5.3 Pengaruh Norma-Norma yang Berlaku terhadap Keputusan Adopsi Ide dan Alat Kontrasepsi KB Pria
Hasil uji statistik regresi logistik berganda diketahui faktor norma-norma yang berlaku sebagai indikator dalam kompatibilitas program dan alat kontrasepsi KB pria
berpengaruh terhadap keputusan adopsi ide dan alat kontrasepsi KB pria. Mengacu kepada hasil uji tersebut dapat dijelaskan bahwa kalangan PNS pria
di BPPKB Kota Medan yang menyatakan norma-norma yang berlaku sesuai dengan program KB dan alat kontrasepsi KB pria lebih berpeluang mengambil keputusan
dengan mengadopsi ide dan alat kontrasepsi pria dibandingkan yang menyatakan program KB dan alat kontrasepsi KB pria tidak sesuai dengan norma-norma yang
berlaku. Telaah tentang kesesuaian norma yang berlaku dengan program KB dan alat
kontrasepsi KB pria dapat mengacu kepada teori sosiologi sebagai satu cabang dari ilmu sosial yang mempelajari tentang masyarakat dan permasalahannya dalam
kehidupan bermasyarakat serta kaitannya dengan aturan-aturan apa yang harus diikuti dalam menginterpretasikan dalam kehidupan. Menurut BKKBN 2009 bahwa
permasalahan program KB terkait dengan permasalahan komunitas, partisipasi dan aspek sosial budaya. Pergeseran nilai dan norma masyarakat yang lebih demokratis
dan independen cukup menyulitkan program KB, serta masih adanya tradisi kelompok masyarakat tertentu yang masih belum bisa menerima sepenuhnya program
KB. Saat ini ada kecenderungan orang mengikuti program KB dengan motivasi sekadar mencegah kehamilan dengan sikap permisif terhadap orang lain, dulu banyak
Universitas Sumatera Utara
orang mengikuti program KB dengan motivasi lebih dari sekadar mencegah kehamilan, yaitu berpartisipasi menyukseskan misi NegaraPemerintah dengan sikap
pro aktif mempengaruhi orang lain agar ikut program KB. Mispersepsi program KB dipersepsikan sebagai program pembagian alkon saja, dan hanya diperuntukkan bagi
masyarakat pedesaan, marjinal perkotaan, dan orang miskin. Hasil kajian Strategy Demand Creation BKKBN tahun 2009 menunjukkan
bahwa prioritas pada aspek sosial budaya adalah dukungan dan perilaku, dengan persentase 43,3. Hal ini menunjukkan bahwa dukungan dan perilaku masyarakat
yang positif terhadap BKKBN dan program-programnya, adalah faktor terpenting dari aspek sosial budaya dalam rangka menciptakan solusi yang terpadu integrated
atas berbagai permasalahan internal dan eksternal BKKBN. Faktor nilai, norma, dan tradisi dianggap faktor yang penting dan harus dipecahkan.
Persentase responden yang menyatakan urusan hamil dan melahirkan bukan hanya urusan wanita sebesar 85,4, hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar
responden sudah menyadari dan memahami bahwa proses kehamilan serta melahirkan harus didukung oleh pria. Selama ini yang ada dalam pemikiran
masyarakat bahwa ber-KB merupakan masalah wanitaibu saja. Padahal disadari banyak keluhan dari para ibu yang tidak cocok menggunakan salah satu alat
kontrasepsi yang berdampak gemuk, pusing dan keluhan kesehatan. Norma yang berlaku di masyarakat terkait dengan program KB dan alat
kontrasepsi KB pria dapat ditelaah melalui teori perubahan sosial. Perubahan sosial adalah suatu proses di mana terjadi perubahan struktur dan fungsi suatu sistem sosial,
Universitas Sumatera Utara
keikutsertaan dalam program keluarga berencana, adalah merupakan contoh perubahan sosial. Perubahan dapat terjadi pada level individual, di mana seseorang
bertindak untuk memutuskan menerima atau menolak inovasi. Perubahan pada level ini disebut dengan bermacam-macam nama, antara lain difusi, adopsi, modernisasi,
akulturasi, belajar atau sosialisasi. Perubahan terjadi juga pada level sistem sosial. Ada berbagai istilah yang dipakai untuk perubahan macam ini, misalnya
pembangunan, internalisasi, integrasi, atau adaptasi. Namun selalu saja ada perdebatan, mana yang terlebih dahulu mempengaruhi antar kedua jenis perubahan
sosial tersebut. Untuk melihat perubahan dalam individu dibutuhkan keahlian psikologi.
Namun secara garis besar individu menyusun perilaku berdasarkan sensani penginderaan, persepsi, memori dan berpikir. Dengan mengetahui mekanisme kerja
itu perubahan perilaku pada taraf individu dapat diukur. Dengan memahami mekanisme itu pula perubahan perilaku pada level individu dapat didorong. Salah
satu cara dalam memahami perubahan pada level sosial adalah dengan memahami sistem sosial itu sendiri. Pada pendekatan struktur fungsionalis, perubahan
berlangsung secara gradual melalui : 1 penyesuaian adjustment terhadap nilai-nilai baru yang ditawarkan dari luar sistem melalui agen pembaharu agent of change,
atau 2 dipaksakan melalui perubahan struktur sosial authority, dan 3 penemuan ide baru dari dalam masyarakat inventions. Perubahan dapat bersumber dari luar
sistem atau dari dalam sistem, tapi yang pasti perubahan itu bertujuan untuk menemukan kembali keajegan sosial equilibrium. Perubahan juga dapat bersifat :
Universitas Sumatera Utara
1 spontan, atau 2 berencana, namun keduanya harus berbasis konsensus. Karena perubahan spontan tidak terarah dan tidak terukur, maka sebagian besar negara di
dunia menunjukkan kecenderungan untuk lebih meningkatkan taraf kehidupan rakyatnya, melalui perubahanan terencana. Namun, pada kenyataannya banyak
kelompok masyarakat yang belum tahu apa kebutuhan mereka dan inovasi mana yang cocok untuk kebutuhan tersebut, sehingga skenario perubahan yang lebih tepat adalah
perubahan terencana. Meski perubahan terencana tidak selalu identik dengan keberhasilan, karena klien perubahan secara individual amat majemuk.
Pada intinya perubahan sosial adalah sebuah kondisi ketika sebagian atau seluruh anggota kelompok memutuskan untuk menerima dan menggunakan ide atau
gagasan atau teknik baru inovasi yang datang dari dalam maupun luar kelompok Sejumlah ahli menyebutnya proses keputusan inovasi yang terdiri dari beberapa tipe
keputusan inovasi, yaitu : 1 Keputusan otoritas, yaitu keputusan yang dipaksakan kepada seseorang oleh individu yang berada dalam posisi atasan. 2 Keputusan
individual, yaitu keputusan dimana individu yang bersangkutan ambil peranan dalam pembuatannya. Keputusan individual ini ada dua macam, yaitu : a Keputusan
opsional, yakni keputusan yang dibuat oleh seseorang, terlepas dari keputusan yang diambil oleh anggota sistem dan b Keputusan kolektif, yakni keputusan yang dibuat
oleh individu-individu yang ada dalam sistem sosial melalui konsensus. Sebagai tambahan dari ketiga tipe keputusan di atas, ada keputusan yang
disebut keputusan kontingen, yakni pemilihan untuk menerima atau menolak inovasi setelah ada keputusan inovasi yang mendahuluinya. Misalnya keputusan untuk
Universitas Sumatera Utara
mengadopsi metode kontrasepsi KB pria dapat dilakukan setelah ada keputusan kolektif. Tetapi keputusan kontingen itu bisa merupakan kombinasi dari dua atau
lebih keputusan inovasi. Sejak lama para ahli mengetahui, keputusan seseorang untuk menerima atau menolak inovasi bukanlah tindakan yang sekali jadi, melainkan proses
yang terdiri dari serangkaian tindakan dalam jangka waktu tertentu. Pandangan tradisional mengenai proses keputusan inovasi, disebut “proses adopsi”, yang
dikemukakan ahli-ahli sosiologi pedesaan, terbagi dalam lima tahap : 1 tahap kesadaran, di mana seseorang mengetahui adanya ide-ide baru tetapi kekurangan
informasi mengenai hal itu. 2 tahap menaruh minat, di mana seseorang mulai menaruh minat terhadap inovasi dan mulai mencari informasi lebih banyak mengenai
inovasi itu. 3 tahap penilaian, di mana seseorang mengadakan penilaian terhadap ide baru itu dihubungkan dengan situasi dirinya sendiri saat ini dan masa mendatang dan
menentukan mencobanya atau tidak. 4 tahap pencobaan, di mana seseorang menerapkan ide-ide baru itu dalam skala kecil untuk menentukan kegunaannya,
apakah sesuai dengan situasi dirinya. 5 tahap penerimaan adopsi, di mana seseorang menggunakan ide baru itu secara tetap dalam skala yang luas.
5.4 Pengaruh Kebutuhan Adopter terhadap Keputusan Adopsi Ide dan Alat Kontrasepsi KB Pria