Atribut Ekonomi Faktor yang Berasosiasi dengan Keputusan Adopsi Petani

34 mengadopsi, jika varietas unggul itu secara teknis dan ekonomis lebih tinggi produksinya jika dibandingkan dengan varietas tradisional. Neill and Lee 2001 berargumen bahwa adopsi teknologi baru juga dipengaruhi oleh persepsi petani tentang investasi modal dan tenaga kerja yang harus dialokasikannya. Martel et al. 2000, yang melakukan study kasus pada pemasaran buncis kering di Honduras, berargumentasi bahwa petani mengadopsi teknologi pertanian yang baru sebab petani merasa dengan mengadopsi teknologi tersebut dapat mengurangi tenaga kerja, biaya lain serta mengurangi resiko yang lain seperti hama dan penyakit selama berproduksi dan juga pada saat pasca panen yang dikenal dengan keuntungan relatif relative advantage. Mardikanto 1988 berargumen bahwa keuntungan relatif mencakup: keuntungan teknik technical advantage, seperti produktivitas tinggi, tahan terhadap berbagai gangguan baik hama maupun penyakit, keuntungan ekonomis economical advantage seperti biaya lebih rendah, dan mendapat keuntungan yang lebih tinggi dan kemanfaatan sosial-psikologis seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis pangan, kebutuhan psikologis pengakuanpenghargaan dari lingkungan, kepuasaan dan rasa percaya diri maupun kebutuhan sosiologis pakaian, papan dan status sosial dll.

2.3.4. Atribut Ekonomi

Petani mempunyai beberapa pandangan tentang teknologi pertanian yang baru dan keuntungan ekonomik yang tidak tentu akibat produksinya yang turun atau naik tergantung pada faktor alam. Early adopterspenetrap dini adalah yang mengadopsi lebih awal, sedangkan late adopters menunggu dan memantau tingkat keberhasilan dari Early adopters. Setelah mendapat informasi tentang teknologi dari Early adopters, mereka memutuskan apakah menolak berdasarkan keuntungan ekonomi Basley and Case.1993; Shampine, 1998. Berkaitan dengan Atribut Ekonomi yang terkait dengan ukuran usahatani, sewa lahan pada perilaku adopsi petani, Pattanayak et al. 2003 dan Uraine et al. 2009 menemukan tidak ada hubungan yang konsisten antara kedua faktor tersebut. Mereka melaporkan bahwa petani yang mudah mengakses pada lahan 35 adalah kemungkinan kecil untuk mengadopsikan land-saving technology misalnya: pupuk dan pestisida sebab tanah adalah berlimpah atau banyak. Lebih jauh, pemilik lahan adalah kemungkinan besar dapat mengadopsi agro- forestry dan teknologi konservasi yang lain untuk mengawetkan lahannya. Cornejo and McBride 2002, yang melakukan study adopsi bioengineering tanaman di United States, mengevaluasi dampak dari lokasi usahatani misalnya jarak dari jalan raya, kesuburan tanah, kondisi iklim setempat pada adopsi teknologi baru. Mereka mengargumentasikan bahwa petani yang memiliki lahan dengan kondisi biophysical produksi yang miskin unsur hara, biasanya mengadopsi teknologi pertanian yang baru misalnya: pupuk agar mengurangi kondisi kekurangan unsur hara tersebut. Sebaliknya, walaupun kondisi lahan dan iklim yang baik, petani masih mempertimbangkan akses pada jalan raya, input pertanian dan output pemasaran tersebut. Pandey 1999, yang melakukan study teknologi adopsi produksi padi di Philippines, menemukan bahwa varietas modern yang tanggap pada pemupukan adalah salah satu faktor yang mendorong cepatnya peningkatan hasil padi dan tingkat pemakaian pupuk. Berbeda pula yang terjadi di Meksiko petani jagung pada awal introduksi jagung varietas ungul dimana lebih dari 40 dari 84 petani di salah satu desa menanam varietas unggul pada tahun 1946. Namun setelah dua tahun yaitu pada tahun 1948 hanya tiga petani yang tetap menanm varietas unggul yang diintroduksi tersebut. Setelah ditelusuri ternyata varietas unggul yang baru tidak sesuai dengan preferensi masyarakat setempat dengan alasan varietas baru tidak cocok bila dipergunakan sebagai bahan untuk tortilla sejenis roti dari jagung dan yang cocok untuk tortilla adalah jagung yang tawar bukan dari varitas unggul yang diintroduksi Hanafi et al., 1986. Memperhatikan fenomena tersebut, para agen pembaru seharusnya memperhatikan norma-norma yang berlaku di masyarakat agar teknologi pertanian yang diintroduksikan harus sesuai dengan keinginan kebanyakan masyarakat setempat kalau tidak maka varietas unggul tersebut dapat ditolak. Akibat lebih lanjut, promosi agen pembaru mengenai inovasi lainnya pada masa mendatang juga akan tidak dipedulikan oleh masyarakat. Negatifisme inovasi 36 semacam itu merupakan kompatibilitas yang tak diinginkan. Jika ide itu gagal, klien akan terbiasa menganggap semua inovasi berikutnya dengan pandangan dan pengertian yang serupa, yakni kecemasan. Inovasi yang gagal akan menjadi racun bagi pengadopsian inovasi lain yang akan diperkenalkan Hanafi, 1986.

2.4 Analisis Teori SWOT