ANALISIS MISKONSEPSI SISWA KELAS XA PADA

SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Akademik Guna

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Kimia

Oleh :

FEBRIAN ANDI HIDAYAT 0100140305 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH JAYAPURA 2014

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis Miskonsepsi Siswa Kelas XA pada Materi Struktur Atom di SMA Muhammadiyah Kota Jayapura Tahun Ajaran 2013/2014 ini sepenuhnya karya saya sendiri. Tidak ada bagian di dalamnya yang merupakan plagiat dari karya orang lain dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi akademik maupun pidana yang ditahuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini. Surat Pernyataan ini saya Buat dalam Keadaan Sadar dan Tanpa Tekanan Apapun dan dari Siapapun.

Jayapura, Juli 2014

Yang membuat Pernyataan

Febrian Andi Hidayat

LEMBAR PERSETUJUAN

Judul : Analisis Miskonsepsi Siswa Kelas XA pada Materi Struktur Atom di SMA Muhammadiyah Kota Jayapura Tahun Ajaran 2013/2014

Nama : Febrian Andi Hidayat NIM

: 0100140305 Program Studi : Pendidikan Kimia Jenjang

: Strata satu (S1)

Telah Diseminarkan dan Disidangkan Pada Ujian Sidang Program Studi Pendidikan Kimia

Pembimbing 1,

Pembimbing 2,

Drs. Alex A. Lepa, M.Si Lusia Narsia Amsad, S.Pd.,M.Si

NIP. 19660825 199111 1 001 NIP. 19810722 200501 2 004

LEMBAR PENGESAHAN

Telah Diuji dan Diterima Panitia Ujian Sarjana, Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Cenderawasih, sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Kimia.

Mengesahkan

Panitia Ujian Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Kimia

Jurusan Pendidikan Matematika dan IPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Cenderawasih Jayapura

Ketua,

Sekretaris,

Drs. Alex A. Lepa, M.Si Lusia Narsia Amsad, S.Pd, M.Si

NIP. 19660825 199111 1 001 NIP. 19810722 200501 2 004

Tim Penguji:

1. Drs. Alex A. Lepa, M.Si

NIP. 19660825 199111 1 001

2. Lusia Narsia Amsad, S.Pd, M.Si

2. NIP. 19810722 200501 2 004

3. Drs. Jukwati, M.S

NIP. 19621016 198902 1 001

4. Catur Fathonah Djarwo, M.Pd

4. NIP. 19840108 200801 2 005

5. Frans Pither Kafiar, M.Si

NIP. 19790519 200812 1 004

ABSTRAK

Analisis Miskonsepsi Siswa Kelas XA pada Materi Struktur Atom di SMA Muhammadiyah Kota Jayapura Tahun Ajaran 2013/2014

Terlaksananya kegiatan pembelajaran ditandai dengan adanya aktifitas belajar pada siswa. Proses belajar memerlukan beberapa kemampuan antara lain kognitif, afektif, dan psikomotor. Kemampuan kognitif memegang peranan utama dalam proses belajar, dimana kemampuan ini memungkinkan siswa memahami mata pelajaran dengan lebih efektif dan efisien. Siswa mempunyai kemampuan yang berbeda dalam membangun pengetahuannya. Pengetahuan oleh siswa dibangun berdasarkan konsepsinya. Konsepsi yang tidak sesuai dengan konsepsi sebenarnya jika diyakini benar oleh siswa menyebabkan terjadinya miskonsepsi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pemahaman, miskonsepsi, konsepsi-konsepsi yang teridentifikasi miskonsepsi, persentase siswa yang mengalami miskonsepsi, dan faktor-faktor yang menyebabkan miskonsepsi pada siswa kelas XA SMA Muhammadiyah Kota Jayapura tahun ajaran 2013/2014 pada materi struktur atom. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu tes dan wawancara. Tes yang digunakan untuk pengumpulan data dilengkapi dengan tingkat keyakinan jawaban (TKJ) yang terdiri dari 32 soal konsepsi dan 8 soal aplikasi. Wawancara selanjutnya dilakukan pada siswa yang teridentifikasi miskonsepsi dan juga guru mata pelajaran kimia untuk mengetahui faktor-faktor penyebab miskonsepsi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang tidak paham konsep sebesar 55,74% dan siswa yang paham konsep sebanyak 44,26%, sedangkan siswa yang mengalami miskonsepsi yaitu 22,48% (miskonsepsi termasuk dalam tidak paham konsep). Miskonsepsi teridentifikasi pada 90,63% konsepsi yang diujikan. Faktor-faktor penyebab miskonsepsi adalah kemampuan dasar siswa, minat belajar kimia siswa, minimnya buku pegangan siswa dan kurang variatifnya metode mengajar yang digunakan guru. Miskonsepsi siswa di SMA Muhammadiyah Kota Jayapura ada yang sama dan ada pula yang tidak sama dengan siswa dari SMA Negeri 1 Nganjuk.

Kata kunci: Struktur Atom, Miskonsepsi, dan TKJ

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto :

“Bekerja sepenuh hati, untuk dapatkan yang terbaik”

Skripsi ini kupersembahkan kepada:

❖ Kedua orang tuaku terkasih, Ruswan dan Siti Khanifah yang selalu mendukung dan mendoakan dalam setiap langkahku menggapai cita-cita. ❖ Adik-adikku tersayang, Fajar Efendi dan Devi Zahrah Setiani sebagai penyemangat selama perkuliahan.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Miskonsepsi Siswa Kelas XA pada Materi Struktur Atom di SMA Muhammadiyah Kota Jayapura Tahun Ajaran 2013/2014” dengan baik.

Penulisan skripsi ini dibantu oleh beberapa pihak baik dari segi materi maupun moril. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada:

1. Dr. Onesimus Sahuleka, S.H.,M.Hum., selaku Rektor Universitas Cenderawasih.

2. Dr. Nommensen St. Mambraku selaku Dekan FKIP Universitas Cenderawasih.

3. Dr. Tiurlina Siregar, M.Si., selaku Ketua Program Studi Magister Pendidikan IPA dan sebagai Dosen pembimbing II yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Drs. Alex A. Lepa, M.Si. selaku Dosen Pembimbing I yang telah sabar membimbing, mengarahkan, meluangkan waktu dan memotivasi penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu dosen di Program Studi Pendidikan Kimia yang telah memberikan banyak masukan selama penulisan skripsi ini serta motivasi kepada penulis.

6. Udin Ramazakir, S.Pd.,M.Si. selaku Kepala SMA Muhammadiyah Kota Jayapura yang telah memberi izin kepada penulis melakukan penelitian di SMA tersebut.

7. Teguh Iman Santosa, S.Pd. selaku Wakil Kepala Sekolah bagian kurikulum dan sebagai guru mata pelajaran kimia yang banyak membantu penulis selama proses pengambilan data.

8. Kepala SMA YPPK Teruna Bakti yang telah memberi ijin peneliti untuk melakukan uji coba instrumen.

9. Bapak dan Mama tercinta, tersayang dan terhebat yang telah sangat banyak memberikan dorongan, semangat dan pengorbanan kepada penulis selama menempuh pendidikan.

10. Adik tersayang Fajar Efendi, Devi Zahrah Setiani dan Nursamsi Arifin yang menjadi penyemangat penulis untuk dapat menyelesaikan perkuliahan.

11. Keluarga besarku yang telah memotivasi penulis selama masa kuliah.

12. Siswa-siswa kelas XA SMA Muhammadiyah Kota Jayapura tahun ajaran 2013/2014 yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

13. Siswa-siswa kelas XF SMA YPPK Teruna Bakti tahun ajaran 2013/2014 yang telah bersedia menjadi responden dalam uji coba instrumen penelitian ini.

14. Kakak-kakak senior Kak Ricky, Kak John Yoro Parlindungan, Kak Joko Eko Wahyudi, dan Kak Irja yang selalu berbagi dan memberikan motivasi pada penulis selama perkuliahan.

15. Kakak-kakak serta teman- teman yang meneliti “miskonsepsi” Kak Shelvynia ’09, kak Desy Eka ’09, kak Yodalia Palasa ’09, kak Sari ’09, kak Susan ’09, 15. Kakak-kakak serta teman- teman yang meneliti “miskonsepsi” Kak Shelvynia ’09, kak Desy Eka ’09, kak Yodalia Palasa ’09, kak Sari ’09, kak Susan ’09,

16. Sahabat-sahabat tersayang dan terkasih Ku _Kis ’10 (Fenny, Anty, Eka, Credo, Mardy, Richardus, Mambe, Nana, Nesya, Sari, Ribka, Lilis, Makrita, Yeni, Leny, Erny, Putu dan Novela yang telah banyak membantu penulis serta memberikan motivasi selama kuliah.

17. Teman-teman kosku: Kak Joko, Kak Hilman, Kak Nasrul, Kak Romadhon, Aby, Rico, Mat dan Guruh yang telah memberikan semangat dan bantuan kepada penulis.

18. Keluarga besar Program Studi Pendidikan Kimia yang telah membantu dan memberikan semangat kepada penulis.

Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis ucapkan banyak terima kasih. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dan dukungan sehingga skripsi dapat terselesaikan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua yang membaca.

Jayapura, Juli 2014 Penulis

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem pembelajaran tersusun atas unsur-unsur baik manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Unsur-unsur penyusun sistem saling bergantung satu sama lain dalam proses pembelajaran. Pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk menciptakan terjadinya aktifitas belajar baik di dalam maupun di luar sekolah (Pribadi, 2009: 9). Pelaksanaan kegiatan pembelajaran dapat ditunjukkan dengan adanya aktifitas belajar. Belajar adalah proses pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap seseorang ketika melakukan interaksi secara intensif dengan sumber-sumber belajar (Heinich dkk. dikutip oleh Pribadi, 2009: 6). Proses belajar memerlukan beberapa kemampuan antara lain kognitif, afektif, dan psikomotor.

Kemampuan kognitif memegang peran utama dalam proses belajar, yang memungkinkan siswa dapat menguasai materi pelajaran lebih efektif dan efisien. Materi Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di SMA terbagi menjadi Biologi, Fisika dan Kimia. Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari tentang materi dan perubahan yang menghasilkan zat baru serta energi yang menyertainya. Pokok bahasan yang terdapat dalam pelajaran kimia salah satunya adalah struktur atom.

Struktur atom sebagai salah satu pokok bahasan yang dipelajari di SMA kelas X semester ganjil terdiri dari beberapa sub pokok bahasan yaitu: perkembangan teori atom, teori atom Dalton, teori atom Thomson, teori atom Rutherford, partikel penyusun inti atom, susunan atom, massa atom dan massa atom relatif, konfigurasi elektron, dan elektron valensi (Purba, 2006: 18-39). Pemahaman konsep-konsep dalam pokok bahasan struktur atom perlu dipahami dengan baik karena menjadi dasar untuk penguasaan konsep pada pokok bahasan sistem periodik unsur, ikatan kimia, stoikiometri dan pokok bahasan lainnya. Kesalahan siswa dalam memahami konsep-konsep pada pokok bahasan struktur atom dapat menyebabkan terjadinya kesalahan pemahaman konsep-konsep kimia yang lebih lanjut. Pemahaman konsep yang salah dan diyakini kebenarannya oleh siswa disebut dengan miskonsepsi.

Hasil penelitian oleh Redhana dan Kirna dikutip oleh Simamora (2007: 153) menyimpulkan bahwa siswa SMA Negeri 1 Singaraja mengalami miskonsepsi terhadap konsep struktur atom di kelas X sebesar 68,1%. Wahyuningrum dan Suryono (2013: 46-47) juga menyimpulkan bahwa masih terdapat miskonsepsi pada materi struktur atom sebesar 24,24% di kelas X SMA Negeri 1 Nganjuk setelah adanya perlakuan untuk mengurangi miskonsepsi dengan strategi POGIL (Process Oriented Guided Inquiry Learning ).

Berdasarkan uraian dan data hasil penelitian di atas, muncul keinginan dalam diri peneliti untuk mengetahui apakah terdapat miskonsepsi pada pokok bahasan struktur atom di SMA Muhammadiyah Kota Jayapura, untuk itu Berdasarkan uraian dan data hasil penelitian di atas, muncul keinginan dalam diri peneliti untuk mengetahui apakah terdapat miskonsepsi pada pokok bahasan struktur atom di SMA Muhammadiyah Kota Jayapura, untuk itu

B. Rumusan dan Batasan Masalah

1. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana tingkat pemahaman siswa kelas XA di SMA Muhammadiyah Kota Jayapura pada materi Struktur Atom?

b. Apakah terjadi miskonsepsi pada siswa kelas XA di SMA Muhammadiyah Kota Jayapura pada materi Struktur Atom?

c. Pada konsepsi bagian manakah siswa kelas XA di SMA Muhammadiyah Kota Jayapura mengalami miskonsepsi dalam materi Struktur Atom?

d. Berapa persen siswa yang mengalami miskonsepsi pada materi Struktur Atom?

e. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya miskonsepsi siswa kelas XA di SMA Muhammadiyah Kota Jayapura pada materi Struktur Atom?

f. Apakah miskonsepsi siswa pada materi Struktur Atom di SMA Negeri

1 Nganjuk berlaku sama dengan siswa yang ada di SMA Muhammadiyah Kota Jayapura?

2. Batasan Masalah

a. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XA di SMA Muhammadiyah Kota Jayapura pada tahun ajaran 2013/2014.

b. Konsep-konsep yang dianalisis pada materi struktur atom yaitu gagasan atom menurut Democritus, gagasan Aristoteles dan Plato, Hukum Kekelakan Massa oleh Antonie L. Lavoisier, Hukum Perbandingan Tetap oleh Joseph L. Proust, teori atom Dalton dan kekeliruannya, katode dan anode, tabung Geissler, teori atom Thomson, teori atom Rutherford, teori atom Bohr, teori atom Mekanika Kuantum, elektron, sinar katode, muatan atom, proton, partikel penyusun atom, partikel penyusun inti atom, perpindahan orbit elektron, orbital elektron, nomor atom, nomor massa, isotop, isobar, isoton, massa atom relatif, konfigurasi elektron, jumlah maksimum elektron pada setiap kulit, dan elektron valensi.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui:

1. Tingkat pemahaman siswa kelas XA di SMA Muhammadiyah Kota Jayapura pada materi Struktur Atom.

2. Apakah terjadi miskonsepsi pada siswa kelas XA di SMA Muhammadiyah Kota Jayapura pada materi Struktur Atom.

3. Bagian konsepsi Struktur Atom manakah yang terdapat miskonsepsi pada siswa kelas XA di SMA Muhammadiyah Kota Jayapura.

4. Persentase siswa yang mengalami miskonsepsi pada materi Struktur Atom.

5. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya miskonsepsi siswa kelas XA di SMA Muhammadiyah Kota Jayapura pada materi Struktur Atom.

6. Apakah miskonsepsi siswa pada materi Struktur Atom di SMA Negeri 1 Nganjuk berlaku sama dengan siswa yang ada di SMA Muhammadiyah Jayapura.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini antara lain:

1. Informasi kepada guru kimia tentang miskonsepsi siswa pada materi Struktur Atom, sehingga guru dapat melakukan strategi-strategi untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya miskonsepsi siswa pada materi tersebut.

2. Sumbangan data yang bermanfaat bagi sekolah dalam rangka perbaikan proses belajar mengajar mata pelajaran kimia, khususnya pada materi Struktur Atom.

3. Menambah wawasan, pengetahuan dan keterampilan bagi peneliti.

4. Bahan referensi bagi pihak lain yang berminat mengkaji dengan permasalahan yang sama.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PENELITIAN

A. Belajar dan Pembelajaran

1. Belajar

Proses pengembangan baik pengetahuan, keterampilan dan sikap ketika interaksi antara seseorang dengan sumber-sumber belajar dilakukan secara intensif adalah definisi dari belajar (Robert Heinich dkk. dikutip oleh Pribadi, 2009: 6). Sumber belajar yang dimaksud diklasifikasikan oleh The Association of Educational and Communication Technology (AECT) menjadi:

a. Orang (pakar, penulis, dan lain-lain),

b. Isi pesan (informasi yang tersaji dalam buku atau makalah),

c. Bahan dan perangkat lunak (software),

d. Peralatan (hardware),

e. Metode dan teknik (prosedur yang dilakukan untuk mencapai sesuatu), dan

f. Lingkungan (tempat berlangsungnya peristiwa belajar). Meyer dalam Smith dan Ragan dikutip oleh Pribadi, (2009: 8) juga mendefinisikan belajar sebagai “perubahan yang relatif permanen dalam pengetahuan dan perilaku seseorang yang diakibatkan oleh pengalama n.” Peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap seseorang dilakukan dengan membuat pengalaman untuk tercapainya proses belajar baik dalam situasi formal maupun situasi informal. Jadi, belajar dapat diartikan f. Lingkungan (tempat berlangsungnya peristiwa belajar). Meyer dalam Smith dan Ragan dikutip oleh Pribadi, (2009: 8) juga mendefinisikan belajar sebagai “perubahan yang relatif permanen dalam pengetahuan dan perilaku seseorang yang diakibatkan oleh pengalama n.” Peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap seseorang dilakukan dengan membuat pengalaman untuk tercapainya proses belajar baik dalam situasi formal maupun situasi informal. Jadi, belajar dapat diartikan

2. Pembelajaran

Terjadinya proses belajar dimudahkan dengan menciptakan serangkaian aktivitas yang disebut dengan pembelajaran (Gagne dikutip oleh Pribadi, 2009: 9). Pembelajaran dapat berlangsung secara formal, informal dan nonformal. Istilah pembelajaran berbeda dengan pengajaran, dimana pengajaran bersifat sebagai teacher centered atau guru sebagai fokus dalam aktivitas belajar. Kegiatan yang di dalamnya terdapat proses desain, pengembangan, implementasi dan evaluasi yang menunjang proses belajar merupakan makna dari pembelajaran (Gagne dkk. dalam Richey dikutip oleh Pribadi, 2009: 10). Berdasarkan uraian di atas pembelajaran adalah proses yang sengaja dirancang untuk menciptakan terjadinya aktivitas belajar dalam diri individu baik di dalam maupun di luar sekolah.

B. Sistem Pembelajaran

Tujuan pembelajaran akan tercapai dengan adanya suatu kesatuan unsur-unsur baik fasilitas, material, perlengkapan, prosedur dan manusia yang disebut dengan sistem pembelajaran (Hamalik dikutip oleh Sanjaya, 2009: 6). Siswa, guru, serta orang-orang yang ikut serta dalam tercapainya proses pembelajaran termasuk dalam unsur manusia. Unsur material berupa semua bahan-bahan pelajaran yang dapat digunakan sebagai sumber belajar. Strategi dan metode pembelajaran, jadwal pembelajaran, pelaksanaan evaluasi, dan Tujuan pembelajaran akan tercapai dengan adanya suatu kesatuan unsur-unsur baik fasilitas, material, perlengkapan, prosedur dan manusia yang disebut dengan sistem pembelajaran (Hamalik dikutip oleh Sanjaya, 2009: 6). Siswa, guru, serta orang-orang yang ikut serta dalam tercapainya proses pembelajaran termasuk dalam unsur manusia. Unsur material berupa semua bahan-bahan pelajaran yang dapat digunakan sebagai sumber belajar. Strategi dan metode pembelajaran, jadwal pembelajaran, pelaksanaan evaluasi, dan

Sistem pembelajaran saling bergantung antara unsur yang satu dengan lainnya untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan pembelajaran akan tercapai dengan berhasilnya suatu sistem pembelajaran, hal ini menunjukkan bahwa siswa berhasil mencapai tujuannya adalah tujuan dari sistem pembelajaran (Sanjaya, 2009: 6).

C. Konsep dan Konsepsi

a. Konsep Simbol atau tanda yang dapat mewakili seluruh situasi, ciri-ciri, benda, dan kejadian disebut konsep (Ausubel dalam Van den Berg dikutip oleh Tayubi 2005: 5). Pemahaman konsep pada seseorang ditandai dengan pengetahuannya terhadap semua unsur konsep tersebut. Bruner dalam Joyce dan Weill dikutip oleh Purtadi (2009: 4) menjelaskan secara singkat unsur-unsur pada konsep sebagai berikut:

1) Nama, yaitu istilah dalam suatu kategori.

2) Contoh-contoh, berupa contoh konsep dan contoh bukan konsep.

3) Karakteristik, yaitu ciri-ciri umum pada contoh-contoh dalam kategori yang sama.

4) Rentangan karakteristik, berfungsi untuk membedakan konsep yang satu dengan konsep lainnya.

5) Kaidah, yaitu pengkhususan karakteristik-karakteristik pokok suatu konsep.

Berdasarkan uraian tersebut, konsep adalah suatu hasil rancangan atau pemikiran manusia tentang gambaran yang abstrak berupa ciri-ciri, fakta, peristiwa, ataupun benda yang bersifat umum.

b. Konsepsi Abstraksi suatu rancangan, ungkapan pemikiran, dan gambaran adalah definisi dari konsepsi (Depdiknas, 2001: 588). Tayubi (2005: 5) juga mengartikan konsepsi sebagai tafsiran atau pemahaman konsep pada ilmu pengetahuan. Konsepsi siswa secara umum lebih rendah dibanding konsepsi para ahli baik dalam tingkat kesulitan, hubungan antar konsep maupun tingkat kekompleksan suatu konsep. Konsepsi siswa dianggap benar jika konsepsinya merupakan bentuk penyederhanaan dari konsepsi para ahli, dan dianggap salah jika konsepsi siswa benar-benar menyimpang dari konsepsi para ahli (Tayubi, 2005: 5). Jadi, konsepsi adalah segala sesuatu baik benda, fakta, maupun peristiwa yang mengandung makna.

D. Miskonsepsi

Hammer dalam Tayubi (2005: 5) mendefinisikan miskonsepsi sebagai konsepsi yang dipahami dan diyakini kebenarannya dengan kuat oleh siswa tetapi menyimpang dari konsepsi para ahli sehingga dapat menyesatkan siswa. Miskonsepsi dapat terjadi akibat meyakini benar atas konsep yang salah.

Siswa, guru, prasarana dan sarana, serta lingkungan dapat menjadi sumber dari miskonsepsi

E. Penyebab Miskonsepsi

Miskonsepsi pada siswa yang ditemukan oleh para peneliti disebabkan oleh berbagai hal. Penyebab miskonsepsi secara rinci diringkas dalam lima kelompok, yaitu: siswa, guru, buku teks, konteks, dan metode mengajar (Suparno, 2005: 34-42).

a. Siswa Miskonsepsi umumnya berasal dari diri siswa sendiri. Suparno (2005: 34-42) memaparkan pengelompokkan penyebab miskonsepsi yang berasal dari siswa sebagai berikut:

1) Prakonsepsi atau konsep awal siswa Konsep awal yang dikonstruksi siswa mulai dari lahir hingga akan mengikuti pendidikan formal seringkali tidak sesuai dengan konsepsi sebenarnya. Orang tua, teman, sekolah awal, dan pengalaman di lingkungan siswa menjadi sumber dari adanya konsep awal siswa. Ketidaksesuaian konsep milik siswa dengan konsep sebenarnya menyebabkan terjadinya miskonsepsi (Suparno, 2005: 34-35).

2) Pemikiran asosiatif siswa Miskonsepsi dapat pula ditimbulkan oleh adanya asosiasi siswa pada istilah sehari-hari (Arons dkk. dikutip oleh Suparno, 2005: 35). Marshall dan Gilmour (Suparno, 2005: 36) juga mengemukakan bahwa miskonsepsi dapat disebabkan karena kata-kata yang diucapkan 2) Pemikiran asosiatif siswa Miskonsepsi dapat pula ditimbulkan oleh adanya asosiasi siswa pada istilah sehari-hari (Arons dkk. dikutip oleh Suparno, 2005: 35). Marshall dan Gilmour (Suparno, 2005: 36) juga mengemukakan bahwa miskonsepsi dapat disebabkan karena kata-kata yang diucapkan

3) Pemikiran humanistik Umumnya siswa memandang dari sudut pandang manusiawi pada benda-benda disekitarnya (Gilbert dkk. dikutip oleh Suparno, 2005:36). Pemikiran tentang benda-benda dan situasi dalam sudut pandang manusiawi menunjukkan terjadinya pemikiran humanistik (Suparno, 2005: 37). Pemahaman seperti aktifitas manusia hidup pada semua benda menimbulkan terjadinya kesalahan.

4) Penalaran yang tidak lengkap/salah Penalaran siswa yang tidak lengkap atau salah dapat menyebabkan miskonsepsi pada siswa (Comins dikutip oleh Suparno, 2005: 38). Tidak lengkapnya informasi yang didapat menyebabkan penalaran siswa tidak lengkap terhadap informasi tersebut, sehingga kesimpulan yang diberikan siswa salah dan ini menyebabkan miskonsepsi siswa.

5) Intuisi yang salah Ungkapan seseorang mengenai gagasannya tentang sesuatu yang belum diteliti secara obyektif dan rasional adalah definisi dari intuisi. Pengamatan terhadap benda secara terus-menerus menimbulkan intuisi yang salah, sehingga menjadikan siswa tidak 5) Intuisi yang salah Ungkapan seseorang mengenai gagasannya tentang sesuatu yang belum diteliti secara obyektif dan rasional adalah definisi dari intuisi. Pengamatan terhadap benda secara terus-menerus menimbulkan intuisi yang salah, sehingga menjadikan siswa tidak

6) Tahap perkembangan kognitif siswa Siswa yang perkembangan kognitifnya tidak sesuai dengan sesuatu yang dilakukan akan menyebabkan miskonsepsi. Siswa dengan tahap operational concrete (pembelajaran yang nyata) ketika mempelajari sesuatu yang abstrak akan sulit untuk menangkap dan sering kali salah mengerti tentang konsep yang dipelajarinya. Tahap ini memungkinkan siswa berfikir berdasarkan sesuatu yang nyata sehingga menimbulkan miskonsepsi (Suparno, 2005: 39).

7) Kemampuan siswa Miskonsepsi juga dipengaruhi oleh kemampuan yang dimiliki siswa. Kemampuan yang rendah dalam mempelajari suatu pelajaran akan menyebabkan siswa kesulitan menerima konsep yang benar. Rendahnya kemampuan siswa dapat mempermudah siswa tersebut mengalami miskonsepsi, karena dalam membangun pengetahuan mengenai suatu mata pelajaran siswa tidak dapat mengonstruksi secara lengkap dan utuh. Konsep salah yang ditangkap siswa akan diyakini benar oleh siswa tersebut, maka menimbulkan miskonsepsi (Suparno, 2005: 41).

8) Minat belajar siswa Minat siswa terhadap mata pelajaran tertentu mempengaruhi terjadinya miskonsepsi siswa. Siswa yang meminati suatu pelajaran 8) Minat belajar siswa Minat siswa terhadap mata pelajaran tertentu mempengaruhi terjadinya miskonsepsi siswa. Siswa yang meminati suatu pelajaran

b. Guru Penguasaan konsep yang kurang baik oleh guru menyebabkan terjadinya miskonsepsi pada siswa. Konsep tidak benar yang dibawa oleh guru dipegang kuat oleh siswa karena dianggap benar, hal ini mengakibatkan miskonsepsi pada siswa yang sulit diperbaiki . Guru umumnya mengalami miskonsepsi karena mengajar yang bukan pada bidangnya atau memiliki penguasaan bahan yang kurang baik. Penguasaan bahan yang kurang mendalam, sikap diktator, dan otoriter yang ditunjukkan oleh guru dalam memaksakan suatu gagasan menyebabkan terjadinya miskonsepsi pada siswa (Suparno, 2005: 43).

Suparno, (2005: 44) juga menyatakan bahwa metode-metode mengajar seperti eksperimen, diskusi dan lainnya jarang diterapkan oleh guru. Siswa jarang diminta untuk mengungkapkan konsep yang mereka miliki dan jarang pula diberi contoh-contoh dalam kehidupan sehari-hari mengenai konsep yang dipelajari. Guru juga seringkali lebih terfokus pada Suparno, (2005: 44) juga menyatakan bahwa metode-metode mengajar seperti eksperimen, diskusi dan lainnya jarang diterapkan oleh guru. Siswa jarang diminta untuk mengungkapkan konsep yang mereka miliki dan jarang pula diberi contoh-contoh dalam kehidupan sehari-hari mengenai konsep yang dipelajari. Guru juga seringkali lebih terfokus pada

c. Buku teks Anderson dalam Wandersee (Suparno, 2005: 45) menemukan bahwa kurang tepatnya diagram dan gambar yang terdapat dalam buku teks menyebabkan miskonsepsi siswa. Sulitnya bahasan dalam buku teks yang tidak sesuai dengan level siswa juga dapat menyebabkan miskonsepsi, karena dalam memahami isinya siswa mengalami kesulitan. Siswa umumnya mempunyai miskonsepsi karena tidak mengerti cara mempelajari buku teks. Cara membaca yang cepat menyebabkan siswa tidak memahami konsep-konsep yang terdapat pada buku teks yang dibacanya (Suparno, 2005: 45-46).

d. Konteks

1) Pengalaman Miskonsepsi dapat pula disebabkan oleh pengalaman yang diperoleh siswa dalam kehidupan sehari-hari. Siswa berpikir tentang suatu konsep dalam pengertian yang terbatas sehingga miskonsepsi dapat terbentuk (Suparno, 2005: 47).

2) Bahasa Sehari-hari Miskonsepsi muncul dari bahasa sehari-hari siswa yang mempunyai arti lain dengan istilah dalam pelajaran. Bahasa sehari-hari siswa tentang suatu istilah yang digunakan selama bertahun-tahun akan menyebabkan timbulnya miskonsepsi (Suparno, 2005: 48).

3) Teman Lain Belajar beserta teman dalam kelompok lebih diminati oleh siswa. Pembelajaran dalam kelompok seringkali didominasi oleh beberapa siswa yang mempunyai kemampuan belajar lebih. Siswa yang dominan jika mempunyai miskonsepsi, maka miskonsepsi siswa ini akan menyebar pada teman-teman dalam kelompoknya (Suparno, 2005: 49).

4) Keyakinan dan Ajaran Agama Pemahaman terhadap agama yang dianut siswa dapat juga menjadi penyebab miskonsepsi dalam bidang sains. Keyakinan terhadap agama secara kurang tepat menyebabkan siswa tidak dapat menerima penjelasan ilmu pengetahuan, sehingga menyebabkan miskonsepsi (Suparno, 2005: 49).

e. Metode Mengajar Tujuan penggunaan metode mengajar oleh guru adalah membantu siswa memahami bahan ajar dengan lebih baik. Metode-metode mengajar yang digunakan guru sering kali menimbulkan miskonsepsi, terlebih jika guru hanya menekankan pada salah satu metode mengajar yang terkadang tidak sesuai dengan bahan ajar yang sedang dipelajari (Suparno, 2005: 50).

F. Mendeteksi Miskonsepsi

Beberapa alat deteksi yang sering digunakan oleh para peneliti dan guru antara lain Peta Konsep, Tes Multiple Choice dengan Reasoning Terbuka, dan Wawancara Diagnosis (Suparno, 2005: 121-127).

a. Peta Konsep Miskonsepsi siswa dapat diidentifikasi dengan menggunakan peta konsep. Identifikasi miskonsepsi dengan cara ini melihat hubungan antara konsep-konsep dengan gagasan pokok dengan susunan yang hirarkis (Novak dkk. Dikutip oleh Suparno, 2005: 121). Siswa yang mengalami miskonsepsi akan terlihat dengan salahnya hubungan antara konsep- konsep (Novak dan Gowin dikutip oleh Suparno, 2005: 121). Peta konsep akan lebih baik jika digabungkan dengan wawancara untuk melihat alasan anggapan salah oleh siswa.

b. Tes Multiple Choice dengan Reasoning Terbuka Amir dkk. (Suparno, 2005: 123) dalam mendeteksi miskonsepsi siswa dilakukan dengan memberikan tes pilihan ganda (multiple choice) dengan pertanyaan terbuka dimana responden (siswa) harus menjawab dan menulis alasan atas jawaban yang dipilih. Wawancara sering digunakan untuk melengkapi data hasil tes multiple choice (Clement dikutip oleh Suparno, 2005: 122).

c. Wawancara Diagnosis Miskonsepsi pada siswa dapat diidentifikasi menggunakan wawancara pada konsep-konsep tertentu. Konsep-konsep yang dianggap sulit oleh siswa dikumpulkan oleh guru, kemudian siswa diajak untuk mengungkapkan gagasannya mengenai konsep-konsep tersebut. Berdasarkan jawaban siswa akan terlihat konsep alternatif atau c. Wawancara Diagnosis Miskonsepsi pada siswa dapat diidentifikasi menggunakan wawancara pada konsep-konsep tertentu. Konsep-konsep yang dianggap sulit oleh siswa dikumpulkan oleh guru, kemudian siswa diajak untuk mengungkapkan gagasannya mengenai konsep-konsep tersebut. Berdasarkan jawaban siswa akan terlihat konsep alternatif atau

G. Identifikasi Miskonsepsi dengan Certainly of Response Index (CRI)

Miskonsepsi dan tidak tahu konsep dapat dibedakan dengan menggunakan metode identifikasi Certainty of Response Index (CRI). CRI adalah ukuran tingkat keyakinan/kepastian responden (siswa) dalam menjawab soal (Hasan dikutip oleh Tayubi, 2005: 5). Skala tingkat kepastian jawaban yang diberikan bersamaan dengan setiap jawaban suatu soal merupakan ciri dari CRI. Tingkat kepastian jawaban terlihat pada CRI yang diberikan, jika CRI rendah berarti jawaban soal dikerjakan dengan menebak sehingga menandakan ketidakyakinan. Unsur tebakan sangat kecil pada nilai CRI yang tinggi, hal ini menandakan keyakinan dan kepastian konsep yang tinggi pada diri responden dalam menjawab pertanyaan. Tinggi rendahnya CRI dapat digunakan untuk membedakan responden yang mengalami miskonsepsi dan yang tidak tahu konsep dengan membandingkan benar tidaknya jawaban responden. Skala pada CRI didasarkan pada suatu skala seperti pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Skala pada CRI dan Kriterianya CRI

Kriteria

Persentasi

0 (Totally guessed answer)/ Menebak 100%

1 (Almost guess)/ Hampir menebak 75% – 99%

2 (Not sure)/ Kurang yakin 50% – 74%

3 (Sure)/ Yakin 25% – 49%

4 (Almost certain)/ Hampir pasti 1% – 24%

5 (Certain)/ Pasti 0% Sumber: Hasan dalam Tayubi, 2005.

Tabel 2.1 menunjukkan bahwa terdapat 6 skala CRI, dimulai dari skala terkecil yaitu 0 dengan penebakan 100% hingga skala terbesar 5 dengan penebakan 0%. Skala CRI 4 dengan 2 terdapat kemiripan yaitu kurang yakin dan hampir pasti, begitu juga pada skala 3 dan 5 dimana kemiripan yang terlihat yaitu yakin dan pasti. Kemiripan-kemiripan dalam skala CRI pada tabel 2.1 menimbulkan kesulitan dalam mengidentifikasi tingkat pemahaman siswa, sehingga dalam penelitian ini menggunakan klasifikasi tingkat keyakinan jawaban (TKJ) yang merupakan penyederhanaan dari CRI. Tiga skala yang digunakan dalam TKJ ini yaitu skala 0 sampai 2. Kriteria TKJ terlihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2. Kriteria Tingkat Keyakinan Jawaban (TKJ)

TKJ

Kriteria

0 Tidak yakin

1 Kurang yakin

2 Yakin benar

(Sumber: Fanrijun, Palasa, Pangalinan, Panjaitan, Susanti, 2014)

Kriteria tingkat keyakinan jawaban (TKJ) pada tabel 2.2 tidak menggunakan persentase, karena siswa secara langsung dikategorikan sebagai siswa yang paham konsep, tidak paham konsep dan miskonsepsi. Responden yang tidak yakin dan kurang yakin memilih jawaban dengan kriteria TKJ 0 dan 1, sedangkan responden yang yakin akan jawabannya ditandai dengan pemilihan kriteria TKJ 2. Jawaban benar oleh siswa dengan nilai kriteria TKJ

2 menunjukkan siswa menguasai konsep dengan baik, sedangkan jika jawaban salah menunjukkan terjadi miskonsepsi. Kriteria paham konsep, miskonsepsi dan tidak paham konsep dapat dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3. Kriteria Penentuan Siswa yang Paham Konsep, Miskonsepsi, dan

Tidak Paham Konsep

Tingkat Keyakinan Jawaban (TKJ) Kriteria Jawaban Tidak yakin Kurang yakin Yakin benar

Paham Jawaban benar

Tidak tahu

Tidak tahu

Tidak tahu

Tidak tahu

Jawaban salah Miskonsepsi

konsep

konsep

H. Tinjauan Materi Struktur Atom

1. Peta Konsep Struktur Atom

Perkembangan

Teori Atom

Teori Atom Model Atom

Model Atom Dalton

Model Atom

Model Atom

Thomson

Rutherford

Niels Bohr

Mekanika Kuantum

Struktur Atom

Inti Atom

Kulit Atom

Konfigurasi

Proton Neutron

Atom Massa

Eksperimen

Elektron

Goldstein dan

Valensi

Rutherford

Atom Unsur

Eksperimen

George J. Stoney

Chadwick

dan J.J. Thomson

Isotop Isobar

Isoton

Gambar 2.1. Bagan Peta Konsep Struktur Atom (Sumber: Johari dan Rachmawati, 2006)

2. Materi Struktur Atom

a. Perkembangan Teori Atom Tahun 460 – 370 SM ahli fisafat Yunani Leucippus berpendapat bahwa materi tersusun dari butiran-butiran kecil. Democritus mengembangkan pendapat Leucippus, menurutnya materi tersusun dari partikel-partikel terkecil yang tidak dapat dibagi lagi dan disebut sebagai atom. Pendapat Plato dan Aristoteles pada masa yang sama bertentangan dengan gagasan Democritus, dimana tidak ada yang tak terbagi. Plato dan Aristoteles mengemukakan bahwa tidak ada benda yang tak terbagi, sehingga apabila suatu benda dibagi maka akan dapat terbagi secara terus-menerus sampai terhingga. Konsep atom yang diberikan oleh filsuf pada masa itu masih berupa pemikiran filosofis dan tidak didukung oleh bukti atau belum teruji sehingga belum memberikan arti yang cukup di bidang keilmuan.

Pemikiran tentang keberadaan atom mulai muncul kembali di Eropa pada abad ke-17 ketika para ilmuwan mencoba menjelaskan sifat-sifat gas. Udara meski tidak terlihat, terdiri dari sejenis partikel yang senantiasa bergerak. Tahun 1642 – 1727 Isaac Newton mengemukakan dukungannya tentang keberadaan atom. Antoine Laurent Lavoisier (1743-1794), seorang kimiawan asal Perancis menemukan bahwa di dalam reaksi kimia massa zat-zat sebelum dan sesudah reaksi adalah sama yang dikenal dengan Hukum Kekekalan

Massa. Tahun 1799 Joseph Louis Proust (1754-1826), juga asal Perancis menemukan Hukum Perbandingan tetap yang menyatakan bahwa perbandingan massa unsur-unsur dalam suatu senyawa adalah tetap.

b. Teori Atom Dalton John Dalton (1766-1844) berpendapat bahwa konsep atom Democritus benar karena tidak bertentangan dengan hukum kekekalan massa dan hukum perbandingan tetap. Berdasarkan penemuan-penemuan pada masa itu John Dalton merumuskan teori atomnya sekitar tahun 1803 – 1807, yang dikenal sebagai teori atom Dalton. Postulat-postulat dalam teori atom Dalton yaitu:

1) Setiap unsur terdiri atas partikel yang sudah tak terbagi yang dinamai atom.

2) Atom-atom dari suatu unsur adalah identik. Atom-atom dari unsur yang berbeda mempunyai sifat-sifat yang berbeda, termasuk mempunyai massa yang berbeda.

3) Atom dari suatu unsur tidak dapat diubah menjadi atom unsur lain, tidak dapat dimusnahkan atau diciptakan. Reaksi kimia hanya merupakan penataan ulang atom-atom.

4) Senyawa terbentuk ketika atom-atom dari dua jenis unsur atau lebih bergabung dengan perbandingan tertentu.

Atom oksigen

Atom hidrogen

Dua molekul oksigen Empat molekul hidrogen Empat molekul air

(Sumber : Purba, 2006).

Gambar 2.2. tentang atom dan molekul (a) Gas oksigen terdiri dari molekul-molekul yang setiap molekulnya terdiri dari dua atom oksigen. (b) Gas hydrogen terdiri dari molekul-molekul yang setiap molekulnya terdiri dari dua atom hydrogen. (c) Air terdiri dari molekul-molekul yang setiap molekulnya terdiri dari dua atom hydrogen dan satu atom oksigen.

Postulat-postulat dalam teori atom Dalton ternyata kurang tepat setelah adanya perkembangan-perkembangan, postulat-postulat tersebut adalah:

1) Atom bukanlah sesuatu yang tak terbagi, melainkan terdiri dari berbagai partikel subatom.

2) Meski mempunyai sifat-sifat yang sama, atom-atom dari unsur yang sama dapat mempunyai massa yang berbeda. Atom-atom dari unsur yang sama, tetapi mempunyai massa yang berbeda disebut isotop.

3) Melalui reaksi nuklir, atom dari suatu unsur dapat diubah menjadi atom unsur lain.

4) Beberapa unsur tidak terdiri atas atom-atom melainkan molekul- molekul. Molekul unsur terbentuk dari atom-atom sejenis dengan jumlah tertentu (Purba, 2006: 19).

John Dalton telah meletakkan anak tangga pertama bagi perkembangan teori atom selanjutnya meski terdapat beberapa postulatnya yang salah. Hal penting dari teori atom Dalton yang hingga kimi dapat diterima yaitu:

1) Atom adalah unit pembangun dari segala macam materi

2) Atom merupakan bagian terkecil dari suatu unsur yang masih mempunyai sifat sama dengan unsurnya.

3) Atom tidak dimusnahkan, tidak diciptakan, dan tidak dapat diubah menjadi atom unsur lain dalam reaksi kimia. Reaksi kimia hanyalah penataan ulang susunan atom-atom yang terlibat dalam reaksi.

c. Penemuan Partikel Elektron Penemuan partikel elektron diawali dari penelitian tentang arus listrik pada gas bertekanan rendah (vakum) yang diberi tegangan tinggi.

1) Tahun 1855, Heinrich Geissler (1819-1879) dari Jerman berhasil merancang pompa merkuri yang dapat digunakan untuk menghasilkan gas bertekanan rendah (vakum) dalam tabung gelas. Tabung gelas bertekanan rendah disebut tabung Geissler.

2) Tahun 1859, Julius Pucker (1801-1868) dari Jerman menggunakan tabung Geissler dalam percobaan elektrolisis gas. Pada kedua ujung tabung dipasang 2 pelat logam sebagai elektrode. Elektrode yang dihubungkan pada kutub negatif disebut katode, sedangkan yang ke kutub positif disebut anode. Anode dan katode diberi beda tegangan yang tinggi dan terdapat adanya berkas arus dalam tabung yang ditunjukkan oleh sinar yang dipancarkan dari katode.

3) Tahun 1876, Eugen Goldstein (1850-1930) menggunakan teknik yang sama dengan Plucker, mengamati sinar yang dihasilkan dari katode dan menamakannya sinar katode.

4) Tahun 1880, William Crookes memastikan keberadaan sinar katode dengan memodifikasi tabung Geissler. Tabung Geissler yang dimodifikasi dibuat dengan membuat vakum lebih baik sehingga arus listrik dapat diamati dengan lebih mudah. Tabung ini dikenal sebagai tabung Crookes.

Pengamatan Crookes dan ilmuwan lainnya terhadap karakteristik sinar katode selanjutnya dapat dirangkum sebagai berikut.

a) Sinar katode merambat lurus

b) Sinar katode membawa muatan karena dibelokkan dalam medan magnet b) Sinar katode membawa muatan karena dibelokkan dalam medan magnet

d) Sinar katode menyebabkan materi seperti gas dan zat lain berpijar.

Crookes menyimpulkan bahwa sinar katode adalah berkas partikel bermuatan.

5) Tahun 1891, George Johnston Stoney (1826-1911) berpendapat bahwa sinar katode adalah partikel dan dinamakan sebagai elektron.

6) Tahun 1897, Joseph John Thomson (1856-1940) dari Inggris berhasil menunjukkan bahwa sinar katode sebenarnya merupakan berkas partikel. Thomson menggunakan tabung sinar katode khusus dan meletakkan medan listrik dan medan magnet untuk melakukan pengukuran kuantitatif dari sinar katode. Thomson dapat menentukan perbandingan muatan terhadap massa (nilai e/m 8 ) dari partikel sinar katode sebesar 1,76 x 10

-1 . C g

d. Percobaan Tetes Minyak Millikan Percobaan oleh Thomson yang mendapatkan nilai e/m untuk elekton, selanjutnya pada tahun 1909 Robert Andrews Millikan menemukan nilai e dan m. Percobaan yang dilakukannya dikenal dengan nama percobaan tetes Millikan. Millikan menemukan bahwa muatan tetes-tetes minyak selalu merupakan kelipatan bulat dari

suatu muatan tertentu, yaitu 1,602 x 10 -19 coulomb. Millikan suatu muatan tertentu, yaitu 1,602 x 10 -19 coulomb. Millikan

e -19 = 1,602 x 10 coulomb

Muatan elektron telah ditemukan maka massa elektron dapat dihitung sebagai berikut:

8 Thomson : e/m = 1,76 x 10 -1 C gram Millikan : e = 1,602 x 10 -19 C Maka massa elektron, m = 9,11 x 10 -28 gram

= 0,0005858 sma Jadi, Elektron adalah partikel bermuatan negatif dengan

muatan sebesar 1,602 x 10 -28 C dan memiliki massa 9,11 x 10 gram.

e. Model Atom Thomson Tahun 1898, J.J. Thomson membuat suatu model atom. Thomson berasumsi bahwa massa elektron lebih kecil dari massa atom dan merupakan penyusun atom. Atom bermuatan netral, maka elektron-elektron yang bermuatan negatif harus dinetralkan oleh suatu muatan positif dalam atom. Model atom Thomson secara umum dinyatakan sebagai berikut.

“Atom berbentuk bulat dimana muatan listrik positif yang tersebar merata dalam atom dinetralkan oleh elektron-elektron yang bermuatan negative yang berada di antara muatan positif. Elektron-elektron dalam atom dimisalkakn seperti butiran kismis

dalam roti kismis.”

Materi bermuatan positif

Elektron (Sumber: Purba, 2006)

Gambar 2.3. Model atom Thomson yang terdiri dari materi bermuatan positif dan elektron-elektron yang tersebar di dalamnya bagaikan roti kismis.

f. Penemuan Partikel Proton Tahun 1886 Eugene Goldstein mengisyaratkan adanya muatan positif dalam atom. Goldstein menggunakan tabung sinar katode dimana plat katode telah dilubangi, ketika sinar katode merambat menuju anode terlihat adanya sinar lain yag bergerak dengan arah berlawanan melewati lubang pada plat katode, oleh karena arahnya berlawanan maka sinar tersebut tersusun atas partikel-partikel bermuatan positif.

Tahun 1906, Ernest Rutherford dari Inggris menggunakan spektrometer massa (modifikasi tabung sinar katode) untuk membuktikan keberadaan partikel bermuatan positif tersebut. Elektron jika dipindahkan dari atom, maka akan diperoleh partikel yang bermuatan positif. Rutherford mendapati bahwa atom hidrogen menghasilkan partikel bermuatan positif yang paling ringan. Massa partikel positif dari atom-atom lainnya merupakan kelipatan dari massa partikel positif atom H. Tahun 1919 partikel bermuatan positif dari atom H diberi nama proton.

Massa 1 proton = 1,6726486 x 10 -24 gram = 1 sma Muatan 1 proton = +1 = +1,6 x 10 -19 C

Jadi, proton adalah partikel bermuatan positif dengan massa 1 sma.

g. Model Atom Rutherford Ernest Rutherford pada tahun 1910 bersama asistennya yaitu Hans Geiger dan Ernest Marsden, melakukan percobaan untuk mengetahui lebih banyak tentang susunan atom. Percobaan dilakukan dengan menembaki lempeng emas yang sangat tipis dengan partikel sinar alfa berenergi tinggi. Sinar alfa adalah salah satu jenis radiasi yang dihasilkan oleh zat radioaktif.

Rutherford dan kedua asistennya menemukan bahwa sebagian besar partikel alfa dapat menembus lempeng emas tanpa pembelokan yang berarti seolah-olah lempeng emas itu tidak ada, sebagian kecil partikel alfa lainnya ditemukan mengalami pembelokan yang cukup besar bahkan beberapa di antaranya dipantulkan.

Partikel alfa yang terpantul pada penembakan lempeng emas tipis dengan sinar alfa menunjukkan bahwa fakta tersebut tidak sesuai dengan model yang dikemukakan oleh J.J. Thomson dimana atom digambarkan bersifat homogen pada seluruh bagiannya. Tahun 1911, Rutherford dapat menjelaskan penghamburan sinar alfa dengan meNganjukan gagasan tentang inti atom. Rutherford beranggapan bahwa sebagian besar dari massa dan muatan positif atom terkonsentrasi pada bagian pusat atom yang selanjutnya disebut inti Partikel alfa yang terpantul pada penembakan lempeng emas tipis dengan sinar alfa menunjukkan bahwa fakta tersebut tidak sesuai dengan model yang dikemukakan oleh J.J. Thomson dimana atom digambarkan bersifat homogen pada seluruh bagiannya. Tahun 1911, Rutherford dapat menjelaskan penghamburan sinar alfa dengan meNganjukan gagasan tentang inti atom. Rutherford beranggapan bahwa sebagian besar dari massa dan muatan positif atom terkonsentrasi pada bagian pusat atom yang selanjutnya disebut inti

kulit atom adalah sekitar 10 -13 cm, maka penampang atom ibarat lapangan bulat dengan diameter 1 km.

Model atom dengan penghamburan sinar alfa oleh lempeng emas tipis dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Sebagian besar partikel sinar alfa dapat tembus karena melalui daerah hampa.

2. Partikel alfa yang mendekati inti atom dibelokkan karena mengalami gaya tolak inti.

3. Partikel alfa yang menju inti atom dipantulkan karena inti bermuatan positif dan sangat pejal.

Model atom Rutherford menjelaskan bahwa atom tersusun dari inti yang bermuatan positif dikelilingi oleh elektron-elektron yang bermuatan negatif, seperti halnya planet-planet yang mengelilingi matahari. Massa atom terpusat pada inti dan sebagian volum atom merupakan ruang hampa karena atom bersifat netral, maka jumlah muatan positif dalam inti (jumlah proton) harus sama dengan jumlah elektron. Model atom Rutherford seperti pada gambar

Elektron

Inti Atom

Gambar 2.4. Model Atom Rutherford

h. Penemuan Partikel Neutron Tahun 1920, ahli fisika Amerika William Draper Harkins menduka adanya partikel lain dalam inti atom selain proton. Partikel tersebut mempunyai massa yang hampir sama dengan proton, tetapi tidak bermuatan dan dinamakan neutron. Partikel neutron tidak bermuatan sehingga sulit untuk dibuktikan. James Chadwick pada tahun 1932 dari inggris berhasil membuktikan keberadaan partikel neutron.

Penemuan neutron ini membuat struktur atom menjadi semakin jelas. Atom tersusun dari inti atom yang dikelilingi oleh elektron yang bermuatan negatif. Inti atom terdiri dari proton yang bermuatan positif dan neutron yang tidak bermuatan. Kedua partikel penyusun inti atom ini disebut dengan nukleon. Oleh karena atom bersifat netral, maka jumlah proton yang bermuatan positif harus sama dengan jumlah elektron yang bermuatan negatif.

Massa 1 neutron = 1,6749544 x 10 -24 gram = 1 sma Neutron tidak bermuatan

Dapat disimpulkan bahwa neutron adalah partikel tidak bermuatan dengan massa sebesar 1 sma.

i. Teori Niels Bohr dan Teori Atom Modern Teori atom Rutherford memiliki kelemahan yaitu tidak dapat menjelaskan mengapa elektron yang mengitari inti tidak tersedot dan jatuh ke intinya. Hukum fisika klasik menyatakan bahwa gerakan elektron mengitari inti akan disertai pemancaran energi berupa radiasi electromagnet, sehingga energi elektron akan semakin berkurang sehingga gerakannya akan melambat dan lintasannya akan berbentuk spiral yang akhirnya elektron akan jatuh ke inti atom.

Neils Bohr meNganjukan model atom pada tahun 1913 berdasarkan analisis spektrum atom sebagai berikut:

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

ANALISIS ISI LIRIK LAGU-LAGU BIP DALAM ALBUM TURUN DARI LANGIT

22 212 2

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA REGULER DENGAN ADANYA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD INKLUSI GUGUS 4 SUMBERSARI MALANG

64 523 26

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25