Dari gambar 4.1 diatas terlihat bahwa komponen dana perimbangan yang diterima antar kabupatenkota di Sumatera Utara selama periode 2010-2013 yang
disalurkan untuk dana alokasi umum rata-rata sebesar 82. Ini berarti banyak kabupatenkota di Sumatera Utara yang mendapatkan dana alokasi umum dari
pada dana bagi hasil pajakbagi hasil bukan pajak yang hanya rata-rata sebesar 10 dan dana alokasi khusus rata-rata sebesar 8.
Semakin banyak Dana Alokasi Umum yang diterima maka berarti daerah tersebut masih tergantung terhadap pemerintah pusat dalam memenuhi
belanjanya, ini menandakan bahwa daerah tersebut belumlah mandiri, dan begitu juga sebaliknya.
3. Perbandingan Rata-rata Derajat Desentralisasi Fiskal PAD dengan
Dana Perimbangan
Rincian perbandingan antara derajat desentralisasi fiskal PAD dengan Dana Perimbangan dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 4.3 Rata-Rata Derajat Desentralisasi Fiskal PAD dengan Dana
Perimbangan Antar KabupatenKota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2013
6
94 PAD
Dana Perimbangan
Dari gambar 4.3 dapat dilihat bahwa rata-rata derajat desentralisasi fiskal yang memegang peranan penting yaitu dana perimbangan dimana derajat ini
sangat baik dimana secara keseluruhan bahwa dana perimbangan memilki derajat desentralisasi fiskal sebesar 94 dan sisanya dari derajat desentralisasi fiskal
PAD. Ini berarti bahwa kabupatenkota di provinsi Sumatera Utara lebih banyak menerima transfer dari pemerintah pusat dibandingkan dari pendapatan asli
daerah. 4.
Analisis Data 1.
Analisis Estimasi dengan Generalized least square GLS
Dengan hasil estimasi ketimpangan pembangunan antar kabupatenkota di Provinsi Sumatera Utara untuk data panel dengan menggunakan metode OLS
terbukti tidak konsisten dan efisien, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis dan mengestimasi dengan metode Generalized Least Square GLS
seperti yang disarankan oleh Gujarati 2003. Gujarati 2003 mengatakan bahwa metode GLS terbukti metode ini lebih
baik dan konsisten. Hal ini dikarenakan metode GLS dapat dianalisis dengan fixed effects models FEM dan random effects model REM, sehingga dapat diketahui
mana model yang terbaik. Berikut hasil estimasi dari kedua model tersebut dengan metode GLS seperti berikut ini.
Tabel 4.5 Hasil Estimasi Metode GLS FEM dan REM
Variabel Terikat : Ketimpangan Pembangunan IW Periode 2010 – 2013 Variabel Bebas
Random Effects Fixed Effects
C LPAD
LDP
0.093232 0.004995
-0.008708 0.068873
0.001467 -0.002886
R2 Durbin –Watson
0.018576 1.238486
0.999276 1.376938
Sumber: Data diolah Lampiran 1 2
Berdasarkan estimasil diatas model fixed effects models FEM lebih baik dibandingkan random effects model REM. Hal ini bisa dilihat berdasarkan hasil
estimasi diatas, fixed effects models FEM menujukan hasil yang lebih baik dibandingkan random effects model REM. Hal ini bisa dilihat dari nilai R-
square �
2
dan nilai
Durbin –Watson yang lebih baik pada
fixed effects models FEM dibandingkan random effects model REM.
Setelah berdasarkan estimasi diatas, maka dilakukan pemilihan model terbaik dengan Husman test, 1978 Gujarati,2003. Untuk penelitian ini, Husman
test diestimasi dengan program Eviews 7 sehingga diperoleh nilai chi-squarenya. Ketentuan dari Husman test adalah apabila null hypothesis Ho diterima, maka
model yang digunakan adalah random effect model REM dan sebaliknya apabila null hypothesis Ho ditolak, maka model yang akan digunakan adalah fixed effect
model FEM
1. Uji Hausman Test