Teknologi Produksi dan Karakterisasi Tepung Jagung Varietas Unggul Nasional
TEKNOLOGI PRODUKSI DAN KARAKTERISASI TEPUNG
JAGUNG VARIETAS UNGGUL NASIONAL
Oleh :
RIYANI
F34103137
2007
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
(2)
TEKNOLOGI PRODUKSI DAN KARAKTERISASI TEPUNG
JAGUNG VARIETAS UNGGUL NASIONAL
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
RIYANI
F34103137
2007
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
(3)
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
TEKNOLOGI PRODUKSI DAN KARAKTERISASI TEPUNG
JAGUNG VARIETAS UNGGUL NASIONAL
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
RIYANI
F34103137
Dilahirkan pada tanggal 27 Februari 1985 Di Yogyakarta
Tanggal Lulus : Agustus 2007
Menyetujui, Bogor, Agustus 2007
Dr.Ir.Titi Candra Sunarti, MSi Dr. Ir. Nur Richana, MSi Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
(4)
Riyani. F34103137. Teknologi Produksi dan Karakterisasi Tepung Jagung Varietas Unggul Nasional. Di bawah bimbingan Titi Candra Sunarti dan Nur Richana. 2007.
RINGKASAN
Jagung merupakan salah satu komoditas yang dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat penting setelah beras, Indonesia sampai saat ini masih mengimpor sebagian besar jagung yang digunakan untuk industri. Padahal jagung varietas unggul Indonesia yang ditemukan sangat beragam jenis dan jumlahnya, dan sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal.
Di Indonesia, pemanfaatan jagung masih terbatas sebagai bahan pakan, dan sebagian kecil sebagai bahan pangan. Sebagai bahan yang mengandung karbohidrat tinggi, maka jagung tersebut dapat dimanfaatkan sebagai tepung komposit, pati dan bahan baku industri.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan komoditas jagung varietas unggul nasional untuk bahan baku tepung jagung dan tepung produk olahan alkali (alkali cooked milling) dengan mengkaji sifat fisiko-kimia dan fungsionalnya. Enam varietas yang digunakan adalah Arjuna, Bisma, Lamuru, Sukmaraga, Srikandi Kuning dan Srikandi Putih.
Metode penelitian ini terdiri atas : karakterisasi sifat fisik jagung (jumlah biji per kg, dimensi biji jagung, bobot biji, warna biji, densitas kamba, bobot jenis, dan konduktivitas panas); penyiapan tepung jagung dengan teknikdry milling dan
alkali cooked milling; karakterisasi sifat fisiko-kimia dan fungsional tepung jagung yang meliputi analisa proksimat (kadar air, abu, lemak, protein, serat kasar, dan karbohidrat by difference), kadar amilosa, kadar pati, gula pereduksi, pH, bobot jenis tepung, penerimaan oleh -amilase, sifat amilografi, water and oil absorbtion capacity, swelling power dan kelarutan, kejernihan pasta, freeze thaw stabilitydan apparent viscosity.
Jagung varietas Arjuna, Bisma, Lamuru, Sukmaraga dan Srikandi Kuning memiliki warna biji kuning sedangkan varietas Srikandi Putih memiliki warna biji putih. Bobot 1000 biji jagung antara 259,52-337,39 g dengan bobot terbesar pada varietas Sukmaraga sedangkan bobot terkecil pada varietas Arjuna serta densitas kamba (bulk density) sebesar 0,81–0,83 g/cm3 dengan densitas kamba terbesar pada varietas Arjuna, Lamuru, Sukmaraga dan Srikandi Kuning sedangkan densitas kamba terkecil pada varietas Srikandi Putih.
Tepung jagung mempunyai komponen utama karbohidrat sebesar 76,88– 82,12% pada pengolahan secaradry millingdan 74,52-82,55% padaalkali cooked milling, protein sebesar 9,11-10,77% pada dry milling dan 9,33-10,37% pada
alkali cooked milling serta lemak sebesar 5,68-9,78% pada dry milling dan 4,07-12,69% pada alkali cooked milling sehingga tepung jagung dan tepung olahan alkali dapat digunakan sebagai sumber pangan dan pakan yang potensial.
Pengolahan jagung melalui pemasakan dengan alkali secara umum tidak menurunkan nilai nutrisi jagung tetapi merubah sifat fungsionalnya, seperti menaikkan absorbsi air yaitu 1,23–1,63% pada dry milling menjadi 1,70–2,39% padaalkali cooked millingdan kejernihan pasta sebesar 24,73–43,30%T pada dry milling menjadi 25,27–47,07% pada alkali cooked milling. Pengolahan jagung
(5)
dengan alkali ini menyebabkan penurunan absorbsi minyak yaitu sebesar 0,81– 1,33% padadrymilling menjadi 0,57–1,12% padaalkali cooked milling, swelling power juga mengalami penurunan yaitu 6,43–40,32% pada dry milling menjadi 3,98–81,19% pada alkali cooked milling, kelarutan sebesar 71,93–89,51% pada
dry millngmenjadi 53,93–75,30% padaalkali cooked milling.
Pemasakan dengan alkali juga merubah sifat amilografi dengan menurunkan suhu gelatinisasi sebesar 90–93oC padadry milling menjadi 81–93oC pada alkali cooked milling, viskositas maksimum sebesar 30–40 BU pada dry millingmenjadi 10–15 BU padaalkali cooked millingdan viskositas akhir sebesar 90–140 BU pada dry milling menjadi 5–45 BU pada alkali cooked milling.
Pemasakan dengan alkali juga menyebabkan kenaikan pH yaitu sebesar 6,65–6,73 pada dry milling menjadi 6,95–7,23 pada alkali cooked milling serta penurunan penerimaan oleh -amilase yaitu sebesar 3,68-10,67% pada dry milling menjadi 3,28–9,52% padaalkali cooked milling.
(6)
Riyani. F34103137. Production Technology and Characterization of Corn Flours from National Improved Corn Varieties. Supervised by Titi Candra Sunarti and Nur Richana. 2007.
SUMMARY
Corn is one of the commodity which is able to use as important source of carbohydrates beside rice, but Indonesia still imported corn kernel for industrial purposes. However, there is a lot of national improved corn varieties were released but it has not been used optimally.
Usually corn kernels use as feed and food. As material with high carbohydrate, corn is able to use as composite flour, starch and industrial raw material.
The aims of this research are to develop and utilize the national improved corn varieties for corn flours production. Corn flours were made by dry milling and alkali cooked milling process. Six varieties were used in this research as Arjuna, Bisma, Lamuru, Sukmaraga, Srikandi Kuning and Srikandi Putih.
The research were conducted into 3 steps, i.e. (1) characterization of corn kernel properties (amount kernel in 1 kg, dimension of kernel, weight of a kernel, colour of kernel, bulk density, density and thermal conductivity); (2) production of corn flours with dry milling and alkali cooked milling process; (3) characterization of chemical composition (moisture, ash, lipid, protein, fiber contents, amylose, starch, reducing sugar contents), and physico-chemical properties (pH, density of flours, -amylase susceptibility, Brabender visco-amylograph, water and oil absorbtion capacities, swelling power and solubility, paste clarity, freeze thaw stability and apparent viscosity).
Kernels of Arjuna, Bisma, Lamuru, Sukmaraga and Srikandi Kuning varieties are yellow dent corn but Srikandi Putih variety is white dent corn. Weight of 1000 corn kernels are around 259.52-337.39 g which Sukmaraga variety is the heaviest and Arjuna is the lightest, with bulk density in corn kernels are 0.81–0.83 g/cm3.
The major component of corn flours are carbohydrate 76.88–82.12% in dry milling process and 74.52-82.55% in alkali cooked milling process, protein 9.11-10.77% in dry milling and 9.33-10.37% in alkali cooked milling, lipid 5.68-9.78% in dry milling and 4.07-12.69% in alkali cooked milling, so corn flours from all varieties can be used as potential feed and food sources.
Alkali cooked milling process generally did not change the chemical composition of corn flour but changed the functional characteristics, such as increasing water absorbtion capasity from 1.23–1.63% in dry milling and 1.70– 2.39 % in alkali cooked milling, paste clarity from 24.73–43.30%T in dry milling and 25.27–47.07% in alkali cooked milling. Alkali cooked milling decreased oil absorbtion capacity from 0.81–1.33% in dry milling and 0.57–1.12% in alkali cooked milling, swelling power from 6.43–40.32% in dry milling and 3.98– 81.19% in alkali cooked milling, solubility from 71.93–89.51% in dry millng and 53.93–75.30% in alkali cooked milling.
Alkali cooked milling process also changed the visco-amylography characteristics such as decreasing the initial gelatinization temperature from 90–
(7)
93oC in dry milling and 81–93oC in alkali cooked milling, maximum viscosity from 30–40 BU in dry milling and 10–15 BU in alkali cooked milling and final viscosity from 90–140 BU in dry milling and 5–45 BU in alkali cooked milling. Alkali cooked milling process also increasing the -amylase susceptibility from 3.68-10.67% in dry milling and 3.28–9.52% in alkali cooked milling.
(8)
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul :
“Teknologi Produksi dan Karakterisasi Tepung Jagung Varietas Unggul Nasional” adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.
Bogor, Agustus 2007
Riyani F34103137
(9)
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Riyani, dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 27 Februari 1985. Penulis adalah anak pertama dari pasangan Sutanto dan Ratih.
Riwayat pendidikan penulis dimulai dari SDN Tebet Barat 05 pagi Jakarta Selatan, SLTP Negeri 115 Jakarta Selatan, dan SMU Negeri 68 Jakarta Pusat.
Pada tahun 2003, penulis diterima di IPB melalui jalur SPMB. Penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum mata kuliah Laboratorium Bioproses pada tahun 2007. Penulis juga tergabung dalam organnisasi Himalogin. Pada tahun 2006 penulis berkesempatan melaksanakan Praktek Lapang di PT. PG Rajawali II unit PG Subang dengan kajian proses produksi dan GMP (Good Manufacturing Practices)
Penulis melakukan penelitian akhir dalam rangka memperolah gelar sarjana dengan judul“Teknologi Produksi dan Karakterisasi Tepung Jagung Varietas Unggul Nasional”.
(10)
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, kasih sayang dan ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.
Penulis juga hendak mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, MSi dan Dr. Ir. Nur Richana, MSi, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan motivasi, arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai.
2. Bapak Ir. Sugiarto, MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dalam perbaikan skripsi.
3. Bapak, Ibu dan seluruh keluarga yang telah memberikan dorongan, doa dan kasih sayang yang tiada terkira kepada penulis.
4. Derry Dardanella, Farah, Ratih, Indah, Arvi dan anak-anak TINs atas semangat dan motivasi pada penulis.
5. Rekan-rekan Padasuka (Brili, Icha, Didi, Dita, Nia, Nunung, dll) atas kebersamaan dan keceriaan selama penulis menyelesaikan studi.
6. Rekan-rekan TIN 40 atas motivasi dan bantuannya selama ini kepada penulis.
7. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi.
Hanya ucapan terima kasih yang dapat penulis berikan, semoga Allah SWT membalas kebaikan Bapak, Ibu serta rekan-rekan semua. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkannya.
Bogor, Agustus 2007
(11)
TEKNOLOGI PRODUKSI DAN KARAKTERISASI TEPUNG
JAGUNG VARIETAS UNGGUL NASIONAL
Oleh :
RIYANI
F34103137
2007
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
(12)
TEKNOLOGI PRODUKSI DAN KARAKTERISASI TEPUNG
JAGUNG VARIETAS UNGGUL NASIONAL
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
RIYANI
F34103137
2007
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
(13)
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
TEKNOLOGI PRODUKSI DAN KARAKTERISASI TEPUNG
JAGUNG VARIETAS UNGGUL NASIONAL
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
RIYANI
F34103137
Dilahirkan pada tanggal 27 Februari 1985 Di Yogyakarta
Tanggal Lulus : Agustus 2007
Menyetujui, Bogor, Agustus 2007
Dr.Ir.Titi Candra Sunarti, MSi Dr. Ir. Nur Richana, MSi Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
(14)
Riyani. F34103137. Teknologi Produksi dan Karakterisasi Tepung Jagung Varietas Unggul Nasional. Di bawah bimbingan Titi Candra Sunarti dan Nur Richana. 2007.
RINGKASAN
Jagung merupakan salah satu komoditas yang dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat penting setelah beras, Indonesia sampai saat ini masih mengimpor sebagian besar jagung yang digunakan untuk industri. Padahal jagung varietas unggul Indonesia yang ditemukan sangat beragam jenis dan jumlahnya, dan sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal.
Di Indonesia, pemanfaatan jagung masih terbatas sebagai bahan pakan, dan sebagian kecil sebagai bahan pangan. Sebagai bahan yang mengandung karbohidrat tinggi, maka jagung tersebut dapat dimanfaatkan sebagai tepung komposit, pati dan bahan baku industri.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan komoditas jagung varietas unggul nasional untuk bahan baku tepung jagung dan tepung produk olahan alkali (alkali cooked milling) dengan mengkaji sifat fisiko-kimia dan fungsionalnya. Enam varietas yang digunakan adalah Arjuna, Bisma, Lamuru, Sukmaraga, Srikandi Kuning dan Srikandi Putih.
Metode penelitian ini terdiri atas : karakterisasi sifat fisik jagung (jumlah biji per kg, dimensi biji jagung, bobot biji, warna biji, densitas kamba, bobot jenis, dan konduktivitas panas); penyiapan tepung jagung dengan teknikdry milling dan
alkali cooked milling; karakterisasi sifat fisiko-kimia dan fungsional tepung jagung yang meliputi analisa proksimat (kadar air, abu, lemak, protein, serat kasar, dan karbohidrat by difference), kadar amilosa, kadar pati, gula pereduksi, pH, bobot jenis tepung, penerimaan oleh -amilase, sifat amilografi, water and oil absorbtion capacity, swelling power dan kelarutan, kejernihan pasta, freeze thaw stabilitydan apparent viscosity.
Jagung varietas Arjuna, Bisma, Lamuru, Sukmaraga dan Srikandi Kuning memiliki warna biji kuning sedangkan varietas Srikandi Putih memiliki warna biji putih. Bobot 1000 biji jagung antara 259,52-337,39 g dengan bobot terbesar pada varietas Sukmaraga sedangkan bobot terkecil pada varietas Arjuna serta densitas kamba (bulk density) sebesar 0,81–0,83 g/cm3 dengan densitas kamba terbesar pada varietas Arjuna, Lamuru, Sukmaraga dan Srikandi Kuning sedangkan densitas kamba terkecil pada varietas Srikandi Putih.
Tepung jagung mempunyai komponen utama karbohidrat sebesar 76,88– 82,12% pada pengolahan secaradry millingdan 74,52-82,55% padaalkali cooked milling, protein sebesar 9,11-10,77% pada dry milling dan 9,33-10,37% pada
alkali cooked milling serta lemak sebesar 5,68-9,78% pada dry milling dan 4,07-12,69% pada alkali cooked milling sehingga tepung jagung dan tepung olahan alkali dapat digunakan sebagai sumber pangan dan pakan yang potensial.
Pengolahan jagung melalui pemasakan dengan alkali secara umum tidak menurunkan nilai nutrisi jagung tetapi merubah sifat fungsionalnya, seperti menaikkan absorbsi air yaitu 1,23–1,63% pada dry milling menjadi 1,70–2,39% padaalkali cooked millingdan kejernihan pasta sebesar 24,73–43,30%T pada dry milling menjadi 25,27–47,07% pada alkali cooked milling. Pengolahan jagung
(15)
dengan alkali ini menyebabkan penurunan absorbsi minyak yaitu sebesar 0,81– 1,33% padadrymilling menjadi 0,57–1,12% padaalkali cooked milling, swelling power juga mengalami penurunan yaitu 6,43–40,32% pada dry milling menjadi 3,98–81,19% pada alkali cooked milling, kelarutan sebesar 71,93–89,51% pada
dry millngmenjadi 53,93–75,30% padaalkali cooked milling.
Pemasakan dengan alkali juga merubah sifat amilografi dengan menurunkan suhu gelatinisasi sebesar 90–93oC padadry milling menjadi 81–93oC pada alkali cooked milling, viskositas maksimum sebesar 30–40 BU pada dry millingmenjadi 10–15 BU padaalkali cooked millingdan viskositas akhir sebesar 90–140 BU pada dry milling menjadi 5–45 BU pada alkali cooked milling.
Pemasakan dengan alkali juga menyebabkan kenaikan pH yaitu sebesar 6,65–6,73 pada dry milling menjadi 6,95–7,23 pada alkali cooked milling serta penurunan penerimaan oleh -amilase yaitu sebesar 3,68-10,67% pada dry milling menjadi 3,28–9,52% padaalkali cooked milling.
(16)
Riyani. F34103137. Production Technology and Characterization of Corn Flours from National Improved Corn Varieties. Supervised by Titi Candra Sunarti and Nur Richana. 2007.
SUMMARY
Corn is one of the commodity which is able to use as important source of carbohydrates beside rice, but Indonesia still imported corn kernel for industrial purposes. However, there is a lot of national improved corn varieties were released but it has not been used optimally.
Usually corn kernels use as feed and food. As material with high carbohydrate, corn is able to use as composite flour, starch and industrial raw material.
The aims of this research are to develop and utilize the national improved corn varieties for corn flours production. Corn flours were made by dry milling and alkali cooked milling process. Six varieties were used in this research as Arjuna, Bisma, Lamuru, Sukmaraga, Srikandi Kuning and Srikandi Putih.
The research were conducted into 3 steps, i.e. (1) characterization of corn kernel properties (amount kernel in 1 kg, dimension of kernel, weight of a kernel, colour of kernel, bulk density, density and thermal conductivity); (2) production of corn flours with dry milling and alkali cooked milling process; (3) characterization of chemical composition (moisture, ash, lipid, protein, fiber contents, amylose, starch, reducing sugar contents), and physico-chemical properties (pH, density of flours, -amylase susceptibility, Brabender visco-amylograph, water and oil absorbtion capacities, swelling power and solubility, paste clarity, freeze thaw stability and apparent viscosity).
Kernels of Arjuna, Bisma, Lamuru, Sukmaraga and Srikandi Kuning varieties are yellow dent corn but Srikandi Putih variety is white dent corn. Weight of 1000 corn kernels are around 259.52-337.39 g which Sukmaraga variety is the heaviest and Arjuna is the lightest, with bulk density in corn kernels are 0.81–0.83 g/cm3.
The major component of corn flours are carbohydrate 76.88–82.12% in dry milling process and 74.52-82.55% in alkali cooked milling process, protein 9.11-10.77% in dry milling and 9.33-10.37% in alkali cooked milling, lipid 5.68-9.78% in dry milling and 4.07-12.69% in alkali cooked milling, so corn flours from all varieties can be used as potential feed and food sources.
Alkali cooked milling process generally did not change the chemical composition of corn flour but changed the functional characteristics, such as increasing water absorbtion capasity from 1.23–1.63% in dry milling and 1.70– 2.39 % in alkali cooked milling, paste clarity from 24.73–43.30%T in dry milling and 25.27–47.07% in alkali cooked milling. Alkali cooked milling decreased oil absorbtion capacity from 0.81–1.33% in dry milling and 0.57–1.12% in alkali cooked milling, swelling power from 6.43–40.32% in dry milling and 3.98– 81.19% in alkali cooked milling, solubility from 71.93–89.51% in dry millng and 53.93–75.30% in alkali cooked milling.
Alkali cooked milling process also changed the visco-amylography characteristics such as decreasing the initial gelatinization temperature from 90–
(17)
93oC in dry milling and 81–93oC in alkali cooked milling, maximum viscosity from 30–40 BU in dry milling and 10–15 BU in alkali cooked milling and final viscosity from 90–140 BU in dry milling and 5–45 BU in alkali cooked milling. Alkali cooked milling process also increasing the -amylase susceptibility from 3.68-10.67% in dry milling and 3.28–9.52% in alkali cooked milling.
(18)
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul :
“Teknologi Produksi dan Karakterisasi Tepung Jagung Varietas Unggul Nasional” adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.
Bogor, Agustus 2007
Riyani F34103137
(19)
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Riyani, dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 27 Februari 1985. Penulis adalah anak pertama dari pasangan Sutanto dan Ratih.
Riwayat pendidikan penulis dimulai dari SDN Tebet Barat 05 pagi Jakarta Selatan, SLTP Negeri 115 Jakarta Selatan, dan SMU Negeri 68 Jakarta Pusat.
Pada tahun 2003, penulis diterima di IPB melalui jalur SPMB. Penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum mata kuliah Laboratorium Bioproses pada tahun 2007. Penulis juga tergabung dalam organnisasi Himalogin. Pada tahun 2006 penulis berkesempatan melaksanakan Praktek Lapang di PT. PG Rajawali II unit PG Subang dengan kajian proses produksi dan GMP (Good Manufacturing Practices)
Penulis melakukan penelitian akhir dalam rangka memperolah gelar sarjana dengan judul“Teknologi Produksi dan Karakterisasi Tepung Jagung Varietas Unggul Nasional”.
(20)
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, kasih sayang dan ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.
Penulis juga hendak mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, MSi dan Dr. Ir. Nur Richana, MSi, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan motivasi, arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai.
2. Bapak Ir. Sugiarto, MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dalam perbaikan skripsi.
3. Bapak, Ibu dan seluruh keluarga yang telah memberikan dorongan, doa dan kasih sayang yang tiada terkira kepada penulis.
4. Derry Dardanella, Farah, Ratih, Indah, Arvi dan anak-anak TINs atas semangat dan motivasi pada penulis.
5. Rekan-rekan Padasuka (Brili, Icha, Didi, Dita, Nia, Nunung, dll) atas kebersamaan dan keceriaan selama penulis menyelesaikan studi.
6. Rekan-rekan TIN 40 atas motivasi dan bantuannya selama ini kepada penulis.
7. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi.
Hanya ucapan terima kasih yang dapat penulis berikan, semoga Allah SWT membalas kebaikan Bapak, Ibu serta rekan-rekan semua. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkannya.
Bogor, Agustus 2007
(21)
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
I. PENDAHULUAN ... 1
A. LATAR BELAKANG ... 1
B. TUJUAN ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3
A. JAGUNG ... 3
1. Tanaman Jagung ... 3
2. Jagung Varietas Unggul Nasional ... 3
3. Komposisi Jagung ... 5
B. PEMANFAATAN JAGUNG ... 9
C. PRODUKSI TEPUNG JAGUNG ... 10
III. BAHAN DAN METODE ... 13
A. BAHAN DAN ALAT ... 13
B. METODE PENELITIAN ... 13
1. Karakteristik Fisik Jagung ... 13
2. Produksi Tepung Jagung ... 13
3. Karakteristik Fisiko Kimia dan Fungsional Tepung Jagung ... 14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16
A. KARAKTERISTIK FISIK JAGUNG ... 16
B. PRODUKSI TEPUNG JAGUNG ... 24
C. KARAKTERISTIK FISIKO KIMIA DAN FUNGSIONAL TEPUNG JAGUNG ... 27
D. POTENSI APLIKASI ... 49
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 51
(22)
B. SARAN ... 51 DAFTAR PUSTAKA ... 52 LAMPIRAN ... 54
(23)
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Anatomi biji jagung ... 5 Gambar 2. Tipe biji jagung ... 6 Gambar 3. Pohon industri jagung ... 9 Gambar 4. Diagram alir pembuatan tepung jagung secaradry milling ....14 Gambar 5. Diagram alir pembuatan tepung jagung secaraalkali
cooked milling ... 15 Gambar 6. Bentuk biji jagung varietas unggul nasional ... 17 Gambar 7. Distribusi panjang biji jagung untuk masing-masing varietas 18 Gambar 8. Distribusi lebar biji jagung untuk masing-masing varietas .... 18 Gambar 9. Distribusi tebal biji jagung untuk masing-masing varietas ... 19 Gambar 10. Distribusi bobot 1000 biji untuk masing-masing varietas ... 20 Gambar 11. Grafik warna berbagai varietas biji jagung ... 21 Gambar 12. Neraca massa pembuatan tepung dengan teknikdry milling .25 Gambar 13. Neraca massa pembuatan tepung jagung dengan teknik
alkali cooked milling... 26 Gambar 14. Grafik amilografi tepung jagung (A)Dry Milling dan (B)
Alkali Cooked Milling ... 40
Gambar 15. Pengaruh laju geser terhadapapparent viscosity tepung
jagung (A)Dry Milling dan (B)Alkali Cooked Milling ... 43
Gambar 16. Kestabilan viskositas tepung jagung (A)Dry Milling dan
(B)Alkali Cooked Milling ... 44
Gambar 17. Grafik warna tepung jagung (A)Dry Milling dan (B)Alkali Cooked Milling ... 47
(24)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Tata Cara Analisa Pengamatan Sifat Fisik Jagung ... 54
Lampiran 2. Tata Cara Analisa Karakterisasi Sifat Fisiko-Kimia
(25)
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam rangka usaha menuju swasembada pangan, jagung merupakan salah satu komoditas yang dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat selain beras. Dengan komposisi utama pati sebesar 71,5%, protein sebesar 10,3% dan lemak sebesar 4,8%, jagung juga memiliki potensi sebagai bahan baku industri. Dengan suatu proses tertentu, pati dan lemak jagung dapat dipisahkan dan siap diproses menjadi berbagai jenis bahan baku industri, sedangkan sisanya yang banyak mengandung protein dapat dimanfaatkan untuk berbagai jenis produk.
Di Indonesia, pemanfaatan jagung masih terbatas sebagai bahan pakan, dan sebagian kecil sebagai bahan pangan. Pemanfaatan yang terbatas ini mengakibatkan nilai tambah jagung tidak meningkat. Pemanfaatan tepung jagung untuk bahan baku industri menjadi sangat penting artinya, khususnya dalam meningkatkan nilai tambah komoditas jagung. Baik dalam bentuk alami maupun sudah termodifikasi, pati merupakan bahan baku yang sangat penting bagi industri pangan dan industri non pangan, seperti industri kertas dan tekstil. Berdasarkan keadaan tersebut, maka perlu dilakukan penganekaragaman produk olahan berbasis jagung.
Sampai saat ini Indonesia masih mengimpor sebagian besar jagung yang digunakan di industri. Padahal jagung varietas unggul Indonesia yang ditemukan jenis dan jumlahnya sangat beragam, dan sampai saat ini belum dibudidayakan dan dimanfaatkan secara optimal. Indonesia memiliki beberapa jagung varietas unggul, diantaranya adalah Arjuna, Bisma, Lamuru, Sukmaraga sebagai jagung berbiji kuning dan varietas unggul protein tinggi Srikandi Kuning dan Srikandi Putih. Sebagai bahan yang mengandung karbohidrat tinggi, maka jagung varietas unggul juga dapat dimanfaatkan sebagai tepung komposit, pati dan bahan baku industri.
Jagung varietas unggul ini diharapkan dapat diandalkan sebagai sumber bahan baku industri pati dan sumber pangan alternatif. Namun, pemanfaatan tepung dari jagung varietas unggul asli Indonesia ini masih terbatas akibat
(26)
kurangnya informasi sifat fisiko-kimia dan fungsionalnya serta teknologi proses produksinya dan pengolahan lanjut. Dengan diketahuinya karakterisasi sifat fisiko kimia dan fungsional jagung dan tepung jagung diharapkan dapat menjadi pembuka jalan untuk memperluas pemanfaatan tepung jagung varietas unggul nasional ini sebagai bahan baku industri pakan ternak, industri pangan, serta meningkatkan nilai tambah dari jagung varietas unggul Indonesia.
B. TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan komoditas jagung varietas unggul nasional untuk bahan baku tepung jagung dan tepung produk olahan alkali (alkali cooked milling) dengan mengkaji sifat fisiko-kimia dan fungsionalnya.
(27)
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. JAGUNG
1. Tanaman Jagung
Jagung termasuk ke dalam famili Graminae dan genus Zea yang hanya memiliki satu spesies yaituZea mays L. Jagung merupakan tanaman berumah satu dan termasuk ordo rumput-rumputan. Tanaman jagung termasuk jenis tumbuhan semusim. Jagung adalah tanaman yang berasal dari daratan Amerika Serikat kemudian menyebar ke daerah subtropik termasuk Indonesia.
Tanaman jagung berakar serabut, menyebar ke samping dan ke bawah sepanjang 25 cm. Sistem perakaran berfungsi sebagai alat untuk mengisap air serta garam-garam yang terdapat dalam tanah, mengeluarkan zat organik serta senyawa-senyawa yang tidak diperlukan dan sebagai alat pernafasan.
Batang tanaman jagung beruas-ruas dengan jumlah ruas bervariasi antara 10-40 ruas. Tanaman jagung umumnya tidak bercabang kecuali pada jagung manis sering tumbuh bervariasi. Tongkol jagung merupakan gudang penyimpanan cadangan makanan. Tongkol ini bukan hanya tempat menyimpan pati, protein, minyak atau lemak dan hasil-hasil lain untuk persediaan makanan dan pertumbuhan biji. Panjang tongkol jagung bervariasi antara 8-42 cm dan biasanya dalam satu tongkol mengandung sekitar 300-1000 biji jagung. Biji jagung berbentuk bulat-bulat atau gigi kuda tergantung varietasnya. Warna biji jagung juga bervariasi dari putih sampai kuning (Effendi dan Sulistiati, 1991).
2. Jagung Varietas Unggul Nasional
Sejak tahun 1956, Indonesia telah melepas jagung unggul sebanyak 72 varietas, yang terdiri dari 28 jenis bersari bebas dan 44 jenis hibrida. Beberapa jagung varietas unggul nasional yang telah dikembangkan adalah Arjuna, Bisma, Lamuru dan Sukmaraga sebagai jagung berbiji kuning, varietas unggul protein mutu tinggi Srikandi Kuning dan Srikandi Putih. Ciri-ciri jagung varietas unggul dapat dilihat pada Tabel 1.
(28)
Tabel 1. Ciri – ciri jagung varietas unggul nasional
Ciri-ciri Varietas
Arjuna Bisma Lamuru Sukmaraga Srikandi
Kuning
Srikandi Putih
Tahun dilepas
1980 4 September 1995 25 Februari 2000 14 Februari 2003 4 Juni 2004 4 Juni 2004
Asal TC1 Early DMR (S) C2, introduksi dari Thailand
Persilangan Pool 4 dengan bahan introduksi disertai seleksi massa selama 5 tahun
Dibentuk dari 3 galur GK, 5 galur SW1, GM4, GM12, GM15, GM11, dan galur SW3.
Bahan introduksi
AMATL (Asian Mildew Acid Tolerance Late), asal CIMMYT Thailand.
Materi introduksi asal CIMMYT Mexico Materi introduksi asal CIMMYT Mexico. Biji Umumnya mutiara(flint) Setengah mutiara (semi flint)
Mutiara(flint) Semi mutiara(semi flint) Semi mutiara, modified hard endosperm
Semi mutiara dan gigi kuda
(flint dandent)
Warna Biji
Kuning,
kadang-kadang terdapat 2 - 3 biji berwarna putih pada satu tongkol
Kuning Kuning Kuning tua Kuning Putih
Baris Biji
Lurus dan rapat
Lurus dan rapat Lurus Lurus dan rapat Lurus dan rapat Lurus dan
rapat
Bobot 1000 biji
± 272 g ± 307 g 275 g 270 g 275 g 325 g
Rata-rata hasil
4,3 t/ha pipilan kering
5,7 t/ha pipilan kering 5,6 t/ha 6,0 t/ha pipilan kering 5,4 t/ha pipilan kering
5,89 t/ha pipilan kering
(29)
3. Komposisi Jagung
Jagung lengkap terdiri dari kelobot, tongkol jagung, biji jagung dan rambut. Kelobot merupakan kelopak atau daun buah yang berguna sebagai pembungkus dan pelindung biji jagung. Jumlah kelobot dalam satu tongkol jagung pada umumnya 12-15 lembar. Semakin tua umur jagung semakin kering kelobotnya (Effendi dan Sulistiati, 1991).
Menurut Effendi dan Sulistiati (1991), tongkol jagung merupakan simpanan makanan untuk pertumbuhan biji jagung selama melekat pada tongkol. Panjang tongkol jagung bervariasi antara 8-12 cm. Pada umumnya tongkol jagung mengandung 300-1000 biji jagung.
Biji jagung melekat pada tongkol jagung dan berbentuk bulat. Susunan biji jagung pada tongkol jagung berbentuk spiral. Biji jagung selalu terdapat berpasangan, sehingga jumlah baris atau deret biji selalu genap. Warna biji jagung bervariasi dari putih, kuning, merah, dan ungu sampai hampir hitam. Rambut merupakan tangkai putik yang sangat panjang yang keluar ke ujung kelobot melalui sela-sela biji. Rambut mempunyai cabang-cabang yang halus sehingga dapat menangkap tepung sari pada saat pembuahan.
Jagung terdiri dari empat bagian pokok yaitu kulit(perikarp), endosperma, lembaga, dan tudung pangkal biji (tip cap), dengan gambar anatomi biji jagung disajikan dalam Gambar 1 serta bagian-bagiannya disajikan pada Tabel 2.
Gambar 1. Anatomi biji jagung (Johnson, 1991) Lembaga
Kulit
Tudung pangkal biji Endosperma
(30)
Tabel 2. Bagian-bagian anatomi biji jagung
Bagian Anatomi Jumlah (%)
Kulit
Endosperma Lembaga
Tudung pangkal biji
5 82 12 1 Sumber : Inglet (1970)
Gambar 2. Tipe biji jagung (Johnson, 1991)
Kulit (pericarp) merupakan lapisan pembungkus biji yang disusun oleh
epikarp (lapisan paling luar), mesokarp, dan tegmen(seed coat). Bagian terbesar dari biji jagung yaitu endosperma. Lapisan pertama dari endosperma yaitu lapisan aleuron yang merupakan pembatas antara endosperma dengan kulit. Lapisan aleuron merupakan lapisan yang menyelubungi endosperma dan lembaga. Lapisan aleuron terdiri dari 1 sampai 7 sel sedangkan pada jagung hanya terdiri dari satu lapis sel. Endosperma jagung terdiri dari dua bagian yaitu endosperma keras
(horny endosperm) dan endosperma lunak (floury endosperm). Bagian keras tersusun dari sel-sel yang lebih kecil dan tersusun rapat, demikian juga susunan granula pati yang ada di dalamnya. Bagian endosperma lunak mengandung pati yang lebih banyak dan susunan pati tersebut tidak serapat pada bagian keras.
Lembaga terletak pada bagian dasar sebelah bawah dan berhubungan erat dengan endosperma. Lembaga tersusun atas dua bagian yaitu skutelum dan poros embrio. Skutelum berfungsi sebagai tempat penyimpanan zat-zat gizi selama perkecambahan biji. Tudung pangkal biji (tip cap) merupakan bekas tempat
(31)
melekatnya biji jagung pada tongkol jagung. Tudung pangkal biji dapat tetap ada atau terlepas dari biji selama proses pemipilan jagung.
Jagung mengandung lemak dan protein yang jumlahnya tergantung umur dan varietas jagung tersebut. Pada jagung muda, kandungan lemak dan proteinnya lebih rendah bila dibandingkan dengan jagung yang tua. Selain itu, jagung juga mengandung karbohidrat yang terdiri dari pati, serat kasar, dan pentosan.
Pati jagung terdiri atas amilosa dan amilopektin sedangkan gulanya berupa sukrosa. Lemak jagung sebagian besar terdapat pada lembaganya. Asam lemak penyusunnya terdiri atas lemak jenuh yang berupa palmitat dan stearat serta asam lemak tak jenuh seperti oleat dan linoleat. Vitamin yang terkandung dalam jagung terdiri atas tiamin, niasin, riboflavin dan piridoksin. Komposisi kimia dari biji jagung dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi kimia rata-rata biji jagung dan bagian-bagiannya
Komponen Jumlah (% bk)
Pati Protein Lemak Serat Lain-lain
Endosperma 86,4 8,0 0,8 3,2 0,4
Lembaga 8,0 18,4 33,2 14,0 26,4
Kulit 7,3 3,7 1,0 83,6 4,4
Tip cap 5,3 9,1 3,8 77,7 4,1
Sumber : Johnson (1991)
Minyak jagung memiliki perbandingan antara lemak tak jenuh dengan lemak jenuh (unsaturated/saturated ratio) 6,7. Dari jumlah total asam lemak penyusunnya, asam lemak jenuhnya hanya terdiri atas asam palmitat (C16:0=11%) dan asam stearat (C18:0 = 2%). Untuk asam lemak tak jenuhnya, minyak jagung terdiri atas asam oleat (C18:1= 28%), asam linoleat (C18:2=58%), dan asam linolenat (C18:3=1%). Pada minyak jagung kasar (sebelum diproses lanjut), terdapat asam lemak-asam lemak bebas, fosfolipid, dan wax (Johnson, 1991).
Protein terbanyak dalam jagung adalah zein dan glutelin. Zein merupakan prolamin yang tak larut dalam air. Ketidaklarutan dalam air disebabkan karena
(32)
adanya asam amino hidrofobik seperti leusin, prolin, dan alanin. Ketidaklarutan dalam air juga disebabkan karena tingginya proporsi dari sisi rantai grup hidrokarbon dan tingginya presentase grup amida yang ada dengan jumlah grup asam karboksilat bebas yang relatif rendah.
Zein merupakan protein dengan BM rendah yang larut pada etilalkohol dan alkohol-alkohol tertentu seperti isopropanol. Walaupun tidak umum digunakan, zein juga larut dalam pelarut organik seperti asam glasil, fenol, dan dietilen glikol. Zein memiliki dua jenis komponen yaitu -zein (larut pada 95% etanol) dan -zein (larut pada 60% etanol). Pada -zein, kandungan asam amino histidin, arginin, proline, dan metionin lebih banyak daripada yang terkandung pada -zein (Laztity, 1986).
Molekul zein merupakan globula yang memanjang (axial ratio sekitar 15:1). Kandungan heliks zein pada larutan etanol bervariasi antara 33-37%. Zein memiliki komposisi asam amino yang tinggi kandungan asam glutamat, proline, leusin, dan alanin tetapi rendah pada kandungan lisin, triptofan, histidin, dan metionin (Laztity, 1986).
Glutelin merupakan protein berberat molekul tinggi yang larut dalam alkali. Fraksi glutelin merupakan protein endosperma yang tersisa setelah ekstraksi protein larut garam dan alkohol (zein). Fraksi glutelin juga terdiri dari beberapa protein struktural seperti protein membran atau protein komplek dinding sel. Glutelin memiliki jumlah asam amino lisin, arginin, histidin, dan triptofan yang lebih tinggi daripada zein tetapi kandungan asam glutamatnya lebih rendah.
Selain dua protein utama tersebut, protein jagung juga mengandung protein sitoplasma yang berperan dalam metabolisme aktif. Protein tersebut yaitu albumin, globulin, dan beberapa enzim. Protein ini merupakan protein yang larut air atau larutan garam. Protein yang termasuk dalam kelompok ini antara lain nukleoprotein, glikoprotein, protein membran, dan lain-lain.
Serat, vitamin dan mineral juga merupakan komponen gizi yang terdapat dalam jagung. Serat kasar pada jagung sekitar 2,1%-2,3% terdiri dari 41-46% hemiseluloa di dalam kulit ari. Vitamin jagung terdiri dari thiamin, niasin, riboflavin, dan piridoksin. Niasin terdapat sekitar 50-80%, tetapi masih dalam ikatan niacitin sehingga masih dikatakan kekurangan niasin. Vitamin A
(33)
mempunyai hubungan kuantitatif dengan jumlah pigmen kuning dalam endosperma. Serealia umumnya miskin vitamin B yang larut dalam air (Laztity, 1986).
B. PEMANFAATAN JAGUNG
Jagung dapat dimanfaatkan untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan, diantaranya adalah sebagai bahan pangan pokok masyarakat daerah tropis, sebagai pakan ternak di daerah beriklim sedang, dan sebagai bahan baku dalam industri minuman, industri tepung jagung dan campuran dalam pembuatan kopi bubuk. Pohon industri jagung disajikan dalam Gambar 3.
Gambar 3. Pohon industri jagung (Purwono dan Hartono, 2006)
Tepung Jagung
Corn Steep
Liqour Media
Fermentasi
Grits
(34)
Di Afrika Selatan jagung dimakan sebagai bubur dengan nama Ugali, di Afrika Timur dengan nama ChengadanPolenta di Italia, sedangkan di Rumania dan Yugoslavia juga dimakan dalam bentuk bubur dengan nama Mamalia dan
Zgance. Di Meksiko dan Amerika Tengah jagung dimakan dalam bentuk keripik dengan namaTortillas.
Sebelum dikonsumsi sebagai makanan pokok, pengolahan jagung dilakukan dengan cara pengupasan, pemipilan kemudian ditumbuk menjadi butiran beras, lalu direbus dan dikukus. Di daerah khususnya Madura dan sebagian besar Jawa Timur jagung banyak dimanfaatkan sebagai makanan pokok (Warisno, 1998). Kontribusi jagung sekitar 10% dari total masukan kalori dan protein dengan rata-rata konsumsi 15-20 kg/tahun.
Dalam industri, pemanfaatan jagung yaitu dengan mengubah komponen biji jagung menjadi bahan yang memiliki nilai tambah yang dapat digunakan sebagai bahan tambahan makanan ataupun bahan kimia seperti pati termodifikasi, dekstrin, dan high fructose corn syrup. Dalam bidang non pangan biasanya digunakan sebagai makanan ternak. Produk-produk pakan dari jagung meliputi silase jagung, gluten jagung, jagung biji dan jagung pipilan.
C. PRODUKSI TEPUNG JAGUNG
Tepung adalah bentuk hasil pengolahan bahan dengan cara penggilingan atau penepungan. Pada proses penggilingan ukuran bahan diperkecil dengan cara diremuk yaitu bahan ditekan dengan gaya mekanis dari alat penggilingan. Mekanisme pada proses penggilingan diikuti dengan peremukan bahan, dan energi yang dikeluarkan sangat dipengaruhi oleh kekerasan bahan dan kecenderungan bahan untuk dihancurkan.
Menurut SNI 01-3727-1995, tepung jagung adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling biji jagung yang bersih dan baik. Penggilingan biji jagung ke dalam bentuk tepung merupakan suatu proses memisahkan kulit, endosperma, lembaga dan tudung pangkal biji. Endosperma merupakan bagian biji jagung yang digiling menjadi tepung dan memiliki kadar karbohidrat yang tinggi. Kulit memiliki kandungan serat yang tinggi sehingga kulit harus dipisahkan dari
(35)
endosperma karena dapat membuat tepung bertekstur kasar, sedangkan lembaga merupakan bagian biji jagung yang paling tinggi kandungan lemaknya sehingga harus dipisahkan karena lemak yang terkandung di dalam lembaga dapat membuat tepung tengik. Tudung pangkal biji merupakan tempat melekatnya biji jagung pada tongkol jagung. Tudung pangkal biji juga merupakan bagian yang harus dipisahkan karena dapat membuat tepung menjadi kasar. Apabila pemisahan tudung pangkal biji tidak sempurna maka akan terdapat butir-butir hitam pada tepung.
Dalam usaha mereduksi ukuran jagung telah dikenal dua jenis teknik penggilingan, yaitu penggilingan kering (dry milling) dan pemasakan dengan alkali (alkali cooked milling). Pada proses penggilingan cara kering, jagung tidak mengalami perendaman yang lama. Pembasahan hanya dilakukan untuk mengkondisikan agar endosperma jagung melunak sebelum jagung digiling pada
hammer mill.
Pada proses penggilingan kering dihasilkan grits, meal, flour dan germ.
Grits biasanya mengandung kurang dari 1% lemak, 1-1,5% fine meal, dan 2%
flour. Germ biasanya digunakan untuk pakan ternak dan hanya sebagian kecil yang digunakan untuk makanan.Grits digunakan untuk membuat makanan sereal atau untuk makanan ringan yang dibuat dengan metode ekstrusi (Johnson, 1991).
Pengolahan biji jagung dengan alkali adalah proses pembuatan tepung jagung dengan penambahan Ca(OH)2 sebanyak 1% kemudian direbus dan dikeringkan baru kemudian digiling untuk mendapatkan tepung jagung. Tujuan dari penambahan Ca(OH)2 adalah untuk meningkatkan kandungan kalsium pada tepung jagung. Pengolahan dengan alkali ini biasanya digunakan pada industri pangan (Johnson, 1991). Syarat mutu tepung jagung disajikan pada Tabel 4 berikut ini.
(36)
Tabel 4. Syarat mutu tepung jagung (SNI 01-3727-1995)
Kriteria Uji Satuan Persyaratan
Keadaan Bau Rasa Warna
Benda – benda asing Serangga dalam bentuk stadia dan potongan – potongan
Jenis pati lain selain pati jagung Kehalusan
Lolos ayakan 80 mesh Lolos ayakan 60 mesh Air Abu Silikat Serat kasar Derajat asam Cemaran logam Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Raksa (Hg) Cemaran arsen (As) Cemaran mikroba
Angka lempeng total
E. coli Kapang -% % % b/b % b/b % b/b % b/b
ml N NaOH/100 g
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg koloni/g APM/g koloni/g Normal Normal Normal Tidak boleh ada Tidak boleh ada
Tidak boleh ada
Min. 70 Min. 99 Maks. 10 Maks. 1,5 Maks. 0,1 Maks. 1,5 Maks. 4,0 Maks. 1,0 Maks. 10,0 Maks. 40,0 Maks. 0,05 Maks. 0,5
Maks. 5 x 106 Maks. 10 Maks. 104 Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1995)
(37)
III. BAHAN DAN METODE
A. BAHAN DAN ALAT
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jagung Varietas Unggul Nasional Arjuna, Bisma, Lamuru dan Sukmaraga sebagai jagung berbiji kuning, Varietas Unggul Protein Mutu Tinggi Srikandi Kuning dan Srikandi Putih yang ditanam di Kebun Percobaan Badan Penelitian Tanaman Serealia, Maros, Sulawesi Selatan, Ca(OH)2,Alfa Amilase dan Amiloglukosidase dari NOVO dan bahan-bahan kimia untuk analisis.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan untuk membuat tepung (oven, hammer mill, saringan 80 mesh), dan alat-alat untuk pengujian sifat fisiko kimia yaitu oven, tanur, labu kjeldahl, desikator, peralatan
soxhlet, spektrofotometer dan alat-alat gelas untuk analisis.
B. METODE PENELITIAN
1. Karakteristik Fisik Jagung
Karakteristik fisik jagung meliputi jumlah biji per kg, bobot biji jagung, dimensi biji jagung (panjang, lebar dan tebal), warna biji (metode Hunter), densitas kamba, bobot jenis, dan konduktivitas panas. Tata cara analisa dapat dilihat pada Lampiran 1.
2. Produksi Tepung Jagung
Produksi tepung jagung dilakukan dengan teknik dry milling dan alkali cooked milling dengan metode yang dikembangkan oleh Johnson (1991).
a. Produksi Tepung Jagung secaraDry Milling
Pada pembuatan tepung jagung secara dry milling, pertama-tama jagung sebanyak 500 g dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran. Kemudian jagung digiling dengan menggunakan hammer mill. Pada penggilingan ini digunakan
(38)
ayakan yang berukuran 80 mesh. Diagram alir produksi tepung jagung secaradry millingseperti tersaji pada Gambar 4.
Gambar 4. Diagram alir pembuatan tepung jagung secaradry milling
b. Produksi Tepung Jagung secaraAlkali Cooked Milling
Jagung terlebih dahulu direbus selama 60 menit dengan menggunakan air dan Ca(OH)2. Perbandingan air dan jagung yang digunakan adalah 3:1 sedangkan Ca(OH)2 yang ditambahkan adalah 1% dari bobot jagung. Kemudian jagung direndam selama 120 menit. Setelah itu jagung dicuci dan dikeringkan kemudian digiling menggunakanhammer mill dengan ayakan berukuran 80 mesh. Diagram alir produksi tepung jagung secara alkali cooked milling seperti tersaji pada Gambar 5.
3. Karakteristik Fisiko Kimia dan Fungsional Tepung Jagung
Karakteristik komposisi tepung jagung dari proses dry milling dan alkali cooked milling meliputi karakteristik kimia yaitu kadar air, abu, protein, serat kasar, lemak, karbohidrat by difference dengan metode AOAC (1995), kadar pati (metode IRRI), amilosa, gula pereduksi, sifat fungsional yaitu sifat amilografi dengan Visco Amylographer Brabender, absorbsi air dan minyak (metode Sathe
Jagung
Dibersihkan dari kotoran
Penggilingan denganhammer mill
(39)
dan Salunkhe,1981), swelling power dan kelarutan pada suhu 90oC, kejernihan pasta 1% pada 650 nm, freeze-thaw stability dan apparent viscosity dengan
Viscosimeter Brookfield, sifat fisik yaitu warna tepung, pH, bobot jenis tepung dan penerimaan oleh -amilase. Tata cara analisa dapat dilihat pada Lampiran 2.
Gambar 5. Diagram alir pembuatan tepung jagung secaraalkali cooked milling
Air dan Ca(OH)2 Jagung
Perebusan selama 60 menit
Perendaman selama 120 menit
Pencucian
Pengeringan
Penggilingan denganhammer mill
(40)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KARAKTERISTIK FISIK JAGUNG
Analisis yang dilakukan terhadap sifat fisik jagung meliputi jumlah biji per kg, dimensi biji jagung, warna biji (metode Hunter), densitas kamba, bobot jenis, dan konduktivitas panas.
1. Jumlah Biji per kg dan Dimensi Biji Jagung
Setiap jenis jagung mempunyai bentuk yang berbeda-beda dan ukuran yang berbeda-beda pula. Ukuran dan bentuk yang berbeda ini berpengaruh pada jumlah biji per kg jagung. Jumlah biji per kg dan dimensi biji jagung dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah biji per kg dan dimensi biji jagung
Karakteristik
Varietas
Arjuna Bisma Lamuru Sukmaraga Srikandi Kuning Srikandi Putih Jumlah biji per kg 4073± 113 3614± 77 3974± 17 3329± 27 3584± 67 3263± 8 Dimensi Panjang (mm) 9,71± 1,41 10,15± 1,43 8,76± 1,53 9,58± 1,56 9,91± 1,56 9,88± 1,45 Lebar (mm) 8,20± 0,83 8,43± 0,96 7,97± 0,92 8,40± 1,54 7,98± 0,98 8,20± 0,99 Tebal (mm) 4,36± 0,92 4,53± 1,01 6,15± 1,79 4,80± 0,94 4,42± 0,78 4,62± 0,86 Bobot (g) 0,26±
0,03 0,31± 0,04 0,28± 0,04 0,34± 0,05 0,31± 0,04 0,30± 0,05 Bobot 1000 biji (g) 259,52± 37,66 307,92± 44,13 283,99± 36,79 337,39± 45,90 308,92± 48,41 302,22± 45,12
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa jagung varietas Arjuna memiliki jumlah biji terbanyak yaitu 4073±113 buah per kg, sedangkan varietas Srikandi Putih memiliki jumlah yang paling rendah yaitu 3263±8 buah per kg. Bobot 1000 biji
(41)
jagung berada antara 259,52-337,39 g dengan bobot terkecil pada varietas Arjuna dan bobot terbesar pada varietas Sukmaraga. Dari hasil ini dapat dilihat bahwa jumlah biji per kg berhubungan dengan dimensi dan bobot jagung. Semakin besar dimensi dan bobot biji jagung, maka jumlah jagung per kg semakin kecil. Keragaman ukuran biji pada satu tongkol jagung juga dapat mempengaruhi jumlah biji per kg. Varietas Arjuna yang memiliki bobot terkecil, memiliki jumlah biji per kg yang besar sedangkan varietas Sukmaraga yang memiliki bobot terbesar memiliki jumlah biji per kg yang kecil.
Pengukuran biji jagung dilakukan dengan cara mengukur biji jagung menggunakan micrometer. Dimensi biji jagung yang diukur terdiri dari panjang, lebar dan tebal. Hasil pengukuran biji jagung dapat dilihat pada Tabel 5. Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa setiap varietas jagung memiliki dimensi yang berbeda-beda. Dimensi yang berbeda ini disebabkan oleh bentuk jagung yang berbeda.
Keterangan :
(1) Srikandi Putih (4) Arjuna (2) Sukmaraga (5) Lamuru
(3) Bisma (6) Srikandi Kuning Gambar 6. Bentuk biji jagung varietas unggul nasional
Jagung varietas unggul nasional yang memiliki tipe biji dent adalah varietas Srikandi Putih dan Bisma, dapat dilihat pada Gambar 4 bahwa Srikandi Putih dan Bisma mempunyai bentuk biji yang menyerupai gigi kuda, dan dimensi panjang dan lebar yang berbeda. Untuk varietas Sukmaraga dan Lamuru memiliki tipe biji diantara dent dan flint dimana memiliki bentuk yang hampir bulat tetapi masih menyerupai gigi kuda dan juga memiliki dimensi panjang dan lebar yang berbeda, sedangkan varietas Arjuna dan Srikandi Kuning memiliki tipe biji flint
dimana bentuk dari biji jagungnya hampir bulat dan memiliki dimensi panjang
1
2
3
4
5
6
panjang lebar
(42)
Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa varietas Arjuna, Sukmaraga, Srikandi Kuning dan Srikandi Putih dengan lebar rata-rata 8,20±0,83 mm, 8,40±1,54 mm, 7,98±0,98 mm, dan 8,20±0,99 mm mempunyai distribusi lebar terbesar 8 mm, varietas Lamuru dengan lebar rata-rata 7,97±0,92 mm mempunyai distribusi lebar terbesar 7 mm, sedangkan untuk varietas Bisma dengan lebar rata-rata 8,43±0,96 mm mempunyai distribusi lebar terbesar 9 mm.
Gambar 9. Distribusi tebal biji jagung untuk masing-masing varietas
Dari Gambar 9 dapat dilihat bahwa varietas Arjuna, Bisma, Lamuru, Sukmaraga, Srikandi Kuning dan Srikandi Putih dengan tebal rata-rata 4,36±0,92 mm, 4,53±1,01 mm, 6,15±1,79 mm, 4,80±0,94 mm, 4,42±0,78 mm dan 4,62±0,86 mm mempunyai distribusi tebal terbesar 4 mm. Dari hasil analisa ini dapat dilihat bahwa semua varietas jagung memiliki distribusi tebal yang sama.
Dari Gambar 10 dapat dilihat bahwa varietas Arjuna dan Lamuru yang memiliki bobot masing-masing 0,26±0,03 g dan 0,28±0,04 g mempunyai distribusi bobot jagung 0,2 g, sedangkan untuk varietas Sukmaraga, Bisma, Srikandi Putih dan Srikandi Kuning yang memiliki bobot masing-masing 0,34±0,05 g, 0,31±0,04 g, 0,30±0,05 dan 0,31±0,04 g mempunyai distribusi bobot jagung 0,3 g.
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00
0 2 4 6 8 10 12
Tebal (mm)
P
o
pulas
i
(%
) Arjuna
Bisma Lamuru Sukmaraga Srikandi Kuning Srikandi Putih
(43)
Gambar 10. Distribusi bobot biji jagung untuk masing-masing varietas
2. Warna Biji Jagung
Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan alat Chromameter. Hasil yang diperoleh berupa nilai L, a, dan b. Ketiga parameter tersebut merupakan ciri dari sistem notasi warna Hunter. Hasil pengukuran warna biji jagung dapat dilihat pada Tabel 6.
Nilai L menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatis putih, abu-abu dan hitam. Notasi L menyatakan parameter kecerahan (light) dan mempunyai nilai dari 0 (hitam) sampai dengan 100 (putih). Semakin tinggi nilai L menunjukkan bahwa produk semakin mendekati warna putih atau semakin cerah. Dari hasil analisa dapat dilihat bahwa varietas Srikandi Putih memiliki nilai L yang paling tinggi sehingga varietas Srikandi Putih memiliki warna yang paling cerah dibandingkan varietas yang lain. Perbedaan warna biji jagung ini disebabkan oleh berbedanya kandungan pigmen di dalam biji jagung.
Notasi a menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai a positif untuk merah dan nilai a negatif untuk warna hijau. Dari hasil analisa dapat dilihat bahwa semua varietas jagung memiliki nilai a positif yang berarti jagung lebih cenderung berwarna merah dengan nilai a terbesar adalah varietas Lamuru dengan nilai +9,37 dengan demikian varietas Lamuru memiliki warna jingga jika dilihat pada Gambar 11.
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5
Bobot (g)
P
op
ul
a
si
(%
) Arjuna
Bisma Lamuru Sukmaraga Srikandi Kuning Srikandi Putih
(44)
1 2
3
4
5
6
Tabel 6. Pengukuran warna biji jagung
Varietas L a b
Arjuna 64,85 +3,05 +28,16
Bisma 66,78 +5,04 +31,00
Lamuru 52,75 +9,37 +42,12
Sukmaraga 57,36 +5,85 +44,53
Srikandi Kuning 66,12 +5,00 +35,88
Srikandi Putih 69,94 +0,53 +21,25
Notasi b menyatakan warna kromatik campuran biru–kuning dengan nilai b positif untuk warna kuning dan nilai b negatif untuk warna biru. Dari analisa dapat dilihat bahwa semua varietas jagung memiliki nilai b positif yang berarti jagung lebih cenderung berwarna kuning dengan nilai b terbesar adalah pada varietas Sukmaraga yaitu sebesar +44,53 dengan demikian dapat dilihat bahwa varietas Sukmaraga memiliki warna kuning yang paling cerah diantara varietas yang lain. Grafik warna dapat dilihat pada Gambar 11.
Keterangan :
(1) Arjuna (4) Sukmaraga (2) Bisma (5) Srikandi Kuning (3) Lamuru (6) Srikandi Putih
(45)
3. Densitas Kamba dan Bobot Jenis Jagung
Densitas kamba merupakan sifat fisik bahan yang dipengaruhi oleh ukuran bahan dan kadar air. Densitas kamba akan menurun dengan menurunnya massa bahan. Pengetahuan tentang densitas kamba diperlukan terutama dalam hal kebutuhan ruang, baik dalam hal penyimpanan maupun pengangkutan. Semakin besar densitas kamba, biaya transportasi akan semakin murah karena memerlukan ruang yang lebih kecil dalam pengangkutan. Hasil analisa densitas kamba biji jagung dari berbagai varietas dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Densitas kamba dan bobot jenis berbagai varietas biji jagung
Varietas Densitas Kamba (g/cm3) Bobot Jenis (g/cm3)
Arjuna 0,83 1,33
Bisma 0,82 1,33
Lamuru 0,83 1,31
Sukmaraga 0,83 1,32
Srikandi Kuning 0,83 1,29
Srikandi Putih 0,81 1,28
Densitas kamba dari setiap varietas jagung menunjukkan nilai yang tidak jauh berbeda yaitu diantara 0,81–0,83 g/cm3. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penyimpanan maupun pengangkutan jagung lebih ekonomis karena tidak memerlukan ruang yang besar.
Hasil analisa bobot jenis jagung dapat dilihat pada Tabel 7. Dari hasil analisa dapat dilihat bahwa bobot jenis jagung adalah 1,28–1,33 g/cm3 dengan varietas Arjuna dan Bisma memiliki bobot jenis terbesar yaitu 1,33 g/cm3, sedangkan varietas Srikandi Putih memiliki bobot jenis terendah yaitu 1,28 g/cm3. Bila dibandingkan dengan densitas kamba, bobot jenis biji jagung lebih besar. Hal ini disebabkan pada pengukuran densitas kamba masih ada rongga yang kosong, sehingga nilai densitas kamba suatu bahan akan lebih rendah dari pada bobot jenisnya.
(46)
4. Konduktivitas Panas Biji Jagung
Konduktivitas panas didefinisikan sebagai jumlah panas yang mengalir secara konduksi dalam suatu unit waktu melalui luas penampang tertentu yang diakibatkan oleh adanya perbedaan suhu. Konduktivitas panas tumpukan bahan yang berbentuk butiran dipengaruhi oleh suhu, kadar air dan massa jenis yang merupakan karakteristik fisik dari ukuran partikel dan volume rongga yang terdapat di antara partikel. Dengan semakin besarnya volume rongga dalam tumpukan bahan menyebabkan massa jenisnya menurun sehingga konduktivitas panasnya juga akan turun atau sebaliknya. Hasil analisa konduktivitas panas dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Konduktivitas panas berbagai varietas biji jagung
Varietas Konduktivitas Panas Tebal (mm)
Arjuna 0,1726 W/m.K pada suhu 38oC
4,36± 0,92 Bisma 0,1919 W/m.K pada suhu 40oC
4,53±1,01 Lamuru 0,1864 W/m.K pada suhu 37,5oC
6,15±1,79 Sukmaraga 0,1742 W/m.K pada suhu 40oC
4,80±0,94 Srikandi Kuning 0,1784 W/m.K pada suhu 37oC
0,31±0,04 Srikandi Putih 0,1422 W/m.K pada suhu 37oC
4,62± 0,86
Dari hasil analisa dapat dilihat bahwa suhu untuk pengukuran konduktivitas panas berbeda-beda. Hal ini disebabkan kondisi bahan pada saat pengukuran yang berbeda sehingga nilai yang terbaca pada alat disesuaikan dengan suhu dan kondisi bahan pada saat pengukuran. Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa nilai konduktivitas panas berhubungan dengan ketebalan dari biji jagung. Semakin tebal biji jagung maka nilai konduktivitas panasnya semakin kecil. Varietas Lamuru yang memiliki tebal terbesar yaitu 6,15±1,79 mm memiliki nilai konduktivitas panas sebesar 0,1864 W/m.K. Pengukuran nilai konduktivitas panas ini diperlukan untuk menentukan suhu dan waktu pengeringan yang diperlukan biji jagung pada pengolahan pasca panen.
(47)
B. Produksi Tepung Jagung
1. Produksi Tepung Jagung dengan TeknikDry Milling
Pada pembuatan tepung jagung secara dry milling, pertama-tama jagung sebanyak 500 g dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran. Kemudian jagung digiling dengan menggunakan hammer mill. Pada penggilingan ini digunakan ayakan yang berukuran 80 mesh, sehingga tepung yang dihasilkan berukuran seragam yaitu 80 mesh. Pada pengolahan secara dry milling semua bagian biji jagung tergiling sehingga tidak ada pemisahan komponen dari biji jagung. Rendemen yang dihasilkan pada pembuatan tepung jagung secara dry milling
dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Rendemen tepung jagung
Varietas Dry milling Alkali cooked milling
Rendemen (%)
Kadar air (%bk)
Rendemen (%)
Kadar air (%bk)
Arjuna 95,53 7,73 96,25 8,47
Bisma 96,13 7,77 97,20 8,92
Lamuru 92,13 7,92 96,83 8,78
Sukmaraga 97,07 7,66 99,89 8,98
Srikandi Kuning 96,07 8,09 97,67 8,82
Srikandi Putih 92,67 7,34 98,00 8,70
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa rendemen tepung jagung yang dihasilkan cukup tinggi yaitu berkisar antara 92–96%. Perbedaan rendemen dari tepung jagung yang dihasilkan ini disebabkan oleh adanya tepung yang menempel pada alat giling. Namun tepung yang menempel tersebut tidak terlalu banyak sehingga tepung jagung yang hilang juga tidak terlalu banyak. Neraca massa pembuatan tepung jagung dengan teknikdry millingdapat dilihat pada Gambar 12. Kadar air yang terdapat pada jagung adalah sekitar 7,66-8,09%, dengan kadar air tersebut maka jagung sudah cukup kering untuk diolah secaradry milling sehingga jagung tidak memerlukan proses pengeringan terlebih dahulu sebelum digiling.
(48)
Gambar 12. Neraca massa pembuatan tepung jagung dengan teknikdry milling
2. Pembuatan Tepung Jagung dengan TeknikAlkali Cooked Milling
Pada pembuatan tepung jagung dengan teknik alkali cooked milling, jagung terlebih dahulu direbus dengan menggunakan air dan Ca(OH)2. Perbandingan air dan jagung yang digunakan adalah 3:1 sedangkan Ca(OH)2 yang ditambahkan adalah 1% dari bobot jagung. Tujuan dari perebusan jagung adalah untuk mengembangkan jaringan yang ada pada biji jagung sehingga Ca(OH)2 yang ditambahkan dapat masuk kedalam jaringan pada biji jagung. Penambahan air dengan perbandingan 3:1 dengan tujuan untuk memaksimalkan penyerapan air oleh biji jagung. Pemasakan dan perendaman dengan alkali menyebabkan air dan alkali masuk ke dalam biji jagung. Penambahan alkali ini dapat melepaskan kulit dan melunakkan struktur endosperma. Masuknya alkali ke dalam jaringan biji jagung dapat menyebabkan lepasnya amilosa setelah granula mengembang. Gelatinisasi pati terjadi karena interaksi antara amilosa dengan basa. Pembuatan jagung dengan teknik alkali cooked milling ini biasanya digunakan pada pembuatantortilla dan pembuatan tepung jagung dengan cara ini mulai terkenal di negara berkembang untuk mempertahankan makanan tradisional. Neraca massa
Jagung (500 g)
Dibersihkan dari kotoran
Penggilingan denganhammer mill
Tepung jagung (480 g)
(49)
pembuatan tepung jagung dengan teknik alkali cooked milling disajikan pada Gambar 13.
Rendemen yang dihasilkan pada pembuatan tepung dengan teknik ini dapat dilihat pada Tabel 9. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa rendemen yang dihasilkan yaitu antara 96,25–99,89%. Rendemen yang dihasilkan pada pembuatan tepung jagung secara alkali cooked milling lebih besar jika dibandingkan dengan rendemen pada pembuatan tepung jagung secara dry milling, hal ini disebabkan oleh kadar air pada alkali cooked milling lebih besar dari padadry millingyaitu antara 8,47-8,98%.
Gambar 13. Neraca massa pembuatan tepung jagung dengan teknikalkali cooked Milling
Air (1500 ml) Ca(OH)2 (5 g) Jagung
(500 g)
Perebusan selama 60 menit
Perendaman selama 120 menit
Pencucian
Pengeringan (490 g)
Penggilingan denganhammermill
Tepung jagung (490 g)
Air bekas cucian Jagung yang telah masak (nixtamal)
(838,5 g)
Air sisa rendaman (466 ml)
(50)
C. Karakteristik Fisiko-Kimia dan Fungsional Tepung Jagung
Analisis yang dilakukan terhadap tepung jagung yaitu analisis terhadap sifat fisik dan sifat kimia. Sifat kimia yang dianalisis meliputi kadar air, abu, lemak, protein, serat kasar, karbohidrat, amilosa, pati dan gula pereduksi. Hasil analisa sifat kimia pada tepung jagung dapat dilihat pada Tabel 10 dan Tabel 11. Sifat fungsional yang diamati meliputi sifat amilografi dengan Visco Amylographer Brabender, absorbsi air dan minyak,swelling power dan kelarutan pada suhu 90oC, kejernihan pasta 1%,freeze-thaw stability dan apparent viscosity
dengan Viscosimeter Brookfield), sifat fisik meliputi warna tepung, pH, bobot jenis tepung dan penerimaan oleh -amilase.
1. Karakteristik Kimia a. Kadar Air
Penentuan kadar air sangat diperlukan sebab sangat berpengaruh terhadap daya simpan bahan. Makin tinggi kadar air suatu bahan maka makin tinggi kemungkinan bahan tersebut rusak. Kadar air tepung sangat dipengaruhi oleh cara penyimpanan atau lama dari waktu pemanenan sampai bahan diolah menjadi suatu produk.
Jumlah kandungan air pada bahan hasil-hasil pertanian akan mempengaruhi daya tahan terhadap mikroba. Untuk memperpanjang daya simpan suatu bahan maka sebagian air dalam bahan dihilangkan sehingga mencapai kadar air tertentu.
Pengeringan pada tepung mempunyai tujuan untuk mengurangi kadar airnya sampai batas tertentu sehingga pertumbuhan mikroba dan aktivitas enzim penyebab kerusakan pada tepung dapat dihambat. Batas kadar air minimum dimana mikroba masih dapat tumbuh adalah 14-15% (Fardiaz, 1989).
Dari hasil analisa dapat dilihat bahwa kadar air yang terdapat pada tepung jagung dari berbagai varietas berkisar antara 7,34–8,09% pada dry milling dan 8,47–8,98% pada alkali cooked milling. Hal ini menunjukkan bahwa kadar air yang terdapat pada tepung jagung telah memenuhi syarat SNI tepung jagung yaitu maksimum 10%. Kadar air pada pengolahan secaradry milling danalkali cooked
(51)
milling tidak jauh berbeda karena pada pengolahan secara alkali cooked milling
tidak merubah sifat kimia pada tepung jagung (Saldivaret al., 1987).
b. Kadar Abu
Kadar abu menunjukkan besarnya kandungan mineral dalam tepung. Mineral merupakan zat anorganik dalam bahan yang tidak terbakar selama proses pembakaran. Kadar abu sangat dipengaruhi oleh jenis bahan, umur bahan dan lain-lain. Secara kuantitatif kadar abu yang terdapat pada suatu bahan berasal dari mineral-mineral dalam bahan yang masih segar, pemakaian pupuk dan dapat juga berasal dari kontaminasi tanah dan udara selama pengolahan.
Dari Tabel 10 dan 11 dapat dilihat bahwa kadar abu tepung jagung dengan proses pembuatan secara dry milling berkisar antara 1,23–1,45%. Hal ini sudah sesuai dengan persyaratan tepung jagung menurut SNI tepung jagung yaitu maksimum 1,5%. Kadar abu pada tepung jagung dengan proses pembuatan secara
alkali cooked milling yaitu antara 1,77–1,94% yang berarti belum sesuai dengan SNI tepung jagung. Menurut Saldivar et al. (1987) produk dari alkali cooked milling akan memiliki kandungan abu sebesar 1,5% (lebih tinggi dari pada pengolahan tepung jagung secara dry milling) hal ini disebabkan oleh adanya panambahan Ca(OH)2 yang akan menambah jumlah mineral pada tepung jagung.
c. Kadar Serat Kasar
Kadar serat terdiri dari selulosa dengan sedikit lignin dan sebagian kecil hemiselulosa. Dari hasil analisa dapat dilihat bahwa kadar serat kasar tepung jagung berkisar antara 0,36–1,83% pada teknik pembuatan tepung jagung secara
dry milling dan berkisar antara 1,27–2,73% pada teknik pembuatan tepung secara
alkali cooked milling. Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa kadar serat kasar pada tepung jagung masih sangat tinggi dan belum sesuai dengan SNI tepung jagung yaitu maksimum 1,5%. Tepung jagung yang memenuhi kriteria adalah tepung jagung yang berasal dari varietas Srikandi Putih. Tingginya kadar serat kasar pada tepung jagung disebabkan pada proses pembuatan tepung jagung tidak melalui proses ekstraksi seperti pada pembuatan pati sehingga serat yang tertinggal masih tinggi.
(1)
ada rongga yang kosong, sehingga nilai densitas kamba suatu bahan akan lebih rendah dari pada bobot jenisnya.
4. Konduktivitas panas biji jagung
Tabel Konduktivitas Panas Biji Jagung
Varietas
Konduktiv itas Panas
Tebal (mm)
Arjuna
0,1726 W/m.K pada suhu
38oC
4,36± 0,92
Bisma
0,1919 W/m.K pada suhu
40oC
4,53± 1,01
Lamuru
0,1864 W/m.K pada suhu
37,5oC
6,15± 1,79
Sukmaraga
0,1742 W/m.K pada suhu
40oC
4,80± 0,94
Srikandi Kuning
0,1784 W/m.K pada suhu
37oC
0,31± 0,04
Srikandi Putih
0,1422 W/m.K pada suhu
37oC
4,62± 0,86 Nilai konduktivitas panas berhubungan dengan ketebalan dari biji jagung. Semakin tebal biji jagung maka nilai konduktivitas panasnya semakin kecil. Varietas Lamuru yang memiliki tebal terbesar yaitu 6,15±1,79 mm memiliki nilai konduktivitas panas sebesar 0,1864 W/m.K. Pengukuran nilai konduktivitas panas ini diperlukan untuk menentukan suhu dan waktu pengeringan yang diperlukan biji jagung pada pengolahan pasca panen.
B. Produksi Tepung Jagung 1. Produksi Tepung Jagung dengan
TeknikDry Milling
Pada pembuatan tepung jagung secara dry milling,
jagung dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran. Kemudian jagung digiling dengan menggunakan hammer mill. Pada penggilingan ini digunakan mesh yang berukuran 80, sehingga tepung tidak diayak lagi menggunakan ayakan, dan tidak ada tepung yang tidak lolos 80 mesh. Pada teknikdry milling semua bagian biji jagung tergiling sehingga tidak ada pemisahan komponen dari biji jagung. Menurut Lorenz dan Karel (1991), kadar air yang terdapat pada biji jagung adalah sekitar 15 %, dengan kadar air tersebut maka jagung sudah cukup kering untuk diolah secaradry milling. 2. Pembuatan Tepung Jagung dengan
TeknikAlkali Cooked Milling
Produksi tepung jagung dengan teknik alkali cooked milling, jagung direbus dengan menggunakan air dan Ca(OH)2. Perbandingan
air dan jagung yang digunakan adalah 3 : 1 sedangkan Ca(OH)2 yang ditambahkan adalah 1
% dari bobot jagung. Tujuan dari perebusan jagung adalah untuk mengembangkan jaringan yang ada pada biji jagung sehingga Ca(OH)2
yang ditambahkan dapat masuk kedalam jaringan pada biji jagung.
Tabel Rendemen tepung jagung C.K
arak teris tik Fisi ko-Kim ia dan Fun gsio nal Tep ung Jagung
1. Karakteristik Kimia a. Kadar Air
Kadar air yang terdapat pada tepung jagung dari berbagai varietas berkisar antara 7.34 – 8.09 % padadry milling dan 8.47 – 8.98 % pada alkali cooked milling. Hal ini menunjukkan bahwa kadar air yang terdapat pada tepung jagung telah memenuhi syarat SNI tepung jagung yaitu maksimum 10%.
b. Kadar Abu
Kadar abu tepung jagung dengan proses pembuatan secara dry milling berkisar antara 1.13 – 1.34 %. Hal ini sudah sesuai dengan persyaratan tepung jagung menurut SNI tepung jagung yaitu maksimum 1.5 %. Kadar abu pada tepung jagung dengan proses pembuatan secara
Varietas
Dry milling
(%)
Alkali cooked
milling (%)
Srikandi
putih 92.67 98.00
Sukmaraga 97.07 99.89
Bisma 96.13 97.20
Arjuna 95.53 96.25
Lamuru 92.13 96.83
Srikandi
(2)
alkali cooked milling yaitu antara 1.61 – 1.77 % yang berarti belum sesuai dengan SNI tepung jagung. produk dari alkali cooked milling akan memiliki kandungan abu dan kalsium yang lebih tinggi dari pada pengolahan tepung jagung secara dry milling karena adanya panambahan Ca(OH)2
akan menambah jumlah mineral pada tepung jagung.
c. Kadar Serat Kasar
Kadar serat kasar tepung jagung berkisar antara 0.33 – 1.69 % pada teknik pembuatan tepung jagung secara dry milling dan berkisar antara 1.16 – 2.49 % pada teknik pembuatan tepung secara alkali cooked milling.
d. Kadar Protein
Tepung jagung diharapkan memiliki kadar protein yang tinggi. Hal ini berkaitan dengan penggunaan tepung sebagai bahan pangan dan pakan sehingga tidak memerlukan bahan substitusi lagi dalam aplikasinya. Kadar protein dalam tepung bukan merupakan syarat mutu tepung menurut SNI. Namun, keberadaannya dalam tepung dapat melengkapi nilai gizinya.
Tepung jagung dengan teknik pembuatan dry milling memiliki kandungan protein sebesar 8.39 – 9.98 % untuk alkali cooked milling memiliki kadar protein yang hampir sama, yaitu berkisar antara 8.51 – 9.47 %. Kandungan protein dalam tepung sangat penting untuk melengkapi nilai gizinya. Oleh karena itu kandungan protein tepung diharapkan setinggi mungkin.
e. Kadar Lemak
Kadar lemak pada pembuatan tepung secara dry milling adalah 5.23 – 9.16 %, sedangkan pada teknik pembuatan alkali cooked milling kadar lemak berkisar antara 3.70 - 11.58 %. Dari hasil analisa ini dapat dilihat juga bahwa pada tiap-tiap varietas
tepung jagung kadar lemaknya masih cukup tinggi. Pada tepung jagung, kadar lemak juga bukan merupakan syarat mutu dalam SNI, namun kadar lemak pada tepung jagung diharapkan setinggi mungkin, hal ini sesuai dengan aplikasinya untuk produk pangan. Namun kadar lemak yang tinggi pada tepung jagung yang disimpan dalam waktu yang cukup lama dapat menyebabkan penurunan mutu tepung. Menurut Winarno (1995), kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan. f. Kadar Karbohidratby difference
Kadar karbohidrat tepung jagung secaradry milling berkisar antara 72.63 – 77.13 % sedangkan untuk tepung jagung secara alkali cooked millingberkisar antara 69.37 – 76.39 %. Kadar karbohidrat yang tinggi ini diperlukan pada tepung jagung untuk aplikasinya pada produk pangan.
g. Kadar Amilosa
Kadar amilosa yaitu banyaknya amilosa yang terdapat di dalam granula pati. Kadar amilosa terhadap tepung dari tepung jagung yang diolah secara dry millingadalah 33.00 – 38.33 % sedangkan untuk tepung jagung yang diolah secara alkali cooked milling adalah sekitar 33.42 – 37.87 %. Jagung yang digunakan masih tergolong dalam normalcorn. h. Kadar Amilopektin
Perbandingan antara amilosa dan amilopektin akan berpengaruh terhadap sifat kelarutan dan derajat gelatinisasi pati. Kadar amilopektin pada tiap-tiap varietas jagung pada pembuatan tepung jagung secara dry milling berkisar antara 58.07 - 66.09 %, sedangkan untuk tepung jagung yang diolah secara alkali cooked milling memiliki kadar amilopektin antara 55.66 - 73.93 %.
i. Kadar Pati
Kadar pati merupakan kriteria mutu terpenting tepung baik sebagai bahan pangan maupun non pangan. Dari hasil analisa dapat dilihat bahwa tepung jagung yang diolah secara dry millingmemiliki kadar pati antara 49.93 -64.68 % sedangkan untukalkali cooked milling antara 48.22 - 60.04 %. Kadar pati yang dihasilkan oleh tepung jagung baik secara dry milling maupun alkali cooked milling sudah cukup tinggi sehingga dapat digunakan untuk produk pangan.
j. Kadar Gula Pereduksi
Kadar gula pereduksi terbesar pada teknik pembuatan tepung jagung secara dry milling adalah pada varietas Bisma yaitu sebesar 0.23 %, sedangkan pada teknik pembuatan tepung jagung secara alkali cooked milling kadar gula pereduksi terbesar juga terdapat pada varietas
(3)
Bisma yaitu sebesar 0.16%. Kadar gula pereduksi tepung jagung pada setiap varietas jagung manunjukkan angka yang tidak jauh berbeda yaitu berkisar antara 0.18 – 0.20 % pada tepung jagung yang dibuat dengan teknik dry milling dan 0.13 – 0.15 % untuk tepung jagung yang dibuat dengan teknik alkali cooked milling. Hal ini berarti gula pereduksi yang terdapat pada tepung jagung sedikit sekali karena kandungan glukosa pada jagung juga sangat kecil.
2. Sifat Fungsional
a. Absorbsi air dan minyak Absorbsi air dan minyak digunakan untuk mengukur besarnya kemampuan tepung untuk menyerap air dan minyak. Kemampuan ini sangat dipengaruhi oleh komposisi granula. Struktur granula pada masing-masing tepung juga sangat menentukan nilai yang terukur.
Dari hasil analisa dapat dilihat bahwa pada teknik pembuatan tepung jagung secara dry milling absorbsi air berkisar antara 1.23 - 1.63 g/g. Untuk pembuatan tepung jagung dengan teknik alkali cooked milling, absorbsi air berkisar antara 1.70 - 2.39 g/g. Kandungan serat kasar dan amilosa yang tinggi dapat membantu penyerapan air pada granula (Kulp, 1975).
Dari hasil analisa dapat dilihat bahwa absorbsi minyak pada tepung jagungdry milling adalah 0.77 - 1.33 g/g sedangkan untuk tepung jagung alkali cooked milling adalah 0.57 - 1.12 g/g. Pada alkali cooked milling absorbsi minyak lebih kecil dibandingkan dengan dry milling. Hal ini disebabkan oleh kadar lemak pada alkali cooked milling secara umum lebih rendah dibandingkan dengan dry milling yaitu 5.23 – 9.16 % pada dry milling dan 3.70 - 11.58 % pada alkali cooked milling.
b. Kelarutan danSwelling power pada suhu 90oC
Pada dry milling, swelling power berkisar antara 6.43 - 40.32 % sedangkan pada alkali cooked milling, swelling power berkisar antara 3.41 - 81.19 %. Nilai kelarutan untuk tepung jagung dengan teknikdry millingadalah 71.93 -89.51 % dan untuk tepung jagung dengan teknik alkali cooked milling adalah 53.93 -75.30 %
Nilai swelling power dan kelarutan pada dry milling secara umum lebih tinggi bila dibandingkan denganalkali cooked milling. Hal ini disebabkan kandungan amilosa pada alkali cooked milling lebih tinggi dari pada dry milling yaitu 33.00 – 38.33 % padadry milling sedangkan untuk tepung jagung yang diolah secara alkali cooked milling adalah sekitar 33.42 – 37.87 %. Semakin tinggi kandungan amilosa menyebabkan rendahnya tingkat swelling dan kelarutan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh molekul-molekulnya yang linier sehingga memperkuat jaringan internalnya (Leach, 1965).
c.Freeze-thaw stability
Pada penyimpanan suhu beku ini, air dalam larutan pasta akan berubah bentuk menjadi kristal – kristal es. Fenomena ini tentu akan merubah kelarutan air dalam struktur pasta. Nilai freeze- thaw stability yang dinyatakan dalam % Syneresis dapat diartikan sebagai persentase jumlah air yang terpisah setelah larutan pasta dibri perlakuan penyimpanan pada satu siklus freeze- thaw pada suhu -15oC. Semakin tinggi persentase jumlah air yang terpisah menunjukkan bahwa tepung tersebut semakin tidak stabil terhadap penyimpanan suhu beku.
Nilaifreeze- thaw stabilitypadadry milling adalah 97.33 - 98.47 % dan padaalkali cooked milling adalah 95.20 - 97.33 % dengan kestabilan tertinggi adalah pada varietas Srikandi Putih pada teknik pembuatan secara dry milling dan Srikandi Kuning pada teknik alkali cooked milling. Dari hasil ini secara keseluruhan dapat dilihat bahwa pasta tepung belum stabil pada suhu beku karena % Syneresis pada pasta tepung masih cukup tinggi. Hal ini dapat disebabkan tingkat retrogradasi pada pasta tepung masih cukup tinggi sehingga kecenderungan air untuk keluar dari pasta masih cukup tinggi.
d.Kejernihan pasta 1 %
Kejernihan pasta terkait dengan sifat dispersi dan retrogradasi. Kejernihan pasta juga memiliki hubungan dengan sifat kelarutan dimana semakin tinggi kelarutan maka akan
(4)
semakin tinggi juga tingkat kejernihan pasta yang dihasilkan.
Kejernihan pasta pada dry millingadalah 24.73 - 43.30 %T sedangkan untuk alkali cooked milling adalah 28.60 - 47.07 %T. Pengolahahan tepung jagung secara alkali cooked milling secara umum meningkatkan kejernihan pasta. Hal ini dapat disebabkan tingkat retrogradasi pada tepung alkali cooked milling lebih rendah dari padadry milling. Balagopalanet al. (1988) menyatakan bahwa tepung yang memiliki kecenderungan retrogradasinya rendah memiliki kejernihan pasta yang lebih tinggi.
e.Sifat Amilografi
Gambar. Grafik amilografi tepung jagung dengan pembuatan secaradry milling
Gambar . Grafik amilografi tepung jagung dengan pembuatan
secara alkali cooked milling Keterangan :
A : Suhu awal gelatinisasi B : Viskositas maksimum C :Break down viscosity D :Set back viscosity E : Viskositas akhir
f. Apparent viscosity
Gambar Pengaruh laju geser terhadap apparent viscosity tepung jagung (A) Dry Milling dan (B)Alkali Cooked Milling 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90100 110
Waktu (menit) Visk osi tas (B U) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Suhu (C) Arjuna Bisma Lamuru Sukmaraga Srikandi Kuning Srikandi Putih Suhu A C B E D 0 20 40 60 80 100 120 140 160
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 Waktu (menit) V is k o s ita s (B U ) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 S u h u (C ) Arjuna Bisma Lamuru Sukmaraga Srikandi Kuning Srikandi Putih Suhu A C B E D 0 20 40 60 80 100 120 140 160
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Laju geser (1/s)
a pp a ren t v is c os it y (c P ) Arjuna Bisma Lamuru Sukamaraga Srikandi Kuning Srikandi Putih 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Laju geser (1/s)
a pparen t v isc os ity (c P ) Arjuna Bisma Lamuru Sukmaraga Srikandi Kuning Srikandi Putih
A
B
0 20 40 60 80 100 120 1400 5 10 15 20 25 30
Waktu (menit)
ap pa re nt v is c o s ity (c P ) Arjuna Bisma Lamuru Sukmaraga Srikandi Kuning Srikandi Putih 0 5 10 15 20 25 30
0 5 10 15 20 25 30
a p p a re n t v is c o s ity (c P ) Arjuna Bisma Lamuru Sukmaraga Srikandi Kuning Srikandi Putih
A
B
(5)
Gambar Kestabilan viskositas tepung jagung (A) Dry Milling dan (B)Alkali Cooked Milling
3. Sifat Atribut a. Warna Tepung
Tepung jagung yang berasal dari varietas Srikandi Putih dengan proses pembuatan secara dry milling maupun alkali cooked milling memiliki nilai L yang paling tinggi yaitu sebesar + 84.40 untuk dry milling dan + 82.26 untuk pembuatan tepung jagung secara alkali cooked milling sehingga varietas Srikandi Putih memiliki warna yang paling cerah dibandingkan varietas yang lain.
Tepung jagung yang berasal dari varietas Lamuru dengan proses pembuatan secara dry milling maupun alkali cooked milling memiliki nilai a yang paling tinggi yaitu sebesar + 16.18 untukdry milling dan + 17.03 untuk pembuatan tepung jagung secara alkali cooked milling sehingga varietas Lamuru.
Tepung jagung yang berasal dari varietas Arjuna dengan proses pembuatan secara dry milling memiliki nilai a yang paling tinggi yaitu sebesar + 65.84 sedangkan untuk pembuatan tepung jagung secara alkali cooked milling varietas Lamuru memiliki nilai b terbesar yaitu + 64.14.
Pembuatan tepung jagung secara alkali cooked milling mempengaruhi warna tepung yang dihasilkan walaupun nilai yang dihasilkan tidak jauh berbeda dengan pembuatan tepung secara dry milling. Warna tepung jagung dengan pembuatan secara alkali cooked milling. memberikan warna yang lebih cerah dibandingkan pembuatan secara dry milling. Hal ini disebabkan pada pembuatan tepung secara alkali
cooked milling ada proses pencucian sehingga warna yang ada pada biji jagung ada yang terlarut pada air cucian.
b.pH
pH tepung jagung yang dibuat dengan teknik dry milling memiliki pH 6.65 untuk Arjuna, 6.69 untuk Bisma, 6.65 untuk lamuru, 6.73 untuk Sukmaraga, 6.73 untuk Srikandi Kuning, dan 6.64 untuk Srikandi Putih, sedangkan untuk tepung jagung yang dibuat dengan teknik alkali cooked milling memiliki pH yang lebih tinggi yaitu 7.04 untuk Arjuna, 7.20 untuk Bisma, 7.02 untuk lamuru, 7.13 untuk Sukmaraga, 6.95 untuk Srikandi Kuning, dan 7.23 untuk Srikandi Putih,. Hal ini disebabkan oleh penambahan basa yaitu Ca(OH)2 pada saat proses pembuatan.
c. Bobot jenis tepung jagung
Bobot jenis tepung jagung dari setiap varietas tidak jauh berbeda. Pada pembuatan tepung secara dry milling bobot jenis tepung jagung untuk varietas Ajuna adalah 1.31g/cm3, 1.32 Bisma g/cm3, Lamuru 1.32 g/cm3, Sukmaraga 1.39 g/cm3, Srikandi Kuning 1.33 g/cm3, dan Srikandi Putih 1.34 g/cm3. Pada pembuatan tepung jagung secara alkali cooked milling bobot jenis tepung jagung untuk varietas Ajuna adalah 1. g/cm3, Bisma 1.38 g/cm3, Lamuru 1.36 g/cm3, Sukmaraga 1.34 g/cm3, Srikandi Kuning 1.41 g/cm3, dan Srikandi Putih 1.38 g/cm3.
d. Daya Cerna Pati
Daya cerna pati adalah kemampuan enzim pemecah pati dalam menghidrolisis pati menjadi unit-unit yang lebih kecil. Pada penelitian ini digunakan metode pengukuran daya cerna pati in vitro menurut Muchtadi (1989). Dalam metode ini pati dihidrolisis oleh enzim alpha amilase, jumlah maltosa diukur dengan menggunakan spektrofotometer setelah direaksikan dengan asam dinitrosalisilat melalui kurva standar maltosa. Pengukuran daya cerna pati dapat dilakukan secara in vitro dengan menggunakan berbagai macam enzim pada kondisi tertentu seperti pH, buffer, waktu inkubasi dan suhu. Setelah hidrolisis, jumlah gula yang berhasil direduksi merupakan hasil dari daya cerna pati (Tharanthan dan Mahadevamma, 2003).
Tepung jagung secaradry milling memiliki daya cerna pati adalah 0.04 - 0.11 % dengan daya cerna terbesar pada varietas Arjuna, sedangkan pada pembuatan tepung jagung secara alkali cooked milling daya cerna pati 0.03 - 0.08 % dengan daya cerna terbesar pada varietas Srikandi Putih. Perbedaan nilai daya cerna pati pada tiap-tiap varietas jagung dapat
(6)
disebabkan oleh karakteristik jagung setiap varietas yang berbeda.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Jagung varietas unggul nasional mempunyai potensi untuk digunakan sebagai produk pangan seperti untuk pembuatan tepung jagung. Jagung varietas unggul nasional yang memiliki tipe biji dent adalah varietas Srikandi Putih dan Bisma, tipe dent flint adalah varietas Sukmaraga dan Lamuru sedangkan varietas Arjuna dan Srikandi Kuning memiliki tipe bijiflint.
Tepung jagung yang dibuat dengan teknik dry milling maupun alkali cooked milling mengandung protein yang tinggi yaitu antara 8.85 – 9.98 % untukdry milling dan 8.41 – 9.47 % untuk alkali cooked milling,demikian juga dengan kadar lemaknya yang tinggi yaitu antara 5.23 – 9.16 % untukdry millingdan 3.70 – 11.58 % untukalkali cooked milling sehingga jagung dari varietas unggul nasional dapat digunakan untuk tepung komposit pada produk pangan.
Pengolahan tepung jagung secara alkali cooked milling secara umum tidak merubah komposisi kimia tepung jagung, namun mempengaruhi sifat fungsional dari tepung jagung yaitu menaikkan absorbsi air dan kejernihan pasta, menurunkan absorbsi minyak, swelling power dan kelarutan. Pemasakan dengan alkali menyebabkan perubahan yang sangat nyata pada sifat amilografi dan menyebabkan penurunan viskositas.
Saran
Pembuatan tepung jagung secara alkali cooked millingperlu diadakan modifikasi agar sifat fungsional tepung jagung tidak mengalami banyak perubahan.
DAFTAR PUSTAKA Badan Standarisasi Nasional. 1995.
Standar Nasional Indonesia.
SNI 01-3727-1995. Tepung Jagung. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Hoseney, R.C. 1998. Principles of Cereal Science and Technology, second edition. American Association of Cereal Chemist, Inc. St. Paul. Minnesota, USA.
Kulp, K. 1975. Carbohydrases. Didalam.G. Reed (ed.). 1975. Enzyme in Food Processing. Academic Press, New York.
Johnson, L.A. 1991. Corn : Production, Processing and Utilization. Di Dalam K.J. Lorenz, dan K.Kulp (eds). Handbook of Cereal Science and Technology. Marcell Dekker, Inc. New York.
Kulp, K. 1975. Carbohydrases. Didalam.G. Reed (ed.). 1975. Enzyme in Food Processing. Academic Press, New York.
Leach, M.W. 1965. Gelatinisation of Starch and Miscellaneous Organic Esters. Di dalam Wurzburg, O.B. 1986. Modified Starches: Properties and Uses. CRC Press, Inc., Boca Raton, Florida.
Balagopalan, C, G. Padmaja, S.K. Nanda dan S.N. Moorthy. 1988. Cassava in Food, Feed and Industry. CRC Press, Inc, Boca Raton, Florida.
Muchtadi, T.R. dan Sugiyono. 1989. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tharanthan, R.N dan S. Mahadevamma. 2003. Grain Legumes a Boon to Human Nutrition. Trends in Food Science and Technology. Vol. 14 (12) : 507 – 518.