Ukuran yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya posisi dominan dari sisi penentuan harga adalah kekuatan dalam menentukan harga.
98
Penjual yang memiliki posisi dominan dapat mengarah kepada penjual yang monopolis. Pelaku usaha memiliki posisi dominan seperti tersebut di atas
apabila:
99
a. Satu pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha menguasai 50 atau lebih
pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu, atau b.
Dua atau tiga pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha menguasai 75 atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Penyebab posisi dominan yaitu adanya barrier to entry dan proses integrasi vertikal suatu usaha bisnis dapat menjadi raksasa lahir dari penguasaan ke atas,
yaitu penguasaan terhadap bahan baku, dan penguasaan ke bawah, yaitu penguasaan jalur distribusi.
C. Pembatasan Perdagangan Secara Vertikal dalam Perjanjian yang Dilarang
Seperti dikatakan pada sub-bab sebelumnya, Perjanjian yang dilarang diatur dalam Bab III Pasal 4 - 16 UU No.5 Tahun 1999. Selain pengertian
“perjanjian” menurut UU No.5 Tahun 1999 Pasal 1 angka 7 seperti yang sudah dijelaskan pada sub-bab sebelumnya, pengertian perjanjian dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia yang menyatakan bahwa perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing
98
Ibid, hlm.210.
99
Susanti Adi Nugroho, Pengaturan Hukum Persaingan Usaha di Indonesia Jakarta: Litbang MA, 2001, hlm.52-53.
Universitas Sumatera Utara
bersepakat akan menaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu. Sedangkan dalam
Black’s Law Dictionary yang dimaksud dengan perjanjian atau kontrak itu adalah,
“an agreement between two or more persons which creates an obligations to do or not to do a particular thing.”
100
Berdasarkan pengertian dari Pasal 1 angka 7 UU No.5 Tahun 1999 yang sudah dijelaskan sebelumnya, tersebut, dapat dirumuskan unsur-unsur perjanjian
menurut konsepsi UU No.5 Tahun 1999 meliputi :
101
Perjanjian terjadi karena suatu perbuatan; 1.
Perbuatan tersebut dilakukan oleh pelaku usaha sebagai para pihak dalam perjanjian
2. Perjanjiannya dapat dibuat secara tertulis atau tidak tertulis.
3. Tidak menyebutkan tujuan perjanjian.
Menurut UU No.5 Tahun 1999, subjek hukum didalam perjanjian tersebut adalah “pelaku usaha”. Pasal 1 angka 5 UU No.5 Tahun 1999 menyatakan, yang
dimaksudkan dengan ”pelaku usaha” adalah “setiap orang perseorangan atau badan usaha , baik yang berbentuk badan
hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik
sendiri maupun bersama – sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai
kegiatan usaha dalam bidang ekonomi. ”
102
Berdasarkan dengan hal demikian, perumusan yang diberikan Pasal 1 angka 5 tersebut, subjek hukum didalam perjanjian bisa berupa orang
perseorangan atau badan usaha yang berbadan hukum atau bukan badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara, Badan usaha dimaksud adalah badan
100
Hermansyah, Op.Cit., hlm.24.
101
Rachmadi Usman, Op.Cit., hlm.37.
102
Ibid, hlm.38.
Universitas Sumatera Utara
usaha yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan usaha dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia. Dengan kata lain, badan usaha asing
tidak dapat dijerat dengan UU No.5 Tahun 1999.
103
Hal yang terpenting dari perjanjian dalam hukum antimonopoli adalah ikatan. Pihak yang terikat tidak harus melibatkan semua pihak, jika hanya satu pihak yang
terikat juga sudah cukup. Pertanyaanya, kapan suatu ikatan mengikat secara hukum. Dalam hal ini dibagi dalam dua hal, yakni:
104
1. Ikatan hukum
Suatu pihak terikat dengan hukum jika perjanjian yang dilakukan mengakibatkan kewajiban hukum. Ikatan hukum juga diakibatkan oleh
kewajiban pembayaran ganti rugi satu pihak kepada pihak lain apabila melanggar ketentuan perjanjian. Mengingat Komisi Pengawas Persaingan
Usaha KPPU berwenang membatalkan perjanjian, maka perjanjian yang menghambat persaingan usaha tidak mengikat menurut hukum karena dapat
dibatalkan. Namun, hal ini bukan berarti suatu perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 7 tidak mengikat bagi pelaku usaha. Ikatan hukum
berarti bahwa suatu kewajiban tertentu dilindungi hukum jika tidak melanggar UU No.5 Tahun 1999.
2. Ikatan Ekonomi
Selain ikatan hukum, Pasal 1 ayat 7 UU Nomor 5 Tahun 1999 juga mencakup ikatan ekonomi. Ikatan Ekonomi dihasilkan oleh suatu perjanjian jika ada
standar perilaku tertentu yng harus ditaati bukan karena persyaratan hukum,
103
Ibid.
104
Mustafa Kamal Rokan, Op.Cit., hlm.86.
Universitas Sumatera Utara
tetapi dalam rangka mencegah kerugian ekonomi. Salah satu contoh adalah menentukan harga dibawah harga pasar. Pihak yang diikutsertakan dalam
perjanjian tersebut biasanya menuntut harga yang lebih rendah agar tidak mengalami kerugian dalam persaingan usaha. Jadi, ikatan ekonomi dalam hal
ini adalah, pihak yang ikut dalam ikatan perjanjian tersebut akan beruntung jika mengikuti strategi yang disepakati maka akan mengalami kerugian. Dengan
bahasa yang lebih sede rhana, pelaku usaha harus “ikut arus” dengan
“permainan” yang telah disepakati, jika tidak maka ia akan mengalami kerugian atau “tergilas”.
Mencermati pengertian diatas dapat diketahui, perjanjian yang dilarang pada dasarnya adalah suatu bentuk perbuatan mengikatkan diri atau kolusi, baik
formal tertulis maupun informal tidak tertulis, diantara pelaku usaha yang seharusnya bersaing sehingga terbentuk semacam koordinasi yang mengatur
harga, kuota, danatau alokasi pasar. Kolusi integrasi horizontal yang terbentuk ini merugikan masyarakat karena persaingan di antara pelaku usaha menjadi hilang
atau melemah, sehingga dapat menyebabkan harga yang harus dibayar pelanggan menjadi tinggi.
105
Perjanjian yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam UU No.5 Tahun 1999 yang terjadi atau mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat, antara lain meliputi :
106
105
Suhasril, Op.Cit, hlm.116.
106
Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hlm.78.
Universitas Sumatera Utara
1. Perjanjian dengan pelaku usaha lain dengan bersama-sama melakukan
penguasaan suatu produksi danatau pemasaran barang danatau jasa oligopoli.
2. Perjanjian bersifat menetapkan harga atas suatu barang danatau jasa dengan
pelaku usaha pesaingnya penetapan harga. 3.
Perjanjian untuk melakukan pembagian wilayah pemasaran alokasi pasar terhadap barang danatau jasa dengan pelaku usaha pesaingnya pembagian
wilayah. 4.
Perjanjian melakukan pemboikotan, baik untuk tujuan pasar dalam maupun luar negeri dengan pelaku usaha pesaingnya pemboikotan;
5. Perjanjian yang bermaksud mempengaruhi harga dengan mengatur proses
produksi danatau pemasaran suatu barang danatau jasa dengan pelaku usaha pesaingnya kartel.
6. Perjanjian dengan maksud membentuk gabungan perusahaan atau perseroan
yang lebih besar, yang bertujuan mengontrol produksi danatau pemasaran atas barang danatau jasa trust.
7. Perjanjian dengan maksud secara bersama-sama menguasai pembelian atau
penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga barang danatau jasa oligopsoni.
8. Perjanjian yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang
termasuk dalam rangkaian produksi barang danatau jasa tertentu, yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan,
baik dalam suatu ragkaian langsung maupun tidak langsung integrasi vertikal.
Universitas Sumatera Utara
9. Perjanjian yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang
danatau jasa hanya akan amemasok atau tidak memasok kembali, harus bersedia membeli, mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang
danatau jasa tersebut kepada pihak tertentu danatau pada tempat tertentu perjanjian tertutup.
10. Perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat klausul akan dapat
mengakibatkan terjadinya praktik monopoli danatau persaingan tidak sehat. Pada hakekatnya terdapat dua jenis pembatasan dalam perdagangan, yaitu
pembatasan horizontal dan pembatasan vertikal. Pembatasan perdagangan seara horisontal diartikan secara luas diartikan sebagai suatu perjanjian yang bersifat
membatasi dan praktek kerjasama, termasuk perjanjian yang secara langsung atau tidak langsung menetapkan harga atau persyaratan lainnya, seperti perjanjian yang
menetapkan pengawasan atas produksi dan distribusi, alokasi pembagian kuota atau wilayah atau pertukaran informasidata mengenai pasar, dan perjanjian
menetapkan kerjasama dalam penjualan maupun pembelian secara terorganisasi, atau menciptakan hambatan masuk pasar entry barriers.
107
Hambatan vertikal adalah hambatan perdagangan yang dilakukan oleh para pelaku usaha dari tingkat level yang berbeda dalam rangkaian produksi dan
distribusi.
108
Hambatan vertikal pada umumnya dilakukan oleh pihak produsen kepada pihak distributor atau pengecer barang yang dihasilkan produsen tersebut.
107
https:sekartrisakti.wordpress.com20110608kajian-yuridis-terhadap-perjanjian- penetapan-harga-berdasarkan-uu-no-5-tahun-1999-tentang-larangan-praktek-monopoli-dan-
persaingan-usaha-tidak-sehat diakses tanggal 23 Juni 2015.
108
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Disamping menggunakan harga, perdagangan secara vertikal juga bisa dibatasi oleh perjanjian-perjanjian vertikal yang menggunakan instrumen selain
harga non-price instruments. Setidaknya ada dua instrumen non-harga yang bisa dipakai untuk membatasi perdagangan serta sekaligus menghindari persaingan.
109
1. Hambatan berdasarkan wilayah teritorial restraints
Hambatan berdasarkan wilayah bisa terjadi apabila produsen dari suatu produk membuat perjanjian dengan distributor atau pengecer tentang wilayah
usaha mereka masing-masing. Produsen minuman ringan soft drink merupakan salah satu perusahaan
yang sering melakukan teritorial restraints terhadap wilayah usaha distributor atau pengecernya. Perusahaan raksasa Coca-Cola dan Pepsi Cola misalnya, lazim
membuat batasan tegas mengenai wilayah usaha setiap perusahaan distributor yang membotolkan bottling minumannya. Perusahaan-perusahaan pembotolan
itu biasanya sudah ditentukan wilayah distribusinya, terutama untuk menghindari persaingan antar distributor.
2. Hambatan berdasarkan pengguna produk customer restrictions
Didalam hubungan dengan distributor atau pengecer produknya produsen bisa membuat batasan tentang segmen konsumen mana saja yang bisa dijadikan
target penjualan oleh distributor atau pengecernya itu. Langkah ini umumnya dilakukan untuk mencegah supaya distributor atau pengecer tidak menyaingi
produsen yang sudah mempunyai segmen konsumen besar tersendiri.
109
Arie Siswanto , Op.Cit, hlm.42.
Universitas Sumatera Utara
Analisis atas pembatasan perdagangan secara vertikal terdiri atas dua kategori. pertama, adalah meliputi usaha-usaha penjual untuk membatasi
pembelian yang dilakukan oleh pembeli atas penjualan produk pesaingnya. Contoh jenis hambatan ini terlihat dari tindakan tying arrangement, di mana
seorang penjual hanya akan menjual suatu jenis produk jika pembeli bersedia membeli jenis produk lainnya dari penjual yang sama. Kemungkinan yang lain
adalah penjual hanya menjual produknya dengan suatu persyaratan, bahwa pembeli harus membeli seluruh komponen yang dibutuhkan kepada penjual
tersebut. Pembatasan seperti ini mengakibatkan persaingan antar brands atau interbrand competition
. Kedua, adalah perjanjian yang dilakukan oleh penjual untuk mengontrol faktor-faktor yang berkaitan dengan produk yang akan dijual
kembali. Sebagai contoh, misalnya pabrikan hanya mau menjual kepada pengecer yang menyetujui untuk menjual kembali produknya dengan harga tertentu. Dalam
hal ini, pabrikan kadangkala juga menentukan kepada jenis pelanggan mana barang tersebut dapat dijual, bahkan menetapkan lokasi penjualan produknya.
Akibat langsung dari kategori jenis hambatan ini adalah persaingan antara para penjual dalam produk sejenis atau disebut juga intrabrand competition.
110
Dari kategori diatas dapat dilihat bahwa perjanjian dilarang dalam hal penetapan harga jual kembali resale price maintenance mengakibatkan
terjadinya pembatasan perdagangan secara vertikal. Dan dari perjanjian penetapan harga jual kembali ini akan menjadi awal hubungannya dengan terjadinya
persaingan intrabrand yang akan dibahas lebih lanjut pada bab berikutnya.
110
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
D. Pendekatan Rule of Reason Terhadap Pembatasan Perdagangan Secara