PERBEDAAN PERSEPSI ANTARA TOKOH MASYARAKAT DENGAN WARGA MASYARAKAT TENTANG PRAKTIK MONEY POLITIC DALAM PEMILU DI DESA SINDUMARTANI KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.
PERBEDAAN PERSEPSI ANTARA TOKOH MASYARAKAT DENGAN WARGA MASYARAKAT TENTANG PRAKTIK MONEY POLITIC DALAM
PEMILU DI DESA SINDUMARTANI KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
Resti Kurniawati NIM 11401241040
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN JURUSAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DAN HUKUM
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2015
(2)
(3)
(4)
(5)
v MOTTO
Suatu kehidupan yang penuh kesalahan tak hanya lebih berharga namun juga lebih berguna daripada hidup tanpa melakukan apapun
(George Bernard Shaw)
Sukses tidak diukur dari posisi yang dicapai seseorang dalam hidup, tetapi dari kesulitan-kesulitan yang berhasil diatasi ketika meraih sukses. Tidak ada hidup
tanpa kegagalan, kekalahan, dak kesalahan.
(Alexander Graham Bell)
Tiada kata gagal selain dalam berhenti berusaha. (Elbert hubbart)
(6)
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
Seiring doa dan rasa syukur atas kehadirat Allah SWT kupersembahkan karya sederhana ini untuk:
1. Bapak dan ibu tercinta, Ngadini dan Endang Mardidina
Yang selalu mencurahkan kasih sayang, doa, perjuangan, pengorbanan, dan kesabaran yang tak terhingga. Tak seorangpun pernah memberikan kasih sayang dan dukungan tanpa syarat sebesar yang engkau berikan kepadaku… 2. Kakakku Rina Pertiwi dan Nur Salim
Atas persaudaraan yang indah dan dukungannnya 3. Keponakanku tercinta Elga Syavrilia dan Safa Nabila
4. Sahabat terbaikku Laras Manjali, Ratih Handayani dan Sekar Arum Kurniati
(7)
vii
PERBEDAAN PERSEPSI ANTARA TOKOH MASYARAKAT DENGAN WARGA MASYARAKAT TENTANG PRAKTIK MONEY POLITICDALAM
PEMILU DI DESA SINDUMARTANI KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Oleh Resti Kurniawati NIM 11401241040
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengetahui ada tidaknya perbedaan persepsi antara tokoh masyarakat dengan warga masyarakat tentang praktik money politic dalam Pemilu di Desa Sindumartani Kecamatan Ngemplak Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif komparatif dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini dilakukan di tiga dusun yang terletak di Desa Sindumartani yaitu Dusun Kayen, Tambakan, dan Bokesan. Pengambilan sampel Dusun dilakukan dengan carapurposive sampling,
sampel tokoh masyarakat diambil dengan cara sampling jenuh, sedangkan sampel warga masyarakat diambil dengan menggunakan quota sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner. Pengujian validitas dan reliabilitas instrumen menggunakan rumus korelasi product moment dari Karl Pearson. Analisis data menggunakan teknik analisis statistik deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan 100% tokoh masyarakat menganggap money politic tidak berpengaruh dalam Pemilu. Sementara itu hanya 30% masyarakat yang menganggap money politictidak berpengaruh, sisanya sebesar 70% menganggap
money politiccukup berpengaruh terhadap pemikiran pemilih. Hasil uji t independen menunjukkan thitung4,636> ttabel 1,984 dengan nilai signifikansi 0,000. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima, yang artinya terdapat perbedaan persepsi antara tokoh masyarakat dengan warga masyarakat tentang praktik money politic dalam Pemilu di Desa Sindumartani Kecamatan Ngemplak Kabupaten Sleman.
(8)
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunianya yang tidak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam perencanaan, pelaksanaan, hingga penyusunan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa dukungan, bimbingan, partisipasi, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd, MA selaku Rektor Universitas Negeri Yogyakarta.
2. Prof. Dr. Ajat Sudrajat, M. Ag selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta.
3. Dr. Samsuri, M.Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta.
4. Dr. Nasiwan, M.Si selaku pembimbing, yang telah mengarahkan dan memberikan motivasi kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
5. Dr. Suharno, M.Si, selaku narasumber dan penguji utama yang telah ikhlas dan bijak selalu membimbing dan mengarahkan agar skripsi saya menjadi lebih baik lagi.
6. Dr. Sunarso, M.Si selaku Penasihat Akademik yang senantiasa mengarahkan penulis untuk menjadi lebih baik di setiap semester.
(9)
(10)
x DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN ii
HALAMAN PERNYATAAN iii
HALAMAN PENGESAHAN iv
HALAMAN MOTTO v
HALAMAN PERSEMBAHAN vi
HALAMAN ABSTRAK vii
HALAMAN KATA PENGANTAR viii
DAFTAR ISI x
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Identifikasi Masalah 9
C. Pematasan Masalah 9
D. Rumusan Masalah 9
E. Tujuan Penelitian 10
F. Manfaat Penelitian 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori 12
1. Persepsi
a. Pengertian Persepsi 12
b. Faktor-Faktor dalam Persepsi 13
2. Tokoh Masyarakat
a. Pengertian Tokoh Masyarakat 16
b. Fungsi Tokoh Masyarakat 18
3. Masyarakat
a. Pengertian Masyarakat 19
b. Pembagian Masyarakat 21
c. Hubungan Masyarakat dengan Politik 26
d. Partisipasi Politik Masyarakat 27
4. Money Politic
a. Pengertian Money Politic 29
b. Tahapan Dana dalam Money Politic 34
c. Strategi Pembagian Money Politic 35
d. Sebab dan Akibat Money Politic 38
(11)
xi
B. Penelitian yang Relevan 43
C. Kerangka Berpikir 46
D. Hipotesis Penelitian 47
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian 48
B. Tempat dan Waktu Penelitian 49
C. Populasi dan Sampel Penelitian 49
D. Variabel Penelitian 52
E. Definisi Operasional 52
F. Teknik Pengumpulan Data 53
G. Instrumen Penelitian 54
H. Validitas dan Reliabilitas 55
I. Analisis Data Penelitian 60
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 66
B. Hasil Uji Analisis Data 80
C. Pembahasan 83
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 90
B. Keterbatasan Penelitian 90
C. Saran 91
DAFTAR PUSTAKA 93
(12)
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perbedaan Masyarakat Desa dan Kota 25
Tabel 2. Daftar Nama Dusun di Desa Sindumatani 49
Tabel 3. Jumlah DPT 52
Tabel 4. Skor Jawaban Pertanyaan 54
Tabel 5. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian 55
Tabel 6. Ringkasan Uji Validitas Instrumen 58
Tabel 7. Hasil Uji Reliabilitas 60
Tabel 8. Tabel Pemerintahan Desa Sindumartani 66
Tabel 9. Data Jumlah Penduduk Desa Sindumartani 67
Tabel 10. Jumlah Daftar Pemilih Tetap 68
Tabel 11. Distribusi Frekuensi Persepsi Tentang Praktik Money Politic 70 Tabel 12. Kelompok Skor Kategori Persepsi Tentang Money Politic 71 Tabel 13. Kelompok Skor Kategori Persepsi Tokoh Masyarakat 74 Tabel 14. Distribusi Frekuensi Persepsi Warga Masyarakat 76 Tabel 15. Kelompok Skor Kategori Persepsi Warga Masyarakat 77 Tabel 16. Perbedaanan Persepsi Tokoh Masyarakat dengan Warga
Masyarakat Tentang Praktik Money Politic 80
Tabel 17. Ringkasan Hasil Uji Normalitas 80
Tabel 18. Hasil Uji Homogenitas 81
(13)
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.Kerangka Berpikir 47
Gambar 2. Histogram Distribusi Frekuensi Persepsi Tentang
Money Politic 70
Gambar 3. Diagram Lingkaran Persepsi Tentang Praktik
Money Politic 72
Gambar 4. Diagram Lingkaran Persepsi Tokoh Masyarakat 74 Gambar 5. Histogram Distribusi Frekuensi Persepsi Warga Masyarakat 76 Gambar 6. Diagram Lingkaran Persepsi Warga Masyarakat 78
(14)
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Instrumen Penelitian 98
Lampiran 2 Instrumen Uji Validitas 101
Lampiran 3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas 105
Lampiran 4 Rumus Kategorisasi 107
Lampiran 5 Hasil Uji Kategorisasi 108
Lampiran 6 Hasil Uji Deskriptif 109
Lampiran 7 Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas 110
Lampiran 8 Hasil Uji Independent T Test 111
Lampiran 9 Hasil Perhitungan Angket Ujicoba 112
Lampiran 10 Hasil Perhitungan Angket Penelitian 113
Lampiran 11 Surat Izin Penelitian Pemerintah DIY 119
Lampiran 12 Surat Rekomendasi Izin Penelitian Pemerintah
Kabupaten Sleman 120
(15)
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Negara republik dengan sistem pemerintahan yang mengagungkan konsep demokrasi selama ini dianggap sebagai bentuk ideal dari suatu negara (Mansyur Semma. 2008: 175). Sama halnya dengan negara republik lainnya, negara kita selama ini juga telah mencoba untuk menjunjung tinggi konsep demokrasi dimana kedaulatan tertinggi sepenuhnya berada di tangan rakyat. Hal ini sesuai dengan apa yang tertuang dalam konstitusi negara Indonesia yaitu UUD 1945 pada pasal 1 ayat (2) yakni, kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.
Salah satu cara yang sering digunakan untuk mengetahui demokratis atau tidaknya suatu negara, biasanya didasarkan pada keberadaan pilar-pilar demokrasi. Menurut Diane Ravicth (Ajat Sudrajat. 2011: 59) pilar-pilar demokrasi tersebut antara lain: Kedaulatan rakyat, Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah (rakyat), Kekuasaan mayoritas, Hak-hak minoritas, Jaminan hak-hak asasi manusia, Pemilihan yang bebas dan jujur, Persamaan didepan hukum, Proses hukum yang wajar, Pembatasan pemerintah secara konstitusional, Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik, Nilai-nilai toleransi, pragmatism, kerjasama, dan mufakat.
Menegakkan demokrasi di suatu negara memang bukan suatu perkara yang mudah, banyak sekali hambatan yang harus dihadapi oleh setiap negara. Dari
(16)
2
beberapa pilar demokrasi yang ada, satu yang menjadi sorotan utama yang sering kali dianggap sebagai lambang sekaligus tolak ukur demokrasi, yaitu pemilu. Banyak para ahli yang beranggapan bahwa hasil pemilu yang diselenggarakan secara terbuka dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat dinilai cukup akurat dalam mencerminkan aspirasi serta partisipasi masyarakat (Cholisin, 2007: 136).
Pengertian pemilu sesuai dengan isi Pasal 1 angka 1 UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yakni:
Pemilihan umum, selanjutnya disebut dengan pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Tujuan pemilu sesuai dengan yang tertuang dalam UU Pemilu yakni memilih wakil-wakil rakyat untuk membentuk suatu pemerintahan yang lebih demokratis dan kuat dengan dukungan penuh dari rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Asas pemilu sesuai dengan yang termaktub dalam pasal 2 UU No. 8 Tahun 2012 yakni, pemilu dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Pemilu yang di selenggarakan di Indonesia selama ini dianggap telah berjalan dengan lancar tanpa hambatan yang berarti serta telah mencerminkan pemerintahan yang demokratis. Namun faktanya, masih banyak hambatan yang
(17)
menghalangi penyelenggaraan pemilu agar menjadi menjadi pemilu yang bersih, jujur dan adil. Menghalangi disini maksudnya bukan dalam artian pelaksanaan pemungutan suaranya, tetapi halangan-halangan yang menyebabkan belum berkembangnya kesadaran politik warga negara untuk ikut berpartisipasi secara aktif dalam menentukan pemimpin dimasa depan, halangan menumbuhkan pemilih yang cerdas dan rasional, juga halangan-halangan berupa banyaknya kecurangan yang dilakukan para peserta pemilu menjelang diadakannya pemungutan suara seperti adanya praktik money politic dan sebagainya.
Menurut Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dalam sebuah pesta demokrasi praktik money politic tidak mungkin dapat dihilangkan, bahkan Pemilu di negara yang maju demokrasinya seperti Denmark pun tidak dapat menghilangkan praktik money politic (Insetyonoto. 2015. Politik Uang Sulit Dihindari, Ini Saran Ganjar). Seperti yang terjadi di negara kita, money politic
selama ini masih menjadi permasalahan utama yang membayang-bayangi penyelenggaraan pemilu di Indonesia. Padahal, masalah money politic merupakan suatu masalah yang cukup serius dalam pemilu karena money politic bertentangan dengan apa yang tertuang dalam UU Pemilu yang secara tegas menyatakan bahwa kegiatan menjanjikan maupun memberikan sejumlah uang atau materi lainnya dilarang dalam kampanye.
Tingginya pelanggaran money politic dapat kita lihat dari pelaksanaan Pemilu Legislatif tahun 2014. Dalam Pileg tersebut pelanggaran Pemilu di dominasi oleh praktik politik uang yang mencapai hampir 52% dengan 1.716 ekpose
(18)
4
pemberitaan, diikuti oleh penggelembungan suara dengan 593 ekpose pemberitaan, pencoblosan ulang dengan 393 ekpose pemberitaan, pelanggaran kode etik dengan 315 ekpose pemberitaan, serta 304 ekpose pemberitaan lainnya tentang penghitungan ulang (Detik. 2014. Money Politic, Pelanggaran Paling Banyak di Pileg 2014).
Maraknya money politic didukung oleh adanya fakta bahwa dalam suatu masyarakat, uang merupakan medium atau alat yang sangat signifikan untuk dapat menguasai energi dan sumber daya yang memiliki karakteristik khas, yaitu dapat dipindahkan dan dipertukarkan (konvertible) tanpa meninggalkan jejak tentang sumbernya (Herbert E. Alexander. 2003: 29). Bermula dari pernyataan tersebut maka uang dianggap sebagai salah satu alat yang cukup efektif dalam situasi yang serba sulit seperti sekarang ini untuk mempengaruhi pemilih untuk memilih calon tertentu dalam pemilu.
Semakin banyaknya peserta pemilu yang menerapkan money politic dalam kampanye serta masyarakat yang memanfaatkan praktek tersebut sebagai ladang perolehan keuntungan materi, menimbulkan anggapan bahwa money politic itu merupakan suatu hal yang wajar dilakukan yang bahkan sudah menjadi tradisi dalam setiap pemilu. Indikator pada 12 Desember tahun 2013 merilis hasil surveyyang dilaksanakan di 39 daerah pemilihan (Dapil) untuk mengukur tingkat toleransi sikap dan perilaku memilih terhadap money politic. Berdasar hasil survey, terlihat 41,5% responden dari 39 Dapil menganggap money politic wajar sehingga lebih bersikap toleran terhadap praktik tersebut (Indikator. 2013:
(19)
Laporan Konpers Rilis Survey Sikap dan Perilaku Pemilih Terhadap Money Politics). Penemuan tersebut seolah menegaskan bahwa kecerdasan intelektual, kapabilitas, dan akseptabilitas hampir sama kedudukannya dengan keberadaan sejumlah uang dan bukan menjadi tolak ukur utama kelayakan seorang peserta pemilu dalam mengikuti suatu pemilihan umum.
Money politic memiliki kaitan yang erat dengan suap. Hal ini tidak terlepas dari adanya fakta bahwa tujuan utama money politic adalah untuk menyogok pemilik suara agar mau memilih si pemberi uang. Istilah gampangnya, tujuan
money politic adalah pembelian suara dalam pemilu. Secara tertulis money politic
secara tegas memang dilarang untuk dilakukan, namun dalam realitasnya praktik ini sangat sulit untuk dihilangkan. Survey yang dirilis Charta Politika pada tahun 2014 menunjukkan bahwa 51,8% responden menyatakan akan menerima politik uang meskipun belum tentu akan memilih calonnya, 17,8% menyatakan akan menerima dan memilih calon yang memberikan sejumlah uang, 25,4% akan menolak politik uang, sisanya sebanyak 5% tidak menjawab (Arief Fadly. 2014: Lebih dari 50% Masyarakat Tertarik Politik Uang).
Sulit dihilangkannya praktik money politic dapat disebabkan oleh banyak hal, salah satunya adalah semakin berkembangnya kemasan dari money politic itu sendiri. Apabila pada masa yang terdahulu money politic identik dengan pemberian sejumlah uang, maka kini bentuk money politic tidak hanya sebatas uang saja. Indonesian Corruption Watch menemukan bahwa selain dalam bentuk konvensional yaitu pemberian uang secara langsung kepada pemilih, money
(20)
6
politic juga muncul dalam bentuk (pemberian) barang, seperti alat ibadah, sembako, bahkan kupon yang dapat diuangkan pasca Pemilu (BBC Indonesia. 2014. ICW: Modus Baru Praktik Politik Uang).
Lebih ekstrim lagi, money politic kini muncul dengan bentuk yang lebih terstruktur tidak hanya sebatas serangan fajar tetapi telah melibatkan jabatan maupun kedudukan yang dimiliki seseorang seperti tokoh masyarakat yang memiliki kewenangan serta keberanian untuk mempengaruhi masyarakat (Arief Fadly. 2014: Lebih dari 50% Masyarakat Tertarik Politik Uang). Selain itu, belakangan money politic sudah lebih ditujukan untuk kepentingan bersama (kolektif) tidak hanya untuk perorangan, seperti: pemberian barang dalam jumlah besar untuk dimasukkan dalam kas (RT, RW bahkan Dusun).
Menurut pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Hempri Suyatna (Bernadheta Dian Saraswati. 2015. Money Politic Terus Terjadi) masyarakat yang dengan mudah menerima money politic mencerminkan masyarakat yang pragmatis yang sebenarnya hanya meniru apa yang diajarkan partai politik. Dalam suatu pemilihan umum yang konteksnya Parpol, secara tidak langsung partai-partai politik yang ada mengajari masyarakat untuk bersikap dan berperilaku pragmatis karena calon yang muncul dalam Pemilu bukanlah pilihan rakyat tetapi pilihan elite pimpinan partai. Sehingga, money politic muncul sebagai bukti bahwa calon yang di usung masih memiliki keraguan untuk menang.
Melihat kenyataan bahwa praktik money politic telah begitu melekat dalam kehidupan masyarakat baik pada tingkat yang paling bawah sampai tingkat yang
(21)
paling atas, serta fakta bahwa money politic merupakan bagian dari korupsi politik yang merupakan extra ordinary crime maka persoalan ini harus disikapi dengan serius. Persoalan yang mungkin dianggap remeh oleh sebagian orang ini memiliki dampak negatif yang sangat merugikan bagi perkembangan demokrasi dan penegakan hukum di Indonesia.
Belakangan ini pemilihan kepala desa di Sleman juga diwarnai politik uang, hanya saja temuan maupun dugaan politik uang masih sulit dibuktikan karena terkendala bukti, seperti yang terjadi di desa Bimomartani (Bernadheta Dian Saraswati. 2015. Money Politic Terus Terjadi). Tim Independen Pemantau Pemilu (TIPP) Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) mengatakan bahwa praktik
money politic terjadi di hampir seluruh wilayah DIY. Bahkan money politic kini tak lagi dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi tetapi sudah lebih vulgar, bahkan transaksi bisa dilakukan di TPS. Akan tetapi, penemuan mereka masih sulit dibuktikan karena ketiadaan dokumentasi (Abdul Hamid Razak. 2014:
Money Politik Nyata Tapi Susah Dibuktikan).
Sebagai salah satu desa yang terletak di kecamatan Ngemplak kabupaten Sleman, Desa Sindumartani Ngemplak Sleman Yogyakarta dalam 2 tahun juga telah melaksanakan beberapa pemilihan seperti Pemilu Legislatif, Pemilu Presiden yang dilaksanakan diseluruh Indonesia pada tahun 2014, dan pada akhir tahun 2013 di desa ini juga telah dilaksanakan pemilihan Kepala Desa. Khusus desa Kayen pada akhir 2014 juga dilaksanakan pemilihan Kepala Dusun. Sama dengan wilayah lain di DIY, penyelenggaraan pemilu di Desa Sindumartani
(22)
8
Ngemplak Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta sebenarnya juga tidak dapat dilepaskan dari adanya praktik money politic. Hanya saja, kembali lagi pada fakta bahwa money politic dalam pemilu masih begitu sulit untuk dibuktikan.
Penyalahgunaan uang dalam pemilu menjadikan sulit diwujudkannya pemilihan umum yang sesuai dengan asas-asas pemilu yaitu bebas, rahasia, jujur, dan adil, serta menghambat adanya persaingan yang fair.Pemilu yang seperti itu pada akhirnya hanya akan menciptakan pemerintahan yang cenderung pro kepada pihak-pihak tertentu dibandingkan kepada rakyat. Apalagi kini money politic
muncul lebih terstruktur dengan melibatkan peran serta kedudukan tokoh masyarakat.
Setiap individu tentunya memiliki persepsi yang berbeda-beda dalam merespon stimulus yang diterimanya. Perbedaan persepsi bisa terjadi disebabkan karena berbagai faktor, baik dari dalam maupun dari luar diri individu. Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti ingin mengetahui ada tidaknya perbedaan antara persepsi tokoh masyarakat dengan persepsi masyarakat tentang praktik
money politic. Tokoh masyarakat dianggap sebagai seseorang yang memiliki kedudukan sosial sehingga dihormati oleh masyarakat secara langsung maupun tidak langsung tentu dapat memberi pengaruh terhadap cara pandang masyarakat. Sementara itu, masyarakat atau lebih tepatnya rakyat merupakan pemegang kekuasaan tertinggi di negara Indonesia diharapkan dapat menentukan pemimpinnya secara cerdas dan bijaksana. Dengan demikian, penelitian ini diberi judul “Perbandingan Persepsi Antara Tokoh Masyarakat dengan Masyarakat
(23)
Tentang Praktik Money Politic di Desa Sindumartani Kecamatan Ngemplak Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut :
1. Pemilihan umum secara langsung membuka peluang adanya money politic
2. Money politic dianggap sebagai tradisi wajib menjelang pemilihan umum 3. Kemasan money politic selalu mengalami perkembangan
4. Persepsi tentang praktik money politicberbeda-beda
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah seperti tersebut diatas dan adanya keterbatasan kemampuan baik intern maupun ekstern serta luasnya jangkauan permasalahan, maka penelitian ini lebih difokuskan pada permasalahan persepsi tentang praktik money politic berbeda-beda.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan masalah yaitu:adakah perbedaan persepsi antara tokoh masyarakat dengan warga masyarakat tentang praktik money politicdi desa Sindumartani kecamatan Ngemplak kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta?
(24)
10
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan persepsi antara tokoh masyarakat dengan warga masyarakat tentang praktik money politicdi desa Sindumartani kecamatan Ngemplak kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama terkait dengan pendidikan politik. 2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Sebagai calon guru PKN, penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai pemilu khususnya masalah money politicyang terjadi menjelang pemilu.
b. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan pengetahuan dan pemahaman kepada masyarakat tentang praktik money politic.
(25)
c. Bagi Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi tentang Pemilu dan Partisipasi politik, khususnya tentang kajian mata kuliah Pendidikan Demokrasi dan Budaya Politik.
d. Bagi Pengambil Kebijakan
Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan di bidang politik tentang upaya pencegahan sekaligus solusi dalam meminimalkan praktek money politic agar tercipta
(26)
12 BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori
1. Persepsi
a. Pengertian Persepsi
Bimo Walgito (2004: 87-88) menjabarkan persepsi sebagai suatu proses yang didahului oleh proses pengindraan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indra atau juga disebut proses sensoris. Lebih jauh ia mengartikan persepsi sebagai proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diindra manusia sehingga menjadi sesuatu yang berarti dan merupakan respon yang sifatnya integrated dalam diri seorang manusia.
Rita L.A, Richard C.A, dan Ernest R.H (1983: 201) mengartikan persepsi sebagai proses dimana kita sebagai seorang manusia mengorganisasi dan menafsirkan pola stimulus yang ada dalam lingkungan sekitar kita. Sementara itu, M. Dimyati Mahmud (1989: 41) mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses menafsiran stimulus yang telah ada di dalam otak.
Miftah Toha (1996: 79) mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses kognitif yang dialami oleh seorang manusia dalam upaya memahami lingkungan sekitarnya, melalui penglihatan, pendengaran, perasaan, maupun penciuman.Pendapat lain dikemukakan oleh Poerwadarminta
(27)
(1976: 792) yang mengartikan persepsi sebagai suatu tanggapan atau penerimaan langsung dari sesuatu. Dengan kata lain persepsi merupakan suatu proses dimana seseorang dapat mengetahui secara langsung hal-hal yang dapat di inderanya.
Dari beberapa pendapat diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa persepsi merupakan kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus yang berada disekitar kita yang mampu ditangkap oleh alat indra sehingga nantinya kita dapat memahami keadaan lingkungan sekitar sekaligus membuka kemungkinan untuk memberikan respon maupun anggapan.
b. Faktor-Faktor dalam Persepsi
Bimo Walgito (2004: 89) menyatakan bahwa setidaknya ada 3 hal yang berperan penting dalam proses persepsi. Pertama, Objek yang dipersepsi. Suatu objek dapat menimbulkan stimulus yang kemudian mengenai alat indra atau syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor. Meskipun demikian stimulus tidak hanya datang dari luar individu manusia yang mempersepsi tetapi juga dapat datang dari dalam diri manusia itu sendiri yang akan langsung mengenai reseptor.
Kedua, Alat indra, syaraf, dan pusat susunan saraf. Setidaknya ada 3 syaraf yang diperlukan manusia dalam proses persepsi. (1)syaraf penerima atau reseptor atau alat indra. Syaraf ini bertugas menerima stimulus, (2)syaraf sensoris yng berfungsi sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak yang berperan
(28)
14
sebagai pusat kesadaran dalam diri manusia, dan (3)syaraf motoris bertugas sebagai alat untuk melakukan atau mengadakan suatu respon.
Ketiga, Perhatian. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan keada sesuatu atau sekumpulan objek. Jadi perhatian disini merupakan langkah paling awal sebelum dilakukannya persepsi karena dengan adanya perhatian manusia dapat menyadari perlunya suatu persepsi.
Sementara itu, Sarlito W. Sarwono (2010: 103), menyebutkan bahwa perbedaan persepsi antara satu orang dengan orang yang lain dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
(1) Perhatian
Adanya keterbatasan kemampuan dalam menyerap setiap rangsangan yang kita terima menjadikan kita dipaksa untuk lebih memusatkan perhatian pada satu atau dua objek saja. Adanya perbedaan fokus, perhatian tentu saja persepsi yang dihasilkan juga akan berbeda pula.
(2) Set
Set atau yang sering disebut mental set merupakan kesiapan seseorang dalam mengahadapi suatu rangsangan yang diterimanya menggunakan cara-cara tertentu.
(29)
(3) Kebutuhan
Selama manusia masih hidup maka kebutuhan akan senantiasa mengikutinya, baik itu kebutuhan sesaat maupun kebutuhan jangka panjang. Kebutuhan setiap orang tentunya akanberbeda-beda, oleh karena itu perbedaan kebutuhan juga dapat mempengaruhi perbedaan persepsi seseorang.
(4) Sistem Nilai
Banyaknya sistem nilai berdampak pada timbulnya perbedaan persepsi, hal ini dikarenakan masing-masing sistem nilai memiliki ciri khas, cara pandangan, dan juga kepercayaan yang berbeda-beda. (5) Tipe Kepribadian
Setiap manusia diciptakan dengan kepribadian yang berbeda-beda, dengan perbedaan kepribadian tentu saja persepsi yang ditimbulkan juga akan berbeda-beda.
(6) Gangguan Kejiwaan
Penderita gangguan kejiwaan kemungkinan besar dapat mengalami halusinasi dan delusi. Halusinasi dan delusi ini merupakan kesalahan persepsi yang dapat menyerang penderita gangguan kejiwaan yang umumnya mengidap schizophrenia.
Sementara itu, Sugihartono dkk (2007: 8) menyebutkan ada 2 faktor yang mempengaruhi perbedaan persepsi, antara lain : (1) Sudut Pandang Pengamatan dan (2) Individu. Faktor individu disini terutama dipengaruhi
(30)
16
oleh: (a) pengetahuan, pengalaman, dan wawasan seseorang, (b) kebutuhan seseorang, (c) kesenangan atau hobi, dan (d) kebiasaan atau pola hidup.
Pendapat lain dikemukakan oleh M. Dimyati Mahmud (1989: 41) yang mengemukakan bahwa setidaknya ada 4 faktor atau unsur dalam persepsi. Keempat faktor tersebut antara lain :
1. Hakekat sensoris stimulus 2. Latar belakang
3. Pengalaman sensoris terdahulu yang ada hubungannya 4. Perasaan-perasaan pribadi, sikap, dorongan, dan tujuan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat dua faktor yang mempengaruhi persepsi, yaitu faktor internal yang berupa perhatian, pengalaman, kebutuhan, kejiwaan, dan kondisi alat indra serta faktor eksternal yang biasanya berupa sistem nilai.
2. Tokoh Masyarakat
a. Pengertian Tokoh Masyarakat
Pengertian tokoh masyarakat menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1987 tentang Protokol adalah seseorang yang karena kedudukan sosialnya menerima kehormatan dari masyarakat dan/atau pemerintah. Penyebab dan siapa yang disebut dengan tokoh masyarakat dapat terjadi karena lima hal, antara lain :
(31)
a) Kiprah atau peranannya masyarakat sehingga yang bersangkutan ditokohkan oleh masyarakat sekitar. Dengan ketokohan tersebut maka masyarakat memilihnya untuk menduduki posisi-posisi penting di masyarakat seperti RT, RW, ketua pemuda, ketua masjid, tokoh agama dsb.
b) Kepemilikan kedudukan formal dalam pemerintahan, misalnya kepala desa. Kepala desa merupakan salah satu dari dua unsur pemerintahan desa yaitu unsur pimpinan (selain unsur pembantu), yang memiliki kewenangan untuk menjadi pemimpin dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan desa. Kepala desa dipilih oleh dan dari penduduk desa yang diselenggarakan melalui pemilihan umum (Deddy Supriady Bratakusumah. 2004: 24).Tokoh lain yang dianggap sebagai tokoh masyarakat formal adalah kepala dusun. Pada dasarnya keberadaan suatu dusun ditujukan untuk membantu memperlancar jalannya penyelenggaraan pemerintahan desa. Dalam suatu desa biasanya terdiri atas beberapa bahkan puluhan dusun. Dusun-dusun tersebut dipimpin oleh seorang kepala dusun yang merupakan unsur pelaksana tugas kepala desa dengan wilayah kerja tertentu (C.S.T. Kansil. 1983: 49).
c) Memiliki ilmu yang tinggi dalam bidang tertentu sehingga baik masyarakat maupun pemerintahan dari tingkat yang terbawah sampai ke atas sering meminta nasihat serta pendapatnya.
(32)
18
d) Ketua partai politik yang memiliki kedekatan dengan masyarakat, rajin bersilaturahmi dan menyempatkan diri untuk berinteraksi dengan masyarakat.
e) Pengusaha yang sering memberikan bantuan sosial pada masyarakat (Musni Umar. 2013. Tanggung jawab pemimpin dan tokoh masyarakat terhadap rakyat dan pembangunan).
b. Fungsi Tokoh Masyarakat
Fungsi tokoh masyarakat dapat mencakup beberapa aspek, misalnya aspek sosial, aspek ekonomi, aspek pembangunan sarana dan prasarana, hingga aspek agama.
a) Aspek sosial
Fungsi tokoh masyarakat dalam aspek sosial utamanya terlihat dari kemampuan mereka dalam merekatkan hubungan antara sesama anggota masyarakat maupun dengan anggota masyarakat lain. Ketika terjadi suatu permasalah, pertentangan, maupun provokasi maka tokoh masyarakat wajib memberikan pandangan dan mencoba untuk menjembatani agar permasalahan yang dihadapi dapat diselesaikan secara dalami.
b) Aspek ekonomi dan pembangunan
Utamanya bagi tokoh masyarakat yang berasal dari kalangan pengusaha mereka berfungi untuk menciptakan lahan-lahan ekonomi
(33)
bagi msyarakat agar dapat menjadi masyarakat yang mandiri dan berdaya guna sekaligus mengarahkan masyarakat agar memiliki kepedulian terhadap pendidikan.
c) Aspek agama
Fungsi tokoh masyarakat dalam aspek agama adalah menyumbangkan pikiran, tenaga, waktu agar penyampaian nilai-nilai ajaran agama dapat tersalurkan dengan baik dan benar (www.bimbingan.org/fungsi-tokoh-masyarakat.htm).
3. Masyarakat
a. Pengertian Masyarakat
Dalam bahasa inggris masyarakat disebut society, berasal dari kata socius yang artinya kawan. Sementara kata “Masyarakat” sendiri berasal dari bahasa arab yaitu syirk yang artinya bergaul. Adanya saling bergaul ini karena adanya bentuk-bentuk aturan hidup, yang bukan disebabkan oleh manusia sebagai perseorangan, melainkan oleh unsur-unsur kekuatan lain dalam lingkungan sosial yang merupakan kesatuan.
R.M. MacIver dan Charles H. Page (Soerjono Soekanto. 1982: 22) mendefinisikan masyarakat sebagai suatu sistem dari kebiasaan dan tata cara, dari wewenang dan kerjasama antara berbagai kelompok dan penggolongan, pengawasan tingkah laku serta kebiasaan-kebiasaan manusia. Keseluruhan yang senantiasa mengalami perubahan tersebutlah
(34)
20
yang dinamakan masyarakat. Dengan kata lain, masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial yang selalu mengalami perubahan.
Para ahli seperti MacIver, J.L Gillin, dan J.P Gillin (Munandar Sulaeman. 2006: 122) sepakat bahwa adanya saling bergaul dan interaksi dalam masyarakat karena memiliki nilai-nilai, norma-norma, cara-cara, dan prosedur yang merupakan kebutuhan bersama sehingga masyarakat merupakan kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Untuk arti yang lebih khusus masyarakat disebut juga kesatuan sosial, mempunyai ikatan-ikatan kasih sayang yang erat.
Menurut Poerwadarminta (1976: 564), terbentuknya masyarakat adalah karena manusia-manusia menggunakan pikiran, perasaan, dan keinginan-keinginannya dalam memberikan reaksi terhadap lingkungannya. Setiap manusia mempunyai naluri untuk selalu berhubungan dengan sesamanya. Hubungan yang berkesinambungan tersebut menghasilkan suatu pola pergaulan yang dinamakan pola interaksi sosial. Pergaulan tersebut menghasilkan pandangan-pandangan mengenai kebaikan dan keburukan. Dengan kata lain, pandangan-pandangan tersebut merupakan nilai-nilai manusia yang kemudian sangat berpengaruh terhadap cara dan pola perilakunya.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat kita ketahui bahwa masyarakat merupakan sekelompok manusia yang hidup bersama yang menduduki
(35)
suatu wilayah tertentu yang memiliki pemikiran, perasaan, nilai, norma yang hampir serupa sehingga akan menghasilkan suatu kebudayaan tertentu yang dapat mempengaruhi pola perilaku anggotanya.
b. Pembagian Masyarakat 1). Masyarakat Kota
Masyarakat perkotaan atau rural community dapat diartikan sebagai sekumpulan manusia yang berasal dari beberapa desa yang mendiami suatu wilayah tertentu yang bersifat heterogen dan majemuk karena terdiri dari berbagai suku, ras, etnis, kemampuan, keterampilan, bahkan pekerjaan.
a) Ciri-Ciri Masyarakat Kota
Soerjono Soekanto (2010: 139) menyebutkan setidaknya ada 7 ciri yang melekat pada masyarakat perkotaan, antara lain:
1. Cara berpikir yang lebih rasionalmengakibatkan kehidupan keagamaan masyarakat kota sedikit berkurang dibanding masyarakat desa
2. Orang kota memiliki tingkat kemandirian yang tinggi daripada masyarakat desa sehingga dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus menggantungkan hidup pada orang lain
3. Pada masyarakat kota terdapat pembagian kerja yang lebih tegas dan jelas serta memiliki batas-batas yang nyata
(36)
22
4. Kemungkinan memperoleh kesempatan kerja lebih tinggi karena adanya pembagian kerja yang jelas
5. Jalan pikir yang lebih rasional mengakibatkan interaksi yang terjadi diantara masyarakat kota lebih didasarkan pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi
6. Ketepatan waktu merupakan faktor penting bagi masyarakat kota karena tuntutan kehidupan yang serba cepat sehingga pembagian waktu sangat diperlukan untuk mengejar pemenuhan kebutuhan
7. Perubahan sosial tampak lebih nyata karena masyarakat kota memiliki sifat yang lebih terbuka terhadap pengaruh luar.
2). Masyarakat desa
Masyarakat desa dapat kita asumsikan sebagai suatu masyarakat yang berkedudukan atau bertempat tinggal di wilayah pedesaan.
a) Ciri-ciri masyarakat desa
Roucek & Warren (Jefta Leibo. 1995: 7) menjabarkan kharakteristik khas yang dimiliki masyarakat desa sebagai berikut : 1. Memiliki mata pencaharian, nilai-nilai kebudayaan, sikap dan
tingkah laku yang relatif homogen
2. Menekankan keluarga sebagai unit ekonomi yang secara bersama-sama saling berusaha memenuhi kebutuhan keluarga
(37)
3. Faktor geografis seperti tanah dan tempat kelahiran memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan
4. Hubungan antar masyarakat lebih erat dan awet
Seiring dengan kemajuan zaman, masyarakat akan selalu mengalami perubahan, baik di tingkat makro, mezo maupun mikro. Di tingkat makro terjadi perubahan ekonomi, politik, dan kultur. Di tingkat mezo terjadi perubahan kelompok, komunitas, dan organisasi. Di tingkat mikro terjadi perubahan interaksi dan perilaku individual (Piotr Sztompka. 2007: 65). Begitu pula dengan masyarakat desa yang juga akan selalu mengalami perkembangan. Sebagai akibat dari adanya perkembangan desa, karakteristik khas yang dimiliki oleh desa lambat laun akan mengalami perubahan, seperti yang dikemukakan Rogers (Jefta Leibo. 1995: 8) berikut ini:
1. Mutual distrust interpersonal relations. Adanya rasa saling tidak percaya karena memperebutkan sumber ekonomis
2. Perceived limited group. Pandangan yang sempit menghalangi hal-hal yang lebih baik serta kesempatan untuk maju
3. Dependence on hostility towards government outhority.
Ketergantungan sekaligus curiga terhadap pemerintah maupun unsur-unsurnya
(38)
24
5. Lack of innovatiness. Rasa enggan menciptakan dan menerima ide baru
6. Fatalism. Rendahnya wawasan pikiran masyarakat untuk menanggapi atau merencanakan masa depan
7. Limited aspiration. Keinginan dan aspirasi rendah untuk menggapai masa depan
8. Lack of deferred gratification. Kekurangan atau ketiadaan sifat mengekang diri untuk mengorbankan kenikmatan sekarang demi masa depan yang lebih nikmat
9. Limited view if this world. Pandangan yang terbatas tentang dunia luar
10. Low emphaty. Derajat empati masyarakat rendah ditandai dengan rendahnya keterampilan menangkap peranan orang lain.
3). Perbedaan Masyarakat Kota dan Desa
Berdasarkan pemaparan diatas dapat diketahui bahwa terdapat banyak sekali perbedaan antara masyarakat kota dengan masyarakat desa. Perbedaan tersebut seperti yang terlihat dalam tabel1:
(39)
Tabel 1. Perbedaan Masyarakat Desa dan Kota
No Aspek Masyarakat Pedesaan Masyarakat Perkotaan
1 Hubungan
antar masyarakat
Warga memiliki hubungan yang lebih erat dengan sistem kehidupan yang biasanya berkelompok atas dasar kekeluargaan
Masyarakat desa umumnya bersifat individualistis sehingga interaksi yang tercipta lebih disebabkan oleh faktor kepentingan 2 Perkerjaan/
mata
pencaharian
Bersifat homogen karena umumnya masyarakat desa hidup dari pertanian
Bersifat heterogen karena pekerjaan masyarakat kota lebih bervariasi, tidak hanya bergantung pada sektor pertanian 3 Mobilitas
sosial
Mobilitas sosial masyarakat desa umumnya sedikit lebih lambat sehingga golongan orangtua masih
memegang peranan penting
Perubahan sosial terjadi dengancepat, sehingga dapat menimbulkan konflik antara golongan muda dan golongan orang tua
4 Perhatian masyarakat
Perhatian masyarakat lebih pada keperluan utama kehidupan
Perhatian lebih pada penggunaan kebutuhan hidup yang dikaitkan dengan masalah prestise 5 Kehidupan
keagamaan
Kehidupan keagamaan lebih kental
Kehidupan keagamaan lebih longgar karena cara berpikir yang rasional dan lebih mengutamakan pemenuhan kebutuhan duniawi
6 Solidaritas Sosial
Solidaritas sosial masyarakat desa relatif lebih tinggi, terlihat dari tingginya semangat gotong royong dalam masyarakat
Solidaritas yang
ditunjukkan masyarakat kota lebih didasarkan pada kepentingan-kepentingan tertentu 7 Nilai dan
sistem nilai
Masyarakat desa umumnya lebih
memegang teguh nilai, norma, etika, tata krama yang hidup di masyarakat
Orientasi masyarakat kota lebih mengarah pada sektor ekonomi dan pendidikan
(40)
26
c. Hubungan Masyarakat dengan Politik
George & Wildin (Basrowi, Sukidin, dan Suko Susilo. 2002: 41) megungkapkan bahwa secara praktis politik dalam masyarakat dapat mengandung makna suatu paradigma yang mengarahkan kepada ketertiban masyarakat, consensus, stabilitas, integritas, dan hubungan fungsional. Politik dalam masyarakat dimaknai sebagai suatu alat yang dapat digunakan untuk mempebikan penjelasan kepada masyarakat sehingga pada akhirnya masyarakat akan mampu untuk memilih jalan terbaik untuk keberlangsungan hidupnya baik di masa sekarang maupun di masa yang akan datang.
Ramlan Surbakti (2007: 19) mengatakan bahwa politik sebenarnya merupakan suatu proses pembuatan, pelaksanaan, dan penegakan keputusan untuk kepentingan umum. Secara historis, politik diartikan sebagai usaha membicarakan apa yang menjadi kebaikan bersama bagi warga negara yang hidup dalam suatu polis. Selain itu, beliau juga mengemukakan bahwa politik merupakan suatu keputusan yang sifatnya mengikat seluruh masyarakat. Dalam hal ini, keputusan yang hanya mengikat, menyangkut, dan mempengaruhi sebagian masyarakat tidak dapat dimasukkan dalam kategori keputusan politik.
Hubungan antara masyarakat dengan politik digambarkan oleh Stevan Lukes (Basrowi, Sukdin, dan Suko Susilo. 2002: 31) yang mengungkapkan betapa penting dan berartinya hubungan antara
(41)
masyarakat dengan politik untuk mewujudkan terciptanya persatuan dalam masyarakat, sekaligus untuk menciptakan identitas diri yang jelas bagi suatu masyarakat sehingga mampu mendorong rasa saling memiliki diantara anggotanya terhadap identitas bersamanya tersebut atau yang biasa disebut dengan istilah Nasionalisme. Lebih sederhananya, hubungan tersebut dapat berupa : Simbol kebersamaan, wujud identitas bersama, wahana tumbuhnya perasaan dan senasib, serta wahana ikatan dalam bertindak
Dari pemaparan di atas dapat kita simpulkan bahwa keberadaan politik sangat menentukan keberlangsungan hidup masyarakat, utamanya dalam menjaga persatuan, menentukan langkah dimasa depan, menjaga stabilitas, menciptakan kepastian hukum, maupun perlakuan yang sama untuk seluruh lapisan masyarakat.
d. Partisipasi politik masyarakat
Herbert McClosky (Miriam Budiardjo. 2008: 367) mendifinisikan partisipasi politik sebagai kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dala proses pembentukan kebijakan umum. Paige (Ramlan Surbakti. 2007: 144) membagi partisipasi politik dalam 4 tipe yaitu:
(42)
28
1) Partisipasi politik aktif. Kesadaran politik dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah tinggi
2) Partisipasi politik pasif-tertekan(apatis). Kesadaran politik dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah rendah
3) Partisipasi politik militant radikal.Kesadaran politik masyarakat tinggi sementara kepercayaan terhadap pemerintah sangat rendah
4) Partisiasi politik tidak aktif (pasif). Kesadaran politik masyarakat sangat rendah sedangkan kepercayaan terhadap pemerintah sangat tinggi.
Tingkah laku politik seseorang menurut Greenstein (Nasiwan. 2012: 40)terbentuk melalui proses berikut :
Struktur-struktur kepribadian keyakinan politik tindakan politik
individu struktur dan proses.
a. Struktur kepribadian : menurut teori psikoanalitik Sigmund Freud, kepribadian manusia terdiri dari tiga unsur, yaitu: id, ego, dan super ego. Id adalah komponen kepribadian yang dimiliki manusia sejak lahir. Ego adalah komponen kepribadian yang bertanggungjawab untuk menangani masalah realitas. Super ego adalah komponen terakhir dalam kepribadian yang merupakan aspek kepribadian yang menampung semua standar internalisasi moral dan cita-cita yang diperoleh dari lingkungan baik keluarga maupun masyarakat yang
(43)
kemudian bertugas untuk memberikan pedoman bagi individu dalam memberikan penilaian.
b. Keyakinan politik berkaitan dengan pandangan seorang individu tentang baik buruk suatu proses maupun keadaan politik
c. Tindakan politik individu terwujud setelah adanya keyakinan dari individu mengenai baik buruk suatu proses maupun keadaan politik sehingga mendorong individu tersebut untuk turut serta dalam kegiatan politik, misalnya mengikuti pemilu
d. Struktur dan proses berkaitan dengan masalah pengambilan kebijakan, tindakan politik yang dilakukan individu sedikit banyak turut memberikan berpengaruh terhadap struktur dan proses pengambilan kebijakan yang dilakukan pemerintah.
4. Money Politic
a. Pengertian Money Politic
Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh peserta pemilu untuk menarik perhatian serta dukungan pemilih adalah dengan melakukan kampanye sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Akan tetapi, dalam kenyataan pelaksanaan kampanye justru sering menimbulkan berbagai permasalahan, antara lain seperti mencuri start, tim sukses yang masih diisi oleh Pegawai Negeri Sipil, sampai masalah money politic.
Ajat Sudrajat (2011: 103), dalam bukunya yag berjudul Khazanah Intelektual Politik Islam mengatakan bahwa masalah utama dari persoalan
(44)
30
kepemimpinan dan legitimasi terletak pada bagaimana cara suatu kepemimpinan memperoleh legitimasi atas kepemimpinannya tersebut. Terkait dengan masalah perolehan legitimasi, Vedi Hadiz (Koirudin. 2004: 36) memandang bahwa negara Indonesia sebenarnya dapat dikatakan gagal dalam melakukan transisi demokrasi. Menurutnya, kegagalan ini disebabkan karena transisi demokrasi hanya mampu menghasilkan sistem yang dinamika mendasarnya dibentuk dan didasarkan oleh politik uang dan kekerasan. Dengan kata lain, legitimasi kepemimpinan di Indonesia selama ini hanya didapatkan melalui uang dan kekerasan semata.
Sulitnya membuktikan kasus money politic sendiri tidak dapat dilepaskan dari adanya fakta bahwa praktek politik uang dilakukan dengan sangat tertutup dan hanya diketahui para calon dan orang yang berada pada “ring dalam” saja. Selain itu, para calon dan timses biasanya juga telah memperhitungkan pertimbangan prinsip kehati-hatian agar tepat sasaran sehingga adanya transaksi tidak akan diketahui calon lain sekaligus mencegah tindakan menghambur-hamburkan uang (Amzulian Rifai. 2003: 61).
Money politic dalam Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai suap, sedangkan suap dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah uang sogok (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1994: 965). Oleh karena
(45)
maupun menerima suap dalam pemilu sama-sama dianggap telah melakukan money politic sehingga keduanya sama-sama dapat dijerat dengan sanksi pidana (Topo Santoso. 2006: 135). Rozali Abdullah (2009: 199) mendefinisikan money politic sebagai kegiatan memberikan atau menjanjikan sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dilakukan oleh peserta pemilu kepada seorang pemilih agar pemilih yang bersangkutan dapat dipengaruhi pikirannya untuk tidak menggunakan hak pilih sebagaimana mestinya karena telah diarahkan untuk memberikan hak suaranya kepada peserta pemilu tertentu.
Semakin lumrahnya praktek money politic ini seolah membenarkan apa yang dikemukakan John R. Lucas (Benny Susetyo. 2004: 56) dalam bukunya yang berjudul Democracy and Participation bahwa rakyat hanya diberikan kesempatan dalam politik hanya saat pemilu saja. Dikatakan hanya saat pemilu karena selama proses pemilu, rakyat seolah menjadi bagian terpenting dalam pelaksanaannya, padahal sebenarnya rakyat hanya dijadikan alat (karena dapat dibeli suaranya) untuk mencapai kekuasaan yang ditargetkan.
Hampir sama dengan apa yang dikemukakan John R. Lucas, menurut Ign. Gatut Saksono (2013: 35), Indonesia saat ini tidak lagi menjadi sebuah negara yang kedaulatannya berada di tangan rakyat. Di negara demokrasi Indonesia ini rakyat sudah tidak lagi berkuasa, yang berkuasa adalah modal. Demokrasi kita menjadi demokrasi semu. Dikatakan
(46)
32
demokrasi semu atau fatamorgana karena yang berperan sebenarnya adalah modal kaum kapitalis. Dia mengatakan demikian karena pada kenyataannya pemilu belakangan ini seolah diperuntukkan oleh mereka yang memiliki modal besar, tidak hanya untuk kampanye dan mempromosikan diri akan tetapi juga untuk membeli suara rakyat.
Money politic biasanya dikaitkan dengan masalah suap menyuap dengan tujuan untuk memenangkan salah satu kandidat dalam pemilihan umum. Akan tetapi, sebenarnya jika dilihat lebih cermat lagi, money politic dapat juga terkait dengan hal-hal yang berbau segala macam pelanggaran menyangkut dana dalam konteks politik termasuk masalah kepartaian dan pemilihan umum (Topo Santoso dan Didik Supriyanto. 2004: 111).
Faizal Basri (Toni Andrianus Pito. 2013: 283), mendefinisikan money politic sebagai setiap pemberian yang dilakukan oleh seorang peserta pemilu, baik dalam bentuk uang ataupun non-uang yang diduga atau patut diduga dapat mempengaruhi pemilih dalam pemilihan umum. Kolaborasi yang terjadi diantara sesama anggota strategis maupun dengan massa yang berada pada posisi yang lebih rendah kemungkinan besar dapat direkatkan dengan adanya uang. Meskipun demikian, kolabirasi yang erat hanya karena uang kemungkinan berlakunya hanya dalam waktu singkat dengan kadar loyalitas yang rendah sehingga kurang begitu efektif apabila dipakai untuk ajang jual-beli pengaruh jangka panjang. Akan tetapi, tidak semua
(47)
kolaborasi yang menggunakan uang sebagai perekat secara otomatis dapat berindikasikan money politic, namun dibalik semua itu kemungkinan besar money politic dapat terjadi.
Menurut Sarundajang (2012: 126), politik uang atau money politic
merupakan suatu fenomena global dalam berbagai kompetensi antar kandidat pada berbagai level kepemimpinan. Money politic dapat dilakukan ketika terdapat celah yang memungkinkan suara pemilih dapat disumbat dan dapat diambil suaranya untuk mengikuti kehendak kandidat yang bertarung. Lebih lanjut Sarundajang juga memandang money politic
dari dua pengertian yaitu secara halus dan secara kasar.
Money politic dalam pengertian halus dari sisi masyarakat daerah adalah apabila sebelum dan sesudah pemilihan masyarakat pemilih meminta uang kepada kandidat sebagai bentuk tagen prestasi. Money politic dalam pengertian kasar dari sisi elit adalah kesengajaan menghambur-hamburkan uang untuk masyarakat dalam rangka memenangkan suara pemilih baik dalam tahapan kampanye maupun sampai pencoblosan suara.
Sumber pembiayaan dalam money politic dapat berasal dari 3 hal, yaitu : (1) Kekayaan pribadi(2) memanfaatkan kekayaan negara. Biasanya dilakukan oleh pejabat yang ingin mencalonkan diri kembali setelah sebelumnya telah menduduki jabatan politik tertentu; (3) pengeluaran pemerintah.
(48)
34
Kesimpulan yang dapat kita ambil dari beberapa pemaparan diatas adalah bahwa money politic merupakan suatu kegiatan yang dapat berupa pemberian sejumlah uang, barang, dan materi lainnya, maupun janji untuk memberikan sesuatu yang dilakukan oleh seorang peserta pemilu kepada pemilih selaku pemilik suara dengan tujuan untuk merampas hak pilih dengan jalan mengarahkan pemilih untuk memilih peserta pemilu tertentu.
b. Tahapan Dana dalam Money Politic
Amzulian Rifai (2003: 61) dalam bukunya yang berjudul Politik Uang dalam Pemilihan Kepala Daerah menyebutkan 5 tahapan dana dalam praktek politik uang, antara lain :
1) Uang perkenalan : uang perkenalan disini biasanya diberikan untuk melakukan pendekatan sekaligus menarik simpati
2) Uang pangkal : sering disebut juga dengan DP atau uang muka. 3) Uang untuk fraksi : hal ini biasanya dilakukan oleh bakal calon
kepada anggota fraksi agar nantinya bakal calon tersebut yang diusung dan dicalonkan oleh fraksi yang bersangkutan.
4) Pembelian suara menjelang pemilihan : pembelian suara menjelang pemilihan biasanya dilakukan para calon untuk mendekati pemilih baik secara langsung maupun lewat perantara. Umumnya, pada saat seperti inilah transaksi dilakukan.
5) Serangan fajar. Serangan fajar yang dimaksud disini adalah saat fajar pada hari H pemilihan kandidat atau tim sukses memanfaatkan
(49)
info paling mutakhir tentang berapa harga satu suara dan daerah mana saja yang masih mungkin untuk ditandingi
Berdasarkan pemaparan diatas, money politic biasanya telah direncanakan dan dilaksanakan jauh-jauh hari sebelum dilakukan pemungutan suara. Uang perkenalan dan uang pangkal umumnya dilakukan jauh hari sebelum dilaksanakan pemilu yang diberikan untuk menyaring pendukung sementara pembelian suara dan serangan fajar dilakukan saat detik-detik terakhir menjelang pemungutan suara untuk memastikan pemilik hak pilih akan memberikan hak suaranya pada pemberi calon tertentu dalam pemilu.
c. Strategi Pembagian Money Politic
Alexander Heard dalam Herbert E. Alexander (2003: 29) mengatakan bahwa dalam suatu masyarakat, uang merupakan sebuah medium atau alat yang sangat signifikan untuk dapat menguasai energi dan sumber daya. Karakteristik khas yang merupakan keuntungan nyata dalam politik yang dimiliki uang adalah bahwa ia dapat dipindahkan dan dipertukarkan (konvertibel) tanpa meninggalkan jejak darimana asal usul maupun sumbernya. Selain itu, uang juga dapat dimanfaatkan sebagai instrumen atau alat untuk mendapat pengaruh, atau diubah menjadi sumberdaya-sumberdaya yang lain, atau dipergunakan secara berkombinasi dengan
(50)
36
sumberdaya-sumberdaya yang lain dalam rangka meraih kesuksesan politik.
Melihat fakta yang demikian mengenai uang, maka tidak mengherankan apabila money politic biasanya lebih banyak dilakukan dengan menggunakan uang tunai untuk menghilangkan jejak, meskipun money politic bisa juga dilakuka dalam bentuk lain. Strategi pemberian uang yang dilakukan peserta pemilu kepada pemilih biasanya dilakukan dengan menggunakan beberapa cara, antara lain :
1. Sistem ijon
Merupakan sistem bayar dimuka yang sifatnya mengikat. Sistem ini semacam sistem balas budi dimana para calon sejak jauh-jauh hari mencoba memenuhi kebutuhan-kebutuhan pemilih sehingga pada saat pemilihan pemilih seolah tak mampu memilih kandidat lain karena telah merasa dibantu dan merasa hutang budi.
2. Melalui perantara tim sukses
Money politic nerupakan salah satu hal yang paling sensitif dan sangat rahasia sehingga tidak semua orang dapat menembus informasisehingga melalui perantara tim sukses inilah uang dari kandidat dinagikan kepada masyarakat.
(51)
4. Pemberian langsung oleh kandidat dengan dalih ingin lebih mendekatkan diri pada masyarakat yang nanti mungkin akan dipimpinnya
5. Dalam bentuk cheque
Akan tetapi, penggunaan cheque biasanya lebih dihindari karena beberapa alasan. Pertama, dengan menggunakan cheque berarti transaksi harus dilakukan melalui jasa perbankan, hal ini tentu dapat lebih mudah diendus karena transaksi melalui perbankan lebih mudah dibuktikan. Kedua, penerima money politic sebisa mungkin menghindari adanya cek kosong. Hal ini kemungkinan dapat terjadi karena biasanya para calon menggunakan strategi 1 hari setelah pemilihan untuk meminimalisir kerugian. Maksudnya, cek yang diberikan baru dapat dicairkan 1 hari setelah pemungutan suara dilakukan. Tetapi biasanya ketika calon tersebut kalah, cek yang diberikan tidak dapat dicairkan (Amzulian Rifai. 2003: 75).
Selain cara di atas, belakangan ini kemasan money politic semakin mengalami perkembangan. Kini, money politic tidak lagi hanya berbentuk uang melainkan juga dalam bentuk lain seperti pemberian barang, jasa, kemudahan fasilitas dan lain sebagainya. Bentuk lain money politic ini biasanya justru diberikan secara kolektif untuk masyarakat sehingga
money politic bukan lagi suatu yang dirahasiakan, misalnya saja suatu dusun yang meminta “bantuan” tenda untuk dimasukkan kedalam kas
(52)
38
tidak dibagikan dalam bentuk uang kepada seluruh anggota masyarakat yang memiliki hak pilih. Jadi money politic saat ini tidak hanya bentuk, kemasannya saja yang semakin banyak tetapi juga sifatnya yang kini semakin terbuka.
d. Sebab dan Akibat Money Politic
Menurut T. Jacob dalam (Artidjo Alkostar. 2008: 18) pembelian suara (money politic) merupakan salah satu bentuk korupsi politik selain tirani, penghianatan atau subversi, lobbyism, kecurangan dalam pemilu,
patronage dan favoritism. Alkostar sendiri mengartikan korupsi politik sebagai suatu tindakan yang dilakukan oleh elit politik atau pejabat pemerintahan negara yang memiliki dampak terhadap keadaan maupun kondisi politik dan ekonomi.
Korupsi politik setidaknya dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:
a) Ambisi untuk mempertahankan dan memperluas kekuasaan
b) Sikap acuh tak acuh dari rakyat sehingga tidak ada kontrol efektif dari rakyat
c) Krisis keteladanan dan kevakuman moral para elit politik
d) Kemerosotan kredibilitas penegak hukum merosot yang karena krisis institusi dan mental aparat penegak hukum.
Korupsi politik yang didalamnya juga mencakup praktik money politic
(53)
kehilangan hak strategisnya untuk hidup layak dan mematikan harapan masa depan mereka untuk memperoleh pemipin yang memiliki kemampuan intelektual, kredibilitas, dan juga akseptabilitas yang mumpuni sehingga kesejahteraan rakyat dapat lebih mudah diciptakan. Lebih ekstrim lagi, terdapat anggapan bahwa money politic juga menyebabkan akal sehat masyarakat terbeli hanya untuk membela penjahat daripada pahlawan (Tim Redaksi LP3ES. 2002: 65).
Mengingat bahwa dampak korupsi politik dinilai lebih mengerikan dibandingkan korupsi biasa karena berkaitan dengan rendahnya moralitas bangsa dan defisit moral penegak hukum, maka tidak salah jika korupsi politik termasuk money politic dianggap sebagai sebagai extra ordinary crime.Didik Suprianto (Sarundajang. 2012: 128), mengatakan bahwa
money politic dapat disebabkan oleh 3 hal, yaitu : 1. Ketatnya persaingan
Ketika terjadi persaingan yang cukup ketat, biasanya para kandidat akan saling berlomba untuk memenangkan persaingan, tetapi tidak dengan saling mengawasi, justru biasanya mereka akan saling berlomba dalam melakukan money politic.
2. Minimnya jumlah dan kemampuan pengawas baik lokal maupun asing 3. Kurangnya partisipasi media dalam mengungkap kasus money politic.
(54)
40
Terkait faktor ketatnya persaingan, Hamdi Muluk (2010: 35) mengistilahkan persaingan elit politik sebagai sindroma kepiting dimana mereka akan saling menjatuhkan dan saling menyaingi untuk memenangkan pemilu sekaligus untuk menguasai pihak lain.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia Harkristuti Harkrisnowo mengungkapkan bahwa lemahnya aturan dan penegakan hukum dalam peraturan pemilu merupakan penyebab utama maraknya
money politic. Sementara itu, Anggota KPU Pusat Endang Sulastri mengungkapkan bahwa money politic akan menghasilkan yang cenderung kurang pro-rakyat dan lebih mengakomodir keinginan pemberi dukungan dana selama kampanye (Sarundajang. 2012: 129).
Selain itu, faktor yang lebih berperan dalam menyuburkan praktik
money politic adalah belum adanya kesadaran baik dari peserta pemilu maupun dari pemilik hak pilih tentang pentingnya pemilu yang bersih, jujur, dan adil. Apabila peserta pemilu dan pemilik hak pilih sudar sadar akan pentingnya pemilu yang bersih, jujur, dan adil tentu saja tidak akan ada money politic, karena pembelian suara tidak akan terjadi ketika kedua belah pihak tidak memiliki kesepakatan.
e. Upaya Mengurangi Praktik money politic
Menurut Amzulian Rifai (2003: 102), memberantas praktik money politic merupakan hal yang mustahil untuk dilakukan. Hal ini berdasarkan pada beberapa alasan, yaitu :
(55)
1. Mekanisme pengawasan yang dirasa masih lemah
2. Sanksi terhadap partai yang hampir tidak ada sama sekali 3. Lemahnya komitmen untuk menuju kebaikan
4. Penegakan hukum yang lemah.
Meskipun demikian, tidak menutup adanya kemungkinan untuk sedikit menekan maupun meminimalkan praktik money politic ini. Rifai sendiri mengajukan 2 langkah untuk mengurangi politik uang, yaitu dengan memunculkan disiplin partai yang keras tanpa diskriminasi dan penegakan hukum yang tidak diskriminatif.
Upaya lain yang dapat dilakukan untuk mencegah perluasan praktik
money politic adalah dengan mengadakan pengaturan dana kampanye maupun dana parpol agar uang tidak menjadi faktor utama yang menentukan hasil pemilu. Selain itu, upaya ini juga dapat mencegah timbulnya politik patron-klien, dimana parpol maupun wakil rakyat nantinya akan yang lebih memilih untuk mengabdi, tunduk pada kepentingan donatur parpol.
Faktor utama yang mampu menyukseskan peraturan dana kampanye dan dana parpol untuk memperkecil kemungkinan adanya praktik money politic
adalah adanya transparansi atau keterbukaan yang bersifat universal, komprehensif, dan tepat waktu. Faktor lain yang tak kalah penting adalah adanya dukungan yang diberikan masyarakat dalam melaporkan tindak korupsi politik atau politik uang (money politic). IFES atau International Foundation for Election System (Toni Andrianus Pito. 2013: 283) pada tahun
(56)
42
2000 mengemukakan setidaknya ada 14 hal yang harus dimasukkan dalam pengaturan dana kampanye dan dana parpol, antara lain:
(1) Pengeluaran partai politik untuk tujuan kampanye pemilu harus diambil dari dana kampanye partai yang sudah resmi di audit.
(2) Seluruh dana yang dikumpulkan atau dikeluarkan oleh seorang caleg untuk tujuan kampanye harus melalui dana kampanye partai politik yang mencalonkan caleg tersebut dan telah diaudit.
(3) Sumbangan yang diterima partai politik dalam bentuk barang atau jasa, baik secara langsung maupun secara tidak langsung, harus diperlakukan sama dengan sumbangan dalam bentuk uang.
(4) Apabila sebuah partai politk menerima sejumlah sumbangan yang dilarang atau melebihi batas yang ditentukan oleh hukum, maka sumbangan tersebut harus dikembalikan kepada donaturnyasecara keseluruhan atau jumlah yang melebihi batas dalam waktu 2 hari (48 jam)
(5) Sumbangan kontan, tanpa nama, atau tanpa catatan yang melebihi batas (dalam rupiah) dilarang.
(6) Sumbangan melalui (secara palsu dibuat atas nama) individu ataupun kelompok lain dilarang.
(7) UU Pemilu dan UU Partai politik harus secara jelas menyatakan larangan penggunaan dana, tenaga, fasilitas, persediaan, peralatan, perlengkapan, atau sumber daya lain milik negara atau pemerintah untuk mendukung caleg maupun parpol tertentu kecuali diperbolehkan oleh hukum.
(8) UU Pemilu secara khusus harus mencantukan pembatasan sumabngan untuk dana kampanye partai politik, yang dibedakan dari sumbangan kepada partai-partai politik dibawah UU Partai Politik. (9) Partai-partai politik harus menunjuk seorang pengurus yang
bertangggung jawab atas keuangan parpol.
(10) KPU harus menentukan standar yang konsisten dengan prinsip akuntansi professional mengenai pencatatan transaksi partai politik. (11) Partai-partai politik harus diminta untuk mencatat semua transaksi
yang melibatkan dana kampanye.
(12) Perlu penyediaan komputer untuk mempermudah penyimpanan dan pelaporan catatan dana politik.
(13) KPU harus menyediakan perpustakaan untuk memperjelas pengungkapan laporan-laporan audit partai.
(14) Pemberlakuan sistem denda uang yang bertingkat, sanksi administratif, dan sanksi pidana terhadap pelanggaran-pelanggaran atas UU dan peraturan dana kampanye dan parpol.
(57)
Langkah lainnya adalah dengan mengadakan pengawasan bersama yang dapat dilakukan oleh aparat penegak hukum beserta masyarakat terhadap
money politic dan negatif campaign untuk meningkatkan kualitas pemilihan pemimpin negeri yang didasarkan atas hukum, transparansi, pertanggungjawaban, efektivitas dan efisiensi sebagai prinsip kunci dalam proses pemilu (Sarundajang. 2012: 127). Dengan kata lain pengawasan tersebut ditujukan untuk melindungi hak individu dan kepentingan umum terutama menyangkut suara pemilih guna meningkatkan kualitas dalam pengambilan keputusan yang bijaksana karena pemilih dapat memilih sesuai dengan hati nurani sehingga dapat meningkatkan reabilitas dan legitimasi dari sebuah proses politik.
Dengan demikian maka, meningkatkan mekanisme pengawasan pemilu, mempertegas sanksi, penegakan hukum, pengaturan dana kampanye dan parpol, meningkatkan transparansi, serta dukungan sekaligus pengawasan dari masyarakat merupakan kunci utama dalam upaya memperkecil kemungkinan adanya praktek money politic dalam suatu pemilu.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut : 1. Sabilal Rosyad. 2009. Dengan judul “Praktik Money Politic dalam Pemilu
Legislatif di Kabupaten Pekalongan Tahun 2009 (Studi Sosio-Legal-Normatif) dari IAIN Walisongo (UIN Walisongo). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam pemilu legislatif tahun 2009 praktek money politic
(58)
44
di kabupaten Pekalongan tumbuh subur. Hal tersebut dikarenakan oleh ketidakpekaan masyarakat terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan oleh adanya praktek money politic dan justru menganggap money politic sebagai suatu kewajaran. Adanya anggapan bahwa money politic merupakan suatu hal yang wajar didasari oleh alasan ekonomis dan alasan ketidaktahuan. Anggapan tersebut muncul karena adanya pragmatism politis yang tidak hanya dipraktekkan oleh para elit politik, tetapi juga telah menyebar luas ke dalam kultur masyarakat itu sendiri.
2. Anis Chabibah. 2009. Penelitian yang berjudul “Fenomena Politik Uang Dalam Pemilihan Kepala Desa Ngampel Kecamatan Papar Kabupaten Kediri” dari Universitas Negeri Malang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa bentuk atau pola politik uang yang terjadi selama proses pemilu kepala desa ngampel yaitu dengan pemberian sejumlah uang, hadiah, rokok, makan gratis dan sebagainya kepada peserta pemilu. Kemudian mengenai latar belakang yang melandasi terjadinya politik uang adanya pola pikir yang salah mengenai politik uang, bahwasanya pembagian sejumlah uang pada saat diselenggarakannya pemilu merupakan suatu tradisi yang pasti dan harus dilaksanakan sebab apabila tidak ada uang yang dibagikan, masyarakat desa ngampel memiliki kecenderungan untuk menjadi golput (tidak menggunakan hak pilihnya).
3. Hendi Apriyanto. 2013. Penelitian berjudul “Money Politic dalam Pencalonan Kepala Desa di Desa Lebakgowah” dari Universitas Negeri Semarang. Hasil
(59)
penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat desa Lebakgowah Kecamatan Lebaksiu Kabupaten Tegal kurang memahami makna money politic. Menurut masyarakat, pembagian sejumlah uang menjelang dilaksanakannya pemilu kepala desa kepada warga sudah menjadi tradisi wajib bagi setiap calon kepala desa. Masyarakat setempat bahkan sudah beranggapan bahwa pemberian sejumlah uang menjelang diadakannya pemilu sama halnya dengan pemberian-pemberian biasa bukan sebagai suatu yang dapat dipermasalahkan karena pemberian uang disini semata-mata hanya untuk menarik simpati warga.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa praktik money politic
dan pendapat masyarakat tentang praktik money politic menjadi salah satu fokus dari penelitian-penelitian di atas, dan relevan dengan judul yang akan diteliti. Berdasarkan pengetahuan peneliti, penelitian mengenai perbandingan persepsi antara tokoh masyarakat dengan masyarakat tentang praktik money politic
khususnya di desa Sindumartani belum pernah diteliti sebelumnya. Oleh karena itu, sekiranya perlu dilakukan penelitian mengenai “Perbandingan Persepsi antara Tokoh Masyarakat dengan Masyarakat tentang Praktik Money Politic di desa Sindumartani Kecamatan Ngemplak Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta”.
(60)
46
C. Kerangka Berpikir
Pemilu oleh sebagian besar orang seringkali diartikan atau dijadikan sebagai lambang sekaligus tolak ukur pelaksanaan demokrasi. Hasil pemilu yang diselenggarakan secara terbuka dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat dinilai cukup akurat dalam mencerminkan aspirasi serta partisipasi masyarakat. Agar supaya pemilu yang diselenggarakan dapat berjalan secara terbuka dan mampu mencerminkan aspirasi serta partisipasi masyarakat maka hal-hal yang sifatnya dapat mencederai bahkan melunturkan budaya demokrasi hendaknya harus dihindari. Untuk mencapai keberhasilan tersebut maka pemerintah bersama-sama dengan masyarakat hendaknya saling bekerjasama untuk mengawasi jalannya pemilihan umum.
Masalah utama yang selama ini membayang-bayangi pelaksanaan pemilu di Indonesia adalah masalah money politic. Praktik ini dilakukan dengan tujuan untuk mempengaruhi pemikiran pemilih agar memberikan hak suaranya kepada peserta pemilu tertentu. Bentuk money politic terus mengalami perkembangan, bahkan muncul secara terstruktur dengan melibatkan peran serta kedudukan tokoh masyarakat.
Berdasarkan keranga berpikir diatas, dapat digambarkan suatu bagan sebagai berikut :
(61)
Gambar 1 Kerangka Berpikir
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara suatu masalah yang kemudian diuji kebenarannya berdasarkan data empirik. Berdasarkan anggapan dasar yang telah dikemukakan diatas, maka hipotesis yang peneliti ajukan dalam penelitian ini adalah :
Ho : Tidak ada perbedaan persepsi antara tokoh masyarakat dengan warga masyarakat tentang praktik money politicdalam Pemilu
Ha : Ada perbedaan persepsi antara tokoh masyarakat dengan warga masyarakat tentang praktik money politicdalam Pemilu.
Kompatibel
Praktik Money Politic
Persepsi Masyarakat Persepsi Tokoh
Masyarakat
(62)
48 BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif komparatif dengan pendekatan kuantitatif. Menurut Moh. Nasir (2009: 54), metode deskriptif merupakan suatu metode yang digunakan untuk meneliti suatu kondisi, suatu objek, suatu sistem pemikiran, suatu peristiwa, maupun status sekelompok manusia yang memiliki tujuan utama untuk membuat suatu deskripsi, penggambaran maupun lukisan secara sistematis, memperoleh fakta-fakta yang aktual dan akurat, juga untuk mengetahui sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Selain itu, Moh. Nasir juga menambahkan bahwa dalam metode deskriptif peneliti dapat membandingkan fenomena-fenomena tertentu sehingga penelitian deskriptif tersebut akan menjadi suatu studi komparatif.Penelitian komparatif merupakan penelitian yang sifatnya membandingkan keberadaan satu variabel atau lebih pada dua atau lebih sampel yang berbeda, atau pada waktu yang berbeda (Sugiyono. 2005: 11).
Penelitian dengan pendekatan kuantitatif menurut Saifuddin Azwar (2010: 5), menekankan analisisnya pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika.
(63)
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Desa Sindumartani Kecamatan Ngemplak Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan Juni sampai Juli 2015.
C. Populasi dan Sample Penelitian
Populasi merupakan keseluruhan individu yang dimaksudkan untuk diteliti, dan yang nantinya akan dikenai generalisasi (Tulus Winarsunu. 2010: 11). Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah masyarakat dan tokoh masyarakat yang ada di Desa Sindumartani.
a. Dusun
Terdapat 11 dusun yang terletak di desa Sindumartani seperti yang tertera dalam tabel 2.
Tabel 2. Daftar Nama Dusun di Desa Sindumatani Ngemplak Sleman Yogyakarta
No. Dusun
1. Jelapan 2. Pencar 3. Morangan 4. Kentingan
5. Tambakan
6. Ngasem
7. Kejambon Lor 8. Kejambon Kidul 9. Koripan
10. Bokesan
11. Kayen
(64)
50
b. Tokoh Masyarakat
Tokoh masyarakat dalam penelitian ini mencakup tokoh masyarakat formal yang ada di desa Sindumartani seperti kepala desa dan kepala dusun (dukuh) serta kepala bagian pemerintahan yang ada di desa Sindumartani seperti Bagian keuangan dan sebagainya.
c. Warga Masyarakat
Warga masyarakat yang dijadikan populasi adalah warga masyarakat yang telah memiliki hak pilih atau yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap pada pemilu terakhir yakni Pemilu Presiden tahun 2014.
Menurut Nanang Martono (2012: 74) sampel merupakan bagian dari populasi yang memiliki ciri-ciri atau keadaan tertentu yang akan diteliti. Dengan kata lain, sampel dapat diartikan sebagai anggota poppulasi yang dipilih dengan menggunakan suatu prosedur tertentu yang diharapkan dapat mewakili populasi. a) Dusun
Pengambilan sampel dusun dilakukan dengan carapurposive sampling
yaitu pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Adapun kriteria sampel untuk dusun adalah ;
1). Memiliki masyarakat dan tokoh masyarakat yang bersikap terbuka bagi peneliti untuk melakukan penelitian
(1)
116
75 4 3 2 2 4 3 3 2 3 2 3 2 4 3 2 4 3 2 4 4 4 3 2 4 3 2 4 4 4 4 93 Masyarakat 1 Tidak 76 4 4 2 2 4 1 4 1 4 2 2 2 4 4 1 4 3 2 4 4 4 4 2 4 4 1 4 4 4 4 93 Masyarakat 1 Tidak 77 3 1 2 2 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 1 4 4 4 4 81 Masyarakat 2 Cukup 78 4 1 2 2 4 3 1 1 3 2 1 2 2 4 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 1 4 1 1 1 71 Masyarakat 2 Cukup 79 3 3 1 1 4 3 1 4 1 2 1 2 1 1 3 4 4 4 2 2 3 2 3 3 3 2 3 4 4 3 77 Masyarakat 2 Cukup 80 3 3 3 2 3 1 1 3 3 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 1 2 3 3 3 3 76 Masyarakat 2 Cukup 81 3 4 2 2 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 3 2 3 2 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 80 Masyarakat 2 Cukup 82 3 3 2 2 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 4 4 4 4 84 Masyarakat 2 Cukup 83 2 2 3 4 1 2 3 4 3 3 3 3 4 2 2 3 1 4 2 4 3 4 1 3 2 3 3 4 4 4 86 Masyarakat 2 Cukup 84 2 2 3 4 1 2 3 4 3 3 3 3 4 2 4 3 1 4 3 1 2 3 3 1 3 3 2 2 4 2 80 Masyarakat 2 Cukup 85 1 3 1 2 3 3 4 1 4 2 1 4 4 3 4 4 2 3 4 3 4 3 4 4 4 1 3 4 3 4 90 Masyarakat 1 Tidak 86 4 4 3 3 3 3 4 1 4 2 2 2 4 2 3 4 4 3 4 4 3 4 1 4 2 2 4 4 4 4 95 Masyarakat 1 Tidak 87 4 4 2 2 4 1 4 1 4 1 4 4 4 4 4 4 1 4 4 4 4 1 1 4 4 1 4 4 4 4 95 Masyarakat 1 Tidak 88 4 4 3 3 3 3 4 1 4 2 2 2 4 2 3 4 4 3 4 4 3 4 1 4 2 2 4 4 4 4 95 Masyarakat 1 Tidak 89 3 3 3 2 3 2 3 2 3 2 3 3 3 2 3 2 2 2 3 4 3 3 2 3 3 2 3 3 4 3 82 Masyarakat 2 Cukup 90 2 4 2 3 2 2 3 2 3 2 3 3 3 2 3 2 2 2 3 4 3 3 2 3 3 2 3 3 4 3 81 Masyarakat 2 Cukup 91 4 4 3 3 4 3 4 1 3 3 3 3 4 3 2 4 3 3 4 4 3 4 1 3 3 3 3 4 4 4 97 Masyarakat 1 Tidak 92 4 4 1 2 4 3 4 2 4 1 2 3 2 3 3 4 4 3 4 4 3 4 1 4 4 3 4 4 4 4 96 Masyarakat 1 Tidak 93 3 4 1 2 4 2 4 1 4 2 3 3 4 3 3 4 2 3 4 4 4 4 2 4 4 1 4 4 4 4 95 Masyarakat 1 Tidak 94 4 4 1 1 4 3 4 2 4 3 2 3 4 4 2 4 2 3 4 4 4 4 1 4 4 1 4 4 4 4 96 Masyarakat 1 Tidak 95 3 3 2 1 3 3 2 3 2 2 2 4 2 3 3 3 2 3 2 2 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 72 Masyarakat 2 Cukup 96 3 4 2 2 4 2 3 3 3 3 2 3 3 1 3 3 3 3 1 2 3 3 2 4 3 1 4 4 4 4 85 Masyarakat 2 Cukup 97 3 4 2 2 4 2 3 3 3 3 2 3 3 1 3 3 3 3 1 2 3 3 2 4 3 4 4 4 4 4 88 Masyarakat 2 Cukup 98 3 3 2 2 3 1 3 2 4 3 2 3 4 1 3 2 3 4 4 4 3 3 2 2 3 2 4 4 4 4 87 Masyarakat 2 Cukup 99 3 3 2 2 3 1 3 2 4 3 2 3 3 1 3 2 3 4 4 4 3 3 2 2 2 2 4 4 4 4 85 Masyarakat 2 Cukup 100 3 3 2 2 3 1 3 2 4 2 2 3 4 1 3 1 3 4 4 4 3 3 2 2 3 2 4 4 4 4 85 Masyarakat 2 Cukup
(2)
117
101 3 3 1 1 3 2 2 3 2 1 1 3 2 2 3 4 3 3 2 2 3 2 3 4 2 2 2 4 4 2 74 Masyarakat 2 Cukup 102 3 2 1 2 3 2 2 2 2 1 2 3 2 2 3 3 2 3 2 2 3 2 2 3 3 2 3 2 2 2 68 Masyarakat 2 Cukup 103 4 3 1 3 3 2 2 2 4 1 2 3 3 2 3 4 3 2 2 3 3 3 3 4 3 2 3 3 3 3 82 Masyarakat 2 Cukup 104 4 3 2 1 3 2 4 2 3 2 2 2 2 2 4 4 4 3 2 2 4 3 2 4 3 2 4 4 4 4 87 Masyarakat 2 Cukup 105 3 4 2 3 3 2 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 4 3 3 2 4 4 3 1 3 3 3 3 87 Masyarakat 2 Cukup 106 4 4 1 3 4 2 3 2 3 3 2 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 2 3 4 3 1 3 3 3 4 85 Masyarakat 2 Cukup 107 2 2 1 1 2 1 4 1 2 1 3 1 3 3 4 2 2 3 2 3 1 1 1 2 2 3 1 4 4 4 66 Masyarakat 2 Cukup 108 2 4 1 1 4 2 3 2 3 2 2 2 2 2 3 1 3 3 4 3 3 2 4 3 1 1 4 4 4 4 79 Masyarakat 2 Cukup 109 2 2 2 3 3 4 4 2 1 1 1 2 4 3 4 4 4 4 2 4 1 1 4 3 4 2 3 4 3 2 83 Masyarakat 2 Cukup 110 2 3 3 3 4 3 4 2 3 2 2 3 2 2 2 1 3 2 4 3 3 1 1 3 2 2 2 3 3 3 76 Masyarakat 2 Cukup 111 2 3 2 1 3 2 3 3 3 2 3 3 1 1 3 3 2 1 4 3 3 2 2 3 2 2 2 3 4 4 75 Masyarakat 2 Cukup 112 4 3 4 3 2 4 2 4 3 2 3 3 4 3 3 3 2 3 4 3 4 2 3 4 3 2 4 4 3 3 94 Masyarakat 1 Tidak 113 3 4 1 1 4 1 3 3 4 1 2 3 2 1 3 4 4 3 4 4 4 2 4 4 3 1 4 4 4 4 89 Masyarakat 2 Cukup 114 1 2 4 4 2 3 1 3 1 3 3 2 2 1 4 2 4 1 4 4 4 4 3 4 4 1 4 4 4 4 87 Masyarakat 2 Cukup 115 4 3 3 3 4 1 3 3 2 1 2 3 2 2 3 4 3 2 2 2 3 2 2 2 3 2 2 4 3 2 77 Masyarakat 2 Cukup 116 4 3 3 3 4 1 3 3 1 1 2 3 2 2 3 4 3 2 2 2 3 2 2 2 3 2 2 4 3 2 76 Masyarakat 2 Cukup 117 3 3 3 2 2 1 4 3 4 1 3 3 2 1 2 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 1 4 4 4 4 92 Masyarakat 1 Tidak 118 3 3 2 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 2 4 2 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 4 3 4 89 Masyarakat 2 Cukup 119 3 3 2 3 3 3 4 2 3 3 3 3 3 3 2 4 2 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 4 3 4 88 Masyarakat 2 Cukup 120 2 2 3 3 3 2 2 3 3 2 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 2 3 2 3 3 2 3 3 3 2 79 Masyarakat 2 Cukup 121 3 3 2 3 3 2 2 3 3 2 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 2 2 2 3 3 2 3 3 3 2 79 Masyarakat 2 Cukup 122 2 2 3 3 3 2 2 3 3 2 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 2 80 Masyarakat 2 Cukup 123 2 2 4 2 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 2 3 3 2 1 2 3 3 3 3 4 2 1 1 3 1 70 Masyarakat 2 Cukup 124 4 4 2 3 2 3 3 4 4 3 3 3 4 3 2 3 3 4 4 4 3 4 1 4 3 1 4 4 3 2 94 Masyarakat 1 Tidak 125 3 3 1 3 3 2 3 3 4 4 3 3 4 3 3 3 1 3 4 4 3 3 1 3 2 1 4 4 4 4 89 Masyarakat 2 Cukup 126 3 3 3 2 4 2 3 3 3 3 3 3 4 2 3 3 3 2 4 3 3 3 2 4 4 2 3 4 3 2 89 Masyarakat 2 Cukup
(3)
118
127 4 4 1 3 4 2 4 3 3 4 2 2 4 2 2 4 2 4 3 3 3 3 1 3 2 2 3 4 4 4 89 Masyarakat 2 Cukup 128 3 3 2 3 3 2 3 3 4 2 2 3 3 3 2 2 3 2 3 2 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 81 Masyarakat 2 Cukup 129 3 4 1 2 3 1 4 4 4 4 3 3 4 2 3 1 1 4 4 4 3 3 1 4 2 2 3 3 3 3 86 Masyarakat 2 Cukup 130 3 3 2 3 3 2 2 3 2 2 2 2 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 2 2 3 77 Masyarakat 2 Cukup 131 2 2 4 3 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 2 3 3 2 3 1 2 3 3 3 4 2 1 1 3 1 71 Masyarakat 2 Cukup 132 3 3 3 3 3 2 2 3 2 2 2 2 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 81 Masyarakat 2 Cukup
133 2 2
3 4 3 3 4 3 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 4 3 4 3 3 4 4 3 3 3 3 4 97 Tokoh
masyarakat 1 Tidak 134 3 2
3 4 4 3 4 4 4 4 3 4 3 4 4 4 3 3 4 4 4 3 4 4 3 3 4 4 4 4 108 Tokoh
masyarakat 1 Tidak 135 1 4
3 4 3 4 3 3 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4 4 4 4 4 3 3 4 3 4 3 100 Tokoh
masyarakat 1 Tidak 136 2 3
4 4 3 4 3 4 4 4 3 3 3 2 3 2 3 3 2 3 3 2 4 4 3 2 3 3 3 3 92 Tokoh
masyarakat 1 Tidak 137 3 2
3 4 4 3 4 4 4 4 3 4 3 3 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 3 4 4 4 3 107 Tokoh
(4)
(5)
(6)