Kepemimpinan Habib Hasan bin Ja'far Assegaf dalam upaya mengembangkan pemahaman dan prilaku akhlak jama'ah majelis taklim Nurul Musthofa

(1)

Kepemimpinan Habib Hasan bin Ja’far Assegaf Dalam Upaya

Mengembangkan Pemahaman Dan Perilaku Akhlak Jama’ah

Majelis Taklim Nurul Musthofa

Oleh :

MAULANA SUKARYA

NIM. 105053001823

JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H/ 2010 M


(2)

PENGESAHAN

PANTIIA UJIAN

Skripsi berjudul

KEPEMIMPINAI\ HABIB

HASAI\I

bin.$.'FAR

ASSEGAF

DALAIYi

UPAYA

MENGEMBANGi<AN

PEMAIIAMAN

DAI\

PERILAKU

AKIILAK

JAMA'AII

MA.IELIS

TAKLIM

IYURUL

MUSTIIOFA,

telah

diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah cian Ilmu Komunikasi

UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal

1l

Maret 201C. Skripsi

ini

telah

diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) pada program Studi Manajemen Dakwatr.

Jakart4

Maret 2010 Sidang Munaqasyah

erangkap Anggota Sekretaris rncrangkap anggota

e+*-1

,-Drs

S 'Rizal_LK.

MA

NIP 40428 199303

I

00r

r'

Dr. H.lVL Idris Abdul.

lhomad.MA

fiP.

19610725 200003 1001

Drs*lgqep Castr&wiiay& IVIA

I\IIP 1967081819980 3

fi2

Penguji

Anggota

hilP. 19660605 199403

I 0C5


(3)

i

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1.

Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar sarjana 1 (S1) Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2.

Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini, saya telah cantumkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.

Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini merupakan hasil plagiat atau hasil jiplakan

karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, Februari 2010


(4)

iii

DALAM UPAYA MENGEMBANGKAN PEMAHAMAN DAN PERILAKU AKHLAK JAMA’AH MAJELIS TAKLIM NURUL MUSTHOFA

ABSTRAK

Kepemimpinan adalah sebuah sifat pemimpin dalam proses mempengaruhi orang-orang atau bawahan dalam rangka untuk mencapai sebuah tujuan yang telah ditentukan. Setiap pemimpin memiliki karakteristik dan model kepemimpinannya masing-masing. Menjadi seorang pemimpin tidaklah mudah sebab yang dihadapi adalah manusia yang subyektifitasnya masing-masing. Oleh karena itu, seorang pemimpin hendaknya memiliki sifat, cirri, atau nilai-nilai pribadi dalam dirinya, diantaranya: berpandangan jauh kemasa depan, bersikap, dan bertindak bijaksana, berpengetahuan luas, mempunyai keyakinan bahwa misinya akan berhasil, berhati ikhlas, mampu berkomunikasi, memiliki kondisi fisik yang baik.

Kepemimpinan atau leadership pada hakikatnya adalah satu state of mind dan state of the spirit, suatu sikap hidup dalam pikiran dan sikap kejiwaan yang merasa terpanggil untuk memimpin dengan segala tindakan, perbuatan, perilaku, dan ucapan, mendorong dan mengantarkan yang dipimpin kearah cita-cita yang luhur.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gaya kepemimpinan Habib Hasan bin Ja’far Assegaf pada Majelis Taklim Nurul Musthofa dan mengetahui pengaruhnya bagi perilaku akhlak jama’ah. Untuk itu, penulis tertarik menjadikan tokoh Habib hasan sebagai bahan dalam menyusun skripsi.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan menggunakan analisis deskriptif, yaitu memaparkan seluruh pernyataan dengan apa adanya. Dengan cara mengumpulkan data dari hasil wawancara, observasi dan studi pustaka yang kemudian dianalisis.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kepemimpinan Habib Hasan bin Ja’far Assegaf bertipe, kharismatik, demokratik.

Tujuan dari pendidikan akhlak dalam Islam adalah untuk membentuk manusia yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur dan suci. Dengan kata lain pendidikan akhlak bertujuan untuk melahirkan manusia yang memiliki keutamaan.


(5)

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur senantiasa terucap kepada Allah dari lisan

manusia yang taat kepadaNya. yang masih memberikan kesempatan kepada penulis untuk beribadah kepadaNya dan untuk ber Sholawat kepada kekasihnya, serta dengan izinnya pula penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Sholawat serta salam senantiasa terucap kepada manusia yang agung, yang bagus ucapannya, yang luhur bedi pekertinya, yang tidak pernah lelah untuk mengajak umatnya kepada jalan yang benar serta yang akan menyelamatkan umatNya di dunia dan di akhirat beliau adalah Sayyiudina Muhammad bin Abdillah

Alhamdulillah pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Walaupun cukup banyak halangan dan rintangan yang penulis hadapi, baik itu berupa sifat malas, lalai dan sombong yang masih melekat kuat di dalam diri penulis. Sungguh sesuatu yang sangat anugrah terindah yang diberikan Allah kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semua ini terwujud yang telah mendukung serta memberikan motivasi kepada penulis.

Penulis persembahkan segalanya kepada Ayahanda (Almarhum H. Mursalih) yang dengan ketegaran hidupnya telah menjadi sumber inspirasi dan semangat hidup bagi penulis dan kepada ibu (Hj. Surkiah) yang air susunya telah menjadi daging dalam tubuh ini, yang dengan keringat dan air matanya telah menyatu dalam jiwa penulis, dan nenek ku tercinta (Hj. Muniah) Guru-guruku, Kakakku Indra Kurniawan dan Adikku M. Septi Fajri dan Ismail Maqqi serta


(6)

v

besarnya. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi, rasa terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Bapak Prof. Dr.Komarudin Hidayat selaku rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajaran stafnya.

2. Bapak Dr. Arief Subhan MA sebagai Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, bapak Drs. Wahidin Saputra.MA selaku Pudek I, bapak Drs. H. Mahmud Djalal, MA selaku Pudek II dan bapak Drs Study Rizal LK, MA selaku Pudek III.

3. Ketua Jurusan Manajemen Dakwah bapak Drs. Hasanudin Ibnu Hibban, MA, Drs. Cecep Castrawijaya, MA sebagai sekretaris jurusan dan juga kepada Drs. Sungaidi, MA sebagai pembimbing skripsi yang selalu setia dan sabar membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Tim penguji yang telah memberikan masukan dan kritikan kepada penulis. 5. Para dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan

dedikasinya sebagai pengajar yang memberikan berbagai pengarahan, pengalaman, serta bimbingan kepada peneliti selama dalam masa perkuliahan.

6. Bapak/ibu pimpinan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas yang telah membantu peneliti dengan penyediaan bahan-bahan dalam mengerjakan skripsi ini.


(7)

vi

7. Keluarga besar Majelis Taklim Nurul Musthofa, yang telah membantu mengumpulkan data hingga akhirnya selesainya skripsi ini.

8. Sahabat-sahabat yang ada di kampus, Ogief, Nur, Phe-phenk, Elda, M. Ridwan, Abdul Ghafur, Rizal, Armed,

9. Keluarga besar dari Yayasan Al-Istiqomah dan buat Genk Power Rangernya, Sendi Prabowo, Wahyu Pratama Putra, Nugraha, Ahmad Rifa’i, Sigit, Nurhasanah, Uswah, Nandar dan juga wanita yang menghiasi hariku Fauziah Nurkhotimah , serta untuk ibu-ibu mereka yang baik.dan yang selalu mewarnai hari-hari penulis dengan indahnya persahabatan yang telah kalian berikan..

Pada akhirnya penulis hanya dapat mengucapkan terimakasih yang besar-besarnya, hanya ucapan inilah yang dapat penulis berikan, semoga Allah yang akan membalas semua kebaikan sahabat-sahabatku tercinta. Amin ya Rabbal Alamin

Ciputat,27, Januari 2010


(8)

1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana 1 (S1) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini, saya telah cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini merupakan hasil plagiat atau hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, Februari 2010


(9)

DAFTAR PUSTAKA

Alawiyah A.S, Tuty, Dra, Strategi Dakwah di Lingkungan Majlis Taklim, (Bandung , Mizan, 1997)

A. Partanto, Pius et.al, Kamus Ilmiah Populer, (Yogyakarta, Arkosa, 1994) Departemen Pendidikan Nasioal RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta,

Balai Pustaka, 2001), edisi ke 3

Huda, Nurul, et-al, Pedoman Majlis Taklim, (Jakarta: KODI, 1990)

Kartini, Kartono, DR, Pemimpin dan Kepemimpinan, PT Raja Grafindo Persada, (Jakarta, 1998)

Martoyo, Susilo, Pengetahuan Dasar Manajemen dan Kepemimpinan, (Yogyakarta: UII Press, Oktober, 2002)

Mochtar Effendi, Manajemen Suatu Pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam, (Jakarta, Bharatara Karya Aksara, 1986)

Moedjiono, Imam, Kepeimimpinan dan Keorganisasian, (Yogyakarta: UII Press, Oktober, 2003)

Muchtarom, Zaini, Drs. MA, Dasar-Dasar Manajemen Dakwah, (Al- Amin dan IKHFA, Jakarta, 1996)

Nawawi, Hadari dan Hadari, M. Martini, Kepemimpinan Yang Efektif, (Yogyakarta, Gajah Mada University Press, 2003)

Nawawi, Hadari, Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi, (Yogyakarta: UGM Press, 2003)


(10)

Ranoh, Ayub, Kepemimpinan Kharismatik, (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 1999) Riberu, J, Dasar-Dasar Kepemimpinan, (Jakarta, Pedoman Ilmu Jaya, 1992) Syani, Abdul, Manajemen Organisasi, (Jakarta, Bina Aksara, 1987)

Wahjosumidjo, Kiat Kepemimpinan Dalam Teori dan Praktek, ( PT. Harapan Masa PGRI, Jakarta, 1994)


(11)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN

………. i

LEMBAR PENGESAHAN

... ii

ABSTRAK

... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ……… vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Batasan dan Perumusan Masalah ... 3

C. Metodelogi Penelitian ... 3

D. Tujuan Penelitian ... 5

E. Tinjauan Pustaka... 6

F. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Kepemimpinan ... 8

1. Pengertian Kepemimpinan ... 8

2. Hakekat Kepemimpinan ... 9

3. Fungsi Kepemimpinan ... 11

4. Unsur-unsur Kepemimpinan... 13

5. Gaya Kepemimpinan ... 13

B. Konsep Majelis Taklim ... 24

1. Pengertian Majelis Taklim ... 24

2. Tujuan Di dirikan Majelis Taklim ... 26

3. Macam-macam Majelis Taklim ... 27

C. Pemakain gelar Imam, Syaikh, Habib, Sayyid ... 30

D. Hakekat Akhlak ... 32

1. Pengertian Akhlak ... 32

2. Sumber, Macam-macam , Tujuan Akhlak ... 35


(12)

ASSEGAF DAN MAJELIS TAKLIM NURUL MUSTHOFA

A. Profil Habib Hasan bin Ja’far Assegaf... 41

B. Sejarah Berdirinya Majelis Taklim Nurul Musthofa ... 45

C. Tujuan Majelis Taklim Nurul Musthofa ... 47

D. Visi dan Misi Majelis Taklim Nurul Musthofa ... 48

E. Ruang Lingkup dan Program Majelis Nurul Musthofa ... 49

F. Struktur Kepengurusan Majelis Nurul Musthofa ... 53

BAB IV BENTUK KEPEMIMPINAN HABIB HASAN bin JA’FAR ASSEGAF A. Bentuk Kepemimpinan Habib Hasan bin Ja’far Assegaf Dalam Mengembangkan Majelis Taklim Nurul Mustofa ... 55

B. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Habib Hasan ... 58

C. Faktor Pendukung dan Penghambat Dalam Mendirikan Majelis Taklim Nurul Musthofa ... 61

1. Faktor Pendukung ... 61

2. Faktor Penghambat ... 61

BAB V PENUTUP A..Kesimpulan ……… 63

B .Saran .………. 64

DAFTAR PUSTAKA ... 66 LAMPIRAN


(13)

vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN

………. i

LEMBAR PENGESAHAN

... ii

ABSTRAK

... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ……… vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Batasan dan Perumusan Masalah ... 3

C. Metodelogi Penelitian ... 3

D. Tujuan Penelitian ... 5

E. Tinjauan Pustaka... 6

F. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Kepemimpinan ... 8

1. Pengertian Kepemimpinan ... 8

2. Hakekat Kepemimpinan ... 9

3. Fungsi Kepemimpinan ... 11

4. Unsur-unsur Kepemimpinan... 13

5. Gaya Kepemimpinan ... 13

B. Konsep Majelis Taklim ... 24

1. Pengertian Majelis Taklim ... 24

2. Tujuan Di dirikan Majelis Taklim ... 26

3. Macam-macam Majelis Taklim ... 27

C. Pemakain gelar Imam, Syaikh, Habib, Sayyid ... 30

D. Hakekat Akhlak ... 32

1. Pengertian Akhlak ... 32

2. Sumber, Macam-macam , Tujuan Akhlak ... 35


(14)

vii

ASSEGAF DAN MAJELIS TAKLIM NURUL MUSTHOFA

A. Profil Habib Hasan bin Ja’far Assegaf... 41

B. Sejarah Berdirinya Majelis Taklim Nurul Musthofa ... 45

C. Tujuan Majelis Taklim Nurul Musthofa ... 47

D. Visi dan Misi Majelis Taklim Nurul Musthofa ... 48

E. Ruang Lingkup dan Program Majelis Nurul Musthofa ... 49

F. Struktur Kepengurusan Majelis Nurul Musthofa ... 53

BAB IV BENTUK KEPEMIMPINAN HABIB HASAN bin JA’FAR ASSEGAF A. Bentuk Kepemimpinan Habib Hasan bin Ja’far Assegaf Dalam Mengembangkan Majelis Taklim Nurul Mustofa ... 55

B. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Habib Hasan ... 58

C. Faktor Pendukung dan Penghambat Dalam Mendirikan Majelis Taklim Nurul Musthofa ... 61

1. Faktor Pendukung ... 61

2. Faktor Penghambat ... 61

BAB V PENUTUP A..Kesimpulan ……… 63

B .Saran .………. 64

DAFTAR PUSTAKA ... 66 LAMPIRAN


(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kepemimpinan merupakan kata dasar dari ‘pimpin’, secara etimologi berarti dibimbing atau dituntun. Sedangkan secara terminologi kepemimpinan mempunyai arti: pertama, Haward H. Hoyt berpendapat bahwa kepemimpinan adalah seni mempengaruhi tingkah laku manusia dan kemampuan untuk membimbing orang, kedua1, G R. Terry yang dikutip oleh Zaini Muchtarom berpendapat bahwa kepemimpinan merupakan hubungan di mana seseorang atau pemimpin mempengaruhi orang-orang untuk mengerjakan tugas bersama dengan kemapuan mereka guna mencapai apa yang di kehendaki pemimpin2.

Majelis taklim merupakan lembaga sebagai wadah pengajian, sidang pengajian, atau tempat pengajian. Dengan kata lain, majelis taklim adalah tempat untuk melaksanakan pengajian atau pengajaran3. Di Indonesia ini sudah banyak majelis taklim yang berkembang dan memiliki jamaah yang sangat banyak. Hal ini membuktikan bahwa umat Islam yang ingin mempelajari ilmu agama juga sangat banyak.

Dari sekian banyak majelis taklim yang berkembang di antaranya adalah Majelis Taklim Nurul Mustofa yang dipimpin Habib Hasan bin Ja’far Assegaf. Jamaah dari majelis Taklim Nurul Mustofa kebanyakan adalah kaum remaja baik putra atau putri.

1

Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, (Jakarta: PT. Raya Grapindo Persada, 1998), cet. ke-VIII, h. 49

2

Zaini Muchtarom, Dasar-dasar Manajemen Dakwah, (Yogyakarta: Al- Amin Press, 1996), cet. ke-I, h. 195

3

Departemen Pendidikan Nasional RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), cet. ke-I, h. 699


(16)

Majelis Taklim Nurul Mustofa senantiasa memperkenalkan dan mengajarkan sejarah, ajaran, serta perilaku Nabi Muhamad SAW. Tujuannya adalah agar seluruh jamaah terutama kaum remaja menjadikannya sebagai idola dan panutan hidup.

Sebelum menjadi majelis taklim yang memiliki ribuan orang santri seperti sekarang, perkembangan Majelis Taklim Nurul Mustofa ini mengalami pasang surut. Sebelumnya Habib Hasan Assegaf mengadakan pengajian dari rumah ke rumah. Dalam dakwahnya, Habib banyak berbicara tentang kemuliaan dan kelembutan ALLAH SWT serta sejarah Rasulullah SAW. Dengan tekun Habib Hasan Assegaf terus membangun majelisnya, setiap hari ia memakai kendaraan umum, mengenakan serban dan menjinjing tas berisi kitab-kitab. Tak jarang ia mendapatkan cemoohan dari orang-orang yang berada di sekitarnya. Sejak saat itu, Majelis Taklim Nurul Mutofa ini semakin berkembang pesat. Jamaah yang datang mencapai puluhan ribu orang.

Dengan relatif waktu yang singkat, keberadaan majlis yang begitu besar ini tidak akan terwujud tanpa adanya kepemimpinan seorang public figur yang selalu membimbing dan mengarahkan jamaahnya yaitu, Habib Hasan bin Ja’far Assegaf.

Dari latar belakang tersebut di atas penulis mencoba menyusun skripsi dengan judul ”Gaya Kepemimpinan Habib Hasan bin Ja’far Assegaf Dalam Upaya Mengembangkan Pemahaman dan Perilaku Akhlak Jama’ah Majelis Taklim Nurul Mustofa Jakarta Selatan”.


(17)

3

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah

Kepemimpinan merupakan kata dasar dari ’pimpin’ yang secara etimologi berarti dibimbing atau dituntun4.

Kepemimpinan adalah kekuasaan untuk mempengaruhi seseorang, baik dalam mengerjakan sesuatu atau tidak mengerjakan sesuatu. Seseorang dikatakan pemimpin apabila ia mempunyai pengikut atau bawahan. Bawahan pemimpin ini dapat disuruh untuk mengerjakan sesuatu atau tidak mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Oleh karena itu dalam penelitian ini agar tidak terlalu luas maka penulis membatasi pada Gaya Kepemimpinan yang dimiliki Habib Hasan bin Ja’far Assegaf dalam mengembangkan perilaku akhlak jama’ah Majelis Taklim Nurul Musthofa.

Berdasarkan batasan masalah di atas, penulis merumuskan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini sebagai berikut :

1. Bagaimana Gaya Kepemimpinan Habib Hasan bin Ja’far Assegaf dalam mengembangkan Majelis Taklim Nurul Mustofa.

2. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Habib Hasan bin Ja’far Assegaf dalam Mempengaruhi Akhlak Jama’ah Majelis Taklim Nurul Musthofa.

3. Faktor Pendukung Dan Penghambat Dalam Mengembangkan Majelis Taklim Nurul Musthofa.

4

Wjs. Poerdarwaminata, Kamus Umum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1982), cet. ke-IV, h. 754


(18)

C. Metodologi Penelitian

Metode penelitian adalah cara atau strategi menyeluruh untuk menemukan atau memperoleh data yang diperlukan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, Bog dan Taylor (1995:5) mendefenisikan dalam bukunya Lexy J. Moeloeng yang berjudul metode penelitian kualitatif, bahwa metode kualitatif yaitu cara yang menghasilkan deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati, dan desain dari penelitian ini adalah deskriptif analisis. Di mana penulis memberikan gambaran atau memaparkan analisis data tentang Gaya Kepemimpinan Habib Hasan bin Ja’far Assegaf Dalam Upaya Mempengaruhi Akhlak Jama’ah Majelis Taklim Nurul Mustofa. Metode ini sangat cocok digunakan untuk menjawab pertanyaan apa, di mana, dan kenapa atau bagaimana.

1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Tempat yang akan di jadikan sebagai subjek penelitian adalah di Majelis Taklim Habib Hasan bin Ja’far Assegaf.

2. Objek dan Subjek

Objek dalam penelitian ini adalah gaya kepemimpinan Habib Hasan Assegaf. Selain mempelajari tentang objek, maka penelitian ini juga akan mempelajari dengan seksama tentang subjek penelitian, meliputi pengembangan majlis taklim Nurul Mustofa.


(19)

5

4. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi

Observasi atau pengamatan langsung, atau teknnik pengumpulan data tentang gambaran karya tulis dan buku umum Habib Hasan bin Ja’far Assegaf dengan berbagai informasi sekunder lainnya sebagai pelengkap penelitian. Dalam hal ini penulis mengikuti pengajian Majlis Taklim Nurul Mustofa yang diadakan setiap malam minggu. b. Wawancara

Dengan mengadakan wawancara interview atau dengan mengajukan pertanyaan lisan secara langsung dengan Habib Hasan Assegaf dan pengurus Majlis Taklim Nurul Mustofa.

c. Dokumen

Yaitu mengadakan penelitian dengan jalan membaca atau menelaah buku-buku serta bacaan lainnya, yang kemudian diambil intisarinya sebagai bahan penunjang penulisan yang ada hubungannya dengan masalah yang dibahas.

Sedangkan dalam penulisan skripsi ini penulis, berpedoman kepada buku ”Pedoman Penulisan Skripsi UIN Syarif Hidayatullah”, Jakarta, 2009.


(20)

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah

1. Mengetahui bagaimana gaya kepemimpinan Habib Hasan bin Ja’far Asegaf dalam mengembangkan dakwahnya melalui majelis taklim nurul musthofa.

2. Mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan Habib Hasan bin Ja’far Assegaf terhadap perilaku akhlak jama’ah Majelis Taklim Nurul Musthofa.

3. Mengetahui Faktor Pendukung dan Penghambat Dalam Mengembangkan Majelis Taklim Nurul Musthofa.

Sedangkan manfaat dari penelitian ini agar masyarakat khususnya umat Islam dapat mengambil hikmah dan ibroh dari perjalanan serta perjuangan Habib Hasan Assegaf dalam mengembangkan syiar Islam melalui Majlis Taklim Nurul Mustofa pada pembinaan generasi muda untuk meniru serta mencontoh akhlakul karimah dari Nabi SAW dalam kehidupan sehari-hari, agar mencintai Rasul dan mengurangi kemerosotan moral, juga menekan tindak kemaksiatan dan tindak kriminal. Penulis berharap dengan adanya Majlis Taklim Nurul Mustofa mampu meningkatkan mampu meningkatkan amal ibadah umat muslim.

E. Tinjauan Pustaka

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah melakukan penelitian terhadap skripsi dan makalah yang ada, meskipun banyak tulisan tentang kepemimpinan, namun sepengetahuan penulis belum ada tulisan tentang


(21)

7

kepemimpinan Habib di Majelis Taklim ini, dan tentunya tema atau judul tulisan menjadi ekselen dalam bidang kepemimpinan.

E. Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan skripsi ini terdiri dari lima bab, yang masing-masing terdapat sub-sub taitu:

Bab I Pendahuluan, terdiri dari latar belakang masalah, batasan dan perumusan masalah, metodologi penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, sistematika penulisan.

Bab II Kerangka Teori, terdiri dari pengertian kepemimpinan, hakekat kepeimpinan, fungsi kepemimpinan, unsur-unsur kepemimpinan, tipe kepemimpinan, pengertian majelis taklim, tujuan dan macam-macam majelis taklim, pemakaian gelar imam, syaikh, habib, sayid, pengertian akhlak, sumber, macam-macam akhlak, tujuan akhlak.

Bab III adalah gambaran umum, yang terdiri dari profil Habib Hasan, sejarah berdirinya Majelis Taklim Nurul Mustofa, visi da misi, ruang lingkup serta kepengurusan Majelis Taklim Nurul Mustofa, khususnya kegiatan Majlis Taklim Nurul Mustofa.

Bab IV Kepemimpinan Habib Hasan Assegaf, pada bab ini berisi tentang Kepemimpinan Habib Hasan bin Ja’far Assegaf Dalam Mengembangkan Majlis Taklim Nurul Mustofa, pengaruh gaya Kepemimpinan Habib Hasan bin Ja’far Assegaf Terhadap Akhlak Jama’ah Majlis Taklim Nurul Mustofa serta faktor pendukung dan penghambat dalam mengembangkan Majelis Taklim Nurul Mustofa.


(22)

(23)

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Kepemimpinan

1. Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan merupakan kata dasar dari ”pimpin” yang secara etimologi berarti dibimbing atau dituntun1. Sedangkan secara terminologi kepemimpinan mempunyai arti pertama, Howard H. Hoyt berpendapat bahwa kepemimpinan adalah seni mempengaruhi tingkah laku manusia dan kemampuan untuk membimbing orang2, kedua, G. R. Terry yang dikutip oleh Zaini Muchtarom berpendapat bahwa kepeimpinan merupakan hubungan di mana seseorang atau pemimpin mempengaruhi orang-orang untuk mengerjakan tugas bersama dengan kemampuan mereka guna mencapai apa yang dikehendaki pemimpin3, ketiga, kepemimpinan menurut Abdul Syani adalah merupakan suatu proses pemberian pengaruh dan pengarahan dari seorang pemimpin terhadap orang lain atau sekelompok orang untuk melakukan suatu aktivitas tertentu yang sesuai dikehendakinya4, keempat, Wahjosumidjo mengungkapkan bahwa kepemimpinan adalah seni atau proses seseorang dalam memimpin, membimbing, mempengaruhi atau mengontrol pikiran, perasaan atau tingkah laku orang lain, sehingga mau melakukan usaha atau keinginan

1

Wjs. Poerdarwaminta, Kamus Umum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1982), cet. ke-IV, h. 754

2

Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, (Jakarta: PT. Raya Grapindo Persada, 1998), cet. ke-VIII, h. 49

3

Zaini Muchtarom, Dasar-dasar Manajemen Dakwah, (Yogyakarta: Al- Amin Press, 1996), cet. ke-I, h. 195

4

Abdul Syani, Manajemen Organisasi, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), cet. ke-I, h. 231


(24)

untuk bekerja dalaam rangka mencapai tujuan tertentu5, kelima, K. Permadi menjelaskan bahwa kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi manusia baik perorangan maupun kelompok6.

Dari beberapa pendapat para pakar tentang pengertian kepemimpinan yang dijelaskan di atas maka penulis berpendapat bahwa kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk membimbing, mengarahkan, mempengaruhi, dan mengontrol pikiran, tingkah laku manusia baik perorangan maupun kelompok guna mencapai tujuan susuai yang dikehendakinya.

Dengan demikian kepemimpinan dapat digunakan setiap orang, dan tidak mungkin terbatas dalam sesuatu organisasi atau kantor tertentu serta tidak harus dibatasi oleh aturan-aturan atau tat krama birokrasi, melainkan kepemimpinan bisa terjadi dimana saja asalkan seseorang menunjukan kemampuannya untuk mempengaruhi orang lain kearah tercapainya tujuan tertentu.

2. Hakekat Kepemimpinan

Yang dimaksud hakekat kepemimpinan adalah kepengikutan, yaitu yang menyebabkan seorang menjadi pemimpin adalah jika adanya kemampuan orang lain untuk mengikuti7.

5

Wahjosumijdo, Kiat Kepemimpinan Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: PT. Harapan Masa PGRI, 1994), cet. ke-I, h. 22

6

K. Permadi, Pemimpin Dan Kepemimpinan Dalam Manajemen, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996), cet. ke-1, h. 12

7

Wahjosumijdo, Kiat Kepemimpinan Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: PT. Harapan Masa PGRI, 1994), cet. ke-I, h. 20


(25)

10

Dengan kata lain hakekat kepemimpinan adalah kepengikutan bawahan pada pimpinan, di mana tingkah laku bawahan menjadi searah dengan kemauan dan aspirasi pimpinan karena pengaruh interpersonal pemimpin terhadap bawahannya8.

Oleh karena itu, hakekat kepemimpinan menurut Veithzal Rivai, dalam bukunya yang berjudul, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, adalah:

a. Proses mempengaruhi dan memberi contoh dari pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi

b. Seni mempengaruhi dan mengarahkan orang lain dengan cara kepatuhan, kepercayaan, kehormatan, dan kerjasama yang bersemangat dalam mencapai tujuan bersama.

c. Kemampuan untuk mempengaruhi, memberi aspirasi, dan mengarahkan tindakan seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

d. Melibatkan tiga hal yaitu pemimpin, pengikut, dan situasi tertentu e. Kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai

tujuan9.

Dengan kata lain, untuk menjadi seorang pemimpin suatu kelompok, harus dapat memahami dan mengendalikan anggota yang terdiri dari banyak orang dengan segala perbedaan dan keunikan masing-masing.

8

Ibid, h. 12 9

Veithzal Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), cet. Ke -2, h. 53


(26)

Kepemimpinan atau leadership pada hakekatnya adalah suatu state of mind dan state of spirit (suatu sikap hidup, alam pikiran, dan sikap kejiwaan), yang merasa terpanggil untuk memimpin dengan segala macam tindakan, perbuatan, perilaku, dan ucapan untuk mendorong dan mengantarkan yang dipimpin ke arah cita-cita luhur dalam segala bidang kehidupan beragama, berbangsa, dan bermasyarakat10.

3. Fungsi Kepemimpinan

Dalam kamus ilmiah populer fungsi merupakan jabatan, kedudukan, peranan, kegunaan dan manfaat11. Sedangkan menurut Made Wahyu Sutedjo bahwa fungsi adalah kata benda menyatakan posisi yang mencerminkan sesuatu yang statis12. Dari pengertian fungsi dan kepemimpinan di atas dapat dijelaskan bahwa yang dimaksud fungsi kepemimpinan adalah suatu posisi dimana seorang pemimpin memfungsikan dirinya sebagai orang yang memimpin.

Kartini Kartono menjelaskan fungsi kepemimpinan ialah memandu, menuntun, membimbing, membangun, memberi motivasi-motivasi kerja, mengemudi organisasi, menjalin jaringan komunikasi yang baik, memberikan pengawasan yang efisien, dan sesuai dengan ketentuan waktu perencanaan13.

10

Ayub Ranoh, Kepemimpinan Karismatik, (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1999), cet. Ke-11, h. 8

11

Pius A. Partanto et, al, Kamus Ilmiah Populer, (Yogyakarta : Arkosa, 1994), cet. ke-1, h. 12

12

Made Wahyu Sutedjo et, al, Manajemen Pembangunan Desa, (Surabaya : Usaha Nasional, 1981), h. 22

13

Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, (Jakarta: PT. Raya Grapindo Persada, 1998), cet. ke-VIII, h. 81


(27)

12

Lebih jelas lagi J. Riberru dalam bukunya Dasar-Dasar Kepemimpinan telah menerangkan dan membagi fungsi kepemimpinan kepada tiga bagian, yaitu:

a. Tugas menaggapi situasi hidup masyarakat b. Tugas menilai hidup masyarakat

c. Tugas menentukan sikap atau tindakan terhadap situasi hidup14.

Kadarman Sj dan Jusuf Udaja dalam bukunya yang berjudul, Pengantar Ilmu Manajemen, menjelaskan tentang fungsi kepemimpinan yang harus dijalankan oleh seorang pemimpin, agar suatu kelompok dapat dipimpin dengan dua fungsi utamanya, yaitu:

a. Fungsi pemecahan masalah. Fungsi ini berhubungan dengan tugas atau pekerjaan yang memberikan jalan keluar, pendapat dan informasi terhadap masalah yang dihadapi kelompok.

b. Fungsi Sosial. Fungsi ini berhubungan dengan kehidupan kelompok, yaitu memberikan dorongan kepada anggota kelompok untuk mencapai tujuan dan menciptakan suasana kerja bagi kelompoknya15.

Jika kita mengacu kepada ajaran Islam seperti yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits akan kita temui beberapa ajaran dan fungsi kepemimpuinan, sebagaimana yang diungkapkan oleh Muchtar Effendi di dalam bukunya, Manajemen Suatu Pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam, sebagai berikut: Teladan yang baik (Uswatun Hasanah),

14

J. Riberu, Dasar-Dasar Kepemimpinan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1992), h.13 15

Kadarman SJ dan Jusuf Udaya, Pengantar Ilmu Manajemen, (Jakarta: PT. Prenhalindo, 2001), h. 143


(28)

pemersatu, pelindung, pemberi nasehat, pemimpin sebagai pemberi arah, dan pemimpin sebagai penanggung jawab16.

Jadi menurut penulis fungsi seorang pemimpin yaitu memberikan suatu suri teladan yang baik, memberikan suatu arahan kepada pengikutnya, memberikan nasehat, serta dapat mempertanggung jawabkan apa yang dipimpinya.

4. Unsur-unsur Kepemimpinan

Wahjosumijdo menyatakan bahwa dalam kehidupan kelompok, diperlukan adanya keterkaitan antara tiga unsur kepemimpinan17:

a. Kemampuan untuk memahami bahwa manusia dalam situasi yang berbeda mempunyai kekuatan motivasi yang berbeda pula.

b. Kemampuan untuk menghidupkan motivasi pengikut agar menggunakan kapasitas mereka secara penuh dalam suatu pekerjaan. c. Kemampuan menerapkan perilaku dan iklim kerja yang serasi, ini

dapat dipandang sebagai suatu kepemimpinan.

5. Gaya Kepemimpinan

Gaya Kepemimpinan

Kata gaya berasal dari kata Style yang berarti gaya bahasa, cara (hidup, bertindak dan sebagainya)18. Yang dimaksud dengan gaya kepemimpinan (style) menurut istilah adalah cara bagaimana seorang

16

EK. Mochtar Efendi, Manajemen Suatu Pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam, (Jakarta: Bharata Karya Aksara, 1996), h. 267

17

Wahjosumijdo, Kiat Kepemimpinan Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: PT. Harapan Masa PGRI, 1994), cet. ke-I, h. 25

18

Wjs. Poerwadarminta, Kamus Lengkap Inggris Indonesia, (Jakarta: Hasta, 1974), cet.XXXII, h. 218


(29)

14

pemimpin membawa dirinya sebagai pemimpin, cara ia ”berlagak” dan tampil dalam menggunakan kekuasaannya19.

Menurut Agus Dharma seperti yang dikutip oleh Hadari Nawawi dalam bukunya Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi, bahwa bentuk atau gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang ditunjukkan seseorang pada saat ia mencoba mempengaruhi orang lain20.

Dalam melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan, maka akan berlangsung aktivitas kepemimpinan. Apabila aktivitas tersebut dipilah-pilah, akan terlihat gaya kepemimpinan dengan polanya masing-masing. Gaya kepemimpinan tersebut merupakan dasar dalam mengklasifikasikan tipe kepemimpinan. Menurut Veithzal Rivai dalam bukunya yang berjudul Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, gaya kepemimpinan memiliki tiga pola dasar, yaitu:

a. Gaya kepemimpinan yang berpola pada kepentingan pelaksanan tugas

b. Gaya kepemimpinan yang berpola pada pelaksanaan hubungan kerja sama

c. Gaya kepemimpinan yang berpola pada kepentingan hasil yang dicapai.

T. Hani Handoko dalam buku Manajemen, membagi gaya kepemimpinan menjadi dua, yaitu gaya dengan orientasi tugas dan

19

J. Riberu, Dasar-dasar Kepemimpinan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1992), h. 7 20

Hadari Nawawi, Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi, (Yogyakarta: UGM Press, 2003), cet, 1, h. 115


(30)

gaya dengan orientasi karyawan. Manager berorientasi tugas mengarahkan dan mengawasi bawahan secara tertutup, untuk menjamin bahwa tugas dilaksaakan sesuai yang diinginkannya. Manager dengan gaya kepemimpinan ini lebih memperhatikan pelaksanaan pekerjaan daripada pengembangan dan pertumbuhan karyawan. Manager berorientasi karyawan mencoba untuk lebih memotivasi bawahan dibanding mengawasi mereka. Mereka mendorong para anggota kelompok untuk melaksanakan tugas-tugas dengan memberikan kesempatan bawahan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, menciptakan suasana persahabatan, serta hubungan-hubungan saling mempercayai dan menghormati dengan para anggota kelompok.

Di bawah ini ada 4 gaya kepemimpinan, yaitu: Gaya kepemimpinan otoriter/ otokratik, Gaya kepemimpinan demokratif, Gaya kepemimpinan paternalistik, Gaya kepemimpinan laissez faire21,

1) Gaya Kepemimpinan Otoriter/otokratik

Gaya kepemimpinan ini sangat memaksakan, sangat mendesakan kekuasaannya kepada bawahan. Bawahan dikendali dan diperintah seperti tidak mempunyai martabat manusia. Bawahan diperlakukan seolah-olah tidak boleh mempunyai pikiran dan kehendak sendiri. Gaya yang otoriter menyebabkan seorang pemimpin mengatur semuanya dari atas.

21


(31)

16

Mendiktesemuanya supaya dikerjakan sesuaai kehendaknya. Ia menjadi seorang doktaktor.

Sedangkan menurut tim ADNE 4334/ADPU 4334, seorang pemimpin yang tergolong otokratik memiliki serangkaiaan karakteristik yang biasanya dipandang sebagai karakteristik negatif. Seorang pemimpin yang otokratik adalah seorang yang egois. Egoismenya akan memutarbalikan fakta yang sebenarnya sesuai dengan apa yang secara subjektif diinterprestasikannya sebagai kenyataan. Dengan egoismenya, pemimpin otokratik melihat peranannya sebagai sumber segala sesuatu dalam kehidupan organisasional. Egonya yang besar menumbuhkan dan mengembagkan persepsinya bahwa tujuan orgaisasi identik dengan tujuan pribadinya . dengan persepsi yang demikian, seorang pemimpin yang otokratik cendrung menganut nilai organisasional yang berkisar pada pembenaran segala cara yang ditempuh untuk pencapaian tujuannya. Dengan persepsi, nilai, sikap, den prilaku demikian, seorang pemimpin yang otokratik dalam praktek akan menggunakan gaya kepemimpinan : menuntut ketaatan penuh bawahannya, menegakan disiplin yang kaku, dan memberikan perintah dengan keras22.

22


(32)

2) Gaya Kepemimpinan Demokratik

Menurut Sri Sudjati Kadarisman kepemimpinan yang demokratis ialah jika partisipasi kelompok yang selanjutnya mengetahui subyek-subyek yang dibicarakan23.

Sedangkan tim ADNE 4334/ADPU 4334 berpendapat ditinjau dari segi partisipasinya, seorang pemimpin yang demokratik biasanya memandang peranannya selalu koordinator dan integrator. Karenanya, pendekatan dalam menjalankan fungsi kepemimpinannya adalah holistik dan integralistik. Seorang pemimpin yang demokratis melihat bahwa dalam perbedaan sebagai kenyataan hidup, harus terjamin kebersamaan nilai yang dianutnya berangkat dari filsafat hidup yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, memperlakukan manusia dengan cara yang manusiawi.

3) Gaya Kepemimpinan Paternalistik

George R Terry (1982) berpendapat bahwa kepemimpinan paternalistik ini terdapat suatu pengaruh kebapakan antara pimpinan dan bawahannya berlebihan. Pengambilan keputusan selalu ditentukan sendiri dan jarang sekali memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil suatu keputusan serta menganggap dirinya paling

23


(33)

18

tahu tentang segalanya24. Dan tim ADNE 4334/ADPU 4334 berpendapat bahwa tipe kepemimpinan ini umumnya terdapat pada masyarakat tradisional. Persepsi seorang pemimpin yang paternalistik tentang peranannya dalam organisasi dapat dikatakan diwarnai harapan oleh bawahannya kepadanya. Harapan bawahannya berwujud keinginan agar pemimpin mampu berperan sebagai bapak dan layak dijadikan sebagai tempat bertanya dan untuk memperoleh petunjuk, memberikan perhatian terhadap kepentingan dan kesejahteraan bawahannya. Berdasarkan persepsi tersebut, pemimpin paternalistik menganut nilai organisasional yang mengutamakan kebersamaan25.

4) Gaya Kepemimpinan Laissez Faire (bebas)

Sikap pemimpin laissez faire biasanya permisif. Dengan sikap yang permisif, perilakunya cenderung mengarah pada tindakan yang memperlakukan bawahan sebagai akibat dari adanya struktur dan hirarki organisasi. Gaya kepemimpinan ini tidak banyak turun tangan dan campur tangan. Pemimpin membiarkan anak buah berbuat sesuka hatinya. Ia tidak mengarahkan, tidak membimbing, tidak memberikan pedoman pelaksana. Anak buah boleh berprakasa, boleh memulai apa saja, asal tidak menggerogoti hak orang lain dan tidak mengganggu ketertiban umum.

24

Abdul Syani, Manajemen Organisasi, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), cet. ke-I, h. 235 25


(34)

Koontz O’ Donnel, dan Weihrich, yang dikutip oleh A. M Kadarman dan Jusuf Udaya dalam bukunya Pengantar Ilmu Manajemen Buku Panduan Mahasiswa, bahwa gaya kepemimpinan dapat digolongkan berdasarkan cara pemimpin menggunakan kekuasaannya.

Berdasarkan hal tersebut ada 3 (tiga) gaya kepemimpinan dasar, yaitu:

1) Gaya Kepemimpinan Otokratik

Gaya kepemimpinan otokratik yaitu pemimpin dipandang sebagai orang yang memberi perintah dan yang dapat menuntut keputusan ada ditangan pemimpin.

2) Gaya Kepemimpinan Demokratik atau Partisipatif

Yaitu pemimpin dipandang sebagai orang yang tidak akan melakukan suatu kegiatan tanpa mengkonsultasikan terlebih dahulu pada bawahannya.

3) Gaya Kepemimpinan Free Rein

Gaya ini pemimpin hanya menggunakan sedikit kekuasaan saja, dan banyak memberi kebebasan kepada bawahannya untuk melakukan kegiatan26.

Jadi pemimpin dengan gaya ini memberi keleluasaan kepada bawahannya untuk menentukan tujuan organisasi dan cara untuk mencapainya. Pemimpin hanya berfungsi sebagai fasilitator melalui

26

A. M. Kadarman, Jusuf Udaya, Pengantar Ilmu Manajemen Buku Panduan Mahasiswa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1991), h. 117-118


(35)

20

pemberian informasi dan sebagai orang yang berhubungan dengan kelompok lain.

Ada 3 (tiga) gaya pokok kepemimpinan yaitu gaya kepemimpinan otoriter, gaya kepemimpinan bebas (laissez faire), gaya kepemimpinan demokratis27.

1) Gaya Kepemimpinan Otoriter

Gaya kepemimpinan ini menempatkan kekuasaan ditangan satu orang atau kelompok kecil orang yang diantara mereka tetap ada seseorang yang paling berkuasa, dan pada hal ini bawahan/orang yang dipimpin semat-mata sebagai pelaksana keputusan, perintah dan kehendak pemimpin.

2) Gaya Kepemimpinan Bebas (laissez faire)

Kepemimpinan ini di jalankan dengan memberi kebebasan penuh pada orang yang di pimpin dalam mengambil keputusan, dan melakukan kegiatan menurut kehendak dan kepentingan masing-masing, baik secara perorangan maupun kelompok.

3) Gaya Kepemimpinan Demokratik

Gaya kepemimpinan demokratik yaitu gaya kepemimpinan di mana pemimpin menempatkan manusia sebagai factor utama dan terpenting dalam setiap organisasi. gaya ini diwujudkan dengan dominasi perilaku cenderung memajukan dan mengembangkan oraganisasi.

27

Hadari Nawawi dan M. Martini Hadari, Kepemimpinan Yang Efektif, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2003), cet, III, h. 94-100


(36)

Menurut Hadari Nawawi dan Martini Hadari, terdapat juga gaya kepemimpinan pelengkap yang hampir sama dengan tipe kepemimpinan pokok atas, akan tetapi gaya kepemimpinan ini merupakan turunan dari kepemimpinan pokok.

1) Gaya Kepemimpinan Kharismatik

Gaya kepemimpinan kharismatik yaitu kemampuan seseorang dalam menggerakan orang lain dengan mendayagunakan keistimewaan dalam aspek kepribadian yang dimiliki pemimpin sehingga menimbulkan rasa hormat, segan dan kepatuhan pada orang yang dipimpinnya. Gaya kepemimpinan kharismatik ini mempunyai kekuatan ghaib, pimpinan yang dipatuhi mempunyai keturunan bangsawan, obyektif dalam setiap hubungannya dengan bawahan, serta mempunyai kemampuan untuk memberikan contoh terhadap bawahannya28.

Tim ADNE 4334/ADPU 4334 berpendapat bahwa seorang pemimpin yang kharismatik memiliki karakteristik yang khas yaitu daya tariknya yang sangat memikat sehingga mampu memperoleh pengikut yang sangat besar dan para pengikutnya tidak selalu dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tertentu itu dikagumi. Pengikutnya tidak mempersoalkan nilai yang dianut, sikap serta gaya yang digunakan pemimpin itu29.

28

Abdul Syani, Abdul Syani, Manajemen Organisasi, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), cet. ke-I, h. 235

29


(37)

22

2) Gaya Kepemimpinan Simbol

Yaitu seorang pemimpin sekedar lambang atau simbol, tanpa menjalankan kegiatan kepemimpinan yang sebenarnya. Walaupun demikian kedudukannya tidak dapat digantikan oleh orang lain.

3) Gaya Kepemimpinan Pengayom

Gaya ini menempatkan seseorang sebagai seorang yang layak berfungsi sebagai kepala keluarga.

4) Gaya Kepemimpinan Ahli (expert)

Gaya ini harus dijalankan oleh seseorang yang memiliki keahlian atau keterampilan tertentu sesuai dengan bidang garapan atau yang dikelola oleh organisasinya.

5) Gaya Kepemimpinan Organisasi dan Administrator

Gaya kepemimpinan ini dijalankan oleh pemimpin yang senang dan memiliki kemampuan menjalankan dan membina kerjasama yang pelaksanannya berlangsung secara sistematis dan terarah pada tujuan yang jelas. Pemimpin bekerja secara berencana, bertahap, dan tertib.

6) Gaya Kepemimpinan Aligator

Yaitu Gaya kepemimpinan yang diwarnai dengan kegiatan pemimpin dalam bentuk tekanan-tekanan, adu domba, memperuncing permasalahan, menimbulkan dan memperbesar pertentangan dan potensi konflik dengan maksud untuk


(38)

keuntungan pribadi. Agitasi yang dilakukan terhadap kelompok atau orang yang berada di luar organisasinya semat-mata untuk kepentingan organisasinya bahkan untuk kepentingan pribadinya.

gaya kepemimpinan juga dapat dijelaskan berdasarkan tingkah laku, gaya kepemimpinan ini merupakan kombinasi antara tingkah laku kepemimpinan yang direktif dan suportif.

Kombinasi ini dibedakan atas tiga dimensi, yaitu kadar direktif yang diberikan oleh pemimpin, kadar keterlibatan bawahan dalam pengambilan keputusan, tipe kepemimpinan ini adalah :

1) Seorang pemimpin memberikan direktif tinggi dan suportif yang rendah. Ia memberikan perintah-perintah yang harus dikerjakan oleh bawahan dengan pengwasan yang ketat.

2) Seorang pemimpin yang memberikan direktif dan suportif yang tinggi, Ia memberikan penjelasan tentang keputusan yang akan diambil dan memperhatikan saran-saran yang diberikan oleh bawahan, namun tetap memberikan direktif yang berupa penyelesaian.

3) Gaya kepemimpinan yang memiliki ciri suportif tinggi namun direktif rendah, pemimpin mengambil keputusan bersama-sama dengan bawahan dan membantu usaha bawahan dalam upaya penyelesaian tugas.


(39)

24

4) Seorang pemimpin memberikan direktif dan suportif yang rendah, dia menyerahkan pengambilan keputusan dan bertanggung jawab kepada bawahan30.

B. Majelis Taklim

1. Pengertian Majelis Taklim

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ”majelis” memiliki beberapa arti, yaitu :

a. Dewan yang mengemban tugas tertentu mengenai kenegaraan dan sebagainya secara terbatas.

b. Pertemuan (kumpulan) orang banyak c. Bangunan tempat bersidang31.

”Taklim” berarti pengajaran agama (Islam) atau pengajian32. Dengan demikian, Majelis Taklim menurut bahasa berarti ” lembaga (organisasi) sebagai wadah pengajian, sidang pengajian, atau tempat pengajian”33. Dengan kata lain, Majelis Taklim adalah tempat untuk melaksanakan pengajian atau pengajaran.

Sedangkan menurut istilah, ada beberapa pendapat tentang definisi Majelis Taklim, diantaranya adalah:

a. Musyawarah Majelis Taklim se-DKI Jakarta yang berlangsung pada tanggal 9-10 Juli 1980 memberikan definisi sebagai berikut :

30

Muhamad Ramdhan, Memimpin Suatu Keadaan, (www.google.com) 31

Departemen Pendidikan Nasional RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), Edisi ke-3, cet, 1, h. 699

32

Ibid, h. 124

33


(40)

Majelis Taklim adalah lembaga pendidikan Islam non formal yang memiliki kurikulum tersendiri, diselenggarakan berkala dan teratur, diikuti oleh jama’ah yang relatif banyak, dan bertujuan untuk membina dan mengembangkan hubungan yang santun dan serasi antara manusia dengan ALLAH SWT, antara manusia dan sesamanya, dan antara mausia dengan lingkungannya, dalam rangka membina masyarakat yang taqwa kepada ALLAH SWT34.

b. Ustzh. Dra. Hj. Tuti Alawiyah A.S, dalam tulisannya yang berjudul Strategi Dakwah Di Lingkungan Majelis Taklim, mendefenisikan Majelis Taklim sebagai ”lembaga swadaya masyarakat murni yang didirikan, dikelola, dipelihara, dikembangkan, dan didukung oleh anggotanya”35. Oleh karena itu, Majelis Taklim merupakan wadah masyarakat untuk memenuhi kebutuhan rohani mereka.

Dari defenisi-defenisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Majelis Taklim merupakan sebuah lembaga pendidikan Islam yang waktu belajarnya berkala dan teratur, tidak setiap hari seperti sekolah, dan pengikutnya disebut jama’ah di Majelis Taklim tidak merupakan kewajiban seperti halnya sekolah tujuannya lebih khusus, yaitu untuk memasyarakatkan ajaran Islam, tempat memberi dan memperoleh ilmu serta mengadakan kontak sosial.

34

Koordinator Dakwah Islam, Pedoman Majelis Taklim, (Jakarta: KODI. 1990). Cet. 2, h.5

35

Ustz. Dra. Hj. Tuti Alawiyah A.S, Strategi Dakwah Di Lingkungan Majelis Taklim,(Bandung, Mizan, 1997), cet. 1, h. 7


(41)

26

2. Tujuan Majelis Taklim

Tujuan adalah :”suatu sasaran yang mana kegiatan itu diarahkan dan diusahakan untuk sedapat mungkin dicapai dalam jangka waktu tertentu36.

Semua orang harus mengetahui tujuan dalam organisasi yang hendak dicapai agar kegiatan yang dilakukannya tidak saling bertentangan. Cara yang mereka tempuh dapat berbeda-beda sesuai dengan pembagian tugas masing-masing orang dalam organisasi.

Dra. Hj. Tuti Alawiyah A.S merumuskan Majelis Taklim dari segi fungsinya, yaitu :

a. berfungsi sebagai tempat belajar, maka tujuan Majelis Taklim adalah menambah ilmu dan keyakinan agama yang akan mendorong pengalaman ajaran agama.

b. berfungsi sebagai tempat kontak sosial, maka tujuannya adalah untuk bersilaturahmi agar dapat menciptakan persatuan dan kesatuan umat Islam.

c. berfungsi mewujudkan minat sosial, maka tujuannya untuk meningkatkan kesadaran dan kesejahteraan rumah tangga dan lingkungan jama’ahnya37. Sedangkan tujuan dari Badan Kontak Majelis Taklim pusat adalah:

36

Basu Swasta dan Ibnu Sukojo, Pengantar Bisnis Modern,(Yogyakarta: Liberty, 1993), cet, 3, h. 92

37

Dra. Hj. Tuti Alawiyah A.S, Strategi Dakwah Di Lingkungan Majelis Taklim,(Bandung, Mizan, 1997), cet. 1 , h. 78


(42)

a. Tujuan umum : meningkatkan kualitas pemahaman dan amalan keagamaan pada setiap pribadi muslim Indonesia yang mengacu pada keseimbangan antara iman dan taqwa dengan pengetahuan dan teknologi.

b. Tujuan khusus : meningkatkan kemampuan dan peranan Majelis Taklim serta mewujudkan masyarakat yang madani dan mewujudkan negeri yang aman, makmur dan ridho oleh ALLAH SWT38.

3. Macam-macam Majelis Taklim

Pada umumnya Majelis Taklim adalah lembaga swadaya masyarakat murni, ia dilahirkan, dikelola, dikembangkan dan didukung oleh anggotanya. Oleh karena itu Majelis Taklim merupakan wadah masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri39.

Kalau Majelis Taklim menunjukan perbedaan-perbedaan, hal itu bukan disebabkan oleh fungsinya, tetapi oleh perbedaan lingkungan jama’ah Majelis Taklim dikelola, besar kemungkinan juga adanya perbedaan isi materi yang diajarkan. Majelis Taklim dapat diklarifikasikan berdasarkan padda lingkungan, kegiatan-kegiatan organisasi dan lain-lain40.

Ditinjau dari lingkungan sosial jama’ah Majelis Taklim, terdapat berbagai macam tingkat Majelis Taklim, di antaranya :

38

Pimpinan Pusat BKMT, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, (Jakarta: 15-17 Juli, 2001), h. 3

39

Nurul Huda, et-al, Pedoman Majelis Taklim, (Jakarta: Koordinator Dakwah Islam, 1990), cet, 2, h. 8

40

Hj. Tuti Alawiyah A.S, Strategi Dakwah Di Lingkungan Majelis Taklim,(Bandung, Mizan, 1997), cet. 1, h. 76


(43)

28

a. Majelis Taklim Gedongan, majelis taklim ini terdapat di daerah elit lama dan baru, di mana penduduknya dianggap kaya dan terpelajar. b. Majelis Taklim Komplek, instansi tertentu membangun perumahan

untuk karyawan, seperti Bank, Hankam, dan PLN. Majelis Taklim komplek jama’ahnya terdiri dari golongan menengah dan punya ikatan dengan instansi yang membangun komplek41.

c. Majelis Taklim Pemukiman Baru, tumbuh di daerah perumahan baru, jama’ahnya terpelajar, ekonomi menengah, karyawan, tidak terikat oleh instansi.

d. Majelis Taklim Khusus, misalnya pengajian para menteri, eks jama’ah haji VIP dan keluarga besar daerah.

e. Majelis Taklim Kantoran, diselenggarakan oleh karyawan suatu kantor, mempunyai ikatan sangat erat dengan kebijaksanaan kantornya. f. Majelis Taklim Kelompok Usaha, jama’ahnya remaja dengan aliran

politik atau keagamaan tertentu42.

Ditinjau dari materi pelajaran yang diberikan, majelis taklim dapat dikategorikan menjadi :

a. Tabligh atau ceramah agama, pelajaran inti adalah agama yang diberikan guru atau mubaligh, baik tetap maupun uindangan. Materi diambil dari kitab yang telah ditetapkan sebelumnya atau memilih topik-topik keagamaan yang dipandang perlu untuk diketahui oleh para

41

Pemda, et-al, Pola Pembinaan Majelis Taklim di Bekasi, (Jakarta: Koordinasi Dakwah Islam, 1991), h. 8

42

Pemda, Pola Pembinaan Majelis Taklim di Bekasi, (Jakarta: Koordinasi Dakwah Islam, 1991 , h. 3


(44)

jama’ah, biasanya diawali dengan membaca wirid tertentu, seperti sholawat, doa atau bacaan-bacaan tertentu.

b. Pengajian pelajaran inti, adalah kitab-kitab yang dipilih. Biasanya kitab kuning, baik fiqih, tasawuf, hadits, nahwu atau kitab lain. Pada pengajian ini, jama’ah membawa kitab untuk dapat mengikuti guru sehingga proses belajar mengajar mirip dengan suasana halaqoh di pesantren.

c. Pengajian Al Qur’an pelajaran utama, adalah membaca Al Qur’an, termasuk maknanya. Diberikan juga pelajaran mengenai ibadah sehari-hari.

d. Wirid keagamaan, acara utamanya adalah membaca do’a, zikir dan lain-lain yang lebih banyak bersifat peribadatan.

e. Diskusi Keagamaan, acara utama dalam pembahasan masalah-masaah keagamaan yang sedang berkembang, biasanya dilengkapi dengan makalah yang dipersiapkan terlebih dahulu. Diskusi ini merupakan perkembangan majelis taklim yang diperankan mirip dengan musyawarah (perdebatan), muzdakarah (saling mengeluarkan pendapat) dan mujadalah (diberikan dalil-dalil dan argument)43.

Menurut tempat penyelenggaraannya, klasifikasi majelis taklim sebagai berikut :

a. Di Masjid atau mushola b. Di Madrasah

43


(45)

30

c. Di Rumah secara tetap atau berpindah- berpindah d. Di Ruang atau aula kantor44

C. PEMAKAIAN GELAR IMAM, SYAIKH, HABIB, SAYYID

Menurut Sayyid Muhammad Ahmad alsyatri dalam bukunya Sirah al-Salaf Min Bani Alawi alhusainiyyin, para salaf kaum Alawi di Hadramaut dibagi menjadi empat tahap yang masing-masing tahap mempunyai gelar tersendiri. Gelar yang diberikan oleh masyarakat Hadramaut kepada tokoh-tokoh besar Alawiyin ialah:45

1. Imam (dari abad III H sampai dengan abad VII H)

Tahap ini di tandai perjuangan keras Ahmad al-Muhajir dan keluarganya untuk memerangi kaum Khawarij. Menjelang akhir abad 12 keturunan Ahmad al-Muhajir tinggal beberapa saja. Pada tahap ini tokoh-tokohnya adalah Imam Ahmad al-Muhajir, Imam Ubaidillah, Imam Alwi bin Ubaidillah, Bashri, Jadid, Imam Salim bin Bashri.

2. Syaikh ( dari abad VII H sampai dengan abad XI H)

Tahapan ini dimulai dengan munculnya Muhammad faqih al-Muqaddam yang ditandai dengan berkembangnya tasawuf, bidang perekonomian dan berkembangnya jumlah keturunan al-Muhajir. Pada masa ini terdapat beberapa tokoh besar seperti Muhammad al-Faqih al-Muqaddam sendiri. Ia lahir, dibesarkan dan wafat di Tarim. Di kota Tarim, ia belajar bahasa Arab, teologi dan fiqih sampai meraih kemampuan sebagai ulama besar ahli fiqih. Ia juga secara resmi masuk di dunia tasawuf dan mencetuskan tarekat Alawi. Sejak kecil ia

44

Hj.Tuti Alawiyah A.S, Strategi Dakwah Di Lingkungan Majelis Taklim,(Bandung, Mizan, 1997), cet. 1, h. 77

45


(46)

menuntut ilmu dari berbagai guru, menghafal alquran dan banyak hadits serta mendalami ilmu fiqh. Ketika ia masih menuntut ilmu, Syekh Abu Madyan seorang tokoh sufi dari Maghrib mengutus Syeikh Abdurahman al-Muq’ad untuk menemuinya. Utusan ini meninggal di Makkah sebelum sampai di Tarim, tetapi sempat menyampaikan pesan gurunya agar Syekh Abdullah al-Saleh melaksanakan tugas itu. Atas nama Syekh Abu Madyan, Abdullah membaiat dan mengenakan khiqah berupa sepotong baju sufi kepada Alfaqih Muqaddam, walapun menjadi seorang sufi, ia terus menekuni ilmu fiqih. Ia berhasil memadukan ilmu fiqh dan ilmu tasawuf serta ilmu-ilmu lain yg dikajinya. Sejak itu, tasawuf dan kehidupa sufi banyak dianut dan disenangi di Hadramaut, terutama dikalangan Alawi.

3. Habib (dari pertengahan abad XI sampai abad XIV)

Tahapan ini ditandai dengan mulai membanjirnya hijrah kaum Alawi keluar Hadramaut, dan diantara mereka ada yang mendirikan kerajaan atau kesultanan yang peninggalannya masih dapat disaksikan hingga kini, diantaranya kerajaan Alaydrus si Surrat (India), kesultanan al-Qadri di kepulauan Komoro dan Pontianak, al-Syahab di Siak dan Bafaqih di Filipina. Tokoh utama Alawi masa kini adalah Habib Abdullah bin Alwi Alhadad yang mempunyai daya pikir, daya ingat dan menghafalnya yang luar biasa. Sejak kecil ia telah menghafal Alqur’an, ia memiliki pengetahuan dalam ilmu syariat, tasawuf dan bahasa arab. Banyak orang datang untuk belajar kepada beliau.


(47)

32

4. Sayyid (mulai dari awal abad XIV)

Sejarahwan Hadramaut Muhammad Bamuthrif mengatakan bahwa Alawiyin atau qabilah Ba’alawi dianggap qabilah terbesar jumlahnya di Hadramaut dan yang paling banyak hijrah ke Asia dan Afrika. Qabilah Alawiyin di Hadramaut dianggap orang Yaman karena mereka tidak berkumpul kecuali di Yaman dan sebelumnya tidak terkenal di luar Yaman. Jauh sebelum itu, yaitu pada abad-abad pertama hijriah julukan Alawi digunakan oleh setiap orang yang bernasab kepada Imam Ali bin Abi Thalib, baik nasab atau keturunan dalam arti yang sesungguhnya maupun dalam arti persahabatan akrab. Kemudian sebutan Alawi hanya khusus berlaku bagi anak cucu keturunan Imam Hasan dan Husein, dalam perjalanan waktu berabad-abad akhirna sebutan Alawi hanya berlaku bagi anak cucu keturunan Imam Alawi bin Ubaidillah. Alwi adalah anak pertama dari cucu-cucu Imam Ahmad bin Isa yang lahir di Hadramaut, keturunan Ahmad bin Isa yang menetap di Hadramaut ini dinamakan Alawiyin diambil dari nama cucu beliau Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa yang dimakamkan di kota Sumul. D. Hakikat Akhlak

1. Pengertian Akhlak

Menurut pendekatan etimologi, perkataan “akhlak” berasal dari bahasa Arab jama’ dari bentuk mufradnya “khuluqun” yang menurut logat diartikan budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi


(48)

persesuaian dengan perkataan “khalkun” yang berarti kejadian, serta erat hubungan “khaliq” yang berarti pencipta dan “makhluk” yang berarti diciptakan.46

Sedangkan menurut pendekatan secara terminologi, berikut ini beberapa pakar mengemukakan pengertian akhlak sebagai berikut:

1. Ibn Miskawih

Bahwa akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran lebih dahulu.47

2. Imam Ghazali

Akhlak adalah suatu sikap yang mengakar dalam jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa perlu kepada pikiran dan pertimbangan. Jika sikap itu yang darinya lahir perbuatan yang baik dan terpuji, baik dari segi akal dan syara, maka ia disebut akhlak yang baik. Dan jika lahir darinya perbuatan tercela, maka sikap tersebut disebut akhlak buruk.48

3. Prof. Dr. Ahmad Amin

Sementara orang mengetahui bahwa yang disebut akhlak ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya, kehendak itu bila membiasakan sesuatu, kebiasaan itu dinamakan akhlak. Menurutnya kehendak ialah ketentuan dari beberapa keinginan manusia setelah imbang, sedang kebiasaan merupakan perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah melakukannya. Masing-masing dari

46

Zahrudin AR. Pengantar Ilmu Akhlak, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), Cet ke-1, hal.1

47

Ibid, hal, 4 48

Prof. Dr. H. M. Ardani, Akhlak Tasawuf, (PT. Mitra Cahaya Utama, 2005), cet ke 2, h, 29


(49)

34

kehendak dan kebiasaan ini mempunyai kekuatan, dan gabungan dari kekuatan itu menimbulkan kekuatan yang lebih besar, kekuatan besar inilah yang bernama akhlak.49

Jika diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa seluruh definisi akhlak sebagaimana tersebut diatas tidak ada yang saling bertentangan, melainkan saling melengkapi, yaitu sifat yang tertanam kuat dalam jiwa yang nampak dalam perbuatan lahiriah yang dilakukan dengan mudah, tanpa memerlukan pemikiran lagi dan sudah menjadi kebiasaan.

Jika dikaitkan dengan kata Islami, maka akan berbentuk akhlak islami, secara sederhana akhlak islami diartikan sebagai akhlak yang berdasarkan ajaran islam atau akhlak yang bersifat islami. Kata islam yang berada dibelakang kata akhlak dalam menempati posisi sifat. Dengan demikian akhlak Islami adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah, disengaja, mendarah daging dan sebenarnya berdasarkan pada ajaran Islam. Dilihat dari segi sifatnya yang universal, maka akhlak Islami juga bersifat universal.50

Dari defenisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam menjabarkan akhlak universal diperlukan bantuan akal manusia dan kesempatan sosial yang terkandung dalam ajaran etika dan moral. Menghormati kedua orang tua misalnya adalah akhlak yang bersifat mutlak dan universal. Sedangkan bagaimana bentuk dan cara menghormati orang tua itu dapat dimanifestasikan oleh hasil pemikiran manusia.

49

Zahrudin AR. Pengantar Ilmu Akhlak, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), cet ke1, hal 4-5

50

Prof. Dr. H. Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2003), Cet ke 5, h, 147


(50)

Jadi, akhlak islam bersifat mengarahkan, membimbing, mendorong, membangun peradaban manusia dan mengobati bagi penyakit sosial dari jiwa dan mental, serta tujuan berakhlak yang baik untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Dengan demikian akhlak islami itu jauh lebih sempurna dibandingkan dengan akhlak lainnya. Jika akhlak lainnya hanya berbicara tentang hubungan dengan manusia, maka akhlak islami berbicara pula tentang cara berhubungan dengan binatang, tumbuh-tumbuhan, air, udara dan lain sebagainya. Dengan cara demikian, masing-masing makhluk merasakan fungsi dan eksistensinya di dunia ini.

2. Sumber, Macam-macam, Tujuan Akhlak

2.1. Sumber Akhlak

Persoalan “akhlak” didalam islam banyak dibicarakan dan dimuat dalam alhadits, sumber tersebut merupakan batasan-batasan dalam tindakan sehari-hari bagi manusia ada yang menjelaskan artibaik dan buruk. Memberi informasi kepada umat, apa yang mestinya harus diperbuat dan bagaimana harus bertindak. Sehingga dengan mudah dapat diketahui, apakah perbuatan itu terpuji atau tercela, benar atau salah.

Kita telah mengetahui akhlak islam adalah merupakan sistem moral atau akhlak yang berdasarkan Islam, yakni bertitik tolak dari aqidah yang diwahyukan Allah kepada Nabi atau Rasul-Nya yang kemudian agar disampaikan kepada umatnya.


(51)

36

Akhlak Islam, karena merupakan sistem akhlak yang berdasarkan kepada kepercayaan kepada Tuhan, maka tentunya sesuai pula dengan dasar dari pada agama itu sendiri. Dengan demikian, dasar atau sumber pokok daripada agama itu sendiri. Dengan demikian, dasar atau sumber pokok daripada akhlak adalah alqur’an dan alhadits yang merupakan sumber utama dari agama itu sendiri.51

Pribadi Nabi Muhammad adalah contoh paling tepat untuk dijadikan teladan dalam membentuk kepribadian. Begitu juga sahabat-sahabat beliau yang selalu berpedoman kepada alqur’an dan assunah dalam kesehariannya.

Dengan demikian tidak diragukan lagi bahwa segala perbuatan atau tindakan menusia apapun bentuknya pada hakekatnya adalah bermaksud mencapai kebahagiaan, sedangkan untuk mencapai kebahagiaan menurut sistem moral atau akhlak yang agamis dapat dicapai dengan jalan menuruti perintah Allah yakni dengan menajauhi segala larangan Nya dan mengerjakan segala perintah Nya, sebagaimana yang tertera dalam pedoman dasar hidup setiap muslim yakni al-Qur’an dan al-Hadits.

2.2. Macam-macam Akhlak a. Akhlak Al-Karimah

Akhlak alkarimah atau akhlak yang mulia sangat amat jumlahnya, namun dilihat dari segi hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia, akhlak yang mulia itu dibagi menjadi tiga bagian, yaitu;

51

Drs. H. A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV Pusaka Setia, 1997), Cet, ke 2, h. 149


(52)

1. Akhlak Terhadap Allah

Akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan selain Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji demikian Agung sifat itu, yang jangan pun manusia, malaikatpun tidak akan menjangkau hakekatnya.

2. Akhlak terhadap diri sendiri

Akhlak yang baik terhadap diri sendiri dapat diartikan menghargai, menghormati, menyayangi dan menjaga diri sendiri dengan sebaik-baiknya, karena sadar bahwa dirinya itu sebagai ciptaan dan amanah Allah yang harus dipertanggung jawabkan dengan sebaik-baiknya.

Contohnya: Menghindari minuman yang beralkohol, menjaga kesucian jiwa, hidup sederhana serta jujur dan hindarkan perbuatan tercela.

3. Akhlak terhadap sesama manusia

Manusia adalah makhluk sosial yang kelanjutan eksistensinya secara fungsional dan optimal banyak bergantung pada orang lain, untuk itu, ia perlu bekerjasama dan saling tolong menolong dengan orang lain. Islam menganjurkan berakhlak yang baik kepada saudara. Karena ia berjasa dalam ikut serta mendewasakan kita. Caranya dapat dilakukan dengan memuliakannya, memberikan bantuan, pertolongan dan menghargainya.52

Jadi, manusia menyaksikan dan menyadari bahwa Allah telah mengaruniakan kepadanya keutamaan yang tidak dapat terbilang dan karunia kenikmatan yang tidak bisa dihitung banyaknya, semua itu perlu disyukurinya dengan berupa berdzikir dengan hatinya. Sebaiknya dalam kehidupannya

52

Prof. Dr. H. Moh Ardani, Akhlak Tasawuf, (PT. Mitra Cahaya Utama, 2005), Cet ke 2, h. 49-57


(53)

38

senantiasa berlaku hidup sopan dan santun menjaga jiwanya agar selalu bersih, dapat terhindar dari perbuatan dosa, maksiat, sebab jiwa adalah yang terpenting dan pertama yang harus dijaga dan dipelihara dari hal-hal yang dapat mengotori dan merusaknya. Karena manusia adalah makhluk sosial maka ia perlu menciptakan suasana yang baik, satu dengan yang lainnya saling berakhlak yang baik.

b. Akhlak Mazmumah

akhlak mazmuah adalah sebagai lawan atau kebalikan dari akhlak yang baik sebagaimana tersebut diatas. Dalam ajaran islam tetap membicarakan secara terperinci dengan tujuan agar dapat dipahami dengan benar, dan dapat diketahui cara-cara menjauhinya.

Berdasarkan petunjuk ajaran Islam dijumpai berbagai macam akhlak yang tercela, diantaranya:

1. Berbohong

Ialah memberikan atau menyampaikan informasi yang tidak sesuai dengan sebenarnya

2. Takabur

Ialah merasa atau mengaku dirinya besar, tinggi, mulia, melebihi orang lain. Pendek kata merasa dirinya lebih hebat.

3. Dengki


(54)

4. Bakhil atau kikir

Ialah sukar baginya mengurangi sebagian dari apa yang dimilikinya itu untuk orang lain.53

2.3. Tujuan Akhlak

Tujuan dari pendidikan akhlak dalam Islam adalah untuk membentuk manusia yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur dan suci. Dengan kata lain pendidikan akhlak bertujuan untuk melahirkan manusia yang memiliki keutamaan. Berdasarkan tujuan ini, maka setiap saat, keadaan, pelajaran, aktifitas, merupakan sarana pendidikan akhlak.dan setiap pendidik harus memelihara akhlak dan memperhatikan akhlak diatas segala-galanya.54

Barmawie Umar dalam buku materi akhlak menyebutkan bahwa tujuan berakhlak adalah hubungan umat Islam dengan Allah SWT dan sesama makhluk selalu terpelihara dengan baik dan harmonis.55

Sedangkan Omar M. M. Al-Toumy Al-Syaibany, tujuan akhlak adalah menciptakan kebahagiaan dunia dan akhirat, kesempurnaan bagi individu dan menciptakan kebahagiaan, kemajuan, kekuatan, dan keteguhan bagi masyarakat.56

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan akhlak pada prinsipnya adalah untuk mencapai kebahagiaan dan keharmonisan dalam

53

Prof. Dr. H. Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf, (PT. Mitra Cahaya Utama, 2005), Cet ke 2, h. 57-59

54

Prof. DR. H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, h. 115 55

Drs. Barnawie Umay, Materi Akhlak, (Solo: CV Ramadhani, 1998), h. 2 56

Omar M. M.Al-Toumy Al-syaibany, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), Cet ke-2, h, 346


(55)

40

berhubungan dengan Allah SWT, disamping berhubungan dengan sesama makhluk dan juga alam sekitar, hendak menciptakan manusia sebagai makhluk yang tinggi dan sempurna serta lebih dari makhluk lainnya.

Pendidikan agama berkaitan erat dengan pendidikan akhlak, tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa pendidikan akhlak dalam pengertian Islam adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pendidikan agama. Sebab yang baik adalah yang dianggap baik oleh agama dan yang buruk adalah apa yang dianggap buruk oleh agama. Sehingga nilai-nilai akhlak, keutamaan akhlak dalam masyarakat Islam adalah akhlak dan keutamaan yang diajarkan oleh agama.


(56)

41 BAB III

PROFIL HABIB HASAN BIN JA’FAR ASSEGAF DAN MAJELIS TAKLIM NURUL MUSTHOFA

A. Profil Habib Hasan bin Ja’far Assegaf

1. Latar Belakang Keluarga

Habib Hasan bin Ja’far Assegaf lahir di kota Bogor pada tanggal 2 Februari tahun 1977 yang bertepatan dengan acara haul akbar dan maulid Nabi Muhammad SAW yang diadakan dikediaman kakek beliau yaitu Habib Abdulloh bin Mukhsin Al Attas atau yang lebih dikenal dengan sebutan Habib Keramat Empang, dalam keadaan sehat wal afiat dan dalam keadaan yang dilindungi oleh Allah SWT. Karena pada saat kelahiran Habib Hasan bertepatan dengan haul dan maulid Nabi Muhammad SAW maka kakek nya yaitu Habib Mukhsin membawanya kehadapan para jama’ah yang kebanyakan adalah para alim ulama besar agar cucunya dido’akan oleh mereka dan di antara para jama’ah itu yang ikut mendo’akan Habib Hasan adalah Habib Sholeh bin Mukhsin Tanggul. Habib Sholeh ini mendo’akan agar Habib Hasan pada masa yang akan datang dapat menggantikan datuk (kakek) nya yaitu Habib Abdulloh bin Mukhsin Al Attas1.

Habib Hasan yang bernama lengkap Al Habib Hasan bin Ja’far Assegaf bin Umar bin Ja’far bin Syeckh bin Abdullah bin Seggaf bin Ahmad bin Abdullah bin Alwi bin Abdullah bin Ahmad bin Abdurrahman Seggaf bin Ahmad Syarif bin Abdurrahman bin Alwi bin Ahmad bin

1


(57)

42

Syeikhul Kabir Abdurrahman Assegaf bin Muhammad Maula Dawileh bin Ali bin Alwi Al Ghuyur bin Al Faqih Muqaddam Muhammad bin Ali bin Muhammad Shohibul Mirbath bin Ali Kholi Qosam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Al Muhajir bin Isa bin Muhammad An Naqib bin Ali Al Uraidhi bin Ja’far Sodiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali Zaenal Abidin bin Al Imam Husein Assibit bin Imam Ali bin Fatimah Binti Muhammad SAW2. Dibesarkan di kota Bogor yaitu di kediaman kakek dan neneknya dengan suasana keluarga yang penuh berkah dan sangat keagamaan. Karena kakek beliau adalah seorang waliallah yang disenangi oleh para jamaahnya, hal ini terbukti dari kedatangan para jama’ahnya kekediaman Habib Abdulloh di keramat Empang, Bogor, pada setiap hari Kamis sore ba’da Ashar.

Habib Hasan tumbuh hingga dewasa dalam dekapan dan asuhan kakeknya yang begitu beragama. Habib Hasan di waktu kecil selalu diajak oleh kakeknya untuk berdakwah dengan harapan agar dalam diri Habib Hasan mengerti dan mencintai ilmu agama dan mensyiarkan agama Islam kepada para umat Islam.Kakek beliau (Habib Abdulloh) selalu membawa Habib Hasan kepada para alim ulama terdahulu (ulama pada saat itu) makanya sejak kecil Habib Hasan sudah mengerti tentang agama.karena Habib Hasan sudah dido’akan atau dilinpahkan dan diajarkan oleh para alim ulama tersebut. Di antaranya para alim ulama yang medatangi dan

2


(58)

mendo’akan Habib Hasan dan kakeknya adalah Habib Muhammad bin Ali Al Habsyi Kwitang, habib Abdullah bin Salim Al Attas (Kebon Nanas)3.

Setelah Habib Abdulloh (kakeknya) meninggal dunia tetapi ajaran agama dan ajakan ke tempat-tempat yang dilakukan kepada Habib Hasan tidak terhenti sampai disitu karena digantikan oleh paman nya yaitu Habib Abu Bakar bin Abdulloh bin Mukhsin.

Pada usia 19 tahun Habib Hasan diijazahkan sebuah sorban oleh gurunya yaitu Habib Muhammad bin Husain Al Attas (Kalibata) dan Habib Muhammad Anis bin Alwi Al Habsyi (Solo) ijazahnya yaitu berupa pembacaan maulid simtud durror. Sejak itu Habib Hasan mulai berdakwah di daerah Jakarta dan sekitarnya. Metode dakwahnya pun hanya mengunjungi makam atau berziarah-ziarah mulai dari Kampung Kandang hingga ke Citayam dan atas izin Allah pengajian yang ia pimpin menjadi berkembang seperti sekarang ini4.

Habib Hasan bin Ja’far Assegaf mulai berdakwah di Jakarta pada tahun 1998 dan memilih anak muda karena mulanya. Pertama, Habib Hasan bertemu dengan anak-anak muda di Jakarta khususnya di Ciganjur dan alasan yang kedua adalah kenapa memilh anak muda sebagai sasaran dakwahnya karena menurut ia anak muda adalah generasi penerus bangsa dan tonggak berdirinya suatu bangsa sehingga beliau menginginkan agar anak muda lebih mencintai Allah SWT dan Rasulnya yaitu Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul umat Islam yang terakhir. Jadi di zaman

3

Wawancara, Zaenal Arifin, 1 Oktober 2009

4


(59)

44

yang serba modern seperti sekarang ini kalangan anak muda lebih cepat atau lebih gampang terjerumus ke dalam tempat yang tidak diridhai oleh Allah SWT, tentunya karena pendidikan agamanya yang sedikit.

Metode dakwah yang dilakukan oleh Habib Hasan bin Ja’far Assegaf adalah Metode Individual yaitu Habib Hasan mengumpulkan anak muda dan menasehatinya agar didalam hatinya timbul rasa untuk mencintai Allah SWT dan Rasulnya Nabi kita Muhammad SAW, karena menurutnya dengan cinta manusia mengikuti orang yang disayangi dan dicintai. Habib Hasan selalu memulai dakwahnya dengan membaca Al-Qur’an dilanjutkan lagi dengan pembacaan Ratibul Haddad atau Ratibul Alathos kemudian dilanjutkan lagi dengan membacakan maulid dan terakhir baru ceramah agama.

Materi yang disampaikan oleh Habib Hasan adalah lebih menekankan pada pengenalan para jama’ahnya kepada figur Nabi Muhammad SAW. Agar anak muda lebih mengenal kepada figur-figur orang yang dekat dengan Allah, karena menurutnya “Tidak akan mengenal suatu agama kecuali mereka harus mengenal orang-orang yang membawa Islam” yaitu pembacaan (Simtud Durorr) dan Ratib Haddad dan Ratib Alatos.

2. Latar Pendidikan

Pada tahun 1989 Habib Hasan bin Ja’far Assegaf mengenyam pendidikan di kota Malang yaitu pondok pesantren yang bernama Darul Hadist Al-Faqihiyah yang dipimpin oleh Al-Musnit Al-Hafidz Adduktur,


(60)

Habib Abdullah bin Abdul Qadir bin Ahmad Al Faqih selama dua tahun, selama berada dipondok pesantren ini Habib Hasan mendapat perlakuan khusus dari pimpinannya. Setelah Habib Abdullah bin Abdul Qadir meninggal dunia pada tahun 1991 maka ia meneruskan mengaji di sebuah pondok peantren Darut Tauhid dibawah pimpinan Syekh Abdullah Abdun masih dikota Malang pada tahun 1993 dan Habib Hasan sempat kuliah di sebuah Universitas Islam Negeri yaitu IAIN Sunan Ampel masih di kota Malang. Pada tahun 1994 ia ke Jakarta karena permintaan dari keluarganya untuk meneruskan pendidikan Habib Hasan ke Hadramaut, Yaman. Tetapi karena sesuatu hal Habib Hasan tidak jadi berangkat kesana, untuk itu ia belajar dengan Habib Abdurrahman Assegaf di daerah Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan.

Diantara guru-guru beliau adalah: Habib Abdullah bin Mukhsin Al Attas, Habib Husin Al Attas, Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf, KH.Buya. Dimiyati, Banten, KH. Buya. Yahya, Cianjur.

B. Sekilas Tentang Sejarah Majelis Taklim Nurul Mustofa

1. Sejarah Berdirinya

Sebelumnya pada tahun 1998 Habib Hasan menamai majelisnya adalah Nurul Irfan tetapi pada Tahun 1999, diberi nama Nurul Mustofa karena diambil dari nama Rasulullah yang artinya ”Cahaya Pilihan”. Semula pengajian ini berpindah-pindah dari satu rumah ke rumah yang lainnya dan bentuk pengajiannya adalah pembacaan Al-Qur’an dan dzikir


(61)

46

saja dan pada tahun 2001 dengan izin Allah Majelis Nurul Mustofa kedatangan tamu yaitu Habib Umar bin Muhammad bin Hafidz dan Habib Anis bin Alwi Al-Habsyi, maka nama majelis Nurul Mustofa diresmikan pada tahun yang sama diperkenalkan juga dengan sejarah Rsulullah SAW, sehingga jama’ahnya bertambah banyak yang awalnya hanya puluhan Jama’ah menjadi ratusan jamah bahkan sampai ribuan jama’ah5.

Pada tahun 2002 Majelis Nurul Mustofa kembali didatangi tamu yaitu, para ulama dari Saudi Arabia, Yaman, Madinah, Malaysia, yang diantaranya adalah Habib Salim Assyatiri. Kemudian pada tahun 2003 tempat dakwahnya mulai berpindah-pindah yang dahulu dari rumah ke rumah menjadi dari masjid ke masjid dan pada tahun 2004 jama’ah Majelis bertambah dari ratusan jama’ah menjadi ribuan jama’ah, maka tidak jarang para ulama berdatangan untuk membagikan ilmunya kepada para jama’ah Majelis Nurul Mustofa di antaranya KH. Abdul Hayyie Naim, Ustd. Adnan Idris dan masih banyak lagi.

Kemudian pada tahun 2005 Majelis Nurul Mustofa mendirikan sebuah Yayasan yang diberi nama Yayasan Nurul Mustofa yang diketuai oleh adik beliau yaitu Habib Abdullah bin Ja’far Assegaf dan Habib Musthofa bin Ja’far Assegaf yang telah mendapatkan izin dari Departemen Agama Republik Indonesia, dan pada tahun 2006 syiar Habib Hasan diterima oleh semua kalangan masyarakat dan pada tahun yang sama berdiri pula rumah kediaman Habib Hasan bin Ja’far Assegaf di Jakarta

5 ibid


(62)

dan sekaligus sebagai tempat sekretariat Nurul Mustofa. Maka pada tahun 2007 mendirikan majelis sementara yang dibangun tepat di belakang rumah Habib Hasan dan pada tahun 2008 majelis ini telah diresmikan sebagai pusat aktivitas pengajaran sehari-hari6.

Selain sebagai tempat aktivitas dakwahnya Habib Hasan bin Ja’far Assegaf disana juga didirikan sebuah bangunan rumah yang sengaja dibuat sebagai tempat tinggal Habib Hasan dan juga terdapat outlet yang menyediakan barang-barang tentang Habib Hasan seperti foto ia, kaset-kaset sholawat, perlengkapan sholat, jaket yang bertuliskan Majelis Taklim Nurul Mustofa dan lain sebagainya.outlet ini buka setiap hari mulai dari pukul 08.00 S/D 17.15 kemudian dibuka kembali pukul 22.00, tetapi jika ada Taklim Akbar yaitu pada malam Minggu dan malam Selasa maka outletnya ditutup sejak pukul 16.00 WIB.

2. Tujuan Didirikannya Majelis Nurul Mustofa

Adapun tujuan dari didirikannya Majelis Taklim Nurul Musthofa tidak terlepas dari kondisi masyarakat yang sudah mulai meninggalkan ajaran-ajaran yang dibawa oleh Rasululallah SAW, khususnya para generasi muda yang sudah terjerumus ke dalam dunia maksiat, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat An-Nahl ayat 36:

6


(1)

- 63 - BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan dengan judul “Kepemimpinan Habib Hasan bin Ja’far Assegaf Dalam Upaya Mengembangkan Majelis Taklim Nurul Musthofa”, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Gaya Kepemimpinan Habib Hasan bin Ja’far Assegaf

Dari hasil wawancara, observasi dan telaah kepustakaan maka penulis mengambil kesimpulan bahwa kepemimpinan Habib Hasan adalah:

a. Gaya Kepemimpinan Kharismatik, disebut kepemimpinan kharismatik, karena beliau memiliki kemampuan untuk menggerakan hati orang lain, dalam hal ini Jama’ah Majelis Taklim Nurul Musthofa dengan mendayagunakan keistimewaan dalam aspek kepribadian yang habib Hasan miliki, sehingga menimbulkan rasa hormat, segan, dan patuh pada orang yang dipimpinnya, yaitu para pemuda khususnya, dan kaum muslimin umumnya.

b. Gaya Kepemimpinan Demokratis, tipe kepemimpinan ini terlihat pada saat rapat dengan pengurus yaitu dengan memberikan kebebasan berpendapat pada saat rapat berlangsung, menselaraskan ide atau pemikiran-pemikirannya dengan pengurus lainnya untuk tujuan


(2)

64

majelis, kemudian beliau juga sangat senang menerima saran pendapat maupun kritikan dari pengurus.

2. Pengaruh Gaya kepemimpinan Habib Hasan bin Ja’far Assegaf

Adapun pengaruh dari kepemimpinan Habib Hasan bin Ja’far Assegaf yang dapat diterima oleh jama’ah. Pertama, adalah dari segi pertambahan ilmu pengetahuan yakni jama’ah memiliki pengetahuan yang lebih luas mengenai pelajaran-pelajaran tentang agama, serta lebih mengenal kehidupan untuk befikir lebih terbuka da kritis terhadap apa yang mereka lihat dan mereka terima. Kedua, adalah dari segi perubahan sikap, yakni setelah para jama’ah majelis taklim mengikuti kajian-kajian yang di berikan, para jama’ah lebih mengerti tentang keadaan sekitar, lebih bertanggung jawab, memiliki keberanian untuk mengungkapkan kebenaran, dan lebih kritis terhadap apa yang mereka lihat atau sesuai dengan syariat yang dijalankan. Ketiga, adalah dari segi perubahan perilaku yakni para jama’ah yang lebih sopan santun, beradab kepada sesame, dapat menempatkan diri dalam suatu situasi dan kondisi.

B. Saran

Gaya kepemimpian yang dimiliki Habib Hasan sekarang ini memang sudah baik, namun alangkah baiknya apabila gaya kepemimpinan yang telah dimiliki itu lebih ditingkatkan dan diarahkan sesuai dengan perkembangan di masyarakat, sehinga gaya kepemimpinan yang dimiliki Habib Hasan tetap digunakan oleh generasi penerusnya.


(3)

65

Sedangkan untuk perkembangan Majelis Taklim Nurul Mustofa agar lebih efektif dalam mengsyiarkan ajaran Islam alangkah baiknya, Habib Hasan mencari masukan sebanyak-banyaknya baik dari pengurus, jamaah, maupun masyarakat luas.

Untuk tercapainya perkembangan Majelis Taklim Nurul Musthofa diharapkan agar para pengurus dapat membantu tugas Habib.

Bagi para jama’ah Majelis Taklim Nurul Musthofa, diharapkan agar dalam mengikuti pengajian ini bukan karena paksaan dari pihak lain, akan tetapi keikhlasan untuk mencari keridhoan Allah SWT dan mencari keselamatan dunia dan akhirat dengan mengikuti ajaran serta sunah Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari.


(4)

67

66

DAFTAR PUSTAKA

Alawiyah A.S, Tuty, Dra,

Strategi Dakwah di Lingkungan Majlis Taklim

, (Bandung ,

Mizan, 1997)

A. Partanto, Pius et.al,

Kamus Ilmiah Populer

, (Yogyakarta, Arkosa, 1994)

Departemen Pendidikan Nasioal RI,

Kamus Besar Bahasa Indonesia

, (Jakarta, Balai

Pustaka, 2001), edisi ke 3

Huda, Nurul, et-al,

Pedoman Majlis Taklim

, (Jakarta: KODI, 1990)

Kartini, Kartono, DR,

Pemimpin dan Kepemimpinan

, PT Raja Grafindo Persada, (Jakarta,

1998)

Martoyo, Susilo,

Pengetahuan Dasar Manajemen dan Kepemimpinan

, (Yogyakarta: UII

Press, Oktober, 2002)

Mochtar Effendi,

Manajemen Suatu Pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam,

(Jakarta,

Bharatara Karya Aksara, 1986)

Moedjiono, Imam,

Kepeimimpinan dan Keorganisasian

, (Yogyakarta: UII Press,

Oktober, 2003)

Muchtarom, Zaini, Drs. MA,

Dasar-Dasar Manajemen Dakwah,

(Al- Amin dan IKHFA,

Jakarta, 1996)

Nawawi, Hadari dan Hadari, M. Martini,

Kepemimpinan Yang Efektif

, (Yogyakarta,

Gajah Mada University Press, 2003)

Nawawi, Hadari,

Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi

, (Yogyakarta: UGM Press,

2003)


(5)

67

66

Permadi, K,

Pemimpin dan Kepemimpinan dalam Manajemen

, (Jakarta: PT Rineka Cipta,

1996)

Poerdawaminta, WJS, Kamus Umum Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 1982)

Ranoh, Ayub,

Kepemimpinan Kharismatik

, (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 1999)

Riberu, J, Dasar-Dasar Kepemimpinan, (Jakarta, Pedoman Ilmu Jaya, 1992)

Syani, Abdul, Manajemen Organisasi, (Jakarta, Bina Aksara, 1987)

Wahjosumidjo, Kiat Kepemimpinan Dalam Teori dan Praktek, ( PT. Harapan Masa

PGRI, Jakarta, 1994)


(6)