara alamiah ataupun melalui proses sintesis oleh manusia. Sintesis koloid nanopartikel bermakna pembuatan koloid nanopartikel dengan ukuran yang kurang dari 100 nm dan sekaligus mengubah sifat atau fungsinya. Secara garis besar pembentukan koloid nanopartikel logam dapat dilakukan denganmetoda top-down (fisika) dan bottom-up (kimia).

a. Metoda fisika (top-down) yaitu dengan cara memecah padatan logam menjadi partikel-partikel kecil berukuran nano. Metode top-down juga pada dasarnya penurunan sistem ke subsistem. Dapat dicontohkan dengan membangun sebuah bangunan atau patung dengan membentuk sebuah batu. Pendekatan top-down sering menggunakan metode Sputtering, Mechanical Milling, Pysical vapor deposition, Sputter deposition, atau alat pengeboran untuk mendapatkan komponen yang lebih kecil. Teknik Micropatterning seperti litografi, sketsa plasma dan laser ablasi yang di klasifikasikan ke dalam metode ini.

b. Metoda kimia (bottom-up) dilakukan dengan cara menumbuhkan partikel-partikel nano mulai dari atom logam yang didapat dari prekursor molekular atau ionik. Metode Bottom-up merupakan menyatukan komponen yang lebih kecil dari sistem yang lebih besar. Dapat digambarkan dengan membangun sebuah bangunan dengan menyatukan batu bata atau perakitan bagian-bagian mesin mobil. Di bidang bioteknologi, metode Bottom-up digunakan untuk mendapatkan komponen. Bioteknologi menggabungkan molekul tunggal. Dalam nanoteknologi, dapat di defenisikan sebagai perakitan dari atom dan molekul untuk membentuk sistem yang lebih besar. Pengendapan uap kimia (CVD) dan proses Sol-gel dapat diklasifikasikan ke dalam metode ini.

2.11 Pulse Laser Ablasion in-Liquid (PLAL)


(46)

untuk membuat koloid nanopartikel. Partikel diproduksi secara murni, sangat cocok untuk fungsionalitas lebih lanjut dan dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam matriks polimer misalnya. Proses dapat dijalankan secara terus-menerus dan baru-baru ini menunjukkan tingkat pembuatan dari beberapa gram per jam. Interaksi pulsa laser di antarmuka padat-cair yang pertama kali dipelajari untuk modifikasi besi dengan membuat lapisan permukaan metastable fase oksida. PLAL untuk generasi nanopartikel pertama kali diperoleh di awal 1990-an.

Perbandinganmetodeuntukmenghasilkan nanopartikel. Ada berbagai teknik untuk menghasilkan koloid nanopartikel. Teknik yang dapatdapat diklasifikasikan ke dalam pendekatan top-down, dimana bahan makroskopik dibagi menjadi partikel yang lebih kecil, dan bottom-up, dimana koloid nanopartikel terbentuk dari atom atau molekul. Pendekatan top-down yang biasanya dilakukan dengan penggilingan atau proses fragmentasi dimana partikel-partikel yang lebih besar dapat menciptakan partikel yang lebih kecil. Dihasilkan partikel yang biasanya agak besar dengan luas ukuran yang terdistribusi.

Kesalahan terbesar dari metode kimia ini terletak di bagian pertama yaitu bahan kimia yang dapat menjadi racun dan merugikan untuk aplikasi yang dimaksudkan. Hal ini akan sangat sulit dan memakan waktu untuk menghilangkan residu ini dari koloid nanopartikel. Selain itu, stabilitas yang diperoleh secara kimia pada koloid nanopartikel biasanya dicapai melalui penstabilan surfaktan dan ligan, yang dapat menghalangi fungsional lebih lanjut dari partikel itu sendiri. Dalam PLAL, kemampuan untuk menghasilkan koloid nanopartikel langsung dari senyawa yang diiinginkan memungkinkan pembuatan koloid nanopartikel murni. Kemampuan untuk menghasilkan koloid nanopartikel yang stabil karena muatan listrik dalam pelarut yang dipilih dengan cermat menghilangkan perlunya menstabilkan agen dan membuat partikel yang diperoleh oleh PLAL terutama untuk studi lebih lanjut.Itu juga telah ditunjukkan bahwa koloid nanopartikel PLAL dihasilkan tergabung dengan mudah ke dalam matriks polimer (Salminen, T. 2013).


(47)

2.12Keuntungan dari Pulsa Laser Ablasi dalam Cairan (PLAL)

Pembuatan koloid nanopartikel telah dilakukan dengan berbagai teknik seperti pulsa laser pengendapan, pembakaran logam, pengurangan kimia, pengurangan-foto, pengurangan elektrokimia, solvothermal, elektrolisis, Green synthesis, induksi-gelombangmikro, aliran reaktor aerosol, pengurangan fotokimia, chemical vapor deposition (CVD), spray pyrolysis, dan memicu pada pelepasan. Diantara mereka, pulsa laser ablasi dalam cairan (PLAL) menjadi semakin populer melalui pendekatan top-downuntuk menghasilkan koloid nanopartikel. Metode itu relatif baru yang pertama kali diperkenalkan oleh Fotjik et.el pada tahun 1993 sebagai teknik yang menjanjikan. Dengan ablasi pada Surface Plasmon Resonance (SPR) menimbulkan hilangnya sebagian dari suatu material yang diradiasi dengan tingkat nanopartikel yang dihasilkan sangat tinggi dan juga nanopartikel yang diperoleh bebas dari bahan kimia berbahaya. Yang paling menarik dimana bagaimana membuat stabilitas koloid nanopartikel untuk periode satu bulan.

Oleh karena itu, proses PLAL telah menerima banyak perhatian sebagai novel teknik produksi NPs. Secara umum, ada kemampuan untuk mempersiapkan berbagai macam koloid nanopartikel, seperti logam, logam mulia, semikonduktor, nano alloy, oksida, magnetik, dan inti sel struktur nano. Pulsa laser ablasi dalam cairan PLAL sedang dieksplorasi sebagai strategi top-down (metode dispersi) persiapan koloid nanopartikel logam. Sederhana dengan tidak melibatkan dan bebas dari bahan kimia karena dapat menghasilkan koloid nanopartikel tanpa kontra ion atau permukaan zat aktif. Ini membuat metode sintesis kimia untuk solusi aplikasi yang memerlukan mono dispersi koloid nanopartikel. Sintesis kimia dengan hasil yang dicapai yang jauh lebih tinggi pada metode PLAL (Ali, Abdullah Khalaf.2010).

2.13 Diameter Koloid Nanopartikel

Menghitung diameter koloid nanopartikel dari hasil spektrometer sekarang ini menjadi suatu penelitian. Namun,kesepakatanyanglebih baik antara teori dan percobaan baikantarateoridanpercobaanadalahmenemukan rasiodaya serap jika ditentukan pada wilayah panjang gelombang di bawah 600 nm.


(48)

Tabel 2. Rasio abosorbansi koloid nanopartikel

Aspr/A450 d/nm Aspr/A450 d/nm Aspr/A450 d/nm

1,10 3 1,56 12 1,96 40

1,19 4 1,61 14 2,00 45

1,27 5 1,65 16 2,03 50

1,33 6 1,69 18 2,07 55

1,38 7 1,73 20 2,10 60

1,42 8 1,80 25 2,12 65

1,46 9 1,86 30 2,15 70

1,50 10 1,92 35 2,17 75

Berdasarkan tabel dibawah yang ditunjukkan bahwa rasio absorbansi pada puncak resonansi permukaan plasma (ASPR) untuk absorbansi 450 nm (A450) merupakan logaritma yang tergantung pada diameter koloid nanopartikel dengan ukuran antara 5 sampai 80 nm. Tabel rasio abosorbansi koloid nanopartikel dipuncak resonansi permukaan plasma (Aspr) untuk absorbansi 450 nm (A450) dalam menghitung diameter koloid nanopartikel yang bergantung pada persamaan 11 dengan parameter yang cocok sesuai dengan hasil percobaan. Data teoritis juga menunjukkan bahwa terbentuk grafik linear untuk rasio ASPR/A450, yang menyatakan bahwa hal tersebut menjadi sangat cocok untuk menghitung diameter partikel (dalam nanometer) yaitu :

= dexp ( 1 � / 450- B

2) (3)

Disini B1 adalah tetapan sesuai eksperimen dan B2) B0/m dimana B0 adalah intersepsi. Berdasarkan dengan data eksperimen yang kurang sesuai, dan beberapa pengamatan yang dilakukan, mengakibatkan kesalahan 18% dalam menghitung diameter koloid nanopartikel jika parameter terbaik yang ditentukan sesuai dari data teoritis dalam bahwa (B1) 3,55 (B2) 3,11. Jika parameter sesuai dengan eksperimen yang ditentukan maka yang digunakan (B1) 3,00 (B2) 2,20 perhitungan diameter koloid nanopartikel dengan menggunakan persamaan 11 hasil yang didapatkan hanya memiliki ralat sekitar 11%. Data numerik dari d(Aspr/A450) yang memungkinkan


(49)

perhitungan yang disajikan dalam informasi pendukung. Wolfgang Haiss menemukan bahwa diameter koloid nanopartikel dapat ditentukan dengan presisi tinggi jika konsentrasi awal emas dalam mol per liter yang digunakan biasanya untuk mensistesis koloid nanopartikel.

2.14 Analisis dan Karakterisasi Koloid Nanopartikel Emas 2.14.1 Spektrometer USB 2000

Spektrometer digunakan untuk mengetahui koloid nanopartikel yang disintesis telah terbentuk. Koloid nanopartikel emas memiliki absorbsi yang kuat pada panjang gelombang antara 500-600 nm. Koloid nanopartikel emas berwarna merah, dikarenakan menyerap warna biru dan memancarkan warna. Warna yang dihasilkan oleh koloid nanopartikel emas juga disebabkan fenomena surface plasmon resonance (SPR). SPR adalah gelombang elektromagnetik padainterfasa dari suatu logam dengan ukuran nano yang permukaannya dianggap planar maka fenomena ini disebut localized surface plasmon resonance (LSPR). LSPR merupakan gabungan osilasi elektron bermuatan yang tereksitasi oleh cahaya pada koloid nanopartikel logam. Osilasi elektron ini bergantung pada ukuran koloid nanopartikel dan berbanding terbalik dengan energi eksitasi (Megasari dan Abraha, 2012).

Ukuran suatu koloid nanopartikel dapat diamati dari pengukuan hasil spektometer. Jika ukuran partikel kecil, maka band gap elektron penyusunnya semakin besar sehingga energi eksitasi yang dibutuhkan semakin besar.Dalam spektrometer jika energi eksitasi besar maka akan berbanding terbalik dengan panjang gelombang serapannya, sesuai dengan persamaan Max Planck :

E = h f = ℎ�

� (4) Keterangan: E = Energi

h = Tetapan Planck c = Kecepatan cahaya

= Panjang gelombang f= Frekuensi (Atkins, 1997).


(50)

2.14.2 Transmission Electron Microscopy (TEM)

TEM adalah mikroskop yang mampu untuk melakukan pembesaran objek sampai 2 juta kali, yang menggunakan elektrostatik dan elektromagnetik untuk mengontrol pencahayaan dan tampilan gambar serta memiliki kemampuan pembesaran objek serta resolusi yang jauh lebih bagus daripada mikroskop cahaya. Mikroskop elektron ini menggunakan jauh lebih banyak energi dan radiasi elektromagnetik yang lebih pendek dibandingkan mikroskop cahaya. TEM memiliki fungsi untuk analisis morfologi, struktur Kristal, dan komposisi spesimen.

TEM menyediakan resolusi lebih tinggi dibandingkan SEM, dan dapat memudahkan analisis ukuran atom (dalam jangkauan nanometer) menggunakan energi berkas elektron sekitar 60 sampai 350 keV. TEM cocok untuk menjadi teknik pencitraan material padat pada resolusi atomik. Informasi struktural diperoleh dengan pencitraan resolusi tinggi dan difraksi elektron. Ketika elektron ditumbukkan pada sebuah permukaan material, dari permukaan tersebut akan dipancarkan elektron. Dari pancaran elektron ini bisa diketahui bentuk permukaan zat tersebut, itu merupakan asas kerja dari mikroskop elektron TEM yang banyak dipakai secara luas pada pengembangan material, kedokteran, bioteknologi dsb.

Mikroskop transmisi elektron saat ini telah mengalami peningkatan kinerja hingga mampu menghasilkan resolusi hingga 0,1 nm (atau 1 angstrom) atau sama dengan pembesaran sampai satu juta kali. Meskipun banyak bidang-bidang ilmu pengetahuan yang berkembang pesat dengan bantuan mikroskop transmisi elektron ini. Biasanya TEM terdiri dari tiga tahap lensa. Tiga tahapan itu adalah lensa kondensor, lensa objektif, dan lensa proyektor.Lensa kondensor bertanggung jawab untuk pembentukan balok primer, sedangkan fokus lensa objektif datang melalui sampel itu sendiri (dalam STEM mode pemindaian, ada juga lensa objektif atas sampel untuk membuat konvergen insiden berkas elektron). Lensa proyektor digunakan untuk memperluas sinar ke layar fosfor atau perangkat pencitraan lain, seperti film. Pembesaran TEM berasal dari rasio jarak antara spesimen dan lensa objektif.Selain itu, lensa Quad dan hexapole digunakan untuk koreksi distorsi balok asimetris (Stoian, R, Andrew Hill, Tress H. 2006).


(51)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Nanoteknologi merupakan inovasi teknologi yang menarik dari penelitian yang berkaitan dengan bidang produksi, ukuran, dan bentuk. Nanosains dan nanoteknologi merupakan kajian ilmu dan rekayasa material dalam skala nanometer yang sedang dikembangkan oleh para ilmuwan di seluruh dunia. Nanoteknologi menjadi salah satu bidang ilmu fisika, kimia, biologi, dan rekayasa yang penting dan menarik beberapa tahun terakhir ini. Jepang dan Amerika Serikat adalah dua negara terdepan dalam riset nanoteknologi. Salah satu bagian nanoteknologi yang merupakan aspek penting adalah nanopartikel karena sudah diaplikasikan dalam berbagai hal yang tak terhitung banyaknya. Suatu produk dapat diartikan sebagai nanopertikel jika memiliki ukuran 1-100 nm. Nanopartikel telah menyatakan kemajuan yang signifikan di bidang medis, sensor, elektronik, pertanian, dan produk kecantikan (Fernandez, 2011).

Logam emas (Au) saat ini menjadi suatu topik yang berkembang dalam berbagai bidang, seperti diagnostik maupun kesehatan. Dalam dunia kesehatan, Au banyak digunakan sebagai agen terapi, khususnya agen antikanker. Disamping aktivitasnya sebagai antiartritis dan antiparasit, Au juga memiliki aktivitas dalam penghambatan angiogenesis (antiangiogenesis) yang merupakan bagian penting pada perkembangan dan pertumbuhan sel kanker. Efek aktivitas antiangiogenesis dari Au secara in vivo pada telinga tikus menunjukkan hambatan/pengurangan yang signifikan. Au memiliki kemiripan aktivitas dengan cisplatin sebagai obat kanker. Au juga bersifat toksik selektif terhadap sel kanker tetapi tidak pada sel normal. Kemampuan atau sifat Au tersebut membuat Au berpotensi untuk digunakan sebagai agen antikanker. Sistem penghantaran obat nanopartikulat kian berkembang di industri farmasi terutama dalam aplikasi pengobatan kanker. Nanopartikel memiliki beberapa keuntungan, yaitu menjaga obat dari degradasi, targeting obat ke sisi aksi,


(52)

organ atau jaringan spesifik serta menghantarkan molekul biologis seperti protein, dan oligonukleotida (Pathak, Thassu, dan Deleers, 2007).

Kemampuan emas untuk menghasilkan panas setelah menyerap cahaya digunakan sebagai obat yang bernama terapi photothermal. Semua yang telah disebutkan bahwa penggunaan nanopartikel emas dalam gen dan pembawa obat meningkatkan studi pada pengembangan metode untuk produksi nanopartikel emas. Ada beberapa metode untuk memperoleh nanopartikel logam seperti pulsa laser pengendapan, pembakaran logam, pengurangan kimia, pengurangan foto, pengurangan elektrokimia, metode elektrolisis, induksi gelombang mikro, pengurangan fotokimia, pengendapan cairan kimia, Electrospraying. Diantara mereka, pulsa laser ablation dalam cairan (PLAL) telah menjadi pendekatan top-down yang semakin popular untuk memproduksi nanopartikel. Ini adalah metode yang relative baru yang pertama kali diperkenalkan oleh Fojtik pada tahun 1993 sebagai teknik yang menjanjikan.

Oleh karena itu, proses PLAL telah menerima banyak perhatian sebagai nobel NPs produksi technique. Metode yang paling canggih untuk memproduksi bahan-bahan nano struktural yang telah dikembangkan dengan melakukan pulsa laser ablasi piringan emas dalam cairan. Keuntungan dari metode ini meliputi kesederhanaan yang prosedurnya sangat relatif dan tidak adanya larutan kimia dalam persiapan akhir sehingga bebas dari bahan kimia berbahaya, tetapi distribusi ukuran GNPs disiapkan oleh teknik ini cenderung diperluas karena aglomerisasi dan ejeksi fragmen yang besar selama ablasi laser. Untuk mencapai ukuran partikel mengurangi ion, surfaktan yang berbeda dapat digunakan. Keuntungan penting yang lain yang dimiliki oleh nanopartikel emas yang diberikan oleh proses PLAL yang stabil selama periode sebulan (Yong,G.W. 2006).

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk memperoleh nanopartikel emas murni yang sangat mudah, cepat dan satu langkah yaitu melalui metode PLAL tanpa menggunakan bahan kimia berbahaya. Efek dari pengaruh energi, waktu iradiasi dan panjang gelombang laser terhadap ukuran partikel yang dihasilkan akan diselidiki pada penelitian ini. Dan untuk mengetahui stabilitas koloid nanopartikel Au selama 2


(53)

minggu. Kondisi yang berfokus pada pembentukan dan fabrikasi nanopartikel logam yang saat ini di dekati oleh banyak peneliti sebelumnya. Disini kita akan membahas dalam pembentukan nanopartikel emas dan menelaah mekanisme pertumbuhan nanopartikel.

1.2 Rumusan Masalah

Metode sintesa nanopartikel Au yang dapat menghasilkan ukuran partikel yang kecil (<10 nm) menjadi satu tantangan tersendiri, terlebih jika nanopartikel Au ditujukan untuk aplikasi dalam bidang medis yang memerlukan nanopartikel itu bebas dari bahan-bahan kimia berbahaya. PLAL menjawab tantangan tersebut dengan fiturnya yang bersifat top-down tanpa memerlukan bahan kimia lain selain dispersan. Skripsi ini akan mempelajari PLAL untuk sintesa nanopartikel Au. Pengaruh energi, waktu iradiasi dan panjang gelombang laser akan diselidiki pengaruhnya terhadap ukuran partikel yang dihasilkan.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Memperoleh nanopartikel emas (nanogold) dengan metode PLAL (Pulse Laser Ablation in-Liquid)

2. Untuk mengetahui pengaruh energi, waktu, panjang gelombang ( ) terhadap ukuran partikel

3. Untuk mengetahui stabilitas koloid nanopartikel emas (Au) selama 2 minggu

1.4 Batasan Masalah

Agar permasalahan yang akan dibahas dapat menjadi terarah, maka penulis membatasi ruang lingkup yaitu difokuskan pada pengaruh Energi, waktu, dan panjang gelombang terhadap ukuran partikel (size particle) dengan metode PLAL (Pulse Laser Ablation in-Liquid) menggunakan plat Au (emas) untuk menghasilkan nanopartikel.


(54)

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang diambil dari penelitian ini adalah : Diharapkan riset penelitian ini mampu memberikan informasi dalam pembuatan nanopartikel dengan metode PLAL dan berperan dalam pengembangan nanoteknologi untuk kajian dan rekayasa material dalam skala nanometer.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada masing-masing Bab adalah sebagai berikut:

Bab I PENDAHULUAN

Bab ini mencakup latar belakang penelitian, batasan masalah yang akan diteliti, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tempat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini membahas tentang landasan teori yang menjadi acuan untuk proses pengambilan data, analisa data serta pembahasan.

Bab III METODE PENELITIAN

Bab ini membahas tentang peralatan dan bahan penelitian, diagram alir penelitian, prosedur penelitian, pengujian sampel.

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini membahas tentang data hasil penelitian dan analisa data yang diperoleh dari penelitian.

Bab V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan tentang kesimpulan yang diperoleh dari penelitian dan memberikan saran untuk penelitian yang lebih lanjut.


(55)

SINTESA DAN KARAKTERISASI KOLOIDNANOPARTIKEL EMAS(Au) DENGAN METODE LASER ABLASI DI DALAM MEDIUM CAIR

ABSTRAK

Pembuatan koloid nanopartikel emas dengan metode laser ablasi didalam medium cair (PLAL). Parameter-parameter yang digunakan seperti energi laser, panjang gelombang, variasi waktu, dan konsentrasi CTAB. Dengan berfokus pada kondisi sinar laser pada plat Au yang dimasukkan ke dalam cairan. Cairan yang digunakan pada penelitian ini adalah H2O + CTAB. Konsentrasi CTAB yang digunakan disini yaitu konsentrasi 0,001 wt%, 0,01wt%, dan 0,1 wt%. Cairan yang digunakan sebanyak 3 ml. Plat Au dimasukkan kedalam cairan kemudian diradiasi energi laser dengan panjang gelombang yang berbeda. Energi laser yang digunakan pada penelitian ini dibagi menjadi tiga wilayah( rendah, menengah, dan tinggi). Dengan melakukan radiasi selama 1 jam, 45 menit, 30 menit, dan 15 menit akan menghasilkan koloid nanopartikel emas murni. Berdasarkan referensi, bahwa dengan energi 19 mJ, konsentrasi CTAB 0,01 wt% pada waktu radiasi 1 jam diperoleh parameter terbaik dalam menghasilkan koloid nanopartikel emas. Efek panjang gelombang pada ukuran partikel diteliti pada 532 nm dan 355 nm. Panjang gelombang laser ablasi optimal adalah 532 nm.

Kata Kunci: PLAL (Pulsa Laser Ablation-Liquid), Konsentrasi CTAB, nanopartikel, koloid, tingkat absorbansi.


(56)

SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION Of COLLOIDAL GOLD NANOPARTICLES (Au) By LASER ABLATION METHOD In LIQUID

MEDIUM

ABSTRACT

Researched manufacture of gold nanoparticle by laser ablation method in liquid medium (PLAL) has been. By using parameters such as laser energy, wavelength, time variations, the concentration of CTAB. With focuses on the condition of the laser beam towards the Au plat is incorporated into the liquid. The liquid used in this research is H2O + CTAB. The concentration of CTAB used here are 0,1 wt%, 0,01

wt%, and 0,001 wt%. H2O + CTAB was used here 3 ml. Plat Au entered into liquid is

then irradiated with differentenergy and wavelength . Laser energy that is used in this research is divided into three regions (low, medium, and high). By doing radiation for 1 hour, 45 minutes, 30 minutes, and 15 minutes will produce pure gold nanoparticles. Based on reference, that with energy 19 mJ, concentration CTAB0,01 wt% on time irradiation at 1 hour is the best parameters in producing colloidal nanoparticle of gold. Effect of wavelength on the particle size was examined at 532 nm and 355 nm. Optimal wavelength laser ablation is 532 nm.

Keywords : PLAL (Pulsa Laser Ablatation in-Liquid), CTAB concentration,


(57)

SINTESA DAN KARAKTERISASI KOLOID NANOPARTIKEL EMAS (Au) DENGAN METODE LASER ABLASI DI DALAM MEDIUM CAIR

SKRIPSI

RAHMAD SALEH NASUTION 120801015

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2016


(58)

SINTESA DAN KARAKTERISASI KOLOID NANOPARTIKEL EMAS (Au) DENGAN METODE LASER ABLASI DI DALAM MEDIUM CAIR

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

RAHMAD SALEH NASUTION 120801015

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2016


(59)

LEMBAR PENGESAHAN

SINTESA DAN KARAKTERISASI KOLOID NANOPARTIKEL EMAS (Au) DENGAN METODE LASER ABLASI DI DALAM MEDIUM CAIR

OLEH:

Rahmad Saleh Nasution NIM: 120801015

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

Prof.Dr. Zuriah Sitorus, MS Dr. Yuliati Herbani, M.Sc NIP. 19560726198032001 NIP. 197907162002122008

Diketahui Oleh:

Departemen Fisika FMIPA USU Pusat Penelitian Fisika-LIPI Ketua, Kepala,

Dr. Marhaposan Situmorang Dr. Bambang Widiyatmoko, M.Eng. NIP: 1955103019800031003 NIP: 196204301988031001


(60)

PERSETUJUAN

Judul : Sintesa dan Karakterisasi Koloid

Nanopartikel Emas (Au) Dengan Metode Laser Ablasi Di dalam Medium Cair Kategori : Skripsi

Nama : Rahmad Saleh Nasution NomorIndukMahasiswa : 120801015

Program Studi : Sarjana (S1) Fisika Departemen : Fisika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan , Mei 2016

DisetujuiOleh

Pembimbing 1, Pembimbing 2,

Prof.Dr. ZuriahSitorus, MS Dr. YuliatiHerbani, M.Sc NIP. 19560726198032001 NIP. 197907162002122008

Departemen Fisika FMIPA USU Ketua,

Dr.MarhaposanSitumorang NIP. 195510301980031003


(1)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

DaftarTabel ix

DaftarGambar x

DaftarLampiran xi

DaftarSingkatan xii

Bab 1. Pendahuluan

1.1 LatarBelakang 1

1.2 Perumusan Masalah 1

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Batasan Masalah 3

1.5 Manfaat Penelitian 4 1.6 Sistematika Penulisan 4

Bab 2. TinjauanPustaka 2.1

2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7

Koloid Nanopartikel

Pengertian Koloid Nanopartikel

Keuntungan dan Aplikasi Koloid Nanopartikel Logam Emas (Au)

Laser dan Karakterisasi Sinar Laser Laser Neodymium-YAG (Nd-YAG) Respon Material

2.7.1 Proses AktivasiSecara Thermal 2.7.2 Peleburan Permukaan

2.7.3 Ablasi

5 6 6 8 9 10 12 12 13 14


(2)

2.13 2.14

Bab 3

Diameter Koloid Nanopartikel

Analisis Dan Karakterisasi Koloid Nanopartikel Emas 2.14.1 Spektrometer USB2000

2.14.2 Transmission Electron Microscope (TEM)

MetodePenelitian

22 23 24

3.1 Tempat Dan WaktuPenelitian 25

3.2 Alat Dan Bahan 25

3.2.1 Alat Penelitian 25 3.2.2 Bahan Penelitian 26 3.3 Proses Preparasi Sampel 26 3.4

3.5

Penembakan Sampel Dengan Laser Nd:YAG Tabel Data Sampel Yang Dipergunakan

27 28 3.6 Karakterisasi

3.6.1 Uji Spektrometer 3.6.2 Uji TEM

29 29 31 3.7 gr Diagram Alir Penelitian 33

Bab 4. Hasil Dan Pembahasan

4.1 Hasil karakterisasi Sampel Dengan Spektrometer 34 4.1.1 Pengaruh Energi yang Berbeda (Konsentrasi CTAB

0,1 wt%, 0,01 wt%, dan 0,001 wt%)

34 4.1.2 VariasiWaktu Dengan Energi 19 mJ Konsentrasi

0,01 wt%

38 4.1.3 Variasi Panjang Gelombang Untuk Konsentrasi

Yang Sama

39 4.1.4 Stabilitas Koloid Nanopartikel Emas Selama Dua

Minggu

40 4.2 Hasil Karakterisasi Sampel Dengan Menggunakan TEM 43 Bab 5. Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan 45

5.2 Saran 45

Daftar Pustaka 46

Lampiran L1


(3)

DAFTARTABEL

Nomor

Tabel Judul Halaman

2.1 Data bahan emas (Au) 8

3.1 Rasio absorbansi koloid nanopartikel 22

4.1 Data sampel yang dipergunakan 28

4.2 Energi 19 mJ konsentrasi CTAB 0,001 wt%, 0,01 wt%, dan 0,1 wt%

36

4.3 Energi 9 mJ konsentrasi CTAB 0,001 wt%, 0,01 wt%, dan 0,1 wt%

37

4.4 4.5 4.6

4.7

Sampel dengan variasi waktu

Sampel dengan panjang gelombang 355 nm Data perbandingan koloid nanopartikel selama 2 minggu untuk 532 nm

Data perbandingan koloid nanopartikel selama 2 minggu untuk 532 nm

38 39 41


(4)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Gambar Judul Halaman

2.1 Lobang akibat radiasi pada ablasi laser pada logam perak 15 2.2 2.3 2.4 2.6 2.7 2.8 2.9 2.10 2.11 2.12 2.13 2.14 2.15

Contoh bentuk gelombang Proses sederhana ablasi laser

Prinsip kerja spektrometer USB2000 Hasil radiasi sampel dengan energi 39 mJ konsentrasi CTAB 0,01 wt%, dan 0.1 wt% Identifikasi spektrometer untuk energi 39 mJ Identifikasi spektrometer dengan energi 19 mJ Identifikasi spektrometer dengan energi 9 mJ Identifikasi spektrometer dengan variasi waktu Identifikasi spektrometer untuk panjang gelombang 355 nm

Perbandingan panjang gelombang untuk variasi energi

Perbandingan Plat Au Koloid untuk 532 nm Perbandingan Plat Au Koloid untuk 532 nm Identifikasi Hasil TEM

18 27 30 35 36 37 37 38 39 40 41 42 43


(5)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Lampiran Judul Halaman

A B

C

Gambar Bahan Dan Alat Penelitian Perhitungan Konsentrasi Sampel Hasil TEM dengan Program Origin

L1 L2 L3


(6)

DAFTAR SINGKATAN

TEM : Transmission Electron Microscope PLAL : Pulsa Laser Ablation in-Liquid CTAB : Cetyltrimethylammonium bromide Nd-YAG : Neodymium-YAG

HAZ : Heat Affected Zone