Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Jakarta adalah salah satu kota metropolitan yang menjadi pusat pemerintahan Indonesia. Perkembangan Jakarta telah menjadikan kemegahan, dan kemewahan kota. Banyak penduduk dari luar Jakarta yang melirik dan berminat untuk datang dan singgah di kota Jakarta, mereka menilai Jakarta adalah tempat yang cocok untuk memulihkan dan meningkatkaan taraf hidup yang sejahtera, maka tidak heran apabila kita melihat banyak diantara meraka yang berhasil dalam meraih kesuksesan dan tidak sedikit pula bagi mereka yang menderita. Seiring bertambahnya jumlah penduduk dan angka kelahiran membuat ibukota Indonesia menjadi padat, penataan kota pun menjadi kacau. Hal ini terlihat dari banyaknya pemukiman-pemukiman liar yang tidak jelas keberadaannya. Jumlah lapangan kerja pun tampaknya tidak dapat menampung jumlah penduduk yang terus bertambah, sehingga banyak menimbulkan permasalahan sosial diantara penduduk, baik laki-laki maupun perempuan, salah satunya yaitu masalah prostitusi. Prostitusi merupakan tindak kejahatan yang dilakukan oleh wanita dalam memenuhi kebutuhan ekonominya yaitu dengan cara melakukan hubungan badan di luar pernikahan dengan meminta imbalan. Sampai saat ini prostitusi makin merajalela karena mereka dapat melakukannya di berbagai tempat, seperti di diskotek, kost- 1 kostan, rumah kontrakan, hotel bahkan di dalam mobil mereka pun dapat melakukanya, mereka ini dikenal dengan sebutan Wanita Tuna Susila WTS. Prostitusi termasuk dalam suatu penyakit masyarakat karena banyak wanita melakukan perbuatan asusila sebagai mata pencaharian yaitu menerima bayaran terhadap layanan hubungan badan yang diberikan kepada langganannya. 1 Soerjono Soekanto mendefinisikan “Wanita Tuna Susila adalah suatu pekerjaan bersifat menyerahkan diri kepada umum untuk melakukan perbuatan seksual untuk mendapatkan upah”. 2 Sedangkan menurut Kartini Kartono wanita tuna susila adalah “bentuk penyimpangan dan tindak terintegrasi dalam bentuk pelampiasan nafsu, tanpa kendali dengan banyak orang pramiskuitas diserta, eksploitasi dan komersialisasi seks yang impersonal tanpa afeksi sifatnya. Tuna Susila juga diartikan sebagai salah tingkah, tindak susila, atau gagal dalam menyesuaikan diri terhadap norma-norma susila”. 3 Atas dasar pemahaman di atas, sesuai surat keputusan Gubernur Kepala Daerah khusus Ibukota Jakarta No. 36222001, maka pemerintah propinsi DKI Jakarta melalui Dinas Bina Mental Spiritual dan Kesejahteraan Sosial membangun dan mengoperasionalkan Panti Sosial Bina Karya Wanita Harapan Mulia Kedoya yang menyelenggarakan pelayanan resosialisasi bagi 1 Kartini Kartono, Patologi Sosial Jakarta: Raja Grafinso Persada, 2001, h. 23. 2 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT Grafinso Persada, 1993, h. 417. 3 Ibid.,Kartono, Patologi Sosial Jakarta: CV Rajawali Pers, Edisi I, Cet ke-4, h. 177. wanita tuna susila hasil penertiban sebagai upaya pemulihan harkat, martabat, kepercayaan, dan harga diri wanita tuna susila sehingga diharapkan dapat kembali menjadi warga masyarakat yang hidup secara layak, manusiawi, normatif, produktif dan mandiri. Panti sosial adalah unit pelaksanaan teknis di lingkunan Departemen Sosial yang memberi pelayanan kesejahteraan sosial yang berada di bawah tanggung jawab langsung Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial KEPMEN 22 Huk 95 tanggal 22 april 95. Ada pun tugas Panti Sosial adalah “memberikan pelayanan dan bantuan sosilal bagi wanita tuna susila sesuai dengan peraturan perundang-udangan yang berlaku. Dalam menyelenggarakan tugas, Panti Sosial mempunyai fungsi, yaitu: observasi, konsultasi, penampungan, pembinaan agama, fisik dan mental, bimbingan sosial dan keterampilan kerja”. 4 Pembinaan agama dakwah adalah salah satu cara yang di terapkan oleh Panti Sosial dalam menanggulangi masalah terhadap para wanita tuna susila. Dakwah adalah seruan serta ajakan terhadap kebaikan yang di lakukan oleh seseorang terhadap orang lain baik individu maupun kelompok. Adapun dakwah menurut M. Quraisy Shihab adalah seruan atau ajakan kepada keinsafan atau merubah suatu situasi kepada situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat. Perwujudan dakwah 4 Departemen Sosial Republuik Indonesia Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, “Data dan Informasi Panti Sosial Karya Wanita Mula Jaya” Pasar Rebo Jaktim, 2002, h. 1. bukan sekedar usaha peningkatan pemahaman keagamaan dalam tingkah laku saja, tetapi juga menuju sasaran yang lebih luas. 5 Pembinaan dakwah yang dilakukan oleh Panti Sosial terhadap wanita tuna susila yaitu dengan berbagai macam metode, diantaranya yaitu metode ceramah, diskusi, tanya jawab, percakapan antar pribadi, dan peragaan. Berdasarkan uraian di atas penulis membahas penelitian tentang “Aktivitas Dakwah Dalam Pembinaan Wanita Tuna Susila di Panti Sosial Bina Karya Wanita Harapan Mulya Kedoya Jakarta Barat”. Dengan demikian eksistensi dakwah di Panti Sosial Bina Karya Wanita Harapan Mulia mampu mengantisipasi serta menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi oleh para Wanita Tuna Susila WTS.

A. Pembatasan dan Perumusan Masalah