ANALISIS USAHA PENGOLAHAN IKAN ASIN DI KABUPATEN CILACAP
commit to user
i
ANALISIS USAHA PENGOLAHAN IKAN ASIN
DI KABUPATEN CILACAP
Skripsi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian
di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis
Oleh : Kiki Mega Sari
H 0306069
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2011
(2)
commit to user
ii
ANALISIS USAHA PENGOLAHAN IKAN ASIN
DI KABUPATEN CILACAP
yang dipersiapkan dan disusun oleh Kiki Mega Sari
H 0306069
telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal : 13 Januari 2011 Dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Tim Penguji
Surakarta, Januari 2011
Mengetahui, Universitas Sebelas Maret
Fakultas Pertanian Dekan
Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, M.S. NIP. 19551217 198203 1 003 Ketua
Ir. Rhina Uchyani F., MS NIP. 19570111 198503 2 001
Anggota II
Erlyna Wida Riptanti, SP, MP NIP. 19780708 200312 2 002 Anggota I
Mei Tri Sundari, SP, M.Si NIP. 19780503 200501 2 002
(3)
commit to user
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah Penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya sehingga Penyusun dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap” ini dengan baik.
Penyusun menyadari bahwa selama penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, Penyusun ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Allah SWT atas segalanya yang telah diberikan kepada Penyusun.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Ir. Agustono, M.Si. selaku Ketua Jurusan/Program Studi Sosial
Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Ibu Ir. Sugiharti Mulya Handayani, M.P. selaku Ketua Komisi Sarjana
Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
5. Ibu Ir. Rhina Uchyani F., MS selaku Dosen Pembimbing Utama dan
Pembimbing Akademik yang telah memberikan nasehat, bimbingan, arahan dan masukan serta semangat dalam penyusunan skripsi yang sangat berharga bagi Penyusun.
6. Ibu Mei Tri Sundari, SP, M.Si selaku Dosen Pembimbing Pendamping yang
dengan sabar memberikan nasehat, bimbingan, masukan, dan arahan, serta semangat dalam penyusunan skripsi ini.
7. Ibu Erlyna Wida Riptanti, SP, MP selaku Dosen Penguji Tamu yang telah
memberikan saran, masukan dan arahan serta bimbingan kepada Penyusun.
8. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh staff Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret Surakarta, atas ilmu yang diberikan dan kerjasamanya selama ini.
(4)
commit to user
iv
9. Mbak Iriawati, Bapak Samsuri dan Bapak Mandimin selaku staff administrasi
Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis yang telah membantu dalam hal perizinan berkaitan dengan studi dan penyusunan skripsi ini.
10. Pemerintah Kabupaten Cilacap, Bappeda Kabupaten Cilacap, Badan Pusat
Statistik Kabupaten Cilacap, Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM Kabupaten Cilacap dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cilacap yang telah memberikan izin penelitian serta memberikan informasi dan data-data yang diperlukan Penyusun dalam skripsi ini.
11. Seluruh perangkat Kecamatan Cilacap Selatan Kabupaten Cilacap atas
bantuan informasi untuk penyusunan skripsi ini.
12. Seluruh responden produsen ikan asin di Kabupaten Cilacap yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan informasi kepada Penyusun.
13. Kedua orang tuaku tercinta, Tatang Suherman dan Satiyem yang telah
memberikan kasih sayang, perhatian, dukungan, semangat, doa, dan kesempatan yang begitu besar sehingga Ananda dapat menyelesaikan skripsi ini serta Ananda mohon maaf atas segala kesalahan yang diperbuat.
14. Adik-adikku tercinta, Wim Biandi Bagas Saputra dan Julita Cahya Miranti
yang telah memberiku motivasi dalam segala hal dan telah melengkapi hidupku dengan senyum dan canda, kasih sayang, perhatian.
15. Kekasihku tercinta, Pulung Mahayogi Muhadi yang selalu menemaniku dan
mendampingiku.. I will be the last for you and You will be the last for me.
16. Seluruh sahabat-sahabatku tercinta, eN eN (Ria, Ichan, Niken, Santi, Fitri dan
Candra); E9 (Deni, Sarjo, Candra, Gancar dan Husin); teman-teman Ketjap (Pandu, Adit, Wisnu, Mario, Bagus, dan Reza) serta sahabatku Indri dan Astri terima kasih atas persahabatan, persaudaraan, kenangan indah dan kebersamaan kita yang terjalin selama ini.
17. Seluruh teman-teman Larasati tercinta, terima kasih atas persaudaraan,
kenangan indah dan kebersamaan yang terjalin selama ini.
18. Seluruh teman-teman Didini II, terima kasih atas kebersamaan yang terjalin
(5)
commit to user
v
19. Seluruh teman-temanku, “Agrobisnis Zero Six” serta teman-teman Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret terima kasih atas kebersaman dan kenangan indah yang terjalin.
20. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini dan tidak
dapat disebutkan satu per satu.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, Penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhirnya, Penyusun berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi Penyusun pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Surakarta, Januari 2011
(6)
commit to user
vi DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
RINGKASAN ... xiv
SUMMARY ... xv
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Kegunaan Penelitian ... 9
II. LANDASAN TEORI ... 10
A. Tinjauan Pustaka ... 10
1. Ikan Asin ... 10
2. Pengolahan Pasca Panen ... 12
3. Pengolahan Ikan Asin ... 13
4. Klasifikasi Industri ... 14
5. Biaya ……….. 15
6. Penerimaan ... 16
7. Keuntungan ... 16
8. Efisiensi ... 17
9. Risiko ... 18
B. Penelitian Terdahulu ... 19
C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah ... 23
D. Definisi Operasional dan Konsep Pengukuran Variabel ... 27
E. Pembatasan Masalah ... 29
F. Hipotesis ... 29
G. Asumsi ... 29
III. METODE PENELITIAN ... 30
A. Metode Dasar Penelitian ... 30
B. Metode Pengumpulan Data ... 30
1. Metode Pengambilan Daerah Penelitian ... 30
(7)
commit to user
vii
2. Metode Pengambilan Responden ... 32
C. Jenis dan Sumber Data ... 33
1. Data Primer ... 33
2. Data Sekunder ... 34
D. Teknik Pengumpulan Data ... 34
1. Observasi ... 34
2. Wawancara ... 34
3. Pencatatan ... 34
E. Metode Analisis Data ... 34
IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 38
A. Keadaan Geografis ... 38
1. Letak Geografis dan Wilayah Administratif ... 38
2. Luas Penggunaan Lahan ... 39
3. Topografi ... 39
4. Keadaan Iklim ... 41
B. Keadaan Demografi ... 42
1. Jumlah Penduduk ... 42
2. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur ... 42
3. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin ... 43
4. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ... 45
C. Keadaan Perikanan ... 46
D. Keadaan Sarana Perekonomian ... 48
1. Keadaan Sarana Perdagangan ... 48
2. Keadaan Sarana Perhubungan ... 48
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 50
A. Karakteristik Responden Usaha Pengolahan Ikan Asin ... 50
1. Identitas Responden ... . 50
2. Karakteristik Usaha Pengolahan Ikan Asin ... 52
B. Peralatan Usaha Pengolahan Ikan Asin ... 55
C. Proses Produksi Ikan Asin ... 56
D. Pemasaran Ikan Asin ... 57
E. Analisis Usaha Pengolahan Ikan Asin ... 58
1. Analisis Biaya ... 58
a. Biaya Tetap ... 58
b. Biaya Vaiabel ... 60
c. Biaya Total ... 62
2. Analisis Penerimaan ... 62
3. Analisis Keuntungan ... 64
4. Analisis Efisiensi ... 65
5. Analisis Risiko ... 65
F. Kendala yang Dihadapi ... 69
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 71
(8)
commit to user
viii
B. Saran ... 71 DAFTAR PUSTAKA
(9)
commit to user
ix
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1. Produksi Ikan di Wilayah Indonesia Tahun 2004-2007 ... 1
2. Kandungan Gizi Ikan Mas, Ikan Kakap, Ikan Kembung, Daging
Ayam dan Daging Sapi ... 2
3. Distribusi Penduduk dan Produksi Ikan Menurut Wilayah di Indonesia 4
4. Produksi Perikanan Kabupaten Cilacap Tahun 2008 ... 6
5. Data Komoditi Unggulan Kabupaten Cilacap Tahun 2003 ... 7
6. Jumlah Unit Pengolah Menurut Kecamatan pada Tahun 2008 di Kabupaten Cilacap ... 31 7. Jumlah Unit Usaha Pengolahan Ikan Asin dan Nilai Produksi per
Bulan (Juta Rp) Menurut Desa di Kecamatan Cilacap Selatan, Kabupaten Cilacap ... 32 8. Penentuan Jumlah Sampel Responden Ikan Asin di Kecamatan
Cilacap Selatan, Kabupaten Cilacap ... 33 9. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kabupaten Cilacap Tahun
2008 ... 39 10. Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan di Kabupaten Cilacap per
Bulan pada Tahun 2008 ... 41 11. Jumlah Penduduk dan Pertumbuhannya di Kabupaten Cilacap pada
Tahun 2004-2008 ... 42
12. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kabupaten Cilacap 43
13. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio di
Kabupaten Cilacap pada Tahun 2008 ... 44 14. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten
Cilacap ... 45 15. Produksi Penangkapan Ikan di Laut Menurut Kecamatan Tahun
2008 ... 47
16. Sarana Perdagangan di Kabupaten Cilacap pada Tahun 2008 ... 48
17. Panjang Jalan Menurut Jenis Permukaan, Kondisi Jalan dan Kelas Jalan di Kabupaten Cilacap Tahun 2008 ... 49 18. Identitas Responden pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten
Cilacap ... 50
(10)
commit to user
x
20. Alasan Utama Mengusahakan Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap ... 53 21. Sumber Modal pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten
Cilacap ... 54
22. Pengadaan, Cara Pembelian, Sistem Pengadaan, dan Cara
Pembayaran Bahan Baku pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap ... 54
23. Rata-rata Biaya Tetap pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di
Kabupaten Cilacap ... 58 24. Rata-rata Biaya Variabel pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di
Kabupaten Cilacap ... 60
25. Rata-rata Biaya Total pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di
Kabupaten Cilacap ... 62 26. Penerimaan Menurut Jenis Ikan Asin pada Usaha Pengolahan Ikan
Asin di Kabupaten Cilacap ... 63
27. Keuntungan Rata-rata pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di
Kabupaten Cilacap ... 64
28. Efisiensi Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap ... 65
29. Risiko Usaha dan Batas Bawah Keuntungan pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap ... 66
(11)
commit to user
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1. Skema Penggaraman Ikan ... 11 2. Skema Kerangka Teori Pendekatan Masalah Analisis Usaha
Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap ... 27
(12)
commit to user
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Karakteristik Responden Usaha Pengolahan Ikan Asin di
Kabupaten Cilaca…... 73
2. Karakteristik Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap.. 74
3. Biaya Tenaga Kerja pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di
Kabupaten Cilacap……….. 75
4. Lanjutan Lampiran 3... 76
5. Lanjutan Lamipran 3………... 77
6. Biaya Penyusutan Pisau pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di
Kabupaten Cilacap………. 78
7. Biaya Penyusutan Ember pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di
Kabupaten Cilacap……….. 79
8. Biaya Penyusutan Fish Basket/Keranjang pada Usaha
Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap……….. 80
9. Biaya Penyusutan Bak Rendam pada Usaha Pengolahan Ikan
Asin di Kabupaten Cilacap………. 81
10. Biaya Penyusutan Blong/Drum Plastik pada Usaha Pengolahan
Ikan Asin di Kabupaten Cilacap... 82
11. Biaya Penyusutan Widig pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di
Kabupaten Cilacap……….. 83
12. Biaya Penyusutan Peralatan pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di
Kabupaten Cilacap……….. 84
13. Biaya Bunga Modal Investasi pada Usaha Pengolahan Ikan Asin
di Kabupaten Cilacap………... 85
14. Biaya Bahan Baku Ikan pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di
Kabupaten Cilacap……….. 86
15. Lanjutan Lampiran 14………. 87
16. Lanjutan Lampiran 14………. 88
17. Biaya Bahan Baku Pelengkap (Garam) pada Usaha Pengolahan
Ikan Asin di Kabupaten Cilacap………. 89
18. Biaya Pengemasan pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di
Kabupaten Cilacap... 90
19. Biaya Transportasi pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di
(13)
commit to user
xiii
20. Biaya Tetap pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten
Cilacap... 92
21. Biaya Variabel pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap... 93
22. Biaya Total pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap……… 94
23. Penerimaan pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap……… 95
24. Lanjutan Lampiran 23... 96
25. Lanjutan Lampiran 23... 97
26. Keuntungan pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap... 98
27. Efisiensi dan Risiko pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap... 99
28. Perhitungan Efisiensi dan Risiko pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap... 100
29. Peta Kabupaten Cilacap... 101
30. Dokumentasi Foto Penelitian... 102
31. Kuesioner... 104
(14)
commit to user
xiv
ANALISIS USAHA PENGOLAHAN IKAN ASIN DI KABUPATEN CILACAP
KIKI MEGA SARI H 0306069
RINGKASAN
Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang bertujuan untuk menganalisis besarnya biaya, penerimaan, dan keuntungan dalam usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap. Menganalisis besarnya efisiensi usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap. Menganalisis besarnya risiko dalam usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap.
Metode dasar penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Cilacap. Pengambilan lokasi kecamatan dan
kelurahan/desa sampel dilakukan secara purposive sampling yaitu Kecamatan
Cilacap Selatan dan empat kelurahan/desa yaitu Kelurahan Cilacap, Kelurahan Sidakaya, Kelurahan Tambakreja dan Kelurahan Tegalkamulyan, dengan alasan daerah tersebut merupakan sentra usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap. Pengambilan sampel responden dilakukan secara proporsional sebanyak 30 orang. Jenis dan sumber data yang digunakan terdiri atas data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan pencatatan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa biaya total rata-rata usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap adalah sebesar Rp19.438.078,20 per bulan. Penerimaan rata-rata yang diperoleh sebesar Rp33.216.666,67 per bulan sehingga keuntungan rata-rata yang diperoleh produsen ikan asin sebesar Rp13.778.588,47 per bulan.
Usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap yang dijalankan selama ini sudah efisien yang ditunjukkan dengan R/C ratio lebih dari satu yaitu sebesar 1,71, yang berarti setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usaha pengolahan ikan asin memberikan penerimaan sebesar 1,71 kali dari biaya yang telah dikeluarkan. Besarnya nilai koefisien variasi (CV) usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap sebesar 0,75 dengan nilai batas bawah keuntungan (L) sebesar minus Rp6.856.843,41. Hal ini berarti bahwa produsen ikan asin memiliki peluang kerugian dengan jumlah kerugian yang harus ditanggung produsen sebesar minus Rp6.856.843,41.
(15)
commit to user
xv
BUSINESS ANALYSIS OF SALT FISH IN CILACAP REGENCY
KIKI MEGA SARI H 0306069
SUMMARY
The Thesis is written based on results of research that aims to analyze the costs, revenues, and profits in business of salt fish in Cilacap Regency. Analyzing the efficiency in the business of salt fish in Cilacap Regency. Analyzing the amount of risk in the business of salt fish in Cilacap Regency.
The basic method of this research is descriptive method. The research located in Cilacap Regency. Intake of location of distric and countryside of
sample research done conducted intentionally (purposive) that is District of South
Cilacap and four countryside, they are Cilacap, Sidakaya, Tambakreja and Tegalkamulyan by the reason, the districts is center of business of salt fish in Cilacap Regency. Amount 30 respondents found and gathered by using the proportional method. The data used in this research are primary and secondary data. The data are collected through an observation, interview and recording.
The result of this research shows that total average cost spent by those business of salt fish in Cilacap Regency is Rp19.438.078,20 per month. The average revenue for each of them is Rp33.216.666,67 per month and the profit is Rp13.778.588,47 per month.
The running business of salt fish in Cilacap Regency is efficient. It can be shown by efficiency value (R/C ratio) 1,71. It means that every one rupiah which has been spent will obtain revenue as many as 1,71 times from the spending cost. The value of coefficient variation (CV) is 0,75 and the lowest profit value is minus Rp6.856.843,41. It means that the produsen of salt fish in Cilacap Regency have the loss opportunity with the loss around minus Rp6.856.843,41.
(16)
commit to user
I. PENDAHULUANA. Latar Belakang
Wilayah Indonesia secara geografis merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, sebagian wilayahnya berupa perairan yang di dalamnya terdapat sumber daya laut yang melimpah. Dengan demikian, wilayah perairan Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk dimanfaatkan secara optimal, terutama untuk sub sektor perikanan. Apabila pengelolaan pembangunan sub sektor perikanan dilakukan secara tepat dan profesional, maka sub sektor perikanan tersebut dapat menjadi keunggulan kompetitif yang dapat menopang kemajuan dan kemakmuran rakyat Indonesia.
Produksi perikanan Indonesia secara umum berasal dari perikanan budidaya dan perikanan tangkap. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dan Departemen Kelautan dan Perikanan Jakarta, produksi ikan di Indonesia hingga tahun 2007 masih didominasi sektor penangkapan yang mencapai 61,53% dari total produksi. Berikut data yang dapat disajikan mengenai produksi ikan di Indonesia.
Tabel 1. Produksi Ikan di Wilayah Indonesia Tahun 2004-2007
Tahun 2004 % 2005 % 2006 % 2007 %
Produksi Budidaya (ton)
1.468.610 24 2.163.674 31,50 2.682.596 36 3.088.800 38,47
Produksi Penangkapan (ton)
4.651.121 76 4.705.868 68,50 4.769.160 64 4.940.000 61,53
Total
Produksi 6.119.731 100 6.869.542 100 7.451.756 100 8.028.800 100
Sumber: BPS dan DKP Jakarta, 2007
Sub sektor perikanan merupakan salah satu andalan utama sumber pangan dan gizi bagi masyarakat di Indonesia. Ikan, selain sebagai sumber
protein, juga diakui sebagai “functional food” yang mempunyai arti penting
bagi kesehatan karena mengandung asam lemak tak jenuh berantai panjang yang memiliki ikatan rangkap dan memiliki banyak atom C (terutama yang tergolong asam lemak omega-3), vitamin serta makro dan mikro mineral (Heruwati, 2002).
(17)
commit to user
Asam lemak tak jenuh dianggap bernilai gizi lebih baik karena lebih reaktif dan merupakan antioksidan di dalam tubuh. Posisi ikatan rangkap juga menentukan daya reaksinya. Semakin dekat dengan ujung, ikatan rangkap semakin mudah bereaksi. Oleh karena itu, asam lemak Omega-3 dan Omega-6 (asam lemak esensial) lebih bernilai gizi dibandingkan dengan
asam lemak lainnya (Anonima, 2010).
Ikan sebagai makanan sehat memiliki kandungan gizi yang tinggi. Oleh karena itu, para ahli gizi telah banyak merekomendasikan ikan sebagai makanan sehat yang perlu dimasukkan dalam menu makanan sehari-hari. Ikan bahkan memiliki kandungan gizi yang lebih tinggi dibandingkan daging ayam dan daging sapi. Berikut merupakan data mengenai kandungan gizi yang terdapat pada ikan mas, ikan kakap, ikan kembung, daging ayam dan daging sapi.
Tabel 2. Kandungan Gizi Ikan Mas, Ikan Kakap, Ikan Kembung, Daging Ayam dan Daging Sapi
Zat Gizi
Kandungan Gizi (per 100 gram)
Ikan Mas Ikan Kakap Ikan
Kembung
Daging Ayam
Daging Sapi Air (g)
Protein (g)
80,0 16,0
77,0 20,0
76,0 22,0
- 18,2
66,0 18,8 Energi (K) 86,0 92,0 103,0 302 207,0
Lemak (g) 2,0 0,7 1,0 25,0 14,0
Kalsium (mg) 20,0 20,0 20,0 14,0 11,0
Besi (mg) 2,0 1,0 1,5 1,5 2,8
Vitamin A (SI) 150,0 30,0 30,0 810,0 30,0
Sumber: Effendi dan Oktariza, 2006
Berdasarkan Tabel 2 protein ikan yang terkandung pada ikan kakap sebesar 20,0 g dan ikan kembung sebesar 22,0 g lebih tinggi daripada daging ayam sebesar 18,2 g dan daging sapi sebesar 18,8 g. Daging ikan mengandung lemak yang relatif rendah dibandingkan dengan daging ayam dan daging sapi. Ikan mas mengandung lemak sebesar 2,0 g, ikan kakap 0,7 g, dan ikan kembung 1,0 g, lebih rendah daripada daging ayam sebesar 25,0 g dan daging sapi 14,0 g. Kandungan kalsium ikan juga relatif lebih tinggi. Ikan mas, ikan kakap, dan ikan kembung mengandung kalsium sebesar 20,0 mg lebih tinggi, daripada daging ayam sebesar 14,0 mg dan
(18)
commit to user
daging sapi 11,0 mg. Oleh karena itu, ikan sangat baik dikonsumsi karena kebaikan gizi yang terkandung di dalamnya.
Pada umumnya, bahan pangan protein hewani lebih bermutu daripada bahan pangan protein nabati karena kandungan asam amino esensialnya lebih banyak. Namun, secara umum bahan pangan protein hewani harganya lebih mahal dibandingkan dengan bahan pangan protein nabati dan seringkali tidak terjangkau oleh masyarakat berpendapatan rendah. Hal ini akan mempengaruhi tingkat konsumsi masyarakat, termasuk tingkat konsumsi masyarakat terhadap ikan segar.
Tingkat konsumsi ikan masyarakat Indonesia tergolong masih rendah, yaitu baru 23 kg per kapita per tahun. Nilai tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan masyarakat Malaysia, Thailand, dan Singapura yang konsumsi ikannya sudah melebihi 40 kg per kapita per tahun atau Amerika Serikat yang sekitar 80 kg. Bahkan konsumsi masyarakat Jepang dan Korea Selatan telah mencapai 140 kg per kapita per tahun. Padahal produk perikanan tangkap Indonesia cukup tinggi di dunia atau mencapai 4,7 juta ton pada tahun 2003 dan perikanan budi daya mencapai 1,3 juta ton
(Anonimb, 2010).
Tingkat konsumsi masyarakat terhadap ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tingkat pendapatan, selera masyarakat, ketersediaan produk perikanan dan sifat produk perikanan. Tingkat pendapatan dan selera masyarakat merupakan faktor yang saling berhubungan dalam mempengaruhi tingkat konsumsi masyarakat terhadap ikan. Tingkat konsumsi masyarakat berpendapatan rendah terhadap ikan segar lebih rendah dibandingkan tingkat konsumsi terhadap bahan pangan nabati, seperti tempe dan tahu karena bahan pangan protein hewani lebih mahal daripada bahan pangan protein nabati. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh selera masyarakat, beberapa masyarakat ada yang tidak menyukai bau amis ikan segar atau bahkan alergi terhadap produk perikanan. Beberapa masyarakat yang berpendapatan tinggi biasanya lebih memilih mengkonsumsi daging sapi karena tidak menyukai bau amis ikan atau alergi terhadap ikan.
(19)
commit to user
Ketersediaan produk perikanan yang tidak merata dan sifat produk perikanan yang tidak tahan lama menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi masyarakat. Ikan segar bersifat mudah membusuk, setelah ditangkap ikan segar akan mengalami kekakuan dan kemudian diikuti oleh proses pembusukan. Oleh karena itu, diperlukan perlakuan khusus agar produk perikanan lebih tahan lama dan dapat didistribusikan secara merata di setiap wilayah di Indonesia. Berikut merupakan data mengenai distribusi penduduk dan produksi ikan menurut wilayah di Indonesia.
Tabel 3. Distribusi Penduduk dan Produksi Ikan Menurut Wilayah di Indonesia
Wilayah Distribusi
Penduduk (%)
Distribusi Produksi Ikan (%)
Indeks Ketersediaan
Ikan/Kapita (%)
Jawa 59,30 28,80 0,49
Sumatera 20,80 27,30 1,31
Kalimantan 5,70 11,50 2,02
Kawasan Timur
Indonesia 14,70 32,40 2,20
Sumber: Heruwati, 2002
Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa ketersediaan ikan per kapita yang sangat rendah dan distribusi ikan yang tidak merata di setiap wilayah di
Indonesia. Berdasarkan data FAO (Food and Agriculture Organization) pada
tahun 1993, indeks ketersediaan ikan per kapita sebesar 16 kg/tahun dengan konsumsi protein ikan terhadap protein hewani sebesar 55%. Hal tersebut memperlihatkan bahwa penyediaan protein di Indonesia termasuk besar, yaitu 55%. Akan tetapi, keadaan tersebut belum memenuhi kondisi ideal kecukupan gizi sebesar 26,55 kg ikan/kapita/tahun. Selain rendahnya angka rata-rata ketersediaan ikan per kapita secara nasional dibandingkan dengan angka kecukupan gizi, masalah lain yang muncul adalah tidak meratanya distribusi ikan di setiap wilayah Indonesia. Wilayah yang merupakan pusat produksi ikan di Kawasan Timur Indonesia, Kalimantan dan Sumatera, menunjukkan angka ketersediaan ikan per kapita yang lebih besar dibandingkan wilayah Jawa tetapi jumlah konsumen di wilayah Kawasan
(20)
commit to user
Timur Indonesia, Kalimantan dan Sumatera lebih sedikit dibandingkan wilayah Jawa.
Permasalahan tersebut kemudian dapat diatasi dengan dilakukannya pengolahan pasca tangkap dan pengawetan ikan sehingga produk perikanan dapat bertahan lebih lama sebagai bahan pangan dan kemudian dapat didistribusikan dari pusat produksi ke pusat konsumsi. Pada dasarnya usaha-usaha tersebut pada mulanya hanya memanfaatkan proses-proses alami saja yang dikerjakan secara tradisional, tetapi kemudian seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi maka berkembang pula peralatan-peralatan mekanis yang dapat mempercepat dan memperbaiki mutu produknya. Produk-produk perikanan yang telah diolah dan diawetkan meliputi berbagai macam yaitu ikan asin, ikan beku, pengalengan ikan, ikan kering, ikan asap, ikan pindang, ikan peda dan lain-lain.
Salah satu produk olahan ikan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia adalah ikan asin. Selain harganya yang lebih terjangkau, ikan asin juga mudah diperoleh. Ikan asin juga memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan ikan segar. Menurut Handajani (1994), kandungan protein ikan segar per 100 gram sebesar 17 % sedangkan kandungan protein ikan asin per 100 gram sebesar 42 %. Kandungan lemak ikan asin sebesar 1,50 % lebih rendah daripada ikan segar yaitu sebesar 4,50 %. Hal ini menjadikan ikan asin lebih menguntungkan dalam hal kesehatan.
Ikan asin diproses dari ikan laut untuk diawetkan secara tradisional. Pengawetan ikan secara tradisional bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak. Hasil awetan yang bermutu tinggi dapat diperoleh dengan perlakuan yang baik selama proses pengawetan seperti menjaga kebersihan bahan dan alat yang digunakan, menggunakan ikan yang masih segar, serta garam yang bersih. Ada bermacam-macam pengawetan ikan, antara lain dengan cara penggaraman, pengeringan, pemindangan, pengasapan, peragian, dan pendinginan ikan.
(21)
commit to user
Kabupaten Cilacap merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah dengan luas 2.142,59 km² dan terletak di pesisir Selatan Pulau Jawa. Letaknya yang berada di pesisir Selatan Pulau Jawa menjadikan Kabupaten Cilacap sebagai salah satu daerah pelabuhan ikan di Pulau Jawa. Berikut merupakan data mengenai produksi perikanan di Kabupaten Cilacap.
Tabel 4. Produksi Perikanan Kabupaten Cilacap Tahun 2008
No. Jenis Produksi Volume (kg) Volume
(%) Nilai (Rp)
Nilai (%)
1. Produksi Ikan Penangkapan 6.266.340,58 69 45.543.572.445 51 a. Produksi Ikan Penangkapan
di Perairan Umum (Sungai, Genangan dan Rawa)
436.046,00 4,80 4.601.237.300 5,15
b. Produksi Ikan
Penangkapan di Laut 5.830.294,58 64,20 40.942.335.145 45,85 2. Produksi Ikan Budidaya 2.797.454,30 31 44.593.493.900 49
a. Produksi Ikan Budidaya
Kolam 2.196.244,70 24,34 29.950.305.900 32,91 b. Produksi Ikan Budidaya
Tambak 593.548,60 6,58 14.580.086.000 16,02 c. Produksi Ikan Budidaya
Karamba 7.661 0,08 63.102.000 0,07
Jumlah 9.063.794,88 100 90.137.066.345 100
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cilacap
Berdasarkan Tabel 4 diketahui produksi perikanan Kabupaten Cilacap didominasi oleh produksi ikan penangkapan sebesar 69% daripada produksi ikan budidaya sebesar 31%. Volume tertinggi terdapat pada produksi ikan penangkapan di laut sebesar 5.830.294,58 kg. Jumlah produksi penangkapan ikan di laut yang tinggi menunjukkan bahwa adanya ketersediaan ikan segar yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri/usaha, khususnya untuk industri/usaha perikanan. Oleh karena itu, hal tersebut dapat memicu pertumbuhan ekonomi di sub sektor perikanan, seperti pada usaha pengolahan ikan asin yang banyak berkembang di daerah pesisir atau daerah yang merupakan kawasan pendaratan ikan.
Ikan asin merupakan salah satu produk ikan olahan yang menjadi komoditi unggulan di Kabupaten Cilacap. Berikut merupakan data mengenai komoditi unggulan di Kabupaten Cilacap.
(22)
commit to user
Tabel 5. Data Komoditi Unggulan Kabupaten Cilacap Tahun 2003
No Jenis Industri Nama Perusahaan Lokasi/
Kecamatan
Kapasitas/ Tahun 1 Semen PT. Semen Cibinong
Tbk Cilacap Utara 4.100.000 ton
2 Pengalengan Udang
PT Juifa
International Foods & Co
Cilacap Selatan 35.058 ton
3 Pembekuan ikan
PT. Daihan
Teknik- Indo Unggul Cilacap Selatan 5000 ton PT. Toxindo Prima Cilacap Selatan 540 ton PT Lautan M urti Cilacap Selatan 500 ton PT. Almina Utama Cilacap Tengah 600 ton
4 Sale Pisang
Goreng Sentra Industri Kecil
Majenang, Kedungreja, Sidareja
144 ton
5 Ikan Asin Sentra Industri
Kecil Cilacap Selatan 855 ton
6 Anyaman Bambu Sentra Industri Kecil Nusawungu 89.600 buah 7 Gula Kelapa Sentra Industri Kecil Kesugihan 156.600 kg 8 Hiasan Keramik Perseorangan Jeruklegi dan
Cilacap Selatan 43.200 buah 9 Kerupuk Tengiri Citra rasa Cilacap Tengah 200 ton 10 Sriping sukun DJ Cilacap Tengah 132 ton 11 Lanting Sentra Industri Kecil Adipala 252 ton
12 Karet
PT. Indo Java Rubber Planting Company
Cipari 3.633 ton
13 Tikar Pandan Sentra Industri Kecil Cimanggu 368.000 lembar 14 Kerupuk udang Eco DW Cilacap Selatan 100 ton 15 Gondorukem &
Tepertin
Perum Perhutani
Banyumas Barat Cimanggu 13.500 ton
Sumber: Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kab. Cilacap
Berdasarkan Tabel 5 ikan asin merupakan salah satu komoditi unggulan di Kabupaten Cilacap. Komoditas unggulan adalah suatu produk yang telah mampu memenuhi kebutuhan wilayahnya dan dapat diperdagangkan/diekspor ke wilayah lain karena adanya surplus akan produk. Sentra industri ikan asin tersebut tepatnya berada di Kecamatan Cilacap Selatan dengan kapasitas produksi sebesar 855 ton per tahun. Hal ini ditunjang oleh letak Kecamatan Cilacap Selatan yang dekat dengan pesisir dan dekat dengan beberapa TPI (Tempat Pelelangan Ikan) sehingga memberikan dampak positif bagi ketersediaan bahan baku dalam usaha
(23)
commit to user
B. Perumusan MasalahSub sektor perikanan memiliki potensi yang dapat dikembangkan, khususnya di wilayah Indonesia. Hal ini didukung oleh salah satu potensi kekayaan alam wilayah Indonesia yang cukup besar berupa sumber daya perikanan. Selain usaha penangkapan ikan dan budidaya yang telah berkembang di Indonesia, usaha pengolahan hasil perikanan juga berpotensi untuk dikembangkan seperti usaha pengolahan ikan asin. Usaha pengolahan ikan asin dapat menghasilkan produk perikanan yang lebih tahan lama.
Dalam pelaksanaannya, usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap menghadapi risiko yaitu tidak adanya jaminan ketersediaan bahan baku ikan laut secara kontinyu, harga bahan baku ikan laut yang fluktuatif, serta usaha pengolahan ikan asin yang sangat bergantung pada faktor alam berupa sinar matahari. Dengan adanya risiko tersebut, maka pengusaha ikan asin harus membuat keputusan-keputusan dalam menjalankan usahanya. Keadaan tersebuat membuat seorang pengusaha ikan asin perlu mengetahui biaya-biaya, penerimaan, keuntungan, dan efisiensi agar dapat mengambil keputusan dengan tepat, sehingga usaha pengolahan ikan asin dapat terus berproduksi. Selain itu, pengusaha ikan asin juga perlu mengetahui tingkat risiko agar dapat menekan risiko yang dapat menghambat keberlangsungan usaha pengolahan ikan asin tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis usaha. Analisis usaha tersebut juga dapat digunakan untuk mengetahui kinerja dari usaha pengolahan ikan asin.
Berkaitan dengan uraian di atas maka dalam penelitian ini akan mengangkat beberapa permasalahan antara lain:
1. Berapa penerimaan, biaya dan keuntungan pada usaha pengolahan ikan
asin di Kabupaten Cilacap?
2. Berapa tingkat efisiensi usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten
Cilacap?
3. Berapa besarnya tingkat risiko usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten
(24)
commit to user
C. Tujuan PenelitianTujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menghitung besarnya penerimaan, biaya dan keuntungan pada usaha
pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap.
2. Menganalisis besarnya tingkat efisiensi usaha pengolahan ikan asin di
Kabupaten Cilacap.
3. Menganalisis besarnya tingkat risiko usaha pengolahan ikan asin di
Kabupaten Cilacap. D. Kegunaan Penelitian
1. Bagi peneliti merupakan persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bagi Pemerintah Daerah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
sumbangan pemikiran dan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan pangan yang lebih baik di masa mendatang, terutama dalam pengembangan usaha rumah tangga, seperti usaha pengolahan ikan asin.
3. Bagi pengusaha pengolahan ikan asin, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dan pertimbangan bagi pengusaha pengolahan ikan asin dalam rangka peningkatan usaha.
4. Bagi pihak lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai tambahan informasi, wawasan, dan pengetahuan sehingga dapat mendorong munculnya usaha pengolahan ikan asin yang baru serta sebagai pembanding untuk penelitian selanjutnya.
(25)
commit to user
II. LANDASAN TEORIA. Tinjauan Pustaka 1. Ikan Asin
Komoditi ikan asin menurut Hadiwiyoto (1979) adalah produk yang tidak asing lagi bagi rakyat Indonesia, karena harganya murah dan mudah dalam membuatnya. Bahan utama dalam pembuatan ikan asin adalah garam sedangkan yang dapat dibuat ikan asin adalah hampir semua jenis ikan, termasuk pula cumi-cumi, udang, daging kerang, teripang dan sebagainya. Langkah-langkah dalam proses pembuatannya adalah sebagai berikut :
a. Penyiangan
Ikan-ikan yang berukuran besar dibuang isi perutnya, kadang-kadang dibuang sisiknya, kemudian dibelah. Beberapa jenis ikan dipotong bagian kepalanya, misalnya jenis ikan tongkol (herring) dan ikan salem. Cara-cara penyiangan yang banyak dikerjakan di beberapa daerah kadang-kadang berlainan, namun pada umumnya perbedaannya tidak banyak.
b. Pencucian
Pencucian dengan air bersih dilakukan untuk menghilangkan bekas-bekas darah, sisik dan kotoran lainnya. Kadang-kadang untuk pencucian ini digunakan larutan garam ringan sebagai penggaraman awal dengan kadar garam rendah agar ikan yang ditangkap tidak membusuk ketika masih di kapal. Apabila penggaraman dikerjakan di tengah laut (di kapal-kapal penangkap ikan), maka untuk pencucian digunakan air laut. c. Penggaraman
Penggaraman yang masih tradisional hanya dikerjakan dengan cara menaburkan kristal-kristal garam pada permukaan ikan atau menyikatnya dengan larutan garam atau campuran antara kristal garam dan larutan garam. Pada penggaraman yang sudah maju, digunakan alat-alat yang dapat memasukkan larutan garam ke dalam daging ikan.
(26)
commit to user
d. Pengeringan dan PengepakanSetelah penggaraman selesai dikerjakan, ikan lalu dijemur atau dikeringkan dengan cara mekanis. Pengeringan hanya bertujuan mengurangi sedikit kadar air, supaya produk ikan asin tidak nampak berair. Jadi, pengeringan tidak sampai ikan asinnya menjadi benar-benar kering. Bila pengeringan dianggap cukup, lalu dipak dan dapat dijual ke pasar-pasar.
Gambar 1. Skema Penggaraman Ikan
Menurut Astawan dan M. Astawan (1989), langkah penggaraman pada ikan asin pada prinsipnya bersifat menarik air dari jaringan daging ikan sehingga protein daging ikan akan menggumpal dan sel daging pun mengerut. Penggaraman juga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk tetapi dengan kadar garam tingkat tinggi. Dengan langkah pengeringan berikutnya, maka kadar air ikan yang digarami tersebut akan berkurang dan membentuk keadaan yang tidak memungkinkan mikroorganisme pengganggu untuk tumbuh. Oleh sebab
Ikan Segar
Penyiangan
Pencucian
Penggaraman
Pengeringan
Pengepakan
(27)
commit to user
itu, jumlah garam yang ditambahkan sebaiknya diperhitungkan benar supaya tidak terlalu tinggi, sehingga ikan asin dapat dikonsumsi lebih banyak sebagai sumber protein dalam usaha peningkatan konsumsi protein penduduk. Jumlah penambahan garam sangat tergantung pada kesegaran ikan, besar kecilnya ikan serta lama pengawetan ikan. Sedangkan mutu ikan asin, selain ditentukan oleh jumlah garam yang ditambahkan, juga oleh tingkat kemurnian garam yang digunakan.
Ikan asin dapat bertahan dalam kondisi baik selama 2-3 bulan pada suhu di bawah 10ºC. Pada suhu di atas 15ºC kerusakan terjadi agak cepat. Ikan asin dapat stabil karena tiga faktor yaitu :
a. Kerja langsung dari sodium khlorida pada jenis-jenis organisme pembusuk protein (putrefractive).
b. Penghilangan oksigen dari jaringan yang mencegah pertumbuhan mikroorganisme.
c. Gangguan sodium khlorida terhadap kegiatan enzim proteolitik dalam daging (Buckle et al, 1985).
2. Pengolahan Pasca Panen
Tujuan menyediakan dan mempertahankan sifat segar hasil perikanan merupakan tujuan utama dalam penangkapan pasca tangkap. Sifat segar hasil perikanan dapat dipertahankan dengan menurunkan suhu ikan dan lingkungannya, seperti perlakuan pendinginan dengan mesin pendingin dan pendinginan dengan es. Perlakuan pendinginan dengan es lebih banyak dilakukan oleh para nelayan yang kapalnya tidak dilengkapi dengan mesin pendingin. Perlakuan pendinginan dengan mesin pendingin banyak dilakukan oleh kapal-kapal besar yang dilengkapi dengan unit pendingin. Pendinginan dengan es memiliki beberapa kelemahan yaitu air murni lebih cepat mencair dan biasanya es terbuat dari air yang tidak bersih sehingga dapat menyebabkan hasil perikanan yang cepat rusak (Hadiwiyoto, 1993).
Pengolahan perikanan bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah produk perikanan, baik yang berasal dari perikanan tangkap maupun
(28)
commit to user
akuakultur. Usaha ini juga bertujuan untuk mendekatkan produk perikanan ke pasar dan diterima oleh konsumen secara lebih luas. Selain itu, pengolahan perikanan dapat berperan dalam menstabilkan ketersediaan produk perikanan di pasar. Melalui pengolahan, permasalahan produk perikanan yang antara lain bersifat musiman (terutama produk perikanan tangkap), fluktuatif, mudah busuk dan membutuhkan penyimpanan khusus dapat diatasi sampai batas-batas tertentu. Usaha pengolahan perikanan bertujuan untuk memproduksi makanan dan bahan baku industri. Pengolahan perikanan untuk tujuan memproduksi makanan, meliputi antara lain pengeringan, pengasinan, pengasapan, pemindangan, pengalengan dan kegiatan pengolahan lainnya yang merubah sama sekali bentuk atau morfologi bahan baku, seperti sosis, bakso, burger dan nugget ikan (Effendi dan Oktariza, 2006).
3. Pengolahan Ikan Asin
Penggaraman merupakan bentuk pengawetan kuno yang masih banyak digunakan hingga sekarang. Secara umum terdapat dua cara yang digunakan yaitu penggaraman kering dan penggaraman basah. Penggaraman kering dimana garam yang dihamburkan antara lapisan ikan yang telah diambil isi perutnya dan dibersihkan. Perbandingan garam terhadap ikan bervariasi antara 10-35%. Garam menarik air pada waktu meresap mengakibatkan denaturasi protein. Daging menjadi berwarna keruh (opaque) dan tidak lengket serta menjadi mudah hancur. Proses ini memakan waktu selama 14-16 hari, kadar garam pada daging naik menjadi kira-kira 20 dan ikan kehilangan 30% dari berat semula. Produk ikan yang digarami dan disebut green cure kemudian dikeringkan sampai keras dengan alat pengering buatan ataupun di udara terbuka. Penggaraman basah (wet atau pickle curing), dimana ikan yang telah diambil isi perutnya dan dibersihkan diletakkan dalam tong berisi larutan yang terdiri dari garam dan cairan ikan. Proses ini selesai kira-kira dalam 20 hari (Buckle et al,1985).
Ikan asin merupakan salah satu produk pengolahan perikanan tradisional yang paling sederhana dibandingkan dengan produk pengolahan
(29)
commit to user
lainnya. Produk ini dihasilkan dari proses pengasinan (penggaraman) dengan pengeringan. Dalam proses pengeringan, kadar air ikan berkurang hingga tersisa 20-35%, sehingga mikroorganisme pengurai tidak berkembang dan ikan lebih awet sampai batas waktu tertentu. Industri ikan asin berkembang di sekitar sentra produksi perikanan, antara lain tempat pendaratan ikan, tangkahan (tempat pendaratan ikan milik swasta), tempat pelelangan ikan dan pelabuhan perikanan (Effendi dan Oktariza, 2006). 4. Klasifikasi Industri
Industri dapat digolongkan berdasarkan beberapa sudut tinjauan atau pendekatan. Di Indonesia, industri dapat digolongkan antara lain berdasarkan kelompok komoditas, berdasarkan skala usaha dan berdasarkan hubungan arus produknya. Penggolongan yang paling universal ialah berdasarkan ”Baku Internasional Klasifikasi Industri” (International Standard of Industrial Classification, ISIC). Penggolongan menurut ISIC ini didasarkan atas pendekatan kelompok komoditas, yang secara garis besar dibedakan menjadi 9 golongan, yaitu:
a. Industri makanan, minuman dan tembakau. b. Industri tekstil, pakaian jadi dan kulit.
c. Industri kayu dan barang-barang dari kayu, termasuk perabot rumah tangga.
d. Industri kertas dan barang-barang dari kertas, pencetakan dan penerbitan.
e. Industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia, minyak bumi, batu bara, karet dan plastik.
f. Industri barang galian bukan logam, kecuali minyak bumi dan batu bara. g. Industri logam dasar.
h. Industri barang dari logam, mesin dan peralatannya. i. Industri pengolahan lainnya, (Dumairy, 1996).
Industri dapat digolongkan berdasarkan jumlah tenaga kerja, besar kecilnya modal dan lain-lain. Berdasarkan jumlah tenaga kerja, industri dapat dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu:
(30)
commit to user
a. Industri rumah tangga adalah industri yang jumlah karyawan/tenaga kerja berjumlah antara 1-4 orang.
b. Industri kecil adalah industri yang jumlah karyawan/tenaga kerja berjumlah antara 5-19 orang.
c. Industri sedang atau industri menengah adalah industri yang jumlah karyawan/tenaga kerja berjumlah antara 20-99 orang.
d. Industri besar adalah industri yang jumlah karyawan/tenaga kerja berjumlah antara 100 orang atau lebih (Godam, 2006).
5. Biaya
Biaya produksi terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tidak bergantung pada perubahan jumlah produksi, misalnya biaya penyusutan peralatan. Biaya variabel adalah biaya yang dipengaruhi oleh kapasitas produksi. Semakin besar kapasitas produksi maka semakin besar biaya yang dibutuhkan dan sebaliknya (Suryani et al, 2005).
Menurut Daniel (2002), biaya produksi adalah sebagai kompensasi yang diterima oleh para pemilik faktor-faktor produksi atau biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam proses produksi baik secara tunai maupun tidak tunai. Pada analisis ekonomi, biaya diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan sesuai dengan tujuan spesifik dari analisis yang dikerjakan, yaitu sebagai berikut :
a. Biaya uang dan biaya in natura. Biaya-biaya yang berupa uang tunai, misalnya upah kerja untuk biaya persiapan atau penggarapan tanah, termasuk upah untuk ternak, biaya untuk membeli pupuk, pestisida dan lain-lain. Biaya-biaya panen, bagi hasil, sumbangan dan mungkin pajak-pajak dibayarkan dalam bentuk natura.
b. Biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah jenis biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi, misalnya sewa atau bunga tanah yang berupa uang. Biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya berhubungan langsung dengan besarnya produksi, misalnya pengeluaran-pengeluaran untuk bibit, pupuk dan sebagainya.
(31)
commit to user
c. Biaya rata-rata dan biaya marginal. Biaya rata-rata adalah hasil bagi antara biaya total dengan jumlah produk yang dihasilkan. Biaya marginal adalah biaya tambahan yang dikeluarkan petani/pengusaha untuk mendapatkan tambahan satu satuan produk pada suatu tingkat produksi tertentu.
Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan-perusahaan di sektor industri pengolahan dapat dirinci atas biaya bahan baku, biaya bahan lain, biaya sewa kapital dan biaya jasa-jasa. Jumlah dari keempat macam biaya ini dinamakan biaya masukan. Nilai keluaran dikurangi biaya masukan disebut nilai tambah. Di samping itu, tentu saja dikeluarkan biaya tenaga kerja yang terdiri atas gaji, upah serta berbagai macam tunjangan dan bonus. Biaya tenaga kerja merupakan bagian dari nilai tambah yang dihasilkan oleh suatu industri. Biaya masukan ditambah biaya tenaga kerja kemudian membentuk biaya total. Selisih antara nilai keluaran dan biaya total merupakan keuntungan kotor/profit bruto (Dumairy, 1996).
6. Penerimaan
Menurut Soekartawi (1995), penerimaan adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual dan biasanya produksi berhubungan negatif dengan harga, artinya harga akan turun ketika produksi berlebihan.
Semakin banyak jumlah produk yang dihasilkan maupun semakin tinggi harga per unit produksi yang bersangkutan, maka penerimaan total yang diterima produsen akan semakin besar. Sebaliknya jika produk yang dihasilkan sedikit dan harganya rendah maka penerimaan total yang diterima produsen semakin kecil (Soejarmanto dan Riswan, 1994).
7. Keuntungan
Menurut Lipsey et al (1990) laba adalah selisih antara pendapatan yang diterima dari penjualan dengan biaya kesempatan dari sumberdaya yang digunakan. Definisi yang lain masih menurut Lipsey et al, laba sebagai kelebihan penerimaan (revenue) atas biaya-biaya yang dikeluarkan.
(32)
commit to user
Menurut Lipsey et al (1990), keuntungan adalah selisih antara pendapatan yang diterima dari penjualan dengan biaya kesempatan dari sumberdaya yang digunakan. Definisi yang lain masih menurut Lipsey dkk, keuntungan sebagai kelebihan penerimaan (revenue) atas biaya-biaya yang dikeluarkan. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :
π = TR – TC atau π = Q x P – (TFC + TVC) dimana :
π = keuntungan
TR (Total Revenue) = penerimaan total TC (Total Cost) = biaya total usaha Q (Quantity) = jumlah produksi P (Price) = harga
TFC (Total Fixed Cost) = total biaya tetap TVC (Total Variable Cost) = total biaya variabel 8. Efisiensi
Efisiensi menurut ekonomi terkait dengan penggunaan biaya. Metode yang paling efisien menurut ekonomi ialah metode yang paling kecil biayanya. Efisiensi menurut ekonomi tergantung pada harga-harga faktor produksi dan pada efisiensi teknologi (terkait dengan penggunaan masukan dalam arti fisik). Jika output yang dihasilkan sama, maka proses yang terbaik adalah yang menggunakan masukan yang paling sedikit atau
dengan kata lain, proses yang secara teknis paling efisien (Lipsey dan Steiner, 1986).
Besarnya efisiensi dapat diukur menggunakan R/C ratio. R/C adalah singkatan dari Return Cost Ratio atau dikenal sebagai perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Secara matematik, hal ini dapat dituliskan sebagai berikut :
Efisiensi = R/C Keterangan :
R = Penerimaan
(33)
commit to user
Kriteria yang digunakan dalam penentuan efisiensi usaha adalah: R/C > 1 berarti usaha yang dijalankan sudah efisien,
R/C = 1 berarti usaha yang dijalankan mencapai titik impas
R/C < 1 berarti usaha yang dijalankan tidak efisien (Soekartawi, 1995). R/C ratio adalah perbandingan antara penerimaan total dengan biaya total. Semakin besar R/C ratio maka akan semakin besar pula keuntungan yang diperoleh petani. Hal ini dapat dicapai bila petani mengalokasikan faktor produksi dengan lebih efisien (Soekartawi, 2001).
Suatu penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara teknis (efisiensi teknis) kalau faktor produksi yang dipakai menghasilkan produksi yang maksimum. Dikatakan efisiensi harga atau efisiensi alokatif kalau nilai dari produk marginal sama dengan harga faktor produksi yang bersangkutan dan dikatakan efisiesi ekonomi kalau usaha pertanian tersebut mencapai efisiensi teknis dan sekaligus juga mencapai efisiensi harga (Soekartawi, 2003).
9. Risiko
Menurut Riyanto (1995), suatu kondisi yang lebih realistis yang dihadapi oleh pimpinan perusahaan adalah risiko. Dalam pengertian risiko terdapat sejumlah kemungkinan hasil yang diketahui, atau kemungkinan terjadinya suatu peristiwa di antara kejadian seluruhnya yang mungkin terjadi. Dengan demikian, maka risiko suatu investasi dapat diartikan sebagai probabilitas tidak dicapainya tingkat keuntungan yang diharapkan atau kemungkinan return yang diterimanya menyimpang dari yang diharapkan.
Risiko timbul karena adanya ketidakpastian, yang berarti ketidakpastian adalah kondisi yang menyebabkan timbulnya risiko karena mengakibatkan keragu-raguan seseorang mengenai kemampuannya untuk meramalkan kemungkinan terhadap hasil-hasil yang akan terjadi di masa mendatang. Di mana kondisi yang tidak pasti itu karena berbagai sebab antara lain :
(34)
commit to user
a. Tenggang waktu antara perencanaan suatu kegiatan sampai kegiatan itu berakhir atau menghasilkan, di mana semakin panjang tenggang waktunya semakin besar ketidakpastiannya.
b. Keterbatasan informasi yang tersedia yang diperlukan dalam penyusunan rencana.
c. Keterbatasan pengetahuan atau kemampuan atau teknik pengambilan keputusan dari perencana (Djojosoedarso, 1999).
Tugas seorang ahli keuangan selain mempertahankan kelestarian perusahaan juga menambah kekayaan perusaan yang pada akhirnya berarti menambah kekayaan pemilik atau para pemiliknya. Dilihat dari sudut kepentingan perusahaan, kekayaan pemilik perusahaan tersebut merupakan kegunaan para pemilik yang dapat dimanfaatkan dalam mengelola perusahaan. Kegunaan pemilik (utility) adalah fungsi dari hasil yang diharapkan dan risiko. Semakin tinggi risiko yang harus dihadapi, semakin tinggi pula hasil yang diharapkan (Kadarsan, 1995).
Risiko yang ditanggung oleh petani menurut Hernanto (1993) dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu risiko produksi dan risiko harga. Risiko produksi disebabkan oleh ketidakpastian iklim, intensitas serangan hama penyakit dan faktor-faktor teknis biaya yang berada di luar kontrol petani. Risiko harga disebabkan oleh ketidakpastian harga jual produk yang ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran di pasar. Petani pada umumnya berada di pihak yang kalah sebagai price taker, sehingga tidak mampu mengubah keseimbangan pasar yang berlaku secara individual. B. Penelitian Terdahulu
Penelitian Zaenuri (2004), yang berjudul Analisis Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kota Pekalongan, menyebutkan bahwa tingkat efisiensi usaha pengolahan ikan asin di Kota Pekalongan sebesar 1,27. Efisiensi pengolahan ikan asin ini dapat diketahui dengan membandingkan jumlah penerimaan dengan besarnya biaya total (R/C ratio). Tingkat efisiensi sebesar 1,27 berarti bahwa usaha pengolahan ikan asin di Kota Pekalongan efisien. Hal tersebut
(35)
commit to user
menunjukkan bahwa setiap satu satuan korbanan yang dikeluarkan dapat menghasilkan 1,27 satuan produk. Efisiensi dalam usaha pengolahan ikan asin terkait langsung dengan fluktuasi harga bahan baku dan harga produk dari ikan asin di pasar. Hal tersebut dikarenakan dua faktor tersebut merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap besarnya penerimaan pada suatu proses produksi atau tingkat produksi tertentu (dalam arti bahwa dalam tingkat produksi yang sama dapat terjadi tingkat efisiensi yang berbeda). Peningkatan efisiensi dapat dilakukan dengan penggunaan faktor produksi secara lebih optimal, terutama pada penggunaan tenaga kerja. Faktor produksi inilah yang paling fleksibel dengan keputusan manajemen berkaitan dengan tingkat produksi.
Biaya rata-rata usaha pengolahan ikan asin per bulan Rp 73.346.795,05; penerimaan Rp 91.772.440,00 dan keuntungan Rp 20.467.564,95. Nilai koefisien variasi (0,71) dan batas bawah keuntungan yang didapat sebesar minus Rp 8.509.183,20. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa usaha pengolahan ikan asin berisiko untuk dijalankan. Risiko usaha merupakan kemungkinan kerugian yang dapat diderita oleh pengusaha. Risiko usaha pengolahan ikan asin tersebut dapat diakibatkan oleh adanya fluktuasi jumlah dan harga bahan baku, serta fluktuasi harga produk. Besarnya risiko usaha diketahui dengan membandingkan simpangan baku keuntungan yang diterima pengusaha dengan rata-rata keuntungan yang diterima pengusaha tersebut. Simpangan baku nilainya sangat dipengaruhi oleh fluktuasi keuntungan yang diterima oleh pengusaha.
Keuntungan rata-rata yang diterima oleh pengusaha per bulan adalah Rp 20.467.564,95 dengan fluktuasi keuntungan berkisar Rp 14.488.374,07 sehingga didapat koefisien variasi sebesar 0,71 dari keuntungan rata-rata. Semakin tinggi nilai koefisien variasi, semakin besar risiko yang dihadapi oleh pengusaha. Nilai fluktuasi yang ada pada usaha pengolahan ikan asin lebih besar dari nilai standar koefisien variasi yaitu sebesar 0,71 sehingga usaha pengolahan ikan asin berisiko untuk dijalankan dengan nilai batas bawah keuntungan yang diterima oleh pengusaha mencapai minus Rp 8.509.183,20.
(36)
commit to user
Hal tersebut berarti pengusaha harus berani menanggung kemungkinan kerugian sebesar Rp 8.509.183,20.
Penelitian Rokhimawati (2009) yang berjudul Analisis Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Pekalongan, menyebutkan bahwa rata-rata biaya tetap yang dikeluarkan oleh setiap produsen ikan asin adalah sebesar Rp 7.599.768,90. Biaya penyusutan peralatan dan biaya bunga modal investasi memiliki proporsi yang cukup besar pada biaya tetap. Sebenarnya kedua biaya tersebut tidak riil dikeluarkan oleh produsen, tetapi karena dalam penelitian ini menggunakan konsep keuntungan maka biaya-biaya tersebut tetap dimasukkan dalam perhitungan. Biaya variabel rata-rata yang dikeluarkan produsen ikan asin sebesar Rp 423.602.500,00. Kontribusi biaya variabel yang paling besar berasal dari biaya bahan baku. Tingginya rata-rata biaya untuk bahan baku ikan asin ini yang menyebabkan tingginya biaya investasi dalam usaha pengolahan ikan asin. Hal inilah yang menjadi hambatan bagi masuknya produsen pengolahan ikan asin baru.
Produk utama yang dihasilkan oleh usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Pekalongan pada saat penelitian berlangsung adalah ikan asin layang, ikan asin lemuru, ikan asin tongkol dan ikan asin bentong. Jenis ikan yang dihasilkan sebagai produk utama setiap bulannya berbeda-beda. Keadaan tersebut dipengaruhi oleh musim ikan yang terjadi pada bulan tersebut. Jenis ikan asin yang paling banyak diproduksi oleh produsen ikan asin di Kabupaten Pekalongan pada saat penelitian adalah ikan asin layang sehingga penerimaan yang diperoleh dari ikan asin layang paling banyak dibandingkan dengan jenis ikan asin lainnya. Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa penerimaan total lebih besar dari biaya total sehingga keuntungan rata-rata yang diperoleh pada usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Pekalongan sebesar Rp 7.133.564,43 per bulan. Perbedaan keuntungan yang diperoleh masing-masing produsen dipengaruhi oleh perbedaan besarnya jumlah ikan asin yang diproduksi, jenis ikan asin yang dibuat dan jumlah biaya yang dikeluarkan untuk produksi ikan asin.
(37)
commit to user
Berdasarkan kriteria, dengan nilai koefisien variasi sebesar 1,04 (CV>0,5) dan nilai batas bawah keuntungan sebesar negatif Rp 7.726.147,63 (L<0) berarti dalam usaha pengolahan ikan asin ini dalam setiap bulannya produsen harus berani menanggung kerugian uang sebesar Rp 7.726.147,63. Risiko yang dihadapi produsen ikan asin di Kabupaten Pekalongan tinggi karena ada dua risiko yang harus dihadapi yaitu risiko harga dan risiko usaha. Risiko harga yang dihadapi oleh produsen adalah adanya fluktuasi harga bahan baku ikan asin. Sedangkan risiko usaha terjadi dalam proses produksi, dimana faktor cuaca memiliki pengaruh yang cukup besar dalam proses produksi.
Nilai efisiensi dari usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Pekalongan dalam penelitian ini adalah sebesar 1,02. Nilai efisiensi usaha 1,02 berarti bahwa setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan oleh produsen ikan asin akan didapatkan penerimaan 1,02 kali biaya yang telah dikeluarkan tersebut. Berdasarkan kriteria yang digunakan, maka usaha pengolahan ikan asin ini sudah efisien karena nilai efisiensi lebih dari 1. Hal itu sesuai dengan pendugaan yang dilakukan pada saat awal penelitian, yaitu usaha pengolahan ikan asin yang dijalankan di Kabupaten Pekalongan sudah efisien.
Kedua penelitian tersebut dilakukan di Kota Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan. Kedua penelitian tersebut menyebutkan bahwa usaha pengolahan ikan asin yang dilakukan efisien dan menghasilkan keuntungan, namun tetap memiliki risiko usaha yang tinggi dengan kemungkinan menderita kerugian. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, maka dapat dijadikan acuan dalam penelitian Analisis Usaha Pengolahan Ikan Asin Di Kabupaten Cilacap. Secara umum, analisis yang disajikan dalam penelitian ini hampir sama dengan penelitian terdahulu, namun penelitian ini memberikan gambaran yang berbeda karena lokasi penelitian yang dipilih berbeda dengan penelitian terdahulu sehingga dapat menambah informasi mengenai usaha pengolahan ikan asin. Selain itu, berdasarkan penelitian-penelitian diatas diketahui bahwa permasalahan yang diteliti hampir sama dengan penelitian Analisis Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap yaitu tentang tingkat keuntungan, risiko dan efisiensi, maka hasil dari analisis
(38)
penelitian-commit to user
penelitian diatas dapat diterapkan dalam penentuan hipotesis penelitian ini. Meskipun penelitian-penelitian diatas memberikan keuntungan dan telah efisien, akan tetapi usaha-usaha tesebut tetap mempunyai kemungkinan adanya kerugian, yang artinya usaha yang dijalankan tetap mengandung risiko. C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah
Usaha pengolahan ikan asin merupakan salah satu industri berbasis pengolahan hasil perikanan yang dilakukan secara tradisional dan sederhana. Namun, adanya tingkat risiko yang cukup tinggi dalam usaha pengolahan ikan asin maka diperlukan analisis usaha. Seorang pengusaha akan selalu menjalankan usahanya untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Oleh karena itu, pembuatan keputusan yang tepat perlu dilakukan agar dapat menekan tingkat risiko dan mendapatkan keuntungan yang maksimal.
Keuntungan merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya total yang dikeluarkan. Analisis biaya dimanfaatkan oleh pengusaha dalam mengambil suatu keputusan. Biaya adalah nilai korbanan yang dicurahkan dalam proses produksi. Proses produksi disebut sebagai suatu proses berupa
input (ikan segar) diubah menjadi output (ikan asin). Biaya total usaha pengolahan ikan asin merupakan jumlah keseluruhan biaya yang dikeluarkan, yang meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Rumus biaya total secara matematis adalah:
TC = TFC + TVC Di mana:
TC = biaya total usaha pengolahan ikan asin (rupiah) TFC = total biaya tetap usaha pengolahan ikan asin (rupiah) TVC = total biaya variabel usaha pengolahan ikan asin (rupiah)
Menurut Soekartawi et al (1987), biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang tidak ada kaitannya dengan jumlah barang yang diproduksi. Biaya tetap menjadi sangat penting ketika seorang pengusaha memikirkan tambahan investasi, seperti peralatan, tenaga kerja, mesin atau bangunan. Biaya tidak tetap adalah biaya yang berubah apabila luas usahanya berubah. Dengan
(39)
commit to user
demikian biaya tetap pada usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap yang dikeluarkan terdiri dari penyusutan alat, bunga modal investasi dan biaya tenaga kerja. Sedangkan biaya variabel pada usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap yang dikeluarkan terdiri dari biaya bahan baku, biaya pelengkap, biaya pengemasan dan biaya transportasi. Penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel tersebut kemudian merupakan biaya total.
Proses produksi pada pengolahan ikan asin dapat memberikan dampak terhadap penerimaan yang diterima oleh pengusaha ikan asin. Menurut Soekartawi (1995), penerimaan adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Secara matematis, rumus penerimaan adalah sebagai berikut:
TR = Q x P Di mana:
TR = penerimaan total usaha pengolahan ikan asin (rupiah) Q = jumlah produksi ikan asin (kilogram)
P = harga ikan asin (rupiah)
Pengusaha yang rasional akan senantiasa berusaha mendapatkan keuntungan yang maksimal dengan penggunaan input yang seminimal mungkin. Menurut Soekartawi et al (1987) keuntungan adalah selisih antara penerimaan total dan biaya-biaya. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut:
π = TR – TC di mana:
π = keuntungan usaha pengolahan ikan asin (rupiah) TR = penerimaan total usaha pengolahan ikan asin (rupiah) TC = biaya total usaha pengolahan ikan asin (rupiah)
Selain berusaha mencapai keuntungan yang maksimal, pengusaha juga memperhatikan efisiensi usaha. Efisiensi usaha dihitung dengan menggunakan R/C rasio yaitu membandingkan besarnya penerimaan dengan biaya total. Penilaian efisiensi usaha memiliki kriteria-kriteria antara lain yaitu R/C > 1 berarti usaha pengolahan ikan asin yang dijalankan sudah efisien; R/C = 1
(40)
commit to user
berarti usaha pengolahan ikan asin mencapai titik impas dan R/C < 1 berarti usaha pengolahan ikan asin yang dijalankan tidak efisien. Secara matematis efisiensi dirumuskan sebagai berikut:
Efisiensi =
C R
keterangan :
R = penerimaan usaha pengolahan ikan asin (rupiah) C = biaya total usaha pengolahan ikan asin (rupiah)
Dalam setiap usaha yang dijalankan, pengusaha akan menghadapi risiko atas kegiatan usaha tersebut. Risiko dapat dihitung secara statistik, yaitu dengan menggunakan ukuran keragaman (variance) atau simpangan baku (standar deviation), secara matematis dirumuskan sebagai berikut:
) 1 (
)
( 2
− − ∑ =
n E Ei V
keterangan:
V = simpangan baku
Ei = keuntungan usaha pengolahan ikan asin yang diterima produsen (rupiah) E = keuntungan rata-rata usaha pengolahan ikan asin (rupiah)
n = jumlah produsen ikan asin (orang)
Hubungan antara simpangan baku dengan keuntungan rata-rata diukur dengan koefisien variasi (CV) dan batas bawah keuntungan (L). Rumus koefisien variasi adalah:
CV = V E keterangan:
CV = koefisien variasi usaha pengolahan ikan asin V = simpangan baku usaha pengolahan ikan asin
E = keuntungan rata-rata usaha pengolahan ikan asin (rupiah)
Semakin besar nilai koefisien variasi menunjukkan bahwa risiko yang harus ditanggung oleh produsen semakin besar dibanding dengan keuntungannya. Batas bawah keuntungan (L) menunjukkan nilai nominal yang
(41)
commit to user
terendah yang mungkin diterima oleh produsen. Rumus batas bawah keuntungan adalah:
L = E – 2 V keterangan:
L = batas bawah keuntungan usaha pengolahan ikan asin (rupiah) V = simpangan baku usaha pengolahan ikan asin (rupiah)
Apabila nilai L ≥ 0, maka produsen tidak akan mengalami kerugian. Sebaliknya jika nilai L < 0 maka dapat disimpulkan bahwa dalam setiap proses produksi ada peluang kerugian yang akan dialami produsen. Besarnya keuntungan yang diharapkan (E) menggambarkan jumlah rata-rata keuntungan yang diperoleh produsen dalam setiap periode produksi. Sedangkan nilai V (simpangan baku) merupakan besarnya fluktuasi keuntungan yang mungkin diperoleh atau dengan kata lain merupakan besarnya risiko yang harus ditanggung oleh para produsen. Nilai koefisien variasi dan batas bawah keuntungan (L) secara tak langsung menyatakan aman tidaknya modal yang ditanam dari kemungkinan mendapatkan kerugian. Nilai CV ≤ 0,5 atau L ≥ 0 menyatakan bahwa produsen tidak akan mengalami kerugian dan nilai CV > 0,5 atau L < 0 berarti ada peluang kerugian yang akan dialami produsen (Hernanto, 1993).
Berdasarkan uraian teori di atas dapat digambarkan kerangka teori pendekatan masalah sebagai berikut:
(42)
commit to user
Gambar 2. Skema Kerangka Teori Pendekatan Masalah Analisis Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap
D. Definisi Operasional dan Konsep Pengukuran Variabel
1. Ikan asin adalah ikan laut yang telah mengalami proses pengolahan dengan menggunakan metode penggaraman dan diikuti metode pengeringan dengan menggunakan sinar matahari.
2. Usaha pengolahan ikan asin adalah usaha yang mengolah ikan laut secara tradisional dengan menggunakan metode penggaraman dan diikuti metode pengeringan dengan menggunakan sinar matahari.
3. Analisis usaha pengolahan ikan asin adalah penelitian terhadap kelangsungan usaha pengolahan ikan asin dengan meninjau dari berbagai hal yang meliputi biaya, penerimaan, keuntungan, efisiensi serta risiko usaha.
Usaha Pengolahan Ikan Asin
Masukan (input) Proses Produksi Keluaran (output)
Biaya Tetap:
a. Biaya penyusutan alat b. Bunga modal
investasi
c. Biaya tenaga kerja
Biaya variabel : a. Biaya bahan baku b. Biaya bahan pelengkap c. Biaya pengemasan d. Biaya transportasi
Biaya Total
Penerimaan Total
• Keuntungan • Efisiensi • Risiko
Risiko Harga Risiko Produksi
(43)
commit to user
4. Produsen ikan asin adalah pengusaha ikan asin yang mengolah ikan laut sebagai bahan baku utama pembuatan ikan asin.
5. Harga ikan asin adalah nilai yang dibayarkan oleh konsumen terhadap ikan asin, dinyatakan dalam satuan rupiah.
6. Hasil produksi ikan asin adalah jumlah ikan asin yang dihasilkan, dinyatakan dalam satuan kilogram.
7. Penerimaan adalah nilai hasil perkalian antara jumlah produk ikan asin dengan harga yang berlaku, dinyatakan dalam satuan rupiah.
8. Biaya tetap adalah biaya yang tidak berubah dengan adanya perubahan jumlah produk yang dihasilkan, antara lain biaya penyusutan alat, biaya modal investasi dan biaya tenaga kerja (dinyatakan dalam satuan rupiah). a. Biaya penyusutan alat adalah pengurangan nilai peralatan-peralatan
(barang modal) karena peralatan tersebut terpakai dalam proses produksi atau karena faktor waktu, yang dinyatakan dalam satuan rupiah. Biaya penyusutan alat dapat dihitung menggunakan metode garis lurus. Menurut Hernanto (1993), perhitungan dengan cara metode garis lurus menggunakan dasar fikiran bahwa alat yang dipergunakan menyusut dalam besaran yang sama setiap tahunnya. Secara matematis penyusutan alat dirumuskan sebagai berikut:
Biaya penyusutan alat per tahun =
is umurekonom
nilaiakhir nilaiawal−
b. Biaya bunga modal investasi adalah besarnya modal yang diinvestasikan, dinyatakan dalam satuan rupiah. Dengan kata lain, biaya bunga modal investasi merupakan perkalian antara jumlah investasi yang dikeluarkan oleh produsen dengan suku bunga pinjaman.
c. Suku bunga pinjaman yang digunakan dalam perhitungan biaya bunga modal investasi berdasarkan bunga pinjaman Bank BRI bulan Juli 2010 sebesar 1,93% per bulan.
9. Biaya variabel adalah biaya yang besarnya berubah sesuai dengan jumlah produk yang dihasilkan, antara lain biaya bahan baku, biaya pengemasan dan biaya transportasi (dinyatakan dalam satuan rupiah).
(44)
commit to user
10.Keuntungan adalah selisih antara penerimaan total dengan biaya total, dinyatakan dalam rupiah.
11.Efisiensi usaha adalah perbandingan antara penerimaan total dengan biaya total.
12.Risiko adalah kemungkinan terjadinya kondisi merugi yang dihadapi oleh pengusaha pengolahan ikan asin.
E. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Analisis usaha yang dimaksud dalam penelitian ini didasari biaya, penerimaan, keuntungan, efisiensi usaha, dan risiko usaha dari pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap.
2. Penelitian ini menggunakan data produksi selama 1 bulan yaitu bulan Juli 2010.
F. Hipotesis
1. Diduga usaha pengolahan ikan asin yang diusahakan menguntungkan. 2. Diduga usaha pengolahan ikan asin yang diusahakan sudah efisien. 3. Diduga usaha pengolahan ikan asin yang diusahakan memiliki risiko. G. Asumsi
1. Kondisi iklim berpengaruh normal terhadap hasil tangkapan ikan laut. 2. Hasil produksi dijual seluruhnya.
3. Aset rumah dan bangunan tidak diikutsertakan dalam perhitungan biaya karena aset rumah mempunyai fungsi ganda (Multi Use).
4. Faktor produksi berupa tenaga kerja keluarga dalam usaha pengolahan ikan asin menerima upah yang besarnya sama dengan upah tenaga kerja luar keluarga.
(45)
commit to user
III. METODE PENELITIAN
A. Metode Dasar Penelitian
Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Penelitian deskriptif tertuju pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang. Menurut Surakhmad (1994), ada sifat-sifat tertentu yang pada umumnya terdapat dalam metode deskriptif sehingga dapat dipandang sebagai ciri, yakni bahwa metode itu:
1. Memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa sekarang, pada masalah-masalah yang aktual.
2. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisa (karena itu metode ini sering pula disebut metode analitik).
Teknik penelitian yang digunakan adalah penelitian survei. Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Singarimbun dan Effendi, 1995).
B. Metode Pengumpulan Data
1. Metode Pengambilan Daerah Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara sengaja di Kabupaten Cilacap. Kemudian dari Kabupaten dipilih satu kecamatan secara purposive sampling yaitu penentuan daerah penelitian secara sengaja berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian (Singarimbun dan Effendi, 1995). Kecamatan yang dipilih berdasarkan pada pertimbangan bahwa di kecamatan tersebut memiliki jumlah unit pengolah yang terbesar. Berikut merupakan data mengenai jumlah unit pengolah menurut kecamatan yang berada di Kabupaten Cilacap.
(46)
commit to user
Tabel 6. Jumlah Unit Pengolah Menurut Kecamatan pada Tahun 2008 di Kabupaten Cilacap
Nama Kecamatan Jumlah Unit Pengolah
Dayeuhluhur 1 Wanareja 0 Majenang 1 Cimanggu 0 Karangpucung 0
Cipari 0 Sidareja 0 Kedungreja 0 Patimuan 3 Gandrungmangu 0 Bantarsari 0 Kawunganten 0
Kampung Laut 0
Jeruklegi 0
Kesugihan 57
Adipala 22 Maos 0 Sampang 0 Kroya 0 Binangun 0 Nusawungu 13
Cilacap Selatan 96
Cilacap Tengah 32
Cilacap Utara 49
Jumlah 278 Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cilacap
Berdasarkan Tabel 6 diketahui jumlah unit pengolah terbesar berada di Kecamatan Cilacap Selatan. Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cilacap pada tahun 2008, unit pengolah yang terdapat di Kecamatan Cilacap Selatan terdiri dari berbagai jenis antara lain yaitu pengalengan (1 unit), pembekuan (1 unit), penggaraman/pengeringan (60 unit), pemindangan (13 unit), pengasapan/pemanggangan (1 unit), peragian/fermentasi (6 unit), penanganan produk segar (9 unit) dan lainnya (5 unit). Selain itu, Kecamatan Cilacap Selatan merupakan wilayah sentra industri kecil ikan asin di Kabupaten Cilacap. Dengan pertimbangan tersebut, kemudian dipilih Kecamatan Cilacap Selatan. Kecamatan Cilacap Selatan terletak di wilayah pesisir pantai sehingga banyak penduduk yang bekerja sebagai pengolah hasil perikanan.
(47)
commit to user
Pengambilan desa sampel dilakukan setelah dipilih satu kecamatan yaitu Kecamatan Cilacap Selatan. Pengambilan desa sampel dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa di desa tersebut terdapat unit usaha yang bergerak dalam usaha pengolahan ikan asin. Berikut merupakan data mengenai jumlah unit usaha dan nilai produksi per bulan menurut desa di Kecamatan Cilacap Selatan, Kabupaten Cilacap.
Tabel 7. Jumlah Unit Usaha Pengolahan Ikan Asin dan Nilai Produksi per Bulan (Juta Rp) Menurut Desa di Kecamatan Cilacap Selatan, Kabupaten Cilacap
No Desa/Kelurahan Unit Usaha Nilai Produksi per Bulan (Juta Rp)
1. Cilacap 25 257
3. Tegalkamulyan 29 164,85
4. Sidakaya 4 125,2
5. Tambakreja 2 47,5
Jumlah 60 594,55
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cilacap, 2008
Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa di Kecamatan Cilacap Selatan terdapat empat desa yang memiliki jumlah unit usaha yang bergerak dalam usaha pengolahan ikan asin dengan nilai produksi per bulan yang bervariasi. Dengan pertimbangan tersebut dipilih empat desa sampel yaitu Cilacap, Tegalkamulyan, Sidakaya, dan Tambakreja.
2. Metode Pengambilan Responden
Menurut Singarimbun dan Effendi (1995) data yang dianalisis harus menggunakan sampel yang cukup besar sehingga dapat mengikuti distribusi normal. Sampel yang jumlahnya besar yang berdistribusi normal adalah jumlahnya ≥ 30.
Pemilihan sampel dilakukan secara simple random sampling
(sampel acak sederhana) maksudnya adalah sebuah sampel yang diambil sedemikian rupa sehingga tiap unit penelitian atau satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Apabila besarnya sampel yang diinginkan itu berbeda-beda, maka besarnya kesempatan bagi tiap satuan elementer untuk terpilih juga berbeda-beda. Misalnya besar populasi adalah N, sedangkan unsur dalam sampel (sample size) adalah n, maka besar kesempatan bagi tiap satuan
(48)
commit to user
elementer untuk terpilih dalam sampel adalah n/N (Singarimbun dan Effendi, 1995). Dengan demikian, jumlah sampel tiap
desa terpilih yang diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 8. Penentuan Jumlah Sampel Responden Ikan Asin di Kecamatan
Cilacap Selatan, Kabupaten Cilacap
No. Desa/Kelurahan Populasi Jumlah Sampel
1. Cilacap 25 13
2. Tegalkamulyan 29 14
3. Sidakaya 4 2
4. Tambakreja 2 1
Jumlah 60 30
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cilacap, 2008
Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa jumlah sampel responden terpilih dari Desa Cilacap sebanyak 13 produsen ikan asin, Desa Tegalkamulyan sebanyak 14 produsen ikan asin, Desa Sidakaya sebanyak 2 produsen ikan asin dan Desa Tambakreja sebanyak satu produsen ikan asin. Dengan demikian, total jumlah sampel terpilih sebanyak 30 produsen ikan asin.
Metode pengambilan sampel acak sederhana yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara undian. Sebelumnya semua produsen disusun dalam kerangka sampel kemudian ditarik sampel yang akan diteliti dengan cara undian sehingga setiap unit memiliki peluang yang sama untuk dipilih. Undian dilakukan dengan cara semua produsen ditulis dalam secarik kertas. Kertas-kertas tersebut kemudian digulung dan dimasukkan ke dalam kotak. Setelah dikocok sejumlah gulungan kertas diambil. Nomor yang terambil menjadi responden yang akan diteliti kemudian gulungan kertas yang terambil tidak dikembalikan lagi ke dalam kotak. Cara tersebut dilakukan lagi sampai sesuai dengan jumlah responden yang direncanakan.
C. Jenis dan Sumber Data 1. Data Primer
Dalam penelitian ini data primer diperoleh melalui wawancara langsung ke lapang dengan menggunakan kuesioner terstruktur, sumber
(1)
4. Analisis Efisiensi
Efisiensi usaha pengolahan ikan asin di Kebupaten Cilacap merupakan perbandingan antara rata-rata penerimaan total yang diterima oleh produsen dengan rata-rata biaya total yang dikeluarkan oleh produsen. Berikut data yang menunjukkan besarnya efisiensi usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap.
Tabel 28. Efisiensi Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap
No Uraian Rata-rata Per Produsen (Rp)
1 Penerimaan 33.216.666,67
2 Biaya Total 19.438.078,20
Efisiensi Usaha 1,71
Sumber: Analisis Data Primer
Berdasarkan Tabel 28 dapat diketahui bahwa nilai efisiensi usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap sebesar 1,71. Hal tersebut berarti usaha pengolahan ikan asin yang dijalankan sudah efisien karena nilai efisiensi lebih dari satu. Nilai efisiensi usaha 1,71 berarti bahwa setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan oleh produsen akan didapatkan penerimaan 1,71 kali biaya yang telah dikeluarkan tersebut.
5. Analisis Risiko
Risiko yang terjadi pada usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap adalah kemungkinan terjadinya kondisi merugi yang dihadapi oleh produsen. Risiko dapat dihitung secara statistik yaitu dengan menggunakan ukuran keragaman (variance) atau simpangan baku (standar deviation). Simpangan baku merupakan besarnya fluktuasi keuntungan yang mungkin diperoleh dari keuntungan rata-rata atau dengan kata lain merupakan besarnya risiko yang harus ditanggung. Hubungan antara simpangan baku dan keuntungan dapat diukur dengan koefisien variasi (CV) dan batas bawah keuntungan (L). Koefisien variasi merupakan perbandingan antara risiko yang harus ditanggung dengan jumlah keuntungan yang akan diperoleh sebagai hasil dan sejumlah modal yang ditanamkan dalam proses produksi. Semakin besar nilai koefisien variasi menunjukkan bahwa risiko yang harus ditanggung semakin besar
(2)
menunjukkan nilai nominal keuntungan terendah yang mungkin diterima oleh pengusaha (Hernanto, 1993). Berikut data mengenai risiko pada usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap.
Tabel 29. Risiko Usaha dan Batas Bawah Keuntungan pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap
No Uraian Rata-rata
1 Keuntungan (Rp) 13.778.588,47
2 Simpangan Baku (Rp) 10.317.715,47
3 Koefisien Variasi 0,75
4 Batas Bawah Keuntungan (Rp) -6.856.843,41 Sumber: Analisis Data Primer
Berdasarkan Tabel 29 dapat diketahui bahwa keuntungan rata-rata yang diperoleh dalam satu bulan pada usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap sebesar Rp 13.778.588,47. Dengan demikian, dapat diketahui nilai simpangan baku sebesar Rp 10.317.715,47. Perhitungan keuntungan dan simpangan baku tersebut kemudian dapat diketahui nilai koefisien variasi sebesar 0,75 dari nilai keuntungan rata-rata dan batas bawah keuntungan sebesar minus Rp 6.856.843,41. Nilai koefisien variasi dan batas bawah keuntungan secara tidak langsung menyatakan aman tidaknya modal yang ditanam dari kemungkinan kondisi merugi. Nilai koefisien variasi dan batas bawah keuntungan pada usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap tersebut menunjukkan bahwa CV>0,5 dan L<0, yang berarti bahwa produsen memiliki peluang kerugian dalam setiap proses produksi yang dijalankan. Hal ini menunjukkan bahwa usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap memiliki risiko yang tinggi untuk dijalankan. Batas bawah keuntungan sebesar minus Rp 6.856.843,41 menunjukkan produsen ikan asin di Kabupaten Cilacap harus berani menanggung kerugian sebesar Rp 6.856.843,41.
Besarnya risiko yang harus ditanggung oleh usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap tersebut dikarenakan adanya berbagai risiko yang ada, yaitu:
(3)
a. Risiko Harga
Risiko harga yang dihadapi oleh produsen ikan asin di Kabupaten Cilacap terkait dengan harga bahan baku ikan segar dan harga bahan pelengkap (garam) yang fluktuatif. Hal ini dipengaruhi oleh ketersediaan bahan baku ikan segar dan bahan baku pelengkap (garam). Ketersediaan bahan baku ikan segar sangat bergantung pada musim. Ketika musim rame, ketersediaan ikan segar melimpah, tetapi pada saat musim paceklik ketersediaan ikan segar menurun dan hal ini akan berdampak pada harga ikan segar. Sedangkan, ketersediaan bahan baku pelengkap (garam) sangat bergantung pada cuaca. Ketika cuaca mendung, akan menghambat pada proses penjemuran garam sehingga akan mempengaruhi ketersediaan garam dan akan berdampak pada harga garam. Bahan pelengkap (garam) yang digunakan adalah garam krosak yang harganya Rp 500,00/kg, jika ketersediaan garam menurun maka harganya akan naik mencapai Rp 2.000,00/kg.
Harga bahan baku ikan segar dan bahan pelengkap (garam) akan meningkat ketika ketersediaan bahan baku ikan segar dan bahan baku pelengkap (garam) menurun dan sebaliknya. Jika ketersediaan bahan baku ikan segar dan bahan baku pelengkap (garam) meningkat, maka harganya menurun. Hal ini berdampak pada harga jual ikan asin yang diproduksi. Jika harga bahan baku ikan segar dan bahan baku pelengkap (garam) meningkat, maka harga jual ikan asin juga meningkat. Sedangkan, jika harga bahan baku ikan segar dan bahan baku pelengkap (garam) menurun, maka harga jual ikan asin juga menurun. Langkah antisipasi yang dilakukan oleh produsen untuk mengantisipasi risiko harga yang fluktuatif, hinggá saat penelitian belum ada langkah konkret yang dilakukan karena risiko harga tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor alam.
b. Risiko Produksi
(4)
dijual karena rusak atau busuk. Ikan asin yang rusak dapat dikarenakan ikan asin tersebut remuk akibat kesalahan pada saat penyimpanan. Sedangkan, ikan asin yang busuk dapat dikarenakan waktu penyimpanan yang terlalu lama akibat belum laku terjual dan proses penjemuran yang kurang sempurna sehingga ikan asin tidak kering sempurna dan menjadi busuk. Langkah yang diambil produsen untuk mengatasinya adalah dengan menjual ikan asin yang rusak atau busuk kepada tengkulak, yang nantinya ikan asin tersebut dimanfaatkan untuk pakan ternak. Selain itu, jika terdapat ikan asin yang tidak habis dijual karena kualitasnya yang rendah akibat hasil proses produksi yang kurang sempurna ataupun kesalahan pada waktu penyimpanan, maka produsen menjualnya dengan harga yang lebih murah.
c. Risiko Pasar
Risiko pasar yang dihadapi pada usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap berupa selera konsumen dan perubahan permintaan yang terjadi terhadap produk ikan asin. Selera konsumen yang berbeda-beda terhadap produk ikan asin merupakan risiko yang tidak dapat dikendalikan oleh produsen. Perubahan permintaan terhadap produk ikan asin terjadi pada saat-saat tertentu, misalnya ketika hari libur atau hari raya, permintaan akan meningkat karena akan lebih banyak konsumen yang membeli produk ikan asin untuk oleh-oleh. Langkah antisipasi yang diambil produsen untuk mengatasi risiko tersebut adalah dengan tetap memproduksi ikan asin yang sesuai dengan permintaan konsumen. Dengan kata lain, setiap melakukan proses produksi, para produsen selalu mengacu pada permintaan konsumen, misalnya dengan cara memproduksi ikan asin sesuai dengan pesanan konsumen dan dapat memenuhi permintaan konsumen ketika permintaan konsumen meningkat, yaitu dengan cara meningkatkan produksi untuk waktu-waktu tertentu seperti hari libur dan hari raya.
(5)
F. Kendala yang Dihadapi
Setiap usaha pasti memiliki kendala yang dapat mengganggu kelancaran produksi sehingga setiap kendala harus dihadapi agar usaha tersebut dapat terus berkembang. Sama halnya dengan usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap, juga memiliki kendala yang mengganggu kelancaran produksinya.
Kendala yang dihadapi pada usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap adalah cuaca (sinar matahari). Usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap dilakukan secara tradisional dengan mengandalkan sinar matahari dalam proses pengeringan. Jika cuaca mendung atau musim penghujan, usaha pengolahan ikan asin menghadapi kendala pada proses pengeringan atau penjemuran. Pada musim penghujan atau cuaca mendung proses pengeringan atau penjemuran ikan asin akan memerlukan waktu yang lebih lama dan produk yang dihasilkan berisiko rusak. Langkah yang selama ini dilakukan produsen untuk mengatasi kendala tersebut adalah dengan menumpuk widig dan menutupnya dengan terpal. Meskipun, pada kenyataannya proses pengeringan ikan asin dapat dilakukan secara mekanis dengan menggunakan alat pengering modern yaitu oven pengering. Namun, karena alasan hasil produksi ikan asin yang dikeringkan menggunakan oven tidak sempurna, seperti kering yang tidak merata sehingga para produsen ikan asin di Kabupaten Cilacap tidak menggunakan oven pengering dan tetap memanfaatkan sinar matahari pada proses pengeringan ikan asin.
Kendala lain yang dihadapi produsen ikan asin di Kabupaten Cilacap adalah ketersediaan bahan baku ikan yang tergantung musim. Ikan segar merupakan bahan baku utama pada usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap, namun ketersediaannya sangat bergantung pada musim/cuaca. Cuaca yang buruk, seperti hujan deras disertai angin kencang menjadi hambatan bagi nelayan untuk melaut sehingga ketersediaan ikan segar berkurang, bahkan tidak tersedia ikan sama sekali di pelelangan. Keadaan seperti itu akan berdampak pada usaha pengolahan ikan asin, yang berakibat kontinuitas
(6)
produsen bahkan memilih untuk tidak berproduksi karena rendahnya ketersediaan bahan baku. Namun, ada juga yang mengatasi kelangkaan bahan baku tersebut dengan tetap berproduksi menggunakan bahan baku yang ada atau mencukupi kebutuhan bahan baku dengan menggunakan bahan baku dari luar kota, seperti Pekalongan.
Disamping kendala-kendala tersebut diatas terdapat kendala lain yang dihadapi oleh responden usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap yaitu belum adanya suatu organisasi yang mewadahi responden-responden usaha pengolahan ikan asin. Hal ini menyebabkan perhatian pemerintah daerah terhadap usaha pengolahan ikan asin belum tercurahkan secara merata kepada seluruh responden, misalnya pada bantuan pemerintah daerah yang diberikan dalam bentuk sarana dan prasarana, belum merata serta pengadaan penyuluhan/pembinaan yang belum merata untuk seluruh responden usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap. Selain itu, dengan belum terbentuknya suatu organisasi sehingga tidak terjalin komunikasi antar responden usaha pengolahan ikan asin, akibatnya para responden tidak dapat bertukar informasi mengenai usaha pengolahan ikan asin.