Jangka Waktu Hak Guna Usaha

memberi keputusan mengenai permohonan pemberian hak untuk pertama kali,perpanjangan jangka waktu hak dan pemberian hak selanjutnya baik dengan hak yang sama pembaharuan hak atau dengan hak jenis lainnya perubahan hak, atas tanah Hak Guna Usaha yang Luasnya tidak lebih dari 200 Ha. 115 Sedangkan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional memberi keputusan mengenai pemberian dan pembatalan yang tidak dilimpahkan pada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kepala Kantor pertanahan KabupatenKotamadya. 116

2. Jangka Waktu Hak Guna Usaha

Hak Guna Usaha itu jangka waktunya terbatas. Hal itu dapat kita ketahui dari ketentuan Pasal 29 UUPA, yang menentukan bahwa : 1 Hak Guna Usaha diberikan untuk waktu paling lama 25 tahun 2 Untuk perusahaa yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan Hak Guna Usaha untuk paling lama 35 tahun 3 Atas permintaan pemegang hak dan mengingat keadaan perusahaannya, jangka waktu yang dimaksud dalam ayat 1 dan 2 pasal ini dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 25 tahun. Hak Guna Usaha dapat diberikan untuk paling lama 25 tahun. Untuk perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama sebagai contoh penjelasan Pasal 29 menyebut tanaman kelapa sawit, dapat diberikan Hak Guna Usaha untuk waktu paling lama 35 tahun. Atas permintaan pemegang hak dan mengingat keadaan 115 Penjelasan Mentri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 tahun 1999Pasal 8 116 Ibid Pasal 14. Universitas Sumatera Utara perusahaannya, jangka waktu tersebut dapat diperpanjang dengan waktu 25 atau 35 tahun. 117 Pengaturan jangka waktu Hak Guna Usaha yang lebih rinci dapat dilihat pada Pasal 8-10 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, yang pada intinya mengatakan sebagai berikut: 118 1. Jangka waktu Hak Guna Usaha paling lama 35 tahun, namun itu dapat diperpanjang untuk jangka waktu 25 tahun, dan jika jangka waktu pemberian dan perpanjangan itu pun sudah berakhir dapat diberikan pembaruan di atas tanah yang sama. Perlu ditegaskan bahwa perpanjangan jangka waktu tidaklah menghentikan berlakunya Hak Guna Usaha tersebut, melainkan tetap berlangsung menyambung pada jangka waktu semula. Penegasan itu perlu untuk kepentingan hak-hak pihak lain yang membebani Hak Guna Usaha, misalnya hak tanggungan yang akan hapus dengan sendirinya apabila Hak Guna Usaha itu hapus. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 itu tidak menegaskan jangka waktu pembaruan Hak Guna Usaha, namun dapat ditafsirkan bahwa jangka waktu pembaruan itu adalah 35 tahun. 119 2. Perpanjangan dan pembaruan hak tidak harus dikabulkan. Dengan perkataan lain, hal itu baru dapat dikabulkan jika memenuhi syarat: 117 AP. Parlindungan, Pedoman Pelaksanaan UUPA dan Tata Cara Pejabat Pembuat Akta Tanah , Alumni, Bandung, 1978, hal. 38. 118 Oloan Sitorus dan HM. Zaki Sierrad, Op.Cit, hal. 119 Pasal 8 Undang-undang Nomor 40 Tahun 1996 dan penjelasannya. Universitas Sumatera Utara a. Tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak tersebut; b. Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak; c. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak. Permohonan perpanjangan dan pembaruan Hak Guna Usaha diajukan selambat-lambatnya 2 dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu Hak Guna Usaha tersebut. 120 3. Khusus untuk kepentingan penanaman modal, permohonan perpanjangan atau pembaruan Hak Guna Usaha dapat dilakukan sekaligus dengan membayar uang pemasukan yang ditentukan untuk itu pada saat pertama kali mengajukan permohonan Hak Guna Usaha. Jika uang pemasukan telah dibayar sekaligus, maka untuk perpanjangan atau pembaruan Hak Guna Usaha hanya dikenakan biaya administrasi yang besarnya ditetapkan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional setelah mendapat persetujuan menteri keuangan. Persetujuan untuk memberikan perpanjangan atau pembaruan dan perincian uang pemasukan dicantumkan dalam keputusan pemberian Hak Guna Usaha tersebut. Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa mengenai Hak Guna Usaha di Indonesia terdapat dalam beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia, yakni antara lain: 120 Pasal 9-10 Undang-undang Nomor 40 Tahun 1996. Universitas Sumatera Utara 1. Undang-undang Pokok Agraria a. Pasal 16, Pasal 28 sampai dengan Pasal 34, Pasal 50 sampai dengan Pasal 52 dan Pasal 56; b. Ketentuan-ketentuan Konversi Pasal II sampai dengan Pasal IV dan pasal VIII. 2. Di luar Undang-undang Pokok Agraria a. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, tentang Peraturan Pendaftaran Tanah; b. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, tentang Pendaftaran Tanah; c. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah. d. Peraturan Menteri Agraria Nomor 8 Tahun 1961, tentang Penetapan Tanda Batas; e. Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria Nomor 11 Tahun 1962, jo Nomor 2 Tahun 1964 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1969, Nomor 2PrtOP81969 tentang Ketentuan Dan Syarat Dalam Pemberian Hak Guna Usaha Kepada Pengusaha-Pengusaha Swasta Nasional; f. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972, tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak Atas Tanah; g. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1973, tentang Ketentuan- ketentuan Mengenai Tata Cara Pemberian Hak Atas Tanah; Universitas Sumatera Utara h. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974, tentang Ketentuan- ketentuan Mengenai Penyediaan Dan Pemberian Tanah Untuk Keperluan Perusahaan; i. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1975, tentang Pedoman Mengenai Penetapan Uang Pemasukan, Uang Wajib Tahunan Dan Biaya Administrasi Yang Bersangkutan Dengan Pemberian Hak Atas Tanah; j. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1978 juncto Nomor 12 Tahun 1978, tentang Biaya Pendaftaran Tanah; k. Surat Keputusan Mnteri Dalam Negeri Nomor 96 Tahun 1971 Nomor SK. 142DJA1973 dan Nomor SK32DJA1978, tentang susunan panitia pemeriksaan tanah panitia A dan B. l. Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pertanian Nomor 2 Tahun 1969, Nomor 21KptsUm11969, juncto Nomor 1391978, tentang Team Pertimbangan Hak Guna Usaha Perkebunan Besar; m. Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1980, tentang Usaha Patungan dalam Rangka Penanaman Modal Asing Dan Penanaman Modal Dalam Negeri; n. Keputusan Presiden Republik Indonesia, Nomor 26 Tahun 1988, tanggal 19 Juli 1998, tentang Badan Pertanahan Nasional. o. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1984 bersambung Nomor 12 Tahun 1984, tentang Tata Cara Penyediaan Tanah, Pemberian Izin Bangunan dan Izin Gangguan bagi perusahaan-perusahaan yang mengadakan penanaman modal asingpenanaman modal dalam negeri; Universitas Sumatera Utara p. Peraturan Menteri AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional tertanggal 19 Februari 1999 Nomor 3 Tahun 1999, tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Atau Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah. q. Peraturan Menteri AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1998, juncto Nomor 6 Tahun 1998, tentang Pedoman Penetapan Uang Pemasukan Dalam Pemberian Hak Atas Tanah Negara. r. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional, Nomor 11 Tahun 1988, tanggal 28 Desember 1988, tentang Organisasi dan tata kerja Badan Pertanahan Nasional.

B. Peralihan Pendaftaran dan Hak Guna Usaha

Sebelumnya juga dijelaskan bahwa Hak Guna Usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Dapat beralih artinya bahwa jika pemegang haknya meninggal dunia, hak tersebut jatuh kepada ahli warisnya. 121 Di dalam UUPA tidak terdapat ketentuan soal pemindahan hak tersebut. 122 Namun di dalam surat keputusan Menteri Agraria No. SK 13Depag66 disebutkan bahwa peralihan Hak Guna Usaha dilakukan di hadapan PPAT Khusus. Bukan PPAT yang ada di kecamatan, melainkan PPAT Khusus yang ditunjuk dari kalangan pejabat lingkungan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Hal ini sekaligus merupakan pengawasan peralihan Hak Guna Usaha tersebut. 123 Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa dalam hal izin peralihan tetap berada pada Kepala Badan Pertanahan Nasional sedangkan 121 Oloan Sitorus dan HM. Zaki Sierrad, Op.Cit., hal. 124. 122 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Penyusunan, Isi, dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 1961, hal. 191. 123 AP. Parlindungan, Komentar Atas...., Op.Cit., hal. 153. Universitas Sumatera Utara peralihannya dapat dilakukan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT di mana objek tanah tersebut berada tidak lagi pada PPAT khusus. PPAT Khusus adalah pejabat Badan Pertanahan Nasional yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT tertentu khusus dalam rangka pelaksanaan program atau tugas Pemerintah tertentu. 124 PPAT khusus hanya berwenang membuat akta mengenai perbuatan hukum yang disebut secara khusus dalam penunjukannya. 125 Akan tetapi, dalam pembuatan akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT atau untuk melayani golongan masyarakat tertentu dalam pembuatan akta PPAT tertentu, Menteri dapat menunjuk pejabat-pejabat di bawah ini sebagai PPAT Sementara atau PPAT Khusus: 126 a. Camat atau Kepala Desa untuk melayani pembuatan akta di daerah yang belum cukup terdapat PPAT, sebagai PPAT Sementara; b. Kepala Kantor Pertanahan untuk melayani pembuatan akta PPAT yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan program-program pelayanan masyarakat atau untuk melayani pembuatan akta PPAT tertentu bagi negara sahabat berdasarkan asas resiprositas sesuai pertimbangan dari Departemen Luar Negeri, sebagai PPAT Khusus. 124 Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. 125 Pasal 3 Ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. 126 Pasal 5 Ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Universitas Sumatera Utara Mengenai peralihan Hak Guna Usaha ini juga terdapat di dalam Undang- undang Nomor 40 Tahun 1996, yakni pasal 16 ayat 4, yang menentukan bahwa “Peralihan Hak Guna Usaha karena jual beli, kecuali melalui lelang, tukar menukar penyertaan dalam modal, dan hibah dilakukan dengan akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah” Ketentuan ini dapat dikatakan sebagai ketentuan khusus dari pengaturan kewenangan PPAT sebagaimana dimaksud Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah tepatnya pada Pasal 2 ayat 2 yang menyatakan bahwa pembuatan semua perbuatan hukum mengenai tanah, yang meliputi: a. Jual beli; b. Tukar menukar c. Hibah; d. Pemasukan ke dalam perusahaan inbreng; e. Pembagian hak bersama; f. Pemberian Hak Guna Usahahak pakai atas tanah hak milik g. Pemberian hak tanggungan; dan h. Pemberian kuasa membebankan hak tanggungan, Harus dituangkan dalam suatu akta otentik yang disebut sebagai akta PPAT. Sebelumnya di dalam ketentuan Pasal 95 Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah juga dinyatakan sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 1. Akta tanah yang dibuat PPAT untuk dijadikan dasar pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah adalah a. akta jual beli; b. akta tukar menukar; c. akta hibah d. akta pemasukan ke dalam perusahaan; e. akta pembagian hak bersama; f. akta pemberian hak tanggungan; g. akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak milik; h. akta pemberian hak pakai atas tanah hak milik. 2. Selain akta-akta sebagaimana dimaksud pada ayat 1 PPAT juga membuat surat kuasa membebankan hak tanggungan yang merupakan akta pemberian kuasa yang dipergunakan dalam pembuatan akta pemberian hak tanggungan. PPAT dengan wewenangnya dalam hal ini juga melaksanakan misi pengawasan terhadap Hak Guna Usaha khusus sebagaimana yang diinginkan Surat Keputusan Menteri Agraria No. SK 13Depag66, maka pembuatan akta PPAT mengenai pemindahan Hak Guna Usaha karena jual beli itu baru dapat dibuat setelah ada ijin peralihan Hak Guna Usaha tersebut dari instansi yang berwenang. 127 Selanjutnya perlu diketahui bahwa PPAT dengan kewenangan khusus sebagaimana dimaksud Surat Keputusan Menteri Agraria No. SK13Depag66 sudah berbeda dengan PPAT khusus yang dimaksud oleh Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998. PPAT khusus menurut Pasal 5 ayat 3 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 adalah Kepala Kantor Pertanahan, yang diberikan tanggung jawab: 127 Oloan Sitorus dan HM. Zaki Sierrad, Hukum Agraria..., Op.Cit., hal. 125-126. Universitas Sumatera Utara a. Untuk melayani pembuatan akta PPAT yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan program-program pelayanan masyarakat; atau b. Untuk melayani pembuatan akta PPAT tertentu bagi negara sahabat berdasarkan asas resiprositas sesuai pertimbangan dari Departemen Luar Negeri. Pada Penjelasan Pasal 5 ayat 3 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998 disebutkan bahwa: “Program-program pelayanan masyarakat ini adalah misalnya program pensertifikatan tanah yang memerlukan adanya akta PPAT terlebih dahulu karena tanah yang bersangkutan belum atas nama pihak yang menguasainya. Pekerjaan yang dilakukan oleh PPAT khusus ini adalah pekerjaan pelayanan dan karena itu pembuatan akta dimaksud tidak dipungut biaya”. “Dalam praktek hubungan internasional seringkali suatu negara memberikan kemudahan kepada negara lain di berbagai bidang, termasuk di bidang pertanahan. Atas dasar tersebut dipandang perlu ada ketentuan untuk memberi kemungkinan Indonesia memberikan kemudahan yang sama di bidang perubahan data pendaftaran hak atas tanah kepunyaan negara asing”.

C. Berakhirnya Hak Guna Usaha

Hak Guna Usaha sesuai dengan tujuan pemberiannya dilakukan dalam waktu tertentu, akan tetapi jangka waktu penguasaannya oleh pemegang hak juga dapat berakhir apabila terjadi keadaan atau kondisi tertentu terhadap tanah. Mengenai Universitas Sumatera Utara alasan berakhirnya Hak Guna Usaha diatur dalam Pasal 34 Undang-undang Pokok Agraria, yaitu karena: 1. Jangka waktunya berakhir Dengan berakhirnya jangka waktu Hak Guna Usaha, maka status tanahnya menjadi tanah negara. Artinya, tidak ada lagi hak atas tanah yang melekat pada tanah tersebut. Menurut ketentuan Pasal 18 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, apabila Hak Guna Usaha telah hapus dan tidak diperpanjang oleh atau diperbaharui pemegang Hak Guna Usaha, maka bekas pemegang Hak Guna Usaha tersebut wajib membongkar bangunan-bangunan dan benda-benda yang ada di atasnya serta menyerahkan tanah dan tanaman yang ada di atas tanah bekas Hak Guna Usaha tersebut kepada negara dalam batas waktu yang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang keagrariaanpertanahan sekarang Kepala Badan Pertanahan Nasional. Selanjutnya ayat 2 menyatakan bahwa apabila bangunan, tanaman, dan benda-benda sebagaimana yang dimaksud oleh ayat 1 tersebut masih diperlukan untuk melangsungkan atau memulihkan pengusahaan tanahnya, maka kepada bekas pemegang hak diberikan ganti kerugian yang bentuk dan jumlahnya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden, namun Kepres dimaksud belum ada sampai saat ini. 128 128 Wawancara dengan Abdul Rahim Kasi Badan Hukum Kantor Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Utara, Tanggal Juni 2010. Universitas Sumatera Utara 2. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak terpenuhi Di dalam ketentuan Pasal 17 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 disebutkan bahwa Hak Guna Usaha hapus karena dibatalkan haknya oleh pejabat yang berwenang sebelum jangka waktunya berakhir karena: a. tidak terpenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak danatau dilanggarnya ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Pasal 12, 13 dan atau 14. b. putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Selanjutnya Pasal 1 butir 14 Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang tata cara pemberian dan pembatalan keputusan pemberian suatu hak atas tanah atau sertifikat hak atas tanah karena: 1. keputusan tersebut mengandung cacat hukum administrasi dalam penerbitannya; 2. putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Tentang terjadinya pembatalan terhadap keputusan pemberian Hak Guna Usaha ini, terdapat tiga kemungkinan terjadinya, yaitu:

1. Karena kesalahan dari si pemegang Hak Guna Usaha itu sendiri, seperti