Pokok Tutur FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGGUNAAN

128 Kelima, tuturan establisif adalah tuturan yang dimaksudkan penuturnya menciptakan keadaan yang baru. Termasuk tuturan jenis ini adalah tuturan de- ngan maksud melarang, mengizinkan, memaafkan dan memutuskan. Berikut ini contoh tuturan establisif dalam ranah keluarga muda di Blora. 91 KONTEKS : PAK IMAM TIDAK MEMBERI UANG KEPADA WAHYU KETIKA IA BARU PULANG SEKOLAH DAN MAU MEMBELI JAJAN. WAHYU DISURUH MAKAN DAHULU. Wahyu : “Pak, nyuwun dhuwit” ’Pak, minta uang.’ Pak Imam : “Nggo apa?” ’Untuk apa?’ Wahyu : “Nggo tumbas jajan.” ’Untuk membeli jajan.’ Pak Imam : “Aja ngono ga, boten pareng. Maem sik ae” ’jangan begitu lah, tidak boleh. Makan dulu saja.’ Data C, TP 3 no. 8 92 KONTEKS : BU SITI ROHIMAH MENYURUH IMAM SEGERA MANDI.SORE KETIKA IA MENGGANGGU ADIK- NYA. Bu Siti : “Aja gudag-gudagan ae. Ngati-ati adhik mengko nek dhawah” ’Jangan kejar-kejaran saja.hati-hati adik nanti kalau ja- tuh.’ Imam : “Ora-ora.” ‘Tidak-tidak.’ Bu Siti : “Adhike ampun ditangis” ‘Adik jangan ditangis.’ Imam : “Ora-ora.” ‘Tidak-tidak.’ Data C, TP 3 no. 10

5.8 Pokok Tutur

129 Pokok tutur dalam ranah keluarga muda Jawa di Blora meliputi belajar, menerima tamu, minta uang, tidur malam, bangun pagi, etika makan, mandi, dan berangkat sekolah. Masing-masing pokok tutur menuntut penutur untuk menentukan ragam bahasa yang sesuai. Dalam pokok tutur menerima tamu, penutur anak-anak menggunakan ragam bJK yang tujuannya menghormati tamu. Hal itu telah diajarkan oleh orang tuanya walaupun kepada orang tua sendiri anak-anak menggunakan ragam bJN. Berikut ini penggunaan ragam bJK yang dipilih anak-anak ketika menerima tamu. 93 KONTEKS : KEDUA ORANG TUA WIDIA TIDAK BERADA DI RUMAH KETIKA ADA SEORANG TAMU YANG MENCARINYA. WIDIA PUN MENJAWAB DENGAN BAHASA KRAMA KETIKA DITANYA TAMUNYA. Tamu : “Assalamu alaikum” Widia : “Wa alaikum salam.” Tamu : “Pak-aem ana, Ndhuk?” ‘Bapakmu ada, nak?.’ Widia : “Bapake kula boten enten.” ’Bapak tidak ada.’ Tamu : “Neng endi?” ‘Ke mana?’ Widia : “Bapake kula medal.” ‘Bapak keluar.” Tamu : “Metu ning endi?” ‘Keluar ke mana?’ Widia : “Boten ngertos.” ‘Tidak tahu.’ Tamu : “Mau ora ngomong, ora pesen?” ‘Tadi tidak bilang, tidak meninggalkan pesan?’ Widia : “Boten.” ’Tidak.’ Tamu : “Mak-aem ya lunga?” ’Ibumu ya pergi?’ Widia : “Enggih.” ’Iya.’ Data C, TP 2 no. 5 130 94 KONTEKS : DIAH MENERIMA TAMU KETIKA BAPAKNYA TI- DAK BERADA DI RUMAH. Tamu : “Kula nuwun.” ”Permisi.’ Diah : “Mangga. Pinarak riyin” ’Mari. Duduk dulu’ Tamu : “Ya. Bapak ana, Ndhuk?” ’Ya. Bapak ada, Nak?’ Diah : “Bapake kula boten teng dalem.” ’Bapak tidak di rumah.’ Tamu : “Neng endi?” ’Ke mana?’ Diah : “Tindak kantor.” ’Pergi ke kantor.’ Data C, TP 4 no. 26 Sedangkan pada pokok tutur selain menerima tamu, anak-anak meng- gunakan ragam bJN , bJK, dan bI menurut bahasa yang diturunkan oleh orang tuanya. Berikut ini contoh peristiwa tutur dengan pokok tutur selain menerima tamu yang dilakukan oleh Elsanda, Rizqiya, dan Fariz. 95 KONTEKS : PAK DIDIK WALUYO MENGINGATKAN ANAKNYA ELSANDA DIKA ALFIAN UNTUK BELAJAR MA- LAM. Pak Didik : “Le, nggak sinau ta?” ’Nak, nggak belajar?’ Elsanda : “Ora, Pak.” ’Tidak, Pak.’ Pak Didik : “Lah apa kok nggak sinau?” ’Mengapa tidak belajar?’ Elsanda : “Ora lah apa lah apa” ‘Tidak mengerjakan apa pun’ Pak Didik : “Sinau nggo awake dhewe ora nggo bapak.” ‘Belajar untuk diri sendiri bukan untuk bapak.’ Elsanda : “Iya-iya ngerti, Pak.” ’Iya-iya mengerti, Pak.’ Data C, TP 4 no. 11 131 Dalam tuturan 95 di atas Elsanda menggunakan bJN ketika ayahnya mengingatkan belajar dengan jawaban, “Ora, Pak,” dan “ Ora lah apa lah apa,” dan “Iya iya ngerti Pak” Semua kosakata dalam tuturan tersebut adalah ngoko semua, tidak ada yang krama. Hal ini sudah biasa dilakukan oleh Elsan-da dengan kedua orang tuanya. Ayah Elsanda Pak Didik menganggap bJN sudah tepat digunakan keluarganya yang hanya seorang tukang bangunan. Elsanda menggunakan bJN karena sangat akrab dengan ayahnya sehingga ia menganggap ayahnya sebagai teman yang enak untuk diajak berbicara. 96 KONTEKS : BU SARIATUN GURU BERTANYA KEPADA ANAKNYA RIZQIYA TENTANG SOAL ULANGAN YANG DIKERJAKAN DI SEKOLAH. Bu Sariatun : “Dhik Rizqi, pripun dhek wau ulangane saget nggarap?” ‘Dik Rizqi, bagaimana tadi bisa mengerjakan ulangan?’ Rizqiya : “Saged, Bu” ’Bisa, Bu’ Bu Sariatun : “Angel, boten?” ’Sulit, tidak?’ Rizqiya : “Boten kok, Bu.” ’Tidak, Bu.’ Data C, TP2 no. 17 Bahasa yang digunakan Rizqiya ketika menjawab pertanyaan ibunya tentang soal ulangan di sekolah adalah bJK. Ia juga dibiasakan berbicara kra- ma kepada kedua orang tuanya walaupun tidak semua kata di-krama-kan. Kata saged ‘bisa’, dan boten ‘tidak’ yang ia tuturkan termasuk kosa kata krama. 97 KONTEKS : FARIZ ASYIK MENONTON FILEM DI TV SETELAH BELAJAR. PAK TRIHADI MENGINGATKANNYA UNTUK SEGERA TIDUR AGAR TIDAK MENGAN- TUK PADA PAGI HARINYA. Pak Trihadi : “Dik, bagus ya filemnya?” Fariz : “Bagus, Yah, petualangan” 132 Pak Trihadi : “Ya, tapi udah malam. Kamu ndak tidur besok sekolah lho” Fariz : “Sebentar, Yah, filemnya bagus, kok.” Pak Trihadi : “Bagus- bagus, besok kalau terlambat gimana kamu?” Data C, TP1 no. 32 Bahasa yang digunakan Fariz pada tuturan 97 di atas adalah bI. Pada tuturan ini tampak interferensi bahasa Jawa ngoko dalam pembentukan kata bI misalnya pada kata ndak yang dalam bI baku tidak. Di samping itu juga digunakan kata kok dan lho yang biasa digunakan dalam bJN. Hal ini dipengaruhi oleh lingkungan dan kebiasaan sehari-hari penutur bahasa Jawa ngoko lugu di luar keluarganya, masyarakat sekitarnya.

5.9 Norma Tutur