Pemanfaatan Tepung Wortel dalam Makanan Protein

Molekul proteintersusun dari unit-unit individual asam-asam amino. Setiap asam amino memiliki gugus amine NH 2 pada salah satu dari atom karbon pusat dan sisi lainnya merupakan gugus asam COOH. Di dalam makanan ada 20 jenis asam amino berbeda, masing- masing memiliki struktur dasar yang sama, yang membedakan hanyalah gugus R pada salah satu sisinya. Gugus R yang berbeda dapat bervariasi dari atom tunggal hidrogen hingga molekul kompleks yang membuat setiap asam amino berbeda Forsythe, 1995. Struktur dasar asam amino dapat dilihat pada Gambar 2.1. H NH 2 C COOH R Gambar 2.1. Struktur dasar asam amino Dalam molekul protein, asam-asam amino saling dirangkaikan melalui reaksi antara gugus karboksil asam amino yang satu dengan gugus amin dari asam amino yang lain, sehingga terbentuk ikatan yang disebut ikatan peptida. Ikatan peptida ini merupakan ikatan tingkat primer. Dua molekul asam amino yang saling dikaitkan dengan cara demikian disebut ikatan peptida, bila tiga molekul asam amino disebut tripeptida dan bila banyak disebut ikatan polipeptida. Polipeptida yang hanya terdiri dari beberapa molekul asam amino disebut oligopeptidaSoediaoetama, 2008. Klasifikasi protein dapat dibagi dua yaitu berdasarkan komponen penyusun dan fungsi fisiologinya. Protein berdasarkan komponen penyusunya terbagi tiga yaitu protein sederhana simple protein yang bila dihidrolisis menghasilkan asam amino albumin, protein kompleks complexconjugation protein yang bila dihidrolisis menghasilkan berbagai jenis asam amino dan juga komponen lain yang bukan protein seperti unsur logam, gugus fosfat, lipid, karbohidrat dan asam nukleat kromoprotein, lipoprotein, glikoprotein, fosfoprotein dan nukleoprotein dan protein derivat yang merupakan produk antara sebagai hasil hidrolisis parsial protein albumosa, pepton dan peptida Soediaoetama, 2008. Berdasarkan fungsi fisiologisnya atau daya dukungnya bagi pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan, protein dibagi menjadi protein sempurna, protein setengah sempurna dan protein tidak sempurna. Protein sempurna adalah protein yang mengandung asam amino lengkap baik macam maupun jumlahnya sehingga membantu pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan, contohnya kasein dan albumin. Protein setengah sempurna adalah protein yang mengandung asam amino essensial lengkap tetapi jumlahnya terbatas, protein ini tidak dapat membantu pertumbuhan dan hanya berfungsi untuk pemeliharaan jaringan, contohnya legumin dan gladin. Protein tidak sempurna adalah protein yang mengandung asam amino essensial tidak lengkap, protein ini tidak dapat membantu pertumbuhan maupun untuk pemeliharaan jaringan, contohnya zein Suhardjo dan Kusharto, 2010. Sumber protein banyak terdapat pada bahan makanan, baik hewani maupun nabati. Protein nabati berasal dari sumber padi-padian, biji-bijian, kacang-kacangan, gandum dan produk olahanya. Contoh protein nabati yang bersumber dari padi-padian: nasi, pasta dan roti; untuk golongan kacang- kacangan: kacang polong, kacang tanah, kacang kedelai, kacang merah, kacang almond, kacang mente dan sebagainya; dari biji-bijian: wijen, biji bunga matahari dan biji labu Auliana, 2009.

2.6 Penetapan Kadar Protein

Penetapan kadar protein dalam bahan makanan umumnya dilakukan berdasarkan penentuan secara empiris tidak langsung yaitu melalui penentuan kandungan nitrogen yang ada dalam bahan. Dalam penentuan protein seharusnya hanya nitrogen yang berasal dari protein saja yang ditentukan. Akan tetapi secara teknis hal itu sangat sulit dilakukan mengingat jumlah nitrogen non protein dalam bahan makanan biasanya sangat sedikit maka penentuan jumlah N total ini tetap dilakukan untuk mewakili jumlah protein yang ada. Penentuan dengan cara ini sering disebut penentuan jumlah N-total kasar crude protein Sudarmadji, dkk., 2007. Metode Kjeldahl pada umumnya dapat dibedakan atas dua cara yaitu makro dan semimikro. Cara makro-Kjeldahl digunakan untuk sampel yang sukar dihomogenkan dan besarnya sampel yang digunakan 1 – 3 g, sedangkan semimikro-Kjeldahl dirancang untuk sampel yang mudah di homogenkan dan berukur kecil yaitu kurang dari 300 mg. Kekurangan dari metode Kjeldahl ini adalah bahwa purin, pirimidin, vitamin-vitamin, urea, asam nukleat dan nitrat, nitrit ikut teranalisis sebagai nitrogen protein. Walaupun demikian, cara ini masih digunakan hingga kini dan dianggap cukup teliti untuk pengukuran kadar protein dalam bahan makanan Bintang, 2010. Menurut Bintang 2010 penetapan kadar protein dengan metode Kjeldahl dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap destruksi, tahap destilasi, tahap titrasi. a. Tahap Destruksi Pada tahap ini, sampel dipanaskan dengan penambahan asam sulfat pekat sehingga terjadi penguraian menjadi unsur karbon C, hidrogen H, oksigen O, nitrogen N, pospor P dan sulfur S. Sampel ditimbang dan ditambahkan dengan katalisator HgO atau K 2 SO 4 yang berfungsi untuk mempercepat proses destruksi dengan menaikkan titik didih dan mempercepat kenaikan suhu asam sulfat sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Setelah ditambahkan katalisator , kemudian sampel ditambahkan 3 mL H 2 SO 4 pekat yang menyebabkan larutan sampel menjadi keruh, lalu didestruksi hingga larutan berwarna jernih yang mengindikasikan bahwa proses destruksi telah selesai. Selama proses destruksi, akan dihasilkan gas SO 2 , CO 2 dan H 2 O. Proses destruksi dapat dikatakan selesai apabila larutan berwarna jernih, hal ini menunjukkan bahwa semua partikel bahan padat telah terdekstruksi menjadi bentuk partikel yang larut tanpa ada partikel padat yang tersisa. Larutan jernih yang telah mengandung NH 4 2 SO 4 didinginkan hingga sama dengan suhu ruang. Reaksi yang terjadi pada tahap destruksi adalah: Bahan Organik + H 2 SO 4 CO 2 + SO 2 + NH 4 2 SO 4 + H 2 O b. Tahap Destilasi Prinsip destilasi adalah memisahkan cairan atau larutan berdasarkan perbedaan titik didih. Larutan sampel jernih yang telah dingin kemudian ditambahkan dengan aquades untuk melarutkan sampel hasil destruksi agar hasil destruksi dapat didestilasi dengan sempurna, serta untuk lebih memudahkan proses analisis karena hasil destruksi melekat pada tabung Kjeldahl. Kemudian, katalis