43
mencintai dan dicintai serta kebutuhan untuk merasakan kita berguna baik bagi diri kita se
ndiri maupun orang lain”.
Menurut Glasser dan Zunin 1973 bahwa masing-masing individu memiliki kekuatan ke arah kesehatan atau pertumbuhan. Pada dasarnya
orang-orang ingin puas hati dan menikmati suatu identitas keberhasilan, menunjukkan tingkah laku yang bertanggung jawab, dan memiliki
hubungan interpersonal yang penuh makna. Penderitaan bisa diubah hanya dengan perubahan identitas. Karena individu bisa mengubah cara
hidup, perasaan, dan tingkah-lakunya, maka merekapun bisa mengubah identitasnya. Perubahan identitas bergantung pada perubahan tingkah
laku.Corey, 2010
1. Ciri-Ciri Terapi Realitas
Sekurangnya ada delapan ciri yang menentukan terapi realitas sebagai berikut:
1.1. Terapi realitas menolak konsep tentang penyakit mental.
Pada terapi realitas diasumsikan bahwa bentuk gangguan tingkah laku yang spesifik adalah akibat dari ketidakbertanggungjawaban. Pada terapi
ini dipersamakan gangguan mental dengan tingkah laku yang tidak bertanggung jawab dan kesehatan mental dengan tingkah laku yang
bertanggung jawab. 1.2. Terapi realitas yang menekankan kesadaran atas tingkah laku saat ini,
bahwa perubahan sikap akan mengikuti perubahan tingkah laku.
44
1.3. Terapi realitas berfokus pada saat sekarang, bukan kepada masa lampau. Terapis terbuka untuk mengekplorasi segenap aspek dari kehidupan
klien sekarang, mencakup harapan, ketakutan, dan berbagai nilai.Terapi Realitas menekankan pada kekuatan, potensi, keberhasilan, dan kualitas
yang positif dari klien, dan tidak hanya memperhatikan kemalangan dan gejala-gejalanya. Glasser berpendapat bahwa klien dipandang sebagai
“pribadi dengan potensi yang luas, bukan hanya sebagai pasien yang memiliki masalah-
masalah”. 1.4. Terapi realitas menekankan pertimbangan-pertimbangan nilai.
Terapi realitas menempatkan pokok kepentingannya pada peran klien dalam menilai kualitas tingkah lakunya sendiri dalam menentukan apa
yang menyebabkan kegagalan yang dialaminya. Terapi beranggapan bahwa perubahan mustahil terjadi tanpa melihat pada tingkah laku dan
membuat beberapa ketentuan mengenai sifat-sifat konstruktif dan destruktifnya.
1.5. Terapi realitas tidak menekankan tranferensi. Terapis menempuh cara beradanya yang sejati, yakni bahwa mereka
menjadi diri sendiri, tidak memainkan peran sebagai ayah atau ibu klien. Glasser menyatakan bahwa klien tidak mencari suatu pengulangan
keterlibatan di masa lampau yang tidak berhasil, tetapi mencari suatu keterlibatan manusiawi yang memuaskan dengan orang lain dalam
keberadaan mereka sekarang. Terapis bisa menjadi orang yang membantu para klien dalam memenuhi kebutuhan mereka sekarang.
45
1.6. Terapi realitas menekankan aspek-aspek kesadaran, bukan aspek aspek ketaksadaran.
Terapi realitas menekankan kekeliruan yang dilakukan oleh klien, bagaimana tingkah laku klien sekarang hingga ia tidak mendapatkan apa
yang diinginkannya, dan bagaimana dia bisa terlibat dalam suatu rencana bagi tingkah laku yang berhasil yang berlandaskan tingkah laku yang
bertanggung jawab dan realistis. 1.7 Terapi realitas menghapus hukuman.
Glasser mengingatkan bahwa pemberian hukuman guna mengubah tingkah laku tidak efektif dan bahwa hukuman untuk kegagalan
melaksanakan rencana-rencana
mengakibatkan penguatan
identitas kegagalan pada klien.Ia menentang penggunaan peryataan yang mencela
karena pernyataan semacam itu merupakan hukuman. Glasser menganjurkan untuk membiarkan klien mengalami konsekuensi-konsekuensi yang wajar
dari tingkah lakunya. 1.8. Terapi realitas menekankan tanggung jawab
Terapi realitas menekankan tanggung jawab oleh Glasser didefinisikan sebagai “Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sendiri dan
melakukannya dengan cara tidak mengurangi kemampuan orang lain dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka
“. Belajar tanggung jawab adalah proses seumur hidup. Kita semua
memiliki kebutuhan untuk mencitai dan dicintai serta kebutuhan memiliki rasa berguna, kita tidak memiliki kemampuan bawaan untuk memenuhi
46
kebutuhan-kebutuhan itu. Glasser menyatakan tanggung jawab adalah konsep inti dalam terapi realitas Corey, 2010.
3.4 Teknik Terapi Realitas