15
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
2.1 Letak Geografis
Secara adminitratif kecamatan Sidikalang terdiri dari 11 desakelurahan yaitu Sidiangkat, Batang Beruh, Bintang Hulu, Kalang Simbara, Bintang, Kalang, Kota
Sidikalang, Belang Malum, Kuta Gambir, Huta Rakyat dan Bintang Marsada. Luas kecamatan 70,67 km atau 4,02 dari total luas kapubaten Daerah Tingkat II Dairi,
yang memanjang dari arah Utara ke Tenggara dimana sebagan besar arealnya terdiri dari pegunungan yang bergelombang dan hanya sebagian kecil yang datarrata.
Daerah Sidikalang mempunyai suhu udara cukup dingin, daerah ini termasuk dalam salah satu wilayah yang paling dingin di Sumatera Utara.Pada umumnya
Sidikalang berada pada ketinggian rata-rata 700 s.d. 1.100 m di atas permukaan laut. Secara Administrasi Kecamatan Sidikalang berbatasan dengan :
Sebelah Utara : Kecamatan Siempat Nempu
Sebelah Selatan : Kecamatan Kerajaan
Sebelah Timur : Kecamatan Berampu
Sebelah Barat : Kecamatan SitinjoSumbul.
Secara geografis kecamatan Sidikalang terletak antara : Lintang Utara
: 2015‟ – 3000‟ Bujur Timur
: 98000‟– 98030‟ Kemiringan lahan kecamatan Sidikalang adalah 0-25.Ketinggian kecamatan
Sidikalang berkisar antara 700-1.100 m diatas permukaan laut dan ketinggian ibukota
16 kecamatan Sidikalang yang sekaligus ibukota kabupaten Dairi adalah 1.066 m diatas
permukaan laut.Rata-rata hari hujan sebanyak 12 hari dan tidak merata setiap bulannya dengan curah hujan rata-rata 16 mm.
2.2 Keadaan Penduduk
Kecamatan Sidikalang sebelum datangnya kolonial maupun zending masih berupa hutan belantara, semak belukar dan padang ilalang. Hutan yang sangat lebat
itu dihuni oleh binatang-binatang seperti: trenggiling, rusa, monyet, mawas, kera, babi hutan dan harimau. Daerah Sidikalang masih berupa desa atau disebut juga kuta
dengan jumlah penduduk yang masih sedikit.
13
Seiring dengan perubahan zaman, Sidikalang mengalami perkembangan menjadi sebuah kecamatan dan sekaligus ibu kota Kabupaten Dairi. Sebagai wilayah
ibukota, Sidikalang merupakan pusat permukiman dan kegiatan penduduk, sebagai
13
Kuta adalah kesatuan territorial yang biasanya dihuni oleh keluarga-keluarga yang dari satu klen yang sama disusul kemudian oleh keluarga pendatang dari marga yang berbeda, tapi terikat oleh
suatu hubungan perkawanan dengan penduduk asli. Selain memiliki lahan pemukiman, sebuah kuta biasanya juga memiliki lahan perladangan yang khusus diperuntukkan bagi anggota kuta
bersangkutan.Sistem pemerintahan masyarakat masih dipimpin oleh Takal Aur Pertaki yang juga merangkap sebagai Raja Adat.Jabatan Pertaki adalah jabatan turun-temurun yang diwarisi oleh anak
laki-laki tertua atau laki-laki yang dituakan.Takal Aur Pertaki adalah masyarakat biasa yang dituakan oleh masyarakat setempat atau merupakan seorang kepala marga dalam satu kuta.Pertaki berperan
dalam menyelesaikan segala persoalan yang menyangkut anggota masyarakat dan adat istiadat. Pertaki tersebut tidak digaji atau mendapat imbalan akan tetapi cukup dihormati didalam kehidupan
bermasyarakat. Bila ada kegiatan pesta dan persoalan-persoalan dalam kuta atau antarkuta, maka Takal Aur akan menyelesaikannya dengan musyawarah dengan masyarakat. Setelah diberlakukannya
Undang-Undang No. 5 tahun 1979 tentang sistem pemerintahan desa, maka sistem pemerintahan kuta berubah total menjadi konsep desa seperti yang di atur oleh pemerintah dalam undang-undang. Tidak
ada lagi Pertaki dan raja dengan segala sistem pemerintahannya sebagai ganti diperkenalkanlah istilah jabatan yang baru yaitu Kepala Desa, Kepala Lorong serta RTRW. Lihat Lister Berutu, Nurbani
Padang, Tradisi dan Perubahan
– Konteks Masyarakat Pakpak Dairi, Medan: MONORA, 1998. Lihat juga Katalog BPS, “Kecamatan Sidikalang dalam Angka”, Sidikalang, 2012, hal. 1. Lihat juga
Mariana Makmur, Lister Berutu, Aspek-aspek Kultural Etnis Pakpak Suatu eksplorasi tentang potensi lokal,
Medan: Monora, 2002, hal. 16.
17 pusat aktivitas manusia yang meliputi pusat pemerintahan, pusat perekonomian,
pendidikan dan lainnya.Berbagai aktivitas penduduk terus berjalan membentuk budaya dan karakter sosial masyarakat Sidikalang. Karakterstik sosial di suatu
wilayah akan dibentuk dan dipengaruhi oleh penduduk yang mendiami wilayah tersebut. Begitu juga dengan karakteristik sosial kecamatan Sidikalang yang
dipengaruhi oleh penduduk yang ada, seperti etnik Pakpak, Toba, Simalungun, karo, dan suku lainnya.Kehidupan yang berlangsung masih sangat dipengaruhi oleh adat
dan norma dari tiap etnik tersebut. Di Sidikalang karakter etnik Batak Toba terlihat lebih menonjol di
bandingkan dengan etnik lain. Logat Batak dengan suara keras dan agak kasar menjadi ciri khas yang akan kita dengar setiap hari di Sidikalang. Etnik lain seperti
Karo, Simalungun dan Pakpak lebih halus dalam bertutur kata meskipun secara fisik tidak telihat perbedaan yang mencolok dengan etnik Toba. Selain itu terdapat juga
etnik Jawa yang dikenal dengan sikap diam dan kelembutannya, etnik Padang dan Minang dengan jiwa berdagang jual sate dan usaha rumah makan, etnik Tionghoa
yang dikenal pekerja keras dan jiwa bisnis yang tinggi dan etnik-etnik lain yang turut membentuk budaya dan karakter sosial Sidikalang.
Etnik Pakpak dianggap sebagai penduduk asli karena telah lebih dulu mendiami Sidikalang.Penduduk Sidikalang yang berasal dari etnik Pakpak adalah
keturunan si Tellu Nempu yang mempunyai 3 orang anak yaitu Ujung, Angkat dan
18 Bintang. Marga Ujung mendiami wilayah Sidikalang kota sekarang, marga Angkat
mendiami daerah Sidiangkat sedangkan marga Bintang mendiami desa Bintang. Adat istiadat Toba yang berazaskan Dalihan Natolu mendominasi kehidupan
masyarakat di Sidikalang.Jika terjadi pernikahan campuran antara etnik Toba dengan etnik lain maka adat yang dipakai pada umumnya adalah adat Toba termasuk dengan
etnik asli yaitu Pakpak. Pengaruh Toba yang kuat membuat etnik Pakpak tidak percaya diri dalam mengamalkan adat budayanya misalnya dalam pernikahan.
14
Hal ini juga didukung karena memang pola adat toba ini hampir sama juga dengan adat
etnik Pakpak misalnya dikalangan Pakpak Dalihan Natolu disebut dengan Daliken Sitelu
yaitu: 1. Kula-kula pemberi anak gadis 2. Dengan sebeltek teman semarga 3.Berru penerima anak gadis.
15
Banyaknya pembauran yang terjadi antar etnik menjadi pemicu hubungan yang saling mengikat misalnya pernikahan antara etnik asli dengan etnik pendatang
yang tentu menambah keharmonisan antaretnik. Pembauran ini menyebabkan terjalinnya hubungan kekeluargaan antara satu sama lain sehingga timbul rasa saling
14
Budi Agustono, op.cit., hal.59.
15
Wawancara , R. Kaloko 48 tahun, kecamatan Sidikalang tanggal 26 Juli 2015, selain itu
mas kawin pada adat Pakpak dinilai mahal oleh beberapa orang sehingga menjadi factor pemicu lebih dipakainny adat Toba dalam suatu pernikahan campuran. Beberapa contoh mas kawin dalam etnik
Pakpak yaitu emas dan perak, alat music, tanah atau kebun sawah, kebun kemenyan, dan alat-alat produktif misalnya mesin jahit, alat berburu, hewan terna kerbau, lembu, sejumlah uang dan
mandar kain sarung. Lihat jugaTandak Berutu, Lister Berutu, Adat Tata Cara Perkawinan Masyarakat Pakpak,
Medan: Yayasan Cimatama dan Monora, 2002, hal. 27.
19 memiliki dan menghormati. Berikut ini beberapa etnik yang telah lama ada dan
berkembang di Sidikalang. 1. Etnik Pakpak
Berdasarkan kedekatan wilayah, sosial dan ekonomi Etnik Pakpak dapat di bagi menjadi limasuakyaitu:
Simsim, di kawasan Salak, Kerajaan, Sitellu Tali Urang Julu, Sitellu Tali Urang Jehe.
Keppas, di kitaran Sitellu Nempu, Siempat Nempu, Silima Pungga- pungga, Lae Luhung Lae Mbereng dan Perbuluhen.
Pegagan dan Karo Kampung, di sekitar Pegagan Jehe, Silalahi, Paropo, Tongging Sitolu Huta dan Tanah Pinem.
Boang, di lingkup Simpang Kanan, Simpang Kiri, Lipat Kajang, dan Singkil.
Kelasan, meliputi wilayah Sienem Koden, Manduamas, dan Barus. Secara umum sejak zaman Belanda, oleh para etnolog orang Pakpak
digolongkan ke dalam etnik Batak. Jadi sama seperti orang Toba, Karo, Simalungun, Mandailing, dan Angkola. Adanya sejumlah unsur kedekatan atau kesamaan-
misalnya dalam struktur sosial, sistem budaya, dan bahasa etnik ini satu sama lain menjadi dasar penggolongan.
Pakpak bukan Batak, sebuah pernyataan yang sering terdengar akhir-akhir ini terlepas dari sejumlah unsur kesamaan tadi.Menurut pemegang pendapat ini
20 umumnya mereka orang Pakpak sebagai etnik Pakpak lebih tua dari Toba yang
selama ini mengklaim sebagai leluhur segenap suku Batak.Disklaim serupa juga datang dari etnik Mandailing, Karo dan Simalungun.
Mereka yang menyatakan Pakpak lebih tua dari Toba merujuk pada folklor lokal dan benda-benda budaya dari zaman Hindu di antaranya mejan yang sampai
kini bisa ditemukan di tanah Pakpak untuk menguatkan argumennya.Mejan berupa batu yang terdapat di kuburan sebagai tempat menyerahkan sesajen pada roh-roh
nenek moyang. Selain itu ada juga koden loyang periuk, kalakati alat pengupas pinang, sulapah tempat sirih, pinggan pasu piring pinggan, gabus ikat
pinggang, dan borgot. Menurut mereka benda-benda tersebut adalah benda yang berasal dari hubungan dagang dengan luar negeri Portugis, Mesir, India.Jejak ini
menjadi pertanda bahwa sebagai etnik Pakpak memang sudah tua sebelum Toba masuk ke Dairi.
16
2. Etnik Toba Jika kita tela‟ah kedatangan etnik Toba ke Sidikalang dan daerah lainnya di
Dairi terjadi secara bertahap.Pertama dapat di kategorikan sebagai migrasi yang masih berjumlah sedikit, etnik Toba yang datang ini adasecara perorangan ada juga
secara kelompok.Etnik Toba datang dan kemudian menetap dengan berbagai latar
16
Sumber: httpwww.pakpakadalahpakpak.com upload tanggal 03 Agustus 2015. Penjelasan mengenai perbedaan budaya Pakpak dengan Toba sampai sekarang lebih banyak berupa
info lisan, belum terpublikasi dalam bentuk tulisan atau buku.
21 belakang, misalnya mereka yang ingin mengembara belaka untuk mengenal lebih
dekat dunia, ada juga yang ingin mencari penghidupan yang baik dan berdagang. Sebagai salah satu contoh yaitu marga Limbong misalnya ada yang awalnya
datang dari Samosir dengan mambawa ulos sebagai dagangan.Ia kemudian dipermantukan oleh orang Pakpak kemudian diberi rading tanoh tanah pemberian
orangtua kepada putrinya yang menikah.Marga Sigalingging semula seorang kakek moyang mereka datang ke Dairi untuk belajar membuat koden periuk. Setelah
beroleh ilmu ia pulang kampung dan di sana ia bergiat membuat periuk tanah. Hasil karya tersebut ia bawa ke Dairi untuk dijual. Bisnisnya ternyata berhasil dan ia
kemudian dipermantukan marga Ujung yang menjadi penguasa lokal. Sebagai menantu ia kemudian diberi rading tanoh. Turunannya kemudian beranak pinak
disana sampai sekarang.
17
Selanjutnya ialah pada zaman kolonial Belanda.Untuk membangun fasilitas militer Belanda membutuhkan para pekerja termasuk tukang, kuli bangunan, dan
portir .Belanda menggunakan tenaga kerja yang tersedia dari Silindung. Para pekerja
inilah kemudian yang akhirnya tinggal menetap dan bahkan mengajak serta keluarganya untuk tinggal di Dairi.
18
Masuknya zending gereja juga menjadi faktor pemicu semakin berkembangnya Toba di Sidikalang.Tak hanya etnik Toba yang
17
Wawancara , Raja Ardin Ujung 65 tahun, kecamatan Sidikalang tanggal 12 Agustus 2015.
18
Pada tahun19061907 karena situasi perang ada pembukaan jalan dari Doloksanggul ke Sidikalang, sehingga petani dari Humbang, Toba dan Silindung memasuki Dairi.Selain itu orang dari
Tapanuli Utara juga memasuki daerah tanah Pakpak untuk mengabarkan injil. Tahun 1911 para pedagang kaum Kristen dari Tapanuli Utara melakukan penginjilan dengan melakukan pendekatan
terhadap masyarakat setempat dengan cara memperdagangkan ulos dan alat-alat pertanian. Budi Agustono, op. cit, hal. 133.
22 belum Kristen yang dirangkul oleh zending kala itu tapi juga orang Pakpak yang
sebagian besar masih menganut agama suku.Hasilnya, tahun 1909, Jaekuten Keppas Raja Asah Ujung beserta keluarganya dibaptis menjadi Kristen. Jika penguasa sudah
dapat diangkul otomatis pengikutnya akanmengikut atau paling tidak lebih mudah diajak serta.
Migrasi orang Toba terus berlanjut bahkan hingga pada Orde baru.Mereka
mengisi posisi birokrasi kabupaten, guru, dan tenaga kesehatan hingga ke desa-desa. Di sektor lain juga di masuki oleh mereka seperti pertanian dan perdagangan. Saat ini
berdasakan data statistik, jumlah etnik Toba jauh lebih banyak dibandingkan etnik Pakpak.
19
3. Etnik Karo Tanah Karo berbatasan langsung dengan Tanah Dairi.Berbeda dengan etnik
Toba, Karo tidak memiliki tradisi migrasi ekspansi, sehingga secara jumlah etnik Karo termasuk kecil jika dibandingkan dengan etnik Toba yang tinggal di
Sidikalang.Dalam disertasinya Budi Agustono menjelaskan bahwa tanah karo sangat
19
Kedatangan etnik Toba ke suatu wilayah juga dipengauhi oleh istilah Batak sahala hasangapon yaitu kualitas kehormatan patut dihargai oleh orang lain, untuk memperoleh kualitas itu
orang harus mengembangkan sahala harajaon‟nya kerajaan pribadi. Sahala hasangapon baru akan menjadi kenyataan apabila seseorang telah memperlihatkan prestasinya, misalnya dengan banyak
anakcucu, berhasil dalam pertanian dan pekerjaan lainnya. Dalam hal ini menunujukkan bahwa komplek sahala hasangapon juga mendorong orang Batak untuk berpindah dan mendirikan kerajaan
baru. Lihat Usman Pelly, Urbanisasi dan Adaptasi: Peran Misi Budaya Minangkabau dan Mandailing
, Jakarta: LP3ES, 1994, hal. 47.
23 subur dan bahkan sudah lebih terutama bidang pertanian dibandingkan Dairi sehingga
orang Karo kurang tertarik untuk migrasi ke Dairi. Saat etnik Karo dipertemukan dengan etnik lain maka untuk menambah ikatan
antar etnik, sejumlah marga di Dairi dan Karo menjalin perikatan khusus.Awal perkenalan dari etnik akan menanyakan marga dan akan ditarik persamaan marga dari
kedua belah pihak sehingga dapat diketahui tuturpanggilan apa yang baik untuk masing-masing Dalam Etnik Pakpak misalnya Kudadiri dengan Ginting Suka,
Sinuraya dengan Angkat, dan Padang Jambu dengan Pinem. Dalam etnik Toba misalnya Sinaga dengan perangin-angin, Simbolon dengan Ginting, Purba dengan
Tarigan dan masih banyak contoh lain. Secara wilayah ada sebuah wilayah di perbatasan yang oleh penguasa
Belanda dulu disebut sebagai Onderdistrik van Karo Kampung. Kawasan ini meliputi lima kenegerianyakni : Lingga Tigalingga, Tanah Pinem, Pegagan Hilir, Juhar
Kidupen Manik, dan Lau Juhar. Dinamai Karo Kampung karena kulturnya memang Karo.Kemungkinan besar kawasan ini merupakan wilayah Karo yang masuk wilayah
Dairi akibat demarkasi oleh Belanda.Kecamatan Sidikalang sebagai pusat segala aktivitas tentu telah mengundang orang termasuk etnok Karo untuk tinggal dan
membuka usaha disana. Contoh konkrit kehadiran etnik Karo ini yang banyak yang membuka usaha sebagai tukang emas di Sidikalang.
24 4. Etnik Simalungun
Dairi dengan Simalungun tidak berbatasan langsung, akan tetapi migrasi tetap terjadi walaupun tidak besar seperti pada Etnik Toba. Etnik Simalungun di Sidikalang
beradaptasi dan melakukan pembauran dengan penduduk setempat, jika diperhatikan tidak terlihat perbedaan yang menonjol antara etnik Simalungun dengan etnik lain.
Adat dan budaya yang mereka laksanakan juga telah dipengaruhi oleh masyarakat setempat. Ada sebagian yang secara total mengadopsi budaya etnik lain
misalnya Toba dan ada juga yang mencampur keduanya tergantung pada kesepakatan bersama. Namun pada dasarnya mereka cukup terbuka dengan budaya dari etnik lain.
Kemudian saat Agresi Belanda tahun 1949 sudah mulai masuk ke Dairi.Mungkin karena terbukanya akses jalan dan juga karena faktor keamanan
mereka berdatangan.Saat itu Sidikalang dan sekitarnya masih banyak lahan kosong dan jumlah penduduk juga sedikit, selain itu mereka mengangap daerah Sidikalang
lebih aman dari penjajah yang saat itu sedang genting-gentingnya ingin menguasai Simalungun.
20
Namun selama ini banyak juga orang Dairi yang bermigrasi ke Simalungun.Seribudolok menjadi tujuan utama mereka. Sewaktu Belanda meluaskan
kekuasaanya ke Simalungun pada tahun 1905-an yang dikenal sebagai daerah
20
Wawancara , J. Sinaga 68 tahun, kecamatan Sidikalang tanggal 19 Juli 2015, kakeknya
dahulu berasal dari Simalungun, awalnya marga Sinaga dari Toba namun banyaknya mereka yang telah lebih dulu bermigrasi ke Simalungun sebelum ke daerah lain sehingga memunculkan istilah
Sinaga Simalungun
25 perkebunan, etnik Batak Toba didorong pemeintah kolonial tinggal menetap di
wilayah itu untuk membuka persawahan baru. Kedatangan Batak Toba semakin besar tahun 1915-1930 sewaktu pemerintahan kolonial mengembangkan irigasi di
Sidamanik dan Tanah Jawa.Kemudian ada sebagian dari mereka yang kembali ke kampung halaman namun ada juga yang akhirnya menetap di Simalungun.
21
Selain etnik diatas ada juga etnik lain yang ada di Sidikalang yaitu Jawa, Minang, Mandailing-Angkola, dan Tionghoa. Etnik Jawa datang umumnya menjadi
pegawai baik di pemerintahan, perusahaan swasta, maupun di sektor informal. EtnikMinang bergiat di bisnis rumah makan dan Etnik Tionghoa eksis di bidang
perdagangan. Sejak zaman kolonial bisnis utama etnik Tionghoa adalah menampung dan
menyalurkan hasil bumi seperti kemenyan, nilam, dan kopi.Perintis bisnis ini di Sidikalang antara lain toke Teseng, Pengki, dan Pinciang.
22
Namun belakangan ini dominasi mereka dalam perdagangan seperti terimbangi, dan itu terutama karena
semakin banyaknya generasi muda orang Tionghoa meninggalkan Sidikalang dan membuka bisnis di luar Sidikalnag seperti Siantar, Medan, Jakarta, bahkan luar negeri
akan dibahas lebih lanjut di bab berikutnya.
21
Clark Cunningham, the Postwar Migration of the Toba Bataks to East Sumatera, New Haven: Yale University Southeast Asia Studies, 1958,
hal.85 dalam Disertasi, Budi Agustono, op.cit, hal. 127.
22
Sumber: http:pakpak-pakpakblog.blogspot.compasal-usul-pakpak.html Upload tgl 03 Agustus 2015
26 Tabel 1
Jumlah Penduduk Sidikalang Menurut Suku Bangsa
No Suku Bangsa
Jumlah
1. Melayu
95 2.
Karo 1.208
3. Simalungun
1.212 4.
Toba 36.629
5. Madina
414 6.
Pakpak 10.815
7. Nias
135 8.
Jawa 1902
9. Minang
634 10.
Tionghoa 368
11. Aceh
115 12.
Lainnya 402
Jumlah 53.837
Sumber: Karakteristik Penduduk Kabupaten Dairi Hasil Sensus Penduduk 2000, hal.59
Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2000 menunjukkan bahwa etnik dengan jumlah paling besar ialah Toba dengan jumlah 36.629 jiwa, disusul etnik
Pakpak sebesar 10.815, selanjutnya etnik Jawa berada pada posisi ke tiga dengan jumlah 1902 jiwa, sementara etnik Simalungun dan Karo memiliki jumlah yang tidak
jauh berbeda yaitu 1212 dan 1208 jiwa, selanjutnya secara berurutan etnik Minang, Madina, dan Tionghoa berjumlah 634, 414 dan 368 jiwa. Etnik dengan angka yang
kecil ditempati oleh Nias, Aceh, Melayu dengan jumlah masing-masing 135, 115, dan
27 95 jiwa kemudian di tambah dengan etnik lain 402 jiwa, maka total jumlah penduduk
kecamatan Sidikalang 53.837 jiwa. Hasil sensus ini merupakan hasil sensus yang dilakukan oleh BPS setiap 1 kali dalam 10 tahun, tabel dibawah ini merupakan hasil
sensus periode tahun 1990-2000.
2.3 Mata Pencaharian