Perbuatan Melawan Hukum Materil Berfungsi Negatif Dalam Tindak Pidana Korupsi

Kantaprawira, S.H., kemudian Putusan Pengadilan Negeri Kepanjen Nomor 91Pid.B2008PN. Kpj. Tanggal 29 April 2008 atas nama terdakwa Abdul Mukti dan Putusan Pengadilan Negeri Kepanjen Nomor 1079Pid.B2007PN.Kpj. Tanggal 23 April 2008 atas nama terdakwa Prayitno. 69

B. Perbuatan Melawan Hukum Materil Berfungsi Negatif Dalam Tindak Pidana Korupsi

Pada dasarnya, keseluruhan putusan tersebut yaitu baik yang telah diputus oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia Mahkamah Agung RI Nomor 2064KPid2006, Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 996 KPid2006, Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1974KPid2006 maupun oleh Pengadilan Negeri Kepanjen Putusan Pengadilan Negeri Kepanjen Nomor 91Pid.B2008PN. Kpj. dan Putusan Pengadilan Negeri Kepanjen Nomor 1079Pid.B2007PN.Kpj. dan kasus tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap inkracht van gewijsde. Hukum pidana kita memberlakukan sifat melawan hukum materil dalam fungsinya yang negatif, merupakan hukum yang tidak tertulis, namun diterapkan dalam berbagai putusan pengadilan. Meskipun perbuatan terdakwa memenuhi unsur tindak pidana tertentu, apabila perbuatan tersebut menurut nilai-nilai yang hidup di masyarakat tidak lagi mengandung sifat melawan hukum, telah merupakan social adequat, telah menjadi hal yang biasa dalam masyarakat, maka kepada terdakwa tidak dipidana. Di jatuhkan pelepasan dari segala tuntutan 69 Ibid., hlm. 86 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA hukum. Merupakan alasan peniadaan pidana disebabkan kehilangan sifat melawan hukumnya perbuatan. Merupakan alasan pembenar. 70 Di Indonesia, banyak sekali putusan MA yang memberlakukan menerapkan sifat melawan hukum materiil dalam fungsinya yang negatif. Contohnya, Berlakunya sifat melawan hukum materiil dalam fungsinya yang negatif, merupakan alasan peniadaan pidana di luar UU, dan termasuk alasan pembenar. Dan sejak arres HR “dokter hewan dari kota Huizen” tanggal 2-2-1933 sampai sekarang sudah dianut dalam praktik baik di Belanda maupun di Indonesia. Telah menjadi suatu azas hukum yang tidak tertulis. 71 Pertimbangan hukum MA sbb: “Meskipun yang dituduhkan adalah suatu delik formil namun Hakim secara materil harus memperhatikan juga adanya kemungkinan keadaan dari tertuduh-tertuduh atas dasar mana mereka tidak dapat 1. No.: 42KKr1965: 8-1-1966 Pertimbangan hukum MA sbb: “Suatu tindakan pada umumnya dapat hilang sifatnya sebagai melawan hukum bukan hanya berdasarkan sesuatu ketentuan dalam perundang-undangan, melainkan juga berdasarkan azas-azas hukum yang tidak tertulis dan bersifat umum sebagaimana misalnya 3 faktor: yakni: ”Negara tidak dirugikan; kepentingan umum dilayani; tertuduh tidak dapat untung” 2. No.: 72KKr1970: 27-5-1972 70 http:adamichazawi.blogspot.com201106sifat-mh-dalam-fungsi-yang-negatif.html diakses pada 13 maret 2013 jam 16.57 WIB 71 Ibid. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dihukum. 3. No. 97KKr1973 :17-10-1974 Pertimbangan hukum MA sbb: “Karena pebuatan-perbuatan sebagaimana dituduhkan pada terdakwa merupakan tindakan-tindakan kebijaksanaan dalam mengelola uang Perusahaan Negara PN, yang menguntungkan PN serta sesuai dengan program kerja PN dan dibenarkan pula oleh atasan terdakwa, lagi pula tidak merugikan negara, kepentingan umum terlayani dan terdakwa pribadi tidak mendapatkan untung, maka perbuatan terdakwa kehilangan sifat melawan hukumnya”. 4. No. 81KKr1973: 16-12-1976 Pertimbangan hukum MA sbb: Azas “materiele wederrechtelijkheid” merupakan suatu “buitenwettelijke uitsluittinggrond”, suatu ’buiten wettelijke rechtsvaardigingsgrond” dan sebagai suatu alasan yang buiten wettelijk sifatnya merupakan suatu “fait d’exuse” yang tidak tertulis, seperti dirumuskan oleh dokrin dan yurisprudensi. Sesuai dengan tujuan dari azas “materiele wederrechtelijkheid” suatu perbuatan yang merupakan perbuatan pidana, tidak dapat dipidana apabila perbuatan tersebut adalah social adequat”. Dicontohkan Pasal 328 KUHP, terdapat unsur “dengan maksud menempatkan orang itu secara melawan hukum”. Sementara Pasal 333 Ayat 1 KUHP, terdapat unsur dengan sengaja dan melawan hukum. Karena di dahului oleh unsur maksud dan sengaja, maka sifat melawan hukumnya merupakan sifat melawan hukum subjektif. Ada 2 langkah untuk membuktikan adanya sifat melawan hukum subjektif. Pertama terlebih dulu harus dapat dibuktikan secara objektif bahwa di UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dalam suatu perbuatan yang didakwakan mengandung sifat celaan atau melawan hukum. Berdasarkan keadaan-keadaan tertentu yang terdapat sekitar perbuatan maupun objek perbuatan menurut nilai-nilai yang hidup di masyarakat mengandung sifat celaan. Kedua, harus dapat dibuktikan terdapatnya kesadaran pada diri si pembuatnya, bahwa apa yang dilakukannya adalah mengandung sifat celaan. Sebaliknya apabila terdapat suatu keadaan tertentu yang menurut nilai- nilai keadilan dan kepatutan dalam perbuatan tersebut tidak mengandung sifat celaan, maka tidak mungkin terdapat kesadaran tentang sifat melawan hukum perbuatan yang secara objektif pada perbuatan itu tidak mengandung sifat melawan hukum. Contohnya, terdapatnya suatu keadaan berupa gejala-gejala kelainan jiwa seseorang. Maka menjadi wajar apabila orang yang terdekat hubungan kekeluargaan meminta Rumah Sakit untuk memeriksa dan merawat orang itu. Dalam hal perbuatan meminta RS untuk memeriksa dan merawat seseorang yang terdapat gejala-gejala gangguan kejiwaanmental seperti itu, maka tidak mungkin adanya kehendakkesadaran bahwa perbuatan itu sebagai tercela atau bersifat melawan hukum. Justru perbuatan seperti itu merupakan perbuatan melaksanakan suatu kewajiban hukum. Suatu perbuatan dilakukan dengan itikad baik. Demikian juga, misalnya orang tua yang memukul anaknya sebagai bentuk pendidikan, atau seorang guru menjewer telinga muridnya, dan sebagainya. Semua perbuatan seperti itu kehilangan sifat melawan hukum perbuatan. Sehingga pelakunya tidak patut dijatuhi pidana karena perbuatan yang dilakukan telah kehilangan sifat melawan hukumnya, yang telah menjadi social adequat. Kalau dalam rumusan tindak pidana dicantumkan unsur sifat melwan hukum seperti UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pasal 328 atau 333 Ayat 1 atau 335 KUHP, sementara unsur tersebut tidak terbuktitiada, maka kepada terdakwa dilepaskan dari segala tuntutan hukum. 72 1. Perbuatan : memaksa Pasal 335 Ayat 1 KUHP. Kalau dirinci, unsur-unsurnya sebagai berikut: 2. Objeknya : orang 3. Dengan melawan hukum 4. Cara melakukan perbuatan memaksa : a. - dengan kekerasan; atau - dengan kekerasan; atau - dengan perbuatan lain; - maupun dengan perbuatan yang tidak menyenangkan b. - dengan ancaman kekerasan; atau - dengan ancaman perbuatan lain; - maupun dengan ancaman perbuatan tidak menyenangkan 5. tujuan pembuat melakukan perbuatan : a. orang itu atau orang lain supaya melakukan sesuatu b. orang itu atau orang lain supaya tidak melakukan sesuatu c. orang itu atau orang lain membiarkan sesuatu Unsur sifat melawan hukum dalam perbuatan memaksa dari Pasal 335 KUHP, bersifat objektif. Artinya menurut nilai-nilai yang hidup di masyarakat dalam suatu wujud perbuatan memaksa mengandung sifat celaan. Terdapat keadaan tertentu sebagai indikator adanya sifat celaan dalam suatu perbuatan. 72 Ibid, hal. 2 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Sebaliknya apabila terdapat suatu keadaan tertentu yang menurut sifatnya merupakan suatu kewajaran, maka sifat melawan hukum yang diperlukan oleh Pasal 335 tersebut tidak ada atau menjadi tiada. Misalnya, seorang guru yang memaksa muridnya yang masuk kelas terlambat untuk lari mengelilingi lapangan sekolah, bila tidak dilakukan maka ia tidak boleh masuk sekolah hari itu. Pemaksaan dengan perbuatan tidak menyenangkan oleh guru tersebut tidak mengandung sifat melawan hukum. Karena perbuatan tersebut dalam rangka pendidikan, telah menjadi kewajaran dalam masyarakat, atau sosial adequat. Sama halnya juga, misalnya apabila terdapat gejala-gejala seseorang dalam keadaan adanya gangguan terhadap mentalkejiwaannya. Maka menjadi suatu kewajaran, apabila anggota keluarganya meminta pertolongan pada Rumah Sakit untuk memeriksa dan merawat orang tersebut. Keadaan seperti itu tidak boleh dianggap sebagai memaksanya untuk melakukan atau membiarkan sesuatu perbuatan secara melawan hukum. Ukuran melawan hukum suatu perbuatan harus diukur dari ketidak wajaran berdasarkan nilai-nilai yang hidup di masyarakat, dalam hal seseorang melakukan suatu perbuatan tertentu. 73 Pasal 304 KUHP, terdapat unsur hubungan antara si pembuat yang menempatkan atau membiarkan orang dalam keadaan sengsara dengan orang yang ditempatkan dalam keadaan sengsara. Unsur hubungan tersebut adalah berupa suatu kewajiban hukum bagi si pelaku terhadap orang yang dibiarkan dalam keadaan sengsara. Kewajiban hukum tersebut berupa, kewajiban untuk memberi kehidupan, perawatan atau pemiliharaan. Kedudukan hukum seorang 73 Ibid , hal. 3 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA istri tidak merupakan kedudukan hukum yang membeban kewajiban hukum untuk memberikan kehidupan, perawatan atau pemiliharaan kepada suaminya. Sebaliknya justru suamilah yang membeban kewajiban hukum tersebut kepada istri dan anak-anaknya. Pasal 304 KUHP tidak dimaksudkan untuk istri yang tidak berbuat apa-apa membiarkan atau menempatkan pada suami pada waktu keadaan ekonomi dan kesehatan suami yang sulit. Pasal 45 Ayat 1 jo 5 huruf b UU No. 23 Tahun 2004. Kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga dalam UU 23 Tahun 2004, adalah “setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan dalam lingkup rumah tangga yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan psikologis”. Sifat melawan hukum tidak dicantumkan sebagai unsur dalam Pasal 45 Ayat 1 jo 5 huruf b UU No. 23 Tahun 2004. Unsur sifat melawan hukum dalam delik ini terdapat secara terselubung di dalam unsur perbuatan kekerasan. Tidak perlu dibuktikan secara khusus. Cukup membuktikan adanya unsur perbuatan kekerasan saja. Namun sebaliknya, apabila di dalam perbuatan kekerasan tersebut kehilangan sifat melawan hukum, maka ketiadaan sifat melawan hukum tersebut menjadi alasan peniadaan pidana di luar UU. Keadaan ini terjadi disebabkan dalam hukum pidana Belanda dan berlaku untuk Indonesia, menganut azas berlakunya sifat melawan hukum materil dalam fungsinya yang negatif. Misalnya seorang petinju dalam pertandingan memukul lawannya di atas ring, mengakibatkan lawannya meninggal dunia. Seorang suami menampar muka istrinya yang terbukti berzina. Seorang ayah memukul anaknya yang mencuri uang ibunya. Perbuatan-perbuatan seperti contoh tersebut dapat menjadi kewajaran sosial adequat menurut nilai- UNIVERSITAS SUMATERA UTARA nilai yang hidup di masyarakat. Karena itu terhadap pelakunya tidak patut dijatuhi pidana, melainkan dilepaskan dari segala tuntutan hukum onslag van alle rechtsvervolging. 74 Terdapat perbedaan antara tidak terbuktinya atau tidak terdapatnya unsur sifat melawan hukum yang dicantumkan dalam rumusan delik dengan hapusnya tiadanya sifat melawan hukum. Perbedaan itu adalah: 75 Penerapan fungsi negatif dari ajaran sifat melawan hukum materil erat kaitanya dengan masalah pertanggung jawaban pidana, dimana seseorang dapat dilepaskan dari segala tuntutan hukum apabila perbutannya tidak melawan hukum secara materil, sekalipun perbutan itu melawan hukum secara formil, jadi dengan fungsi negatif sifat melawan hukum materil hanya digunakan sebagai alasan menghapuskan pidana yang berada diluar Undang-Undang, yaitu sebagai alasan pembenar. - Dalam hal sifat melawan hukum dicantumkan dalam rumusan tindak pidana. Kemudian unsur tersebut tidak dapat dibuktikan atau tidak adatiada, maka tindak pidana tidak terjadi. Kepada terdakwa harus di bebaskan. - Sementara apabila unsur sifat melawan hukum tidak dicantumkan dalam rumusan tindak pidana, namun terbukti suatu perbuatan dalam tindak pidana tersebut telah kehilangan sifat melawan hukum perbuatan, maka kepada terdakwa dilepaskan dari segala tuntutan hukum. 76 74 Ibid. 75 Ibid., hal. 4 76 Jon effendi, Fungsi Positif Melawan Hukum Materiil Dalam Tindak Pidan Korupsi, Majalah Varia Peradilan, Edisi Bulan September 2005 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Mahakamah Agung RI dalam putusannya no 42Kkr1965 tanggal 8 Januari 1966 dalam terdakwa Machrus Effendi secara tegas telah menerapkan ajaran sifat melawan hukum materil sebagai alasan pembenar. Kaidah Hukum yang dapat ditarik adalah bahwa suatu tindakan umumnya dapat hilang sifat melawan hukum bukannya hanya berdasarkan suatu ketentuan dalam perundang-undangan, melainkan juga berdasarkan asas-asas keadilan atau asas-asas hukum tidak tertulis dan sifatnya umum. Dalam hal ini misalnya faktor-faktor negara tidak dirugikan, kepentingan umum dilayani dan terdakwa tidak mendapat keuntungan. Jadi faktor ini oleh yurisprudensi telah diterima dan ditetapkan sebagai alasan pembenar diluar ketentuan Undang-Undang, karena hal tersebut Yurisprudensi diatas telah menjadi yurisprudensi yang konstan hal ini bisa dilihat dalam putusan Mahkamah Agung RI dalam putusannya dalam perkara nomor 71KKr1970 tanggal 27 Mei 1972 antara lain menyebutkan, tidak ditemukan dalam KUHP khususnya perihal alasan penghapusan pidana. meskipun dituduhkan secara formil, namun secara materil harus memperhatikan juga adanya kemungkinan keadaaan dari terdakwa atas dasar mana mereka tidak dapat dihukum. Sikap tersebut diatas seperti juga yang terdapat dalam putusan Mahkamah Agung no 81KKr1973 tanggal 20 Maret 1977. Terdakwa adalah seorang insinyur kehutanan dengan memperhitungkan biaya reboisasi yang tidak dikurangi kemanfaatannya dengan tidak mengurangi kemanfaatannya dengan tidak mengambil keuntungan bagi dirinya sendiri dan dengan memperoleh tanah menambah mobilitas serta untuk mensejahterakan pegawai, kepentingan umum UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dilayani dan negara tidak dirugikan, secara materiil tidak melawan hukum walaupun perbuatannya termasuk rumusan delik yang bersangkutan. 77 Dari dua kasus tersebut Mahkamah Agung melepas dari segala tuntutan hukum terdakwa berarti tidak melawan hukum secara materil, merupakan dasar peniadaan pidana diluar undang-undang. 77 Wasis Priyanto, Perkembangan Sifat Melawan Hukum Materil Dalam Tindak Pidana korupsi, Majalah Varia Keadilan, Edisi Bulan September 2005 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB IV PANDANGAN DAN ALASAN HAKIM MAHKAMAH AGUNG