Indikasi Penggunaan Kontraindaksi Kerangka Konsep Penelitian

3. Extended-wear Digunakan pada malam hari, tersedia dalam jenis soft lens dan RGP. Keuntungan: bisa dipakai selama 7 hari tanpa dilepas. Kelemahan: tidak mengoreksi semua kelainan refraksi mata, risiko komplikasi meningkat, memerlukan pemeriksaan kesehatan mata yang rutin, dan pelayanan yang profesional. 4. Extended-wear disposable Digunakan dalam waktu berjangka, dari hari pertama sampai 6 hari kemudian diganti. Keuntungan: tidak perlu dibersihkan, memiliki risiko yang rendah jika digunakan sesuai petunjuk, tersedia dalam berbagai warna, bifokal, dan sebagai lensa cadangan. Kelemahan: Penglihatan tidak setajam seperti menggunakan lensa RGP, tidak mengoreksi semua kelainan refraksi mata, dan perawatannya lebih sulit. 5. Planed replacement Lensa ini digunakan secara berjangka sebagai pengganti dari soft lens, kebanyakan digunakan lebih dari 2 minggu, sebulan atau 4 bulan. Keuntungan: mudah dibersihkan dan tidak mudah terkena infeksi, baik untuk mata yang sehat, tetapi harus dengan resep dokter. Kelemahan: penglihatan tidak setajam seperti menggunakan lensa RGP, tidak mengoreksi semua kelainan refraksi mata, dan perawatannya lebih sulit.

1.3. Indikasi Penggunaan

Indikasi-indikasi penggunaan lensa kontak: 1. Indikasi optik, termasuk untuk anisometropia, aphakia unilateral, myopia yang berminus tinggi, keratokonus dan astigmatisma irreguler. Lensa kontak dapat digunakan oleh setiap orang yang memiliki kelainan refraksi mata dengan tujuan kosmetik. 2. Indikasi terapeutik, yang meliputi: Universitas Sumatera Utara a. Penyakit pada kornea, contohnya ulkus kornea non-healing, keratopathi bullousa, keratitis filamentari, dan sindrom erosi kornea yang rekuren. b. Penyakit pada iris mata, contohnya aniridia, koloboma, albino untuk menghindari kesilauan cahaya. c. Pada pasien glukoma, lensa kontak digunakan sebagai alat pengantar obat. d. Pada pasien ambliopia, lensa kontak opak digunakan untuk oklusi. e. Bandage soft contact lenses digunakan untuk keratoplasti dan perforasi mikrokornea. 3. Indikasi preventif, digunakan untuk prevensi simblefaron dan restorasi forniks pada penderita luka bakar akibat zat kimia, keratitis, dan trichiasis. 4. Indikasi diagnostik, termasuk selama menggunakan gonioskopi, elektroretinografi, pemeriksaan fundus pada astigmatisma irreguler, fundus fotografi, dan pemeriksaan goldmann’s 3 bayangan. 5. Indikasi operasi, lensa kontak digunakan selama operasi goniotomi untuk glukoma kongenital, vitrektomi, fotokoagulasi endokular. 6. Indikasi kosmetik, termasuk skar pada kornea mata yang menyilaukan mata lensa kontak warna, ptosis, lensa sklera kosmetik pada phthisis bulbi. 7. Indikasi occupational, termasuk olahragawan, pilot, dan aktor Kharuna, 2007.

1.4. Kontraindaksi

Pengguanaan lensa kontak dikontraindikasikan pada orang yang memiliki gangguan mental dan tidak ada gairah hidup, blepharitis kronik dan styes rekuren, konjungtivitis kronis, dry-eye syndrome, distrofi dan degenarasi kornea mata, penyakit yang rekuren seperti episkleritis, skleritis, dan iridocyclitis Kharuna, 2007. Universitas Sumatera Utara

1.5. Dampak Negatif Akibat Penggunaan Lensa Kontak

1.5.1. Ketidakuntungan Penggunaan Lensa Kontak

Penggunaan lensa kontak mempengaruhi mekanik dan metabolik kornea: 1. Pengaruh mekanik terhadap kornea mata adalah mudah untuk terjadinya perubahan refraksi mata secara transien. Kekaburan kacamata adalah hasil dari kacamata yang tidak dapat mengoreksi dengan tepat setelah perubahan lensa mata secara tiba-tiba. Lensa kontak membutuhkan pembersihan sehari-hari dan desinfeksi dengan hati-hati. Ini lebih sulit, penggunaannya berperiode, dan lebih mahal dibandingkan menggunakan kacamata. 2. Pengaruh metabolik terhadap kornea mata adalah bahan-bahan makromolekular yang terperangkap dan menyerap protein, kemudian protein memecah bahan-bahan tersebut. Substansi berat molekul yang rendah seperti obat, desinfeksi, bakteri, dan jamur. Komplikasi yang serius dapat terjadi jika perawatan sehari-hari lensa kontak tidak adekuat. Lensa kontak memiliki ambang batas permeabilitas terhadap oksigen, terutama soft lens, ini akan mempengaruhi metabolisme kornea. Lensa kontak tidak dianjurkan digunakan pada orang yang memiliki simptom keratoconjunctivitis sicca Lang, 2000. 2.5.2. Komplikasi Komplikasi yang timbul pada bagian-bagian mata akibat penggunaan lensa kontak adalah: 1. Kelopak mata a. Giant papillary conjunctivitis GPC adalah komplikasi yang tersering timbul akibat penggunaan soft lens. Ini timbul akibat salah satu dari 3 faktor yaitu peningkatan frekuensi pemakaian lensa, penurunan lama pemakaian lensa kontak, perubahan larutan pembersih yang kuat. Untuk lensa RGP, ia mudah berpindah dari kornea ke forniks atas. Jika tidak dapat dideteksi, maka lensa akan mengikis forniks melewati konjungtiva dan membawanya ke dalam jaringan yang lembut di kelopak mata, dan akan menimbulkan gejala yang relatif Universitas Sumatera Utara asimptomatik. Akibatnya, jaringan yang disekitar lensa kontak akan mengalami iritasi dan inflamasi, dan menimbulkan abses yang steril. Lensa yang dianggap sebagai benda asing akan terbentuk jaringan granulasi disekitar lensa, dan membungkusnya seperti bentuk kista. b. Ptosis, ini timbul akibat adanya massa pada lensa, skar, jaringan fibrosa di kelopak mata. Lensa kontak yang menempel pada kornea mata juga akan membentuk skar dan kontraksi pada jaringan kelopak mata yang mengakibatkan retraksi pada kelopak mata. Ptosis juga dapat timbul akibat dari giant papillary conjunctivitis yang berat. 2. Konjungtiva a. Alergi kontak merupakan reaksi hipersensitivitas dermatitis kontak akibat dari zat-zat kimia host yang didapati dari larutan lensa kontak. Manifestasi klinisnya adalah rasa gatal yang diikuti dengan adanya injeksi, rasa terbakar, merah, berair, secret mukoid, dan chemosis. Sebagai tambahan kelopak mata bisa edema dan eritema. b. GPC, rata-rata 1-3 pengguna lensa kontak akan mendapatkan simptom GPC yang kompleks, terdiri dari injeksi konjungtiva, sekret mukoid, gatal, debris pada tear film, lapisan lensa, pandangan kabur, dan pergerakan lensa yang berlebihan. c. Contact lens-induced superior limbic keratoconjunctivits CL-ISLK merupakan suatu reaksi imun pada konjungtiva perifer. Manifestasi klinisnya adalah penebalan konjungtiva, eritema, dan timbul berbagai warna pada konjungtiva bulbaris superior. Sel epitelium keratinisasi akan berisi banyak sel-sel goblet yang diinvasi oleh neutrofil. Akibatnya akan terasa seperti ada benda asing, fotofobia, berair, rasa terbakar, gatal, dan penurunan akuitas visual. 3. Epitelium kornea a. Kerusakan epitel yang mekanik. Lensa kontak merupakan banda asing yang akan menggosok kornea dan menekan epitel kornea setiap mengedipkan mata sepanjang hari dan menimbulkan abrasi kornea. Jika tidak dikenali dan diobati akan mengakibatkan stres pada epitel Universitas Sumatera Utara yang kronis. Kerusakan epitel akan memudahkan bakteri menempel pada kornea dan mengakibatkan infeksi stroma, serta menstimulus sub-epitel fibrosa tanpa adanya infeksi. b. Chemical epithelial defect. Berbagai larutan kimia lensa kontak akan menimbulkan kerusakan epitel ditandai dengan adanya erosi. Larutan pembersih surfaktan biasanya akan menyebabkan nyeri, merah, fotopobia, dan berair, segera setelah dibersihkannya lensa. Gejala ini akan hilang dalam 1-2 hari. Jika hidroksi peroksida diteteskan ke mata, maka akan timbul gelembung-gelembung gas pada intra-epitel dan sub-epitel. Gelembung ini terlihat dan menyebabkan hilangnya penglihatan secara signifikan yang bersifat temporer, dan hidroksi peroksida juga menyebabkan perubahan refraksi permanen dan larutan desinfeksi kimia dapat merusak epitel yang tidak terlihat dan bersifat intermiten. c. Hypoxia. Kebutuhan oksigen di kornea mata dipengaruhi karena lapisan lensa kontak mengurangi jumlah oksigen yang masuk. Hipoksia yang ringan mengakibatkan edema epitel dan penglihatan kabur yang temporer, sedangkan hipoksia berat akan terjadi kematian sel-sel epitel dan deskuamasi. Pengguna tidak merasa nyaman, penurunan penglihatan temporer, dan fotopobia. Salah satu tanda hipoksia kornea kronis adalah adanya neovaskularisasi superfisial terutama sepanjang limbus superior. Epitel kornea yang lebih tipis dibandingkan lensa kontak menyebabkan hipoksia yang kronis dan menurunkan aktivitas mitosis. Pembentukan sel-sel epitel menurun, ukurannya membesar, dan memudahkan menempelnya Pseudomonas aeruginosa pada permukaan sel epitel. d. Reaksi imun superfisial. Variasi larutan lensa kontak dapat menimbulkan toksik superfisial atau reaksi imun. Ditandai dengan adanya keratophati, injeksi konjungtiva, berair, gatal, dan chemosis. Universitas Sumatera Utara 4. Stroma kornea a. Infiltrat steril. Penggunaan lensa kontak akan menginduksi terjadinya keratitis steril, dengan onset adanya infiltrat pada stroma anterior atau leukosit polimorfonuklear di sub-epitel dan sel mononuklear di perifer kornea secara tiba-tiba. Berdiameter 0,1-2 mm, tunggal atau berkelompok, dengan bentuk bulat, oval, dan menempel pada sel epitel yang menyebabkan kerusakan epitel. Manifestasi klinisnya adalah nyeri ringan, inflamasi pada anterior chamber yang minim, kerusakan epitel, kemudian terbentuk ulkus. b. Infeksi kornea keratitis. Disebabkan oleh bakteri, jamur, protozoa acanthamoeba keratitis. Infeksi bakteri biasanya timbul di kelopak mata dan kelenjar air mata. Penggunaan lensa kontak mengganggu pertukaran air mata, sehingga air mata terkumpul di kornea mata. Selain itu, ketebalan epitel menurun, pergantian sel menurun dan terjadi deskuamasi, sehingga meningkatkan risiko infeksi bakteri pada sel epitel. Gejala awal tidak begitu kelihatan, tetapi gejala yang mungkin ada seperti berair dan sedikit sulit mengedipkan mata. Bakteri yang sering menimbulkan infeksi kornea mata adalah P. aeruginosa, Staphylococcus aureus, dan Staphylococcus epidermidis. Infeksi ini biasanya berasal dari larutan lensa kontak yang terkontaminasi. Infeksi bakteri yang akut biasanya terjadi dalam waktu 24 jam dengan simptom nyeri, fotopobia, berair, sekret purulen, dan penurunan penglihatan. Awalnya infiltrat stroma berwarna putih kekuningan yang berkembang di bawah sel epitel yang rusak diikuti adanya reaksi di anterior chamber dan injeksi konjungtiva. Setelah itu, berkembang menjadi edema epitel kemudian menjadi nekrosis. Dilaporkan di United State dan Netherland, bahwa infeksi kornea mata memiliki risiko yang paling sering ditimbulkan akibat penggunaan lensa kontak dalam 2 dekade terakhir ini. c. Acanthamoeba keratitis merupakan infeksi yang sulit untuk diterapi. Sumber infeksi ini berasal dari larutan lensa kontak, dimana tempat Universitas Sumatera Utara larutan tersebut telah terkontaminasi oleh acanthamoeba. Manifestasi klinis awal yang timbul adalah adanya sensasi benda asing, penglihatan kabur yang ringan, dan merah. Kemudian diikuti rasa nyeri yang progresif, injeksi konjungtiva, epitelnya kasar, dan pada pemeriksaan dengan senter terlihat adanya penebalan saraf-saraf kornea mata. Infeksi ini bersifat progresif, berat, dan bentuk infiltratnya seperti cincin di sentral. d. Mata merah akut tight lens syndrome. Lensa kontak dapat menebalkan mata dan sebagai tanda adanya inflamasi stroma difus dan reaksi pada anterior chamber. Manifestasi klinisnya adalah rasa nyeri, fotopobia, injeksi, dan berair baik akut maupun kronik. e. Kikisan kornea mata corneal warpage. Selama menggunakan lensa kontak akan terjadi perubahan kontur kornea. Corneal warpage menyebabkan astigmatisma irreguler, dan ini dapat dikoreksi dengan menggunakan kacamata. f. Contact lens-induced keratoconus. Hubungan antara keratokonus dengan lensa kontak masih kontroversi. Persentasi yang tinggi 20- 30 penderita keratokonus didiagnosis akibat dari penggunaan lensa kontak, tetapi bagaimanapun tidak ada penyebab yang berhubungan langsung dengan penyakit tersebut. 5. Endotel kornea mata Penggunaan lensa kontak juga berhubungan dengan endotel kornea mata. Pengguna memiliki variasi ukuran sel endotel polymegethism dan peningkatan frekuensi sel non-heksagonal polymorphism lebih tinggi daripada yang menggunakan lensa kontak Ventocilla, 2010.

2.6. Manajemen

2.6.1. Terapeutik

Dibawah ini obat-obatan yang digunakan, berdasarkan penyebab mikroba dari infeksi kornea: Universitas Sumatera Utara 1. Jika penyebab bakteri tidak teridentifikasi, tetapi ada ulkus yang diduga sebagai akibat dari nifeksi bakteri, maka diberi moxifloxacin, gatifloxacin, atau tobramycin dengan cefazolin. Terapi alternatifnya adalah ciprofloxacin, levofloxacin, oxfloxacin, gentamicin, ceftadizime, atau ceftacidime. 2. Gram-positif kokus; kapsul berbentuk tajam = S. Pneumponia. Inisial terapi: moxifloxacin, gatifloxacin, atau cefazolin. Terapi alternatifnya adalah levofloxacin, oxfloxacin, penicillin G, vancomycin, atau ceftaxidim. 3. Gram-positif kokus; methacilin-resistant S. aureus MRSA. Inisial terapinya adalah vancomycin. 4. Batang gram negatif = Pseudomonas. Inisial terapi adalah moxifloxacin, gatifloxacin, ciprofloxacin, tobramycin, atau gentamicin. Terapi alternatifnya adalah golongan fluoroquinolones, polymyxin B, atau carbenicillin. 5. Batang gram negatif, besar, square-ended diplobasil = Moraxella. Inisial terapinya adalah moxifloxacin, gatifloxacin, atau ciprofloxacin. Terapi alternatifnya adalah tobramycin atau gentamicin dengan cefazolin, atau penisilin G. 6. Batang gram negatif yang lain. Inisial terapi; moxifloxacin, gatifloxacin, atau tobramycin. Terapi alternatifnya adalah ceftazidim, gentamicin, atau carbenicillin. 7. Jika penyabab mikroba tidak teridentifikasi, tetapi ada ulkus yang diduga sebagai akibat dari infeksi jamur, maka diberi; natamycin atau voriconazole. Terapi alternatif; amphotericin B, nystatin, miconazole, atau flucytosine. 8. Candida sp adalah organisme mirip seperti ragi. Inisial terapi voriconazole atau amphotericin B.Terapi alternatifnya adalah amphotericin B, nystatin, miconazole, atau flucytosine. Universitas Sumatera Utara 9. Ulkus jamur adalah organisme mirip seperti hifa benang halus. Inisial terapi adalah natamycin atau voriconazole. Terapi alternatifnya adalah amphotericin B atau nystatin. 10. Kista, tropozoit = Acanthamoeba. Inisial terapi; propamidine danatau polyhexamethylene biguanide. Terapi alternatifnya adalah chlorhexidine atau neomycin Lange, 2007. 11. Jika mata mengalami keratitis, maka malam hari dapat diterapi dengan baik dan lindungi kornea mata dari kekeringan. Sebagai tambahan berikan lubrikasi pada kornea mata berupa tetes mata atau salap mata sebelum tidur. 12. Jika terjadi reaksi kornea mata terhadap larutan lensa kontak, maka hentikan segera penggunaan lensa kontak, obati dan lakukan monitoring langsung dokter mata yang melakukannya serta sebagai tambahan berikan topikal steroid atau NSAID jika diduga tidak ada infeksi pada mata Mezu-Nnabue, 2009.

2.6.2. Prevensi

Untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat penggunaan lensa kontak, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan dilakukan menurut American Optometric Association: 1. Selalu mencuci tangan sebelum menggunakan lensa kontak. 2. Bersihkan lensa kontak dengan hati-hati secara rutin, gosok lensa kontak dengan menggunakan jari-jari tangan dan bilas dengan air bersih sebelum merendam lensa kontak dalam larutan multi-fungsi pada malam hari. 3. Simpan lensa yang digunakan dalam kotak penyimpanan dan ganti kotak tersebut setiap 3 bulan. Selain itu, bersihkan kotak setelah menggunakannya. 4. Gunakan produk-produk yang telah disarankan oleh dokter mata anda untuk membersihkan dan mendesinfeksi lensa kontak anda. 5. Selalu ikuti rekomendasi lensa kontak yang telah direncanakan oleh dokter mata anda. 6. Lepaskan lensa kontak anda sebelum berenang atau mandi. Universitas Sumatera Utara 7. Lakukan pemeriksaan mata dan lensa kontak anda secara rutin kepada dokter mata anda.

2.7. Pengetahuan

2.7.1. Definisi

Pengetahuan knowledge merupakan hasil dari tahu dan pengalaman seseorang dalam melakukan penginderaan terhadap suatu rangsangan tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang overt behavior. Kedalaman pengetahuan yang diperoleh seseorang terhadap suatu ransangan dapat diklasifikasikan berdasarkan enam tingkatan, yaitu: a. Tahu know Merupakan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk ke dalam tingkatan ini adalah mengingat kembali recall terhadap sutau spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau ransangan yang telah diterima. Oleh karena itu, tahu merupakan tingkatan pengalaman yang paling rendah. b. Memahami comprehension Merupakan suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang diketahui. Orang telah paham akan objek materi harus mampu menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. c. Aplikasi application Kemampuan dalam menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. d. Analisis analysis Kemampuan dalam menjabarkan materi atau suatu objek dalam komponen-komponen, dan termasuk ke dalam struktur organisasi tersebut. e. Sintesis synthesis Kemampuan dalam meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Universitas Sumatera Utara f. Evaluasi evaluation Kemampuan dalam melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek Notoatmodjo, 2003.

2.7.2. Faktor-Faktor Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo 2003, pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: a. Pengalaman Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain. Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang. b. Umur Makin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan tahun. Selain itu, daya ingat seseorang dipengaruhi oleh umur. Dari uraian ini maka dapat kita simpulkan bahwa bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada umur-umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang. c. Tingkat Pendidikan Pendidikan dapat memperluas wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah. d. Keyakinan Biasanya keyakinan secara turun-temurun dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bisa mempengaruhi pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu sifatnya positif maupun negatif. e. Sumber Informasi Universitas Sumatera Utara Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia mendapatkan informasi yang baik maka pengetahuan seseorang akan meningkat. Sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang, misalnya radio, televisi, majalah, koran, dan buku. f. Penghasilan Pengahasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang. Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi. g. Sosial Budaya Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkat-tingkat pengetahuan diatas Notoatmodjo, 2003.

2.7.3. Indikator Pengetahuan

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan seseorang, ada beberapa indikator yang dapat digunakan dan dikelompokkan menjadi: a. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit yang meliputi penyebab penyakit, gejala atau tanda-tanda penyakit, cara pengobatan dan kemana mencari pengobatan, cara penularan dan cara pencegahan suatu penyakit. b. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat meliputi jenis-jenis makanan bergizi, manfaat makanan bergizi bagi kesehatan, pentingnya olahraga bagi kesehatan, bahaya merokok, minuman keras, narkoba dsb, pentingnya istirahat yang cukup, relaksasi, dsb. c. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan meliputi manfaat air bersih, cara pembuangan limbah sehat, manfaat pencahayaan dan penerangan rumah yang sehat, dan akibat yang ditimbulkan polusi bagi kesehatan Notoatmodjo, 2003 Universitas Sumatera Utara

BAB 3 KERANGKA KONSEP dan DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah: Variabel independen Variabel dependen

3.2. Definisi Operasional