Metode bimbingan mental spritual terhadap penyandang masalah tuna susila di panti sosial karyawan wanita (PSKW) mulya jaya Jakarta
DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA
(PSKW) MULYA JAYA
JAKARTA
SKRIPSIDiajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Sebagai Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Disusun Oleh: RIANA AMELIA NIM: 107052002746
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI UIN
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H. /2011 M.
(2)
DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA
(PSKW) MULYA JAYA
JAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Sebagai Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh : RIANA AMELIA NIM: 107052002746
Dibawah Bimbingan
Dra. Hj. Elidar Husein, MA NIP. 194511251971062001
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI UIN
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H. /2011 M.
(3)
Skripsi yang berjudul METODE BIMBINGAN MENTAL SPIRITUAL TERHADAP PENYANDANG MASALAH TUNA SUSILA DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA PSKW MULYA JAYA JAKARTA. Telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari senin, 13 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Program Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) pada Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam.
Ciputat, 13 Juni 2011 Sidang Munaqosyah
Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota
Drs. H. Mahmud Jalal, M.A Drs. Sugiharto, MA
NIP. 195204221981031002 NIP.196608061996031001 Anggota,
Penguji I Penguji II
Dra. Hj. Asriati Jamil, M. Hum Dra. Rini Laili Prihatini, M. Si
NIP. 196104221990032001 NIP.196906071995032003
Pembimbing
Dra. Hj. Elidar Husein, MA
(4)
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) di Universitas Islam Negeri Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya, atau merupakan plagiat dari karya ilmiah orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 13 Juni 2011
Riana Amelia 107052002746
(5)
i
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahi rabbil’alamin, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan kasih sayang-Nya kita dapat menikmati indahnya kehidupan di dunia ini, dan semoga kasih sayang-Nya tetap menyertai kita di kehidupan mendatang amin. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada baginda Rasulullah SAW, sebagai sauri tauladan kita menuju jalan yang Allah ridhoi.
Penulis sepenuhnya menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kategori sempurna, sekalipun penulis telah berusaha untuk melakukan yang terbaik, namun pasti masih ada kekurangan dan kelemahan baik dari segi isi atau teknik penyusunannya. Dengan demikian, penulis membuka diri untuk menerima masukan dan kritik yang konstruktif demi perbaikan skripsi dan diri penulis sendiri sebagai bahan evaluasi dan introspeksi diri sekarang dan dimasa yang akan datang.
Sejujurnya penulis akui, bahwa ketika akan menentukan tema skripsi ini penulis sempat mengalami kebingungan, harus menambil tema apa, dan lokasinya dimana/ lembaga yang akan diteliti. Selanjutnya jawaban itu terungkap dengan berusaha banyak membaca skripsi-skripsi dan sumber-sumber lainnya. Kemudian, pada tahap penyusunan terus melanda, sebab harus terjadi pergantian-pergantian fokus penelitian. Pergantian-pergantian tersebut karena kendala-kendala yang ada di lapangan terutama pada program yang akan penulis angkat. Dengan banyak
(6)
bertanya pada banyak dosen terutama pada pembimbing untuk mendapatkan masukan, maka akhirnya penulis mendapat solusi.
Berkat keridhoan Allah SWT sematalah akhirnya penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Serta tak lupa penulis menyampaikan ungkapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, motivasi arahan, konstribusi terhadap penyusunan karya ilmiah ini.
Dengan segala kerendahan dan ketulusan hati penulis menyampaikan terima kasih kepada;
1. Drs. Arief Subhan, MA. Selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si. Selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Drs. Sugiharto, MA. Selaku Sekretaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Dra. Hj. Elidar Husein, MA. Sebagai Dosen Pembimbing yang dengan sabar membimbing penulis dan memberi masukan-masukan yang sangat berarti dan bermanfaat, yang mana telah meluangkan waktunya untuk membimbing saya dirumah beliau, serta delalu memberikan motivasi yang tinggi kepada penulis sehingga dapat terselesaikan skripsi ini.
5. Drs. M. Luthfi, MA. Sebagai Dosen Penasehat Akademik, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Isla UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
(7)
6. Hj. Asriati Jamil, M. Hum, Dra. Rini Laili Prihatini, M. Si, Drs. H. Mahmud Jalal, MA, selaku ketua dan penguji 1 dan penguji 2 dalam sidang munaqosyah.
7. Keluarga tercinta di Jakarta-Pamulang, mamah dan bapak atas support dan doa beliau yang telah mendukung secara materi maupun non materi, yang tidak henti-hentinya kalian mencari nafkah siang malam untuk kelancaran kuliah, serta doa siang malam yang tiada henti untuk anakmu ini, sehingga akhirnya ananda dapat menyelesaikan karya ilmiah pada semester akhir ini. Tiada kata yang pantas ananda ucapkan pada kalian kedua orang tuaku selain ucapan terima kasih banyak, karena kasih sayang kalian kepada ananda yang tidak akan pernah dibalas meskipun dengan materi.
8. Drs. Abdul Rahman, S.Sos.I. Sebagai pembimbing penulis di PSKW Mulya Jaya Jakarta, yang bersedia ditemui kapan saja, meluangkan waktunya untuk membimbing penulis, serta bersedia di wawancarai. 9. Achmad Afandy, S.Sos.I selaku penyuluh agama islam di PSKW Mulya
Jaya Jakarta, yang sedia di wawancarai dan meluangkan waktunya.
10.Ibu Narojah selaku pengasuh WTS/Traficking di PSKW Mulya Jaya Jakarta, yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk di wawancarai. 11.Ibu Sri Gantini selaku Ketua Seksi Rehsos di PSKW Mulya Jaya Jakarta,
yang mana telah mengizinkan saya untuk meneliti dan memberikan disposisi sebelum meneliti.
12.Bambang Sulistiono, S. ST, Seksi PAS (Prog. Advokasi Sosial), di PSKW Mulya Jaya Jakarta.
(8)
13.Drs. Susanto Asbudi, Koordinator PEKSOS (pekerja sosial), di PSKW Mulya Jaya Jakarta.
14.Mbak M, N.I, LH, N, E.RN. Sebagai anggota bimbingan mental spiritual yang bersedia meluangkan waktunya untuk di wawancarai.
15.Kepada teman-temanku satu angkatan di BPI 8 angkatan 2007, teman seperjuangan yang telah bersama-sama mengajukan judul, dan saling memberi masukan.
16.Kepada Dinnur Mustika yang selalu memberikan motivasi dan semangat untuk rajin ke PSKW untuk penelitian karya ilmiah ini agar cepat terselesaikan, dan selalu mengingatkan ketika saya malas agar tetap semangat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini, makasih untuk semua dukungan dan doa’nya.
Serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan namanya, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga kebaikan kalian diridhoi Allah dan mendapat pahala dari-Nya.
Sebagai kata terakhir, penulis hanya dapat berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan juga bagi para pembaca pada umumnya. Sekali lagi penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis, semoga apa yang telah diberikan menjadi amal shaleh disisi Allah SWT. Amiiin.
Jakarta, 13 Juni 2011 Penulis,
(9)
v
LEMBAR PERNYATAAN
KATA PENGANTAR………. i
DAFTAR ISI……… v
BAB I PENDAHULUAN……….. 1
A. Latar Belakang Masalah ……….. 1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah……….. 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………. 7
D. Tinjauan Pustaka……….. 8
E. Sistematika Penulisan………... 12
BAB II ANALISA METODE BIMBINGAN MENTAL SPIRITUAL BAGI PENYANDANG MASALAH TUNA SUSILA… 14
A. Pengertian Metode Bimbingan 1. Pengertian Metode………. 14
2. Pengertian Bimbingan….………... 15
B. Pengertian Mental Spiritual 1. Pengertian Mental……….. 21
2. Pengertian Spiritual……… 31
C. Penyandang Masalah Tuna Susila 1. Pengertian Tuna Susila………... 34
2. Penyebab Timbulnya Pelacuran………. 35
3. Akibat Pelacuran………. 37
4. Penanggulangan Pelacuran Atau Prostitusi…… 38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN………... 41
A. 1. Lokasi……….….. 41
A. 2. Waktu Penelitian……….. ………... 41
B. 1. Subjek Penelitian……….. 42
B. 2. Objek Penelitian……….... 42
C. 1. Model Penelitian………... 43
(10)
E. 1. Sumber Data………. 47
F. 1. Fokus Amatan Penelitian……….. 48
G. 1. Teknik Pemilihan Informan………. 55
H. 1. Asumsi Peneliti……… 57
I. Teknik Analisa Data……….. 59
J. Teknik Pemeriksaan Data……….. 60
BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN……… 62
A. Gambaran Umum Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta……….. 62
B. Analisa Hasil Temuan……….. 76
BAB V PENUTUP……….. 98
A. Kesimpulan………... 98
B. Saran-Saran………... 102
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR TABEL Struktur Organisasi PSKW ……… 64
Pengelola Panti ……….. 73
(11)
1
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Berlangsungnya perubahan sosial yang serba cepat dan perkembangan yang tidak sama dalam kebudayaan, mengakibatkan ketidakmampuan banyak individu untuk menyesuaikan diri, mengakibatkan timbulnya disharmoni, konflik-konflik eksternal dan internal, juga disorganisasi dalam masyarakat dan dalam diri pribadi. Peristiwa-peristiwa tersebut di atas memudahkan individu menggunakan pola-pola responsi/reaksi yang inkonvensional atau menyimpang dari pola-pola umum yang berlaku. Dalam hal ini ada pola pelacuran, untuk mempertahankan hidup ditengah-tengah hiruk-pikuk alam pembangunan, khususnya di Indonesia.1
Masalah prostitusi/pelacuran atau tuna susila yang hidup, tumbuh dan berkembang di masyarakat merupakan masalah yang sangat kompleks dan rumit serta tidak dapat hilang dari permasalahan hidup manusia. Pelacur (Wanita Tuna Susila) kadang diistilahkan sebagai Wanita Penjajak Seks dan akhir-akhir ini lebih popular dengan istilah Pekerja Seks Komersial (PSK).2
Kendala utama yang dihadapi dalam penanganan WTS adalah pendidikan mereka yang umumnya rendah, tidak memiliki keterampilan, keinginan mendapat uang dengan cara mudah3. Maraknya eksploitasi wanita,
1
Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid 1, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada) 2005. h. 242
2
Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I, diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011.
3
Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I, diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011.
(12)
rendahnya kontrol sosial pada sebagian masyarakat, sehingga menambah kompleksnya tantangan yang harus dihadapi oleh petugas di lapangan. Masalah pelacuran atau masalah tuna susila yang hidup dan berkembang di masyarakat ini merupakan masalah nasional yang menghambat lajunya pelaksanaan pembangunan karena:
a. Tindakan Tuna Susila merupakan hal yang bertentangan dengan nilai-nilai sosial budaya masyarakat, norma-norma serta kaidah agama dan kesusilaan serta merendahkan harga diri atau martabat bangsa Indonesia.
b. Mempengaruhi sendi-sendi kehidupan dan penghidupan masyarakat, baik dari aspek ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, ketertiban dan keamanan.
c. Masalah tersebut cenderung terus meningkat serta sering kali terjadi penyimpangan di dalam kegiatan dan kehidupan masyarakat.
d. Pengaruh negatif yang diakibatkan masalah ketunasusilaan ini sangat membahayakan kehidupan generasi muda serta sumber daya manusia sebagai harapan bangsa.4
Berdasarkan hal itu, masalah tuna susila merupakan masalah yang kompleks dan multidimensional, sehingga memerlukan penanganan secara komprehensif, terpadu dan berkesinambungan, atas dasar kerjasama berbagai disiplin ilmu dan profesi, seperti pekerjaan sosial, dokter, psikolog, guru serta profesi lainnya. Selain itu kerjasama antar instansi terkait baik pemerintah
4
Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I, diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011.
(13)
maupun swasta di tingkat pusat maupun daerah, dengan ditunjang oleh organisasi sosial masyarakat. Dalam perkembangan pembangunan kesejahteraan sosial menunjukan bahwa kesadaran dan tanggung jawab sosial sebagian masyarakat mulai timbul, sehingga keinginan untuk berperan serta menangani masalah kesejahteraan sosial termasuk penanganan WTS mulai tumbuh dan berkembang melalui berbagai usaha kesejahteraan sosial.5
Dalam permasalahan di atas, selain penanganan dari Panti Sosial untuk menangani masalah kesejahteraan wanita tuna tuna susila, bagi penyandang masalah tuna susila agama merupakan hal yang berperan penting bagi kehidupan individu, dan sosial seseorang, karena agama itu sendiri dalam islam berasal dari kata dalam bahasa Arab “Ad-din” yang artinya petunjuk/tuntunan tentang tata cara hidup yang ditentukan Allah.6 Itu artinya dengan adanya tuntunan hidup yang Allah telah tentukan, maka manusia sebagai ciptaan Tuhan harus menjalaninya, dan kalaupun melanggar aturan hidup yang Tuhan tentukan maka, akan ada konsekwensinya sendiri berupa hukuman di dunia dan akhirat kelak. Karna pengertian agama adalah keyakinan atau individu terhadap “afterlife“, (hari kiyamat), keterkaitan yang ada di alam ini, Tuhan, doa.7
Permasalahan pelacuran bukan hanya melanggar norma budaya,sosial, dan Negara, akan tetapi juga melanggar norma agama. Karena agama islam
5
Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I, diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011.
6
Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia (PT. Hidakarya Agung, Jakarta:1989), h.133
7
Michael D Andrean dan Judy Daniels, Landasan Bimbingan dan Konseling, (PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2006).
(14)
melarang ummatnya berzina, karena perbuatan tersebut keji dan kotor, Allah berfirman:
Artinya: dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.8
“Allah Swt telah mengategorikan zina sebagai perbuatan keji dan kotor. Artinya, zina dianggap keji menurut syara’, akal dan fitrah karena merupakan pelanggaran terhadap hak Allah, hak istri, hak keluarganya atau suaminya, merusak kesucian pernikahan, mengacaukan garis keturunan, dan melanggar tatanan lainnya”.9
Dengan penjelasan ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan adanya prostitusi/pelacuran maka dengan itu juga perzinahan terlaksana. Sedangkan dalam agama islam Allah telah melarang ummatnya untuk mendekati zina, karena dengan adanya zina seseorang telah melakukan perbuatan keji dan kotor. Oleh karena itu perlu adanya bimbingan keagamaan khususnya terhadap penyandang masalah tuna susila untuk mencegah terjadinya perzinahan, salah satu diantaranya adalah bimbingan mental spiritual, mengapa bimbingan mental spiritual dipilih karena bertujuan untuk membimbing, menuntun penyandang tuna susila agar mereka mengenal dan mengetahui, ilmu agama lebih dalam dan dapat mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga dengan adanya pengetahuan ilmu agama tersebut penyandang tuna susila dapat menghindari perbuatan zina.
8
Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surat Al-Isra:32, (Semarang: CV. As-Syifa, 1999). h. 429
9
Dikutip dari Perkataan Seorang Ulama Besar Arab Saudi Bernama “Syaikh Abdurrahman bin Nashir As’Sa’di, dalam KitabTafsir Al-Kalam Al-Mannan: 4/275
(15)
Adapun pengertian bimbingan mental spiritual dalam buku panduan penyuluh agama di salah satu panti sosial di Jakarta yaitu di PSKW Mulya Jaya terhadap penyandang tuna susila adalah serangkaian kegiatan/tuntunan untuk dapat memahami diri sendiri, dan orang lain dengan cara mempelajari berbagai ilmu pengetahuan khususnya tentang ilmu keagamaan yang didukung dengan pelatihan dan pemahaman cara berpikir positif serta praktik kegiatan ibadah, demi terwujudnya kebahagiaan di dunia dan di akhirat.10
Metode bimbingan mental spiritual yang digunakan dalam penelitian ini yang sesuai dengan metode yang digunakan di PSKW Mulya Jaya Jakarta adalah metode ceramah, tanya-jawab, diskusi kelompok, tadabbur alam, konseling individu atau kelompok, renungan suci, praktik atau latihan, dan game islami.11
Adapun pengertian PSKW yang peneliti tetapkan sebagai lokasi dalam penelitian ini adalah salah satu unit Lembaga Rehabilitasi Sosial yang ditetapkan Kementerian Sosial RI cq. Direktorat Rehabilitasi Sosial Tuna Susila, yang bertanggung jawab atas Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) dengan daya tampung 110 orang, dan jangka waktu kegiatan selama 6 bulan. PSKW Mulya Jaya berlokasi di Jl. Tat Twam Asi No. 47 Komplek Departemen Sosial Pasar-Rebo Jakarta.12
10
Abdul Rahman, S. Sos.I dan Ust. Nuhri Sulaeman, Panduan Bimbingan Mental Spiritual, (Jakarta: Departemen Sosial, 2011), h. 1
11
Abdul Rahman, S. Sos.I dan Ust. Nuhri Sulaeman, Panduan Bimbingan Mental Spiritual, (Jakarta: Departemen Sosial, 2011), h. 2
12
Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I, diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011.
(16)
PSKW “Mulya Jaya” Jakarta merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis di lingkungan kementerian Sosial RI yang memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial kepada penyandang Masalah kegiatan sosial khususnya Tuna Susila atau Wanita Tuna Susila, antara lain melalui kegiatan pembinaan fisik, mental, sosial, mengubah sikap dan tingkah laku, pelatihan keterampilan, resosialisi dan pembinaan lanjut agar mampu melaksanakan fungsi sosialnya dan mandiri dalam kehidupan bermasyarakat.13
Salah satu dari pelayanan rehabilitasi yang dilaksanakan yaitu adalah bimbingan mental spiritual. Berdasarkan latar belakang di atas, maka skripsi ini melaksanakan penelitian di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta. Adapun judul penelitian ini adalah “METODE BIMBINGAN MENTAL SPIRITUAL TERHADAP PENYANDANG MASALAH TUNA SUSILA DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA (PSKW) MULYA JAYA JAKARTA”.
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut agar lebih terarah dan mencapai sasaran yang tepat, maka peneliti membatasi penelitian ini pada apa yang dimaksud dengan metode bimbingan mental spiritual, dan masalah yang dibahas adalah mengenai agama para penyandang wanita tuna susila yang kurang terarah hingga bisa terjerumus dalam lembah hitam pelacuran/prostitusi.
13
Keputusan Menteri Sosial R.I Nomor 20/HUK, tentang Rehabilitasi Sosial Bekas Penyandang Masalah Tuna Susila,1999.
(17)
2. Perumusan Masalah
Adapun masalah yang perlu dirumuskan dalam penelitian ini adalah rinciannya sebagai berikut:
1. Bagaimana metode bimbingan mental spiritual terhadap penyandang masalah tuna susila di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Jakarta?
2. Faktor apa yang menjadi pendukung dan penghambat dalam keberhasilan pelaksanaan metode bimbingan mental spiritual di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan merupakan titik tolak dari setiap penelitian, sesuai dengan pembatasan dan perumusan masalah yang telah dikemukakan. Pada pokoknya penelitian ilmiah bertujuan untuk mengetahui sesuatu yang belum diketahui.14 Maka tujuan yang ingin peneliti capai adalah:
a. Untuk mengetahui dan menganalisis metode bimbingan mental spiritual terhadap penyandang masalah tuna susila di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta.
b. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor pendukung dan penghambat dari pelaksanaan metode bimbingan mental spiritual di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta.
2. Manfaat Penelitian
14
Dr. Bustanuddin Agus, Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial, (Gema Insani Press, Jakarta:1999).
(18)
Sedangkan manfaat yang diharapkan dari seluruh rangkaian kegiatan dan hasil penelitian adalah sebagai berikut:
a. Untuk akademis diharapkan agar memberikan sumbangan keilmuan dan pengetahuan yang meliputi Bimbingan dan Penyuluhan Sosial, Bimbingan dan Penyuluhan Islam. Khususnya yang berkaitan dengan “Metode Bimbingan Mental Spiritual Terhadap Penyandang Masalah Tuna Susila di Panti Sosial (PSKW) Mulya Jaya Jakarta”.
b. Untuk penelitian diharapkan dapat membantu dan memberi masukan bagi Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta, dalam Bimbingan Mental Spiritual Terhadap Penyandang Masalah Tuna Susila dalam bentuk program pelaksanaan kerja Panti.
c. Untuk prediksi diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam pada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dalam pengembangan keilmuan dan kurikulum.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam penulisan skripsi ini, ada beberapa judul skripsi mahasiswa atau mahasiswi sebelumnya yang oleh penulis jadikan sebagai tinjauan pustaka. Namun perlu dipertegas perbedaan antara masing-masing judul dan masalah yang dibahas, antara lain:
(19)
1. Fitriyani, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2008, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Judul skripsi “Metode Bimbingan Islam Dalam Pembinaan Akhlak Anak Yatim di Panti Asuhan Yakiin Larangan Tangerang”.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, sasaran yang diteliti adalah Metode Bimbingan Islam terhadap anak-anak yatim di Panti Asuhan Yakiin Larangan Tangerang ini melakukan dua metode yaitu metode bimbingan individual dan kelompok. Penggunaan metode individual ini dilakukan dengan teknik wawancara dan observasi kegiatan, sedangkan metode kelompok dilakukan dengan metode ceramah, dialog, Tanya-jawab, dan pembagian kelompok.
2. Ida Nurfarida, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2009, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Judul skripsi “Metode Bimbingan Agama Bagi Anak Tunarungu di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Bambuapus Jakarta Timur”.
Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif, sasaran yang diteliti adalah anak-anak tunarungu di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Bambuapus Jakarta Timur. Dan metode agama yang digunakan adalah metode bimbingan tauhid, metode meniru (latihan melafalkan syahadat, sholawat, mengaji, dll), metode ceramah, bimbingan sholat dan praktik sholat, dan metode bimbingan akhlak.
(20)
3. Hj. Holipah, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2009, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Judul skripsi “Metode Bimbingan Mental Pada Jamaah Calon Haji di Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) Mathla’ul Anwar Karawang”.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, sasaran yang diteliti adalah Metode Bimbingan Mental pada jamaah calon haji I kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) Mathala’ul Anwar adalah metode langsung (metode komunikasi langsung) yaitu dimana pembimbing melakukan komunikasi langsung (tatap muka) dengan orang yang di bimbingnya (calon jamaah haji) dalam hal ini ada dua metode bimbingan yang terdiri dari bimbingan individual dan bimbingan kelompok.
4. Warti Sasmiati, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2009, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Judul skripsi “Metode Pembinaan Mental Narapidana Anak di Lembaga Pemasyarakatan Anak Wanita Tangerang”.
Dalam penelitian skripsi ini menjelaskan bahwa metode yang digunakan pembimbing dalam pembinaan mental spiritual bagi narapidana anak (anak didik) juga tidak berbeda dari metode bimbingan pada umumnya (antara teori dan praktik lapangan), diantaranya seperti metode Group Guidance (bimbingan kelompok) dalam metode ceramah dan diskusi, serta metode directive (bersifat
(21)
mengarahkan) dalam metode iqra (pembelajaran Al-qur’an dan hafalan ayat-ayat Al-qur’an), wawancara, Tanya jawab, pemutaran film dan muhasabah (introspeksi diri). Dari sekian metode yang digunakan pembimbingan ada dua metode yang sering digunakan yakni; metode ceramah dan metode iqra (pengajaran baca tulis Al-qur’an) karena lebih efektif.
5. Mulia Rahmawati, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2009, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Judul skripsi “Upaya Peningkatan Kinerja Pegawai Melalui Pelaksanaan Bina Mental dan Spiritual di Kantor Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang”.
Dalam skripsi ini adapun tujuan dari penelitian ini adalah pembinaan mental yang dilaksanakan oleh BINTAL (Bina Mental dan Spiritual). Jadi, pengarug terhadap peningkatan kinerja pegawai. Karena dengan mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan dapat menumbuhkan semangat untuk terus mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dari hasil pembinaan yang dilakukan oleh BINTAL, manfaat yang dirasakan oleh para pegawai dalam hal bekerja adalah dapat meningkatkan disiplin kerja yang berdampak pada peningkatan kinerja pegawai; bekerja menjadi lebih semangat dan hasil pekerjaan menjadi lebih maksimal, begitu juga dalam hal ibadah menjadi semakin rajin dan istiqomah.
(22)
Dari kelima penelitian di atas yang membedakan dengan penelitian ini adalah metode yang ada di setiap lembaga yang ada di setiap lembaga tersebut. Metode yang digunakan harus menyesuaikan dengan objek dan sasaran, agar bimbingan mental spiritual dapat tersampaikan dengan baik dan bisa diterima objeknya.
Metode bimbingan mental spiritual yang dilaksanakan di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta, adalah dengan metode ceramah/klasikal, Tanya jawab, diskusi kelompok, taddabur alam, bimbingan individu atau kelompok (curhat), renungan suci/refleksi diri, praktik/latihan, game/kuis. Kegiatan bimbingan mental spiritual ini wajib diikuti oleh TS (sebutan untuk wanita tuna susila) yang ada di PSKW Mulya Jaya ini. Dalam kegiatan ini Panti telah menyediakan seorang penyuluh agama (mental spiritual), penyuluh sosial, seorang ustadz dan pegawai rehabilitasi sosial yang berkompeten dalam bidang kerohanian. Dari hasil bimbingan mental diharapkan TS bisa menjadi pribadi muslimah yang lebih baik, lebih bisa menghargai diri mereka, menjadi wanita yang mempunyai keterampilan/pekerjaan yang positif, memiliki tujuan hidup yang jelas dengan memegang teguh dan menjalankan agama Allah, menjalankan dan menterapkan ajaran agama yang diterima dan didapat di panti, dapat menjadi manusia yang bermanfaat baik untuk orang lain.
E. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penulisan skripsi ini secara sistematika penulis membagi ke dalam lima bab. Adapun sistematika penulisannya sbb:
(23)
BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan Teoritis yang terdiri dari pengertian metode, pengertian bimbingan, pengertian mental spiritual, pengertian penyandang masalah tuna susila, penyebab timbulnya pelacuran, Akibat-akibat pelacuran, penanggulangan pelacuran atau prostitusi.
BAB III : Metodologi Penelitian yang terdiri dari, Lokasi dan jadwal penelitian, subjek dan objek penelitian, model penelitian, teknik pengambilan data, sumber data, fokus amatan penelitian, teknik pemilihan informan, asumsi peneliti, teknik analisa data, teknik pemeriksaan data.
BAB IV : Analisis Temuan Lapangan yang terdiri dari gambaran umum panti sosial karya wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta, menguraikan analisa hasil penelitian mengenai tahapan rehabilitasi “Metode Bimbingan Mental Spiritual Terhadap Penyandang Masalah Tuna Susila di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta”.
BAB V : Penutup dalam penutup ini penulis akan memberikan kesimpulan dari keseluruhan pembahasan, serta saran mengenai tujuan dan manfaat yang diharapkan dapat di ambil manfaat dalam penulisan karya ilmiah ini.
(24)
14
TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Metode Bimbingan
1. Pengertian Metode
Metode dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dengan ilmu pengetahuan, dsb).1
Secara etimologi metode berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari penggalan kata “meta” yang berarti “melalui” dan “hodos” berarti “jalan”. Bila digabungkan maka metode bisa diartikan “jalan yang harus dilalui”. Dalam pengertian yang lebih luas, metode bisa diartikan sebagai “segala sesuatu atau cara yang digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan”.2
2. Pengertian Bimbingan
Bimbingan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah petunjuk, penjelasan, atau tuntunan cara mengerjakan sesuatu.3
Secara etimologi, kata bimbingan merupakan terjemahan dari bahasa Inggris “guidance” yang berarti: “menunjukkan, memberi jalan, menuntun, membimbing, membantu, mengarahkan, pedoman dan petunjuk.”. Kata dasar atau kata kerja dari “guidance” adalah “to guide”, yang artinya
1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka 1994), Cet. Ke-2, h. 580
2
Drs. M. Lutfi, MA, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 120
3
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka 1994), Cet. Ke-2, h. 117
(25)
“menunjukkan, menuntun, mempedomani, menjadi penunjuk jalan, dan mengemudikan”. Dan yang paling umum digunakan adalah pengertian “memberikan bimbingan, bantuan, dan arahan”.4
Donald G. Mortensen dan Alan M. Schmuller (1976) mengemukakan;
“Guidance may be defined as that part of the total educational program that helps provide the personal opportunities and specialized staff services by which each individual can developed to the fullest of his abilities and capacities in term of the democratic idea”.5
Secara terminologi, bimbingan adalah usaha membantu orang lain dengan mengungkapkan dan membangkitkan potensi yang dimilikinya. Sehingga dengan potensi itu, ia akan memiliki kemampuan untuk mengembangkan dirinya secara wajar dan optimal, yakni dengan cara memahami dirinya, maupun mengambil keputusan untuk hidupnya, maka dengan itu ia akan dapat mewujudkan kehidupan yang baik, berguna dan bermanfaat untuk masa kini dan masa yang akan datang.6
Adapun definisi bimbingan berikut ini akan di kutipkan dan yang sudah dirumuskan para ahli, yaitu:
a. Menurut Crow and Crow, bimbingan adalah “bantuan yang diberikan oleh seseorang, yang memiliki kepribadian baik dan pendidikan yang memadai kepada seseorang individu dari setiap usia, untuk menolongnya mengemudikan kegiatan-kegiatan hidupnya sendiri, dan memikul bebannya sendiri”.
4
Prof. H. M. Arifin. M. Ed, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: Golden Terayon Press, Cet, Ke-5 1994). h. 1
5
Dr. Syamsu Yusuf dan Dr. A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan
Konseling, (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, PT. Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. Ke-2, h. 6
6
(26)
b. Stoops mengatakan bahwa bimbingan adalah “suatu proses yang berlangsung terus menerus dalam hal membantu individu dalam perkembangannya untuk mencapai kemampuan secara maksimal, dalam mengarahkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi dirinya, orang lain maupun masyarakat di sekitarnya”.
c. Menurut Miller, bimbingan adalah “bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman dan pengarahan diri secara maksimal kepada keluarga dan masyarakat”.7
Adapun tujuan dari bimbingan adalah agar individu yang bersangkutan dapat:
1. Merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupannya dimasa yang akan datang.
2. Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya, seoptimal mungkin.
3. Menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat, serta lingkungan kerjanya.
4. Mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja.8
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, seseorang harus mendapat kesempatan untuk, mengenal dan memahami potensi,kekuatan dan tugas
7
Drs. M. Lutfi, MA, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 6-7
8
(27)
perkembangannya, mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada dilingkungannya, serta menentukan rencana tujuan hidupnya.9
Adapun fungsi bimbingan adalah sebagai berikut:
a. Pemahaman, yaitu membantu individu mengembangkan potensi dirinya secara optimal.
b. Prefentif, mencegah anak didiknya agar tidak melakukan perbuatan yang bisa merugikan dan membahayakan dirinya.
c. Pengembangan, menciptakan situasi belajar yang kondusif dan mem-fasilitasi perkembangan anak didiknya.
d. Perbaikan/Penyembuhan, memberikan bantuan pada anak didik yang sedang mengalami masalah, yang berkaitan dengan pribadinya, sosial, belajar maupun karirnya.
e. Penyaluran, membantu anak didik agar mengembangkan potensi dirinya sesuai dengan kemampuan pada bidang dan keahlian yang dimilikinya.
f. Adaptasi, membantu anak didiknya agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan, orang lain, tempat pendidikannya dan dimana ia tinggal.
g. Penyesuaian, membantu anak didik agar dapat menyesuaikan diri dimanapun ia tinggal dan berada.10
9
Dr. Syamsu Yusuf dan Dr. A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan
Konseling, (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, PT. Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. Ke-2, h. 13
10
(28)
Makna bimbingan dalam penelitian ini adalah upaya dalam memberikan bantuan kepada seseorang atau kelompok khususnya penyandang masalah tuna susila yang memiliki masalah dalam hidupnya dan membantu dalam perkembangannya untuk mencapai kemampuan secara maksimal, dalam mengarahkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi dirinya, agamanya dan orang lain maupun masyarakat di sekitarnya.
Metode-metode yang biasa digunakan dalam bimbingan adalah sebagai berikut:
1. Wawancara, cara atau teknik yang digunakan untuk mengetahui mengenai fakta-fakta mental atau kejiwaan (psikis) yang ada pada diri yang dibimbing.
2. Observasi, cara atau teknik yang digunakan untuk mengamati secara langsung sikap dan perilaku yang tampak pada saat-saat tertentu, yang muncul sebagai pengaruh dari kondisi mental atau kejiwaannya.
3. Tes (Kuisioner), merupakan serangkaian pertanyaan yang disiapkan beberapa alternative jawaban pilihan. Metode ini untuk mengetahui fakta dan fenomena kejiwaan yang tidak bisa diperoleh melalui wawancara dan observasi.
4. Bimbingan Kelompok (Group Guidance), teknik bimbingan yang digunakan melalui kegiatan bersama (kelompok), seperti; kegiatan diskusi, ceramah, seminar dan sebagainya.
(29)
5. Psikoanalisis (Analisa Kejiwaan), teknik yang digunakan untuk memberikan penilaian terhadap peristiwa dan pengalaman kejiwaan yang pernah dialami anak bimbingan. Misalnya, perasaan takut, tertekan.
6. Non Directif (Teknik Tidak Mengarahkan), dalam teknik ini yakni mengaktifkan anak bimbing dalam mengungkapkan dan memecahkan masalah dirinya.
7. Direktif (Bersifat Mengarahkan), teknik ini dapat digunakan bagi anak bimbingan dalam proses belajar.
8. Rasional-Emotif, bimbingan ini dimaksudkan untuk mengatasi pikiran-pikiran yang tidak logis yang disebabkan dorongan emosi yang tidak stabil.
9. Bimbingan Klinikal, yaitu dengan berorientasi pada kemampuan personal secara keseluruhan baik jasmani maupun rohani.11
Metode yang telah di uraikan di atas, maka secara khusus dalam metode bimbingan atau pendekatan islami (mental spiritual) yang biasa digunakan adalah metode “bil-hikmah, bil mujadalah, bil mauidzah”.
a. Metode “bil-hikmah”, metode ini digunakan dalam menghadapi orang-orang terpelajar, intelek, dan memiliki tingkat rasional yang tinggi, yang kurang yakin akan kebenaran ajaran agama.
11
Drs. M. Lutfi, MA, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 122-134
(30)
b. Metode “bil-mujadalah”, perdebatan yang digunakan untuk menunjukkan dan membuktikan kebenaran ajaran agama, dengan menggunakan dalil-dalil Allah yang rasional.
c. Metode “bil-mauidzah”, dengan menunjukkan contoh yang benar dan tepat, agar yang dibimbing dapat mengikuti dan menangkap dari apa yang diterimanya secara logika dan penjelasan akan teori yang masih baku.
d. Metode “ceramah”.
e. Metode “Diskusi (Tanya-Jawab)”.
f. Metode “Persuasif”, adalah mengajak dan mengarahkan peserta bimbingan kearah positif.
g. Metode atau Teknik “Lisan dan Tulisan”. h. Metode “Hati (Dengan Doa dan Zikrullah)”.12
Dari pengertian metode dan bimbingan serta macam-macam metode bimbingan di atas, menggambarkan penelitian ini memiliki variable-variabel dari karakteristik sistem yang ditinjau, penelitian ini bertujuan menampilkan metode dari pelaksanaan bimbingan mental spiritual di panti sosial yang memang telah mempunyai variasi dan karakteristik tersendiri dalam bimbingan mental spiritualnya. Dari metode bimbingan di atas maka akan menghasilkan salah satu metode yang tertera di atas.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini diantara metode bimbingan yang tertera di atas adalah metode ceramah, metode diskusi
12
Drs. M. Lutfi, MA, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, (Jakarta; Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 135-137
(31)
jawab, metode persuasif, dan metode hati dengan doa dan zikrullah, yang paling sering digunakan dalam penelitian ini yang sesuai dalam buku panduan bimbingan mental spiritual di PSKW Mulya Jaya Jakarta. Alasan mengapa metode ini digunakan karena lebih efektif dan mudah dipahami untuk diberikan kepada penyandang masalah tuna susila di Panti Sosial Karya Wanita Jakarta. Karena dilihat dari latar belakang pendidikan mereka yang masih tergolong rendah, dan dengan adanya metode bimbingan mental spiritual yang efektif maka akan memudahkan mereka dalam menagkap dan memahami materi dengan mudah pula.13
B. Pengertian Mental Spiritual 1. Pengertian Mental
Mental dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai suatu hal yang berhubungan dengan batin dan watak manusia yang bukan bersifat tenaga.14
Menurut Notosoedirjo dan Latipun, Kata mental diambil dari bahasa Yunani, pengertiannya sama dengan psyche dalam bahasa Latin yang artinya psikis, jiwa atau kejiwaan. Jadi istilah mental hygiene dimaknai sebagai kesehatan mental atau jiwa yang dinamis bukan statis karena menunjukkan adanya usaha peningkatan.15
13
Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I, diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011.
14
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), Cet, Ke-1, Edisi Tiga, h. 733.
15
Notosoedirjo & Latipun, (Penerjemah: Zakiah Daradjat), Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 1985), Cet, Ke-12.
(32)
Mental itu adalah cara berfikir dan berperasaan berdasarkan nurani petunjuk yang berasal dari Agama, petunjuk atau pedoman hidup.16
Dalam istilah lain H.M Arifin menyatakan bahwa, “arti mental adalah sesuatu kekuatan yang abstrak (tidak tampak) serta tidak dapat dilihat oleh pancaindra tentang wujud dan zatnya, melainkan yang tampak adalah hanya gejalanya saja dan gejala inilah yang mungkin dapat dijadikan sasaran penyediaan ilmu jiwa atau lainnya.17
Menurut Sigmund Freud, seorang bapak psikolog dari aliran Psikoanalisa, kejiwaan seseorang terstruktur atas tiga sistem pokok, yaitu:
1. Id (das es) adalah sistem kepribadian biologis yang asli, berisikan sesuatu yang telah ada sejak lahir. Ia merupakan reservoir energi psikis yang menyediakan seluruh daya untuk sistem ego dan super ego. Freud menyebut id dengan the true psychic reality (kenyataan psikis yang sebenarnya), karena id mempresentasikan dunia batin pengalaman subjektif dan tidak mengenal kenyataan objektif. Prinsip kerjanya adalah serba merngejar kenikmatan (pleasure principle) yang cenderung bersifat rasional, primitif, impulsif, dan agresif. Untuk menghindari ketidaknikmatan maka id mempunyai dua cara: pertama, refleks, yaitu reaksi-reaksi otomatis dalam tubuh, misalnya bersin, berkedip, dan sebagainya; kedua, proses primer, yaitu reaksi psikologis yang menghentikan tegangan melalui hayalan, seperti orang lapar membayangkan makanan.
16
(Diakses pada tanggal 09 Maret 2011). 17
H. M Arifin, Psikologi dan Beberapa Aspek Kehidupan Ruhaniah Manusia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997), Cet, Ke-2, h. 17
(33)
2. Ego (das ich) adalah aspek psikologis kepribadian yang timbul karena kebutuhan organisme memerlukan transaksi dengan kenyataan objektif. Ego mengikuti prinsip kenyataan (reality principle) yang bersifat rasional logis dan reaksinya menurut proses skunder. Tujuan prinsip ini adalah mencegah terjadinya ketegangan sampai ditemukan suatu objek yang cocok untuk pemuasan kebutuhan. Ego disebut eksekutif kepribadian, karena ia mengontrol tindakan, memilih lingkungan untuk memberi respon, memuaskan insting yang dikehendaki dan berperan sebagai arbitrator atau pengendali konflik antara id dan super ego. 3. Super ego (das ueber ich) adalah aspek-aspek sosiologis
kepribadian yang mengintegrasikan nilai-nilai moral dan cita-cita luhur. Ia mencerminkan yang ideal bukan riil, mengejar kesempurnaan dan bukan kenikmatan. Perhatian utamanya adalah membedakan yang benar dan yang salah dan memilih yang benar. Timbulnya super ego ini bersumber dari suara hati (conscience) sehingga fungsinya: merintangi impuls-impuls seksual dan agresif yang aktualisasinya sangat ditentang masyarakat, mendorong ego untuk lebih mengejar hal-hal yang moralitas daripada realistic, mengejar kesempurnaan. Jadi super ego menentang ukuran baik-buruk id ataupun ego, dan membuat
(34)
dunia menurut gambarannya sendiri yang tidak rasional bahkan menunda dan merintangi pemuasan insting.18
Dalam khasanah Islam nafs sendiri banyak pengertian: jiwa (soul), nyawa, ruh, konasi yang berdaya syahwat dan ghadhab, kepribadian, dan substansi psikofisik manusia. Namun maksud bahasan ini adalah pengertian terakhir, dimana nafs memiliki natur gabungan jasadi-ruhani (psikofisik).19
M. Hamdani Bakran Adz-Dzaky mengatakan bahwa, Apabila hamba Allah telah berhasil melakukan pendidikan dan pelatihan penyehatan, pengembangan dan pemberdayaan jiwa (mental), seperti yang ditulis maka ia akan dapat mencapai tingkat kejiwaan atau mental yang sempurna, yaitu akan tersingkap;
1. Kesempurnaan Jiwa, yaitu integritasnya jiwa muthmainnah (yang tentram), jiwa radhiyah (jiwa yang meridhai), dan jiwa yang mardhiyah (yang diridhai) sehingga memiliki stabilitas emosional yang tinggi dan tidak mudah mengalami stress, depresi dan frustasi. Jiwa ini selalu akan mengajak pada fitrah Ilahiyah Tuhannya. Indikasi hadirnya jiwa ini akan terlihat pada prilaku, sikap dan gerak-geriknya yang tenang, tidak tergesa-gesa, penuh pertimbangan dan perhitungan yang matang, tepat dan benar, tidak terburu-buru untuk bersikap apriori dan berprasangka negatif. Jiwa radhiyah akan mendorong diri bersikap lapang dada,
18
Hall, Calvin S. and Gardner Lindzey, Teori-teori Holistik Organismik Fenomenologi, (Terjemahan: Yustinus, judul asli,”Theories of Personality”, Yogyakarta: Kanisius, 1993).
19
Muhammad Mahmud, ‘Ilm Nafs Ma’ashir fi Dha’I Islam, (Jeddah: Dar al-Syuruq, 1984).
(35)
tawakkal, tulus ikhlas dan sabar dalm mengaplikasikan perintah Allah dan menjauhi seluruh larangan-Nya dan meneima dengan lapang dada segala ujian dan cobaan yang datang dalam hidup dan kehidupannya, dalam artian hampir-hampir tidak pernah mengeluh, merasa susah, sedih dan takut menjalani kehidupan ini.20 Allah berfirman:
!"#$ %
&
Artinya: 62. Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. 63. (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. 64. bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan} di akhirat. tidak ada perobahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.21
Sedangkan jiwa mardhiyah adalah jiwa yang telah memperoleh title dan gelar kehormatan dari Allah. Sehingga keimanan, keislaman,dan keihsanannya tidak akan pernah mengalami erosi, dekadensi dan distorsi. Dalam hal ini diberikan otoritas penuh kepada jiwa untuk berbuat, berkarya dan beribadah di dalam ruang dan waktu Tuhannnya yang terlepas dari jangkauan makhluk.22 Allah berfirman:
20
Notosoedirjo, Moeljono & Latipun, Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan, (Malang: UMM Press 2001), Cet, Ke-2.
21
Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surat Yunus:62-64, (Semarang: CV. As-Syifa, 1999). h. 316
22
(36)
' ! ( )* * + , -.! ("
("#/ 0 1$% &
! '
2 1$% ,(
3
Artinya: 27. Hai jiwa yang tenang. 28. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. 29. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, 30. masuklah ke dalam syurga-Ku.23
2. Kecerdasan Uluhiyah, yaitu kemampuan fitrah seseorang hamba yang shalih untuk melakukan interaksi vertikal dengan Tuhannya; kemampuan mentaati segala apa yang telah diperintahkan dan menjauhi diri dari apa yang dilarang dan dimurkai-Nya serta tabah terhadap ujian dan cobaan-Nya. Sehingga dengan kecerdasan ini akan terhindar dari sikap menyekutukan Allah (syirik), sikap menganggap remeh hukum-hukum-Nya atau sikap menunda-nunda diri untuk melakukan kebaikan dan kebenaran (fasiq), sikap suka melanggar hukum Allah (zhalim), sikap mendua dihadapan-Nya (nifaq), dan sikap suka mengingkari atau mendustakan ayat-ayat-Nya (kufur). Kedekatan Allah akan membuat hamba-Nya menyaksikan kebesaran dan kesucian-Nya (ihsan) dengan interaksi vertikal yang bersifat transendental, empirik dan hidup, bukan spekulasi dan ilusi.24 Allah berfirman:
4!)56
* + 78! 98) 4 : !, ; 8 4 -< 23
Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surat Al-Fajr:27-30,(Semarang: CV. As-Syifa, 1999). h. 1059
24
Notosoedirjo, Moeljono & Latipun, Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan, (Malang: UMM Press 2001), Cet, Ke-2.
(37)
Artinya: dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.25
Jadi, kecerdasan uluhiyah adalah kesempurnaan fitrah yang dimiliki oleh seorang hamba yang shalih, sehingga dapat merasakan kehadiran Allah dalam setiap aktifitasnya, merasakan bekasan-bekasan pengingkaran, kedurhakaan dan dosa, dan mampu mengalami mukasyafah akal fikiran, qalb dan inderawi.
3. Kecerdasan Rububiyah, yaitu kemampuan fithrah seorang hamba yang shalih dalam hal: memelihara dan menjaga diri dari hal-hal yang dapat menghancurkan kehidupanya, mendidik diri agar menjadi hamba yang pandai menemukan hakekat citra diri dengan kekuatan ilmu, membimbing diri secara totalitas patuh dan tunduk kepada Allah serta dapat memberikan kerahmatan pada diri dan lingkungannya (“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…”).26 Menyembuhkan dan menyucikan diri dari penyakit dan gangguan yang dapat melemahkan bahkan menghancurkan potensi jiwa, akal fikiran, qalbu dan inderawi di dalam menangkap dan memahami kebenaran-kebenaran hakiki dengan melakukan pertaubatan dan perbaikan diri seutuhnya.27 Allah berfirman:
25
Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surat Qaf :16, (Semarang: CV. As-Syifa, 1999). h. 852
26
Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surat At-Tahrim: 6, (Semarang: CV. As-Syifa, 1999). h. 951
27
Notosoedirjo, Moeljono & Latipun, Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan, (Malang: UMM Press 2001), Cet, Ke-2
(38)
= . )> 4
"*
= . )>
4
= #/
,0
4 ? = @ *!
= *
$ A
<30
Artinya; mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, Padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak redlai. dan adalah Allah Maha meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan.28
Dengan demikian indikasi seseorang yang telah memperoleh kecerdasan rububiyah biasanya ia memiliki kekuatan, kewibawaan dan otoritas yang sangat kuat dalam hal menanamkan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran, mempengaruhi dan mengajak untuk melakukan perbaikan dan perubahan yang positif pada prilakum sikap dan penampilan yang tulus dan lapang dada tanpa adanya paksaan dan tekanan baik kepada dirinya atau orang lain dan lingkungannya; memberikan penyembuhan terhadap penyakit, baik penyakit yang bersifat psikologis, spiritual, moral ataupun fisik; dan memberikan perawatan terhadap kualitas keimanan, keislaman, keihsanan baik terhadap diri maupun lingkungan sekitarnya.
4. Kecerdasan Ubudiyah, yitu kemampuan fitrah seseorang yang shalih dalam mengaplikasikan ibadah dengan tulus tanpa merasa terpaksa dan dipaksa, akan tetapi menjadikan ibadah sebagai kebutuhan yang sangat primer dam merupakan makanan bagi ruhani dan jiwanya. Firman Allah:
28
Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surat An-Nisa: 108, (Semarang: CV. As-Syifa, 1999). h. 139
(39)
! % (*B 'C
& !
-& 1%2D.
E ;
'3
4
@ F
G !'
+
Artinya: “Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberikan petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah”.29
Jadi kecerdasan ubudiyah suatu anugerah dari Allah swt berupa kemampuan dan skill mengaplikasikan sikap penghambaan sangat tulus dan otomatis, baik dalam keadaan sendiri maupun jamaah, baik secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi, baik secara vertikal atau horisontal, baik dalam kondisi bagaimanapun, dimanapun dan kapanpun.
5. Kecerdasan Khuluqiyah, ialah kemampuan fitrah seseorang yang shalih dalam berperilaku, bersikap dan berpenampilan terpuji. Dalam hal ini terintegrasi dalam akhlak yang baik. Suatu perbuatan atau prilaku dapat dikatakan sebagai akhlak apabila memenuhi dua syarat, yaitu; perbuatan dilakukan dengan berulang-ulang. Apabila perbuatan hanya dilakukan sesekali saja, maka perbuatan itu tidak dapat dikatakan sebagai akhlak, perbuatan timbul dengan mudah tanpa dipikirkan atau diteliti lebih dalam sehingga ia benar-benar merupakan suatu kebiasaan. Jika perbuatan itu timbul karena terpaksa atau setelah dipikirkan atau dipertimbangkan secara matang, tidaklah disebut akhlak. Karena akhlak Islamiyah mempunyai ciri yaitu kebaikannya bersifat mutlak (khairiyah
29
Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surat Al- Anbiya: 73, (Semarang: CV. As-Syifa, 1999). h. 504
(40)
muthlaqah), kebaikannya bersifat menyeluruh (as-salahiyyah al-‘ammah), tetap, langgeng dan mantap, kewajiban yang harus dipatuhi (al-ilzam al-mustajab), dan pengawasan menyeluruh (ar-raqabah al-muhithah).30 Firman Allah:
.(
1
)
H
* '
&
Artinya: “Sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak (budi pekerti) yang agung”.31
Dengan demikian, atas tersingkapnya karakter lima kecerdasan sebagaimana disebutkan di atas, merupakan pengejawantahan dari wujud kesehatan mental sebagai solusi pengembangan qalbiah itu sendiri. Adapun bentuknya terefleksikan dari struktur kepribadian. Jika struktur dalam kendali kalbu, maka komponen nafsani manusia memiliki potensi positif, yang apabila dikembangkan secara maksimal akan mendatangkan kecerdasan yang teraktualisasikan sebagai kecerdasan qalbiyah yang meliputi: kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan moral, kecerdasan spiritual, dan kecerdasan beragama. Dari sini insyaallah potensi manusia dalam aktualisasinya sebagai khalifah fil ardy akan mewujudkan sosok insan kamil yang membawa misi rahmatan lil ‘alamin.32
Keterkaitan penjelasan di atas dengan penelitian ini yang membahas tentang makna mental dan spiritual adalah seseorang dikatakan telah berhasil
30
Notosoedirjo, Moeljono & Latipun, Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan, (Malang: UMM Press 2001), Cet, Ke-2.
31
Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surat Al- Qalam: 4, (Semarang: CV. As-Syifa, 1999). h. 960
32
Notosoedirjo, Moeljono & Latipun, Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan, (Malang: UMM Press 2001), Cet, Ke-2.
(41)
melakukan kesempurnaan pemberdayaan mental spiritualnya apabila yaitu (jiwa mereka tentram dan diridhoi Allah, yang jauh dari kategori prasangka buruk, senantiasa menjaga kestabilan emosinya, sehingga dengan adanya sifat itu dalam dirinya maka dapat mendorong manusia agar bersikap lapang dada, tawakkal, tulus dan ikhlas Lillahi Ta’ala.). Sedangkan dengan adanya kecerdasan ulluhiyyah, kecerdasan rubbubiyah, kecerdasan ubudiyah, dan kecerdasan khuluqiyah maka seseorang akan menggunakan fitrah akal mereka serta mengaplikasikannya dengan kegiatan spiritual yaitu dengan beribadah kepada Allah dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya, serta senantiasa dapat menjaga diri mereka dari hal-hal yang dapat menghancurkan dirinya, dan selalu menjalankan ibadah dengan ikhlas tanpa adanya paksaan, sehingga dari semua sikap tersebut jika ada dalam diri manusia yang sempurna mental dan spiritual mereka maka senantiasa mereka akan selalu berprilaku terpuji.
2. Pengertian Spiritual
Spiritual dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan, “rohani, batin, mental, moral.33
Sementara itu Mimi Doe & Marsha Walch mengungkapkan bahwa “spiritual adalah dasar bagi tumbuhnya harga diri, nilai-nilai, moral, dan rasa memiliki. Ia memberi arah dan arti bagi kehidupan kita tentang kepercayaan mengenai adanya kekuatan non fisik yang lebih besar dari pada kekuatan diri kita; Suatu kesadaran yang menghubungkan kita langsung dengan Tuhan, atau
33
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta;Balai Pustaka 1994), Cet. Ke-2, h. 857
(42)
apa pun yang kita namakan sebagai sumber keberadaan kita. Spiritual juga berarti kejiwaan, rohani, batin, mental, moral”.34
Teori yang menyatakan bahwa sumber kejiwaan atau spitual adalah satu kesatuan dengan agama, timbul beberapa pendapat yang di kemukakan para ahli yaitu:
1. Thomas Van Aquino; mgatakan bahwa sumber kejiwaan agama (spiritual) itu, ialah berpikiren. Manusia ber-Tuhan karena manusia menggunakan kemampuan berpikirnya.
2. Fredrick Schleimacher; mengatakan bahwa yang menjadi sumber keagamaan itu adalah rasa ketergantungan yang mutlak (sense of depend).
3. Rudolf Otto; berpendapat bahwa sumber kejiwaan agama (spiritual) adalah rasa kagum yang berasal dari “The Wholly Others” (yang sama sekali lain). 35
W. H. Thomas mengemukakan pendapatnya melalui teori “The Four Wishes”, “bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama (spiritual) adalah enam macam keinginan dasar yang ada dalam jiwa manusia yaitu:
a. Keinginan untuk keselamatan (security)
b. Keinginan untuk mendapat penghargaan (recognition)
c. Keinginan untuk ditanggapi (response)
34
Tulisan oleh Arya Utama (dikutip dari teori mimi Doe & Marsha Walch, di akses dari, . Pada tanggal 19 Maret 2011.
35
Dr. Jalaluddin dan Dr. Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Kalam Mulia 1993), Cet, Ke-2, h. 21-23.
(43)
d. Keinginan akan pengetahuan atau pengalaman baru (new experience).36
Bimbingan spiritual diartikan oleh Yusuf, sebagai; proses pemberian bantuan kepada individu agar memiliki kemampuan untuk mengambangkan fitrahnya sebagai mahluk beragama (homo religions), berperilaku sesuai dengan nilai-nilai agama (berakhlak mulia), dan mengatasi masalah-masalah kehidupan melalui pemahaman, keyakinan, dan praktik-praktik ibadah ritual agama yang dianutnya. Selanjutnya, tujuan umum bimbingan spiritual adalah memfasilitasi dan meningkatkan kemampuan individu untuk mengembangkan kesadaran spiritualitasnya dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya. Dengan demikian, konseling dapat mencapai kehidupan yang bermakna. Kesadaran spiritual konseling yang baik diyakini akan berpengaruh secara positif dan fungsional terhadap aspek-aspek kehidupan pribadi lainnya.37
Noor berpendapat bahwa; tujuan utama intervensi spiritual (kerohanian/agama) dalam bimbingan adalah untuk meningkatkan proses penyesuaian dan pertumbuhan spiritual bimbingan. Hal ini terjadi karena bimbingan yang sehat spiritualnya akan dapat berfungsi secara efektif dalam kehidupannya. Kategori intervensi tersebut meliputi aspek kognitif, afektif, tingkah laku, dan interpersonal dengan Sang Pencipta.38
36
Dr. Jalaluddin dan Dr. Ramayulis, h. 29. 37
(Dikutip dari tulisan Noor pada tahun 2006 dan Yusuf pada tahun 2007, mengenai mental-spiritual, mengenai pertolongan bagi pemulihan pecandu NAZA), di akses dari Alamat Web;. (Pada tanggal: 20 April 2011).
38
(Dikutip dari tulisan Noor pada tahun 2006 dan Yusuf pada tahun 2007, mengenai mental-spiritual, mengenai pertolongan bagi pemulihan pecandu NAZA), di akses dari Alamat Web;. (Pada tanggal: 20 April 2011).
(44)
Jadi mental spiritual adalah cara manusia berfikir dan berperasaan dengan menggunakan nurani dan menyatukan antara jasmani dengan rohani, dengan petunjuk agama sebagai pedoman hidupnya.
Dengan demikian metode bimbingan mental spiritual adalah cara atau teknik yang digunakan pada serangkaian kegiatan atau tuntunan untuk dapat memahami diri sendiri dan orang lain dengan cara mempelajari berbagai ilmu pengetahuan khususnya tentang ilmu keagamaan dan didukung dengan pelatihan dan pemahaman cara berpikir positif serta praktik kegiatan ibadah, demi terwujudnya kebahagiaan didunia dan kebahagiaan di akhirat kelak.
C. Penyandang Masalah Tuna Susila 1. Pengertian Tuna Susila
Tuna susila atau tindak susila itu diartikan sebagai kurang beradab karena keroyalan relasi seksualnya dalam bentuk penyerahan diri pada banyak laki-laki untuk pemuasan seksual dan mendapatkan imbalan jasa atau uang bagi pelayanannya. Tuna susila juga bisa diartikan sebagai salah satu tingkah, tidak susila atau gagal menyesuaikan diri terhadap norma-norma susila.39
Peraturan Pemerintah Daerah DKI Jakarta Raya Tahun 1967, mengenai penanggulangan masalah pelacuran, menyatakan sebagai berikut:
“Wanita Tuna Susila adalah wanita yang mempunyai kebiasaan melakukan hubungan kelamin di luar pernikahan, baik dengan imbalan jasa maupun tidak”.40
Pelacuran berasal dari bahasa latin pro-situere atau pro-stauree, yang berarti membiarkan diri berbuat zina, melakukan persundalan percabulan dan
39
Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid 1,(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005), h. 207
40
(45)
pergendakan. Sedangkan prostitue adalah pelacur atau sundal. Biasa dikenal dengan istilah WTS (Wanita Tuna Susila).41
Peraturan Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat, menyatakan tentang pelacur sebagai berikut:
“Pelacur, selanjutnya disingkat “P”, adalah mereka yang biasa melakukan hubungan kelamin diluar pernikahan yang sah.42
Kedua peraturan di atas menekankan masalah hubungan kelamin di luar pernikahan, baik dengan mendapat imbalan pembayaran maupun tidak.
Sedang Pasal 296 KUHP mengenai prostitusi tersebut menyatakan sebagai berikut:
“Barang siapa yang pekerjaannya atau kebiasaannya, dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya seribu rupiah”.43
Profesor W.A. Bonger dalam tulisannya Maatscchappellijke Oorzaken der Prostitutie menulis definisi sebagai berikut:
“Prostitusi ialah gejala kemasyarakatan di mana wanita menjual diri dan melakukan perbuatan-perbuatan seksual sebagai mata pencarian”.44
2. Penyebab Timbulnya Pelacuran
Beberapa peristiwa sosial penyebab timbulnya pelacuran antara lain sebagai berikut:
41
Kartini Kartono, Patologi Sosial, h. 207 42
Kartini Kartono, Patologi Sosial, h. 207 43
Kartini Kartono, Patologi Sosial, h. 207 44
Prof. W.A Bonger, De Maatscchappellijke Oorzaken der Prostitutie, Verspreide Geschriften, (dell II, Amsterdam, 1950), (Terjemahan B. Simajuntak, Mimbar Demokrasi, Bandung, April 1967).
(46)
a. Tidak adanya undang-undang yang melarang pelacuran. Juga tidak ada larangan terhadap orang-orang yang melakukan relasi seks sebelum pernikahan atau di luar pernikahan. Yang dilarang dan diancam dengan hukuman ialah: praktik germo (Pasal 296 KUHP) dan mucikari (Pasal 506 KUHP). KUHP 506: Barang siapa yang sebagai mucikari mengambil untung dari perbuatan cabul seorang perempuan, dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun. Namun dalam praktik sehari-hari, pekerjaan sebagai mucikari itu selalu ditoleransi, secara inkonvensional dianggap sah ataupun dijadikan sumber pendapatan dan pemerasan yang tidak resmi.
b. Adanya keinginan dan dorongan manusia untuk menyalurkan kebutuhan seks, khususnya diluar ikatan perkawinan.
c. Komersialisasi dari seks, baik di pihak wanita maupun germo-germo dan oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan pelayanan seks. Jadi, seks dijadikan alat yang jamak guna (multipurpose)
untuk tujuan-tujuan komersialisasi diluar perkawinan.
d. Dekadensi moral, merosotnya norma-norma susila dan keagamaan pada saat orang mengenyam kesejahteraan hidup; dan ada pemutar balikan nilai-nilai pernikahan sejati.
e. Semakin besarnya penghinaan orang terhadap martabat kaum wanita dan harkat manusia.
(47)
f. Kebudayaan eksploitasi pada zaman modern ini, khususnya mengeksploitasi kaum lemah/wanita untuk tujuan-tujuan komersil. g. Ekonomi laissez-faire menyebabkan timbulnya system harga
berdasarkan hukum “jual dan permintaan”, yang diterapkan pula dalam relasi seks.
h. Perkembangan kota-kota, daerah-daerah pelabuhan dan industri yang sangat cepat dan menyerap banyak tenaga buruh serta pegawai pria. Juga peristiwa urbanisasi tanpa adanya jalan keluar untuk mendapatkan kesempatan kerja terkecuali menjadi wanita P/panggilan bagi anak-anak gadis.45
3. Akibat-akibat Pelacuran
Beberapa akibat yang ditimbulkan oleh pelacuran ialah sebagai berikut:
a. Menimbulkan dan menyebarluaskan penyakit kelamin dan kulit. b. Merusak sendi-sendi kehidupan keluarga, suami-suami yang
tergoda pelacur biasanya melupakan fungsinya sebagai kepala keluarga.
c. Mendemoralisasi atau memberikan pengaruh demoralisasi kepada lingkungan khususnya anak-anak muda remaja pada masa puber dan adolensi.
d. Berkorelasi dengan kriminalitas dan kecanduan bahan-bahan narkotika (ganja, morfin, heroin dll.)
45
Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid 1,(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005), h. 249-251
(48)
e. Merusak sendi-sendi moral, susila, hokum dan agama. Terutama menggoyahkan norma perkawinan, sehingga menyimpang dari adat kebiasaan, norma hukum, dan agama.
f. Adanya pengeksploitasian manusia oleh manusia lain.
g. Bisa menyebabkan terjadinya disfungsi seksual, misalnya; impotensi, ejakulasi premature, satiriasis dll.46
4. Penanggulangan Pelacuran atau Prostitusi
Prostitusi sebagai masalah sosial sejak sejarah kehidupan manusia sampai sekarang dan selalu ada pada setiap tingkatan peradaban, perlu ditanggulangi dengan penuh kesungguhan. Usaha ini sangat sukar melalui proses dan waktu yang panjang, dan memerlukan pembiayaan yang besar.47 Pada garis besarnya, usaha untuk mengatasi masalah tuna susila ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Usaha yang bersifat preventif. Usaha yang bersifat prefentif
diwujudkan dalam kegiatan-kegiatan untuk mencegah terjadinya pelacuran. Usaha ini antara lain berupa;
1. Penyempurnaan perundang-undangan mengenai larangan atau pengaturan penyelenggaraan pelacuran;
2. Intensifikasi pemberian pendidikan keagamaan dan kerohanian, untuk memperkuat keimanan terhadap nilai-nilai religius, dan norma kesusilaan;
46
Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid 1,(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005, h. 242-244
47
(49)
3. Menciptakan bermacam-macam kesibukan dan kesempatan rekreasi bagi anak-anak puber dan adolesens, untuk menyalurkan kelebihan energinya;
4. Memperluas lapangan kerja bagi kaum wanita, disesuaikan dengan kodrat dan bakatnya serta mendapatkan upah atau gaji yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup hariannya. 5. Penyelenggaraan pendidikan seks dan pemahaman nilai
perkawinan dalam kehidupan keluarga;
6. Pembentukan badan atau tim koordinasi dari semua usaha penanggulangan pelacuran yang dilakukan oleh beberapa instansi sekaligus mengikutsertakan potensi masyarakat lokal untuk membantu melaksanakan kegiatan pencegahan atau penyebaran pelacuran;
7. Penyitaan terhadap buku-buku dan majalah-majalah cabul, gambar-gambar porno, film-film biru dan sarana-sarana lain yang merangsang nafsu seks;
8. Meningkatkan kesejahteraan rakyat pada umumnya.48
b. Tindakan yang bersifat represif dan kuratif. Sedangkan usaha yang represif dan kuratif dimaksudkan sebagai kegiatan untuk menekan (menghapuskan, menindas), dan usaha untuk menyembuhkan para wanita dari ketunasusilaannya untuk kemudian membawa mereka ke jalan benar. Usaha represif dan kuratif ini antara lain berupa:
48
(50)
1. Melalui lokalisasi yang sering ditafsirkan sebagai legalisasi, orang melakukan pengawasan atau kontrol yang ketat demi menjamin kesehatan dan keamanan para prostitute serta lingkungannya;
2. Untuk megurangi pelacuran, diusahakan melalui aktivitas rehabilitasi dan resosialisasi, agar mereka bisa dikembalikan sebagai warga masyarakat yang susila. Rehabilitasi dan resosialisasi ini dilakukan melalui: pendidikan moral, dan agama, latihan-latihan kerja dan pendidikan keterampilan agar mereka bersifat kreatif dan produktif;
3. Penyempurnaan tempat-tempat penampungan bagi para wanita tuna susila terkena razia; disertai dengan pembinaan yang sesuai dengan bakat dan minat masing-masing;
4. Pemberian suntikan dan pengobatan pada interval waktu tetap untuk menjamin kesehatan para prostitute dan lingkungannya; 5. Menyediakan lapangan kerja baru bagi mereka yang bersedia
meninggalkan profesi pelacuran dan memulai hidup susila; 6. Mengadakan pendekatan pada pihak keluarga pelacur dan
masyarakat asal mereka agar mereka mau menerima kembali bekas-bekas wanita tuna susila itu mengawali hidup baru.49
49
(51)
41
METODOLOGI PENELITIAN Metodologi Penelitian
Metode penelitian merupakan teknik atau cara dalam pengumpulan fakta atau bukti yang dalam hal ini adalah perencanaan tindakan yang akan dilaksanakan serta langkah-langkah apa yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan dan sasaran penelitian.1 Berikut di bawah ini adalah tahapan-tahapan penelitian dalam karya ilmiah ini adalah :
A. 1. Lokasi
Tempat penelitian berlokasi di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya di Jl. Tat Twam Asi No. 47, Komplek Departemen Sosial, Kelurahan gedong Pasar Rebo, Jakarta Timur. Adapun alasan pemilihan lokasi itu didasari oleh pertimbangan sebagai berikut:
1. Lokasi penelitian mudah dijangkau oleh peneliti.
2. Bertujuan untuk mengetahui bagaimana metode bimbingan mental spiritual yang dilaksanakan para penyuluh agama di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta, sehingga mempermudah peneliti menganalisis data.
A. 2. Waktu Penelitian
Adapun waktu penelitian yang dilaksanakan di PSKW Mulya Jaya di mulai pada tanggal 09 Maret s/d 22 Agustus 2011, pada pukul 10.00-15.00 WIB.
1
E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi, (Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998), h. 78
(52)
B. 1. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian disini ialah para klien panti yang mengikuti kegiatan bimbingan mental spiritual, akan tetapi hanya dipilih 6 orang dari 20 klien agar mempermudah dalam penelitian peneliti dalam mengambil data klien pada wawancara terhadap klien oleh karena itu hanya minimal klien yang terpilih dari beberapa klien di Panti sosial karya wanita PSKW Mulya Jaya Jakarta.
B. 2. Objek Penelitian
Objek adalah sasaran yang dituju dalam penelitian setelah subjek di temukan, dalam penelitian ini objeknya adalah metode bimbingan mental spiritual yang di laksanakan di PSKW Mulya Jaya Jakarta.
C. 1. Model Penelitian
Dalam penyusunan skripsi ini penulis berusaha mengumpulkan data-data dan keterangan yang dibutuhkan selengkap mungkin untuk menunjang penyelesainnya sehingga skripsi ini memenuhi persyaratan sebagai suatu karangan ilmiah, dengan melakukan penelitian atau riset secara langsung maupun tidak langsung.
Jenis penelitian dibagi menjadi empat, berikut dibawah ini merupakan jenis-jenis dan penjelasannya, yaitu2:
a. Penelitian Historis
Penelitian historis adalah penelitian berupa kegiatan penyelidikan, pemahaman, dan penjelasan keadaan yang telah terjadi dimasa yang telah lampau.
2
(53)
b. Penelitian Deskriptif
Penelitian deskriptif adalah pengumpulan data untuk diuji hipotesis atau menjawab pertanyaan mengenai status terakhir dari subjek penelitian.
c. Penelitian Korelasional
Penelitian korelasional adalah penelitian yang bertujuan menentukan apakah terdapat asosiasi antara dua variabel atau lebih, serta seberapa jauh korelasi yang ada diantara variabel yang diteliti d. Penelitian Kausal Komparatif
Penelitian kausal komparatif adalah penelitian yang menunjukkan arah hubungan antara variabel bebas dengan variabel terkait, disamping mengukur kekuatan hubungannya.
Dengan keterangan diatas dan latar belakang serta perumusan masalah yang diterangkan sebelumnya, maka penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pengertian lain yaitu ”penelitian yang diarahkan untuk memberikan gejala-gejala atau fakta, atau kejadian-kejadian secara sistematis dan akurat, mengenai sifat-sifat populasi atau daerah tertentu”.3 Dengan tujuan untuk memperoleh sesuatu yang diperlukan, dikumpulkan dan disusun berdasarkan perumusan masalah.
Adapun dalam pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu dengan melakukan penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang atau perilaku
3
Dra. Nurul Zuriyah, M. Si, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan; Teori-Aplikasi, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006), Cet, Ke-1, h. 47
(54)
yang diamati.4 Penelitian kualitatif menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkip, wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman, video dan lain sebagainya.5
Pendekatan ini digunakan karena peneliti bermaksud untuk mengetahui proses kegiatan penyuluh agama dalam membimbing mental spiritual wanita tuna susila yang kemudian di deskripsikan melalui pelaksanaan kegiatan rohani yaitu metode bimbingan mental spiritual terhadap penyandang masalah tuna susila di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta.
Menurut Bogdan dan Taylor seperti yang dikutip oleh Lexy J. Moleong dalam bukunya Metodologi Penelitian adalah, “prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistic. Jadi dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi kedalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu kebutuhan.6 Menurut Anselm Strauss dalam teknik dan teori Grounded, H. M. Djunady Ghoni adalah:
“Penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat diperoleh dengan menggunakan prosedur-prosedur statistic atau dengan cara lain dari pengukuran”.7
4
Lexy J. Moleong, h. 4 5
E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia, Edisi ketiga, (Jakarta: LPSP 3 UI, 2005), h. 36
6
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1998), h. 4
7
H. M Junady Ghony, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif; Prosedur, Teknik dan Teori Grounded, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1997), Cet Ke-1, h. 11
(55)
Model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah model survey. Penelitian survey adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar ataupun kecil, tetapi data yang di pelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relative distribusi, dan hubungan-hubungan antara variabel sosiologis maupun psikologis. Penelitian survei pada umumnya dilakukan untuk mengambil sesuatu generalisasi dari pengamatan yang tidak mendalam, survei dapat membantu dalam membandingkan kondisi-kondisi yang ada dengan criteria yang telah ditentukan.8
Dalam model penelitian ini, peneliti menggunakan model penelitian sebagai berikut :
Gambar C. 2 Model Penelitian
Metode Bimbingan Mental Spiritual Bagi Penyandang Masalah Tuna Susila
Alasan peneliti menggunakan model penelitian pada bagan di atas karena penulis ingin melihat dan membuktikan pengaruh antara dua variabel yaitu dari pengaruh bimbingan mental spiritual terhadap penyandang masalah tuna susila di PSKW Mulya Jaya Jakarta.
8
(56)
D. 1. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Dan pada penelitian ini teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.9
Teknik pengumpulan data diperlukan untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan untuk dapat menjelaskan dan menjawab permasalahan penelitian ini. Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan:
1. Observasi dan pengamatan. Dalam hal ini peneliti mengadakan pengamatan langsung terhadap sarana dan prasarana dan kegiatan rohani di Panti PSKW tersebut. Dalam observasi peneliti melakukan pencatatan apa yang bisa dilihat oleh mata, di dengar oleh telinga, diraba oleh tangan, kemudian peneliti tuangkan dalam penulisan skripsi ini sesuai dengan data yang dibutuhkan. Observasi dan pengambilan data penelitian ini di PSKW dari bulan Februari s/d Agustus 2011.
2. Wawancara adalah pengumpulan data melalui percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh pewawancara (pengumpul data/yang mengajukan pertanyaan) dengan yang terwawancarai (yang memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan) yang dicatat atau direkam dengan alat perekam.10 Wawancara ini terdiri
9
Prof. Dr. Sugiyono, Memahami penelitian kualitatif, (Bandung: ALFABETA, 2005).
10
Dr. Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: PT. Rosdakarya, 1995), Cet Ke-1 h. 67
(1)
Sosial, Disusun Oleh; Abdul Rahman S. Sos.I dan Ust. Nuhri Sulaeman. Dan Wawancara Pribadi, Dengan Penyuluh Agama Islam di PSKW Mulya Jaya-Jakarta, Waktu Wawancara Berbeda- beda, Antara 22-25 Maret 2011.
Sumber; Wawancara Penulis Dengan Anggota Klien/Korban Kekerasan Seksual di (PSKW) Mulya Jaya Jakarta, Tanggal Setiap Klien Berbeda; 09 Maret-18 April 2011, Waktunya Sama; Pukul 10.00-12.00 Siang.
Ibu Narojah, Asal Jakarta TMII, Usia 32 Tahun, yang Sudah 1Tahun Menjadi Pengurus/Instruktur WTS/Traficking, Wawancara Pribadi, Jakarta 25 Maret di Ruang Sekretariat Traficking Pukul 10.00 Pagi.
N.I Klien Asal Riau/Korban Kekerasan Seksual/Traficking (WTS) di PSKW Mulya Jaya, Wawancara Pribadi, Jakarta, 25 Maret di Ruang Sekretariat Traficking Pukul 10.30-11.00 Pagi
M. Klien Asal Cianjur/Korban Kekerasan Seksual di PSKW Mulya Jaya, Wawancara Pribadi, Jakarta 25 Maret di Ruang Sekretariat Traficking Pukul 11.00-11.30 Pagi.
E.RN. Klien Asal Karawang/Korban Kekerasan Seksual (WTS) di PSKW Mulya Jaya, Wawancara Pribadi, Jakarta 01 April di Teras Kamar WTS Cut Nyak Dien Pukul 11.30-12.00.
L.H. Klien Asal Garut/Korban Kekerasan Seksual/KDRT (WTS) di PSKW Mulya Jaya, Wawancara Pribadi, Jakarta 01 April di Teras Kamar
(2)
WTS Cut Nyak Dien Pukul 11.00-11.30.
N. Klien Asal Tangerang/Korban Kekerasan Seksual (WTS) di PSKW Mulya Jaya, Wawancara Pribadi, Jakarta 01 April di Lapangan Olahraga Depan Kamar Cut Nyak Dien Pukul 10.30-11.00. Wawancara Pribadi, Penulis Dengan Bpk. Abdul Rahman S.Sos.I, yang
Sekarang Menjadi Fungsional Penyuluh Sosial Kemensos RI, di PSKW Mulya Jaya-Jakarta, Tgl 22 Maret 2011, Pukul 11.45, Diruang Fungsional.
Wawancara Pribadi, Penulis Dengan Ust. Nuhri Sulaeman Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah-Jakarta, yang Sekarang Menjadi
Penyuluh Agama Islam, Wawancara dilakukan pada Tgl 24 Maret 2011, Pukul 12.45, Di Ruang Tamu PSKW Mulya Jaya-Jakarta. Wawancara Pribadi, Penulis Dengan Bpk. Drs. H. Abu Bakar, yang
Sekarang Menjadi Penyuluh Agama Islam,Wawancara dilakukan pada Tgl 25 Maret 2011, Pukul 10.00, Di Masjid Al-Khairat PSKW Mulya Jaya-Jakarta, Sebelum Beliau Memberikan Materi Penyuluhan Islam pukul 11. Panduan Bimbingan Mental Spiritual dan Bimbingan Etika Sosial, Disusun Oleh; Abdul Rahman S. Sos.I dan Ust. Nuhri Sulaeman.
(3)
Wawancara Dengan Seksi Program Advokasi Sosial Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Jakarta
Pertanyaan
1. Apa pengertian spesifik mengenai pendekatan awal terhadap klien di PSKW Mulya Jaya ini?
2. Dari mana pegawai PSKW mendapatkan informasi mengenai WTS sebelum mereka berada di Panti seperti sekarang ini?
3. Faktor penghambat PSKW dalam melaksanakan program pendekatan awal pada klien?
4. Bagaimana pelaksanaan masa orientasi klien?
5. Dimana tempat yang banyak terdapat WTS dan apa latar belakang mereka menjadi WTS?
6. Bagaimana proses konsultasi yang dilakukan petugas PSKW ketika mereka tengah berada di Panti Sosial ini?
7. Apa faktor penghambat dari pelaksanaan program orientasi dan konsultasi terhadap klien?
8. Dalam prog.identifikasi klien pendataan yang dibutuhkan Panti seperti apa? 9. Dimana lokasi dilaksanakannya prosses identifikasi klien?
10.Apa faktor penghambat dari pelaksanaan identifikasi pada klien? 11.Motivasi apa yang disampaikan Panti terhadap klien?
12.Apa faktor penghambat Panti dari jalannya proses pemberian motivasi pada klien? 13.Sebelum klien menjadi penghuni Panti, tentunya akan ada seleksi untuk calon klien sebagai penghuni Panti.. lalu bagaimana syarat dan ketentuan yang ditetapkan Panti untuk menyeleksi klien sebelum menjadi penghuni Panti?
14.Apa faktor penghambat Panti dari program penyeleksian klien?
Peneliti Seksi Prog.Advokasi Sosial
(4)
Wawancara Dengan Kasie. Rehabilitasi Sosial Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Jakarta
Pertanyaan
1. Bagaimana proses pelaksanaan seleksi dalam prog. penerimaan klien yang di terapkan di Panti?
2. Bagaimana proses penerimaan klien dari awal-akhir penyeleksian?
3. Dalam prog. penyaluran yang ditetapkan Panti, bagaimana proses penyaluran klien yang telah usai mengikuti keterampilan di PSKW Mulya Jaya?
4. Dimana klien Panti akan disalurkan setelah usai mengikuti keterampilan di Panti? 5. Apa faktor penghambat yang dihadapi Panti dalam proses penyaluran bakat dan
keterampilan klien yang telah usai menjalani rehabilitasi di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya?
6. Apa pengertian spesifik mengenai bimbingan lanjut di PSKW Mulya Jaya ini? 7. Apa faktor pendukung dan penghambat dari pelaksanaan prog.bimbingan lanjut di
Panti?
(5)
Wawancara Dengan Koor.Pekerja Sosial Di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Jakarta
Pertanyaan
1. Bagian apa yang menangani registrasi calon klien di Panti? 2. Bagaimana proses registrasi klien di Panti?
3. Hambatan yang dihadapi Panti dalam proses Registrasi klien? 4. Dalam prog.penempatan klien calon klien Panti diarahkan kemana? 5. Bagaimana proses penempatan klien di asrama Panti?
6. Pada penempatan keterampilan, proses apa yang dijalankan Panti untuk klien? 7. Apa pengertian prog.assesment/pengungkapan masalah pada klien di Panti? 8. Apa tujuan dilaksanakannya assessment untuk klien di Panti?
9. Faktor apa yang menjadi penghambat jalannya proses assessment di Panti terhadap klien?
Peneliti Koordinator.Pekerja Sosial
(6)
Wawancara Dengan Penyuluh Islam-Mental Spiritual di PSKW Mulya Jaya Jakarta
Pertanyaan
1. Siapa yang wajib mengikuti keg.mental spiritual di Panti?
2. Penjelasan yang lebih spesifik mengenai keg.bimbingan mental spiritual di Panti? 3. Metode bimbingan mental spiritual yang digunakan PSKW Mulya Jaya seperti
apa?
4. Bagaimana proses pembagian waktu dan hari dilaksanakannya keg.bimbingan mental spiritual dalam sebulan?
5. Bagaimana proses yang dijalankan klien dalam mengikuti bimbingan mental spiritual selama di Panti?
6. Faktor pendukung dan penghambat jalannya proses bimbingan mental spiritual di Panti Sosial Karya Wanita?
7. Indikator keberhasilan yang dicapai dalam kegiatan bimbingan mental spiritual di Panti?