Kajian Efektifitas Komunikasi Atasan Bawahan Pada Karyawan Hotel X (The analysis of downward communication efectiveness at Hotel X)

(1)

KAJIAN EFEKTIFITAS KOMUNIKASI ATASAN BAWAHAN

PADA KARYAWAN HOTEL X

(

The analysis of downward communication efectiveness at Hotel X

)

TESIS

FRANDAWATI

097029008

MAGISTER PROFESI PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Abstrak

Hotel merupakan salah satu faktor pendukung pariwisata. Dalam pengelolaannya, hotel harus responsif dan tanggap terhadap perubahan lingkungan. Begitu pula dengan Hotel X yang merupakan salah satu hotel berbintang tiga di Medan. Dikaitkan dengan perubahan, Hotel X mengalami perubahan bentuk badan usaha dari CV menjadi PT yang diiringi oleh pembangunan Hotel Grand X. Perubahan ini mengakibatkan perubahan struktur perusahaan dan perubahan cara sosialisasi kebijakan perusahan. Perubahan ini mengakibatkan berbagai masalah yakni karyawan kurang mengetahui perubahan sistem, merasakan kekecewan terhadap manajemen, merasa tidak puas terhadap atasan langsungnya, kurang berkerjasama dalam mengikuti program-program yang difasilitasi oleh departemen HRD, kurang berkoordinasi dengan atasan.

Secara umum masalah-masalah tersebut mengarah kepada komunikasi atasan bawahan yang tidak berjalan secara efektif. Dalam upaya untuk membangun efektifitas komunikasi atasan bawahan, maka para atasan perlu mengavaluasi diri. Penelitian ini menggunakan teori Thona (2005) bahwa ada 8 dimensi yang dapat digunakan untuk mengevaluasi efektifitas komunikasi atasan bawahan yakni (1) intensi, (2) kekhususan, (3) deskriptif, (4) kemanfaatan, (5) tepat waktu, (6) kesiapan, (7) kejelasan, dan (8) validitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat gambaran efektifitas komunikasi atasan bawahan pada karyawan Hotel X.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatitf deskriptif. Seluruh populasi dalam penelitian ini dijadikan sampel penelitian kuantitatif, yaitu 68 orang karyawan Hotel X. Hasil penelitian menunjukan bahwa secara keseluruhan efektifitas komunikasi atasan bawahan pada karyawan Hotel X tergolong sedang, serta masih terdapat dua dimensi yang tergolong rendah, yaitu dimensi deskriptif dan kejelasan. Rendahnya dimensi deskriptif mengindasikan bahwa atasan kurang dapat memberikan informasi dengan bahasa yang objektif. Sedangkan rendahnya dimensi kejelasan mengindikasikan bahwa atasan kurang mendapatkan umpan balik dari bawahannya. Penelitian kualitatif melibatkan 4 orang partisipan yakni 2 orang atasan dan 2 orang bawahan. Hasil penelitian juga menunjukan dimensi kejelasan dan dimensi deskriptif kurang optimal. Selain itu, tambahan hasil penelitian menunjukan dimensi kesiapan kurang optimal.

Oleh karena itu, perlu dirancang sebuah program pelatihan yang lebih difokuskan terhadap dua dimensi efektifitas komunikasi atasan bawahan tersebut dalam upaya untuk meningkatkan efektifitas komunikasi atasan bawahan pada karyawan Hotel X. Kata kunci: efektifitas komunikasi atasan bawahan, pelatihan komunikasi atasan bawahan


(3)

Abstract

Hotel is one sector that has a prominent role in tourism. That‟s why in it‟s

management, a hotel must be responsive and sensitive about change taking place in environment. So does Hotel X, of which one three stars hotel in Medan. Hotel X itself went through a change of business entity from CV to PT that accompanied by developing Hotel Grand X. This change results in change in the structure of the organization and change in the way organization policies socialized. This change

results some problem such as employees don‟t know the system change, feel

dissapointed towards management, unsatifisty with the head, lack of cooperation to participate programs, lack of coordination with the head.

Commonly, this problem leads to efectivity of downward communication. In gaining an effective communication, it is important for superordinates to evaluate their way of communicating. This research is based on theory from Thona (2005) that describes there are eight dimensions that can be used to evaluate the downward communication, they are : 1) intention, 2) specificity, 3) descriptive, 4) expediency, 5) right timing, 6) readiness, 7) clarity, and 8) validity. This research is aimed to gain the description of communication effectiveness between superordinates and subordinates in Hotel X.

This research is developed by using quantitative and qualitative approach, and is a kind of descriptive research. All population in this research are occupied to be the sample of the quanititative research, which amounts to 68 employees of Hotel “X”. The result of this research has proven that the communication between superordinates and

subordinates in Hotel “X” is quite effective. Yet, there are some prominent weaknesses in two dimensions of communication effectiveness, they are descriptive dimension and clarity dimension. Descriptive dimension indicates that supervisor less can give information in objective language. Clarity dimension indicates that supervisor less can get feedback from his subordinate. Qualitative research includes 4 participants, 2 supervisor and 2 subordinates.

Therefore, it is important to design a training programme which is more concentrated to two dimensions of communication effectiveness between superordinates and subordinates in increasing effectiveness of communication between superordinates

and subordinates in Hotel “X”.


(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Kajian Efektifitas Komunikasi Atasan Bawahan Pada Karyawan Hotel X” ini. Tesis ini diajukan untuk memperoleh gelar Magister Psikologi Profesi di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Peneliti menyampaikan terima kasih kepada kedua orangtua, Ibunda Suriyati dan Ayahanda Mawarno, yang telah memberikan cinta, pengorbanan, motivasi, dan perhatian yang berlimpah sehingga peneliti bisa menyelesaikan tesis ini.

Tesis ini dapat diselesaikan tidak lepas dari bantuan banyak pihak, oleh karena itu peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara dan dosen penguji. Terima kasih karena telah bersedia meluangkan waktu untuk menguji dan memberikan masukan, saran dan ilmunya yang sangat berarti bagi peneliti demi penyempurnaan tesis ini.

2. Bapak Ferry Novliadi, M.Si selaku dosen pembimbing pertama penulis. Terima kasih banyak atas arahan dan bimbingan yang bapak berikan. Terima kasih kepada bapak yang telah banyak bersabar dan membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini dan juga selalu menenangkan dan mendukung penulis ketika penulis menemui kesulitan. 3. Kak Cherly Kemala Ulfa, M.Psi, Psikolog selaku dosen pembimbing kedua penulis.

Terima kasih atas masukan dan semangat yang kakak berikan selama proses pembuatan tesis ini. Terima kasih juga telah meluangkan waktu untuk mendengarkan keluh-keluhan penulis dan telah mempermudah penulis dalam pengerjaan tesis ini.


(5)

4. Kepada seluruh dosen pengajar di Fakultas Psikologi, terima kasih atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis.Tanpa bapak dan ibu dosen semua, penulis bukanlah apa-apa.

5. Kepada sahabat-sahabatku Laila Maya, Suryati, Kerry Desiana, Farah, Marintan, dan Annisa yang selalu menambah pengetahuanku dengan berbagi informasi serta berbagi suka duka selama di Magister Psikologi Profesi.

6. Kepada kak Maya, semangat ya mengerjakan semua tugas-tugasnya. Waktu yang dilewatkan selama Magister Profesi ini sangat banyak kenangan ama kak Maya. Semoga doa-doa kakak selama ini akan tercapai dalam waktu secepat-cepatnya. Selain itu, terima kasih sudah menjadi tempat mendengarkan keluhan-keluhan peneliti selama ini.

7. Kepada kak Surti, terima kasih ya kak sudah membantu peneliti dalam menyelesaikan Magister Profesi khususnya pada semester 3 dan 4 yang begitu banyak cobaan dan tantangan. Tanpa dukungan dan bantuan kak surti, penulis tidak akan mampu menyelesaikan tesis ini dengan baik.

8. Kepada kak Keke, semoga cepat dapat momongan ya. Terima kasih ya kak Keke karena telah memberikan banyak inspiratif dalam menyelesaikan kasus-kasus dan tugas-tugas .

9. Kepada kak Nisa, Farah, dan Intan, kenangan dengan kalian sangat banyak sekali. Saya akan merindukan saat-saat kita karoeke dan berbagi fakta tentang kampus tercinta. Kalian adalah penghibur di Magister Profesi ini. Tanpa adanya kalian, Magister Profesi ini tidak akan berwarna.

10.Pihak perusahaan Hotel X yang telah memberikan ijin pengambilan data dan telah memberikan bantuan yang sangat berharga bagi penyelesaian tesis ini.


(6)

Akhir kata, penulis berharap semoga Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dan semoga tesis ini bermanfaat.

Medan , Desember 2011


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... 0

LEMBAR PENGESAHAN ... 0

LEMBAR PERNYATAAN ... 0

ABSTRAK ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 11

1.Manfaat Praktis ... 11

2.Manfaat Teoritis ... 11

E. Sistematika Penulisan ... 11

F. Kerangka Konsep Permasalahan ... 13

BAB II LANDASAN TEORI ... 14

A. Komunikasi Atasan Bawahan ... 14

A.1. Definisi Komunikasi atasan bawahan ... 15

A.2. Jenis informasi yang dikomunikasi ke bawah ... 16

A.3. Bentuk komunikasi atasan bawahan ... 16

A.4. Faktor yang mempengaruhi komunikasi Atasan Bawahan ... 17

A.5. Dimensi komunikasi atasan-bawahan ... 18

A.6. Dampak komunikasi efektif ... 21

A.7. Hambatan Komunikasi ... 21

B. Deskripsi Hotel X ... 23

B.1. Sejarah ... 23

B.2. Komunikasi atasan bawahan di Hotel X ... 25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 27

A. Penelitian Kuantitatif ... 27

A.1. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 27

1. Variabel Penelitian ... 27

2. Definisi operasional ... 28

A.2. Populasi dan Sampel Penelitan ... 29

A.3. Instrumen Penelitian ... 29

A.4. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 30

1. Validitas alat ukur ... 31

2. Reliabilitas alat ukur ... 32

3. Daya beda aitem ... 36

A.5. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 32

A.6. Metode Analisis ... 33

B. Penelitian Kualitatif ... 35

B.1. Variabel yang diamati ... 35

B.2. Subjek penelitian ... 35

B.3. Instrumen penelitian ... 36


(8)

C. Prosedur Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif ... 38

BAB IV ANALISA DATA ... 39

A. Hasil Penelitian Kuantitatif ... 39

A.1. Gambaran umum komunikasi atasan bawahan karyawan Hotel X ... 40

A.2.Gambaran komunikasi atasan bawahan karyawan Hotel X berdasarkan dimensi komunikasi atasan bawahan ... 41

B. Hasil Penelitian Kualitatif ... 49

C. Pembahasan ... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

A. Kesimpulan ... 63

B. Saran ... 65

B.1. Saran metodologis ... 65


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Rekapitulasi identifikasi masalah di Hotel X ... 6 Tabel 3.1. Definisi operasional komunikasi atasan bawahan karyawan Hotel X ... 28 Tabel 3.2. Gambaran penilaian skala komunikasi atasan bawahan ... 30

Tabel 3.3. Blue print distribusi aitem dalam skala komunikasi atasan bawahan sebelum uji coba ... 30

Tabel 3.4. Blue print distribusi atiem dalam skala komunikasi atasan bawahan setelah ujicoba ... 33

Tabel 3.5. Kategorisasi norma gambaran komunikasi atasan bawahan karyawan Hotel

X ... 33

Tabel 4.1. Pengkateorisasian komunikasi atasan bawahan karyawan Hotel X ... 35 Tabel 4.2. Uji normalitas komunikasi atasan bawahan karyawan Hotel X ... 36 Tabel 4.3. Skor empirik dan hipotetik komunikasi atasan bawahan karyawan Hotel X . 36 Tabel 4.4. Kriteria kategorisasi komunikasi atasan bawahan karyawan Hotel X ... 36 Tabel 4.5. Skor empirik dan hipotetik komunikasi atasan bawahan dimensi intensi

karyawan Hotel X... 37

Tabel 4.6. Kriteria kategorisasi komunikasi atasan bawahan dimensi intensi karyawan

Hotel X ... 37

Tabel 4.7. Skor empirik dan hipotetik komunikasi atasan bawahan dimensi

kekhususan karyawan Hotel X ... 38

Tabel 4.8. Kriteria kategorisasi komunikasi atasan bawahan dimensi kekhususan

karyawan Hotel X ... 38

Tabel 4.9. Skor empirik dan hipotetik komunikasi atasan bawahan dimensi deskriptif

karyawan Hotel X ... 39

Tabel 4.10. Kriteria kategorisasi komunikasi atasan bawahan dimensi deskriptif

karyawan Hotel X... 39

Tabel 4.11. Skor empirik dan hipotetik komunikasi atasan bawahan dimensi

kemanfaatan karyawan Hotel X ... 40

Tabel 4.12. Kriteria kategorisasi komunikasi atasan bawahan dimensi kemanfaatan

karyawan Hotel X ... 40

Tabel 4.13. Skor empirik dan hipotetik komunikasi atasan bawahan dimensi tepat

waktu karyawan Hotel X ... 41

Tabel 4.14. Kriteria kategorisasi komunikasi atasan bawahan dimensi tepat waktu

karyawan Hotel X ... 41

Tabel 4.15. Skor empirik dan hipotetik komunikasi atasan bawahan dimensi kesiapan

karyawan Hotel X ... 42

Tabel 4.16. Kriteria kategorisasi komunikasi atasan bawahan dimensi kesiapan

karyawan Hotel X ... 42

Tabel 4.17. Skor empirik dan hipotetik komunikasi atasan bawahan dimensi kejelasan

karyawan Hotel X ... 43

Tabel 4.18. Kriteria kategorisasi komunikasi atasan bawahan dimensi kejelasan

karyawan Hotel X ... 43

Tabel 4.19. Skor empirik dan hipotetik komunikasi atasan bawahan dimensi validitas

karyawan Hotel X ... 44

Tabel 4.20. Kriteria kategorisasi komunikasi atasan bawahan dimensi validitas


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A: Rancangan Pelatihan Lampiran B: Data Skala TryOut

Lampiran C: Hasil Analisa Data Skala TryOut

Lampiran D: Skala Penelitian Lampiran E: Data Skala Penelitian


(11)

Abstrak

Hotel merupakan salah satu faktor pendukung pariwisata. Dalam pengelolaannya, hotel harus responsif dan tanggap terhadap perubahan lingkungan. Begitu pula dengan Hotel X yang merupakan salah satu hotel berbintang tiga di Medan. Dikaitkan dengan perubahan, Hotel X mengalami perubahan bentuk badan usaha dari CV menjadi PT yang diiringi oleh pembangunan Hotel Grand X. Perubahan ini mengakibatkan perubahan struktur perusahaan dan perubahan cara sosialisasi kebijakan perusahan. Perubahan ini mengakibatkan berbagai masalah yakni karyawan kurang mengetahui perubahan sistem, merasakan kekecewan terhadap manajemen, merasa tidak puas terhadap atasan langsungnya, kurang berkerjasama dalam mengikuti program-program yang difasilitasi oleh departemen HRD, kurang berkoordinasi dengan atasan.

Secara umum masalah-masalah tersebut mengarah kepada komunikasi atasan bawahan yang tidak berjalan secara efektif. Dalam upaya untuk membangun efektifitas komunikasi atasan bawahan, maka para atasan perlu mengavaluasi diri. Penelitian ini menggunakan teori Thona (2005) bahwa ada 8 dimensi yang dapat digunakan untuk mengevaluasi efektifitas komunikasi atasan bawahan yakni (1) intensi, (2) kekhususan, (3) deskriptif, (4) kemanfaatan, (5) tepat waktu, (6) kesiapan, (7) kejelasan, dan (8) validitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat gambaran efektifitas komunikasi atasan bawahan pada karyawan Hotel X.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatitf deskriptif. Seluruh populasi dalam penelitian ini dijadikan sampel penelitian kuantitatif, yaitu 68 orang karyawan Hotel X. Hasil penelitian menunjukan bahwa secara keseluruhan efektifitas komunikasi atasan bawahan pada karyawan Hotel X tergolong sedang, serta masih terdapat dua dimensi yang tergolong rendah, yaitu dimensi deskriptif dan kejelasan. Rendahnya dimensi deskriptif mengindasikan bahwa atasan kurang dapat memberikan informasi dengan bahasa yang objektif. Sedangkan rendahnya dimensi kejelasan mengindikasikan bahwa atasan kurang mendapatkan umpan balik dari bawahannya. Penelitian kualitatif melibatkan 4 orang partisipan yakni 2 orang atasan dan 2 orang bawahan. Hasil penelitian juga menunjukan dimensi kejelasan dan dimensi deskriptif kurang optimal. Selain itu, tambahan hasil penelitian menunjukan dimensi kesiapan kurang optimal.

Oleh karena itu, perlu dirancang sebuah program pelatihan yang lebih difokuskan terhadap dua dimensi efektifitas komunikasi atasan bawahan tersebut dalam upaya untuk meningkatkan efektifitas komunikasi atasan bawahan pada karyawan Hotel X. Kata kunci: efektifitas komunikasi atasan bawahan, pelatihan komunikasi atasan bawahan


(12)

Abstract

Hotel is one sector that has a prominent role in tourism. That‟s why in it‟s

management, a hotel must be responsive and sensitive about change taking place in environment. So does Hotel X, of which one three stars hotel in Medan. Hotel X itself went through a change of business entity from CV to PT that accompanied by developing Hotel Grand X. This change results in change in the structure of the organization and change in the way organization policies socialized. This change

results some problem such as employees don‟t know the system change, feel

dissapointed towards management, unsatifisty with the head, lack of cooperation to participate programs, lack of coordination with the head.

Commonly, this problem leads to efectivity of downward communication. In gaining an effective communication, it is important for superordinates to evaluate their way of communicating. This research is based on theory from Thona (2005) that describes there are eight dimensions that can be used to evaluate the downward communication, they are : 1) intention, 2) specificity, 3) descriptive, 4) expediency, 5) right timing, 6) readiness, 7) clarity, and 8) validity. This research is aimed to gain the description of communication effectiveness between superordinates and subordinates in Hotel X.

This research is developed by using quantitative and qualitative approach, and is a kind of descriptive research. All population in this research are occupied to be the sample of the quanititative research, which amounts to 68 employees of Hotel “X”. The result of this research has proven that the communication between superordinates and

subordinates in Hotel “X” is quite effective. Yet, there are some prominent weaknesses in two dimensions of communication effectiveness, they are descriptive dimension and clarity dimension. Descriptive dimension indicates that supervisor less can give information in objective language. Clarity dimension indicates that supervisor less can get feedback from his subordinate. Qualitative research includes 4 participants, 2 supervisor and 2 subordinates.

Therefore, it is important to design a training programme which is more concentrated to two dimensions of communication effectiveness between superordinates and subordinates in increasing effectiveness of communication between superordinates

and subordinates in Hotel “X”.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Dewasa ini perkembangan pariwisata sangat diperhatikan oleh seluruh lapisan masyarakat di dunia karena memberikan peluang usaha bagi siapa saja yang terlibat didalamnya. Demikian pula di Indonesia, pariwisata merupakan salah satu sektor yang menyumbang devisa terbesar di Indonesia. Menurut data yang dirilis dari Biro Pusat Statistik (BPS, 2010), jumlah wisatawan asing di Indonesia sebesar 5.002.101 wisatawan, sedangkan jumlah wisatawan domestik adalah 109,9 juta wisatawan dan menghasilkan pendapatan sektor pariwisata sebesar Rp.86,6 Triliun.

Berbicara tentang pariwisata, maka hotel merupakan salah satu faktor pendukung pariwisata yang mempunyai peranan sangat penting dalam mengembangkan sarana dan prasarana pariwisata. Hotel sebagai salah satu jenis akomodasi yang terlibat secara langsung dalam penyediaan jasa penginapan, makan dan minum serta fasilitas lain, diharapkan memberikan kepuasan bagi setiap orang yang memakai jasa tersebut (Mattendon, 2007). Hal ini berdampak pada tingginya kompetisi antar hotel. Hasil survei Badan Pusat Statistik Indonesia (2010) terdapat 1240 industri perhotelan berbintang yang tersebar di seluruh Indonesia, dengan tingkat hunian wisatawan mancanegara dan domestik per harinya mencapai 84.566 tamu. Di kota Medan, jumlah industri perhotelan melonjak cukup tajam, tercatat ada 30 industri hotel pada tahun 2005, menjadi 41 industri hotel pada tahun 2010, sehingga tidak mengherankan bila pada tahun ini, sektor industri hotel menempati urutan pertama sebagai penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi di kota Medan (BPS, 2010).


(14)

Berdasarkan data statistik dari BPS Provinsi Sumatera Utara, diketahui bahwa tingkat hunian kamar hotel bintang tiga pada tahun 2011 mencapai 51,37 % dan merupakan tingkat hunian hunian tertinggi dibanding kelas berbintang lainnya (Waspada, 2011). Hal ini relatif selaras dengan data tahun 2007 bahwa hotel bintang tiga telah mendominasi pasar sekitar 56.73% (BPS, 2008).

Pengelola hotel harus responsif dan tanggap terhadap perubahan lingkungan untuk bisa bertahan dan mempertahankan pangsa pasar serta menciptakan peluang yang baru. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sulastiyono (1999) bahwa hotel yang gagal mengantisipasi dan beradaptasi terhadap perubahan cenderung akan mengalami penurunan pendapatan dan jumlah tamu serta tidak akan mampu bertahan.

Hotel X merupakan salah satu hotel bintang tiga di Medan juga mengalami perubahan. Hotel yang sudah berdiri sejak tahun 2003 ini mengalami perubahan badan hukum perusahaannya. Pada awal berdirinya, Hotel X berbadan hukum Comanditaire Vennootschap (CV), kemudian pada tahun 2007, berubah menjadi Perseroan Terbatas (PT). Perubahan ini diakibatkan oleh pembangunan Hotel Grand X yang berbintang empat di Medan dan bertujuan agar Hotel X dan Hotel Grand X dapat berada dalam satu badan usaha yakni PT. SK. Hal ini berdampak pada perubahan organisasi Hotel X yakni perubahan struktur organisasi dan perubahan cara sosialisasi kebijakan perusahaan.

General Manager dan Semua manajer di Hotel X merangkap jabatan manajer di Hotel Grand X, dan berkantor di Hotel Grand X yang berjarak sekitar 1 km dari Hotel X.


(15)

Diagram 1: GM dan M berkantor di Hotel X sebelum Diagram 2: GM dan M tidak berkantor di adanya Hotel Grand X Hotel X sesudah adanya Hotel Grand X

Ket: GM: General Manager; M:Manajer; ASM: Asisten Manajer

Diagram dua memperlihatkan tidak ada yang bertanggung jawab sebagai General Manager (GM) dan Manajer (M) di Hotel X, yang ada hanyalah Asisten Manajer. Padahal idealnya suatu perusahaan harus memiliki seorang pemimpin untuk mengarahkan atau mengawasi operasional perusahaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Thoha (2005) bahwa pemimpin berperan penting dalam menginspirasi bawahan, menyelesaikan hambatan-hambatan dalam operasional usaha, memberikan teladan kepada karyawan, mengerahkan karyawan untuk mencapai target perusahaan dan memperbaiki kesalahan atau kekeliruan. Ketiadaan pemimpin di Hotel X, mengakibatkan kurang efektifnya operasional hotel, para asisten manajer di Hotel X harus melaporkan dan menunggu instruksi dari Hotel Grand X jika terjadi hambatan dalam operasional hotel. Selain itu, para manajer yang posisinya berada di Hotel Grand X jarang datang dan mengawasi langsung kinerja bawahannya di Hotel X. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh salah seorang supervisor engineering (komunikasi personal, 2 Mei 2011):

“....hmm.. jarang sih bu.. biasanya kita yang datang ke Grand. Kalo ada masalah

kita melapor ke Grand. Kalo gak ada masalah, ngapaen kita lapor ke sana? Lagian jarang kali manajer itu datang ke sini bu....”

“....kalopun ada masalah, palingan kami disuruh buat laporan tertulis bu. mana ada

manajer tuh datang, setidaknya buat lihat keadaan. Misalnya mesin itu rusak, ya kami di sini yang memperbaikinya sendiri. setelah selesai perbaikan pun, manajernya gak ada datang. cuman kami disuruh buat laporan kerusakannya apa

dan apa yang kami lakukan..” GM

M M M M M


(16)

Perubahan lainnya yaitu perubahan cara sosialisasi kebijakan perusahaan, yakni berubah dari komunikasi lisan menjadi tulisan. Perubahan kebijakan yang diambil oleh para manajer disosialisasikan kepada karyawan di Hotel X secara tertulis dengan membagikan memorandum. Pembagian memorandum dirasakan kurang efektif, karena karyawan di Hotel X kurang membaca secara teliti dan terjadi berbagai penafsiran arti dari memorandum tersebut. Berikut penuturan dari salah seorang staf tata graha di Hotel X (komunikasi personal, 3 Mei 2011):

“ya mana tau kak perubahan peraturan. Nanti tiba-tiba aja uang servis dipotong kalo terlambat, padahal dulunya gak ada. Sudah dipotong baru dikasih tau kalo

keterlambatan akan memotong uang servis. Sebelumnya gak ada...”

“kemaren itu ada ditulis di memorandum kak, yang terlambat akan dipotong uang

servisnya. Tapi saya gak tau kak kalo telat 1 menit aja pun akan dianggap sebagai keterlambatan 30 menit. Tau gitu, dah telat, bagusan merokok di luar aja sambil

nunggu waktu..”

Selain itu, ASM di Hotel X kurang mensosialisasikan perubahan kebijakan sistem kerja kepada bawahan sehingga mengganggu tugas operasional harian dan menimbulkan rasa ketidaknyamanan karyawan yang berbeda departemen. Hal ini seperti diungkapkan oleh salah seorang staf resepsionis (komunikasi personal, 3 Mei 2011):

“palingan kek di resepsionis, kemaren itu kan terjadi perubahan mengenai sistem

pelaporan ke bagian accounting. Tapi si pak A gak ada dijelaskannya, jadinya laporannya jadi double dan ada perbedaan jumlah yang ada dan dalam laporan..kemaren itu ampe gak enak ama orang accounting.. pikirnya kami yang di FO ini malas kali membuat laporan ke accounting...”

Adanya kenyataan bahwa ASM cenderung tidak peduli untuk menyampaikan perubahan kebijakan kepada bawahan berimbas pada munculnya kekecewan karyawan terhadap manajemen di Hotel X. Pemicu munculnya kekecewaan karyawan adalah karena tidak adanya sosialisasi bahwa keterlambatan akan memotong insentif yang


(17)

berupa uang servis. Berikut penjelasan manajer HRD (komunikasi personal, 3 Mei 2011):

“...Kalo masalah kebijakan yang sering dibilang karyawan itu gak pernah diumumkan, tiba-tiba terjadi pemotongan uang gaji. Sebelum dikeluarkan kebijakan baru itu, sudah disampaikan kok ama para headnya.. jadi headnya sudah tau apa kebijakan terserbut. Bahkan para head juga memberikan masukan tentang kebijakan baru tersebut. Kan kamu tau fran, kita seminggu sekali setidaknya ada briefing buat mendiskusikan kebijakan dan masalah-masalah yang dihadapi.. jadi kalo dibilang kebijakan itu tiba-tiba, saya rasa gak benar itu...yang benar itu, para headnya gak

ada menyampaikan ama anak buahnya...”

Dalam berinteraksi dengan ASM, karyawan merasa tidak puas terhadap atasan langsungnya. Adanya rasa tidak puas ini disebabkan karena kurangnya umpan balik yang diberikan oleh ASM kepada bawahannya. Ketika bawahan melakukan kesalahan, ASM kurang memberikan masukan cara memperbaiki kesalahan tersebut. Berikut penjelasan salah seorang staf tata graha (komunikasi personal, 3 Mei 2011):

“mana ada kasi feedback kak.. kalo kerjaan kita beres, ya udah diam-diam aja. Kalo kerjaan kita ada yang salah, yang ada dimarah-marahi tapi gak dikasi tau cara memperbaikinya. Untungnya kita berpengalaman.. jadi kita tau gimana memperbaikinya. Apalagi soal aturan aturan baru, mana ada dikasi tau ama atasan.. tiba-tiba aja keluar surat memorandum gitu”

“oo, headnya mana mau kak mem back up kami.. yang ada dia malah bangga kak

memarahi kami di depan orang lain. Kalo misalnya ada salah, ya berikan lah masukan.. jangan marah-marah, pemimpin macam apa lah kak kalo kek gitu?”

Permasalahan lain yang dirasakan oleh Manajer HRD Hotel X, yakni kurangnya kepedulian karyawan untuk mengikuti program-program yang difasilitasi oleh departemen HRD, karena program tersebut ternyata disampaikan hanya secara tertulis yang berupa memorandum dan kurangnya sosialisasi dari para ASM . Hal ini seperti dituturkan oleh Manajer HRD (komunikasi personal, 3 Mei 2011):

“....ada program training pun kurang efektif. gak dikasih tau ama head nya kalo itu

wajib. Terpaksalah kita ngeluarin memorandum. itu pun sedikit yang datang...”

“ya gitu lah headnya.. padahal sudah saya ingatkan untuk memberitahukan ama


(18)

peduli kali, dipikirnya dengan memorandum itu bisa membuat karyawan datang. padahal saya sudah mengingatkan agar para headnya ngomong dan menjelaskan pelatihan ini, biar para bawahan ini datang ke pelatihan. Buktinya asal ada pelatihan, bawahan yang datang cuman sedikit. Nanti sudah saya tegur mengenai jumlah karyawan yang datang pada pelatihan, baru headnya marah-marah.. dah

sering itu kek gitu.. jadi maklum maklum aja..”

Selain permasalahan di atas, masalah lain yang dihadapi oleh Hotel X adalah kurangnya koordinasi antara bawahan dan atasan sehingga menimbulkan gangguan dalam pelayanan. Hal ini dirasakan cukup mengganggu kenyamanan pelanggan dan menyebabkan pelanggan tidak ingin menginap di Hotel X lagi, seperti dituturkan oleh salah satu staf resepsionis (komunikasi personal, 19 Oktober 2011):

“...oo yang itu kak, yang pelanggan bapak dari aceh itu? Kan bapak itu pelanggan lama. Waktu itu, uang bapak itu kurang 2 juta buat bayar biaya hotel. Dia minta utang kak.. nah, saya kan cuman resepsionis.. saya tanyakan ama pak A. Kata pak A nanti didiskusikan ama orang accounting.. tapi dah 1 jam an , pak A gak ngasih kabar apa-apa.. sedangkan tamunya mendesak.. jadi saya bilang bahwa belum ada keputusan. Mungkin bapak itu mendesak terus, ya saya bilang aja kalo gak bisa.. dan bapak itu malah marah dan mengatakan „gak akan kuinjakkan lagi kaki ku ke hotel

ini‟ “

“trus, setelah itu saya malah kena marah ama pak A katanya gak bisa melayani

pelanggan. Dan katanya kalo dihutangi 2 juta gak apa -apa.. soalnya bapak itu

pelanggan lama, aneh kan kak?”

Tabel 1.1. berikut ini merupakan rekapitulasi identifikasi masalah yang terjadi di Hotel X Medan.

Tabel 1.1. Rekapitulasi identifikasi masalah di Hotel X

Hasil wawancara Indikasi masalah

....palingan kek di resepsionis, kemaren itu kan terjadi perubahan mengenai sistem pelaporan ke bagian accounting. Tapi si pak A gak ada dijelaskannya, jadinya laporannya jadi double dan ada perbedaan jumlah yang ada dan dalam laporan..kemaren itu ampe gak enak ama orang accounting.. pikirnya kami yang di FO ini malas kali membuat laporan ke accounting...

Karyawan kurang mengetahui perubahan sistem kerja sehingga mengganggu operasional harian dan memicu rasa ketidaknyamanan karyawan antar departemen.

...kalo masalah visi dan misi itu, semua head taunya..kan kemaren itu dibuat bersama. Kalo masalah kebijakan yang sering dibilang karyawan itu gak pernah diumumkan, tiba-tiba

Karyawan merasakan kekecewan terhadap manajemen yang tidak menyampaikan kebijakan pemotongan uang servis.


(19)

terjadi pemotongan uang gaji. Sebelum dikeluarkan kebijakan baru itu, sudah disampaikan kok ama para headnya.. jadi headnya sudah tau apa kebijakan terserbut. Bahkan para head juga memberikan masukan tentang kebijakan baru tersebut. Kan kamu tau fran, kita seminggu sekali setidaknya ada briefing buat mendiskusikan kebijakan dan masalah-masalah yang dihadapi.. jadi kalo dibilang kebijakan itu tiba-tiba, saya rasa gak benar itu...yang benar itu, para headnya gak ada menyampaikan ama anak buahnya... ....mana ada kasi feedback kak.. kalo kerjaan kita beres, ya udah diam-diam aja. Kalo kerjaan kita ada yang salah, yang ada dimarah-marahi tapi gak dikasi tau cara memperbaikinya. Untungnya kita berpengalaman.. jadi kita tau gimana memperbaikinya. Apalagi soal aturan aturan baru, mana ada dikasi tau ama atasan.. tiba-tiba aja keluar surat memorandum gitu..

...oo, headnya mana mau kak mem back up kami.. yang ada dia malah bangga kak memarahi kami di depan orang lain. Kalo misalnya ada salah, ya berikan lah masukan.. jangan marah-marah, pemimpin macam apa lah kak kalo kek gitu?...

Karyawan merasa tidak puas terhadap atasan langsungnya karena kurangnya umpan balik yang diberikan oleh atasan kepada bawahannya. Ketika bawahan melakukan kesalahan, atasan kurang memberikan masukan cara memperbaiki kesalahan tersebut

....ada program training pun kurang efektif. gak dikasih tau ama head nya kalo itu wajib. Terpaksalah kita ngeluarin memorandum. itu pun sedikit yang datang...

....ya gitu lah headnya.. padahal sudah saya ingatkan untuk memberitahukan ama bawahannya pada tanggal segini itu ada pelatihan. Tapi para headnya juga gak peduli kali, dipikirnya dengan memorandum itu bisa membuat karyawan datang. padahal saya sudah mengingatkan agar para headnya ngomong dan menjelaskan pelatihan ini, biar para bawahan ini datang ke pelatihan. Buktinya asal ada pelatihan, bawahan yang datang cuman sedikit. Nanti sudah saya tegur mengenai jumlah karyawan yang datang pada pelatihan, baru headnya marah-marah.. dah sering itu kek gitu.. jadi maklum maklum aja..

Karyawan kurang peduli untuk mengikuti program-program yang difasilitasi oleh departemen HRD, karena program tersebut ternyata disampaikan hanya secara tertulis yang berupa memorandum.

...oo yang itu kak, yang pelanggan bapak dari aceh itu? Kan bapak itu pelanggan lama. Waktu itu, uang bapak itu kurang 2 juta buat

Karyawan kurang berkoordinasi dengan atasan sehingga menimbulkan gangguan dalam pelayanan


(20)

bayar biaya hotel. Dia minta utang kak.. nah, saya kan cuman resepsionis.. saya tanyakan ama pak A. Kata pak A nanti didiskusikan ama orang accounting.. tapi dah 1 jam an , pak A gak ngasih kabar apa-apa.. sedangkan tamunya mendesak.. jadi saya bilang bahwa belum ada keputusan. Mungkin bapak itu mendesak terus, ya saya bilang aja kalo gak bisa.. dan bapak itu malah marah dan

mengatakan „gak akan kuinjakkan lagi kaki ku

ke hotel ini‟...

...trus, setelah itu saya malah kena marah ama pak A katanya gak bisa melayani pelanggan. Dan katanya kalo dihutangi 2 juta gak apa-apa.. soalnya bapak itu pelanggan lama, aneh kan kak?....

Berbagai indikasi masalah yang telah ditemukan dan dipaparkan diatas, mengindikasikan adanya permasalahan yang berkaitan dengan komunikasi dalam organisasi.

Komunikasi dalam organisasi merupakan sarana penghubung antara atasan dan bawahan dalam rangka pencapaian tujuan organisasi. Komunikasi yang terjalin antara atasan dan bawahan (komunikasi vertikal) memiliki peran penting dalam suatu organisasi karena dua per tiga dari komunikasi yang dilakukan dalam organisasi berlangsung antara atasan dan bawahan (Stoner dan Freeman, 1994). Menurut Larkin dan Larkin (dalam Baker, 2002), pola komunikasi atasan ke bawahan merupakan bentuk komunikasi yang paling banyak digunakan dalam rantai kerja organisasi, sehingga sering menjadi potensi konflik dalam organisasi.

Komunikasi atasan-bawahan sangat penting dalam organisasi karena dapat membawa pengaruh yang besar terhadap organisasi. Komunikasi atasan kepada bawahan sangat berkaitan erat dengan fungsi kepemimpinan dalam roda organisasi, yaitu sebagai penentu arah, agen perubahan, juru bicara dan pelatih bagi bawahannya (Nanus, 2001).


(21)

Adanya hubungan komunikasi atasan-bawahan yang efektif dapat menciptakan suatu kondisi yang menyenangkan dalam organisasi yang kemudian berpengaruh terhadap kepercayaan dan kepuasan kerja karyawan yang pada akhirnya ikut menentukan kinerja karyawan dan motivasi karyawan (Irawati, 2004). Hal senada diungkapkan oleh Pace & Faules (2000) bahwa komunikasi atasan bawahan yang efektif dapat meningkatkan motivasi karyawan dengan cara menginformasikan dan mengklarifikasi bawahan mengenai tugas yang harus dikerjakan, perilaku yang diharapkan dalam melakukan tugasnya, dan bagaimana memperbaiki kinerja bawahan.

Sedangkan hasil penelitian Johlke & Duhan (2008), komunikasi atasan bawahan yang kurang efektif dapat menimbulkan ambiguitas yang dialami bawahan dan menurunkan hasil kerja dan produktivitas serta motivasi karyawan.

Berkaitan dengan Hotel X, diindikasikan terjadi penurunan produktivitas. Hal ini dapat dianalisis dari pendapatan dan okupasi kamar pada Hotel X. seperti pada tabel berikut ini:

Tabel 1.2. Tingkat pendapatan Hotel X

Tahun Total Pendapatan Okupasi Kamar

2008 5.364.370.691 80,46 %

2009 5.094.480.935 74,03 %

2010 4.896.708.876 73,02%

Sumber: Rekapan Laporan Keuangan Hotel X

Tabel 1.2 diatas memperlihatkan Hotel X mengalami penurunan tingkat hunian tamu yang mengakibatkan penurunan pendapatan yang cukup signifikan dari Rp 5.364.370.691 pada tahun 2008 bergerak menurun hingga Rp 4.896.708.876 pada tahun 2010 dan okupasi kamar menurun dari 80,46 % hingga 73,02 % (rekap laporan keuangan hotel X, departemen accounting, 2011).

Selain itu, indikasi penurunan motivasi karyawan terlihat dari adanya kejenuhan dan keinginan karyawan untuk berpindah tempat kerja. Seperti yang diungkapkan oleh salah seorang staf restauran:


(22)

“ya kalo ada kerjaan lain sih pengennya sih pindah.. kemaren sih udah masukin lamaran ke Hotel lain kak.. tapi belum ada panggilan, kalo ada panggilan sih

pengennya pindah aja.. dah gak enak kali di sini kak..”

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa tingkat produktivitas Hotel X terus mengalami penurunan setiap tahunnya dan terdapat indikasi motivasi karyawan yang rendah. Kedua hal ini sangat dipengaruhi oleh efektifitas komunikasi atasan bawahan.

Dalam upaya untuk membangun efektifitas komunikasi atasan bawahan di Hotel X, idealnya semua atasan memiliki pemahaman yang jelas tentang hal-hal yang mendukung efektifitas komunikasi atasan bawahan, sehingga mampu mencapai tujuan organisasi. Agar tercapainya komunikasi atasan bawahan yang efektif di Hotel X, maka para atasan perlu dievaluasi dengan cara memberikan kuesioner komunikasi atasan bawahan kepada karyawan bawahan di Hotel X. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukan oleh Thoha (2005) bahwa ada 8 dimensi yang dapat digunakan untuk mengevaluasi efektifitas komunikasi atasan bawahan yakni (1) intensi, (2) kekhususan, (3) deskriptif, (4) kemanfaatan, (5) tepat waktu, (6) kesiapan, (7) kejelasan, dan (8) validitas. Tanpa adanya komunikasi atasan bawahan yang efektif kemungkinan tujuan organisasi tidak tercapai dan atasan tidak mampu mengkoordinasi bawahannya (Thoha, 2005).

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin meneliti efektifitas komunikasi atasan bawahan yang diindikasikan kurang berjalan efektif di Hotel X. Perumusan masalah yang hendak dianalisa dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana gambaran efektifitas


(23)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

Mengetahui kondisi efektifitas komunikasi atasan bawahan Hotel X dan memberikan informasi tentang kondisi tersebut kepada manajemen Hotel X.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis

Tesis ini bermanfaat sebagai bahan masukan dan informasi bagi para praktisi dan konsultan human resource serta staf departemen HRD Hotel X tentang efektifitas komunikasi atasan bawahan karyawan Hotel X. Apabila hasil penelitian terhadap efektifitas komunikasi kurang optimal, maka dapat diusulkan strategi untuk mengatasi hal tersebut.

2. Manfaat Teoritis

a. Dapat menjadi referensi bagi penelitian komunikasi atasan bawahan.

b. Dapat menjadi bukti empiris mengenai kondisi komunikasi atasan bawahan.

E. Sistematika Penulisan

Bab I : Pendahuluan

Bab ini memuat latar belakang masalah yang diteliti, kerangka berfikir, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian.

Bab II : Landasan Teori

Bab ini memuat tinjaun teoritis tentang komunikasi atasan bawahan, konsep industri hotel dan profil hotel X.


(24)

Bab III : Metode Penelitian

Bab ini memuat tentang pendekatan penelitian, metode pengumpulan data, subjek penelitian, tahapan penelitian.

Bab IV : Analisa Data

Bab ini memuat deskripsi analisa data hasil penelitian kuantitatif dan kualitatif

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini menjelaskan kesimpulan dan saran yang berkaiatan dengan penelitian ini.


(25)

F. Kerangka Konsep Permasalahan

Persaingan hotel semakin ketat di Medan, termasuk Hotel X berbintang tiga

Bagaimana gambaran efektifitas komunikasi atasan bawahan di Hotel X berdasarkan kedelapan dimensi tersebut?

Hotel X melakukan perubahan organisasi, dari badan hukum CV menjadi PT yang diikuti oleh lahirnya anak perusahaan baru yakni Hotel Grand X.

Perubahan ini menimbulkan berbagai masalah yakni:

 Karyawan kurang mengetahui perubahan sistem kerja sehingga mengganggu operasional harian dan ketidaknyamanan karyawan antar departemen. Selain itu, menimbulkan kekecewaan karyawan terhadap manajemen.

 Karyawan merasa tidak puas terhadap atasan langsungnya

 Karyawan kurang berkerjasama dalam mengikuti program-program yang difasilitasi oleh departemen HRD.

 Kurang adanya koordinasi antara bawahan dan atasan sehingga menimbulkan gangguan dalam pelayanan

Menurut Thoha (2005), efektifitas komunikasi atasan bawahan ditentukan oleh 8 dimensi yaitu dimensi intensi, dimensi kekhususan, dimensi deskriptif, dimensi kemanfaatan, dimensi tepat waktu, dimensi kesiapan, dimensi kejelasan, dan dimensi validitas.

Berdampak:

 Menurunnya produktivitas

 Menurunnya motivasi karyawan

 Terganggunya operasional harian dan pelayanan kepada tamu

 Menurunnya kepuasan kerja. Terjadi perubahan struktur organisasi dan cara sosialisasi kebijakan

Pengelola hotel harus responsif dan tanggap terhadap perubahan lingkungan

Secara umum mengarah kepada komunikasi atasan bawahan yang tidak berjalan secara efektif.

Keterangan:

: Menyebabkan : Klarifikasi


(26)

BAB II

LANDASAN TEORI

C.Komunikasi Atasan Bawahan

Manusia di dalam kehidupannya harus berkomunikasi, artinya memerlukan orang lain dan membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi. Hal ini merupakan suatu hakekat bahwa sebagian besar pribadi manusia terbentuk dari hasil integrasi sosial dengan sesama dalam kelompok dan masyarakat. Di dalam kelompok/organisasi itu selalu terdapat bentuk kepemimpinan yang merupakan masalah penting untuk kelangsungan hidup kelompok, yang terdiri dari pemimpin dan bawahan/karyawan. Di antara kedua belah pihak harus ada komunikasi dua arah untuk itu diperlukan adanya kerja sama yang diharapkan untuk mencapai cita, baik cita-cita pribadi, maupun kelompok, untuk mencapai tujuan suatu organisasi. Salah satu bentuk komunikasi tersebut adalah komunikasi atasan bawahan.

Komunikasi atasan bawahan meliputi komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal adalah transaksi antara individu dengan lingkungan sekitarnya, yang meliputi orang lain seperti teman, keluarga, anak, rekan kerja, dan bahkan orang asing (Myers & Myers, 1992). Dalam lingkup organisasi, komunikasi interpersonal menentukan keberhasilan sebuah organisasi.

Proses komunikasi yang terjadi di dalam organisasi khususnya yang menyangkut komunikasi antara pimpinan dan karyawan merupakan faktor penting dalam menciptakan suatu organisasi yang efektif. Komunikasi efektif tergantung dari hubungan atasan bawahan yang memuaskan yang dibangun berdasarkan iklim dan kepercayaan atau suasana organisasi yang positif. Agar hubungan ini berhasil, harus


(27)

ada kepercayaan dan keterbukaan antara atasan dan bawahan (Muhammad, 2001). Keterbukan dan kepercayaan ini terbentuk dari proses komunikasi interpersonal yang efektif.

Dari pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa komunikasi dalam organisasi merupakan bentuk dari komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal yang baik akan membentuk komunikasi atasan bawahan yang baik pula. Pada penulisan selanjutnya, peneliti akan menggunakan istilah komunikasi atasan bawahan di mana komunikasi atasan bawahan ini telah meliputi komunikasi interpersonal.

A.1. Definisi komunikasi atasan bawahan

Komunikasi atasan bawahan dalam sebuah organisasi memiliki pengertian yaitu informasi mengalir dari jabatan berotoritas lebih tinggi kepada mereka yang berotoritas lebih rendah (Pace & Faules, 2000).

Komunikasi ke bawah menunjukkan arus pesan yang mengalir dari para atasan atau para pemimpin kepada bawahannya. Kebanyakan komunikasi ke bawahan digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan yang berkenaan dengan pengarahan, tujuan, disiplin, perintah, pertanyaan dan kebijakan umum. Tujuan komunikasi ke bawah adalah untuk menyampaikan tujuan, untuk merubah sikap, membentuk pendapat, mengurangi ketakutan dan kecurigaan yang timbul karena salah informasi, mencegah kesalahpahaman karena kurang informasi dan mempersiapkan anggota organisasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan (Muhammad, 2004).

A.2. Jenis informasi yang dikomunikasikan ke bawah

Menurut Katz dan Kahn dalam Purwanto (2003), komunikasi dari atas ke bawah mempunyai lima tujuan pokok, yaitu:


(28)

a. Memberikan pengarahan atau instruksi kerja tertentu. Tipe informasi ini memusatkan pada apa yang harus karyawan lakukan dan bagaimana melakukannya. Instruksi kerja yang berbentuk perintah, pengarahan, penjelasan dan deskripsi pekerjaan merupakan cara untuk menyampaikan informasi jenis ini.

b. Memberikan informasi mengapa suatu pekerjaan harus dilaksanakan. Tipe informasi ini bertujuan agar karyawan mengetahui bagaimana pekerjaan mereka berhubungan dengan tugas-tugas dan posisi lainnya dalam organisasi dan mengapa mereka melakukan pekerjaannya. Dengan kata lain, tipe informasi ini membantu karyawan mengetahui bagaimana pekerjaan mereka membantu organisasi dalam mencapai tujuannya.

c. Memberikan informasi tentang prosedur dan praktik organisasional. Karyawan diberikan informasi mengenai jumlah jam kerja, gaji, program pensiun, asuransi kesehatan, liburan dan ijin cuti, program insentif, penalti dan hukuman.

d. Memberikan umpan balik pelaksanaan kerja kepada para karyawan. Informasi mengenai hasil kerja karyawan sangat penting dalam mempertahankan operasional perusahaan. Karyawan sering mengeluh, seperti mereka tidak tau bgaimana supervisor melihat performans mereka.

e. Menyajikan informasi mengenai aspek ideologi dalam membantu organisasi menanamkan pengertian tentang tujuan yang ingin dicapai.

A.3. Bentuk komunikasi atasan bawahan

Bentuk komunikasi yang digunakan dalam komunikasi ke bawah (Muhammad, 2004):

a. Bentuk lisan: rapat, diskusi, interview, telepon, sistem interkom, kontak interpersonal, laporan lisan, ceramah.


(29)

b. Bentuk tulisan: surat, memo, telegram, majalah, surat kabar, deskripsi pekerjaan, panduan pelaksaan pekerjaan, laporan tertulis, pedoman kebijaksanaan.

c. Bentuk gambar: grafik, poster, peta, film, slide.

A.4. Faktor yang mempengaruhi komunikasi atasan bawahan

Arus komunikasi dari atasan kepada bawahan tidaklah selalu berjalan lancar, tetapi dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain yaitu sebagai berikut (Thoha, 2005):

a. Keterbukaan

Kurangnya sifat terbuka antara pimpinan dan karyawan akan menyebabkan pemblokan atau tidak mau menyampaikan pesan dan gangguan dalam pesan. Umumnya para pimpinan tidak begitu memperhatikan arus komunikasi ke bawah. Pimpinan mau memberikan informasi kebawah bila mereka merasa pesan itu penting bagi penyelesaian tugas. Tetapi apabila suatu pesan tidak relevan dengan tugas pesan tersebut tetap dipengangnya. Misalnya seorang pimpinan akan mengirimkan pesan untuk memotivasi karyawan guna menyempurnakan produksi, tetapi tidak mau mendiskusikan kebijaksanaan baru dalam mengatasi masalah-masalah organisasi. b. Kepercayaan pada pesan tulisan

Kebanyakan para pimpinan lebih percaya pada pesan tulisan dan metode difusi yang menggunakan alat-alat elektronik daripada pesan yang disampaikan secara lisan dan tatap muka. Hal ini menjadikan pimpinan lebih banyak menyampaikan pesan secara tertulis berupa buletin, booklet, dan film sebagai pengganti kontak personal secara tatap muka antara atasan dan bawahan.


(30)

Banyaknya pesan-pesan yang dikirimkan secara tertulis maka karyawan dibebani dengan memo, buletin, surat pengumuman, majalah dan pernyataan kebijaksanaan sehingga banyak sekali pesan-pesan yang harus dibaca oleh karyawan. Reaksi karyawan terhadap pesan tersebut biasanya cenderung tidak membacanya. Banyak karyawan hanya membaca pesan-pesan tertentu yang dianggap penting bagi dirinya dan yang lain dibiarkan saja tidak dibaca.

d. Ketepatan waktu

Ketepatan waktu pengiriman pesan mempengaruhi komunikasi ke bawah. Pimpinan hendaklah mempertimbangkan saat yang tepat bagi pengiriman pesan dan dampak yang potensial kepada tingkah laku karyawan. Pesan seharusnya dikirimkan ke bawah pada saat saling menguntungkan kepada kedua belah pihak yaitu pimpinan dan karyawan. Tetapi bila pesan yang dikirimkan tersebut tidak pada saat dibutuhkan oleh karyawan maka mungkin akan mempengaruhi kepada efektifitasnya.

e. Penyaringan

Pesan-pesan yang dikirimkan kepada bawahan tidaklah semua diterima mereka, tetapi mereka saring mana yang mereka perlukan. Penyaringan pesan ini dapat disebabkan oleh bermacam-macam faktor diantaranya perbedaan persepsi di antara karyawan, jumlah mata rantai dalam jaringan komunikasi dan perasaan kurang percaya kepada seorang supervisor mungkin memblok supervisor.

A.5. Dimensi komunikasi atasan-bawahan

Persoalan utama dalam komunikasi atasan bawahan adalah sejauh mana komunikasi atasan dan bawahan dapat berjalan dengan efektif atau tidak. Apabila hasil yang didapat sama dengan tujuan yang diharapkan maka hasil komunikasi dinyatakan efektif, jika hasil yang didaptkan lebih besar dari tujuan yang diharapkan maka


(31)

komunikasi dapat dikatakan sangat efektif, tetapi apabila hasil yang didapatkan lebih kecil dari tujuan yang diharapkan, maka dapat dikatakan bahwa komunikasi tidak atau kurang efektif. komunikasi disebut efektif apabila penerima menginterpretasikan pesan yang diterimanya sebagaimana dimaksudkan oleh pengirim (Thoha, 2005).

Komunikasi atasan bawahan yang efektif dapat dianalisis dengan menggunakan beberapa dimensi berikut ini (Thoha, 2005):

a. Intensi

Komunikasi yang efektif jika diarahkan secara langsung untuk menyempurnakan pelaksanaan pekerjaan dan lebih menjadikan pegawai sebagai harta milik perusahaan yang paling berharga. Komunikasi semacam ini tidak bersifat hal-hal pribadi dan seharusnya tidak berkompromi dengan perasaan-perasaan pribadi, harga diri, dan cita-cita pribadi. Komunikasi yang efektif hanyalah mengurusi atau hanya diarahkan pada aspek-aspek pekerjaan pegawai.

b. Kekhususan

Komunikasi yang efektif dirancang untuk membekali penerima dengan informasi yang khusus sehingga mereka mengetahui apa yang seharusnya dikerjakan untuk suatu situasi yang benar. Suatu komunikasi yang tidak efektif jikalau bersifat umum dan meninggalkan tanda tanya bagi penerimanya. Misalnya mengatakan pada pegawainya bahwa pekerjaannya jelek, tanpa ada penjelesasan apanya yang jelek, mengapa dia menilai jelek dan sebagainya.

c. Deskriptif

Komunikasi yang efektif dapat dilakukan dengan lebih bersifat deskriptif dibandingkan dengan yang bersifat evaluatif. Ini berarti hendakanya memberikan penjelasan mengenai pelaksanaan pekerjaan, diceritakan kepada pegawai apa-apa yang telah dikerjakan dalam bahasa yang objektif, dan tidak dikemukan hal-hal yang


(32)

bersifat penilaian yang cenderung menggunakan dasar-dasar pertimbangan yang subjektif.

d. Kemanfaatan

Karakteristik ini meminta agar setiap komunikasi mengandung informasi yang dapat dipergunakan oleh pegawai untuk memperbaiki dan menyempurkan pekerjaannya dengan memberikan petunjuk atau latihan untuk menambah kecakapannya.

e. Tepat waktu

Komunikasi yang efektif jika terdapat pertimbangan-pertimbangan yang memperhitungkan faktor waktu yang tepat.

f. Kesiapan

Para pegawai hendaknya mempunyai kesiapan untuk menerima informasi tersebut. Dalam hal ini, setiap komunikasi hendaknya diperhitungkan apakah pegawai yang akan diberi informasi sudah siap atau belum.

g. Kejelasan

Komunikasi dapat dimengerti secara jelas oleh penerima. Suatu cara yang baik untuk mengetahui hal ini ialah membuktikan secara langsung dengan meminta kepada penerima untuk menyataan secara pokok-pokok apa yang telah dibicarakan bersama. Cara lain ialah dengan melihat ekspresi raut muka sebagai salah satu indikator adanya pengertian.

h. Validitas

Komunikasi hendaknya dapat dipercaya dan sah, memberikan informasi dengan benar dan tidak membiarkan pegawai memperbaiki kesalahan dengan informasi yang salah.


(33)

Dampak komunikasi efektif dalam organisasi dapat disimpulkan yakni (Pace & Faules, 2000):

a. Komunikasi meningkatkan motivasi karyawan dengan cara menginformasikan dan mengklarifikasi bawahan mengenai tugas yang harus dikerjakan, perilaku yang diharapkan dalam melakukan tugasnya, dan bagaimana memperbaiki performans bawahan.

b. Komunikasi merupakan sumber bagi anggota organisasi dalam proses pembuatan keputusan, membantu mengindentifikasi dan memperkirakan tindakan alternatif dalam pemecahan masalah.

c. Komunikasi dapat mengubah sikap individual. Individual yang diberikan

d. informasi memiliki sikap yang lebih baik dibandingkan dengan individual yang tidak mendapatkan informasi.

e. Komunikasi membantu dalam hal sosialisasi peraturan perusahaan.

f. Komunikasi dapat berperan dalam hal proses kontrol. Komunikasi mengontrol perilaku anggota organisasi dalam berbagai cara. Ada beberapa level hirarki dan peraturan yang harus diikuti oleh karyawan dalm organisasi. Karyawan harus mematuhi peraturan organisasi, menunjukan performa kerja yang efisien dan mengkomunikasi masalah yang dihadapi kepada atasannya. Oleh karena itu, komunikasi membantu dalam mengontrol fungsi manajemen.

A.7. Hambatan komunikasi

Hambatan atau gangguan merupakan sifat yang melekat pada komunikasi. Hambatan dapat menghalangi pengirim dalam mengirimkan pesan dan penerima dalam menerima pesan. Sehingga membuat pesan yang disampaikan pengirim

berbeda dengan pesan yang diterima di penerima (Curtis, Floyd& Winsor, 2005). Menurut Curtis, Floyd& Winsor ( 2005), jenis hambatan komunikasi adalah:


(34)

a) Hambatan fisik

Faktor fisik dari pengirim dapat menjadi hambatan dalam komunikasi. Misalnya gangguan kesehatan (suara serak), kecepatan bicara dan intonasi suara. Faktor fisik dari lingkungan juga dapat menjadi hambatan dalam komunikasi. Misalnya gangguan alat komunikasi, suara mobil atau pesawat yang lewat, dengungan komputer, suara genset, dll.

b) Hambatan psikologis

Faktor psikologis sering kali menjadi hambatan dalam komunikasi. Umumnya disebabkan oleh si pengirim. Sebelum berkomunikasi, tidak mengkaji/melihat kondisi si penerima. Komunikasi sulit untuk berhasil jika saat berlangsungnya komunikasi tersebut, penerima sedang sedih, bingung marah, kecewa, iri hati, dan kondisi psikologis lainnya; juga jika penerima menaruh prasangka kepada pengirim. Prasangka merupakan salah satu hambatan berat bagi kegiatan komunikasi, karena orang yang sudah berprasangka belum apa-apa sudah bersikap menentang pengirim. Apalagi kalau prasangka itu sudah berakar, seseorang tdk dapat lagi berpikir objektif, dan apa saja yang dilihat atau didengarnya selalu akan dinilai negatif.

c) Hambatan dalam proses komunikasi

1) Hambatan dari si pengirim, misalnya pesan yang akan disampaikan belum jelas bagi si pengirim itu sendiri. Hal ini sering dipengaruhi oleh perasaan atau situasi emosional dari si pengirim ketika mengirimkan pesan.

2) Hambatan dari si penerima, seperti kurangnya perhatian pada saat menerima atau mendengarkan pesan tanggapan yang keliru dan tidak mencari informasi lebih lanjut.


(35)

3) Hambatan dalam memberikan umpan balik. Umpan balik yang diberikan tidak apa adanya, tidak tepat waktu, tidak jelas, dan sebagainya.

d) Hambatan semantik

Menyangkut bahasa yang dipergunakan pengirim sebagai „alat‟ untuk

menyalurkan pikiran dan perasaannya kepada penerima. Seorang pengirim

harus benar-benar memperhatikan hambatan semantis ini, sebab salah ucap dapat menimbulkan salah pengertian yang pada akhirnya bisa menimbulkan salah komunikasi.

Seringkali pengirim salah ucap karena berbicara terlalu cepat sehingga ketika pikiran dan perasaan belum mantap terformulasikan, kata-kata sudah terlanjur dilontarkan. Hambatan semantis ini kadang-kadang disebabkan pula oleh aspek antropologis, yakni kata-kata yang sama bunyinya dan tulisannya, tetapi memiliki makna yang berbeda. Salah komunikasi adakalanya disebabkan oleh pemilihan kata yang tidak tepat dan kata-kata yang sifatnya konotatif.

D. Deskripsi Hotel X B.1. Sejarah

CV X merupakan suatu badan usaha yang bergerak di bidang perhotelan, dan memiliki hotel yang bernama Hotel X. Hotel X dibangun oleh abang adik yakni Bapak H dan D. Dalam proses pembangunan Hotel X yang dimulai pada tahun 2002, yang paling berperan penting ialah Bapak D karena dialah yang mencetuskan ide untuk membangun usaha perhotelan, dan mengatur pembangunan Hotel X. Pengaturan ini meliputi desain bangunan, desain kamar, desain perabotan, dan mencari tenaga kerja yang akan diperkerjakan di Hotel X. Sedangkan Bapak H sebagai penanam modal di Hotel X.


(36)

Hotel X terletak di jalan raya yang berdekatan dengan lokasi bersejarah dan pusat kota, bandara, dan biro perjalanan. Hotel X siap beroperasi pada tahun 2003. Pada tahun 2007, badan usaha CV. X berubah menjadi PT. SK. Perubahan ini seiring dengan pembangunan Hotel Grand X. Perubahan ini bertujuan agar Hotel X dan Hotel Grand X berada dalam satu payung badan usaha yakni PT.SK.

Setelah Hotel Grand X mulai beroperasi pada tahun 2007, terjadi beberapa perubahan. Salah satunya adalah terciptanya visi dan misi perusahaan. Visi dan misi Hotel X disamakan dengan Hotel Grand X sebagai berikut:

Visi : The best four star hotel in Medan

Misi:

a. Meraih keuntungan dan GOP (Gross Operating P rofit = Revenue - Cost) b. Meningkatkan hubungan dengan pelanggan/tamu.

c. Lingkungan yang bersih dan aman

d. Senyum dan bekomunikasi dengan pelanggan e. Membuat karyawan sebagai aset terpenting f. Strategi pemasaran yang fleksibel

g. Marawat peralatan hotel dan memaksimalkan kegunaan dari alat-alat yang ada. h. Mengelola arus uang dan biaya

i. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan karyawan j. Meningkatkan keuntungan dan fasilitas karyawan k. Menciptakan karyawan sebagai tenaga penjual di dalam

l. Menjadi kelompok yang terbaik/hebat, bukan orang yang terbaik/hebat m.Pemasaran horizontal dengan sistem komunal

n. Membangun pelayanan terbaik (Excellent Service) dengan sistem perhatian (Caring System).


(37)

o. Melatih seluruh anggota menerapkan Caring System Motto: Be happy with us

B.2. Komunikasi Atasan Bawahan di Hotel X

Hotel X melakukan perubahan organisasi dalam upaya beradaptasi dan mempertahankan pangsa pasarnya yakni perubahan badan usaha dari CV menjadi PT yang diikuti oleh pembangunan Hotel Grand X. Hal ini berdampak pada perubahan organisasi Hotel X yakni perubahan struktur organisasi dan perubahan cara sosialisasi kebijakan perusahaan.

Perubahan struktur menyebabkan General Manager dan semua manajer di Hotel X merangkap jabatan manajer di Hotel Grand X, dan berkantor di Hotel Grand X . Perubahan lainnya yaitu perubahan cara sosialisasi kebijakan perusahaan dari lisan menjadi tulisan yakni dengan pembagian memorandum. Selain itu, asisten manajer di Hotel X kurang mensosialisasikan perubahan kebijakan sistem kerja kepada bawahan sehingga mengganggu tugas operasional harian dan menimbulkan rasa ketidaknyamanan karyawan yang berbeda departemen, yang pada akhirnya menimbulkan kekecewaan karyawan terhadap manajemen. Karyawan juga tidak puas terhadap atasan langsungnya karena kurangnya umpan balik yang diberikan oleh atasan kepada bawahannya. Disamping itu, kurangnya koordinasi antara atasan dan bawahan menimbulkan gangguan dalam pelayanan terhadap tamu serta kuranngya kerjasama karyawan dalam mengikuti program HRD.

Berbagai indikasi masalah yang telah ditemukan dan dipaparkan diatas, mengindikasikan adanya permasalahan yang berkaitan dengan komunikasi dalam organisasi khususnya komunikasi atasan bawahan. Komunikasi yang terjalin antara atasan dan bawahan (komunikasi vertikal) memiliki peran penting dalam suatu


(38)

organisasi karena dua per tiga dari komunikasi yang dilakukan dalam organisasi berlangsung antara atasan dan bawahan (Stoner dan Freeman, 1994).

Menurut Irawati (2004), adanya hubungan komunikasi atasan-bawahan yang efektif dapat menciptakan suatu kondisi yang menyenangkan dalam organisasi yang kemudian berpengaruh terhadap kepercayaan dan kepuasan kerja karyawan yang pada akhirnya ikut menentukan kinerja karyawan dan motivasi karyawan (Irawati, 2004).


(39)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Penelitian kuantitatif deskriptif dimaksudkan untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum (Sugiyono, 2007). Selain itu, penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Poerwandari, 2005).

Masalah penelitian deskriptif adalah masalah penelitian yang hanya mempersoalkan satu variabel pada satu kelompok. Satu variabel yang dipersoalkan tidak dihubungkan dengan variabel yang lain. Kelompok yang diteliti juga tidak dibandingkan dengan kelompok lain dalam variabel (Purwanto, 2008).

Penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara sistematik dan akurat mengenai fakta dan karakteristik memgenai populasi atau bidang tertentu. Data yang dikumpulkan bersifat deskriptif sehingga tidak mencari penjelasan, menguji hipotesis maupun membuat prediksi (Azwar, 2004).

A.Penelitian Kuantitatif

A.1. Variabel penelitian dan definisi operasional

1. Variabel penelitian


(40)

2. Definisi operasional

Suatu definisi operasional merupakan spesifikasi kegiatan peneliti dalam mengukur suatu variabel atau memanipulasinya. Suatu definisi operasional merupakan semacam buku pegangan yang berisi petunjuk bagi peneliti. Definisi ini memberikan batasan atau arti suatu variabel dengan merinci hal yang harus dikerjakan oleh peneliti untuk mengukur variabel tersebut (Kerlinger, 2003).

Komunikasi atasan bawahan adalah informasi yang mengalir dari jabatan berotoritas lebih tinggi kepada mereka yang berotoritas lebih rendah dengan memperhatikan intensi, kekhususan, deskriptif, kemanfaatan, tepat waktu, kesiapan, kejelasan dan validitas dari informasi.

Tabel 3.1. Definisi operasional komunikasi atasan bawahan karyawan pada Hotel X No. Dimensi

komunikasi atasan bawahan

Definisi operasional

1 Intensi Komunikasi diarahkan secara langsung untuk mengarahkan pelaksanaan pekerjaan.

2 Kekhususan Komunikasi diarahkan untuk memberikan informasi yang spesifik.

3 Deskriptif Komunikasi menggunakan bahasa yang objektif, tanpa menggunakan pertimbangan yang subjektif.

4 Kemanfaatan Komunikasi mengandung informasi yang dapat dipergunakan oleh pegawai untuk memperbaiki pekerjaannya.


(41)

6 Kesiapan Komunikasi mempertimbangkan kesiapan pegawai untuk menerima informasi tersebut.

7 Kejelasan Pegawai menerima informasi yang diberikan oleh atasan dengan jelas dengan meminta umpan balik dari bawahan.

8 Validitas Komunikasi memberikan informasi yang benar.

A.2. Populasi dan sampel penelitian

Dalam penelitian, populasi yang dipakai merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan. Menurut Sugiyono (2007), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subjek yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti dan ditarik kesimpulannya. Pada penelitian ini, seluruh populasi penelitian dikenakan sebagai subjek penelitian yang berjumlah 68 orang karyawan pelaksana.

A.3. Instrumen penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan oleh peneliti dalam upaya mengumpulkan data penelitian yang diperlukan. Penelitian ini menggunakan alat ukur skala. Menurut Azwar (2004), skala adalah prosedur pengambilan data yang merupakan suatu alat ukur bagi aspek afektif yang merupakan konstruk atau konsep psikologis yang menggambarkan aspek individu. Adapun manfaat dan alasan penggunaan skala adalah:

a. Pernyataan disusun untuk memancing jawaban yang merupakan refleksi dari keadaan diri subjek sendiri yang tidak disadari.


(42)

c. Subjek tidak menyadari arah jawaban yang sesungguhnya diungkap dari pernyataan skala.

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada 8 dimensi komunikasi atasan bawahan berdasarkan teori yang dikemukan oleh Thoha (2005). Setiap dimensi ini akan diuraikan ke dalam sejumlah pernyataan. Aitemnya berbentuk pernyataan dengan pilihan. Variasi bentuk pilihan menunjukkan tingkat kesesuaian dengan responden. Dalam skala ini ada 5 pilihan respon yaitu SS (sangat setuju), S (setuju), N (Netral), TS (tidak setuju), STS (sangat tidak setuju). Setiap pilihan tersebut memiliki skor masing-masing tergantung dari jenis aitem, apakah favorabel atau unfavorabel. Jumlah item yang digunakan adalah sebanyak 64 (lima puluh) aitem. Dengan perincian penilaian sebagai berikut:

Tabel 3.2: Gambaran penilaian skala komunikasi atasan bawahan pada penelitian

BENTUK PERNYATAAN SKOR

1 2 3 4 5

Favourable STS TS N S SS

Unfavourable SS S N TS STS

Tabel 3.3. : Blue print distribusi aitem-aitem dalamskala komunikasi atasan bawahan sebelum uji coba

No. Dimensi Aitem Total

Favorable Unfavorable

1. Intensi 8,9,17,25,33,41,49, 57 - 8

2. Kekhusuan 2,10,42, 50 18, 26, 34, 58 8

3. Deskriptif 3,27,35, 11,19, 43,51, 59 8

4. Kemanfaatan 4,12,20,36,44,52 28, 60 8

5. Tepat waktu 5,21,29,37,45,53,61 13 8

6. Kesiapan 6, ,30,38,46, ,62 14,22, 54 8

7. Kejelasan 7,15,31,47,63 23,39,55 8

8. Validitas 1,24,32,40,48,64 16,56 8

Total 44 20 64

A.4. Validitas dan reliabilitas alat ukur


(43)

Dalam penelitian yang berkaitan dengan gejala-gejala sosial, validitas alat ukur sangat dibutuhkan. Hal ini disebabkan karena pengkuran gejala-gejala sosial membutuhkan alat pengukur yang adekuat agar dapat mengidentifikasi gejala-gejala yang diteliti (Hadi, 2000).

Validitas artinya adalah sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu alat ukur dikatakan mempunyai validitas tinggi apabila alat ukur tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau data yang dihasilkan relevan dengan tujuan pengukurannya (Azwar, 2000).

Dalam penelitian ini digunakan 2 (dua) jenis validitas yaitu validitas tampang dan validitas isi. Validitas tampang adalah bagaimana kesan pertama yang muncul ketika melihat sebuah alat ukur. Sedangkan validitas isi adalah sejauhmana aitem-aitem yang ada dalam alat ukur sesuai dengan variabel yang akan diukur (Hadi, 2000).

Validitas isi diusahakan dengan cara berkonsultasi dengan pihak lain yang lebih mengerti tentang pembuatan alat ukur dan variabel yang akan diukur. Untuk itu peneliti berkonsultasi dengan pembimbing psikologi industri dan organisasi. Bimbingan itu meliputi apakah alat ukur sudah bisa diuji cobakan dan kemudian digunakan dalam penelitian dan apakah aitem-aitem yang ada dalam alat ukur itu relevan dengan tujuan pengukuran.

2. Reliabilitas alat ukur

Reliabilitas alat ukur adalah untuk mencari dan mengetahui sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya apabila dalam beberapa pelaksanaan pengukuran terhadap sekelompok subjek yang sama, diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah (Azwar, 2003).


(44)

Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi internal yang mana prosedurnya hanya memerlukan satu kali penggunaan tes kepada sekelompok individu sebagai subjek. Pendekatan ini dipandang ekonomis, praktis, dan berefisiensi tinggi (Azwar, 2003). Teknik yang digunakan untuk menguji reliabilitas alat ukur adalah dengan menggunakan koefisien Alpha Cronbach (Azwar, 2003).

3. Daya beda aitem

Daya beda suatu alat ukur dalam penelitian sangat diperlukan karena melalui daya beda aitem dapat diketahui seberapa cermat suatu alat ukur melakukan fungsinya. Daya beda aitem dilakukan untuk mengukur konsistensi internal tiap-tiap aitem pada skala dengan mengkorelasikan skor aitem dengan skor total. Azwar (2003) mengatakan bahwa daya beda aitem adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur melakukan fungsi ukurnya. Pernyataan-pernyataan pada skala diuji daya bedanya dengan menggunakan P earson Product Moment (Azwar, 2003).

A.5. Hasil uji coba alat ukur

Uji coba skala efektifitas komunikasi atasan-bawahan pada karyawan dilakukan terhadap 87 orang di Hotel Grand Antares Indonesia. Untuk melihat daya diskriminasi aitem, dilakukan analisa uji coba dengan menggunakan aplikasi komputer SPSS versi 15.0 for windows dengan interval kepercayaan 95 %. Menurut Azwar (2003), semua aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0.275, daya pembedanya dianggap memuaskan. Semakin tinggi koefisien korelasi, maka aitem tersebut semakin baik. Jumlah aitem yang diuji cobakan adalah 64 aitem dan diperoleh 32 aitem yang sahih dan 32 aitem yang gugur. 32 aitem sahih pada skala yang akan digunakan dalam


(45)

penelitian, memiliki koefisien korelasi yang berkisar antara rxx = 0. 276 sampai dengan

rxx = 0.601 dan reliabilitas sebesar 0.901.

Sebelum skala penelitian digunakan, terlebih dahulu item yang telah memenuhi validitas dan reliabilitas disusun kembali. Sehingga penyebaran item setelah dilakukan penyusunan kembali dapat dilihat pada tabel 3.4:

Tabel 3.4: Blue Print Distribusi aitem-aitem dalamskala komunikasi atasan bawahan setelah uji coba

No. Dimensi Aitem Total

Favorable Unfavorable

1. Intensi 1,9,17 - 3

2. Kekhusuan 2 10,18 3

3. Deskriptif - 3.11,19 3

4. Kemanfaatan 4,12,20 - 3

5. Tepat waktu 13,21 5 3

6. Kesiapan 6,22 14 3

7. Kejelasan 23 7,15 3

8. Validitas 16,24 8 3

Total 14 10 24

A.6. Metode analisis

Analisis data menggunakan statistik deskriptif dengan bantuan SPSS 15.0 for windows. Analisis bertujuan untuk memberikan deskripsi mengenai subjek penelitian berdasarkan data dari variabel yang diperoleh dari kelompok subjek yang diteliti. Penyajian hasil deskripsi biasanya berupa frekuensi dan persentase serta berbagai bentuk grafik, chart pada data yang bersifat kategorikal dan berupa statistik kelompok (Azwar, 2004).

Dari statsitik deskriptif diperoleh mean, median dan standard deviasi melalui bantuan SPSS 15.0 for window yang kemudian digunakan untuk menentukan klasifikasi komunikasi atasan bawahan.

Klasifikasi nilai komunikasi atasan bawahan berdasarkan nilai mean dan standar deviasi yaitu:


(46)

Tabel 3.5. Kategorisasi norma gambaran komunikasi atasan bawahan karyawan Hotel X.

Variabel Rentang Nilai Kategorisasi

Komunikasi atasan bawahan karyawan pada

Hotel X.

X<(µ-1,0σ) Rendah

(µ-1,0σ)≤X<(µ+1,0σ) Sedang

X≥(µ+1,0σ) Tinggi

B.Penelitian Kualitatif B.1. Variabel yang diamati

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah variabel efektifitas komunikasi atasan bawahan yang terdiri dari 7 dimensi yakni intensi, kekhususan, deskriptif, kemanfaatan, tepat waktu, kesiapan, kejelasan, dan validitas.

B.2. Subjek penelitian

Dalam penelitian kualitatif, tidak ada aturan pasti dalam jumlah partisipan penelitian yang harus diambil. Jumlah partisipan penelitian sangat tergantung pada apa yang ingin diketahui penulis, tujuan penelitian, konteks saat itu, apa yang dianggap bermanfaat dan dapat dilakukan dengan waktu dan juga sumber daya yang tersedia (Poerwandari, 2005). Partisipan dalam penelitian berjumlah 4 orang yaitu ASM food and beverage product , staf food and beverage product, asisten manajer tata graha dan staf tata graha untuk menggali mengenai efektifitas komunikasi atasan bawahan.

B.3. Instrumen penelitian

Instrumen penelitian ini adalah metode wawancara. MenurutPoerwandari (2005), dalam metode wawancara, hal yang terpenting dari penelitian ini adalah penulis sendiri. Agar pengumpulan data dapat dilakukan secara efekti, peneliti membutuhkan alat bantu yaitu berupa alat perekam dan pedoman wawancara. Pedoman wawancara yang telah disusun berdasarkan literatur adalah sebagai berikut:

Tabel 3.6: Pedoman wawancara

Dimensi Pertanyaan

Intensi Bagaimana cara atasan anda mengarahkan anda dalam melaksankan tugas?


(47)

Apa saja yang dikomunikasikan atasan anda kepada anda?

Kekhususan Apa yang atasan lakukan jika anda melakukan kesalahan dalam pelaksanaan tugas?

Apa yang atasan anda sampaikan ketika menilai pekerjaan anda? Bagaimana cara penyampaiannya?

Deskriptif Bagaimana atasan anda menyampaikan hasil penilaiannya terhadap anda?

Menurut anda, apa yang menjadi dasar penilaian kerja anda oleh atasan?

Kemanfaatan Umpan balik yang diberikan oleh atasan, apakah memiliki manfaat untuk meningkatkan kinerja anda selanjutnya?

Tepat waktu Apakah atasan memberikan masukan/umpan balik sesegera mungkin setelah anda melakukan kesalahan?

Kesiapan Ketika kondisi event sedang ramai, apakah atasan sering memberikan tugas tambahan?

Kejelasan Bagaimana cara atasan anda memastikan bawah anda telah menerima informasi yang telah ia berikan?

Bagaimana atasan anda menanggapi masukan yang diberikan dari anda?

Validitas Bagaimana cara atasan untuk untuk memastikan bahwa anda telah melakukan pekerjaan sesuai dengan instrusinya?

B.4. Metode analisis

Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode analisis kualitatif. Data yang diperoleh dalam penelitian berupa data berbentuk narasi, deskriptif, cerita atau data yang berbentuk non angka. Dalam penelitian kualitatif, kewajiban peneliti untuk mengorganisasikan data dengan rapi, sistematis dan selengkap mungkin. Langkah yang dilakukan adalah membubuhkan kode-kode pada materi yang diperoleh dengan terebih dahulu melakukan proses:

a. Organisasi data

Data yang diperoleh dalam penelitian berupa data berbentuk narasi, deskripsi, cerita atau data yang berbentuk non angka. Dengan data kualitatif yang sangat banyak dan beragam, menjadi kewajiban penelti untuk mengorganisasikan data dengan rapi, sistematis dan selengkap mungkin (Poerwandari, 2005). Setelah itu data dianalisis dengan melibatkan konsep-konsep yang muncul dari jawaban atau kata-kata partisipasi


(1)

S36 3 1 2 2 2 1 1 1 3 1 1 1 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2

S37 4 3 2 3 2 3 3 3 3 3 2 3 1 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3

S38 3 4 1 1 2 2 2 2 3 3 4 3 3 3 2 1 2 3 3 2 2 2 2 2

S39 3 2 3 1 3 2 3 1 1 2 2 1 1 1 1 2 2 3 2 3 1 3 2 1

S40 2 3 3 3 3 3 1 2 3 1 1 3 2 2 2 2 3 3 3 2 4 3 2 2

S41 3 2 3 3 2 3 3 2 2 2 1 2 3 1 3 2 2 3 3 3 2 3 2 3

S42 4 2 2 1 3 1 2 4 4 2 3 1 2 1 1 2 4 2 4 4 2 3 1 2

S43 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 1 2 3 1 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3

S44 2 2 3 2 2 3 2 4 2 1 2 2 2 3 4 2 2 2 2 2 3 3 2 3

S45 3 2 3 3 3 2 3 2 3 2 2 2 3 2 3 3 3 2 2 2 3 1 1 3

S46 3 1 1 3 3 3 1 1 3 3 1 1 3 3 3 3 3 2 2 2 3 3 3 3

S47 3 3 3 3 4 3 3 3 1 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 4 2 4 3 3

S48 4 4 3 2 3 2 1 2 4 2 3 2 2 2 2 3 4 3 3 4 1 2 4 3

S49 3 1 2 2 2 1 1 1 2 1 1 1 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2

S50 4 3 2 3 2 3 3 3 3 3 2 3 1 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3

S51 3 1 1 3 3 3 1 1 3 3 1 1 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 2 2

S52 4 4 3 2 3 2 1 2 4 2 3 2 2 2 2 3 4 3 3 4 1 2 4 3

S53 3 1 2 2 2 1 1 1 2 1 1 1 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2

S54 4 3 2 3 2 3 3 3 3 3 2 3 1 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3

S55 2 2 3 1 3 2 3 1 1 2 2 1 1 1 1 2 2 4 2 3 1 3 2 1

S56 2 3 3 3 3 3 1 2 2 1 1 3 2 2 2 2 2 3 3 2 3 3 3 2

S57 3 4 3 3 3 3 3 2 3 2 4 2 3 2 2 2 3 3 4 3 2 3 4 3

S58 3 2 2 3 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 3 2 2 2 2

S59 3 2 3 3 3 3 2 1 2 1 1 2 3 1 1 2 2 3 2 3 1 3 2 3

S60 2 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 1 1 2 2 3 2 2

S61 4 2 4 3 2 2 1 1 4 2 1 2 4 1 2 2 3 1 1 2 2 3 4 2

S62 3 3 1 3 2 3 3 3 3 2 3 3 2 3 2 2 2 2 2 3 3 2 1 2

S63 3 3 3 3 3 3 3 1 4 2 4 3 2 4 1 4 2 2 4 1 1 4 3 3

S64 3 3 3 3 3 3 3 1 4 2 4 3 2 3 1 3 2 2 4 1 1 4 3 3

S65 4 3 3 3 2 3 1 3 3 1 3 2 3 1 2 3 2 3 1 2 1 3 3 3

S66 2 2 2 3 3 2 1 3 3 1 2 4 4 2 1 1 2 2 1 2 1 2 3 4

S67 3 3 3 3 4 3 3 4 4 4 2 3 2 4 2 2 4 4 4 4 4 3 4 3


(2)

LAMPIRAN F:


(3)

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

KomunikasiAtasanBawahan

68 40,00 91,00 60,7941 11,22704

Valid N (listwise) 68

KomunikasiAtasanBawahan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 40,00 2 2,9 2,9 2,9

41,00 2 2,9 2,9 5,9

43,00 1 1,5 1,5 7,4

46,00 2 2,9 2,9 10,3

50,00 1 1,5 1,5 11,8

51,00 1 1,5 1,5 13,2

52,00 2 2,9 2,9 16,2

53,00 2 2,9 2,9 19,1

54,00 2 2,9 2,9 22,1

55,00 3 4,4 4,4 26,5

56,00 6 8,8 8,8 35,3

57,00 9 13,2 13,2 48,5

58,00 6 8,8 8,8 57,4

59,00 1 1,5 1,5 58,8

63,00 1 1,5 1,5 60,3

64,00 4 5,9 5,9 66,2

65,00 2 2,9 2,9 69,1

66,00 5 7,4 7,4 76,5

67,00 3 4,4 4,4 80,9

69,00 3 4,4 4,4 85,3

70,00 1 1,5 1,5 86,8

71,00 1 1,5 1,5 88,2

78,00 1 1,5 1,5 89,7

79,00 1 1,5 1,5 91,2

80,00 1 1,5 1,5 92,6

82,00 1 1,5 1,5 94,1

85,00 1 1,5 1,5 95,6

86,00 1 1,5 1,5 97,1

88,00 1 1,5 1,5 98,5

91,00 1 1,5 1,5 100,0


(4)

Hasil Komunikasi Atasan Bawahan Berdasarkan Dimensi

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

DimensiIntensi 68 5,00 12,00 8,3088 1,83056

DimensiKekehususan 68 3,00 12,00 7,4853 2,02590

DimensiDeskriptif 68 4,00 11,00 7,6618 1,81709

DimensiKemanfaatan 68 5,00 11,00 7,6471 1,58128

DimensiTepatWaktu 68 5,00 12,00 7,5735 1,70439

DimensiKesiapan 68 4,00 12,00 7,4265 1,84727

DimensiKejelasan 68 4,00 12,00 7,2206 1,86760

DimensiValiditas 68 4,00 12,00 7,4706 1,91981

Valid N (listwise) 68

DimensiIntensi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 5,00 3 4,4 4,4 4,4

6,00 9 13,2 13,2 17,6

7,00 11 16,2 16,2 33,8

8,00 16 23,5 23,5 57,4

9,00 13 19,1 19,1 76,5

10,00 7 10,3 10,3 86,8

11,00 4 5,9 5,9 92,6

12,00 5 7,4 7,4 100,0

Total 68 100,0 100,0

DimensiKekehususan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 3,00 3 4,4 4,4 4,4

4,00 1 1,5 1,5 5,9

5,00 5 7,4 7,4 13,2

6,00 12 17,6 17,6 30,9

7,00 17 25,0 25,0 55,9

8,00 6 8,8 8,8 64,7

9,00 15 22,1 22,1 86,8

10,00 5 7,4 7,4 94,1

11,00 1 1,5 1,5 95,6

12,00 3 4,4 4,4 100,0


(5)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 4,00 1 1,5 1,5 1,5

5,00 7 10,3 10,3 11,8

6,00 8 11,8 11,8 23,5

7,00 23 33,8 33,8 57,4

8,00 7 10,3 10,3 67,6

9,00 11 16,2 16,2 83,8

10,00 3 4,4 4,4 88,2

11,00 8 11,8 11,8 100,0

Total 68 100,0 100,0

DimensiKemanfaatan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 5,00 9 13,2 13,2 13,2

6,00 7 10,3 10,3 23,5

7,00 12 17,6 17,6 41,2

8,00 21 30,9 30,9 72,1

9,00 12 17,6 17,6 89,7

10,00 4 5,9 5,9 95,6

11,00 3 4,4 4,4 100,0

Total 68 100,0 100,0

DimensiTepatWaktu

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 5,00 5 7,4 7,4 7,4

6,00 16 23,5 23,5 30,9

7,00 16 23,5 23,5 54,4

8,00 12 17,6 17,6 72,1

9,00 11 16,2 16,2 88,2

10,00 3 4,4 4,4 92,6

11,00 3 4,4 4,4 97,1

12,00 2 2,9 2,9 100,0


(6)

DimensiKesiapan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 4,00 4 5,9 5,9 5,9

5,00 4 5,9 5,9 11,8

6,00 14 20,6 20,6 32,4

7,00 15 22,1 22,1 54,4

8,00 14 20,6 20,6 75,0

9,00 9 13,2 13,2 88,2

10,00 3 4,4 4,4 92,6

11,00 3 4,4 4,4 97,1

12,00 2 2,9 2,9 100,0

Total 68 100,0 100,0

DimensiKejelasan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 4,00 2 2,9 2,9 2,9

5,00 10 14,7 14,7 17,6

6,00 14 20,6 20,6 38,2

7,00 16 23,5 23,5 61,8

8,00 12 17,6 17,6 79,4

9,00 7 10,3 10,3 89,7

10,00 2 2,9 2,9 92,6

11,00 2 2,9 2,9 95,6

12,00 3 4,4 4,4 100,0

Total 68 100,0 100,0

DimensiValiditas

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 4,00 3 4,4 4,4 4,4

5,00 9 13,2 13,2 17,6

6,00 13 19,1 19,1 36,8

7,00 7 10,3 10,3 47,1

8,00 15 22,1 22,1 69,1

9,00 11 16,2 16,2 85,3

10,00 6 8,8 8,8 94,1

11,00 3 4,4 4,4 98,5

12,00 1 1,5 1,5 100,0