Peramalan dan faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga beras IR II tingkat konsumen di beberapa kota besar di Pulau Jawa

(1)

FLUKTUASI HARGA BERAS IR II TINGKAT KONSUMEN DI BEBERAPA KOTA BESAR DI PULAU JAWA DAN BALI

(Kasus Pengendalian Harga Beras Pada Badan Ketahanan Pangan Nasional)

Oleh

AKHMAD ZACKY A 14103654

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007


(2)

PERAMALAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FLUKTUASI HARGA BERAS IR II TINGKAT KONSUMEN DI

BEBERAPA KOTA BESAR DI PULAU JAWA DAN BALI

(Kasus Pengendalian Harga Beras Pada Badan Ketahanan Pangan Nasional)

Oleh

AKHMAD ZACKY A 14103654

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007


(3)

AKHMAD ZACKY. Peramalan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fluktuasi Harga Beras IR II Tingkat Konsumen di Beberapa Kota Besar di Pulau Jawa dan Bali (Kasus Pengendalian Harga Beras pada Badan Ketahanan Pangan Nasional). Dibawah Bimbingan M. FIRDAUS.

Indonesia sebagai negara agraris sebagian besar penduduknya mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok. Selain itu beras juga sebagai salah satu komoditas tanaman pangan yang memiliki arti penting bagi masyarakat maupun pemerintah. Beras merupakan komoditi pangan yang memiliki nilai politis dan strategis sehingga sangat penting untuk memenuhi ketersediaannya.

Beras merupakan bahan pangan yang sangat penting di Indonesia, yaitu menyumbang lebih dari 60 persen konsumsi kalori pada masyarakat berpenghasilan rendah, peningkatan harga beras yang cukup tinggi mempunyai dampak besar pada standar hidup konsumen. Beras IR II merupakan salah satu jenis beras yang paling banyak di konsumsi oleh masyarakat Indonesia, sehingga bila terjadi kenaikan harga beras IR II akan memberikan pengaruh bagi masyarakat luas. Dibandingkan komoditas lain, beras IR II termasuk komoditas yang unik. Pada saat harga tinggi maupun harga rendah sama-sama mendatangkan masalah. Jika harga tinggi muncul kekhawatiran datangnya rawan pangan, terutama di kalangan warga miskin. Sebaliknya bila harga rendah akan mengurangi kesejahteraan petani.

Adanya fluktuasi harga beras IR II yang begitu cepat dan tidak adanya kepastian di masa yang akan datang menuntut perlunya dilakukan peramalan harga beras. Peramalan akan memberikan informasi yang relevan untuk mengetahui harga beras IR II dimasa yang akan datang sehingga memberikan informasi yang berguna dalam merumuskan kebijakan ke arah yang lebih baik.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder diperoleh dari Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian berupa data perkembangan harga beras IR II mingguan, data bulanan harga tingkat produsen dan jumlah pasokan. Data sekunder lainnya diperoleh dari Badan Urusan Logistik (BULOG) berupa data bulanan impor, cadangan beras dalam negeri, harga beras IR II tingkat grosir Data mingguan yang dianalisis dari bulan Oktober 2004-Juli 2006 dengan jumlah data sebanyak 100 observasi, sedangkan untuk data bulanan yang dianalisis mulai Januari 2001-Mei 2006 dengan jumlah data sebanyak 65 observasi.

Identifikasi pola data untuk lima kota besar yang dianalisis memiliki kecenderungan trend yang meningkat. Pengamatan plot ACF dan PACF pada data asli belum menunjukkan kestasioneran sehingga perlu dilakukan pembedaan. Teknik time series yang digunakan, yaitu teknik rata-rata sederhana (simple average), teknik rata-rata bergerak sederhana (simple moving average), teknik trend, teknik pelicinan eksponensial tunggal (single exsponential smoothing), teknik brown, teknik winter, teknik dekomposisi, dan teknik ARIMA atau SARIMA. Teknik box-jenkins menunjukkan nilai MSE terkecil bagi Kota Jakarta (SARIMA), Yogyakarta (ARIMA) dan Denpasar. (ARIMA), sedangkan teknik pemulusan eksponensial ganda menunjukkan nilai MSE terkecil bagi Bandung


(4)

dan Surabaya. Pada periode akhir ramalan harga beras tertinggi terjadi di kota Yogyakarta dengan tingkat harga Rp 5.894 per kg, sedangkan harga terendah terjadi di kota Bandung dengan tingkat harga Rp 4.893 per kg. Harga beras IR II di lima kota, yaitu Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan Denpasar memiliki kecenderungan yang sama yaitu menunjukkan kecenderungan yang meningkat secara perlahan.

Hasil pengujian model regresi berganda di lima kota menunjukkan bahwa variabel harga gabah kering giling tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan harga beras IR II tingkat konsumen di lima kota. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga beras IR II tingkat konsumen di kota Jakarta adalah harga beras IR II tingkat grosir, jumlah pasokan, dan lag harga. Untuk kota Bandung dan kota Denpasar, faktor-faktor yang mempengaruhi harga beras IR II tingkat konsumen adalah harga beras IR II tingkat grosir dan lag harga, sedangkan harga beras IR II tingkat grosir, stok Bulog dan lag harga mempengaruhi harga beras IR II tingkat konsumen di kota Yogyakarta dan kota Surabaya.

Peningkatan Harga beras IR II di lima kota disebabkan oleh harga beras IR II di tingkat grosir yang meningkat. Harga beras IR II tingkat konsumen yang cendrung meningkat sangat perlu ditekan untuk mendapatkan tingkat harga beras yang wajar dengan melakukan operasi pasar murah. Selain itu perlu dilakukan pembenahan terhadap sistem tataniaga beras dengan memperpendek jalur distribusi beras dari produsen ke konsumen serta alokasi beras ke daerah-daerah yang harga berasnya meningkat tinggi sehingga harga beras IR II masing-masing kota tidak terlalu jauh berbeda satu dengan yang lainnya.

Kenaikan harga beras terjadi karena berkurangnya jumlah pasokan beras di PIBC seperti yang terjadi di Kota Jakarta. Pasokan beras yang berlebih dapat menurunkan harga beras tingkat konsumen. Jika terjadi peningkatan harga beras maka variabel jumlah pasokan dapat digunakan sebagai acuan dalam mengendalikan harga beras IR II tingkat konsumen untuk mencapai tingkat harga yang stabil.

Masuknya beras impor ke pasar domestik tidak berpengaruh secara nyata terhadap penurunan harga beras IR II tingkat konsumen. Berdasarkan analisis model regresi berganda variabel impor beras ini tidak dapat digunakan sebagai acuan untuk mengendalikan harga beras IR II tingkat konsumen. Beras impor yang masuk ke pasar domestik tidak perlu dikhawatirkan, namun demikian beras impor yang masuk harus dibatasi dan hanya dilakukan jika beras dalam negeri tidak dapat memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri.

Cadangan beras dalam negeri (stok Bulog) hanya mempengaruhi harga beras IR II tingkat konsumen di Yogyakarta dan Surabaya. Peningkatan harga beras IR II tingkat konsumen di Yogyakarta dipengaruhi oleh stok bulog. Stok bulog harus selalu ada, karena variabel ini dapat digunakan untuk mengendalikan harga beras yang meningkat tinggi dengan cara melepas stok ke pasar sehingga harga tertekan. Untuk memenuhi ketersedian beras dalam negeri maka produktivitas pertanian harus selalu ditingkatkan.


(5)

Badan Ketahanan Pangan Nasional) Nama : Akhmad Zacky

NRP : A14103654

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. M. Firdaus, SP, M.Si Nip. 132 158 758

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr Nip. 131 124 019


(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL PERAMALAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FLUKTUASI HARGA BERAS IR II TINGKAT KONSUMEN DI BEBERAPA KOTA BESAR DI PULAU JAWA DAN BALI (KASUS PENGENDALIAN HARGA BERAS PADA BADAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL) BENAR-BENAR MERUPAKAN KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN

Bogor, Mei 2007

Akhmad Zacky A 14103654


(7)

Penulis dilahirkan pada tanggal 19 Januari 1982 di Kotamadya Banda Aceh, sebagai anak kedua dari lima bersaudara dengan bapak bernama Ismail dan Ibu Cut Herni. Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis diawali tahun 1989 di SD Negeri 20 Banda Aceh dan dilanjutkan dengan memasuki SMP Negeri 1 Kotamadya Banda Aceh tahun 1994.

Pada tahun 1997 penulis memasuki jenjang pendidikan di SMU Negeri 3 Banda Aceh yang kemudian diterima masuk pendidikan Program Diploma III Perlindungan Hutan, Jurusan Manajemen Hutan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2000. Pada tahun 2003 penulis menuruskan jenjang pendidikan di Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis IPB.


(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirohim

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Robbi yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Sarjana Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian di Institut Pertanian Bogor.

Judul skripsi ini adalah Peramalan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fluktuasi Harga Beras Tingkat Konsumen di Beberapa Kota Besar di Pulau Jawa dan Bali (Kasus Pengendalian Harga Beras Pada Badan Ketahanan Pangan Nasional). Tulisan ini memberikan informasi yang relevan untuk mengetahui perkembangan harga beras IR II dimasa yang akan datang dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi harga beras II tingkat konsumen.

Penulis menyadari bahwa apa yang dituangkan dalam skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Mei 2007

Akhmad Zacky A 14103654


(9)

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkat dan hidayah-Nya kepada penulis. Pada penulisan skripsi ini banyak sekali pihak-pihak yang membantu penyelesaiannya, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. M. Firdaus, SP, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan selama penyusunan skripsi ini. Beliau juga sebagai dosen moderator dalam seminar penulis.

2. Ibu Tanti Novianty, SP, M.Si selaku dosen penguji utama pada sidang penulis. 3. Bapak Ir. Joko Purwono, MS selaku dosen penguji wakil komisi pendidikan

pada sidang penulis.

4. Ibu Febriantina Dewi, SE, MM selaku dosen evaluator pada kolokium penulis. 5. Derry Adhika Wiwaha selaku pembahas pada seminar penulis.

6. Bu Herena, Bu Inti dan Pak Edi di Badan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian yang telah bersedia memberikan data-data yang relevan dalam penelitian ini.

7. Keluarga di rumah yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil selama penulis menempuh pendidikan.

8. Pengurus dan pengawai sekretariat Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis IPB atas semua bantuan yang telah diberikan.

9. Kak Suryana, Bang Fadhil, Dik Rahmat, Dik Rizki dan Dik Taufik yang selalu memberikan dorongan semangat sehingga dapat menyelesaikan tulisan ini.


(10)

10.Mas Heru, Akh Trio, Akh Husien, Akh Nur Fauzan, Bang Yusal, Mas Wahyu, Uda Zulfahendri dan teman-teman di Keluarga Muslim (KAMUS) Ekstensi untuk kebersamaannya dalam tugas yang mulia.

11.Teman-teman Ekstensi Manajemen Agribisnis angkatan X atas kebersamaanya.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca, serta perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Mei 2007

Akhmad Zacky A 14103654


(11)

Halaman

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN... xvi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Kegunaan Penelitian ... 7

1.5 Ruang Lingkup Penelitian... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Permintaan dan Penawaran ... 9

2.2 Konsep Keseimbangan Pasar ... 9

2.3 Teori Peramalan ... 10

2.4 Penelitian Terdahulu ... 11

III.KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis... 15

3.1.1 Tahapan Peramalan ... 15

3.1.2 Identifikasi Pola Data... 15

3.1.3 Teknik Peramalan Time Series... 16

3.1.4 Pemilihan Teknik Peramalan ... 20

3.1.5 Teknik Kausal ... 21

3.1.6 Hipotesis Penelitian... 22

3.2 Kerangka Operasional... 23

IV.METODE PENELITIAN 4.1 Jenis dan Sumber Data ... 26

4.2 Pengolahan dan Teknik Analisis Data ... 26

4.2.1 Identifikasi Pola Data Harga Beras IR II ... 26

4.2.2 Teknik Peramalan Time Series ... 27

4.3 Pemilihan Teknik Peramalan Terakurat... 42

4.4 Teknik Kausal ... 43

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Pola Data... 47

5.1.1 Identifikasi Pola Data Harga Beras IR II di Jakarta... 47

5.1.2 Identifikasi Pola Data Harga Beras IR II di Bandung... 48


(12)

5.1.4 Identifikasi Pola Data Harga Beras IR II di Surabaya ... 51

5.1.5 Identifikasi Pola Data Harga Beras IR II di Denpasar ... 52

5.2 Teknik Peramalan Time Series... 53

5.2.1 Teknik Rataan Sederhana... 53

5.2.2 Teknik Rataan Bergerak... 54

5.2.3 Teknik Trend... 55

5.2.4 Teknik Pemulusan Eksponensial Tunggal ... 55

5.2.5 Teknik Pemulusan Eksponensial Ganda ... 56

5.2.6 Teknik Winter ... 57

5.2.7 Teknik Dekomposisi ... 58

5.2.8 Teknik Box-Jenkins (ARIMA-SARIMA)... 59

5.3 Pemilihan Teknik Peramalan Terakurat... 68

5.4 Teknik Kausal ... 69

5.4.1 Teknik Regresi Berganda untuk Jakarta ... 69

5.4.2 Teknik Regresi Berganda untuk Bandung ... 72

5.4.3 Teknik Regresi Berganda untukYogyakarta ... 74

5.4.4 Teknik Regresi Berganda untuk Surabaya... 76

5.4.5 Teknik Regresi Berganda untuk Denpasar... 79

5.5 Hasil Ramalan dan Implikasinya ... 81

VI.KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 86

6.2 Saran... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 88


(13)

No. Teks Halaman 1 Produksi Beras dan Konsumsi Beras dalam Negeri Tahun

2001-2006 ... 2

2 Nilai MSE Hasil Penerapan Teknik Rataan Sederhana ... 54

3 Nilai MSE Hasil Penerapan Teknik Rataan Bergerak ... 54

4 Nilai MSE Hasil Penerapan Teknik Trend... 55

5 Nilai MSE Hasil Penerapan Teknik Pemulusan Eksponensial Tunggal ... 56

6 Nilai MSE Hasil Penerapan Teknik Pemulusan Eksponensial Ganda ... 57

7 Nilai MSE Hasil Penerapan Teknik Winter ... 58

8 Nilai MSE Hasil Penerapan Teknik Dekomposisi ... 58

9 Model-model Tentatif ARIMA untuk Jakarta... 60

10 Model-model Tentatif ARIMA untuk Bandung ... 61

11 Model-model Tentatif ARIMA untuk Yogyakarta ... 63

12 Model-model Tentatif ARIMA untuk Surabaya ... 64

13 Model-model Tentatif ARIMA untuk Denpasar... 66

14 Nilai MSE Hasil Penerapan Teknik Peramalan Time Series Untuk Harga Beras IR II dari Masing-masing Kota ... 68

15 Hasil Uji Variabel dan Multikolinieritas untuk Model Dugaan Regresi Berganda di Jakarta... 71

16 Hasil Uji Variabel dan Multikolinieritas untuk Model Dugaan Regresi Berganda di Bandung... 74

17 Hasil Uji Variabel dan Multikolinieritas untuk Model Dugaan Regresi Berganda di Yogyakarta ... 76


(14)

18 Hasil Uji Variabel dan Multikolinieritas untuk Model Dugaan

Regresi Berganda di Surabaya ... 78 19 Hasil Uji Variabel dan Multikolinieritas untuk Model Dugaan

Regresi Berganda di Denpasar ... 80 20 Ramalan Harga Beras IR II di Beberapa Kota Besar untuk

Bulan Juli 2007 sampai Nopember 2007 Mendatang ... 82 21 Kecenderungan Harga Beras Hasil Ramalan di Lima Kota Besar... 83 22 Hasil Uji Variabel Model Penduga pada Tingkat Signifikan (α=5%) .. . 83


(15)

No. Teks Halaman 1 Perkembangan Harga Beras IR I - PIC, IR II - PIC dan Thai 15

Persen pada Tahun 2002-2003 ... 4

2 Harga Beras IR II di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) pada Tahun 2001-2006 ... 6

3 Kurva Keseimbangan Pasar ... 10

4 Kerangka Operasional Penelitian... 25

5 Plot Data Harga Beras IR II di Jakarta... 48

6 Plot Data Harga Beras IR II di Bandung... 49

7 Plot Data Harga Beras IR II di Yogyakarta ... 50

8 Plot Data Harga Beras IR II di Surabaya ... 51


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1 Tabel Data Harga Beras IR II Tingkat Konsumen di Beberapa

Kota Besar... 91

2 Tabel Data Analisis Regresi Berganda untuk Jakarta ... 94

3 Tabel Data Analisis Regresi Berganda untuk Bandung... 96

4 Tabel Data Analisis Regresi Berganda untuk Yogyakarta... 98

5 Tabel Data Analisis Regresi Berganda untuk Surabaya ... 100

6 Tabel Data Analisis Regresi Berganda untuk Denpasar ... 102

7 Gambar Plot ACF dan PACF untuk Harga Beras IR II Tingkat Konsumen di Jakarta ... 104

8 Gambar Plot ACF dan PACF untuk Harga Beras IR II Tingkat Konsumen di Bandung... 105

9 Gambar Plot ACF dan PACF untuk Harga Beras IR II Tingkat Konsumen di Yogyakarta... 106

10 Gambar Plot ACF dan PACF untuk Harga Beras IR II Tingkat Konsumen di Surabaya ... 107

11 Gambar Plot ACF dan PACF untuk Harga Beras IR II Tingkat Konsumen di Denpasar ... 108

12 Output Minitab Hasil Perhitungan SARIMA (1,1,0)(1,0,0)4... 109

13 Output Minitab Hasil Perhitungan ARIMA (1,1,0) ... 110

14 Output Minitab Hasil Perhitungan ARIMA (1,1,0) ... 111

15 Output Minitab Hasil Perhitungan ARIMA (0,1,1) ... 112

16 Output Minitab Hasil Perhitungan ARIMA (2,1,0) ... 113

17 Output Analisis Regresi Berganda untuk Kota Jakarta... 114


(17)

(18)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pangan adalah kebutuhan pokok sekaligus menjadi esensi kehidupan manusia, karenanya hak atas pangan menjadi bagian sangat penting dari hak azasi manusia. Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat strategis dan penting. Dengan ketahanan pangan diharapkan dapat tercipta suatu kondisi kesejahteran bangsa. Pembangunan ketahanan pangan di Indonesia telah ditegaskan dalam Undang-undang nomor 7 tahun 1996 tentang pangan yang dirumuskan sebagai usaha mewujudkan ketersediaan pangan bagi seluruh rumah tangga, dalam jumlah yang cukup, mutu dan gizi yang layak, aman dikonsumsi, merata serta terjangkau oleh setiap individu.

Indonesia sebagai negara agraris sebagian besar penduduknya mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok. Selain itu beras juga sebagai salah satu komoditas tanaman pangan yang memiliki arti penting bagi masyarakat maupun pemerintah. Beras merupakan komoditi pangan yang memiliki nilai politis dan strategis sehingga sangat penting untuk memenuhi ketersediaannya.

Pertumbuhan produksi beras dalam negeri selama enam tahun (periode 2001-2006) rata-rata mencapai 1,62 persen, sedangkan pertumbuhan konsumsi rata-rata sebesar 1,69 persen. Setiap tahunnya produksi beras nasional akan berlebih rata-rata sebesar 3,48 juta ton per tahun dan bila dijumlahkan selama enam tahun akan berlebih 20,89 juta ton. Adanya surplus produksi beras dalam negeri mengindikasikan bahwa produksi beras dalam negeri masih dapat


(19)

memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat indonesia. Produksi beras dan konsumsi beras dalam negeri dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Produksi Beras dan Konsumsi Beras dalam Negeri Tahun 2001-2006 Tahun

Produksi Beras (juta ton)

Konsumsi Beras (juta ton)

Kelebihan**) (juta ton)

Impor (juta ton)

2001 31,89 28,44 3,45 0,069

2002 32,54 29,72 2,82 1,001

2003 32,95 30,20 2,75 0,655

2004 34,18 29,70 4,48 0,029

2005 34,22 30,50 3,72 0,069

2006 34,55*) 30,90 3,65 0,083

Pertumbuhan

Rata-rata 1,62 1,69 - - Rata-rata - - 3,48 0,318

Sumber : Deptan dan Bulog diolah, 2007 Keterangan :

*) = Angka Ramalan III

**) = Kelebihan = Produksi – Konsumsi

Konsumsi beras penduduk Indonesia perkapita pertahun rata-rata 133 kg, telah menjadikan Indonesia sebagai negara pengkonsumsi beras tertinggi di dunia. Konsumsi beras yang tinggi ini menuntut perlunya produksi beras dalam negeri selalu ditingkatkan. Hal ini dimaksud agar penyediaan produksi beras dapat mencukupi konsumsi yang terus meningkat.

Sejak tahun pertama krisis ekonomi, harga beras di Indonesia meningkat pesat antara Juli 1997 dan September 1998. Rata-rata harga eceran beras berkualitas medium di daerah perkotaan meningkat sebesar 207 persen, yaitu dari Rp 958 per kg menjadi Rp 2.942 per kg. Peningkatan harga beras memberikan pengaruh terhadap peningkatan harga gabah petani, meskipun relatif lambat. Rata-rata harga yang diterima petani di Jawa untuk gabah kering giling naik 133


(20)

3

persen, yaitu dari Rp 530 per kg pada Juli 1997 menjadi Rp 1.236 per kg pada september 1998. Dalam rangka mengendalikan peningkatan harga beras, Indonesia mengimpor beras pada tahun 1998 sebesar 5,8 juta ton, telah menjadikan indonesia sebagai importir beras terbesar di dunia. Harga beras perlahan-lahan mulai turun. Rata-rata harga beras tingkat konsumen di daerah perkotaan turun dari Rp 2.942 per kg pada September tahun 1998 menjadi Rp 2.300 per kg pada pertengahan tahun 2000, serta harga gabah kering giling di tingkat petani di Jawa turun dari Rp 1.265 per kg pada awal tahun 1999 menjadi Rp 1.030 per kg pada April 20001.

Pada tahun 1998 terjadi perubahan kebijakan perberasan, berupa: Liberalisasi pasar beras dalam negeri, pencabutan State Trading Enterprice (STE) Bulog, pembebasan bea masuk beras impor, pencabutan subsidi sarana produksi terutama pupuk dan benih, dan liberalisasi tataniaga pupuk. Kesemuanya berdampak menekan petani padi dan memudahkan impor beras. Dampak kepada petani terlihat pada penurunan produksi tahun 1998 sekitar 4,9 persen dari produksi tahun 19972.

Perkembangan harga beras IR II di tingkat grosir (Pasar Induk Beras Cipinang) pada Agustus 2003 mulai mengalami kenaikan sebesar Rp 50 per kg menjadi Rp 2.700 per kg, setelah stabil pada bulan Mei 2003 dengan tingkat harga Rp 2.650 per kg. Harga beras IR II masih lebih rendah daripada harga beras impor (Thailand), namun harga beras IR I lebih tinggi dari pada beras impor.

1

Pusat Distribusi Pangan. 2001. Review Trend Harga Beras di Indonesia Sejak Krisis. www. deptan.go.id/HomepPageBBKP/pdp/trend.htm. 27 Agustus 2001

2 Winarso, D. W. 2004. Mencari Akar Masalah Beras : Produksi Beras dalam Negeri, Cukup. www.io.ppi-jepang.org/article.php. Online Vol_2-XVI-November.


(21)

Sumber : Direktorat harga dan pasar, 2003

3.600,00

3.000,00

2.400,00 2.200,00 2.600,00 3.200,00 3.400,00

2.200,00 2.800,00

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags

2003 2002

IR I THAI 15 % IR II

Gambar 1 Perkembangan Harga Beras IR I - PIC, IR II - PIC dan Thai 15 Persen pada Tahun 2002-2003

Adanya spekulasi yang dilakukan oleh pedagang beras memberi dampak yang cukup luas terhadap kondisi perberasan nasional, seperti halnya terjadi pada tahun 2002, dimana harga beras sudah tidak terkendali, padahal bila dilihat dari supply/pasokan pada waktu itu masih diatas normal. Selain itu kenaikan harga beras juga disebabkan oleh naiknya biaya transportasi karena kenaikan harga bahan bakar minyak serta jalur distribusi beras yang panjang dari produsen ke konsumen.

1.2 Perumusan Masalah

Beras merupakan bahan pangan yang sangat penting di Indonesia, yaitu menyumbang lebih dari 60 persen konsumsi kalori pada masyarakat berpenghasilan rendah, peningkatan harga beras yang cukup tinggi mempunyai dampak besar pada standar hidup konsumen. Beras IR II merupakan salah satu jenis beras yang paling banyak di konsumsi oleh masyarakat Indonesia, sehingga


(22)

5

bila terjadi kenaikan harga beras IR II akan memberikan pengaruh bagi masyarakat luas. Dibandingkan komoditas lain, beras IR II termasuk komoditas yang unik. Pada saat harga tinggi maupun harga rendah sama-sama mendatangkan masalah. Jika harga tinggi muncul kekhawatiran datangnya rawan pangan, terutama di kalangan warga miskin. Sebaliknya bila harga rendah akan mengurangi kesejahteraan petani.

Adanya isu kelangkaan beras yang berkembang di pasar mendorong masyarakat untuk melakukan penimbunan beras dalam upaya memenuhi kebutuhan konsumsinya, sehingga harga beras tingkat konsumen di pasar meningkat akibat pasokan beras berkurang. Penurunan harga beras IR II dapat juga terjadi karena pasokan yang berlebih pada saat musim panen. Kemungkinan lain adalah pelepasan stok lama, baik oleh pedagang maupun pelaku lain, yang dikumpul sejak lama.

Adanya aktivitas ilegal berupa masuknya beras selundupan juga ikut menekan harga beras domestik. Menurunnya harga beras IR II diduga karena masuknya beras impor di pasar domestik. Semakin menurunnya harga beras di pasar luar negeri akan mendorong importir dalam negeri untuk melakukan impor beras. Kondisi demikian akan semakin menekan harga beras dalam negeri, yang pada gilirannya mempengaruhi harga di tingkat petani.

Trend harga beras yang cenderung berfluktuasi, biaya produksi yang meningkat, ketidakmampuan pemerintah mempertahankan harga dasar, dan persepsi bahwa beras impor membanjiri pasar domestik karena perdagangan bebas, menyebabkan timbulnya anggapan bahwa harga beras petani tertekan oleh rendahnya harga output dan tingginya harga input. Adanya fluktuasi harga beras


(23)

IR II yang begitu cepat dan tidak adanya kepastian di masa yang akan datang menuntut perlunya dilakukan peramalan harga beras.

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 5500 6000

Gambar 2 Harga Beras IR II di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) pada Tahun 2001-2006

Peramalan akan memberikan informasi yang relevan untuk mengetahui harga beras IR II dimasa yang akan datang sehingga memberikan informasi yang berguna dalam merumuskan kebijakan ke arah yang lebih baik. Berdasarkan rumusan di atas, masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana identifikasi pola data historis harga beras IR II di lima kota besar 2. Teknik peramalan kuantitatif manakah yang terbaik untuk peramalan harga

beras IR II di lima kota besar.

3. Bagaimana proyeksi harga beras IR II untuk enam bulan yang akan datang. 4. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi harga beras IR II di lima kota

besar.

1 13 25 37

Periode (Tahun) H a rg a B e ra s I R I I Ti ng k a t Gr os ir ( R p )

49 2006 61

2005 2004

2003 2002


(24)

7

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi pola data historis harga beras IR II di lima kota besar. 2. Mendapatkan teknik peramalan kuantitatif terbaik untuk peramalan harga

beras IR II di lima kota besar.

3. Mendapatkan proyeksi harga beras IR II untuk enam bulan yang akan datang.

4. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi harga beras IR II tingkat konsumen di lima kota besar.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pengambil kebijakan dalam bidang pertanian, khususnya Badan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian. Bagi pengambil kebijakan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk menyusun perencanaan dan pengambilan keputusan dalam upaya mengatasi masalah perberasan nasional khususnya harga beras dimasa yang akan datang. Bagi penulis sendiri diharapkan penelitian ini dapat mengaplikasi ilmu-ilmu yang dipelajari selama menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor. Bagi pembaca, dapat digunakan sebagai bahan untuk penelitian selanjutnya dan menambah pengetahuan.

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian.

Dalam penelitian ini, hanya melakukan peramalan harga beras IR II untuk enam bulan yang akan datang. Peramalan ini dilakukan secara kuantitatif dengan teknik time series. Data yang digunakan berupa data mingguan harga beras IR II


(25)

selama 1,5 tahun. Teknik analisis regresi berganda menggunakan variabel independen yang terdiri dari harga tingkat produsen (gabah kering giling), harga beras IR II tingkat grosir, jumlah pasokan beras, cadangan beras Bulog, impor beras dan lag harga, sedangkan variabel dependen yang digunakan adalah harga beras IR II tingkat konsumen untuk masing-masing kota besar.


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Permintaan dan Penawaran

Permintaan suatu komoditi menunjukkan jumlah komoditi yang ingin dibeli untuk setiap tingkat harga. Kenaikkan dan penurunan kuantitas yang diminta dipengaruhi oleh harga komoditas itu sendiri, pendapatan konsumen, harga komoditas yang dapat menjadi substitusi atau komplemen bagi komoditas yang bersangkutan. Harga suatu komoditas yang diminta atau barang komplemennya mempunyai hubungan negatif dengan permintaan, sedangkan harga barang substitusi, pendapatan konsumen , dan selera dapat meningkatkan permintaan, cateris paribus (Nicholson, 1999).

Penawaran suatu komoditi menunjukkan jumlah komoditas yang ditawarkan oleh produsen kepada konsumen dalam suatu pasar pada tingkat harga tertentu. Beberapa faktor yang mempengaruhi penawaran suatu komoditas adalah harga komoditas yang bersangkutan, harga faktor produksi, tingkat teknologi, pajak dan subsidi. Meningkatnya harga suatu komoditas akan meningkatkan jumlah penawaran, cateris paribus. Berbeda dengan harga komoditas yang ditawarkan, peningkatan harga faktor produksi menyebabkan turunnya jumlah komoditas yang ditawarkan, cateris paribus (Lipsey, 1995).

2.2 Keseimbangan Pasar

Keseimbangan pasar terjadi jika jumlah komoditi yang diminta oleh pembeli adalah sama dengan kuantitas yang ditawarkan penjual. Keputusan pemerintah untuk menetapkan harga diatas P* akan mencegah terjadinya posisi


(27)

keseimbangan itu, karena harga ditentukan diatas P* pembeli hanya bersedia membeli dalam jumlah yang lebih sedikit dari pada Q*, sementara pada harga tersebut penjual akan memproduksi lebih besar dari pada Q*. Kondisi ini mengakibatkan surplus produksi dalam pasar. Sama halnya, peraturan yang menentukan harga dibawah P* akan berakibat adanya kelangkaan (shortage) kuantitas barang. Dalam kondisi harga tersebut, pembeli menginginkan kuantitas lebih banyak dari pada Q*, sementara penjual akan memproduksi lebih rendah dari Q*. Kurva keseimbangan pasar dapat dilihat pada gambar 3.

.

P

Q Q*

S

D P*

Gambar 3 Kurva Keseimbangan Pasar

2.2 Teori Peramalan

Peramalan merupakan studi terhadap data historis untuk menemukan hubungan, kecenderungan, dan pola yang sistematis. Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa peramalan merupakan dugaan atau perkiraan mengenai terjadinya suatu kejadian atau peristiwa pada waktu yang akan datang, yang dapat membantu dalam melakukan perencanaan dan pengambilan keputusan.


(28)

11

Menurut Firdaus (2006), metode peramalan dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif. Peramalan kualitatif di dalam prosedurnya melibatkan pengalaman, judgements maupun opini dari sekelompok orang yang pakar dalam bidangnya. Termasuk di dalam metode ini antara lain teknik sales-force composite (agregasi ramalan dari setiap individu dalam suatu organisasi) dan teknik delpi (mengumpulkan pendapat dari pakar secara iteratif).

Peramalan kualitatif mempunyai kelemahan antara lain tidak ada prosedur yang sistematis untuk mengukur dan memperbaiki keakuratan hasil peramalan serta kemungkinan tingginya subyektivitas pendapat. Metode ini cocok untuk peramalan jangka panjang (lebih dari 5 tahun). Peramalan kuantitatif sebaliknya melibatkan analisis statistik terhadap data-data yang lalu. Metode peramalan kuantitatif terbagi atas dua golongan: model deret waktu satu ragam dan model kausal. Model deret waktu satu ragam fokus pada observasi terhadap urutan pola data secara kronologis suatu peubah tertentu, contoh: teknik naif, teknik perataan; teknik pemulusan, teknik dekomposisi, teknik trend, teknik Box-Jenkins (ARIMA-SARIMA).

2.4 Penelitian Terdahulu

Peramalan yang dilakukan oleh Mulyana (1998) menggunakan model ekonometrika dengan judul penelitian Keragaan dan Permintaan Beras Indonesia dan Prospek Swasembada Menuju Era Perdagangan Bebas. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dan meramalkan masa depan swasembada beras, dan mengkaji dampak alternatif kebijakan unilateral, multilateral, dan alternatif


(29)

non kebijakan terhadap penawaran dan permintaan beras, dan kesejahteraan pelaku ekonomi beras domestik.

Penelitian mengenai konsistensi maupun tingkat akurasi data produksi dan konsumsi beras BPS dilakukan oleh Akbar (2002). Penelitian tersebut memberi gambaran ringkas mengenai bagaimana jumlah produksi dan jumlah konsumsi beras dihitung oleh BPS. Hasilnya menunjukkan bahwa perbedaan tersebut disebabkan oleh laporan/estimasi produksi yang terlalu tinggi dibandingkan dengan konsumsi yang diperkirakan rendah. Estimasi produksi yang terlalu tinggi disebabkan karena data yang dikumpulkan oleh mantri tani setiap kecamatan merupakan data luas tanam yang potensial untuk ditanami padi, bukan luas panen aktual yang benar-benar menghasilkan tanaman padi.

Purwoko (2005) dalam penelitiannya yang berjudul Peramalan Produksi Beras Kualitas pada Strategic Business Unit Perberasan PT Pertani (persero) menyimpulkan bahwa metode peramalan yang paling sesuai untuk memperkirakan produksi beras dimasa yang akan datang adalah metode kausal, pada model regresi dengan data transformasi diperoleh metode peramalan dengan MSE terkecil, sedangkan dari metode time series, model yang paling baik untuk peramalan produksi beras kualitas PT Pertani adalah dengan metode holt-winters additive yang memiliki nilai MSE terkecil.

Pada tahun yang sama Farihah (2005) melakukan penelitian mengenai komoditi beras dengan judul Analisis Peramalan Produksi dan Konsumsi Beras Serta Implikasinya Terhadap Pencapaian Swasembada Beras di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitiannya adalah: metode naive, metode rata-rata sederhana, metode trend, metode rata-rata bergerak sederhana, metode pemulusan


(30)

13

eksponensial tunggal, metode brown, metode holt, dan metode ARIMA. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data produksi dan konsumsi beras. Hasil pengujian beberapa metode diperoleh metode ARIMA (1,1,1) sebagai metode terakurat. Hasil ramalan enam tahun yang akan datang menunjukkan data konsumsi yang cenderung meningkat dan data produksi yang cenderung berfluktuatif.

Penelitian tentang peramalan terhadap komoditi selain beras telah banyak dilakukan diantaranya Mardian (2005) yang judul penelitiannya Peramalan Ekpor Udang Beku (Frozen Shrimp) PT Central Pertiwi Bahari Processing Plant Unit 3 Muara Baru, Jakarta Utara. Dalam penelitiannya menggunakan tujuh metode peramalan, yaitu metode : rata-rata sederhana, rata-rata bergerak sederhana, metode pelicinan eksponensial tunggal, metode brown, metode winter multiplikatif, metode dekomposisi, dan ARIMA. Metode trend digunakan untuk mengetahui plot data udang beku dan membandingkan nilai MSE, MAPE, dan SE dengan ketujuh metode time series. Berdasarkan beberapa metode peramalan kuantitatif yang diuji, diperoleh alternatif metode peramalan kuantitatif terakurat, yaitu ARIMA (1,1,1).

Peramalan Permintaan Daging Ayam di PT Sierad Produce Tbk oleh Azmi (2004) yaitu untuk mengetahui permintaan daging ayam satu tahun yang akan datang dengan memilih metode peramalan kuantitatif yang terakurat. Penelitian ini menggunakan metode delphi, berdasarkan pertimbangan dan pengalaman tenaga ahli (konsultan) yang telah dipercaya perusahaan, yaitu dengan melihat kecenderungan permintaan selama satu tahun terakhir dan performance


(31)

permintaannya. Alternatif pemilihan metode peramalan terakurat adalah metode ARIMA, hal ini didasarkan dari nilai MSE, MAPE dan SE terkecil.

Berdasarkan referensi penelitian terdahulu penelitian mengenai peramalan harga beras di pulau Jawa dan Bali belum pernah dilakukan. Perbedaan penelitian ini adalah menggunakan data harga beras IR II mingguan di lima kota, yaitu Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan Bali). Alternatif pemilihan teknik peramalan time series untuk masing-masing kota besar bisa saja berbeda-beda. Selain itu penelitian ini juga menentukan faktor-faktor yang berpengaruh secara nyata terhadap harga beras di tingkat konsumen untuk masing-masing kota. Persamaannya dengan penelitian terdahulu adalah menggunakan beberapa teknik peramalan time series dan memilih alternatif teknik peramalan terakurat.


(32)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Tahapan Peramalan

Menurut Assauri (1984), ada tiga langkah peramalan yang dianggap penting. Pertama, menganalisa data yang lalu, dengan cara membuat tabulasi untuk dapat menemukan pola dari data tersebut. Kedua, menentukan metode peramalan yang akan digunakan sehingga dapat memberikan hasil yang tidak jauh berbeda dengan kenyataan yang terjadi atau metode yang menghasilkan penyimpangan terkecil. Ketiga, memproyeksi data yang lalu dengan menggunakan metode peramalan yang dipergunakan dengan mempertimbangkan beberapa faktor perubahan.

3.1.2 Identifikasi Pola Data

Henke, Reitsch dan Wichern (2003), salah satu aspek penting dari pemilihan teknik peramalan yang sesuai dari data time series adalah dengan memperhatikan jenis pola data yang berbeda. Ada empat jenis yang umum, yaitu: horizontal, trend, musiman dan siklik.

a. Pola horizontal

Pola horisontal terjadi ketika data observasi berfluktuasi disekitar mean atau tingkatan yang konstan

b. Pola trend

Pola trend muncul ketika observasi data menaik atau menurun pada periode yang panjang. Trend merupakan komponen jangka panjang yang


(33)

mewakili pertumbuhan atau penurunan pada deret waktu dari suatu periode yang diperluas.

c. Pola siklik (cyclus)

Pola data ini terjadi ketika observasi data memperlihatkan kenaikkan dan penurunan pada periode yang tidak tetap. Komponen siklik mirip fluktuasi gelombang di sekitar trend yang sering dipengaruhi oleh kondisi ekonomi. Fluktuasi siklik sering dipengaruhi oleh perubahan pada ekspansi dan kontraksi ekonomi, yang umum dikenal dengan siklik bisnis.

d. Pola musiman (seasonality)

Pola musiman muncul, apabila observasi data dipengaruhi oleh faktor musiman. Komponen musiman mengacu pada suatu pola perubahan yang berulang dengan sendirinya dari tahun ke tahun. Untuk deret triwulan, ada empat elemen musim, masing-masing satu untuk setiap triwulan. Variasi musiman mencerminkan kondisi cuaca, liburan, atau panjangnya hari bulan-kalender.

3.1.3 Teknik Peramalan Model Time Series

Teknik peramalan time series didasarkan atas penggunaan analisa pola hubungan antara variabel yang akan diperkirakan dengan variabel waktu yang merupakan data deret waktu (time series). Teknik-teknik yang digunakan dalam peramalan time series terdiri dari:

a. Teknik Rata-Rata Sederhana

Teknik rata-rata sederhana menggunakan rata-rata semua pengamatan histories yang relevan sebagai ramalan periode mendatang. Teknik yang tepat apabila gejolak yang membentuk deret waktu telah distabilkan dan lingkungan


(34)

17

dimana deret-deret berada secara umum tidak berubah. Teknik ini tidak terlalu memperhatikan fluktuasi dari deret waktu, cocok untuk data stasioner. Kekurangan dari metode ini adalah hanya mampu meramal satu periode ke depan serta kurang praktis karena peramal harus menyimpan seluruh data historisnya. Setiap penyusunan ramalan periode yang baru akan menggunakan data yang semakin banyak (Henke, Reitsch dan Wichern, 2003).

b. Teknik Rata-Rata Bergerak Sederhana (Moving Averages)

Teknik rata-rata bergerak digunakan untuk menghilangkan kekurangan pada teknik rata-rata sederhana. Teknik ini meramal periode yang akan datang menggunakan nilai rataan, mengeluarkan nilai dari periode yang lama dan memasukkan nilai dari periode terbaru dari sekelompok data yang jumlahnya konstan. Kelebihan teknik ini adalah fleksibel dengan jumlah data yang dimasukkan ke dalam nilai rataan sehingga dapat divariasikan sesuai dengan pola datanya. Teknik ini sangat cocok untuk data stasioner yang cenderung bergerak tidak menaik atau menurun (Makridakis et al.,1995).

c. Teknik Trend

Teknik trend menggambarkan pergerakkan jangka panjang didalam deret waktu yang seringkali dijelaskan sebagai garis lurus atau kurva halus. Teknik ini menunjukkan hubungan antara periode dan variabel yang diramal. pola data yang mengandung unsur musiman dapat dimasukkan dalam teknik ini.


(35)

d. Teknik Pemulusan Eksponensial

Teknik pemulusan eksponensial adalah prosedur yang dapat merevisi hasil ramalan secara kontinyu dengan menggunakan informasi terbaru. Teknik ini berdasarkan pemulusan yang menurun secara eksponensial. Prediksi dilakukan dengan memberi bobot yang lebih tinggi untuk informasi yang lebih baru. Teknik ini terdiri dari dua yaitu:

1. Teknik Pemulusan Eksponensial Tunggal

Teknik ini sangat cocok untuk pola data stasioner dan tidak efektif dalam menangani peramalan yang pola datanya memiliki komponen trend dan pola musiman. Teknik ini hanya menyimpan data terakhir, ramalan terakhir dan konstanta pemulusan (α) sehingga dapat mengurangi masalah penyimpanan data.

2. Teknik Pemulusan Eksponensial Ganda

Teknik ini menetapkan bahwa ramalan merupakan hasil dari perhitungan dua kali pemulusan eksponensial dengan tujuan mengatasi masalah data yang tidak stasioner dengan trend linear. Hasil yang diperoleh dari pemulusan eksponesial tunggal dilakukan pemulusan kembali dengan memberi bobot yang menurun secara eksponensial.

e. Dekomposisi

Dekomposisi adalah salah satu pendekatan yang berupaya mengidentifikasi faktor komponen yang mempengaruhi setiap nilai pada deret. Setiap komponen diidentifikasi secara terpisah. Proyeksi setiap komponen kemudian dapat dikombinasikan yang menghasilkan nilai ramalan masa depan deret waktu. Teknik ini digunakan hanya sekedar menampilkan pertumbuhan


(36)

19

dan penurunan suatu deret, atau untuk menyesuaikan deret dengan cara menghilangkan satu atau beberapa komponen. Secara umum Teknik dekomposisi dibagi atas dua macam yaitu dekomposisi aditif dan dekomposisi multiplikatif.

f. Teknik Box-Jenkins (ARIMA)

Teknik Box-Jenkins mengacu pada himpunan prosedur untuk mengidentifikasikan, mencocokkan dan memeriksa model ARIMA (autoregressive integrated moving average) dengan data deret waktu. Peramalan mengikuti langsung dari bentuk model disesuaikan (Henke dan Reitsch, 2003).

Prosedur Box-Jenkins terdiri dari beberapa langkah atau tahapan, yaitu identifikasi, estimasi, pemeriksaan diagnostik, dan peramalan.

1. Identifikasi

Identifikasi model adalah penentuan apakah deretnya stasioner atau tidak. Pada tahap ini, komponen trend dihilangkan dari deret dengan melakukan proses differencing (pembedaan) sehingga model sementara dapat diidentifikasi. Model umumnya berupa autoregressive, moving average, atau autoregressive-moving average (gabungan). Prosedur identifikasi biasanya dilakukan dengan mempelajari perilaku atau pola dari fungsi autokorelasi (ACF) dan autokorelasi parsial (PACF).

2. Estimasi Parameter Model

Pada tahap estimasi, pertama kali kita menghitung nilai estimasi awal untuk parameter-parameter dari model sementara kemudian dengan menggunakan program komputer melalui proses iterasi untuk memperoleh


(37)

nilai estimasi akhir. Walaupun ada beberapa formula untuk menghitung nilai estimasi awal, biasanya kita menggunakan nilai 0,1 sebagai koefisien estimasi untuk masing-masingΦ1,Φ2,...,Θ1,Θ2,... dan menggunakan nilai rata-rata (atau rata-rata sebagian) dari deret stasioner sebagai nilai estimasi awal konstanta.

3. Pemeriksaan Model

Setelah diperoleh persamaan untuk model sementara, pemeriksaan diagnostik dilakukan untuk menguji kecukupan dan kedekatan model dengan data. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menguji nilai residual ( dan dengan menguji signifikansi dan hubungan-hubungan antara parameter. Jika ada hasil uji yang tidak dapat diterima atau tidak memenuhi syarat, maka model dapat diperbaiki dengan mengulangi langkah-langkah sebelumnya.

) (

∧ − t t Y

Y

4. Peramalan

Model yang telah memadai dapat diintegrasikan (trend dimasukkan kembali ke dalam model) dan nilai ramalan untuk beberapa periode ke depan dapat diperoleh. Interval kepercayaan juga dapat dihitung untuk masing-masing titik ramalan.

3.1.4 Pemilihan Teknik Peramalan

Menurut Sugiarto dan Harijono (2000), terdapat beberapa kriteria yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam memilih teknik peramalan yang sesuai bagi data yang ingin diramal. Beberapa kriteria yang biasa dipakai adalah akurasi, jangkauan peramalan, biaya dan kemudahan dalam penerapan. Walaupun banyak ukuran akurasi peramalan tetapi tidak ada sebuah ukuran yang diakui secara


(38)

21

umum sebagai ukuran yang paling baik, karena setiap ukuran memiliki kelebihan dan kekurangan.

Ukuran akurasi yang sering digunakan adalah nilai mean square error (MSE). Teknik ini mengevaluasi akurasi peramalan dengan mengkuadratkan nilai kesalahan peramalan (error), hasilnya dijumlahkan dan dibagi dengan jumlah observasi. Pendekatan ini membebankan kesalahan peramalan yang besar, karena errornya dikuadratkan (Hanke Reitsch dan Wichern, 2003).

Mean absolut persentase galat (MAPE) dihitung dengan mencari jumlah nilai absolut galat di setiap periode, kemudian membaginya dengan pengamatan nilai aktual, dan kemudian absolut galat persentase. Pendekatan ini sangat bermanfaat apabila ukuran variabel peramalan merupakan hal yang sangat penting dalam pengevaluasian keakuratan peramalan. MAPE memberikan indikasi seberapa besar galat ramalan dibandingkan dengan nilai aktual deret data. Tekniknya secara khusus berguna jika nilai Yt yang besar. MAPE juga dapat digunakan untuk membandingkan keakuratan dari teknik yang sama atau teknik yang berbeda pada dua deret data yang berbeda (Makridakis et al, 1999).

3.1.5 Metode Kausal

Metode ini mencoba mengajukan variabel lain yang berkaitan dengan rangkaian data dan mengembangkan suatu model yang menyatakan adanya saling ketergantungan fungsional diantara semua variabel tersebut. Salah satu dari metode kausal adalah regresi. Analisis regresi yang digunakan dalam suatu model terdapat variabel tidak bebas (dependent-Y) dan variabel bebas (independent-X). Regresi sederhana mempunyai satu variabel tidak bebas (Y) dan satu variabel


(39)

bebas (X), sedangkan regresi berganda mempunyai satu variabel tidak bebas dan lebih satu variabel bebas.

3.1.6 Hipotesi Penelitian

1. Harga beras IR II tingkat konsumen untuk masing-masing kota dipengaruhi oleh harga tingkat produsen, harga beras IR II tingkat grosir, jumlah pasokan, stok bulog, dan impor beras.

2. Hubungan antara harga beras IR II tingkat konsumen dengan harga tingkat produsen adalah positif. Artinya jika terjadi kenaikkan harga tingkat produsen maka harga beras IR II tingkat konsumen akan naik, cateris paribus.

3. Hubungan antara harga beras IR II tingkat konsumen dengan harga tingkat produsen adalah positif. Artinya jika harga beras IR II tingkat grosir naik maka harga beras IR II akan naik, cateris paribus.

4. Hubungan antara jumlah pasokan dengan harga beras IR II tingkat konsumen adalah negatif. Artinya jika jumlah pasokan meningkat maka harga beras IR II akan turun, cateris paribus.

5. Hubungan antara stok bulog dengan harga beras IR II tingkat konsumen adalah negatif. Artinya jika stok bulog meningkat maka harga beras IR II tingkat konsumen akan turun, cateris paribus.

6. Hubungan antara impor beras dengan harga beras IR II tingkat konsumen adalah negatif. Artinya jika impor beras meningkat maka harga beras IR II tingkat konsumen akan turun, cateris paribus.


(40)

23

3.2 Kerangka Operasional Penelitian

Beras merupakan bahan pangan yang sangat penting di Indonesia, yaitu menyumbang lebih dari 60 persen konsumsi kalori pada masyarakat berpenghasilan rendah. Peningkatan harga beras yang cukup tinggi mempunyai dampak besar pada standar hidup konsumen. Penurunan harga beras terjadi karena pasokan yang berlebih pada saat musim panen. Kemungkinan lain adalah pelepasan stok lama, baik oleh pedagang maupun pelaku lain, yang dikumpul sejak lama. Adanya aktivitas ilegal berupa masuknya beras selundupan juga ikut menekan harga beras domestik. Menurunnya harga beras domestik diduga karena masuknya beras impor di pasar domestik. Fluktuasi harga beras IR II yang begitu cepat dan tidak adanya kepastian menuntut perlunya dilakukan peramalan harga.

Langkah awal yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mengindentifikasi pola data mingguan harga beras IR II dalam plot harga terhadap waktu. Dengan melakukan plot harga tersebut akan dapat diduga pola data sementara, apakah pola data tersebut memiliki pola stasioner, trend, musiman maupun siklik.

Berdasarkan plot data tersebut, kemudian dilakukan penerapan metode peramalan kuantitatif yaitu metode time series. Teknik time series yang digunakan, yaitu teknik rata-rata sederhana (simple average), teknik rata-rata bergerak sederhana (simple moving average), teknik trend, teknik pelicinan eksponensial tunggal (single exsponential smoothing), teknik brown, teknik winter, teknik dekomposisi, dan teknik ARIMA atau SARIMA. Untuk mendapatkan hasil ramalan yang baik dan akurat dilakukan pemilihan teknik


(41)

peramalan berdasarkan nilai MSE terkecil. Semakin kecil nilainya maka akan semakin baik, karena mendekati nilai aktualnya.

Tahap selanjutnya yaitu evaluasi model peramalan harga beras terbaik. Selain teknik time series dalam penelitian ini juga digunakan teknik kausal yakni analisis regresi berganda. Analisis regresi berganda ini digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang berpengaruh secara nyata terhadap harga beras IR II ditingkat konsumen di masing-masing kota besar

Tahap akhir dari penelitian ini adalah mengimplikasikan hasil. Peramalan akan memberikan informasi yang relevan untuk mengetahui harga beras dimasa yang akan datang sehingga memberikan informasi yang berguna dalam menyusun perencanaan dan pengambilan keputusan. Kebijakan dapat mengacu pada variabel-variabel independen pada model regresi berganda yang berpengaruh secara nyata terhadap fluktuasi harga beras IR II tingkat konsumen.


(42)

25

. ...

.

Kebutuhan Terhadap Metode Peramalan Terbaik dan Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Harga Beras

Evaluasi Model Peramalan Harga Beras Terbaik Hasil dan Implikasinya

Identifikasi Pola Data Harga Beras IR II

Metode Kausal

(Regresi Berganda)

Metode Time Series

ƒ Teknik trend

ƒ Teknik rata-rata sederhana (simple average)

ƒ Teknik rata-rata bergerak sederhana (simple moving average)

ƒ Teknik pelicinan eksponensisl tunggal (single exsponential smoothing)

ƒ Teknik Brown,

ƒ Teknik Winter

ƒ Teknik dekomposisi

ƒ Teknik ARIMA-SARIMA.

Fluktuasi harga beras IR II yang begitu cepat dan tidak ada kepastian dimasa datang.


(43)

4.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder diperoleh dari Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian berupa data perkembangan harga beras mingguan di lima kota besar, data bulanan harga tingkat produsen dan jumlah pasokan. Data sekunder lainnya diperoleh dari Badan Urusan Logistik (Bulog) berupa data bulanan impor, cadangan beras dalam negeri, harga beras IR II tingkat grosir Data mingguan yang dianalisis dari bulan Oktober 2004-Juli 2006 dengan jumlah data sebanyak 100 observasi, sedangkan untuk data bulanan yang dianalisis dari Januari 2001-Mei 2006 dengan jumlah data sebanyak 65 observasi.

4.2 Pengolahan dan Teknik Analisis Data

Pengolahan dan analisis data kuantitatif yang diperoleh menggunakan

software Minitab versi 14 Release. Pertimbangan penggunaan program tersebut

karena lebih mudah dalam pengoperasiannya dan output komputer yang disajikan lebih lengkap. Pengolahan data dilakukan selama tiga bulan yaitu dari bulan Januari sampai Maret 2007.

4.2.1 Identifikasi pola data harga beras IR II

Tahap pertama dari pengolahan data adalah menyajikan serial data harga beras mingguan dalam plot harga terhadap waktu. Dengan melakukan plot harga tersebut akan dapat diduga pola data sementara, sehingga nantinya akan diketahui jenis pola data stasioner, trend, musiman atau siklik. Tujuan membuat plot serial


(44)

27

data adalah sebagai pertimbangan awal yang membantu dalam pemilihan metode peramalan kuantitatif dan mengamati kecenderungan fluktuasi pola harga beras IR II dari bulan Oktober 2004 - Juli 2006.

4.2.2 Metode Peramalan Series

Metode peramalan time series yang akan digunakan terdiri dari teknik rata-rata sederhana (simple average), teknik rata-rata bergerak sederhana (simple moving average), teknik trend, teknik pelicinan eksponensial tunggal (single exsponential smoothing), teknik Brown, teknik Winter, teknik dekomposisi dan teknik ARIMA atau SARIMA. Teknik peramalan time series yang memiliki nilai MSE terkecil akan direkomendasikan sebagai metode peramalan terbaik.

a. Teknik Rata-Rata Sederhana

Teknik rata-rata sederhana menggunakan pendekatan dimana ramalan merupakan perhitungan kumulatif nilai rataan dari seluruh data masa lalu yang dimiliki. Persamaannya adalah :

t = +1 ∑ Xi / t

t Y

i=1 Dimana :

= Nilai ramalan untuk satu periode ke depan ∧

t Y +1

Xi = Nilai aktual pada waktu ke-i t = Jumlah periode data histories

b. Teknik Rata-Rata Bergerak Sederhana

Langkah kerja dalam mengaplikasikan teknik rata-rata bergerak sederhana adalah sebagai berikut :


(45)

1. Menentukan ordo dan bobot rata-rata bergerak. Ordo dari rata-rata bergerak jumlah data masa lalu yang dimasukkan ke dalam rataan yang disimbolkan dengan (n).

2. Menetapkan persamaan teknik peramalan.

t ∧

= 1/n Yt+1 ∑ Xi i= t - n + 1

Dimana :

= Nilai ramalan untuk satu periode ke depan ∧

t Y +1

Xi = Nilai aktual pada waktu ke-i n = Ordo dari rata-rata bergerak

c. Teknik Trend

Teknik trend yang akan digunakan adalah teknik trend linier, trend kuadratik, pertumbuhan eksponensial. Persamaan ramalan dengan teknik trend adalah sebagai berikut :

) (

1 t b a Yt = +

∧ 1. Trend linier :

2 2 1 (t) b (t) b

a

Yt = + + ∧

2. Trend kuadratik :

3. Trend eksponensial : LnYt= a + b

( )

t

d. Teknik Pelicinan Eksponensial Tunggal

Persamaan dalam teknik pelicinan eksponensial tunggal dapat dihitung melalui :


(46)

29

Y

(

)

t

t

t Y Y

α

α + −

=

+1 1

t t t

t Y Y Y

Y 1 α ⎟

⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − + = ∧ +

( )

t

t

t Y

Y + = +α ε ∧

1

Dimana :

= Nilai ramalan pada periode ke-t t

Y

Yt+1 = Nilai ramalan pada periode ke t+1 = Kesalahan ramalan

t

ε

α = Koefisien pelicinan

e. Teknik Pelicinan Eksponensial Ganda (Brown)

Teknik pelicinan eksponensial dari Brown menetapkan bahwa ramalan merupakan hasil dari perhitungan dua kali pelicinan secara eksponen. Cara pelicinannya ialah dengan pengambilan perbedaan antara nilai-nilai tunggal yang dilicinkan, agar diselaraskan dengan bentuk trend. Persamaan-persamaan dalam teknik ini adalah :

( )

m

b a Yt+m = t + t

(

1−

)

−1

+

= t t

t S S

S α α

(

)

(2)

1 )

2 (

1−

+

= t t

t S S

S α α

at = 2 St – St(2)


(47)

Dimana :

St = Pelicinan tahap 1 S(2)t = Pelicinan tahap 2

α = Koefisien pelicinan at = Nilai penyesuaian intersep bt = Nilai penyesuaian trend (slope) Yt+ = Nilai ramalan periode t+m

m

m = Jumlah periode ke depan

f. Teknik Winter

Teknik ini menghasilkan ramalan yang lebih cocok dan tepat untuk pola data historis yang memiliki pola trend linear dan pola musiman. Persamaan-persamaan dalam teknik ini adalah :

St = α (Xt /It-L) + (1 – α) (S’t-1 + Tt-1) Tt = β (St - St-1) + (1 – β) Tt - 1

It = (X / St) +(1 – ) It-L = (St + Tt-L+ m)

Dimana :

= Ramalan untuk m periode ke depan m

t Y +

L = Banyaknya periode dalam satuan waktu (tahun)

St = Pelicinan terhadap desseasonalized data pada periode t Tt = Pelicinan terhadap dugaan trend pada periode t

It = Pelicinan terhadap dugaan musim pada periode t m

t Y +


(48)

31

It-L = Pelicinan terhadap dugaan musim pada periode t telah dikurangi oleh banyaknya periode dalam satuan waktu

α = Koefisien pelicinan untuk St (0 < α < 1)

β = Koefisien pelicinan untuk trend (0 < β < 1) = Koefisien pelicinan untuk musiman (0 < < 1)

g. Teknik Dekomposisi

Teknik dekomposisi berupaya memisahkan berbagai komponen yang mempengaruhi pola perilaku deret data. Pemisahan (dekomposisi) ini bertujuan untuk membantu pemahaman atas deret data sehingga dapat dicapai keakuratan peramalan yang lebih baik. Komponen yang mempengaruhi deret data dapat dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu : trend, musiman, siklus, dan faktor acak. Apabila dalam data harga beras IR II terdapat komponen-komponen tersebut dalam suatu deret data, maka penggunaan deret dekomposisi akan memberikan hasil peramalan yang cukup akurat. Secara umum persamaannya adalah :

Yt = fungsi (St, Tt, Ct) dan Rt

Bila variasi musim data historis menurun atau meningkat, fungsi data historis dapat berbentuk multiplikatif sebagai berikut :

Yt = St . Tt . Ct. Rt

Sedangkan jika data historis konstan, fungsinya dapat berupa aditif, yaitu :


(49)

Yt = St + Tt + Ct + Rt

Dimana :

Yt = Nilai aktual pada periode t

St = Komponen musiman pada waktu t Tt = Komponen trend pada waktu t Ct = Komponen siklus pada waktu t Rt = Komponen acak pada waktu t

h. Teknik Box-Jenkins (ARIMA-SARIMA)

Menurut Sugiarto dan Harijono (2000), dalam ARIMA terbagi atas mode MA (moving average), AR (auto regressive), ARMA (auto regressive moving average), dan ARIMA (auto regressive integrated moving average). Persamaan model-model tersebut adalah :

1. Model AR

Yt = bo + b1 Yt-1 + b2 Yt-2 + … + bp Yt-p + et

Dimana :

Yt = Nilai series yang stasioner Yt-1..Yt-p = Nilai sebelumnya

bt-1..bt-p = Konstanta dan koefisien model et = Kesalahan peramalan

p = Merupakan bilangan asli tak terhingga (1,2,3, …dst)

2. Model MA


(50)

33

Dimana :

Yt = Nilai series yang stasioner et = Kesalahan peramalan et-1.... et-q = Kesalahan masa lalu

a0, a1…aq = Konstanta dan koefisien model

q = Merupakan bilangan asli tak terhingga (1, 2, 3, …dst)

3. Model ARMA

Yt = b0 + b1 Yt-1 … + bp Yt-p + et - a1 et-1 - … - aq et-q

Dimana :

Yt = Nilai series yang stasioner Yt-1 … Yt-p = Nilai sebelumnya

et-1 … et-q = Kesalahan masa lalu

b0, b1, bp, a1, aq = Konstanta dan koefisien model et = Kesalahan peramalan

bt-1 … bt-p = Konstanta dan koefisien model

p dan q = Merupakan bilangan asli tak terhingga (1, 2, 3, …dst)

4. Model ARIMA

Deret data tersebut dapat dijadikan stasioner dengan melakukan proses defferencing. Jumlah berapa kali dilakukan proses differencing (d) menunjukkan tingkat diferensiasi model. Proses diferensiasi ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Misalkan Yt tidak stasioner, kemudian dibuat


(51)

differensiasi tingkat satu Yt = Yt - Yt-1, ternyata diperoleh nilai Zt stasioner. Dalam model ini dapat digunakan suatu simbol alternatif yang dinamakan backward shif operator (B). Operator B yang diletakkan pada suatu variabel berarti menggeser nilai variabel tersebut satu periode ke belakang (Mulyono, 2000).

Yt-1 = BYt ……… persamaan (1) Yt-2 = BYt-1

= BBYt

= B2Yt ………... persamaan (2)

Dengan demikian proses differensiasi dapat ditulis sebagai berikut :

Zt = Yt - Yt-1 = Yt - BYt

= (1 – B) Yt ………... persamaan (3)

(1 – B) dapat disebut sebagai first order difference

Wt = Zt - Zt-1

Zt = (Yt - Yt-1) - (Yt-1 - Yt-2) Zt = Yt - 2Yt-1 + Yt-2

Memasukkan persamaan (1) dan (2), maka diperoleh : = (1 – 2B + B2) Yt

= (1 – B2) Yt ………. persamaan (4) (1 – B2) disebut sebagai second order difference


(52)

35

Dimana :

Yt = Nilai series yang tidak stasioner

Yt-1 dan Yt-2 = Nilai series yang tidak stasioner pada periode sebelumnya Zt = Nilai differensiasi tingkat satu

Wt = Nilai differensiasi tingkat dua

et = Simbol alternatif untuk perkalian (backward shift operator)

Menggunakan operator B, secara umum model ARIMA (p, d, q) dapat ditulis sebagai berikut :

ARIMA (p, d, q) = b(B) (1 – B)dYt = b0 + a(B) et

Dimana :

p = Menunjukkan ordo/derajat autoregressive (AR)

d = Menunjukkan ordo/derajat differencing (pembeda) q = Menunjukkan ordo/derajat moving average (MA)

b(B) = 1 – b1B – b2B2 - … - bpBp a(B) = 1 – a1B – a2B2 - … - aqBq

Simbol-simbol yang digunakan dalam model dapat juga dinyatakan dalam bentuk lain seperti MA (2) sama artinya dengan ARIMA (0,0,2), AR (1) sama artinya dengan ARIMA (1,0,0) dan ARMA (1,2) sama artinya dengan ARIMA (1,0,2). Model AR menggambarkan bahwa variabel terikat itu sendiri pada periode-periode sebelumnya. Perbedaan dengan model MA


(53)

adalah pada jenis variabel tidak terikat. Variabel tidak terikat pada model AR adalah nilai sebelumnya (lag) dari variabel terikat (Yt) itu sendiri sedangkan pada model MA adalah nilai residual pada periode sebelumnya (sugiarto dan Harijadi, 2000).

Untuk pola data yang unsur musiman, secara khusus dapat digunakan model seasonal ARIMA. Apabila data harga beras IR II yang diperoleh mempunyai unsur musiman, maka model seasonal ARIMA dapat digunakan. Unsur musiman dapat dihilangkan dengan seasonal differencing. Jika datanya merupakan data bulanan maka bentuk seasonal differencing adalah :

Zt = Yt - Yt-12 = (1 – B12) Yt

Dengan demikian, secara umum notasi model ARIMA yang diperluas dengan memperlihatkan unsur musiman adalah sebagai berikut :

SARIMA (p,d,q)(P,D,Q)L

Dimana :

(p,d,q) = Merupakan bagian non seasonal (P,D,Q) = Merupakan bagian seasonal L = Banyaknya periode dalam setahun p = Menunjukkan orde AR

q = Menunjukkan ordo MA

d = Tingkat perbedaan(differencing) untuk memperoleh data stasioner


(54)

37

Pola fluktuasi harga beras diidentifikasi dengan analisa visual terhadap grafik (plot data) harga beras IR II dari waktu ke waktu. Untuk melihat ada unsur trend atau musiman dalam deret data harga beras IR II secara formal dilakukan dengan mempelajari plot auto korelasi (ACF) dan plot auto korelasi parsial (PACF) dari data tersebut.

Plot auto korelasi dilakukan untuk menunjukkan keeratan hubungan antara nilai variabel yang sama pada periode waktu yang berbeda. Identifikasi pola data melalui koefisien korelasi berdasarkan :

a. Apabila nilai auto korelasi pada time lag dua periode atau tiga periode tidak berbeda nyata dari nol, maka data tersebut adalah data stasioner. b. Apabila nilai auto korelasi pada beberapa time lag pertama secara

berurutan berbeda nyata dari nol, maka data tersebut adalah data yang menunjukkan pola trend.

c. Apabila nilai koefisien auto korelasi pada beberapa time lag yang mempunyai jarak yang sistematis berbeda nyata dari nol, maka data tersebut adalah data dengan komponen musiman. Koefisien auto korelasi perlu diuji untuk menentukan apakah secara statistik nilainya berbeda secara signifikan dari nol atau tidak (Sugiarto dan Harijadi, 2000).

Peramalan dengan menggunakan tiga tahapan yeng terpisah. Tahap– tahap tersebut adalah tahap identifikasi model, tahap pengestimasian dan pengujian model, serta tahap penerapan model peramalan.

Tahap 1. Identifikasi Model

Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap pertama ini adalah sebagai berikut:


(55)

a. Menentukan serial data yang digunakan bersifat stasioner atau tidak. Data yang stasioner dapat diketahui dengan melihat nilai-nilai koefisien auto korelasinya. Apabila nilainya turun dengan cepat atau mendekati nol sesudah auto korelasi kedua atau ketiga, maka data tersebut bersifat stasioner. Untuk menghitung nilai auto korelasi digunakan rumus di bawah ini :

n-k

∑ (Yt – Y) (Yt+k – Y) i = 1

Ik =

n - ∑ (Yt – Y)2 i = 1

Dimana :

Ik = Koefisien auto korelasi pada waktu lampau k Yt = Nilai pengamatan pada periode t

Yt+k = Nilai pengamatan pada periode t+k Y = Rataan nilai dari data deret waktu

Apabila data tidak bersifat stasioner yang ditunjukkan oleh nilai-nilai auto korelasi yang tidak turun ke nol dan bersifat positif, maka dilakukan pembedaan (differencing) data asli hingga data bersifat stasioner. Pembedaan dilakukan dengan jalan mengurangkan data periode t dengan data periode sebelumnya (t-1). Dasar penyusunan asumsi ini karena umumnya data ekonomi memiliki derajat integrasi sama dengan satu.


(56)

39

b. Setelah data bersifat stasioner, nilai-nilai auto korelasi dan auto korelasi parsial dibandingkan dengan distribusi untuk berbagai model ARIMA yang sesuai. Auto korelasi ialah istilah yang digunakan untuk menjelaskan asosiasi atau ketergantungan bersama (mutual dependence) antara nilai-nilai suatu deret berkala yang sama pada periode waktu yang berlainan. Auto korelasi sama dengan korelasi, tetapi pada auto korelasi berhubungan dengan deret untuk time lag yang berbeda. Pada umumnya jika auto korelasi secara ekponensial melemah menjadi nol berarti proses AR, dan jika auto korelasi parsial yang melemah secara eksponensial berarti terjadi proses MA. Sedangkan jika keduanya melemah, berarti terjadi proses ARMA. Untuk mengidentifikasi derajat proses atau ordo (nilai p dan q) dapat dilihat dengan menghitung jumlah koefisien auto korelasi (untuk MA) dan auto korelasi parsial (untuk AR) yang secara signifikan berbeda dari nol.

Tahap 2. Estimasi dan Pengujian Model

Tahap kedua adalah penafsiran dan pengujian model. Ada dua cara untuk mendapatkan parameter model ARIMA, yaitu :

a. Secara trial and error (mencoba-coba), yaitu menguji beberapa nilai yang berbeda dan memilih nilai-nilai tersebut yang meminimumkan jumlah kuadrat nilai sisa.

b. Perbaikkan secara iteratif, yaitu memilih taksiran awal dan kemudian memperguanakan komputer untuk memperhalus penaksiran tersebut secara iteratif.


(57)

Kemudian tahap ini dilanjutkan dengan menguji kelayakan model beserta parameter yang telah dipilih. Pengujian dapat dilakukan dengan menghitung koefisien auto korelasi dari nilai kesalahan. Model layak jika koefisien auto korelasi nilai kesalahan bersifat random dan secara signifikan tidak berbeda dari nol. Apabila pada nilai sisa masih terdapat pola-pola tertentu, maka diperlukan permodelan kembali pada tahap 1 sampai diperoleh nilai sisa yang random.

Uji signifikasi koefisien auto korelasi dan auto korelasi parsial dilakukan dengan persamaan berikut:

-Zα/2 (1 / √ n) < rk < Z α/2 (1 / √ n )

Dimana :

Z =Luas daerah di bawah kurva normal, untuk taraf nyata (α = 5%) derajat Z2,5% = 1.96

rk = Koefisien auto korelasi dan auto korelasi parsial pada selang waktu k n = Jumlah observasi

α = Derajat bebas

Selain itu untuk memperkuat bahwa model yang ditentukan telah tepat, dapat dilihat dari kesalahan acak murni yang bebas sesamanya. Hal ini dapat diketahui dengan melakukan uji statistik Khi-kuadrat ( ), yakni dengan menggunakan uji Box-Pierce. Rumus yang digunakan adalah :

2

χ

m Q = n ∑ r k2 k=1


(58)

41

Dimana :

n = Banyaknya data time series

m = Jumlah selang maksimum yang diuji

rk = Koefisien auto korelasi sampel dari residual ke-k

Menurut Makridakis et al (1999), model dapat diterima apabila nilai X2 lebih kecil dari nilai X2 tabel pada peluang 95 persen (α = 5%) dengan derajat bebas (df) m-p-q. Apabila nilainya lebih besar maka harus diulang kembali mulai dari tahap 1. Jika menggunakan program minitab maka nilai X2 sudah dihitung, jadi hanya membandingkan dengan nilai X2 tabel.

Tahap 3. Peramalan dengan Model

a. Setelah model yang sesuai diperoleh, kita dapat membuat peramalan untuk satu atau beberapa periode yang akan datang. Dalam estimasi ini interval keyakinan dapat ditentukan. Pada umumnya semakin jauh peramalan, maka interval keyakinannya semakin besar. Peramalan dan interval dihitung dengan metode Box-Jenkins.

b. Dengan semakin banyak data yang tersedia, model yang sama dapat digunakan untuk mengubah peramalan dengan cara memilih waktu awal yang lain.

c. Jika suatu deret waktu kelihatannya berubah sepanjang waktu, maka parameter model tersebut mungkin membutuhkan perhitungan ulang atau keseluruhan model mungkin harus diperbaiki.


(59)

Jika didapatkan perbedaan besar pada kesalahan peramalan (error), maka parameter-parameter tersebut membutuhkan penghitungan ulang, sehingga harus mengulang lagi tahap 1 dan 2, hal ini menunjukkan bahwa keseluruhan model harus diperbaiki.

Sebelum melakukan peramalan dengan penyamaan akhir, perlu untuk melaksanakan berbagai tes diagnostik dalam mencocokkan kebaikkan dari model. Jika model tidak sesuai, tes juga dapat dilakukan dengan mencari cara untuk mendapatkan model yang lebih baik. Untuk mendapatkan suatu model yang baik, dapat dilakukan dengan kondisi sebagai berikut :

1. Proses iterative harus memusat, ini berarti proses dapat berhenti ketika tidak ada perkiraan-perkiraan dalam parameter (dengan perubahan relatif kurang dari 0,001).

2. Kondisi-kondisi data observasi stasioner harus terpenuhi.

3. Residual (kesalahan dalam peramalan) harus acak dan dibagikan secara normal.

4. Semua perkiraan parameter harus dengan mantap berbeda dari nol (dengan t- rasio perbandingan yang signifikan).

5. Model harus ringkas dengan bentuk yang paling sederhana 6. Model mempunyai nilai MSE yang terkecil.

4.3 Pemilihan Model Peramalan Kuantitatif Terakurat

Pemilihan model peramalan kuantitatif terakurat dilakukan dengan cara membandingkan beberapa teknik yang telah diterapkan untuk dapat menentukan


(60)

43

salah satu teknik yang terbaik dalam meramalkan harga beras IR II . Rumus nilai kesalahan peramalan pada periode ke-t adalah :

et = Xt - Ft

Dimana :

et = Nilai kesalahan peramalan (error) pada periode ke-t Xt = Nilai aktual pada periode ke-t

Ft = Nilai ramalan periode ke-t

Metode peramalan yang memiliki nilai MSE paling kecil mengandung pengertian bahwa semakin kecil nilai MSE suatu peramalan, maka hasil ramalan tersebut akan semakin mendekati nilai aktualnya (forecasting power semakin kuat). Nilai MSE dirumuskan :

n

MSE = [ ∑ et2 ] / n i=1

4.4 Teknik Kausal

Teknik kausal yang digunakan adalah regresi berganda. Model regresi berganda ini terdiri dari variabel dependen (Y) yaitu harga beras dan variabel independen (X) yaitu harga gabah kering giling, harga beras IR II tingkat grosir, jumlah pasokan, cadangan beras bulog, impor beras , lag harga. Persamaan regresi berganda untuk harga beras IR II tingkat konsumen adalah :


(61)

X

... X

X X

o

Yt 1 1t 2 2t 3 3t x kt

^

t

ε β

β β

β

β + + + + +

= Dimana:.

Yt = Harga beras IR IIdi tingkat konsumen di masing-masing kota ke i (Rp) pada periode ke t

X1t = Harga tingkat produsen (Rp) pada periode ke t

X2t = Harga beras IR II tingkat grosir (Rp) pada periode ke t

X3t = Jumlah pasokan beras di Pasar Induk Cipinang (Ton) pada periode ke t X4t = Cadangan beras bulog (Ton) pada periode ke t

X5t = Jumlah impor beras (Ton) pada periode ke t X6t = Lag harga (Rp.) pada periode ke t

β/log β0= Intersep

β1 = Pengaruh harga tingkat produsen terhadap harga beras IR II ditingkat konsumen ke- i

β2 = Pengaruh harga beras IR II tingkat grosir terhadap harga beras IR II ditingkat konsumen ke- i

β3 = Pengaruh jumlah pasokan beras di Pasar Induk Cipinang terhadap harga beras IR II ditingkat konsumen ke- i

β4 = Pengaruh cadangan beras bulog terhadap harga beras IR II ditingkat konsumen ke- i

β5 = Pengaruh jumlah impor beras terhadap harga beras IR II ditingkat konsumen ke- i


(62)

45

Galat baku taksiran adalah standar deviasi dari residual. Hal ini mengukur penyebaran nilai Y dari fungsi regresi disesuaikan.

MSE k n SSE k n Y Y

Syxs =

− − = − − − =

∧ 1 1 ) ( 2 , . Dimana :

n = Jumlah observasi

k = Jumlah variable bebas dalam fungsi regresi SSE = Jumlah kuadrat residual

MSE = Mean kuadrat residual

Pada model regresi berganda, hipotesisnya adalah

H0 : β1 =β2 = β3 =….=βk = 0 H1 : paling tidak salah satu βj ≠ 0

Signifikan regresi di uji melalui rasio F : F = MSR /MSE dengan df = k, n – k – 1. Daerah penolakan pada level signifikan α, adalah Jika F > Fα maka semua prediktor secara bersama-sama signifikan terhadap variabel dependen, dimana Fα adalah titik persentase diatas α dari distribusi F dengan derajat bebas.

. Uji t dilakukan dengan membanding t-hitung dari suatu prediktor dengan t-tabel (tα ,n - k ). Jika t-hitung > t-tabel maka prediktor tersebut signifikan. Asumsi OLS pada metode analisis regresi berganda adalah sebagai berikut :

a. Model linear (dalam parameter), tidak terdapat autokorelasi. 1

, 2

1=k δ =nk


(63)

b. Error bersifat random, menyebar normal dengan mean nol. c. Tidak ada multikolinieritas diantara indipenden variabel d. Ragam error konstan (homoskesdastisitas).

Nilai R2 = 1 menyatakan bahwa semua observasi Y jatuh tepat pada fungsi regresi yang disesuaikan dan semua variasi respon dijelaskan oleh regresi. Nilai R2 = 0 bermakna yaitu SSR = 0, dan tidak satupun variasi pada Y yang dijelaskan oleh regresi. Koefisien determinasi dirumuskan sebagai berikut :

Yˆ=Y

− − − = − = − − = = 2 2 2 2 2 ) ( ) ˆ ( 1 1 ) ( ) ˆ ( Y Y Y Y SST SSE Y Y Y Y SST SSR R

Hubungan linier antara dua atau beberapa variabel bebas disebut multikolinieritas. Kekuatan multikolinieritas diukur melalui Variance Inflation Factor (VIF).

Jika VIF > 10 maka model dugaan ada masalah multikolinieritas. k

j

Rj , 1,2,..., 1 1 2 = − = VIF


(64)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Identifikasi Pola Data

Identifikasi pola data dilakukan untuk menentukan jenis data pada deret waktu (time series) harga beras IR II di lima kota besar yaitu Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Denpasar dengan metode peramalan yang akan digunakan. Data harga beras IR II tingkat konsumen yang dianalisis berupa data mingguan dari bulan Oktober 2004 sampai bulan Juli 2006 dengan jumlah observasi 100 data. Identifikasi plot data harga beras IR II untuk masing-masing kota adalah sebagai berikut :

5.1.1 Identifikasi pola data terhadap Harga Beras IR II di Jakarta

Identifikasi terhadap plot data time series harga beras IR II di Jakarta menunjukkan adanya unsur trend yang meningkat. Hal ini dapat dilihat dari data mingguan yang berfluktuasi dari periode ke-1 (Oktober 2004) sampai periode 27 (April 2005), harga beras IR II mengalami peningkatan, namun pada periode 28 (April-II 2005) sampai periode 34 (Mei-III 2005), harga beras IR II mengalami penurunan. Begitu juga yang terjadi pada periode 35 (Mei-IV 2005) sampai dengan periode akhir (Juli-V 2006), harga beras IR II cenderung tidak stabil karena harga beras IR II naik turun dengan cepat. Harga beras IR II tertinggi terjadi pada periode 76 (Februari-III 2006) dengan tingkat harga Rp 4.780 per kg dan harga beras IR II terendah terjadi pada periode I (Oktober-I 2004) dengan tingkat harga Rp 3.030 per kg. Plot data harga Beras IR II di Jakarta juga mengandung unsur musiman bila diamati dalam jangka pendek. Plot data harga beras IR II di Jakarta untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5.


(65)

0 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 6,000

1 10 19 28 37 46 55 64 73 82 91 100

Periode (mingguan)

H

a

rg

a

B

e

ra

s

IR

II

(

R

p

)

Gambar 5 Plot Data Harga Beras IR II di Jakarta

Plot autokorelasi untuk harga beras IR II di Jakarta menunjukkan pola data yang tidak stasioner. Hal ini dapat diketahui dari beda kala pertama dari beberapa beda kala yang masih berbeda nyata dengan nol dan plot ACF yang menunjukkan data awal yang menurun lambat dan plot PACF yang cut off. Data yang tidak stasioner ini dapat diatasi dengan melakukan pembedaan. Data harga beras IR II di Jakarta telah menunjukkan pola data stasioner pada pembedaan kedua dimana setelah beda kala keempat koefisien autokorelasi sama dengan nol. Plot ACF dan PACF untuk data harga beras IR II di Jakarta dapat dilihat pada Lampiran 7 .

5.1.2 Identifikasi pola data terhadap Harga Beras IR II di Bandung

Harga beras IR II di Bandung menunjukkan pola data trend yang meningkat. Pada awal periode (Oktober-1 2004) sampai dengan periode 12 (Desember-IV 2004), harga beras IR II stabil pada tingkat harga Rp 2.700 per kg. Kemudian harga beras IR II mulai menunjukkan peningkatan dan penurunan sampai dengan periode akhir (Juli-V 2006). Penurunan dan peningkatan harga


(1)

Lampiran 15 Output Minitab Hasil Perhitungan ARIMA (0,1,1)

ARIMA Model: SURABAYA

Estimates at each iteration

Iteration SSE Parameters

0 221524 0.100 14.635

1 213366 0.250 12.111

2 212956 0.290 11.399

3 212955 0.292 11.350

4 212955 0.292 11.347

Relative change in each estimate less than 0.0010

Final Estimates of Parameters

Type Coef SE Coef T P

AR 1 0.2921 0.0972 3.01 0.003

Constant 11.347 4.709 2.41 0.018

Differencing: 1 regular difference

Number of observations: Original series 100, after differencing

99

Residuals: SS = 212935 (backforecasts excluded)

MS = 2195 DF = 97

Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic

Lag 12 24 36 48

Chi-Square 7.3 20.5 34.5 43.2

DF 10 22 34 46

P-Value 0.692 0.551 0.442 0.592


(2)

Lampiran 16 Output Minitab Hasil Perhitungan ARIMA (2,1,0)

ARIMA Model: DENPASAR

Estimates at each iteration

Iteration SSE Parameters

0 442772 0.100 0.100 14.625

1 396652 0.250 -0.032 14.261

2 373206 0.400 -0.165 13.894

3 369983 0.476 -0.232 13.705

4 369975 0.480 -0.235 13.694

5 369975 0.480 -0.236 13.693

Relative change in each estimate less than 0.0010

Final Estimates of Parameters

Type Coef SE Coef T P

AR 1 0.4801 0.0992 4.84 0.000

AR 2 -0.2356 0.0992 -2.37 0.020

Constant 13.693 6.239 2.19 0.031

Differencing: 1 regular difference

Number of observations: Original series 100, after differencing

99

Residuals: SS = 369906 (backforecasts excluded)

MS = 3853 DF = 96

Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic

Lag 12 24 36 48

Chi-Square 11.4 26.4 30.2 30.8

DF 9 21 33 45

P-Value 0.252 0.191 0.610 0.947


(3)

Lampiran 17 Output Analisis Regresi Berganda untuk Kota Jakarta

The regression equation is

Yjkt = 268 + 0.083 X1 + 0.493 X2 + 0.00271 X3 - 0.000110 X4 + 0.000680 X5 + 0.413 X6

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 267.7 102.5 2.61 0.011 X1 0.0827 0.1145 0.72 0.473 4.9 X2 0.49274 0.07909 6.23 0.000 9.4 X3 0.002711 0.001331 2.04 0.046 2.2 X4 -0.00010988 0.00007679 -1.43 0.158 1.2 X5 0.0006802 0.0003427 1.99 0.052 1.4 X6 0.41266 0.07980 5.17 0.000 7.4 S = 97.7045 R-Sq = 95.3% R-Sq(adj) = 94.9%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 6 11157192 1859532 194.79 0.000 Residual Error 57 544132 9546

Total 63 11701324

Durbin-Watson statistic = 1.78355

Lampiran 18 Output Analisis Regresi Berganda untuk Kota Bandung

The regression equation is

Ybdg = 278 - 0.134 X1 + 0.647 X2 + 0.00245 X3 - 0.000119 X4 - 0.000126 X5 + 0.326 X6

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 278.3 117.2 2.37 0.021 X1 -0.1337 0.1337 -1.00 0.322 4.9 X2 0.64688 0.09114 7.10 0.000 9.1 X3 0.002453 0.001378 1.78 0.080 1.7 X4 -0.00011906 0.00009355 -1.27 0.208 1.3 X5 -0.0001263 0.0003775 -0.33 0.739 1.2 X6 0.32571 0.08295 3.93 0.000 5.8 S = 114.737 R-Sq = 93.5% R-Sq(adj) = 92.8%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 6 10775617 1795936 136.42 0.000 Residual Error 57 750383 13165

Total 63 11526000 Durbin-Watson statistic = 1.91955


(4)

Lampiran 19 Output Analisis Regresi Berganda untuk Kota Yogyakarta

The regression equation is

Yyog = 210 - 0.042 X1 + 0.485 X2 - 0.00021 X3 - 0.000255 X4 – 0.000470 X5 + 0.504 X6

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 210.3 126.3 1.66 0.101 X1 -0.0419 0.1500 -0.28 0.781 5.0 X2 0.48492 0.09970 4.86 0.000 8.8 X3 -0.000213 0.001534 -0.14 0.890 1.7 X4 -0.00025476 0.00009761 -2.61 0.012 1.1 X5 -0.0004698 0.0004201 -1.12 0.268 1.3 X6 0.50443 0.08970 5.62 0.000 6.7 S = 127.332 R-Sq = 93.4% R-Sq(adj) = 92.7%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 6 13030686 2171781 133.95 0.000 Residual Error 57 924173 16214

Total 63 13954859 Durbin-Watson statistic = 1.90347

Lampiran 20 Output Analisis Regresi Berganda untuk Kota Yogyakarta

The regression equation is

Ysby = 73.0 - 0.013 X1 + 0.292 X2 + 0.00053 X3 - 0.000267 X4 – 0.000159 X5 + 0.715 X6

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 72.99 93.56 0.78 0.439 X1 -0.0134 0.1086 -0.12 0.902 4.9 X2 0.29198 0.08042 3.63 0.001 10.0 X3 0.000526 0.001091 0.48 0.631 1.6 X4 -0.00026662 0.00007560 -3.53 0.001 1.3 X5 -0.0001590 0.0003287 -0.48 0.630 1.4 X6 0.71483 0.07503 9.53 0.000 7.7 S = 93.0435 R-Sq = 96.2% R-Sq(adj) = 95.8%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 6 12379656 2063276 238.33 0.000 Residual Error 57 493454 8657

Total 63 12873110


(5)

Lampiran 21 Output Analisis Regresi Berganda untuk Kota Yogyakarta

The regression equation is

Ydpr = 176 + 0.0075 X1 + 0.378 X2 + 0.00019 X3 - 0.000042 X4 – 0.000016 X5 + 0.581 X6

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 176.10 79.00 2.23 0.030 X1 0.00751 0.08995 0.08 0.934 4.9 X2 0.37776 0.06196 6.10 0.000 9.4 X3 0.000191 0.001017 0.19 0.852 2.1 X4 -0.00004209 0.00006420 -0.66 0.515 1.4 X5 -0.0000161 0.0002911 -0.06 0.956 1.7 X6 0.58148 0.06836 8.51 0.000 7.5 S = 76.6830 R-Sq = 96.7% R-Sq(adj) = 96.3%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 6 9684533 1614089 274.49 0.000 Residual Error 57 335176 5880

Total 63 10019709


(6)