Pengaruh Desentralisasi dan Pendapatan Perkapita terhadap Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara

(1)

PENGARUH DESENTRALISASI DAN PENDAPATAN

PERKAPITA TERHADAP PERTUMBUHAN

EKONOMI PEMERINTAH KOTA

PROVINSI SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh

RAJA MALEM TARIGAN

097003074/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012

S

E K

O L A

H

P A

S C

A S A R JA

N


(2)

PENGARUH DESENTRALISASI DAN PENDAPATAN

PERKAPITA TERHADAP PERTUMBUHAN

EKONOMI PEMERINTAH KOTA

PROVINSI SUMATERA UTARA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan

Pedesaan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

RAJA MALEM TARIGAN

097003074/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(3)

Judul Tesis : PENGARUH DESENTRALISASI DAN PENDAPATAN PERKAPITA TERHADAP PERTUMBUHAN

EKONOMI PEMERINTAH KOTA PROVINSI SUMATERA UTARA

Nama Mahasiswa:

Raja Malem Tarigan

Nomor Pokok :

097003074

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak) (Dr. Drs. Rujiman, MA

Ketua Anggota

)

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 27 Agustus 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak

Anggota : 1. Dr. Drs. Rujiman, MA

2. Dr. Agus Purwoko, S.Hut, M.Si 3. Agus Suriadi, S.Sos, M.Si


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Pengaruh Desentralisasi dan Pendapatan Perkapita terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara” adalah benar hasil karya saya

sendiri dan belum dipulikasikan oleh siapa pun sebelumnya. Sumber data daninformasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan 21 Juli 2012 Yang membuat pernyataan,


(6)

PENGARUH DESENTRALISASI DAN PENDAPATAN PERKAPITA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PEMERINTAH KOTA PROVINSI

SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh desentralisasi fiskal dan pendapatan perkapita secara simultan dan parsial terhadap pertumbuhan ekonomi

Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda dengan variable independent desentralisasi fiskal dan pendapatan perkapita, serta variable dependent pertumbuhan ekonomi Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah PAD, Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak, Realisasi Pengeluaran Pemerintah, Pendapatan Perkapita, dan Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Kota tahun 2004-2010. Dari 8 Pemerintah Kota di Provinsi Sumatera Utara, sebanyak 7 Pemerintah Kota di Provinsi Sumatera Utara yang memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai subjek penelitian, yaitu Pemerintah Kota Binjai, Kota Medan, Kota Padangsidempuan, Kota Pematangsiantar, Kota Sibolga, Kota Tanjungbalai dan Kota Tebing Tinggi.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa secara simultan desentralisasi fiskal dan pendapatan perkapita berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara. Secara parsial desentralisasi fiskal berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara. Pendapatan perkapita berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Pemerintah Kota di Provinsi Sumatera Utara.


(7)

THE INFLUENCE OF DECENTRALIZATION AND INCOME PER CAPITA ON THE ECONOMIC GROWTH OF CITY GOVERNMENTS OF THE PROVINCE OF

SUMATERA UTARA

ABSTRACT

The purpose of this study was to analyze the simultaneous and partial influence of fiscal decentralization and income per capita on the Economic Growth of City Governments of the Province of Sumatera Utara.

The data for this study were the secondary data related to Local Originally-Generated Revenues, Sharing Tax and Non-Tax Revenues, Realization of Government’s Expenditure, Income Per Capita, and the Economic Growth of City Governments of the Province of Sumatera Utara from 2004-2010 of 7 out of 8 City Governments of the Province of Sumatera Utara such as the City Governments of Binjai, Medan, Padangsidimpuan, Pematangsiantar, Sibolga, Tanjungbalai and Tebing Tinggi. The data obtained were analyzed through multiple linear regression tests with fiscal decentralization and income per capita as the independent variables and the economic growth of City Governments of the Province of Sumatera Utara as the dependent variable.

The result of this study showed that simultaneously fiscal decentralization and income per capita had a significant influence on the economic growth of City Governments of the Province of Sumatera Utara. Partially, fiscal decentralization had a significant influence on the economic growth of City Governments of the Province of Sumatera Utara. Income per capita had a positive but not significant influence on the economic growth of City Governments of the Province of Sumatera Utara.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul:

Pengaruh Desentralisasi dan Pendapatan Perkapita Terhadap

Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara. Tesis

ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam penyusunan tesis ini, penulis telah banyak mendapat bantuan, masukan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya, kepada yang terhormat Ibu Prof. Erlina, SE.M.Si. Ph.D.Ak. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Drs. Rujiman, MA, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberi saran, dukungan, pengetahuan dan bimbingan kepada penyusun hingga tesis ini selesai.

Pada kesempatan ini penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg.Sirojuzilam, SE, selaku Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana USU Medan.

3. Bapak Dr. Agus Purwoko, S.Hut. M.Si., Agus Suriadi, S.Sos M.Si. dan

Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec. selaku Dosen Pembanding yang telah

memberikan masukan dan saran bagi kesempurnaan tesis ini.

4. Seluruh dosen pengajar, beserta Staf Administrasi yang telah banyak memberikan bantuan sejak awal perkuliahan hingga penyelesaian tesis ini. 5. Teman-teman satu angkatan yang sudah banyak memberikan kenangan yang

baik.

6. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ayahnda B. Tarigan dan Ibunda R. Pardede yang telah mengasuh, membesarkan, mendidik dan mendoakan dan selalu memberi motivasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini.


(9)

Akhirnya atas segala kekurangannya, kepada semua pihak dalam kaitan dengan proses penyusunan tesis ini serta selama dalam proses pendidikan saya menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya dan Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan. Amiin.

Medan, Juli 2012 Penulis


(10)

RIWAYAT HIDUP

Raja Malem Tarigan lahir di Pematangsiantar, 03 Februari 1983, dari

pasangan Bapak B. Tarigan dan R. Pardede, dan merupakan anak pertama dari empat bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan Dasar tahun 1995 di SD Negeri I Kabupaten Simalungun. Pada tahun 1998 menyelesaikan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama pada SMP RK. Budi Mulia Pematangsiantar dan tahun 2001 menyelesaikan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di RK. Budi Mulia Pematangsiantar. Kemudian pada tahun 2007 menyelesaikan pendidikan di Institut Teknologi Bandung Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota.

Tahun 2010 mengikuti pendidikan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dalam bidang studi Perencanaan Pembangunan Wilayah Pedesaan (PWD).

Pengalaman kerja pernah menjadi konsultan perencanaan pembangunan diberbagai daerah di Indonsia, mulai dari Aceh, Bengkulu, Palembang, Lampung, Jambi, Bangka-Belitung, Bandung, Jabodetabek, Kalimantan, dan pulau Flores, terutama untuk proyek-proyek rencana tata ruang, rencana pengembangan infrastruktur daerah, masterplan pariwisata, masterplan transportasi, penyusunan database perkotaan, dan kegiatan konsultan lainya.

Sedangkan instansi kerja pada tahun 2006-2008 bekerja sebagai Junior Planner Consultant di PT. Aria Ripta Sarana Bandung. Tahun 2008-2010 bekerja sebagai Planner Consultant di PT. Surveyor Indonesia Medan, Tahun 2010-2012 bekerja sebagai Individula Consultant Dinas Tarukim Provinsi Sumatera Utara sekaligus sebagai dosen tetap di Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) Institut Sains Dan Teknologi TD Pardede (ISTP), dan Tahun 2012 sampai sekarang bekerja sebagai Project Manager di PT. Resultant Jakarta.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... i

KATA PENGANTAR ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah ... 8

2.2. Desentralisasi Fiskal ... 15

2.2.1. Pendapatan Asli Daerah ... 16

2.2.2. Pengeluaran Pemerintah ... 19

2.3. Pendapatan Perkapita ... 22

2.3.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 24

2.3.2. Jumlah Penduduk ... 28

2.4. Penelitian Sebelumnya ... 31

2.5. Kerangka Pemikiran ... 34

2.6. Hipotesis ... 35

BAB III METODE PENELITIAN ... 36

3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 36

3.2. Lokasi Penelitian ... 36

3.3. Jenis dan Sumber Data ... 36

3.4. Metode dan Teknik Analisis Data ... 37

3.5. Definisi Variabel Operasional Penelitian ... 41

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42

4.1. Hasil Penelitian ... 42

4.1.1. Deskripsi Data Penelitian ... 42

4.1.2. Deskripsi Statistik Data Penelitian ... 43

4.1.3. Pengujian Asumsi Klasik ... 51

4.1.4. Uji Hipotesis ... 58

4.2. Pembahasan ... 61


(12)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

5.1. Kesimpulan ... 67

5.2. Keterbatasan Data ... 68

5.3. Saran ... 68


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. 1.2. 1.3. 3.1 4.1. 4.2. 4.3. 4.4. 4.5. 4.6. 4.7. 4.8. 4.9. 4.10. .

Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara Tahun 2004-2010 (%) ………..

Desentralisasi Fiskal Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara Tahun 2004-2010 (%) ………..

PDRB Perkapita Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara Tahun 2004-2010 (Rp. Jutaan) ………..

Definisi Variabel Operasional Penelitian ……….. Deskripsi Statistik Data Pertumbuhan Ekonomi, Desentralisasi Fiskal (%) dan Pendapatan Perkapita (Rp. Jutaan) ... Rataan Pertumbuhan Ekonomi, Desentralisasi Fiskal dan

Pendapatan Perkapita 7 Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara Periode Tahun 2004-2010 ...

Analisis Tipologi Klassen KLasifikasi Daerah berdasarkan Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB Perkapita Pemerintah Kota Tahun 2004-2010 ………... Kolmogorov-Smirnov Test …………... Uji Glesjer …..…………... Hasil Uji Multikolinearitas ……… Uji Autokorelasi ………... Koefisien Determinasi ……….. Hasil Uji Simultan ………. Uji Statistik-t ……….

2 3 5 41 43 46 50 53 55 56 57 58 59 60


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. 4.1. 4.2. 4.3.

Kerangka Pemikiran Penelitian ……… Normal P-Plot of Regression Standard Residual ...…... Histogram……….. Grafik Scatterplots ………...

35 52 52 54


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Kota Provinsi Sumatera

Utara Tahun 2004-2010 (%) ………. 73

2. Realisasi Jumlah PAD, Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara Tahun 2004-2010 (Rp. Milyar) ……… 73

3. Realisasi Pengeluaran Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara Tahun 2004-2010 (Rp.Milyar) ……… 73

4. Desentralisasi Fiskal Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara Tahun 2004-2010 (%) ………. 74

5. PDRB Perkapita Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara Tahun 2004-2010 (Rp.Jutaan) ……….. 74

6. Deskripsi Statistik ……….. 74

7. Uji Asumsi Klasik ………. 75


(16)

PENGARUH DESENTRALISASI DAN PENDAPATAN PERKAPITA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PEMERINTAH KOTA PROVINSI

SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh desentralisasi fiskal dan pendapatan perkapita secara simultan dan parsial terhadap pertumbuhan ekonomi

Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda dengan variable independent desentralisasi fiskal dan pendapatan perkapita, serta variable dependent pertumbuhan ekonomi Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah PAD, Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak, Realisasi Pengeluaran Pemerintah, Pendapatan Perkapita, dan Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Kota tahun 2004-2010. Dari 8 Pemerintah Kota di Provinsi Sumatera Utara, sebanyak 7 Pemerintah Kota di Provinsi Sumatera Utara yang memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai subjek penelitian, yaitu Pemerintah Kota Binjai, Kota Medan, Kota Padangsidempuan, Kota Pematangsiantar, Kota Sibolga, Kota Tanjungbalai dan Kota Tebing Tinggi.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa secara simultan desentralisasi fiskal dan pendapatan perkapita berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara. Secara parsial desentralisasi fiskal berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara. Pendapatan perkapita berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Pemerintah Kota di Provinsi Sumatera Utara.


(17)

THE INFLUENCE OF DECENTRALIZATION AND INCOME PER CAPITA ON THE ECONOMIC GROWTH OF CITY GOVERNMENTS OF THE PROVINCE OF

SUMATERA UTARA

ABSTRACT

The purpose of this study was to analyze the simultaneous and partial influence of fiscal decentralization and income per capita on the Economic Growth of City Governments of the Province of Sumatera Utara.

The data for this study were the secondary data related to Local Originally-Generated Revenues, Sharing Tax and Non-Tax Revenues, Realization of Government’s Expenditure, Income Per Capita, and the Economic Growth of City Governments of the Province of Sumatera Utara from 2004-2010 of 7 out of 8 City Governments of the Province of Sumatera Utara such as the City Governments of Binjai, Medan, Padangsidimpuan, Pematangsiantar, Sibolga, Tanjungbalai and Tebing Tinggi. The data obtained were analyzed through multiple linear regression tests with fiscal decentralization and income per capita as the independent variables and the economic growth of City Governments of the Province of Sumatera Utara as the dependent variable.

The result of this study showed that simultaneously fiscal decentralization and income per capita had a significant influence on the economic growth of City Governments of the Province of Sumatera Utara. Partially, fiscal decentralization had a significant influence on the economic growth of City Governments of the Province of Sumatera Utara. Income per capita had a positive but not significant influence on the economic growth of City Governments of the Province of Sumatera Utara.


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Indikator ini penting untuk mengetahui keberhasilan pembangunan di masa yang akan datang. Pertumbuhan ekonomi dapat bernilai positif dan dapat pula bernilai negatif. Jika pada suatu periode perekonomian mengalami pertumbuhan positif, berarti kegiatan ekonomi pada periode tersebut mengalami peningkatan. Sedangkan jika pada suatu periode perekonomian mengalami pertumbuhan negatif, berarti kegiatan ekonomi pada periode tersebut mengalami penurunan.

Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu erekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Suatu Negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan GNP riil di negara tersebut. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara selama periode tahun 2004-2010 terdapat perbedaan di antara Pemerintah Kota, sehingga mengakibatkan pembangunan daerah di antara Pemerintah Kota tersebut ada yang tumbuh lambat dan ada yang tumbuh cepat, seperti tertera pada Tabel 1.1.


(19)

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara Tahun 2004-2010 (%)

No. Kabupaten/Kota 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

1 Sibolga 4.76 4.01 5.22 5.53 5.85 5.70 6.04

2 Tanjung Balai 5.95 4.11 3.54 4.01 4.00 4.17 4.93 3 Pematangsiantar 2.50 5.77 5.96 5.12 5.72 5.36 5.85 4 Tebing Tinggi 5.53 4.39 5.33 5.98 6.04 5.95 6.07

5 Medan 7.29 6.98 7.76 7.78 6.89 6.55 7.43

6 Binjai 8.17 5.28 5.32 5.68 5.54 5.87 6.07

7 Padangsidempuan 4.63 4.91 5.49 6.18 6.09 5.83 5.74 Sumber : BPS Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara

Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia sudah dilakukan sejak tanggal 1 Januari 2001. Melalui otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, pemerintah daerah memiliki wewenang untuk menggali pendapatan dan melakukan peran alokasi secara mandiri dalam menetapkan prioritas pembangunan. Diharapkan dengan adanya otonomi dan desentralisasi fiskal dapat lebih memeratakan pembangunan sesuai dengan keinginan daerah untuk mengembangkan wilayah menurut potensi masing-masing.

Desentralisasi fiskal akan memberikan manfaat yang optimal jika diikuti oleh kemampuan finansial yang memadai oleh daerah otonom. Menurut UU No.33 Tahun 2004 sumber penerimaan yang digunakan untuk pendanaan pemerintah dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH), pinjaman daerah, dan lain-lain penerimaan yang sah.

Desentralisasi fiskal Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara selama periode tahun 2004-2010 terdapat perbedaan di antara Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara, seperti terlihat pada Tabel 1.2.


(20)

Tahun 2004-2010 (%)

No. Kabupaten/Kota 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

1 Sibolga 4.76 4.01 5.22 5.53 5.85 5.70 6.04

2 Tanjung Balai 5.95 4.11 3.54 4.01 4.00 4.17 4.93 3 Pematangsiantar 2.50 5.77 5.96 5.12 5.72 5.36 5.85 4 Tebing Tinggi 5.53 4.39 5.33 5.98 6.04 5.95 6.07

5 Medan 7.29 6.98 7.76 7.78 6.89 6.55 7.43

6 Binjai 8.17 5.28 5.32 5.68 5.54 5.87 6.07

7 Padangsidempuan 4.63 4.91 5.49 6.18 6.09 5.83 5.74 Sumber : BPS Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara

Otonomi daerah merupakan hak, kewenangan dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan umum di UU Otonomi daerah No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang telah menggantikan UU No. 22 Tahun 1999. Desentralisasi sendiri mempunyai tujuan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat, pengembangan kehidupan berdemokrasi, keadilan, pemerataan, dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah dan antar daerah (Sidik, 2002).

UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas antara fungsi Pemerintah Daerah (Eksekutif) dengan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Legislatif). Berdasarkan perbedaan fungsi tersebut menunjukkan bahwa pada pemerintah, peraturan perundang-undangan secara implisit merupakan bentuk kontrak eksekutif, legislatif dan publik.

Anggaran Daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Penyusunan APBD diawali dengan membuat kesepakatan antara eksekutif dan legislatif tentang kebijakan umum APBD dan prioritas dan plafon anggaran yang akan menjadi pedoman untuk penyusunan anggaran pendapatan dan


(21)

belanja. Eksekutif membuat rancangan APBD sesuai dengan kebijakan umum APBD dan prioritas dan plafon anggaran yang kemudian diserahkan kepada legislatif untuk dipelajari dan dibahas bersama-sama sebelum ditetapkan sebagai Peraturan Daerah (Darwanto dan Yustikasari, 2007). Dalam perspektif keagenan, hal ini merupakan bentuk kontrak menjadi alat bagi legislatif untuk mengawasi pelaksanaan anggaran oleh eksekutif.

Kebijakan otonomi daerah merupakan pendelegasian kewenangan yang disertai dengan penyerahan dan pengalihan pendanaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dalam kerangka desentralisasi fiskal. Dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal, menunjukkan bahwa potensi fiskal pemerintah daerah antara satu dengan daerah yang lain bisa menjadi sangat beragam. Perbedaan ini pada gilirannya dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang beragam pula. Mardiasmo (2002a) pemberian otonomi yang lebih besar akan memberikan dampak yang lebih besar bagi pertumbuhan ekonomi, hal inilah yang mendorong daerah untuk mengalokasikan secara lebih efesien berbagai potensi lokal untuk kepentingan pelayanan publik Dengan demikian, bahwa desentralisasi memberikan dampak yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi dengan mengalokasikan secara efesien berbagai potensi lokal untuk kepentingan layanan publik.

Sebagian kalangan berpendapat bahwa pelaksanaan desentralisasi sebagai pendekatan Bing Bang atau terburu-buru tanpa persiapan dan sosialisasi karena jangka waktu persiapan yang terlalu pendek untuk negara yang begitu besar dengan kondisi geografis yang cukup menyulitkan (Brodjonegoro, 2003). Terlebih ditengah-tengah upaya bangsa melepaskan diri dari krisis ekonomi moneter yang berkepanjangan dari pertengahan tahun 1997. Akibatnya kebijakan ini memunculkan kesiapan (fiskal) daerah yang berbeda satu dengan yang lain, terlebih kebijakan ini terlahir disaat disparitas pertumbuhan ekonomi yang tinggi.


(22)

Pendapatan nasional pada dasarnya merupakan kumpulan pendapatan masyarakat suatu negara. Tinggi rendahnya pendapatan nasional akan mempengaruhi tinggi rendahnya pendapatan per kapita negara yang bersangkutan. Akan tetapi, banyak sedikitnya jumlah penduduk pun akan mempengaruhi jumlah pendapatan per kapita suatu Negara.

Pendapatan perkapita selama periode tahun 2004-2010 juga menunjukkan adanya perbedaan di antara Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara, seperti terlihat pada Tabel 1.3.

Tabel 1.3. PDRB Perkapita Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara Tahun 2004-2010 (Rp Jutaan)

No. Kabupaten/Kota 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

1 Sibolga 6.19 6.33 6.99 7.38 7.81 8.26 8.76

2 Tanjung Balai 7.35 7.47 8.02 8.24 8.47 8.71 9.05 3 Pematangsiantar 6.86 7.16 7.10 7.44 7.84 8.23 8.69 4 Tebing Tinggi 6.25 6.46 6.69 7.02 7.35 7.70 8.03 5 Medan 10.75 10.84 11.56 12.36 13.28 13.90 15.11

6 Binjai 6.27 6.44 6.83 7.14 7.46 7.81 8.21

7 Padangsidempuan 3.89 3.94 4.08 4.53 4.68 4.78 4.88 Sumber : BPS Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara

Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara dan pemerataan pendapatan bagi penduduk suatu negara. Pembangunan ekonomi tak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi (economic growth); pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi.


(23)

Desentralisasi fiskal selama periode tahun 2004-2010 terdapat range yang cukup besar di antara Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara, sehingga mengakibatkan pembangunan daerah di Pemerintah Kota tersebut berjalan lambat

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka penulis membuat penelitian dengan judul ”Pengaruh Desentralisasi Fiskal dan Pendapatan Perkapita terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kota-Kota Provinsi Sumatera Utara”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka masalah yang hendak diteliti dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : “Apakah desentralisasi fiskal dan pendapatan perkapita secara simultan dan parsial berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : Untuk mengetahui adanya pengaruh desentralisasi fiskal dan pendapatan perkapita secara simultan dan parsial terhadap pertumbuhan ekonomi Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan bagi Pemerintah Kota di Provinsi Sumetera Utara yang menjadi lokasi penelitian, untuk dapat menganalisis desentralisasi fiskal dan pendapatan perkapita daerahnya secara optimal.

2. Bagi akademisi diharapkan dapat memberikan referensi bagi peneliti selanjutnya terutama pada bidang penelitian yang sejenis.

3. Bagi peneliti dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam menganalisis pertumbuhan ekonomi pasca desentralisasi fiskal pada Pemerintah Kota di Provinsi Sumatera Utara.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Pembangunan ekonomi suatu Negara pada awalnya secara umum merupakan perencanaan pembangunan ekonomi berorientasi pada masalah pertumbuhan (growth). Hal ini bisa dimengerti mengingat penghalang utama bagi pembangunan negara sedang berkembang adalah terjadinya kekurangan modal. Kalau masalah kekurangan modal ini bisa teratasi, maka proses pembangunan di negara-negara sedang berkembang akan lebih cepat mencapai sasaran. Namun istilah growth tidak bisa disamakan dengan pengertian development (pembangunan).

Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai suatu proses perubahan jangka panjang secara perlahan dan mantap yang terjadi melalui kenaikan dalam tabungan, produksi dan modal untuk meningkatkan output tanpa melihat apakah kenaikan output tersebut secara lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk.

Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang yang sangat penting dalam melakukan analisa tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara. Menurut Sirojuzilam dan Mahalli (2010) pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak kebijaksanaan pemerintah yang dilaksanakan khususnya dalam bidang bidang ekonomi.


(25)

Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan apabila tingkat kegiatan ekonomi yang dicapai sekarang lebih tinggi dari pada yang dicapai pada masa sebelumnya. Pertumbuhan tercapai apabila jumlah fisik barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan dalam perekonomian tersebut bertambah besar dari tahun-tahun sebelumnya.

Menurut Jhingan (2010) dalam teori ekonomi pembangunan, dikemukakan ada enam karakteristik pertumbuhan ekonomi, yaitu :

1. Terdapatnya laju kenaikan produksi perkapita yang tinggi untuk mengimbangi laju

pertumbuhan penduduk yang cepat.

2. Semakin meningkatnya laju produksi perkapita terutama akibat adanya perbaikan

teknologi dan kualitas input yang digunakan.

3. Adanya perubahan struktur ekonomi dari sektor pertanian ke sektor industri dan

jasa.

4. Meningkatnya jumlah penduduk yang berpindah dari pedesaan ke daerah

perkotaan (urbanisasi).

5. Pertumbuhan ekonomi terjadi akibat adanya ekspansi negara maju dan adanya

kekuatan hubungan internasional.

6. Meningkatnya arus barang dan modal dalam perdagangan internasional..

Mankiw (2006) dalam konsep dasar ekonomi makro indikator yang digunakan dalam mengukur pertumbuhan ekonomi, adalah produk domestik bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB) adalah nilai pasar semua barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam perekonomian selama kurun waktu tertentu.

Todaro (2000) menyebutkan bahwa pembangunan bukan hanya fenomena


(26)

keuangan dari kehidupan manusia. Dengan demikian pembangunan idealnya dipahami sebagai suatu proses yang berdimensi jamak, yang melibatkan masalah pengorganisasian dan peninjauan kembali keseluruhan sistem ekonomi dan sosial. Sedangkan berdimensi jamak dalam hal ini artinya membahas komponen-komponen non ekonomi.

Pembangunan ekonomi merupakan proses multidimensional yang melibatkan

perobahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga nasional termasuk pula percepatan (akselerasi) pertumbuhan ekonomi, pengurangan, ketimpangan dan pemberantasan kemiskinan absolut (Todaro, 2000).

Menurut Arsyad (1999) pembngunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu negara meningkat dalam jangka panjang. Definisi ini menyimpulkan bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting, yaitu : a) Suatu proses yang berarti perubahan yang terjadi terus menerus, b) Usaha untuk menaikkan pendapatan per kapita, dan c) Kenaikan pendapatan per kapita itu harus terus berlangsung dalam jangka panjang.

Menurut Badan Pusat Statistik Kota Medan (2010) pembangunan ekonomi merupakan serangkaian usaha dan kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, pemerataan pembagian pendapatan, meningkatkan hubungan ekonomi regional dan mengusahakan pergesaran kegiatan ekonomi dari sektor pertanian ke sektor sekunder dan tersier. Dengan kata lain arah dari pembangunan ekonomi adalah mengusahakan agar pendapatan masyarakat naik secara mantap dan tingkat


(27)

pemerataannya semakin membaik sesuai dengan yang digariskan dalam UUD 1945 yaitu mencapai masyarakat adil dan makmur.

Sebagai suatu proses, pembangunan ekonomi berhubungan dengan perubahan dalam komposisi dari input dan output dari ekonomi. Perubahan-perubahan ini akan menyebabkan Perubahan-perubahan dalam segala perbaikan pada kondisi masyarakat. Tujuan utama dari pembangunan adalah inkorporasi dalam produksi dan memuaskan segala aktifitas dari masyarakat yang berpartisipasi. Kegiatan produktif ini memiliki bermacam fungsi seperti kegiatan menghasilkan pendapatan, merubah bahan mentah menjadi barang dan jasa yang siap untuk dikonsumsi.

Krisnamurthi (1995) pembangunan ekonomi yang berhasil harus memiliki empat dimensi pokok, yaitu pertumbuhan ekonomi, pengurangan kemiskinan, perubahan atau transformasi struktur ekonomi dan kesinambungan pembangunan itu sendiri. Sedangkan menurut Jhingan (2010) pembangunan ekonomi tidak dapat dicapai semata-mata dengan menyingkirkan hambatan yang menghalangi kemajuan ekonomi. Syarat utama bagi pembangunan ekonomi ialah proses pertumbuhannya harus bertumpu pada kemampuan perekonomian di dalam negeri.

Analisis pembangunan ekonomi perlu dipandang sebagai suatu proses yang saling berkaitan dan berhubungan serta saling mempengaruhi antara faktor-faktor yang menghasilkan pertumbuhan ekonomi (Sukirno, 2000).

Sasaran utama dari pembangunan nasional adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta pemerataan hasil-hasilnya demikian juga ditujukan bagi pemantapan stabilitas nasional. Hal tersebut sangat ditentukan keadaan


(28)

pembangunan secara kedaerahan. Dengan demikian para perencana pembangunan nasional harus mempertimbangkan aktifitas pembangunan dalam konteks kedaerahan tersebut sebab masyarakat secara keseluruhan adalah bisnis dan bahkan merupakan faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan pembangunan nasional.

Sehubungan dengan keterangan di atas maka perlu diuraikan pengertian pembangunan daerah seperti dikemukakan oleh Sukirno (2000) yaitu :

1. Sebagai pembangunan negara ditinjau dari sudut ruang atau wilayahnya dan dalam konteks ini istilah yang paling tepat digunakan adalah pembangunan wilayah.

2. Strategi pembangunan daerah dimaksudkan sebagai suatu langkah untuk melengkapi strategi makro dan sektoral dari pembangunan nasional.

Dengan dilaksanakannya pembangunan wilayah bukanlah semata-mata terdorong oleh rendahnya tingkat hidup masyarakat melainkan merupakan keharusan dalam meletakkan dasar-dasar pertumbuhan ekonomi nasional yang sehat, untuk masa yang akan datang. Dengan dilaksanakannya pembangunan daerah diharapkan dapat menaikkan taraf hidup masyarakat sekaligus merupakan landasan pembangunan nasional akan berhasil apabila pembangunan masyarakat berhasil dengan baik.

Pembangunan daerah merupakan pembangunan yang segala sesuatunya dipersiapkan dan dilaksanakan oleh daerah, mulai dari perencanaan, pembiayaan, pelaksanaan sampai dengan pertanggungjawabannya. Dalam kaitan ini daerah memiliki hak otonom. Sedangkan pembangunan wilayah merupakan kegiatan pembangunan yang perencanaan, pembiayaan, dan pertanggungjawabannya


(29)

dilakukan oleh pusat, sedangkan pelaksanaannya bisa melibatkan daerah dimana tempat kegiatan tersebut berlangsung (Munir. 2002).

Perbedaan kondisi daerah membawa implikasi bahwa corak pembangunan yang diterapkan di setiap daerah akan berbeda pula. Peniruan mentah-mentah terhadap pola kebijaksanaan yang pernah diterapkan dan berhasil pada suatu daerah, belum tentu memberi manfaat yang sama bagi daerah yang lain (Munir, 2002).

Pada dasarnya pembangunan daerah dilakukan dengan usaha-usaha sendiri dan bantuan teknis serta bantuan lain-lain dari pemerintah. Dalam arti ekonomi pembangunan daerah adalah memajukan produksi pertanian dan usaha-usaha pertanian serta industri dan lain-lain yang sesuai dengan daerah tersebut dan berarti pula merupakan sumber penghasilan dan lapangan kerja bagi penduduk.

Dalam strategi pembangunan wilayah aspek-aspek pokok yang penting dipecahkan adalah daerah mana serangkaian pembangunan selayaknya dijalankan. Untuk beberapa proyek letak daerahnya sudah khusus dan tidak dapat lagi dipindahkan, seperti proyek bendungan untuk tenaga listrik dan irigasi, proyek pertambangan dan sebagainya.

Dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruhnya masayarakat Indonesia, pembangunan daerah perlu dipacu secara bertahap. Untuk menjamin agar pembangunan daerah dapat memberikan sumbangan yang maksimal dalam keseluruhan usaha pembangunan nasional haruslah dilakukan kordinasi yang baik antara keduanya. Hal ini berarti bahwa pemerintah daerah harus mempertimbangkan berbagai rencana pemerintah pusat maupun di daerah lain.


(30)

Sebelum suatu daerah menyusun berbagai langkah-langkah dalam pembangunan daerahnya dengan demikian suatu daerah mempunyai kekuasaan yang lebih terbatas dalam usaha mencapai tujuan pembangunannya sebab program pembangunan daerah yang akan dilaksanakan suatu daerah tidak dapat bertentangan dengan program pembangunan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat.

Jadi pada hakekatnya perencanaan pembangunan yang dilaksanakan oleh sesuatu daerah merupakan pelengkap perencanaan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat yaitu membuat suatu program untuk menyebarkan proyek-proyek ke berbagai daerah dengan tujuan agar penyebaran tersebut akan memberikan sumbangan yang optimal kepada usaha pemerintah untuk membangun.

Namun dalam prakteknya tujuan tersebut tidak selalau tercapai karena perencanaan yang jauh dari sempurna oleh sesuatu daerah, organisasi tidak efisien, kurangnya informasi mengenai potensi daerah dan berbagai faktor lain. Sebagai akibat banyaknya kekurangan dalam merumuskan dan melaksanakan penyebaran proyek-proyek ke berbagai daerah, pemerintah daerah dengan bantuan badan perencana daerah yang bersangkutan haruslah secara aktif membantu perumusan rencana pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat.

Dalam mewujudkan sasaran jangka panjang pembangunan, yakni menuju masyarakat yang adil dan makmur telah dilakukan berbagai upaya yang mengarah pada tercapainya cita-cita tersebut. Pembangunan daerah yang merupakan rangkaian yang utuh dari pembangunan nasional pada beberapa tahun terakhir


(31)

telah mulai menunjukkan kemajuan yang berarti dalam meningkatkan kinerja dari daerah tersebut.

2.2. Desentralisasi Fiskal

Terminologi desentralisasi ternyata tidak hanya memiliki satu makna. Ia dapat diterjemahkan ke dalam sejumlah arti, tergantung pada konteks penggunaannya.

Hidayat dalam Zulyanto (2010) mendefinisikan desentralisasi sebagai berbagi (sharing)

kekuasaan pemerintah antara kelompok pemegang kekuasaan di pusat dengan kelompok-kelompok lainnya, di mana masing-masing kelompok tersebut memiliki otoritas untuk mengatur bidang-bidang tertentu dalam lingkup territorial suatu Negara.

Mawhood dalam Zulyanto (2010) dengan tegas mengatakan bahwa

desentralisasi adalah penyerahan (devolution) kekuasaan dari pemerintah pusat kepada

pemerintah daerah. Hidayat dalam Zulyanto (2010) sementara itu, Smith juga

merumuskan definisi desentralisasi sebagai penyerahan kekuasaan dari tingkatan (organisasi) lebih atas ke tingkatan lebih rendah, dalam suatu hierarki territorial, yang dapat saja berlaku pada organisasi pemerintah dalam suatu Negara, maupun pada organisasi-organisasi besar lainnya (organisasi non pemerintah).

Di Indonesia, sebagaimana dinyatakan dalam UU Nomor 33 tahun 2004, pengertian desentralisasi dinyatakan sebagai penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (Kuncoro, 2009). Ini artinya desentralisasi merupakan pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab (akan fungsi-fungsi publik) dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.


(32)

Desentralisasi fiskal merupakan sebuah instrumen untuk mencapai salah satu tujuan negara, yaitu terutama memberikan pelayanan publik yang lebih baik dan menciptakan proses pengambilan keputusan publik yang lebih demokratis. Dengan desentralisasi akan diwujudkan dalam pelimpahan kewenangan kepada tingkat pemerintahan yang lebih rendah untuk melakukan pembelanjaan, kewenangan untuk

memungut pajak (taxing power), terbentuknya dewan yang dipilih oleh rakyat, Kepala

Daerah yang dipilih oleh DPRD, dan adanya bantuan dalam bentuk transfer dari Pemerintah Pusat (Sidik, 2002).

Desentralisasi fiskal, merupakan salah satu komponen utama dari desentralisasi. Apabila Pemerintah Daerah melaksanakan fungsinya secara efektif, dan diberikan kebebasan dalam pengambilan keputusan penyediaan pelayanan di sektor publik, maka mereka harus didukung sumber-sumber keuangan yang memadai baik yang berasal dari

Pendapatan Asli Daerah (PAD) termasuk surcharge of taxes, pinjaman, maupun dana

perimbangan dari Pemerintah Pusat.

World Bank (dalam Masjkuri, 2007) menyatakan keuntungan dari desentralisasi

fiskal adanya mobilitas pendapatan, inovasi dalam aktivitas ekonomi, akuntabilitas dari pejabat pemerintah dan partisipasi rakyat dalam pemerintahan. Mobilisasi pendapatan secara keseluruhan dapat dipenuhi, karena desentralisasi dapat memperluas jaringan pajak. Sebagian besar pelayanan pemerintah dibiayai oleh pajak Pertambahan Nilai dan pajak pendapatan.


(33)

Pengertian pendapatan dapat diartikan sebagai jumlah penerimaan atau perolehan yang berasal dari penjualan yang akan menambah jumlah harta si penjual berupa kas ataupun piutang

serta harta lainnya. Sering juga pendapatan diartikan sebagai jumlah perolehan yang telah menjadi hak daripada yang memperoleh. Akan tetapi pengertian seperti ini tidak dapat memberikan pengertian yang memuaskan karena tidak menjelaskan sumber atau sehubungan dengan kegiatan apa maka ada pendapatan tersebut, juga tidak menjelaskan apa-apa saja yang merupakan bagian dari pendapatan. Pendapatan merupakan arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama suatu periode bila arus masuk itu

mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal.

Pendapatan merupakan keseluruhan penerimaan atau perolehan atau penyelesaian kewajiban yang tercermin pada peningkatan aktiva atau penurunan kewajiban suatu badan usaha dalam satu periode tertentu. Peningkatan harta ataupun penurunan kewajiban tersebut berasal dari kegiatan utama perusahaan ditambah dengan penerimaan atau perolehan yang timbul diluar operasi normal perusahaan seperti halnya pendapatan dari deviden, bunga, sewa dan lain-lain.

Sedangkan pengertian Daerah adalah seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai revisi dari UU Nomor 22 tahun 1999 yaitu daerah yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri (daerah otonom) yang dibagi menjadi : Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten/Kota.

Hak dan wewenang pemerintah daerah dalam pengelolaan/penggalian sumber-sumber keuangan daerah diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sebagai revisi Undang-Undang No. 22 Tahun 1999. Dinyatakan bahwa kepada suatu pemerintah daerah diwajibkan untuk menggali sumber-sumber keuangan daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dapat memberikan kebebasan kepada pemerintah


(34)

daerah setempat untuk menciptakan sumber pajak/retribusi daerah yang baru demi semakin tercapainya kemajuan suatu daerah yang semakin mantap. Tentu saja dengan cara yang tidak eksploitatif agar dimensi-dimensi yang disebutkan diatas menjadi dasar dalam menggali sumber-sumber pendapatan daerah.

Sesuai dengan penggolongan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, pendapatan daerah bersumber dari :

a. Pendapatan Asli Daerah yaitu pendapatan dari suatu daerah dimana

pengelolaaannya diurus sendiri oleh rumah tangga/pemerintah daerah itu sendiri. Jenis penerimaan ini terdiri dari :

1. Hasil Pajak Daerah

2. Hasil Retribusi Daerah

3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan

4. Lain-lain PAD yang sah

b. Dana Perimbangan, terdiri dari :

1. Dana Bagi Hasil

2. Dana Alokasi Umum

3. Dana Alokasi Khusus

c. Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah, terdiri dari :

1. Dana Darurat dari Pemerintah

2. Hibah

3. Bantuan Keuangan

4. Bagi Hasil dari Provinsi

Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan oleh Bendahara Umum Daerah (BUD) yang berasal dari potensi asli daerah yang bersangkutan sesuai kewenangan daerah tersebut. Penerimaan tersebut akan menambah ekuitas dana lancar dalam


(35)

periode tahun anggaran yang bersangkutan dan menjadi hak pemerintah daerah serta tidak perlu dibayar kembali. Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Selanjutnya menurut Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang tersebut di atas, lain-lain pendapatan asli daerah yang sah adalah meliputi hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, komisi potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan atau pengadaan barang dan atau jasa oleh daerah.

2.2.2. Pengeluaran Pemerintah

Dalam melaksanakan semua kegiatan, pemerintah membutuhkan sejumlah pembiayaan. Dalam hal ini didukung oleh penerimaan pemerintah baik yang berasal dari penerimaan daerah maupun penerimaan pembangunan. Kegiatan pemerintah yang berupa pengeluaran pemerintah dibagi dua yaitu: pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin adalah bagian yang biasanya dibelanjakan setiap tahun anggarannya secara teratur. Pengeluaran pembangunan adalah bagian dari pengeluaran yang khusus digunakan untuk pengeluaran pembangunan daerah.

Menurut Boediono (2001) dalam teori ekonomi makro, pengeluaran pemerintah terdiri dari tiga pos utama yang dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang dan jasa.

2. Pengeluaran pemerintah untuk gaji pegawai, perubahan gaji pegawai yang

mempunyai proses makroekonomi dimana perubahan gaji pegawai akan mempengaruhi tingkat permintaan secara tidak langsung.


(36)

3. Pengeluaran pemerintah untuk transfer payment. Transfer payment adalah bukan pembelian barang / jasa oleh pemerintah di pasar barang, akan tetapi pos ini mencatat pembayaran atau pemberian pemerintah langsung kepada warganya, misalnya: pembayaran subsidi atau bantuan langsung tunai kepada berbagai golongan masyarakat. Pembayaran pensiun, pemabayaran pinjaman pemerintah kepada masyarakat. Secara ekonomis transfer payment mempunyai pengaruh yang sama dengan pos gaji pegawai meskipun secara administratif keduanya berbeda.

Pengeluaran pemerintah dalam arti riil dapat dipakai sebagai indikator besarnya kegiatan pemerintah yang dibiayai oleh pengeluaran pemrintah itu, semakin besar dan banyak kegiatan pemerintah semakin besar pula pengeluaran pemerintah yang bersangkutan.

Menurut Suparmoko (1999) sifat-sifat pengeluaran pemerintah:

1. Pengeluran yang self liquidating sebagian atau seluruhnya yaitu pengeluaran

pemerintah yang berupa pemberian jasa kepada masyarakat yang pada akhirnya adanya pembayaran kembali dari masyarakat yang menerima jasa-jasa tersebut.

2. Pengeluaran pemerintah yang bersifat reproduktif, artinya mewujudkan

keuntungan-keuntungan ekonomi bagi masyarakat, dengan naiknya tingkatan penghasilan dan sasaran pajak yang lain yang akhirnya menaikkan penerimaan pemerintah.

3. Pengeluaran yang tidak self liquidating maupun yang tidak reproduktif yaitu

pengeluaran yang langsung menambah kesejahteraan masyarakat.

4. Pengeluran yang secara langsung tidak produktif dan merupakan pemborosan.

Misalnya: untuk pembiayaan pertahanan dan perang.


(37)

Keberhasilan pelaksanaan pembangunan daerah pada hakekatnya ditentukan oleh potensi sumber daya alam yang ada, prasarana dan sarana yang dibangun, modal yang tersedia serta kemampuan sumber daya manusia di masing-masing daerah. Keempat sumber daya tersebut harus cukup tersedia untuk menunjang pembangunan daerah (Sumodiningrat, 1996). Untuk mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi yang diinginkan diperlukan mekanisme pembangunan yang lebih sistematis. Yang dimaksud dengan mekanisme pembangunan adalah gerak ke depan dari suatu sistem yang berdimensi pada produksi, pendapatan, tingkat hidup, sikap, kelembagaan serta kebijakan. Mekanisme pembangunan ini ditopang oleh sumber-sumber berupa modal fisik, modal manusia dan modal kelembagaan. Dalam usaha untuk meningkatkan pembangunan, ketiga-tiganya harus ditingkatkan kuantitasnya, diperbaiki kualitasnya dan dimanfaatkan secara lebih efisien. Jumlah penyediaan modal fisik ini dapat diukur dengan uang. Modal fisik dalam hal ini diasumsikan mewakili modal keseluruhan, sedangkan pendapatan nasional dianalogkan dengan produksi nasional, sehingga walaupun kurang tepat, suatu kenaikan pendapatan nasional dapat dipergunakan sebagai ukuran kemajuan ekonomi (Kunarjo, 1996).

Walaupun pengeluaran pemerintah secara keseluruhan sangat penting dalam

sumbangannya terhadap pendapatan nasional, tetapi yang lebih penting lagi adalah penentuan komposisi dari pengeluaran pemerintah. Komposisi dari pengeluaran pemerintah merupakan strategi untuk mencapai sasaran dari pembangunan nasional. Dengan komposisi pengeluaran akan terjawab pertanyaan pengeluaran mana kiranya yang lebih diprioritaskan. Misalnya apakah pengeluaran rutin harus lebih besar dari biaya pembangunan ataukah sektor pertahanan diperbesar lebih dari anggaran untuk sektor-sektor lainnya (Kunarjo, 1996).


(38)

Anggaran belanja yang seimbang pada umumnya dititik beratkan pada perbaikan dan rehabilitasi prasarana. Di samping itu, anggaran belanja juga memegang peranan yang sangat penting dalam mendorong kredit investasi jangka menengah melalui sistem perbankan. Dalam menyalurkan dana-dana kredit ke bidang-bidang produksi yang diprioritaskan, pemerintah mempergunakan suku bunga pinjaman yang berlainan tergantung sektor apa yang menjadi prioritas pembangunan, akan mendapata bunga pinjaman yang diprioritaskan.

2.3. Pendapatan Perkapita

Pendapatan perkapita adalah besarnya pendapatan rata–rata penduduk di suatu negara. Pendapatan perkapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah penduduk negara tersebut. Pendapatan perkapita juga merefleksikan PDB perkapita. Pendapatan perkapita sering digunakan sebagai tolak ukur kemakmuran dan tingkat pembangunan sebuah negara semakin besar pendapatan perkapitanya, semakin makmur negara tersebut ( Wikipedia, 2011 ).

Pendapatan nasional pada dasarnya merupakan kumpulan pendapatan masyarakat suatu negara. Tinggi rendahnya pendapatan nasional akan mempengaruhi tinggi rendahnya pendapatan per kapita negara yang bersangkutan. Akan tetapi, banyak sedikitnya jumlah penduduk pun akan mempengaruhi jumlah pendapatan per kapita suatu Negara.

Rumusan dasar pendapatan kapita adalah PDB dibagi dengan jumlah penduduk. Dari rumusan ini dapat diambil kesimpulan bahwa jumlah penduduk sangat mempengaruhi tinggi rendahnya pendapatan per kapita suatu Negara.


(39)

Suatu Negara dikatakan maju seara merata bila pendapatan per kapitanya besar. Meskipun pendapatan nasional suatu Negara tinggi, namun jika tingginya pendapatan nasional itu diikuti oleh tingginya jumlah penduduk, maka bukan tidak mungkin Negara itu hanya maju secara pendapatan namun miskin secara rumah tangga.

Pendapatan nasional juga bisa berarti jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh rumah tangga keluarga (RTK) di suatu negara dari penyerahan faktor-faktor produksi selama satu tahun. Jika pendapatan nasionalnya tinggi namun pendapatan per Kapitanya rendah, bisa dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi di Negara itu tidak meratamaka kesenjangan sosial di Negara itu jelas terasa karena yang kaya akan semakin kaya dan yang miskin akan semakin terpuruk. Hal ini pulalah yang menyebabkan Negara tersebut dikatakan miskin.

Masalah yang sering dihadapi Negara berkembang adalah masalah tidak meratanya penghasilan penduduknya. hal ini sebenarnya bisa diatasi jika pemerintah menerapkan beberapa kebijakan yang naninya dapat menyeimbangkan pendapatan nasional dengan jumlah penduduk.

2.3.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Produk Domestik Regional Bruto dapat diartikan sebagai estimasi total produk barang dan jasa yang diterima oleh masyarakat suatu daerah sebagai balas jasa dari penggunaan faktor-faktor produksi yang dimilikinya. Dalam hal ini maka pendapatan yang dihasilkan atas penggunaan faktor-faktor tetapi berada di luar wilayah tersebut tidaklah diperhitungkan.

Konsep regional Produk Domestik Bruto dikenal sebagai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB merupakan indikator ekonomi makro suatu daerah, yang


(40)

menggambarkan ada atau tidaknya perkembangan perekonomian daerah. Dengan menghitung PDRB secara teliti dan akurat baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan dapat diambil beberapa kesimpulan mengenai keberhasilan pembangunan di suatu daerah, yang memperlihatkan laju pertumbuhan ekonomi yang mewakili peningkatan produksi di berbagai sektor lapangan usaha yang ada Berdasarkan rumusan pengertian di atas, maka dalam konsep regional, pertumbuhan ekonomi daerah adalah angka yang ditunjukkan oleh besarnya tingkat pertumbuhan produk domestik regional bruto suatu daerah yang diukur atas dasar harga konstan. Bagi suatu daerah provinsi, kabupaten/kota gambaran PDRB yang mencerminkan adanya laju pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dalam data sektor-sektor ekonomi yang meliputi pertanian, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik gas dan air bersih, bangunan, perdagangan hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan persewaan dan jasa perusahaan dan jasa-jasa lainnya. Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari data konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal bruto, perubahan persediaan, ekspor dan impor. Sedangkan pertumbuhan ekonomi daearah dirumuskan sebagai berikut:

PDRBt - PDRBt-1

PED = x 100 %

PDRBt-1

Di mana : PED = Pertumbuhan Ekonomi Daerah

PDRBt = Produk Domestik Regional Bruto Periode Tertentu


(41)

Menurut Kusmadi dalam Prihatin (1999) produk domestik regional bruto (PDRB) merupakan satu indikator ekonomi untuk mengukur kemajuan pembangunan di suatu wilayah. Sebagai nilai dari semua barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor ekonomi, PDRB bermanfaat untuk mengetahui tingkat produk netto atau nilai tambah yang dihasilkan seluruh faktor produksi, besarnya laju pertumbuhan ekonomi, dan pola/struktur perekonomian pada satu tahun atau periode di suatu negara atau wilayah tertentu.

Berdasarkan lapangan usaha, PDRB dibagi dalam sembilan sektor, sedangkan secara makro ekonomi dibagi menjadi tiga kelompok besar yang disebut sebagai sektor primer, sekunder dan tersier. Sektor primer apabila outputnya masih merupakan proses tingkat dasar dan sangat bergantung kepada alam, yang termasuk dalam sektor ini adalah sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian. Untuk sektor ekonomi yang outputnya berasal dari sektor primer dikelompokkan ke dalam sektor sekunder, yang meliputi sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air minum serta sektor bangunan. Sedangkan sektor-sektor lainnya, yakni sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor bank dan lembaga keuangan lainnya serta sektor jasa-jasa dikelompokkan ke dalam sektor tersier (Sitorus dalam Prihatin, 1999).

Dalam perhitungan pendapatan nasional, terdapat 2 (dua) metode antara lain :

1. Metode langsung, yaitu perhitungan nilai tambah dari suatu lapangan usaha/sektor atau sub sektor suatu region dengan cara mengalokasikan angka pendapatan nasional.


(42)

2. Metode tidak langsung, yaitu metode alokasi pendapatan nasional dengan memperhitungkan nilai tambah sektor/sub sektor suatu region dengan cara mengalokasikan angka pendapatan nasional dan sebagai dasar alokasi adalah jumlah produksi fisik, nilai produksi fisik, nilai produksi bruto/netto dan tenaga kerja, serta alokator tidak langsung.

Metode umum yang digunakan dalam kedua metode di atas adalah dengan metode langsung, seperti di Indonesia bahkan juga di Pemerintah Kota Medan (BPS Kota Medan, 2010)

Metode dimaksud dilaksanakan dengan beberapa pendekatan antara lain :

1. Pendekatan Produksi (Production Approach), yaitu menghitung nilai tambah dari barang dan jasa yang diproduksi oleh seluruh kegiatan ekonomi dengan cara mengurangkan biaya tiap-tiap sektor/sub sektor.

2. Pendekatan Pendapatan (Income Approach), yaitu menghitung nilai tambah setiap sektor kegiatan ekonomi dengan menjumlahkan semua balas jasa faktor-faktor produksi yaitu upah/gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tidak langsung netto.

3. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach), yaitu menghitung nilai tambah suatu kegiatan ekonomi yang bertitik tolak pada penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi.

Pendekatan yang umum digunakan Negara Republik Indonesia adalah dari segi Pendekatan Produksi. Perlu diperhatikan bahwa dalam menjumlahkan hasil produksi barang dan jasa, haruslah dicegah perhitungan ganda (Double Counting/Multiple Counting). Hal tersebut penting sebab sering terjadi bahan


(43)

mentah suatu sektor dihasilkan oleh sektor lain, sehingga nilai bahan mentah tersebut telah dihitung pada sektor yang menghasilkannya.

Produk Domestik Regional Bruto secara keseluruhan maupun sektoral umumnya disajikan dalam dua bentuk yaitu penyajian atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan dengan suatu tahun dasar .Penyajian atas dasar harga berlaku menunjukkan besaran nilai tambah bruto masing-masing sektor, sesuai dengan keadaan pada tahun sedang berjalan. Dalam hal ini penilaian terhadap produksi, biaya antara ataupun nilai tambahnya dilakukan dengan menggunakan harga berlaku pada masing-masing tahun.

Penyajian atas dasar harga konstan merupakan penyajian harga yang berlaku secara berkala, perkembangan pendapatan regional dapat diartikan sebagai perkembangan karena mengingkatnya produksi juga diikuti oleh meningkatnya harga-harga. Oleh kartena itu penyajian seperti ini masih dipengaruhi oleh adanya faktor perubahan harga (inflasi/deflasi). Penyajian atas dasar harga konstan diperoleh dengan menggunakan harga tetap suatu tahun dasar. Dalam hal ini semua barang dan jasa yang dihasilkan, biaya antara yang digunakan ataupun nilai tambah masing-masing sektor dinilai berdasarkan harga-harga pada tahun dasar. Penyajian seperti ini akan memperlihatkan perkembangan produktivitas secara riil karena pengaruh perubahan harga (inflasi/deflasi) sudah dikeluarkan.

Angka PDRB secara absolut memberikan gambaran besarnya tingkat produksi suatu wilayah. Angka PDRB yang dinilai dengan harga konstan memperlihatkan laju pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut yang diwakili oleh peningkatan produksi berbagai sektor.


(44)

Dari uraian-uraian tersebut akan diperlihatkan adanya kenaikan PDRB maupun pendapatan regional perkapita, perubahan dan pergeseran strukur ekonomi menurut sektor-sektor primer, sekunder maupun tertier. Pergeseran struktur pada masing-masing sektor yang bersangkutan seperti sektor pertanian, industri, perdagangan, pemerintahan dan sektor-sektor lainnya.

2.3.2. Jumlah Penduduk

Penduduk merupakan salah satu modal dasar pembangunan. Tetapi jumlah penduduk yang bertambahnya semakin pesat akan menimbulkan berbagai permasalahan bagi pembangunan. Demikian pula Indonesia sebagai negara berkembang

yang memiliki ciri labour surplus economy dan memiliki jumlah penduduk yang keempat

terbesar dunia.

Permasalahan yang ditimbulkan akibat pertambahan penduduk yang pesat di antaranya masalah ketenagakerjaan, kesempatan kerja yang dikaitkan dengan peluang ekonomi yang diperoleh. Misalnya penduduk dipandang sebagai konsumen, semakin banyak penduduk, semakin besar permintaan terhadap barang jasa. Artinya negara yang berpenduduk jumlah besar merupakan pasar yang sangat potensial bagi peningkatan perekonomian (Rizal, 2006)

Konsep pembangunan berkelanjutan memberikan dampak adanya batas, bukan batas absolut akan tetapi batas yang ditentukan oleh tingkat masyarakat dan organisasi sosial, mengenai sumber daya alam serta kemampuan biosfer menyerap berbagai pengaruh dari kreativitas manusia. Teknologi dan organisasi dapat dikelola dan ditingkatkan guna member jalan bagi era baru pembangunan ekonomi.


(45)

Dengan demikian strategi pembangunan berkelanjutan bermaksud mengembangkan keselarasan baik antara umat manusia dengan alam. Keselarasan tersebut tentunya tidak bersifat tetap, melainkan merupakan suatu proses yang dinamis. Proses pemanfaatan sumber daya, arah investasi, orientasi pengembangan teknologi, serta perubahan kelembagaan diselenggarakan secara konsisten dengan kebutuhan masa kini dan masa depan. Oleh karena itulah dalam pembangunan berkelnjutan, proses pembangunan ekonomi harus disesuaikan dengan kondisi penduduk serta sumber daya alam dan lingkungan yang ada di suatu wilayah tertentu.

Menurut Tjiptoherijanto (2002) beberapa alasan yang melandasi pemikiran bahwa kependudukan merupakan faktor yang sangat strategis dalam kernagka pembangunan nasional, antara lain adalah :

Pertama, kependudukan atau dalam hal ini adalah penduduk merupakan pusat dari seluruh kebijaksanaan dan program pembangunan yang dilakukan. Penduduk adalah subjek dan objek pembangunan. Sebagai subjek pembangunan maka penduduk harus dibina dan dikembangkan sehingga mampu menjadi penggerak pembangunan. Sebaliknya, pembangunan juga harus dapat dinikmati oleh penduduk yang bersangkutan. Dengan demikian jelas bahwa pembangunan harus dikembangkan dengan memperhitungkan kemampuan penduduk agar seluruh penduduk dapat berpartisipasi aktif dalam dinamika pembangunan tersebut. Sebaliknya, pembangunan tersebut baru dikatakan berhasil jika mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk dalam arti yang luas.

Kedua, keadaan dan kondisi kependudukan yang ada sangat mempengaruhi dinamika pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Jumlah


(46)

penduduk yang besar jika diikuti dengan kualitas penduduk yang memadai akan merupakan pendorong bagi pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya jumlah penduduk yang besar jika diikuti dengan tingkat kualitas yang rendah, menjadikan penduduk tersebut sebagai beban bagi pembangunan.

Ketiga, dampak perubahan dinamika kependudukan baru akan terasa dalam jangka yang panjang, Karena dampaknya baru terasa dalam jangka waktu yang panjang, sering kali peranan penting penduduk dalam pembangunan terabaikan.

Menurut Sukirno (2000) penduduk yang bertambah dapat menjadi pendorong maupun penghambat pertumbuhan ekonomi. Penduduk yang bertambah akan memperbesar jumlah tenaga kerja dan penambahan tersebut akan memungkinkan negara tersebut menambah produksi. Selain itu pula perkembangan penduduk dapat mendorong pertumbuhan ekonomi melalui perluasan pasar yang diakibatkannya. Besarnya luas pasar dari barang-barang yang dihasilkan dalam suatu perekonomian tergantung pendapatan penduduk dan jumlah penduduk.

Akibat buruk dari pertambahan penduduk kepada pertumbuhan ekonomi dapat terjadi ketika jumlah penduduk tidak sebanding dengan faktor-faktor produksi lain yang tersedia. Ini berarti penambahan penggunaan tenaga kerja tidak akan menimbulkan pertambahan dalam tingkat produksi atau pun kalau bertambah, pertambahan tersebut akan lambat sekali dan tidak mengimbangi pertambahan jumlah penduduk.

2.4. Penelitian Sebelumnya

Brodjonegoro dan Dartanto (2003) dalam penelitiannya Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Kesenjangan Daerah : Analisa Model Makro


(47)

Ekonometrik Simultan. Hasil studi menunjukkan bahwa setelah pelaksanaan desentralisasi fiskal kesenjangan antar wilayah semakin besar antar daerah di Indonesia. Dalam era desentralisasi fiskal dengan transfer dana dari Pemerintah Pusat dan kewenangan yang luas kepada daerah untuk mengelola dan mengoptimalkan potensi-potensi ekonomi yang ada memberi efek positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

Sasana (2006) dalam penelitiannya Analisis Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah. Hasil studi menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah. Hasil estimasi ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi desentralisasi fiskal di Kabupaten/Kota akan semakin tinggi pula pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah.

Harianto dan Adi (2007) dalam penelitiannya Hubungan Antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Pendapatan Perkapita. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Dana Alokasi Umum sangat berpengaruh terhadap Belanja Modal. Belanja Modal mempunyai dampak yang signifikan dan negatif terhadap Pendapatan Per Kapita dalam hubungan langsung, tetapi juga mempunyai hubungan yang positif dalam hubungan tidak langsung melalui Pendapatan Asli Daerah. Pendapatan Asli Daerah sangat berpengaruh terhadap Pendapatan Per Kapita, tetapi pertumbuhan yang terjadi masih kurang merata sehingga banyak ketimpangan/jarak ekonomi antar daerah. Dana Alokasi Umum mempunyai dampak yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah melalui Belanja Modal (efek tidak langsung).

Zuliyanto (2010) dalam penelitiannya Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Bengkulu. Hasil studi menunjukkan bahwa terdapat


(48)

bentuk hump-shaped (a hump-shaped relation) dalam pengaruh desentralisasi fiskal di provinsi Bengkulu. Artinya pada saat derajat desentralisasi fiskal belum terlampau tinggi, maka kebijakan desentralisasi fiskal akan membawa pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, namun pada derajat desentralisasi fiskal terlampau tinggi, kebijakan desentralisasi fiskal justru akan menghambat pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian daerah dengan derajat desentralisasi rendah seperti Kabupaten Kaur dan Lebong perlu meningkatkan derajat desentralisasi fiskal karena peningkatan derajat desentralisasi fiskal akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Sementara daerah dengan derajat desentralisasi tinggi seperti Kota Bengkulu dan Kabupaten Bengkulu Utara sebaiknya tidak melakukan kebijakan yang berorientasi pada usaha peningkatan derajat desentralisasi fiskal, karena dapat menghambat pertumbuhan otonomi daerah. Pemerintah dengan derajat desentralisasi fiskal tinggi sebaiknya justru lebih berfokus untuk melakukan kebijakan efisiensi dan efektifitas pada anggaran pengeluaran pemerintah karena akan memberikan manfaat yang lebih baik bagi pertumbuhan ekonomi daerah.

Pusporini (2004) dalam Pengaruh Dana Perimbangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Era Desentralisasi Fiskal 2001-2003. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh desentralisasi fiskal terutama dan sisi penerimaan daerah (dana perimbangan dan pendapatan asli daerah) terhadap pertumbuhan ekonoml daerah di Indonesia, dan untuk mengetahui perbedaan karakteristik antara daerah kabupaten dengan daerah kota, serta untuk mengetahui perbedaan karakteristik antara daerah-daerah di Jawa-Bali dengan daerah-daerah-daerah-daerah di luar Jawa-Bali. Selain dipengaruhi oleh dana perimbangan dan pendapatan asli daerah, pertumbuhan ekonomi dikontrol pula dengan variabel pendapatan perkapita dan jumlah penduduk. Pendapatan perkapita


(49)

menjadi indikator bagi kesejahteraan penduduknya. Sedangkan jumlah penduduk menjadi penting karena merupakan salah satu modal dasar dalam pembangunan ekonomi sehingga akan besar pengaruhnya terhadap laju dan kecenderungan pertumbuhan ekonomi daerah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dana perimbangan dan pendapatan asli daerah secara signifikan mempunyai hubungan positif terhadap pertumbuhan ekonomi, meskipun pengaruhnya sangat kecil. Nilai koefisien yang diperoleh adalah : pertama, jika perubahan dana perimbangan naik 1% maka pertumbuhan ekonomi akan naik 0,0078%; kedua, jika perubahan pendapatan asli daerah naik 1% maka pertumbuhan ekonomi akan naik 0,0072%. Hasil estimasi terhadap variabel kontrol pendapatan perkapita dan jumlah penduduk menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut secara konsisten mempunyai hubungan positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa jika pendapatan perkapita dan jumlah penduduk meningkat maka pertumbuhan ekonomi juga akan meningkat. Hasil estimasi juga menunjukkan bahwa antar daerah yang dilihat berdasarkan perbedaan status administratif antara daerah kabupaten dengan kota menunjukkan hasil yang tidak signifikan. Dilihat dari perbedaan antar daerah yang dilihat berdasarkan perbedaan pulau yaitu daerah-daerah di Jawa-Bali dengan di luar Jawa-Bali menunjukkan arah hubungan yang positif. Hal ini menunjukkan pertumbuhan ekonomi daerah-daerah yang berada di Jawa-Bali lebih tinggi daripada daerah-daerah yang berada di luar Jawa-Bali.

2.5. Kerangka Pemikiran

Desentralisasi fiskal dan pendapatan perkapita mempunyai peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah menurut Mardiasmo (2002b) pemerintah daerah mampu menyediakan barang-barang publik dan jasa yang dibutuhkan. Bagaimanapun pemerintah lokal akan tetap lebih sensitif terhadap kondisi


(50)

ekonomi lokal. Pemberian wewenang (otonomi) yang lebih besar, membuat pemerintah daerah lebih leluasa melakukan alokasi yang efisien pada berbagai potensi lokal sesuai dengan kebutuhan. Hal ini pada giliranya mampu mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan pendapatan per kapita, dan menurut Brodjonegoro (2003) pemerintah daerah mempunyai kewenangan lebih besar untuk berinvestasi dan membelanjakan lebih banyak untuk berbagai sektor produktif. Kerangka konseptual penelitian disajikan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Penelitian

2.6. Hipotesis

Desentralisasi fiskal dan pendapatan perkapita secara simultan dan parsial berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara.

Pertumbuhan Ekonomi

(Y) Pendapatan

Perkapita (X2) Desentralisasi

Fiskal (X1)


(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian adalah Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara yang memiliki data pertumbuhan ekonomi, desentralisasi fiskal, dan pendapatan perkapita berturut-turut mulai dari tahun 2004 sampai dengan 2010. Dari 8 Pemerintah Kota di Provinsi Sumatera Utara, sebanyak 7 Pemerintah Kota di Provinsi Sumatera Utara yang memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai subjek penelitian, yaitu Pemerintah Kota Binjai, Kota Medan, Kota Padangsidempuan, Kota Pematangsiantar, Kota Sibolga, Kota Tanjungbalai dan Kota Tebing Tinggi.

3.2. Lokasi Penelitian

Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penyelesaian penelitian ini diperoleh dari laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara dari perpustakaan Badan Pusat Statistik Sumatera Utara yang beralamat di Jl. Asrama No. 179 Medan.

3.3. Jenis dan Sumber Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu berupa pengumpulan bahan-bahan dan data yang berhubungan dengan pokok bahasan yang peneliti kutip dari catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip


(52)

(data dokumenter yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan) yang berasal dari perpustakaan Badan Pusat Statistik (BPS) Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara.

3.4. Model dan Teknik Analisis Data

Data dianalisis dengan menggunakan metode analisis regresi linier berganda, yang merupakan metode statistik deskriptif dan infrensial yang digunakan untuk menganalisa data lebih dari dua variabel.

3.4.1. Perumusan model

Hipotesis penelitian diuji dengan menggunakan metode regresi linier berganda. Dengan analisis ini pengaruh variabel independen terhadap variabel dependent yang diteliti bisa diketahui. Model persamaan regresi yang digunakan untuk menguji hipotesis yang berbunyi desentralisasi fiskal dan pendapatan perkapita berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara, adalah sebagai berikut :

Y = a + b1DF + b2

Keterangan :

PP

Y = Pertumbuhan Ekonomi (%)

a = Konstanta

b1,2 = Koefisien regresi

DF = Desentralisasi Fiskal (%)


(53)

3.4.2. Analisis Deskriptis

Data statistik yang diperoleh dalam penelitian perlu diringkas dengan baik dan teratur. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang sekumpulan data yang diproleh baik mengenai sampel atau populasi.

3.4.3. Uji Asumsi Klasik

Sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis regresi maka diperlukan pengujian asumsi klasik meliputi :

3.4.3.1.

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui distribusi data dalam variabel yang digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak digunakan dalam penelitian adalah data yang memiliki distribusi normal. Untuk menguji apakah distribusi normal

atau tidak dapat dilihat melalui normal probability plot dengan membandingkan

distribusi kumulatif dan distribusi normal. Data normal akan membentuk satu garis lurus

diagonal, dan ploting data akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data

adalah normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti

garis diagonalnya. Uji statistik dilakukan uji one sample Kolmogorov Smirnov Test, jika

nilai Kolmogorov Smirnov signifikannya di atas α = 0,05, maka Ho diterima yang berarti

data residual berdistribusi normal (Ghozali, 2005). Uji Normalitas

3.4.3.2.

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

terjadi perbedaan variance residual suatu periode pengamatan ke periode pengamatan

yang lain. Model regresi yang baik adalah model regresi yang memiliki kesamaan

variance residual suatu periode pengamatan dengan pengamatan yang lain, atau

homokesdastisitas, dengan kata lain tidak terjadi heteroskedastisitas. Cara memprediksi Uji Heteroskedastisitas


(54)

ada atau tidaknya heteroskedastisitas pada suatu model dapat dilihat dari pola gambar

scatter plot model tersebut. Bila titik-titik menyebar secara acak, tidak membentuk

suatu pola tertentu yang jelas, serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji statistik dilakukan dengan uji Glejser, jika variabel independen tidak signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen nilai Absolut Ut (AbsUt), maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2005).

3.4.3.3.

Uji multikolinieritas diperlukan untuk mengetahui apakah ada tidaknya variabel independen yang memiliki kemiripan dengan variabel independen lain dalam satu model. Selain itu deteksi terhadap multikolinieritas juga bertujuan untuk menghindari bias dalam proses pengambilan keputusan mengenai pengaruh pada uji parsial masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Deteksi multikolinieritas pada

suatu model dapat dilihat jika nilai Variance Inflation Factor (VIF) tidak lebih dari 10 dan

nilai Tolerance tidak kurang dari 0,1, maka model tersebut dapat dikatakan terbebas dari

multikolinieritas. VIF = 1/Tolerance, maka jika VIF = 10 maka Tolerance = 1/10 = 0,1

(Ghozali, 2005).

Uji Multikolinieritas

3.4.3.4.

Uji autokorelasi dilakukan untuk mengetahui apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Pengujian asumsi ketiga ini, dilakukan dengan

menggunakan uji Durbin Watson (Durbin-Watson Test), yaitu untuk menguji apakah


(55)

terjadi korelasi serial atau tidak dengan menghitung nilai d statistik. Salah satu pengujian yang digunakan untuk mengetahui adanya autokorelasi adalah dengan memakai uji statistik Durbin Watson (DW test). Jika nilai Durbin Watson berada diantar -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi. Nilai Durbin Watson yang diperoleh dibandingkan dengan nilai tabel dengan menggunakan nilai signifikansi 5%. Jika nilai Durbin Watson > batas atas (du), dan kurang dari jumlah variabel independen – batas atas (du), maka dapat disimpulkan bahwa terima Ho, yang berarti tidak terdapat autokorelasi (Ghozali, 2005).

3.4.4. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dengan menggunakan Uji F atau yang biasa disebut dengan

Analysis of Variance (ANOVA). Pengujian ANOVA atau Uji F biasa dilakukan dengan dua

cara yaitu dengan melihat tingkat signifikansi atau dengan membandingkan F hitung dengan F tabel. Pengujian dengan tingkat signifikansi dilakukan dengan ketentuan yaitu

apabila hasil signifikansi pada tabel ANOVA < α 0,05, maka Ho ditolak (berpengaruh),

sementara sebaliknya apabila tingkat signifikansi pada tabel ANOVA > 0,05 maka Ho

diterima (tidak berpengaruh).

Pengujian dengan membandingkan F hitung dengan F tabel dilakukan dengan

ketentuan yaitu apabila F hitung > F tabel (α 0,05) maka Ha diterima Ho ditolak

(berpengaruh), sementara sebaliknya apabila F hitung < F tabel (α 0,05) maka Ho

diterima Ha ditolak (tidak berpengaruh). Adapun F tabel dicari dengan memperhatikan

tingkat kepercayaan (α) dengan derajat bebas (degree of freedom). Pengujian dengan

membandingkan t hitung dengan t tabel dilakukan dengan ketentuan yaitu apabila t

hitung > t tabel (α 0,05) maka Ha diterima dan Ho ditolak, apabila t hitung < t tabel (α


(1)

Lampiran 1. Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Kota Provinsi Sumatera

Utara Tahun 2004-2010 (%)

No.

Kabupaten/Kota

2004 2005 2006 2007

2008 2009

2010 Rataan

1

Sibolga

4.76 4.01 5.22

5.53

5.85

5.70

6.04 5.26

2

Tanjung Balai

5.95 4.11 3.54

4.01

4.00

4.17

4.93 4.32

3

Pematangsiantar

2.50 5.77 5.96

5.12

5.72

5.36

5.85 5.30

4

Tebing Tinggi

5.53 4.39 5.33

5.98

6.04

5.95

6.07 5.52

5

Medan

7.29 6.98 7.76

7.78

6.89

6.55

7.43 7.24

6

Binjai

8.17 5.28 5.32

5.68

5.54

5.87

6.07 5.94

7

Padangsidempuan 4.63 4.91 5.49

6.18

6.09

5.83

5.74 5.45

Lampiran 2. Realisasi Jumlah PAD, Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak

Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara Tahun 2004-2010

(Rp. Milyar)

No. Kabupaten/Kota

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

1

Sibolga

5.19

6.06

7.51

7.38

10.17

11.50

12.65

2

Tanjung Balai

8.84

9.57

10.84

11.57

11.81

15.50

17.05

3

Pematangsiantar

13.48

14.92

16.26

19.86

23.59

23.60

25.96

4

Tebing Tinggi

9.70

6.85

8.76

10.21

14.09

15.10

16.61

5

Medan

257.99 282.23 312.86 324.26 344.51 386.90 425.59

6

Binjai

11.51

13.00

13.81

13.02

13.61

16.20

17.82

7

Padangsidempuan

5.24

4.68

6.14

10.08

11.49

12.10

13.31

Lampiran 3. Realisasi Pengeluaran Pemerintah Kota Provinsi Sumatera

Utara Tahun 2004-2010 (Rp.Milyar)

No. Kabupaten/Kota

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

1 Sibolga

121.5

156.5

174.40

259.60

332.80

324.90

358.18

2 Tanjung Balai

139.8

176.6

204.40

251.40

379.00

380.40

418.30

3 Pematangsiantar

202.5

219.3

288.40

281.70

463.70

487.20

533.57

4 Tebing Tinggi

139.1

160.5

197.50

282.50

358.80

362.50

398.38

5 Medan

1004.8 1135.9 1322.40 1751.80 1872.90 2350.10 2537.39

6 Binjai

189.3

196.9

274.60

355.80

395.00

407.50

447.00

7 Padangsidempuan

156.3

175.3

249.00

335.00

380.80

351.00

389.08


(2)

Lampiran 4. Desentralisasi Fiskal Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara

Tahun 2004-2010 (%)

No.

Kabupaten/Kota

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rataan

1

Sibolga

4.76 4.01 5.22 5.53 5.85 5.70 6.04 3.63

2

Tanjung Balai

5.95 4.11 3.54 4.01 4.00 4.17 4.93 4.70

3

Pematangsiantar

2.50 5.77 5.96 5.12 5.72 5.36 5.85 5.85

4

Tebing Tinggi

5.53 4.39 5.33 5.98 6.04 5.95 6.07 4.51

5

Medan

7.29 6.98 7.76 7.78 6.89 6.55 7.43 20.62

6

Binjai

8.17 5.28 5.32 5.68 5.54 5.87 6.07 4.68

7

Padangsidempuan

4.63 4.91 5.49 6.18 6.09 5.83 5.74 3.05

Lampiran 5. PDRB Perkapita Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara

Tahun 2004-2010 (Rp.Jutaan)

No.

Kabupaten/Kota

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rataan

1

Sibolga

6.19

6.33

6.99

7.38

7.81

8.26

8.76

7.39

2

Tanjung Balai

7.35

7.47

8.02

8.24

8.47

8.71

9.05

8.19

3

Pematangsiantar

6.86

7.16

7.10

7.44

7.84

8.23

8.69

7.62

4

Tebing Tinggi

6.25

6.46

6.69

7.02

7.35

7.70

8.03

7.07

5

Medan

10.75 10.84 11.56 12.36 13.28 13.90 15.11 12.54

6

Binjai

6.27

6.44

6.83

7.14

7.46

7.81

8.21

7.17

7

Padangsidempuan

3.89

3.94

4.08

4.53

4.68

4.78

4.88

4.40

Lampiran 6. Deskripsi Statistik

Statistics

Pertumbuhan Ekonomi

(%)

Desentralisasi Fiskal

(%)

Pendapatan Perkapita (Rp. Jutaan)

N Valid 49 49 49

Missing 0 0 0

Mean 5.5757 6.7212 7.7671

Median 5.7000 4.2700 7.4400

Mode 3.54(a) 3.45(a) 7.35(a)

Std. Deviation 1.12500 6.01382 2.41849

Range 5.67 23.21 11.22

Minimum 2.50 2.47 3.89

Maximum 8.17 25.68 15.11

a Multiple modes exist. The smallest value is shown

Lampiran 7. Uji Asumsi Klasik


(3)

Uji Normalitas

Statistics One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardize d Residual

N 49

Normal Parameters(a,b) Mean .0000000

Std. Deviation .90877254 Most Extreme

Differences

Absolute .142

Positive .136

Negative -.142

Kolmogorov-Smirnov Z .994

Asymp. Sig. (2-tailed) .276

a Test distribution is Normal.

Uji Multikolinieritas

0.00.2Observed Cum Prob0.40.60.81.0 0.00.20.40.60.81.0

Expected Cum Prob

Dependent Variable: Pertumbuhan Ekonomi Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual

-4Regression Standardized Residual-3-2-10123

02468101214

Frequency

Mean = 1.78E-15 Std. Dev. = 0.979 N = 49

Dependent Variable: Pertumbuhan Ekonomi Histogram


(4)

Coefficients(a)

Model t Sig. Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1 (Constant) 9.062 .000

Desentralisasi Fiskal 3.087 .003 .438 2.281

Pendapatan Perkapita .248 .805 .438 2.281

a Dependent Variable: Pertumbuhan Ekonomi

Coefficient Correlations(a)

Model

Pendapatan Perkapita

Desentralisa si Fiskal 1 Correlations Pendapatan Perkapita 1.000 -.749

Desentralisasi Fiskal -.749 1.000

Covariances Pendapatan Perkapita .007 -.002

Desentralisasi Fiskal -.002 .001

a Dependent Variable: Pertumbuhan Ekonomi

Uji Autokorelasi

Model Summary(b)

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of

the Estimate Durbin-Watson


(5)

Uji Heteroskedastisitas

Uji Glesjer

Coefficients(a)

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) .698 .363 1.925 .060

Desentralisasi Fiskal -.011 .023 -.107 -.485 .630

Pendapatan Perkapita .003 .058 .010 .044 .965

a Dependent Variable: abs_res

-1Regression Standardized Predicted Value0123

-4-3-2-10123

Regression Studentized Residual

Dependent Variable: Pertumbuhan Ekonomi Scatterplot


(6)

Lampiran 8. Uji Hipotesis

Variables Entered/Removed(b)

Model

Variables Entered

Variables

Removed Method 1

Pendapatan Perkapita, Desentralis asi Fiskal(a)

. Enter

a All requested variables entered.

b Dependent Variable: Pertumbuhan Ekonomi

Model Summary(b)

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .589(a) .347 .319 .92832

a Predictors: (Constant), Pendapatan Perkapita, Desentralisasi Fiskal b Dependent Variable: Pertumbuhan Ekonomi

ANOVA(b)

Model

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 21.109 2 10.554 12.247 .000(a)

Residual 39.642 46 .862

Total 60.750 48

a Predictors: (Constant), Pendapatan Perkapita, Desentralisasi Fiskal b Dependent Variable: Pertumbuhan Ekonomi

Coefficients(a)

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 4.716 .520 9.062 .000

Desentralisasi Fiskal .104 .034 .555 3.087 .003

Pendapatan Perkapita .021 .084 .045 .248 .805

a Dependent Variable: Pertumbuhan Ekonomi