Sejarah Singkat Lima Partai Politik yang Berfusi ke dalam PDI

Jhon Rivel Purba : Fusi PDI: Masalah Yang Dihadapi Serta Keberhasilannya Dalam Pemilu 1987 Dan 1992, 2010. didukung oleh Golkar dan ABRI telah menyalahgunakan kekuasaan dalam periode berikutnya. Dengan demikian, tidaklah mengherankan jika pemerintah yang didominasi Golongan Karya berhasil memaksakan jumlah partai politik dalam sistem kepartaian nasional. Untuk tugas ini, pemerintah menunjuk ketua Operasi Khusus Opsus, Brigjen Ali Murtopo, Asisten Pribadi Presiden, Brigjen Sudjono Hamardani, Kepala Bakin Sutopo Yuwono dan Brigjen Tjokropranolo sebagai penghubung pemerintah dengan partai-partai politik. 31 Partai-partai politik yang berfusi dalam PDI memiliki latar belakang, ideologi dan basis massa yang berbeda-beda. Lima partai politik tersebut mewakili lima paham atau ideologi yang berbeda, yaitu: marhaenisme, nasionalisme, sosialisme, Kristen Protestan, dan Kristen Katolik. Akhirnya, usaha penyederhanaan tersebut berjalan. Pada tahun 1973 fusi partai-partai politik dilaksanakan secara resmi. Kelompok Demokrasi Pembangunan atau Kelompok Nasionalis menjelma secara resmi menjadi Partai Demokrasi Indonesia PDI pada tanggal 10 Januari 1973. Demikian juga kelompok-kelompok spritual atau Kelompok Persatuan melebur menjadi Partai Persatuan Pembangunan PPP pada tanggal 5 Januari 1973. Kedua partai hasil fusi inilah yang bertarung kembali dengan Golongan Karya pada Pemilihan Umum selanjutnya.

2.2 Sejarah Singkat Lima Partai Politik yang Berfusi ke dalam PDI

32 31 Ibid., hlm. 194. 32 Adriana Elisabeth Sukamto, dkk, Op.cit., hlm. 1. Lima paham yang berbeda jika disatukan tentu sulit untuk bersatu. Jhon Rivel Purba : Fusi PDI: Masalah Yang Dihadapi Serta Keberhasilannya Dalam Pemilu 1987 Dan 1992, 2010. 2.2.1 Partai Nasional Indonesia PNI PNI yang didirikan Soekarno dan kawan-kawan seperjuangan pada tanggal 4 Juli 1927, menganut paham Marhaenisme ajaran Soekarno. Menurut rumusan Soekarno sendiri, marhaen adalah kaum proletar Indonesia, kaum tani Indonesia yang melarat dan kaum melarat Indonesia yang lain-lain. Sedangkan, marhaenisme adalah asas dan cara perjuangan menuju kepada hilangnya kapitalissme, imperialime, dan kolonialisme. Dan Marhaenis adalah tiap-tiap orang bangsa Indonesia, yang menjalankan marhaenisme. 33 Memperhatikan makna ajaran-ajaran Soekarno itu memang tidak terelakkan kesan yang juga diakui oleh Soekarno sendiri bahwa Marhaenisme adalah Marxime yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat Indonesia. 34 Hal yang menarik untuk ditelaah, apakah dukungan yang luas kepada PNI itu semata-mata disebabkan oleh asas Marhaenisme ataukah oleh figur Soekarno sebagai seorang pemimpin kharismatis yang sangat berpengaruh, baik pada masa sebelum dan sesudah kemerdekaan. Bagi PNI, Soekarno barangkali dianggap bukan saja sebagai pendiri atau pencetus ajaran Marhaenisme yang menjadi asas partai, tetapi lebih dari itu telah menjadi kunci dalam mengikat hubungan dengan massa pendukungnya. Marhaenisme telah menjadi ideologi yang berakar dan mendapat dukungan luas dari masyarakat pendukungnya, sekaligus menjadi identitas PNI. Dukungan yang luas terhadap partai ini menjadikannya partai pemenang Pemilu 1955. 35 33 Soekarno, Dibawah Bendera Revolusi, Jilid Kedua, Jakarta: Panitia Penerbit Dibawah Bendera Revolusi, 1964, hlm. 23 34 Roeslan Abdulgani, Sosialisme Indonesia, Jakarta: Yayasan Prapantja, 1964, hlm. 36. 35 Nazaruddin Sjamsuddin, PNI dan Kepolitikannya, Jakarta: Rajawali Pers, 1984, hlm. 10. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa Soekarno telah menjadi sumber legitimasi PNI, dimana mereka mengidentifikasikan diri dengan Jhon Rivel Purba : Fusi PDI: Masalah Yang Dihadapi Serta Keberhasilannya Dalam Pemilu 1987 Dan 1992, 2010. massa pendukungnya di seluruh Indonesia. 36 IPKI didirikan pada tanggal 20 Mei 1954. Bertujuan untuk mengakhiri dan melenyapkan seluruh penderitaan rakyat lahir bathin, dan memberikan hikmat rohaniah dan jasmaniah kepada seluruh rakyat, dengan menjamin keselamatan, ketentraman, dan kemakmurannya dengan menciptakan tata masyarakat Indonesia yang adil makmur sebagai penjelmaan Pancasila dan jiwa proklamasi dan UUD 1945. Simbol-simbol PNI inilah yang mendominasi warna di dalam tubuh PDI pasca fusi, termasuk penonjolan gambar Bung Karno. 2.2.2 Partai IPKI 37 Partai yang didirikan pada tanggal 3 Oktober 1948 oleh Tan Malaka, berazaskan anti fasisme, anti imperialisme, dan anti kapitalisme. Tujuannya adalah mempertahankan dan memperkokoh tegaknya kemerdekaan 100 bagi Partai ini merupakan wadah kegiatan politik bagi para pejuang kemerdekaan, karena itu partai ini kuat pada paham nasionalisme. Partai ini merupakan unsur minoritas dalam PDI dan sejak terbentuknya tidak pernah mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam percaturan politik nasional. Dalam Pemilihan Umum 1971, partai hanya memperoleh 338.403 suara 0,62 persen dan tidak memperoleh kursi di legislatif. 2.2.3 Partai Murba 36 Ibid. 37 Rusli Karim, Op.cit., hlm. 104. Jhon Rivel Purba : Fusi PDI: Masalah Yang Dihadapi Serta Keberhasilannya Dalam Pemilu 1987 Dan 1992, 2010. republik dan rakyat sesuai dengan dasar dan tujuan Proklamasi 17 Agustus 1945, menuju masyarakat sosialis. 38 Partai ini merupakan gabungan dari tiga partai yaitu Partai Rakyat, Partai Rakyat Djelata dan Partai Indonesia Buruh. Dalam pemilihan umum 1971, partai Murba hanya memperoleh suara di bawah 400.000 sehingga seharusnya tidak mendapat tempat di parlemen. Suara terbanyak yang diperolehnya dalam pemilihan umum itu adalah di Jawa Barat, berjumlah 10.042 suara. 39 Parkindo lahir pada tanggal 10 November 1945 sebagai peleburan dari beberapa partai Kristen yang pada mulanya berdiri sendiri-sendiri di wilayah Indonesia. Partai-partai itu antara lain Partai Kristen Indonesia Parki yang didirikan oleh Melanthon Siregar di Medan pada bulan September 1946, Partai Kristen Nasional PKN di Jakarta, Partai Politik Masehi PPM di Pematang Siantar, Persatuan Masehi Indonesia PMI yang didirikan oleh Ratulangi dan dua kelompok politik minoritas di Jawa Tengah dan Jawa Timur, yaitu Perserikatan Kristen dan Perserikatan Christen Djawa. 2.2.4 Parkindo 40 Dilihat dari namanya, jelas partai ini memakai basis agama sebagai sumber legitimasinya sekaligus menunjukkan identitasnya. Basis massa partai ini terutama di daerah-daerah dimana penduduknya beragama Kristen, seperti Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Maluku. Dalam Pemilu 1971, partai ini meraih 745.359 suara 1,34 persen dan mendapatkan tujuh kursi di legislatif. 38 Ibid., hlm. 97. 39 Manuel Kaisiepo, Op.cit., hlm. 319. 40 Ibid., hlm 320. Jhon Rivel Purba : Fusi PDI: Masalah Yang Dihadapi Serta Keberhasilannya Dalam Pemilu 1987 Dan 1992, 2010. 2.2.5 Partai Katolik Partai ini didirikan pada tanggal 8 Desember 1945 dengan nama Partai Katolik Republik Indonesia PKRI, sebagai kelanjutan dari Perkumpulan Politik Katolik Indonesia yang ada sebelum Perang Dunia II. Dalam Kongres 17 Desember 1949, PKRI diganti menjadi Partai Katholik. Partai ini bertujuan bekerja dengan sekuat-kuatnya untuk kemajuan Republik Indonesia dan kesejahteraan rakyatnya. 41 41 Rusli Karim, Op.cit., hlm. 79. Hampir sama dengan Parkindo, Partai Katolik juga memakai basis agama sebagai sumber legitimasinya dan sekaligus sebagai identitasnya. Basis massanya juga berada di daerah-daerah dimana penduduknya menganut agama Katolik, seperti Maluku, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur dan Sumatera Utara. Dalam Pemilu 1971, perolehan suaranya tidak jauh beda dengan Parkindo, yaitu meraih 605.740 suara 1,11 persen tapi hanya meraih tiga kursi di legislatif. Gambaran singkat di atas menunjukkan keanekaragaman latar belakang sejarah pembentukan, basis massa, dan ideologi yang menjadi identitas dari kelima partai yang berfusi dalam PDI. Secara yuridis-formal, PDI sebagai hasil peleburan merumuskan identitasnya sebagaimana dirumuskan dalam Anggaran Dasarnya, yaitu berwatak serta bercirikan Demokrasi Indonesia, Kebangsaan Indonesia, dan Keadilan Sosial yang perjuangannya berdasarkan Pancasila, tetapi ini nampaknya belum cukup teruji keampuhannya sebagai sumber legitimasi dan identitas partai untuk mengidentifikasikan dirinya terhadap massa pendukungnya. Jhon Rivel Purba : Fusi PDI: Masalah Yang Dihadapi Serta Keberhasilannya Dalam Pemilu 1987 Dan 1992, 2010.

2.3 Struktur Organisasi dan Rekrutmen PDI