Persepsi Bidan Praktek Mandiri terhadap Perubahan Skema Pembiayaan dari Jampersal ke Jaminan Kesehatan Nasional di Bali.

(1)

1

LAPORAN PENELITIAN

PERSEPSI BIDAN PRAKTEK MANDIRI

TERHADAP PERUBAHAN SKEMA

PEMBIAYAAN DARI JAMPERSAL KE

JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI BALI

Sebuah

Joint Research

Kerja Sama antara

Grup Penelitian dan Pengembangan BPJS Kesehatan

Dengan

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Disusun Oleh Rina Listyowati Putu Ayu Indrayathi Ni Made Sri Nopiyani


(2)

i

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian kerjasama antar Group Penelitian dan Pengembangan BPJS Kesehatan dengan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang berjudul “Persepsi Bidan Praktek Mandiri Terhadap Perubahan Skema Pembiayaan Dari Jampersal Ke Jaminan Kesehatan Nasional di Bali Tahun 2015” tepat pada waktunya.

Penyusunan laporan akhir sebagai salah satu komitmen kami dalam memenuhi tugas Tri Darma Perguruan Tinggi di Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana.

Penyusunan laporan penelitian ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp. OT (K), M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedoteran Universitas Udayana yang telah memberikan ijin untuk penelitian kerjasama ini.

2. dr. I Made Ady Wirawan, MPH, PhD, selaku Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang telah memberikan semangat dalam menyelesaikan penyusunan laporan ini.

3. Seluruh responden bidan praktek mandiri dan dokter praktek mandiri yang telah bersedia dan membantu dalam proses wawancara mendalam untuk penyusunan laporan penelitian kerjasama ini.


(3)

ii

4. Seluruh pihak terkait dari BPJS Kesehatan Cabang Denpasar dan Cabang Klungkung , Organisasi IBI , Organisasi IDI yang telah memberikan informasi dalam penyusunan laporan penelitian ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

5. Teman-teman team peneliti telah berkotribusi dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan penyusunan laporan ini.

6. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penyusunan penelitian ini.

Demikian laporan penelitian kerjasama ini disusun semoga dapat memberikan manfaat bagi kita semua dan pihak lain yang menggunakan.

Denpasar, 15 Desember 2015


(4)

iii

DAFTAR ISI

PRAKATA ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR SINGKATAN ...vii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Pertanyaan Penelitian ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Konsep Persepsi. ... 5

2.1.1. Pengertian Persepsi ... 5

2.1.2. Proses Terjadinya Persepsi ... 7

2.2. Perubahan Skema Pembayaran Jampersal dan Program JKN ... 9

2.2.1. Skema Jaminan Persalinan ... 9

2.2.2. Pengertian Asuransi Kesehatan Nasional (Jaminan Kesehatan Nasional) ... 10

2.3. Konsep Dasar Bidan Praktek Mandiri ... 17

2.3.1. Pengertian BPM ... 17

2.3.2. Tujuan ... 18

2.3.3. Persyaratan Pendirian BPM ... 18

2.3.4. Pelayanan yang diberikan Bidan Praktek Mandiri ... 19

2.3.5. Kerangka Konsep... 19

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 21

3.1. Rancangan Penelitian. ... 21

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21


(5)

iv

3.3.1. Populasi ... 22

3.3.2. Sampel Penelitian ... 22

3.4. Jenis dan Sumber Data ... 23

3.5. Instrumen Penelitian ... 23

3.6. Metode dan Teknik Pengumpulan Data. ... 23

3.7. Metode dan Teknik Analisis Data. ... 24

3.8. Metode dan Teknik Penajian Hasil Analisis Data. ... 25

3.9. Etika Penelitian ... 25

BAB 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 27

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian. ... 27

4.1.1. Kotamada Denpasar ... 27

4.1.2. Kabupaten Gianyar ... 28

4.2. Karakteristik Responden. ... 28

4.3. Hasil Penelitian dan Pembahasan. ... 30

4.3.1. Pengetahuan Bidan Praktek Mandiri Tentang Program JKN ... 30

4.3.2. Persepsi Bidan Praktek Mandiri Tentang Program JKN ... 34

4.3.3. Hambatan dan Tantangan Bidan Praktek Mandiri Untuk Berpartisipasi dalam JKN ... 40

BAB 6. SIMPULAN DAN SARAN ... 47

6.1. Simpulan. ... 47

6.2. Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 49


(6)

v

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 ... 11 Tabel 4. 1 ... 29


(7)

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Subproses dalam persepsi... 8 Gambar 2.2 Persepsi BPM terhadap perubahan skema pembiayaan dari Jampersal


(8)

vii

DAFTAR SINGKATAN

AKB : Angka Kematian Bayi

AKI : Angka Kematian Ibu

ANC : Antenatal Care

BPJS Kesehatan : Badan Penelenggara Jaminan Sosial Kesehatan

BPM : Bidan Praktek Mandiri

IBI : Ikatan Bidan Indonesia

JKBM : Jaminan Kesehatan Bali Mandara JKN : Jaminan Kesehatan Nasionanl

KB : Keluarga Berencana

KIA : Kesehatan Ibu dan Anak

PCP : Primary Care Provider

PNC : Postnatal Care

SIPB : Surat Izin Praktek Bidan

SJSN : Sistem Jaminan Sosial Nasional


(9)

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Jaminan Kesehatan Nasional dimulai pada awal tahun 2014 yang secara bertahap menuju ke Universal Health Coverage.Tujuan Jaminan Kesehatan Nasional secara umum yaitu mempermudah masyarakat untuk mengakses pelayanan kesehatan dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu. Perubahan pembiayaan menuju ke Universal Coverage merupakan hal yang baik namun mempunyai dampak dan risiko sampingan. Ketidamerataan ketersediaan fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan dan kondisi geografis, menimbulkan masalah baru berupa ketidakadilan antara kelompok masyarakat. Saat ini pembiayaan kesehatan dirasakan semakin berat bagi semua kalangan masyarakat. Banyak masyarakat yang mengeluh bahwa saat ini sakit menjadi sesuatu mahal dan tidak sedikit yang mengeluhkan pelayanan kesehatan telah berubah wajah dengan tidak lagi bersifat sosial. Asuransi kesehatan mengubah peristiwa yang tidak pasti dan sulit diramalkan menjadi peristiwa yang pasti dan terencana (Murti,2000).

Pelayanan tingkat pertama khususnya bidan praktek mandiri berperan sangat sentral yakni sebagai gate keeperyang menentukan sejauh mana peserta (ibu hamil, melahirkan dan ibu nifas) membutuhkan pelayanan pada tingkat lanjutan sesuai kebutuhan medis, sehingga bidan sebagai Primary Care Provider (PCP). Hasil studi evaluasi Jampersal tahun 2012, menghasilkan evidence yang meyakinkan bahwa Jampersal berhasil mengajak ibu hamil untuk melahirkan di fasilitas kesehatan. Peran aktif dari bidan sebagai ujung tombak pemberi pelayanan kebidanan dan neonatal, ketersediaan obat dan peralatan serta fasilitas yang telah disediakan oleh pemerintah semakin meningkatkan jumlah kunjungan ibu hamil ke fasilitas kesehatan. Masyarakat berpendapat dan mempunyai harapan terhadap Program Jampersal agar dapat dilanjutkan hingga saat program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diberlakukan. Fakta tersebut menjadi alasan yang kuat Program Jampersal dipertahankan keberlangsungannya dalam Program Jaminan


(10)

2 Kesehatan Nasional dengan berbagai perbaikan dalam proses pelaksanaannya (Rahmawaty, 2013).

Di akhir tahun 2011 telah disahkan Undang Undang No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS) untuk menjalankan amanah konstitusi UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Penyelenggaraan jaminan kesehatan secara nasional dilaksanakan oleh BPJS, seperti telah diamanatkan oleh pasal 1 ayat (1) UU BPJS yang menyatakan bahwa BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. Menurut Pasal 2 UU BPJS, BPJS bertugas menyelenggarakan Sistem Jaminan Sosial Nasional berdasarkan asas kemanusiaan, manfaat, dan keadilan sosial bagi semua rakyat Indonesia. Dalam hal ini jelas bahwa semua bentuk penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan secara nasional oleh BPJS, termasuk jaminan kesehatan didalamnya. Hal ini diperkuat oleh Pasal 6 UU BPJS yang menyatakan bahwa BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan.

Menurut Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menyatakan bahwa Program Jampersal secara nasional telah berakhir tahun 2013 dan sejak awal tahun 2014 pemerintah Indonesia secara resmi melaksanakan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Berlakunya program JKN diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan, maka secara otomatis jaminan kesehatan yang pernah ada seperti Jamkesmas, Jamkesda dan Jampersal masuk ke dalam Program JKN.Propinsi Bali memiliki Jamkesda yang bernama Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM). Pembiayaan pelayanan kebidanan dan neonatal di propinsi Bali sampai dengan tahun 2017 akan di tanggung oleh JKMB dan besaran klaimnya disesuaikan dengan standar tarif pada JKN dan propinsi Bali di harapkan sudah masuk ke dalam Program JKN paling lambat pada tahun 2019 (Dinkes Propinsi Bali, 2014).

Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional masih menimbulkan pertanyaan bagi para bidan, karena Bidan Praktek Mandiri (BPM) tidak dapat


(11)

3 bekerjasama langsung dengan BPJS dan harus bergabung menjadi jejaring dulu pada fasilitas kesehatan tingkat I (Puskesmas) atau dokter praktek mandiri/perseorangan. Sosialisasi tentang JKN pada BPM tentang bagaimana mekanisme kerjasama, prosedur, sistem pembayaran klaim dan cakupan pelayanan kebidanan dan neonatal yang ditanggung JKN masih kurang, sehingga Ikatan Bidan Indonesia (IBI) mengharapkan agar BPM dapat bekerjasama langsung dengan BPJS seperti saat program Jampersal dan Jamkesda diberlakukan. Apabila BPM tidak dilibatkan dalam JKN, maka dapat menghambat upaya pemerintah menekan AKI dan upaya menggalakkan Program Keluarga Berencana (IBI, 2014).Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin mengetahui persepsi bidan praktek mandiri mengenai kebijakan JKN.

1.2 Pertanyaan Penelitian

Bagaimanakah persepsi Bidan Praktek Mandiri terhadap perubahan skema pembiayaan dari Jampersal ke JKN di Bali?

1.3 Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan BPM mengenai kebijakan program JKN mengenai perubahan skema pembiayaan.

b. Untuk mengetahui persepsi BPM mengenai perubahan skema pembiayaan dalam program JKN

c. Untuk mengetahui hambatan dan tantangan BPM dalam berperan serta dalam program JKN

1.4 Manfaat Penelitian a. Bagi Bidan

Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi BPM dalam memberikan layanan kebidanan dan neonatal sesuai dengan kewenangan dan professionalisme sebagai tenaga kesehatan, dan sesuai standar profesi


(12)

4 untuk dapat menjadi lebih termotivasi untuk berpartisipasi untuk menurunkan AKI dan AKB di program JKN.

b. Bagi BPJS Kesehatan

Sebagaia bahan masukan dan untuk memberikan gambaran nyata mengenai kenyataan di lapangan yang berkaitan dengan BPM sehingga dapat merancang kebijakan yang lebih tepat sasaran sesuai dengan skema klaim pada program JKN


(13)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Persepsi 2.1.1 Pengertian Persepsi

Persepsi adalah proses pengorganisasian, penginterprestasian rangsangan yang diterima oleh organism (individu) sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang intergrated dalam diri individu. Berdasarkan hal tersebut persepsi disebut “interpretation of experience” yakni penafsiran pengalaman. Persepsi merupakan bagian dari keseluruhan proses yang menghasilkan tanggapan setelah rangsangan diterapkan kepada manusia. Dengan persepsi invidu menyadari dan dapat mengerti tentang keadaan lingkungan sekitar maupun hal yang ada pada diri individu yang bersangkutan.

Persepsi adalah suatu proses pengenalan atau identifikasi sesuatu dengan menggunakan panca indera (Drever dalam Sasanti, 2003). Kesan yang diterima individu sangat tergantung pada seluruh pengalaman yang telah diperoleh melalui proses berpikir dan belajar, serta dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam diri individu.

Sabri (1993) mendefinisikan persepsi sebagai aktivitas yang memungkinkan manusia mengendalikan rangsangan-rangsangan yang sampai kepadanya melalui alat inderanya, menjadikannya kemampuan itulah dimungkinkan individu mengenali milleu (lingkungan pergaulan) hidupnya. Proses persepsi


(14)

6 terdiri dari tiga tahap yaitu tahapan pertama terjadi pada pengideraan diorganisir berdasarkan prinsip-prinsip tertentu, tahapan ketiga yaitu stimulasi pada penginderaan diinterprestasikan dan dievaluasi.

Mar'at (Aryanti, 1995) mengemukakan bahwa persepsi di pengaruhi oleh faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala, dan pengetahuan terhadap objek psikologis. Rahmat (dalam Aryanti, 1995) mengemukakan bahwa persepsi juga ditentukan juga oleh faktor fungsional dan struktural. Beberapa faktor fungsional atau faktor yang bersifat personal antara kebutuhan individu, pengalaman, usia, masa lalu, kepribadian, jenis kelamin, dan lain-lain yang bersifat subyektif. Faktor struktural atau faktor dari luar individu antara lain: lingkungan keluarga, hukum-hukum yang berlaku, dan nilai-nilai dalam masyarakat. Jadi, faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi terdiri dari faktor personal dan struktural. Faktor-faktor personal antara lain pengalaman, proses belajar, kebutuhan, motif dan pengetahuan terhadap obyek psikologis.

Menurut Robbins (2003:97) yang mendeskripsikan bahwa persepsi merupakan kesan yang diperoleh oleh individu melalui panca indera kemudian di analisa (diorganisir), diintepretasi dan kemudian dievaluasi, sehingga individu tersebut memperoleh makna.

Faktor-faktor struktural meliputi lingkungan keadaan sosial, hukum yang berlaku, nilai-nilai dalam masyarakat. Pelaku orang lain dan menarik kesimpulan tentang penyebab perilaku tersebut atribusi dapat terjadi bila: 1). Suatu kejadian yang tidak biasa menarik perhatian seseorang,


(15)

7 2). Suatu kejadian memiliki konsekuensi yang bersifat personal, 3). Seseorang ingin mengetahui motif yang melatarbelakangi orang lain (Shaver,1981; Lestari, 1999).

Brems & Kassin (dalam Lestari, 1999) mengatakan bahwa persepsi sosial memiliki beberapa elemen, yaitu:

1). Person, yaitu orang yang menilai orang lain.

2). Situasional, urutan kejadian yang terbentuk berdasarkan pengalaman orang untuk menilai sesuatu.

3). Behavior, yaitu sesuatu yang di lakukan oleh orang lain. Ada dua pandangan mengenai proses persepsi, yaitu: 1. Persepsi sosial, berlangsung cepat dan otomatis tanpa banyak Pertimbangan orang membuat kesimpulan tentang orang lain dengan cepat berdasarkan penampilan fisik dan perhatian sekilas. 2. Persepsi sosial, adalah sebuah proses yang kompleks, orang mengamati perilaku orang lain dengan teliti hingga di peroleh analisis secara lengkap terhadap person, situasional, dan behaviour. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa persepsi suatu proses aktif timbulnya kesadaran dengan segera terhadap suatu obyek yang merupakan faktor internal serta eksternal individu meliputi keberadaan objek, kejadian dan orang lain melalui pemberian nilai terhadap objek tersebut. Sejumlah informasi dari luar mungkin tidak disadari, dihilangkan atau disalahartikan. Mekanisme penginderaan manusia yang kurang sempurna merupakan salah satu sumber kesalahan persepsi (Bartol & Bartol, 1994).

2.1.2. Proses Terjadinya Persepsi

Proses persepsi diawali perhatian panca indra dan diakhiri oleh pengamatan. Proses terjadinya persepsi diawali oleh proses pengindraan (diterimanya stimulus oleh alat indra), kemudian individu ada perhatian, stimulus


(16)

8 diteruskan ke otak kemudian dilakukan interpretasi terhadap rangsang sehingga rangsang tersebut disadari dan dimengerti, maka terjadilah persepsi. Pada proses persepsi terdapat tiga komponen utama, yaitu seleksi, interpretasi dan pembulatan terhadap informasi.

a. Seleksi, yaitu proses penyaringan oleh alat indra terhadap rangsangan dari luar, dengan intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.

b. Interpretasi, yaitu mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti. Interpretasi dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu, system nilai yang dianut, motivasi, kepribadian dan kecerdasan. Selain itu dipengaruhi oleh kemampuan seseoarang dalam mereduksi informasi yang kompleks menjadi sederhana.

c. Interoretasi dan persepsi diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku (pembulatan informasi).

d. Umpan Balik (feedback), diterjemahkan sbagai subproses terakhir . subproses ini dapat mempengaruhi persepsi seseorang, dimana dalam feedback setiap orang akan memiliki persepsi terssendiri sesuai yang diterima.

Gambar 2.1 Subproses dalam persepsi (Thoha, 2003)

Seleksi (Stimulus)

Interpretasi

Interorientasi (Learning Process) Umpan Balik (Feedback)


(17)

9

2.2. Perubahan skema pembayaran Jampersal & Program JKN

2.2.1 Skema Jaminan Persalinan (Jampersal)

Beberapa hal yang menjadi catatan pada pelaksanaan Jampersal tahun 2011 menjadi perhatian dan telah diupayakan untuk dilakukan pembenahan. Secara umum ketentuan dan skema Jampersal pada tahun 2012 tidak jauh berbeda dengan tahun 2011. Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 2562/Menkes/Per/XII/2011 tentang Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan

Terdapat beberapa pembenahan pada skema Jampersal tahun 2012 ini, di antaranya:

1) Perluasan pelayanan kesehatan yang dijamin

2) Peningkatan besaran tarif pelayanan yang ditanggung

3) Pembenahan pada pengorganisasian di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota

4) Mekanisme pengelolaan keuangan/dana baik di tingkat dasar maupun tingkat lanjutan

Hal yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa Jampersal merupakan paket pelayanan termasuk di dalamnya pelayanan KB pasca persalinan. Sehingga setiap pasien penerima manfaat Jampersal, setelah melahirkan harus mengikuti program KB pasca persalinan. Dengan demikian, program Jampersal ini akan sejalan dengan program KB.

Dengan dukungan Jampersal diharapkan makin mengurangi hambatan finansial (financial barrier) yang dihadapi masyarakat yang selama ini tidak memiliki jaminan pembiayaan persalinan, agar mereka dapat mengakses pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, dalam upaya percepatan penurunan Angka Kematian Ibu di Indonesia.


(18)

10 Di akhir tahun 2011 telah disahkan Undang Undang No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS) untuk menjalankan amanah konstitusi UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Penyelenggaraan jaminan kesehatan secara nasional dilaksanakan oleh BPJS, seperti telah diamanatkan oleh pasal 1 ayat (1) UU BPJS yang menyatakan bahwa BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. Menurut Pasal 2 UU BPJS, BPJS bertugas menyelenggarakan Sistem Jaminan Sosial Nasional berdasarkan asas kemanusiaan, manfaat, dan keadilan sosial bagi semua rakyat Indonesia. Dalam hal ini jelas bahwa semua bentuk penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan secara nasional oleh BPJS, termasuk jaminan kesehatan didalamnya. Hal ini diperkuat oleh Pasal 6 UU BPJS yang menyatakan bahwa BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan.

Mulai tahun 2014 pemerintah menghapus program Jaminan Persalinan (Jampersal) untuk ibu hamil. Program itu dilebur dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Ibu hamil yang ingin mendapat pelayanan gratis diminta mendaftar sebagai peserta JKN. Layanan kesehatan tetap akan mengenakan biaya jika pasien tidak menunjukkan kartu kepersertaan JKN dan pemeroleh manfaatn Jamkesmas. "Kalau program Jampersal seluruh ibu hamil bisa mengakses, namun untuk JKN hanya bagi peserta yang sudah mendaftar dan penerima Jamkesmas," terang Ekaningtyas Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan (Dinkes) Purworejo, mewakili Kepala Dinkes Kuswantoro MKes. (sumber : UU RI No. 40 Th. 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional)

2.2.2. Pengertian Asuransi Kesehatan Sosial (Jaminan Kesehatan Nasional-JKN)

Sebelum membahas pengertian asuransi kesehatan sosial, beberapa pengertian yang patut diketahui terkait dengan asuransi tersebut adalah: (buku pegangan sosialisasi JNKN dalam SJSN, th…)

a. Asuransi sosial merupakan mekanisme pengumpulan iuran yang bersifat wajib dari peserta, guna memberikan perlindungan kepada peserta atas


(19)

11 risiko sosial ekonomi yang menimpa mereka dan atau anggota keluarganya (UU SJSN No.40 tahun 2004).

b. Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah tata cara penyelenggaraan program Jaminan Sosial oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

c. Jaminan Sosial adalah bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

Dengan demikian, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sistem Jaminan Sosial Nasional ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak. Kelebihan sistem asuransi sosial di banding kan dengan asuransi komersial antara lain:

Tabel 2.1 Perbandingan asuransi social dengan asuransi komersial Asuransi Sosial Asuransi Komersial

1. Kepesertaan bersifat wajib (untuk semua penduduk) * *

1. Kepesertaan bersifat sukarela

2. Non Profit 2. Profit

3. Manfaat komprehensif 3. Manfaat sesuai dengan premi yang dibayarkan.

Sumber : Buku Pegangan Sosialisasi JKN dalam SJSN berpotensi mencakup 100% penduduk (universal coverage) dan relatif dapat menekan peningkatan biaya pelayanan kesehatan.

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan melalui mekanisme asuransi sosial yang bertujuan agar seluruh penduduk Indonesia terlindungi dengan sistem asuransi. Negara Indonesia menuju

Universal health Coverage (UHC) berdasarkan undang-undang kesehatan Nomor


(20)

12 dalam program Jaminan kesehatan sosial. JKN adalah bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan melalui mekanisme asuransi berdasarkan Undang-Undang RI nomor 40 tahun 2004. Tujuan asuransi kesehatan agar seluruh penduduk Indonesia terlindungi dari masalah pembiayaan kesehatan kebutuhan dasar masyarakat akan dapat terpenuhi (BPJS Kesehatan, 2014).

Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam sistem Jaminan Kesehatan Sosial Nasional (SJSN) tahun 2014 adalah untuk menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) karena Millineum Development Goals (MDGs) tahun 2015 harus segera dapat dicapai sehingga identifikasi perlindungan akses melalui jaminan pembiayaan persalinan dengan kepesertaan dalam JKN menjadi penting. Sejalan dengan peningkatan cakupan SJSN maka peserta Jampersal secara bertahap akan menjadi peserta JKN. Lingkup paket manfaat jampersal menjadi bagian dari paket manfaat JKN yang komprehensif sesuai dengan kebutuhan medis, kecuali ha-hal yang bersifat nonmedis seperti biaya transportasi (Mukti, 2012).

Prinsip-prinsip Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional berdasarkan Undang-undang Nomor 24 tahun 2011, mengacu pada prinsip-prinsip sebagai berikut: kegotong royongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi dan efektifitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanah dan hasil pengelolaan dana jaminan sosial. Manfaat jaminan kesehatan yang bisa diperoleh dalam program JKN bersifat pelayanan perseorangan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative termasuk pelayanan kebidanan dan neonatal. Cakupan pelayanan kebidanan dan neonatal yang termasuk di dalam program JKN meliputi: pelayanan pemeriksaan kehamilan (antenatal care), pertolongan persalinan (intranatal care), pemeriksaan bayi baru lahir, pemeriksaan pasca salin (postnatal care) dan pelayanan Keluarga Berencana setelah melahirkan (BPJS Kesehatan, 2013).

Program JKN memberikan jaminan pembiayaan pada pelayanan kebidanan dan neonatal berdasarkan pembayaran non kapitasi. Peserta JKN mendapatkan pelayanan kebidanan pada puskesmas-puskesmas, rumah sakit dan fasilitas pelayanan swasta yang bekerjasama dengan BPJS. Manfaat pelayanan


(21)

13 kebidanan dan neonatal yang diberikan oleh JKN berupa : Pemeriksaan ANC, pelayanan persalinan, Pemeriksaan PNC/neonatus Pelayanan kebidanan dan pelayanan keluarga berencana.

Prosedur klaim JKN pelayanan kebidanan dan neonatal pada fasilitas kesehatan tingkat pertama berdasarkan PERMENKES No.59 Tahun 2014 pasal 11 ayat 1 (a) sebagai berikut :

1) Biaya pelayanan kebidanan bersifat non kapitasi adalah tarif tanpa pengenaan iuran kepada peserta. Antara lain:

a. Periksa hamil ( maksimal 4 Kali) Rp 25.000,- b. Persalinan Rp 600.000,-

c. Tindakan emergency kebidanan dasar Rp 750.000,- d. Nifas dan bayi baru lahir Rp 25.000,-

e. Tindakan setelah melahirkan (misalnya placenta manual) Rp 175.000,- f. Pelayanan pra rujukan pada komplikasi kebidanan dan neonatal Rp

125.000,-

g. Pelayanan KB pemasangan IUD/Implant Rp 100.000,- dan suntik Rp 15.000,-

2) Tarif pelayanan kesehatan kebidanan dan neonatal yang dilakukan oleh bidan hanya berlaku untuk pelayanan kesehatan kebidanan di luar fasilitas kesehatan tingkat pertama yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.

3) Tarif persalinan adalah paket persalinan termasuk akomodasi. Pasien tidak boleh ditarik iuran biaya.

4) Pengajuan klaim persalinan dan pelayanan maternal non kapitasi di fasilitas kesehatan tingkat pertama dapat dilakukan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama yang memberikan pelayanan.

5) Jejaring fasilitas kesehatan tingkat pertama berupa polindes/poskesdes dan bidan desa/bidan praktek mengajukan tagihan melalui fasilitas kesehatan induknya.

6) Klaim diajukan secara kolektif setiap bulan kepada kantor cabang BPJS dengan kelengkapan administrasi umum.


(22)

14 Hasil penelitian Tambun, dkk (2013) menyatakan bahwa kebijakan persalinan masyarakat miskin di KotaTanjung Pinang belum mendapat dukungan secara optimal dari pemerintah daerah. Plafon biaya yang kecil membuat tidak semua bidan bersedia mengikuti program Jampersal dengan klaim biaya kecil. Tidak ada perbedaan jenis pertolongan yang diberikan bidan praktek swasta antara pasien askeskin dan masyarakat umum. Pelaksanaan program Jampersal di Tanjung Pinang banyak ditemukan pemungutan iuran biaya persalinan di luar tanggungan Jampersal yang dilakukan oleh bidan dalam bentuk biaya transport rujukan dan obat-obatan tambahan.

Berdasarkan hasil analisis koordinasi pelaksanaan pembiayaan kesehatan ibu dan anak (KIA) di Kabupaten Lombok Tengah, program Jampersal juga belum berjalan optimal. Walaupun tidak ditemukan terjadinya tumpang tindih pembiayaan dan tidak ada pelayanan KIA yang tidak terbiayai, namun masih ditemukan adanya iuran biaya untuk obat maupun biaya rujukan serta tidak dilibatkannya pihak swasta dalam program Jampersal. Pelaksanaan program Jampersal dinas kesehatan kabupaten seharusnya dapat bekerjasama dengan klinik atau bidan praktek swasta (Erpan,dkk.2011).

Indonesia menuju Universal Coverage berdasarkan undang-undang kesehatan Nomor 36 tahun 2009 pasal 13 yang menyatakan bahwa: setiap orang berkewajiban ikut serta dalam program Jaminan kesehatan sosial. JKN merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan melalui mekanisme asuransi berdasarkan Undang-Undang RI nomor 40 tahun 2004. Mekanisme asuransi sosial bertujuan agar seluruh penduduk Indonesia terlindungi dari masalah pembiayaan kesehatan sehingga kebutuhan dasar masyarakat dapat terpenuhi (BPJS Kesehatan, 2014)

Program JKN juga memberikan jaminan pembiayaan pada pelayanan kebidanan dan neonatal berdasarkan pembayaran non kapitasi. Peserta JKN mendapatkan pelayanan kebidanan pada puskesmas-puskesmas, rumah sakit dan fasilitas pelayanan swasta yang bekerjasama dengan BPJS.


(23)

15 Manfaat pelayanan kebidanan dan neonatal yang diberikan oleh JKN berupa :

1) Pemeriksaan ANC berupa pemeriksaan fisik, pengukuran tinggi badan dan berat badan, pemeriksaan tekanan darah, pengukuran lingkar lengan atas, pemeriksaan tinggi fundus uteri, pemeriksaan denyut jantung janin, pemeriksaan posisi janin, pemeriksaan Haemoglobine, pemeriksaan golongan darah, test celup gluko/protein urine, imunisasi, pemberian suplemen besi dan asam folat, konseling, serta mengonsultasikan ke dokter pada trimester pertama atau sedini mungkin.

2) Pemeriksaan ANC sesuai standar diberikan dalam bentuk paket minimal 4 (empat) kali pemeriksaan.

3) Pemeriksaan PNC/neonatus sesuai standar diberikan dalam bentuk paket minimal 3 (tiga) kali kunjungan ibu dan 3 (tiga) kali kunjungan bayi. 4) Pelayanan kebidanan dan neonatal yang dilakukan oleh bidan atau dokter,

sesuai kompetensi dan kewenangannya.

Prosedur klaim JKN pelayanan kebidanan dan neonatal pada fasilitas kesehatan tingkat pertama sebagai berikut :

1) Biaya pelayanan kebidanan bersifat non kapitasi adalah tarif tanpa pengenaan iuran kepada peserta.

a. Periksa hamil ( maksimal 4 Kali) Rp 25.000,- b. Persalinan Rp 600.000,-

c. Tindakan emergency kebidanan dasar Rp 750.000,- d. Nifas dan bayi baru lahir Rp 25.000,-

e. Tindakan setelah melahirkan (misalnya placenta manual) Rp 175.000,- f. Pelayanan pra rujukan pada komplikasi kebidanan dan neonatal Rp

125.000,-

g. Pelayanan KB pemasangan IUD/Implant Rp 100.000,- dan suntik Rp 15.000,-


(24)

16 2) Tarif pelayanan kesehatan kebidanan dan neonatal yang dilakukan oleh bidan hanya berlaku untuk pelayanan kesehatan kebidanan di luar fasilitas kesehatan tingkat pertama yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.

3) Tarif persalinan adalah paket persalinan termasuk akomodasi. Pasien tidak boleh ditarik iuran biaya.

4) Pengajuan klaim persalinan dan pelayanan maternal non kapitasi di fasilitas kesehatan tingkat pertama dapat dilakukan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama yang memberikan pelayanan.

5) Jejaring fasilitas kesehatan tingkat pertama berupa polindes/poskesdes dan bidan desa/bidan praktek mengajukan tagihan melalui fasilitas kesehatan induknya.

6) Klaim diajukan secara kolektif setiap bulan kepada kantor cabang BPJS dengan kelengkapan administrasi umum.

Menurut teori Abraham Maslow mengemukakan bahwa pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan pokok, yang ditunjukkan dalam 5 tingkatan yang berbentuk pyramid, orang memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima tingkat kebutuhan itu dikenal dengan sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih kompleks; yang hanya akan penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat paling tidak harus terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya menjadi penentu tindakan yang penting. Pengetahuan, motivasi dan harapan bidan untuk mengikuti suatu program termasuk kedalam kebutuhan penghargaan dan aktualisasi diri. Bidan akan mempunyai motivasi dan harapan yang besar terhadap suatu program seperti JKN apabila mendapatkan suatu penghargaan yang layak bagi dirinya.

Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional masih menimbulkan pertanyaan bagi para bidan, karena Bidan Praktek Mandiri (BPM) tidak dapat bekerjasama langsung dengan BPJS dan harus bergabung menjadi jejaring dulu pada fasilitas kesehatan tingkat I (Puskesmas) atau dokter praktek perseorangan. Sosialisasi tentang JKN pada BPM tentang bagaimana mekanisme kerjasama,


(25)

17 prosedur, sistem pembayaran klaim dan cakupan pelayanan kebidanan dan neonatal yang ditanggung JKN masih kurang, sehingga Ikatan Bidan Indonesia (IBI) mengharapkan agar BPM dapat bekerjasama langsung dengan BPJS seperti saat program Jampersal dan Jamkesda diberlakukan. Apabila BPM tidak dilibatkan dalam JKN, maka dapat menghambat upaya pemerintah menekan AKI dan upaya menggalakkan Program Keluarga Berencana (KB).

2.3. Konsep Dasar Bidan Praktek Mandiri

Menurut Wijono (1999) dalam Tarigan (2009) Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan dibidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. tenaga kesehatan terdiri dari tenaga medis, tenaga keperawatan, tenaga kesehatan masyrakat, tenaga gizi, tenaga keterampilan fisik dan tenaga keteknisan medis, salah satunya adalah Bidan Praktek Mandiri (BPM)

2.3.1. Pengertian BPM

Bidan Praktek Mandiri (BPM) merupakan bentuk pelayanan kesehatan dibidang kesehatan dasar. Praktek bidan adalah serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan kepada pasien (individu, keluarga, dan masyarakat) sesuai dengan kewenangan dan kemampuannya. Bidan yang menjalankan praktek harus memiliki Surat Izin Praktek Bidan (SIPB) sehingga dapat menjalankan praktek pada sarana kesehatan atau program. (Imamah, 2012 : 01).

Bidan praktek mandiri mempunyai tanggung jawab besar karena harus mempertanggungjawabkan sendiri apa yang dilakukan. Dalam hal ini Bidan Praktek Mandiri menjadi pekerja yang bebas mengontrol dirinya sendiri. Situasi ini akan besar sekali pengaruhnya terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan etik. (Sofyan, dkk. 2006).


(26)

18

2.3.2. Tujuan

1. Meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan kesehatan ibu hamil, pertolongan persalinan, perawatan nifas, kesehatan bayi dan anak balita, serta pelayanan dan konseling pemakaian kontrasepsi serta keluarga berencana melalui upaya strategis.

2. Terjaringnya seluruh kasus risiko tinggi ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir untuk mendapatkan penanganan yang memadai sesuai kasus dan rujukannya.

3. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembinaan kesehatan ibu dan anak.

4. Meningkatkan perilaku hidup sehat pada ibu, keluarga dan masyarakat yang mendukung upayapenurunan angka kematian ibu dan angka kematian bayi. (Ambarwati, 2010 : 02)

2.3.3. Persyaratan pendirian BPM

1. Bidan dalam menjalankan praktek harus :

a. Memiliki tempat dan ruangan praktek yang memenuhi persyaratan kesehatan.

b. Menyediakan tempat tidur untuk persalinan minimal 1 dan maksimal 5 tempat tidur.

c. Memiliki peralatan minimal sesuai dengan ketentuan dan melaksanakan prosedur tetap (protap) yang berlaku.

d. Menyediakan obat-obatan sesuai dengan ketentuan peralatan yang berlaku.

2. Bidan yang menjalankan prakytek harus mencantumkan izin praktek bidannya atau foto copy prakteknya diruang praktek, atau tempat yang mudah dilihat.

3. Bidan dalam prakteknya memperkerjakan tenaga bidan yang lain, yang memiliki SIPB untuk membantu tugas pelayanannya


(27)

19 4. Bidan yang menjalankan praktek harus harus mempunyai peralatan minimal sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan peralatan harus tersedia ditempat prakteknya.

5. Peralatan yang wajib dimilki dalam menjalankan praktek bidan sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan .

6. Dalam menjalankan tugas bidan harus serta mempertahankan dan meningkatkan keterampilan profesinya antara lain dengan :

a. Mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan atau saling tukar informasi dengan sesame bidan .

b. Mengikuti kegiatan-kegiatan akademis dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya, baik yang diselenggarakan pemerintah maupun oleh organisasi profesi.

c. Memelihara dan merawat peralatan yang digunakan untuk praktek agar tetap siap dan berfungsi dengan baik.

2.3.4. Pelayanan yang diberikan Bidan praktek Mandiri

Dalam bidan praktek mandiri memberikan pelayanan yang meliputi: 1. Penyuluhan Kesehatan

2. Konseling KB

3. Antenatal Care (senam hamil, perawatan payudara) 4. Asuhan Persalinan

5. Perawatan Nifas (senam nifas) 6. Perawatan Bayi

7. Pelayanan KB ( IUD, AKBK, Suntik, Pil ) 8. Imunisasi ( Ibu dan Bayi )

9. Kesehatan Reproduksi Remaja

10.Perawatan Pasca Keguguran. (Ambarwati, 2010 : 03)

2.3.5. Kerangka konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini menggunakan teori Robbins (2003) tentang persepsi BPM terhadap perubahan skema pembiayaan dari Jampersal ke JKN :


(28)

20

Gambar 2.2 Persepsi BPM terhadap perubahan skema pembiayaan dari Jampersal ke JKN

Persepsi

Bidan Praktek Mandiri

BPM ber-PKS

BPM non-PKS

Perubahan Skema Pembiayaan Program JAMPERAL

ke Program JKN


(29)

21

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Rancangan atau desain penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi.Menurut Denzin dan Lincon (1994) dalam Ahmadi (2014), penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang dapat menggambarkan suatu masalah secara alamiah dan menginterpretasikan prilaku seseorang sehingga dapat memberikan pemahaman terhadap suatu permasalahan yang sedang terjadi. Penelitian kualitatif juga merupakan penelitian yang menekankan pada pemahaman mengenai masalah -masalah dalam kehidupan sosial berdasarkan kondisi realitas dan natural setting yang holistis, kompleks dan terinci. Penelitian kualitatif dapat menggunakan pendekatan induktif yang mempunyai tujuan penyusunan teori atau hipotesis melalui pengungkapan fakta (Umar, 2013).

Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah fenomenologi karena adanya fenomena atau permasalahan diantara para bidan praktek mandiri yang masih rendah dalam berpartisipasi dalam program jaminan kesehatan yang sudah ada sebelumnya, dan metode kualitatif digunakan untuk dapat menggali lebih dalam mengenai persepsi bidan yang dapat berperan dalam keikutsertaan bidan praktek mandiri pada program Jaminan Kesehatan Nasional di Bali.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di wilayah Kotamadya Denpasar dan Kabupaten Gianyar, Propinsi Bali. Kabupaten Gianyar dipilih karena pada saat implementasi Jampersal, BPM diwajibkan untuk berpartisipasi sedangkan Kotamadya Denpasar dipilih dengan alasan partisipasi dan keterlibatan BPM untuk bekerjasama dengan program jaminan kesehatan seperti Jampersal dan


(30)

22 JKBM sebelum adanya JKN sangat rendah yakni hanya 21 BPM yang bersedia untuk menandatangani MOU dengan Dinas Kesehatan.

Waktu penelitian ini dialokasikan dari bulan 16 Oktober 2015 sampai dengan 15 Desember 2015.

3.3 Populasi Dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi

Penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen yaitu tempat, pelaku dan aktivitas, oleh karena penelitian kualitatif berangkat dari kasus tertentu yang ada pada situasi sosial tertentu (Sugiyono, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah Bidan Praktek Mandiri yang berpraktek kerja sama dan yang tidak bekerjasama dengan program Jaminan Kesehatan Nasional.

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian kualitatif disebut sebagai partisipan (nara sumber), peneliti melakukan observasi atau wawancara kepada orang-orang yang dianggap tahu tentang situasi sosial tersebut (Sugiyono, 2008). Cara pemilihan informan dalam penelitian kualitatif dilakukan secara purposive sampling yaitu menggunakan kriteria tertentu dalam menentukan sampel dan untuk jumlah sampel ditentukan berdasarkan pada azas kesesuaian dan kecukupan sampai mencapai saturasi data. Apabila dalam proses analisa data peneliti telah menemukan pola yang sama berulang kali, maka analisis sudah dapat dihentikan karena saat itu terjadi kejenuhan data (Poerwandari, 2005)

Penelitian ini, memilih informan secara purposive yaitu dipilih berdasarkan pertimbangan dan tujuan dari penelitian, dianggap mampu serta bersedia dalam memberikan informasi yang diperlukan. Partisipan (target responden) dalam penelitian ini adalah Bidan yang melaksanakan praktek mandiri


(31)

23 dan berada di wilayah Kabupaten Gianyar dan Kotamadya Denpasar. Bidan Praktek mandiri yang dipilih adalah 2 orang BPM yang saat ini menjadi jejaring dari dokter praktek mandiri sesuai program JKN dan 2 orang BPM yang tidak mengikuti program JKN. Jumlah responden/ informan sekitar 16 orang , serta termasuk juga partisipan pemegang kebijakan yang dipilih masing-masing dari Kodya Denpasar dan Kab. Gianyar adalah 1 orang Kepala Dinas Kesehatan, 1 orang Ketua Ikatan Bidan Indonesia, 1 orang Kepala Cabang BPJS dan 1 orang dokter praktek perorangan yang ikut program JKN

3.4 Jenis Dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan adalah data kualitatif berupa data primer .Data primer didapat dari hasil wawancara secara mendalam (indepth interview) dengan informan yang telah dipilih dan bersedia memberikan informasi penelitian (Moleong, 2007).

3.5 Instrumen Penelitian

Proses pengumpulan data pada penelitian kualitatif, peneliti berfungsi sebagai instrumen utama penelitian. Instrumen yang akan digunakan untuk mengumpulkan data berupa pedoman wawancara mendalam untuk wawancara mendalam. Pedoman ini akan membantu peneliti melakukan pengumpulan data secara efisien (Bungin,2003).

3.6 Metode Dan Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian kualitatif yang paling sering digunakan adalah wawancara. Faktor yang penting sekaligus kunci sukses dalam mengumpulkan data pada penelitian kualitatif adalah komunikasi dengan mengedepankan kerahasiaan. Partisipan atau responden pada wawancara mendalam sering diminta untuk memberikan informasi secara terbuka, jujur dan tanggap terhadap isu-isu sensitif, kekhawatiran, persepsi dan pendapat tentang berbagai topik. Untuk mendapatkan kebenaran, peneliti harus benar-benar


(32)

24 menjamin bahwa identitas peserta penelitian akan dirahasiakan dan dilindungi sepenuhnya (Sastroasmoro,2011).

Pengumpulan data pada penelitian ini akan menggunakan tehnik wawancara mendalam. Metode wawancara mendalam (indepth interview) akan dilakukan pada bidan praktek mandiri dengan dipandu secara langsung oleh peneliti dengan menggunakan panduan wawancara mendalam, kemudian dilakukan perekaman dan dibuat transkripnya untuk kemudian dianalisis. Sebelum melakukan wawancara mendalam (indepth interview) terlebih dahulu diberikan penjelasan terhadap maksud dan tujuan penelitian ini. Apabila peserta indepth interview setuju, maka diberikan surat persetujuan (informed consent) untuk ditanda tangani, kemudian dilanjutkan dengan perkenalan dan proses pengumpulan data serta wawancara mendalam dilakukan oleh peneliti sendiri. Informasi yang diperoleh pada saat wawancara mendalam direkam dengan menggunakan alat perekam, catatan lapangan, dan foto sebagai dokumentasi. Apabila ada data yang perlu ditambahkan atau dikonfirmasi selama wawancara, dilakukan member checking. Pembuatan transkrip hasil wawancara mendalam diusahakan dibuat segera mungkin setelah selesai melakukan kegiatan tersebut.

3.7 Metode Dan Teknik Analisis Data

Metode dan teknik analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah thematic analysis, yaitu mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satu uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema tertentu. Menurut Sastroasmoro dan Ismael (2011) langkah-langkah dalam melakukan analisis data kualitatif, meliputi:

1) Familiarisation : menggabungkan data dasar dengan mendengarkan rekaman,

membaca transkrip, mempelajari catatan kemudian membuat daftar ide dan tema dari data yang diperoleh.


(33)

25 2) Identifying a thematic framework: mengidentifikasi semua masalah penting, konsep dan tema dari data yang diperoleh. Hasil akhir dari tahapan ini adalah indeks data secara detail,data-data sudah dilabel sesuai dengan sub-kelompok. 3) Indexing: mengaplikasikan kerangka tematik atau indeks secara sistematik

terhadap seluruh data dalam bentuk tekstular menjadi kode-kode.

4) Charting: mengatur kembali data sesuai dengan kerangka tematik dan membuat diagram.

5) Mapping and interpretation: menggunakan diagram (chart) untuk

mendefinisikan konsep, memetakan fenomena alamiah, dan menemukan asosiasi antara tema dengan pandangan yang dapat menjelaskan hasil temuan.

3.8 Metode Dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Hasil analisis data pada penelitian ini, disajikan dengan cara mengutip kata-kata dari informan tanpa mengurangi maknanya. Penyajian hasil analisis data juga dipaparkan dengan menampilkan data hasil penelitian terlebih dahulu kemudian dikaitkan dengan teori yang digunakan atau dengan memaparkan teori terlebih dahulu kemudian dikaitkan dengan hasil penelitian yang ada sebelumnya.

3.9 Etika Penelitian

Menurut Moleong (2007) agar studi alamiah benar-benar dapat terjadi dan peneliti tidak mendapat persoalan masalah etik maka ada beberapa yang harus dipersiapkan oleh peneliti antara lain yaitu :

a. Mengurus Ethical Clearance dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

b. Meminta ijin pada kepala instansi setempat dimana penelitian akan dilaksanakan sekaligus menjelaskan maksud dan tujuan penelitian.

c. Menempatkan partisipan yang diteliti bukan sebagai objek melainkan subyek yang drajatnya sama dengan peneliti.


(34)

26 d. Menghargai, menghormati, dan patuh pada semua peraturan norma, nilai masyarakat, kepercayaan, adat-istiadat, dan kebudayaan yang ada di dalam masyarakat tempat penelitian dilakukan.

e. Memegang segala rahasia yang berkaitan dengan informasi yang telah diberikan.

f. Informasi tentang subjek tidak akan dipublikasikan bila subjek tidak menghendaki, termasuk nama subjek tidak akan dicantumkan dalam laporan penelitian.

g. Peneliti dalam merekrut partisipan terlebih dahulu, memberikan informed consent, yaitu memberi tahu secara jujur maksud dan tujuan penelitian pada sampel dengan sejelas-jelasnya.

h. Selama dan sesudah penelitian (privacy) tetap dijaga, semua partisipan diperlakukan sama, nama partisipan diganti dengan nomor (anonimity). Peneliti akan menjaga kerahasiaan informasi yang diberikan dan hanya digunakan untuk kegiatan penelitian serta tidak akan di publikasikan tanpa seizin partisipan.

i. Selama pengambilan data penelitian memberikan kenyamanan pada partisipan dengan mengambil tempat wawancara sesuai dengan keinginan partisipan. Sehingga partisipan dapat leluasa tanpa ada pengaruh lingkungan untuk mengungkapkan masalah yang dialaminya.


(35)

27

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1.Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini bertempat di dua lokasi, yaitu di Kotamadya Denpasar dan Kabupaten Gianyar.

4.1.1. Kotamadya Denpasar

a. Letak secara geografis :

Secara geografis wilayah Kota Denpasar berada antara 08º35’31“ -08º44’49“LS dan 115º10’23“-115º16’27“ BT dengan luas wilayah 127,78 Km² dengan batas-batas sebagai berikut yaitu dengan batas Utara : Kabupaten Badung, batas Selatan : Kabupaten Badung, batas Timur : Selat Badung atau Samudra Hindia dan batas Barat : Kabupaten Gianyar

Denpasar terdiri dari 3 kecamatan dan 43 desa/kelurahan. Kecamatan tersebut yaitu Denpasar Selatan (49,99 km2), Denpasar Timur (27,73 km2) dan Denpasar Barat (50,06 km2). Daerah terpenting termasuk masyarakat Pantai Sanur dan Pelabuhan Benoa. Wilayah Denpasar merupakan 2,27% wilayah Bali secara keseluruhan. Denpasar terletak 0-75 meter di atas permukaan laut. Curah hujan rata-rata sebesar 244 mm per bulan. Temperatur rata-rata pada tahun 2000 sebesar 29,8 C dengan rata-rata terendah 24,3 C. Bulan terdingin yaitu bulan Juli dengan temperatur 25,7C, sedangkan bulan terpanas yaitu bulan Desember dengan temperatur rata-rata 28 C.

Hampir 25% wilayah Denpasar merupakan sawah dan perternakan dengan luas area 3.147 ha dari total luas 12.778 ha.

Sarana kesehatan dan teaga kesehatan :

Jumlah puskesmas yang berada di Kota Denpasar pada tahun 2014 adalah 11 puskesmas, yang terdiri dari 3 puskesmas dengan fasilitas rawat inap dan sisanya 8 puskesmas yang tidak mempunyai fasilitas rawat inap. Jumlah tenaga medis dokter praktek mandiri berjumlah kurang lebih 119 orang, sedangkan tenaga bidan praktek mandiri sebanyak kurang lebih 200 orang.


(36)

28

4.1.2 Kabupaten Gianyar a. Letak secara geografis :

Gianyar merupakan salah satu dari sembilan Kabupaten/Kota di Provinsi

Bali , yang terletak antara 08º 18’48’’ –08 º 38’ 58” Lintang Selatan, 115º 13’29” - 115º 22’23” Bujur Timur. Berbatassan dengan Kabupaten Baung dan Kota Deanpasar di sebelah Barat, Kabupaten Bangli di sebelah Utara, Kabupaten Bangli dan Kabupaten Klungkung disebelah Timur serta selat Badung dan Samudra Indonesia disebelah Selatan. Wilayah KAbupaten Gianyar dibagi menjadi 7 kecamatan, yaitu : Kecamatan Blahbatuh, Kec. Gianyar, Kec. Payangan, Kec. Tegallalang, Kec. Tampaksiring, Kec. Sukawati dan Kec. Ubud

b. Sarana kesehatan dan tenaga kesehatan :

Ketersediaan sarana kesehatan di Kab.Gianyar sampai tahun 2011 meliputi rumah sakit pemerintah ada 1 buah, rumah sakit swasta ada 3 buah. Puskesmas ada 13 unit, yang tersebar diseluruh kecamatan serta puskemas pembantu pemerintah ada 65 unit (BPS Kabupaten Gianyar, 2011).

Jumlah tenaga medis dokter kurang lebih 139 orang dan sementara bidan yang ada sekarang sebanyak kurang lebih 291orang.

4.2.Karakteristik Responden/Informan sebagai partisipan

Responden/informan dalam penelitian ini terdiri dari 2 partisipan, yaitu informan/responden dan informan kunci. Pada proses pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam (indept interview). Jumlah informan/responden sebanyak 16 orang. Masing-masing terdiri dari empat (4) orang BPM ber-PKS dan empat (4) orang BPM non-PKS, dua (2) orang dokter praktek mandiri, dua (2) orang Kepala Dinas Kesehatan, 2 orang Ketua IBI, dua (2) orang Ketua IDI, Kepala Cabang BPJS Kesehatan dari Kota Denpasar maupun dari Kabupaten Gianyar. Karakteristik informan bisa dilihat dari umur, pendidikan terakhir lama praktek mandiri alamat, yaitu sebagai berikut :


(37)

29

Tabel 4. 1

Distribusi Karakteristik Informan Berdasarkan Umur, Pendidikan Terakhir, Lama Praktek dan Alamat di Kota Denpasar dan Kabupaten Gianyar tahun

2015 N O KODE RESPO NDEN UMUR (th) PENDIDI KAN TERAKHI R LAMA PRAKT EK MANDI RI (th)

ALAMAT KETERANGAN

1 1 50 D3 25 Tegal

Tugu-Gianyar BPM non-PKS

2 2 36 D3 11 Sidan-Gianyar BPM non-PKS

3 3 43 S2 14 Gatsu-Denpasar BPM non-PKS

4 4 32 S2 Nangka

Selatan-Dps BPM non-PKS

5 5 43 D3 5 Suwat-Gianyar BPM ber-PKS

6 6 49 D3 8 T.Siring-Gianyar BPM ber-PKS

7 7 59 D4 25 P. Buru-Denpasar BPM ber-PKS

8 8 51 S1 20 Pidada-Denpasar BPM ber-PKS

9 9 35 S2 11 T.Siring-Gianyar Dokter Praktek Mandiri

10 10 48 S2 18 Nangka-Denpasar Dokter Praktek Mandiri

11 11 63 S2 A.Yani-Denpasar Ketua IBI Kota

Denpasar

12 12 58 D3 Ciung

Wanara-Gianyar Ketua IBI Kab.Gianyar

13 13 53 S2 Gatsu-Denpasar Kadinkes Kota

Denpasar

14 14 55 S1 BlahBatu-Gianyar

Kadinkes Gianyar (disposisi Kabid BINKESMAS)

15 15 54 S1 Klungkung Kacab BPJS Kes

Klungkung

16 16 36 S1 Renon-Denpasar Kacab BPJS Kes Reg

XI DPS Sumber: data primer hasil wawancara mendalam dengan responden (Oktober-Desember 2015)

Dari tabel 4.1. Hasil wawancara mendalam dengan responden sebagai informan, didapatkan data bahwa BPM berusia antara 32 – 63 tahun, dilihat dari lama praktek antara 5 sampai 25 tahun, dilihat dari latar belakang pendidikan


(38)

30 terakhir BPM sebagian besar berpendidikan D3 kebidanan sebanyak empat orang, sedang kan berlatarbelakang S2 sebanyak dua orang, dan S1 serta D4 masing-masing satu orang. Untuk informan kunci berusia antara 35 sampai 63 tahun, dan sebagian besar berpendidikan S2.

4.3 Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil penelitian disajikan dengan menggunakan narasi atau uraian sesuai dengan fenomena - fenomena yang ditemukan saat wawancara mendalam dan untuk pembahasan hasil penelitian juga menggunakan narasi atau uraian – uraian berdasarkan hasil yang ditemukan dari proses thematic analisys dengan model strategi analisis data kualitatif-verifikatif dimana setelah data dikumpulkan kemudian diklasifikasikan untuk membuat suatu kesimpulan yang merujuk kepada teori dan sumber pustaka (Bungin,2012).

4.3.1 Pengetahuan Bidan Praktek Mandiri Tentang Program Jaminan Kesehatan Nasional.

Hasil penelitian mengenai pengetahuan BPM tentang Program JKN menunjukkan bahwa sebagian besar partisipan menyatakan sudah mengetahui program JKN secara umum.

“…Yang memang JKN tu Jaminan Kesehatan Nasional tu, artinya suruh gini kita

nanti, sama seluruh Nasional” (Informan 1).

“…manfaat tujuannya ya untuk agar masyarakat itu semua terakses pelayanan

kesehatan, dengan biaya yang terjangkau seperti itu (Informan 3)

Beberapa partisipan yang juga merupakan staff puskesmas dapat memberikan penjelasan yang lebih mendalam mengenai JKN,terutama yang berkaitan dengan pelayanan kebidanan.


(39)

31

“Kalau BPJS Kesehatan itu dapat dia pemeriksaan kehamilannya 4 kali

ditanggung di Puskemas. Itu yang saya tahu, karena saya kan dipemeriksaan

KIA…. kalau ke KIA misalnya atau apa dikasih .. KB itu kan ditanggung dia,

kalau melahirkan sampai 42 hari sampai masa nifasnya ditanggung dia KB nya, baik itu suntik, pasang KB atau apapun dipakai..ditanggung oleh BPJS

Kesehatan… (Informan 6)

“….layanan kebidanan kan dari biasa, hamil, ee dari ANC itu, persalinan, nifas,

ee ya imunisasi kalo bayi kan, KB kan itu itu yang saya tahu. Mungkin kayak Jampersal dulu pelayanannya ya, tapi bajunya aja yang ganti, dulu Jampersal sekarang JKN( Informan 4).

Pengetahuan tentang program JKN sudah banyak diketahui oleh para BPM, terutama JKN dianggap sebagai pengganti dari jaminan kesehatan yang pernah ada sebelumnya, seperti Askes, Jamsostek, Jamkesmas , Jampersal dengan cara membayar premi sebelumnya. Informasi mengenai JKN diperoleh oleh BPM melalui sumber yang berbeda-beda. Informasi ada yang diberikan oleh BPJS Kesehatan kepada puskesmas, Dinas Kesehatan ,maupun dari IBI.

“…. kebetulan saya tugas di Puskesmas jadi ya pernah disosialisasikan ……,

hampir persis seperti Jampersal saya lihat sama, sudah pernah dikasi tau lewat

Puskesmas….kita dikasi tau pada minlok…”(Informan 2).

“ Iya, kita diundang dari dinas kesehatan kabupaten” …(Informan 1)

“Dari pemerintah ada dari dinas juga dari dinas kesehatan dari bpjs juga ada

kita dari bidan juga mengundang BPJS ….”(Informan 8)

Meskipun sudah banyak pihak yang memberikan informasi mengenai JKN melalui sosialisasi, namun BPM masih merasa bahwa informasi yang diperoleh belumlah cukup untuk membuat mereka memahami tentang JKN. Bahkan salah seorang partisipan menyatakan sama sekali belum pernah memperoleh sosialisasi mengenai JKN.

“Ya karna baru ya belum… banyak ada perubahan – perubahan itu. Sama seperti

Jampersal dulu kan selalu berubah”… (Informan 1).

“Mensosialisakikan tapi tidak se detail nya karena kami juga tidak begitu detail


(40)

32 beralih ke jkn dan teman2 harus menjadi jejaring da n cari dokter yang praktik

mandiri …”(Informan 12)

“…Nggak pernah sama sekali “– (Informan 3).

Selain kepada BPM sosialisasi JKN kepada masyarakat juga dirasa kurang oleh BPM sehingga membuat BPM kerepotan dalam menjelaskan prosedur JKN kepada masyarakat.

“…Kalau informasi sih rasanya kurang, karena kita kan untuk memberikan

pelayanan kalau untuk masyarakat dia yang kurang, sebenarnya bukan kita yg mejelaskan kepada pasien tentang tarif tentang alur begitu tapi ternyata kita yang

memberikan pelayanan memberikan penjelasan kepada pasiennya jadi terbalik” –

(Informan 8).

Pengetahuan masyarakat tentang JKN yang sangat minim terutama di daerah-daerah perlu diselesaikan secara bertahap. Dalam mengatasi masalah ini, kebijakan kesehatan pemerintah harus hati-hati, cermat dan teliti sehingga investasi yang dilakukan selama ini tidak sia-sia (Kebijakan Kesehatan Indonesia,2013). Ketidaktahuan masyarakat mengenai prosedur pelayanan dapat berimbas pada motivasi BPM untuk berpartisipasi menyukseskan JKN.

“….Dia ingin menggunakan BPJS, dia nggak bole langsung ke rumah sakit harus

dari tingkat 1 kedua dia tidak diberitahukan berapa budget yg ditanggung oleh bpjs untuk persalinan normal kedua alurnya dia tidak diberitahu kemana dia dulu, dia kira setelah menggunakan BPJS dia bole kemana saja (Informan 8).” Menurut para pemegang kebijakan dari dinas kesehatan, sosialisasi tentang program JKN telah dilakukan, namun tidak spesifik membahas mengenai kebijakan kebidanan dan neonatal.

“Karena kami sebetulnya dari tahun 2014 di era JKN kita sudah

melaksanakan sosialisasi. Sosialisasi itu kami laksanakan bersama -sama dengan rumah sakit dan BPJS kesehatan. Jadi kita sosialisasi baik ke semua kecamatan maupun ke UPT Kesmas. Jadi kalau ke semua kecamatan itu sasaran kami adalah tokoh-tokoh masyarakat yaitu kepala desa, kepala dusun, kemudian dari unsur kecamatan dan juga kalau di Puskesmas itu yaitu petugas JKN sendiri, kemudian bersama-sama dengan kader-kader posyandu.. “(Informan 14).

“Nggak bu.. tapi kalau dari Dinas nggih kepada masyarakat secara umum. “..


(41)

33 Sementara itu, pihak BPJS Kesehatan menyatakan bahwa sosialisasi telah dilakukan kepada BPM melalui organisasi profesi yakni IBI dan bekerja sama dengan lembaga BKKBN.

,,, kalau untuk sosialisasi tentang bidan praktek mandiri kita sudah melakukan sosialisai biasanya kita mendapatkan apanamanya,, kita masuk lewat

asosiasinya,, jadi kita lewat asosiasi IBI…(Informan 16)

“Oo.. sudah, biasanya sosialisasi bareng BKKBN…. (Informan 15)

Selanjutnya pihak BPJS Kesehatan menyatakan bahwa sosialisasi kepada BPM dilakukan setiap tahun untuk memberikan informasi-informasi terbaru mengenai program JKN.

Hmm.. sering sekali ya, 3 kali dalam satu kabupaten” (Informan 15).

Kalau sosialisai biasanya kita setiap tahun ada umtuk lakukan updating regulasi terutama terkait mengenai masalah atauran aturan tentang prosedur pelayanan, terkait mengenai masalah tariff dan sistem pengklaiman, stiap tahun kami melakukan sosialisati tentang updating regulasi yang ada.. (Informan 16)

Negara Indonesia menuju UHC berdasarkan undang-undang kesehatan Nomor 36 tahun 2009 pasal 13 menyatakan bahwa: setiap orang berkewajiban ikut serta dalam program Jaminan kesehatan sosial. JKN di laksanakan berdasarkan Undang-Undang RI nomor 40 tahun 2004. Implementasi JKN dalam

SJSN tahun 2014 adalah untuk menurunkan AKB dan AKI karena MDG’s tahun

2015 harus segera dapat dicapai sehingga identifikasi perlindungan akses melalui jaminan pembiayaan persalinan dengan kepesertaan dalam JKN menjadi penting. (BPJS Kesehatan, 2014).

Dalam rangka penyamaan persepsi BPM dan pemegang kebijakan serta BPJS Kesehatan, penting untuk dilakukan sosialisasi terpadu kepada BPM. Mengingat Program JKN di tujukan untuk mencapai kesehatan untuk semua dan salah satunya juga untuk memberikan pelayanan kebidanan dan neonatal, dalam hal ini bidan membantu pemerintah dalam menurunkan AKI dan AKB.


(42)

34 Sosialisasi yang telah dilakukan kepada IBI seharusnya disampaikan kepada bidan-bidan yang lain agar BPM dapat mengetahui tentang program JKN khususnya untuk pelayanan kebidanan dan neonatal.

Bidan sebagai ujung tombak merupakan tenaga kesehatan yang paling terdepan melayani masyarakat terutama untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak di Indonesia. Mayona, dkk (2012) menyatakan bahwa responden memiliki persepsi buruk tentang paket Jampersal tetapi memiliki kemauan untuk menjadi provider program Jampersal. Hal ini disebabkan karena responden memiliki persepsi yang baik tentang prosedur dan tarif program Jampersal. Secara umum bidan sudah mengetahui tentang adanya program Jampersal, namun pengetahuan bidan tentang program ini masih rendah. Bidan belum mengetahui prosedur maupun paket-paket manfaat Jampersal secara rinci Tarif Jampersal juga menurut bidan cukup rendah karena di bawah tarif yang biasa mereka berlakukan pada umumnya. Selain itu, pandangan bidan tentang prosedur yang harus dilakukan, baik untuk perjanjian kerja sama maupun klaim juga menjadi hambatan bagi mereka untuk mau menjadi provider Jampersal. Menurut bidan, rumitnya prosedur yang harus dilakukan sering kali menjadi kendala dalam program-program yang diadakan pemerintah, termasuk program-program Jampersal. Untuk itu, perlu adanya usaha dari pemerintah untuk meningkatkan kerjasama dengan bidan untuk menjadi provider program Jampersal.

4.3.2 Persepsi Bidan Praktek Mandiri Tentang Program Jaminan Kesehatan Nasional.

Pelaksanaan JKN masih banyak menimbulkan pertanyaan bagi BPM, karena mereka tidak dapat bekerjasama langsung dengan BPJS Kesehatandan. BPM harus menjadi jejaring dulu pada fasilitas kesehatan tingkat I (Puskesmas) , dokter praktek perseorangan,atau klinik swasta. Sosialisasi tentang JKN pada BPM tentang bagaimana mekanisme kerjasama, prosedur, sistem pembayaran klaim dan cakupan pelayanan kebidanan dan neonatal yang ditanggung JKN masih kurang, sehingga Ikatan Bidan Indonesia (IBI) berharap agar BPM dapat


(43)

35 bekerjasama langsung dengan BPJS Kesehatan seperti saat program Jampersal dan JKBM diberlakukan. Jika BPM tidak bisa dilibatkan secara lansung sebagai provider JKN maka dapat menghambat upaya pemerintah menekan AKI dan upaya menggalakkan Program Keluarga Berencana (IBI, 2014).

Partisipan BPM menyatakan bahwa program JKN adalah program yang bagus dan patut untuk didukung, namun banyak yang harus diperbaiki.

“Kalau manfaat kan dah bagus. Kalau programnya bagus cuma pembiayaannya

program lebih awal bisa ikut asuransi kan bagus tidak terbebani biaya

persalinan…”(Informan 8)

“Bagus sebetulnya kalau dilihat dari ini biar masuk lah untuk menurunkan angka

kematian ibu dan bayi biar tetap kita para bidan apapun itu yang menjadi tujuan untuk menurunkan angka kematian itu kita tetap berkomitmen mendukung tetapi

di satu sisi mungkin perlu pembiayaan2 itu mungkin lebih

ditingkatkan…”(Informan 12)

Tingkat penggantian jasa pelayanan yang rendah,untuk kebidanan dan neonatal dalam program JKN adalah permasalahan utama yang disampaikan oleh BPM partisipan.

... terus terang aja kalau dengan harga kan terlalu.. nggak..nggak sesuai dengan kita punya yaaa...! (Informan 5)

“…ya mungkin tarifnya lebih dinaikkan ya, karena kita kan khususnya untuk persalinan disini kita memantaunya bukan satu dua jam aja, kita sampe dari bukaan awal sampe lengkap itu perlu proses kan, perlu tenaga, perlu biaya juga banyak, kalo dari klaimnya cuma segitu aja kan ka yaknya kita capek tapi biayanya tidak inilah, tidak sesuai (Informan4).

BPM partisipan menyatakan klaim yang diberikan tidak sebanding dengan upaya yang mereka lakukan. BPM memiliki komitmen tinggi untuk ikut membantu menyukseskan program pemerintah dalam menurunkan angka kematian Ibu dan Bayi di Indonesia.

“Bagus sebetulnya kalau dilihat dari ini biar masuk lah untuk menurunkan angka

kematian ibu dan bayi biar tetap kita para bidan apapun itu yang menjadi tujuan untuk menurunkan angka kematian itu kita tetap berkomitmen mendukung tetapi

di satu sisi mungkin perlu pembiayaan2 itu mungkin lebih ditingkatkan”


(44)

36 Pendapat BPM tersebut sejalan dengan hasil penelitian Indrayathi (2013) tentang Perans serta Bidan Praktek Swasta di Kota Denpasar dalam Program Jampersal. Bidan menyatakan keikutsertaan mereka dalam program Jampersal adalah karena ingin ikut serta menyukseskan program pemerintah dan membantu masyarakat,hanya saja imbalan jasa yang diberikan sangat rendah jika dibandingkan dengan tariff umum yang diberlakukan oleh Bidan akhirnya banyak yang menyurutkan keinginan mereka berpartisipasi dalam program Jampersal. Dinas Kesehatan juga berharap agar BPM diberikan imbalan yang layak agar motivasi mereka dalam menyukseskan program JKN meningkat.

“Iya itu juga kita harapkan, ini maksudnya tarifnya .. tarif untuk pertolongan

persalinan, berapa sekarang tarifnya... kan Cuma 600.000, yaa minimal 800.000 lah..

(Informan 14).

Partisipan menyatakan bahwa motivasi mereka mengikuti program JKN merupakan dorongan dari hati nurani sebagai seorang bidan ingin membantu masyarakat terutama masyarakat tidak mampu yang tidak memiliki KTP Bali sehingga tidak berhak untuk memperoleh layanan JKBM.

“Yang ingin dicapai sih biar semua sehat, tidak ada yang sakit. Kalau kita di

bidan ya biar nggak ada kematian ibu, kematian bayi... (Informan 6)

“Yaa.. itu dah salah satunya, kalau JKN itu kan belum tentu orang punya-punya

saja.. banyak juga JKN dari kalangan yang tidak mampu.. disini kan kita dikelilingi juga sama masyarakat tidak mampu…. Sudah saya rasa dia nggak mampu, tapi di harus bayar. Padahal yang lain lebih mampu dia masih bisa pakai

JKBM.. …Kalau bisa biar dapat juga kemudahan..gitu! (Informan 5)

Berdasarkan hasil penelitian Rahmah (2013), diketahui bahwa motivasi BPM dalam penandatangan perjanjian kerjasama Jampersal, adalah adanya faktor kebutuhan aktualisasi diri sebagai bentuk pengabdian BPM kepada masyarakat dan kepatuhan terhadap aturan pemerintah, sementara kecenderungan BPM tidak mengikuti Jampersal karena biaya pengganti yang terlalu sedikit dan perasaan tidak nyaman harus mematuhi aturan Jampersal.

Menurut IBI , sejak ada program JKN dari bidan sendiri secara tidak langsung banyak yang mengajukan Surat Ijin Praktek Bidan (SIPB) karena salah satu syarat untuk dapat bekerjasama dengan JKN adalah mempunyai SIPB.


(45)

37

….. banyaklah temen-temen yang memperbaharui ijin.Kalau memperbaharui

tiang harus turun kelapangan memenuhi syarat ndak dia sesuai dengan standar,

kalau belum, tiang belum diijinkan. Tidak „oo teke STR gaenang gaenang‟,

ndak. Karena harus sesuai dengan standar baru dia bisa kerjasama gitu….

(Informan7).

Hal ini dikarenakan pihak IBI banyak mendapat permintaan rekomendasi jejaring BPM oleh dokter keluarga yang akan membuat kerjasama dengan BPJS Kesehatan.

“Banyak dokter nika, .., nika di Kesiman. Tiang sudah kasik, tiang begini nggih

karena tiang juga ikut di dalam BPJS nggih, kalau dokter nika menghubungi

tiang ….saya ketua IBI‟, gitu, „ibu minta nomer HP, ibu minta nomer HP‟, karena

dia inginnya nike mencari ee jejaring untuk bidan bidan. Jadi tiang dihubungi,

tiang juga sering bantu, „O dokter dije praktek?‟,dimana,„di teuku umar‟, tiang

carikan siapa, tiang carikan siapa dan tiang hubungi temen nika…(Informan 7)

Bidan Praktek Mandiri adalah suatu institusi pelayanan kesehatan secara mandiri yang memberikan asuhan pelayanan dalam lingkup kebidanan. Praktek bidan mandiri merupakan serangkaian kegiatan pelayanan kebidanan yang diberikan kepada pasien baik individu, keluarga dan masyarakat sesuai dengan kewenangan dan kompetensi yang dimilikinya. Bidan yang menjalankan praktek mandiri harus memiliki Surat Ijin Praktek Bidan (SIPB) untuk menjalankan prakteknya pada sarana kesehatan yang dimilikinya. Praktek pelayanan bidan mandiri merupakan penyedia layanan kesehatan, yang memiliki kontribusi cukup besar dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak.

Masyarakat sebagai pengguna jasa layanan bidan dapat memperoleh akses pelayanan yang bermutu, perlu adanya regulasi pelayanan praktek bidan secara jelas persiapan sebelum bidan melaksanakan pelayanan praktek seperti perizinan, tempat, ruangan, peralatan praktek, dan kelengkapan administrasi semuanya harus sesuai dengan standar seperti yang diatur dalam peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464/MENKES/PER/X/2010 (Kemenkes, 2010). Motivasi BPM lainnya untuk mengikuti program JKN adalah sebagai media promosi kepada masyarakat supaya tetap mendapatkan kunjungan pasiennya, sehingga pendapatan bidan tidak berkurang.


(46)

38

“itu dah seperti tadi tiang sampaikan itu mbak, tahun 2019 semua akan punya

BPJS, amun rage ten ikut ya jelas pasien kita pasti akan menurun “(Informan 7). Hasil penelitian terkait motivasi keterlibatan BPM pada program Jampersal di Kota Banjarmasin menunjukkan bahwa Pelaksanaan program Jampersal di Kota Banjarmasin belum berjalan optimal. Pertolongan persalinan oleh non nakes (dukun) meningkat dari 56 pada tahun 2010 menjadi 122 pada tahun 2011. Sosialisasi program Jampersal telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin kepada seluruh bidan. Kepala Dinas Kesehatan telah mengeluarkan instruksi kepada seluruh BPS untuk menjalin kerjasama Jampersal, namun demikian dari 346 BPS yang ada hanya 45 BPS (13%) yang bersedia melakukan perjanjian kerjasama program Jampersal. Rendahnya motivasi BPS untuk melakukan perjanjian kerjasama program Jampersal dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik (Noorhidayah,2012).

Hasil wawancara mendalam kepada partisipan diketahui bahwa pemerintah selalu mendorong BPM untuk ikut menyukseskan program JKN, serta sebagai media promosi untuk mengajak pasien terutama ibu dan anak untuk berkunjung ke BPM.

“Nah itu lah .. kita dorong sih mereka sebenarnya. Kan niki tidak beda dengan

Jampersal. Hanya mereka berubah nama dan sistem mereka harus ada MOU...

Itu aja sih sebenarnya untuk bisa ikut.” (Informan 13)

kalau kita sih memberikan saja sosialisasi untuk mengikuti atau mendukung program JKN (Informan 14).

Pihak BPJS Kesehatan sangat mengharapkan dinas kesehatan untuk melaksanakan pembinaan secara kontinyu agar makin banyak bidan yang mau menjalin kerjasama dalam JKN

... dan lagi perlunya pembinaan dari Dinas Kesehatan sebenarnya. Mereka itu kan... bidan-bidan perlu pembinaan dari Dinas Kesehatan. (Informan 15)


(47)

39 Lebih lanjut pemegang kebijakan juga menyatakan bahwa tidak bisa memaksakan bidan untuk ikut program JKN. Hal ini karena jumlah klaim yang ditetapkan tidak sesuai dengan kondisi di Bali.

“Kita hanya sosialisasi, nggak mengharuskan. Nggih.. jadi mereka mau ini, ya

silahkan... .. tarif untuk pertolongan persalinan, berapa sekarang tarifnya... kan

cuma 600.000, yaa minimal 800.000 lah.. “(Informan 14)

Dari hasil wawancara dengan partisipan, diketahui bahwa sebenarnya motivasi bidan untuk berpartispasi dalam JKN sangat tinggi. Hal ini disampaikan oleh organisasi profesi yang menaungi para BPM

“sebetulnya, temen – temen nike sangat mendukung program niki sebetulnya,

cuman karena masalah pembayaran itu, banyak yang masih setengah

setengah.”(Informan 7)

Hal senada disampaikan pula oleh pihak penyelenggara JKN, antusiasme BPM yang tinggi untuk menjadi provider JKN dengan banyaknya bidan yang bertanya kepada penyelenggara mengenai prosedur untuk menjadi provider

“bidan jejaringnya yang langsung menghubungi kami, bagaimana caranya

mereka melakukan kerjasama dengan kita” (Informan 16).

Bidan berharap agar adanya perbaikan dalam sistem pembayaran kepada BPM sehingga akan lebih memotivasi bidan untuk menyukseskan program pemerintah

“ keuangannya nae lebih gini lebih ditingkatkan pembayarannya sama seperti

kemarin tiang bermasalah ini ya, jasa persalinan gitu nggih, kalau didalam

pelayanan kepada ibu kana da ibu, bayi, kespro dan KB kan gitu nggih”

(Informan 7)

BPJS Kesehatan selaku penyelenggara , menanggapi keluhan-keluhan tersebut dengan menyarankan agar keluhan disampaikan kepada organisasi profesi sehingga dapat disampikan ke pusat untuk perbaikan.

“….keluhan – keluhan itu sebenernya bisa saja disampaikan para pelaku

kesehatan kepada organisasi atau kolegium nya sehingga itu yang disampaikan ke pusat. Karna kalau misalkan per individu menyampaikan ke pusat kan saya rasa juga tidak mungkin, jadi perwakilan –perwakilan”(Informan 16)


(48)

40 Hasil penelitian Dewi (2013) di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang searah dan signifikan antara faktor harapan dengan pekerja bidan. Jika harapannya terpenuhi maka akan menghasilkan kepuasan. Harapan bidan dalam bekerja berhubungan kinerja provider dalam pelayanan antenatal berlaku pada lokasi tertentu dan situasi tertentu saja sesuai dengan kondisi daerah, jika ingin meningkatkan kinerja maka faktor harapan dalam bekerja yaitu memiliki uraian tugas yang jelas, prosedur kerja yang tetap serta standar pelayanan antenatal harus tersedia agar dalam menjalankan pekerjaan bidan tidak ragu-ragu dalam melaksanakan pekerjaan sesuai dengan kompetensi dan kewenangan terhadap pelaksanaan pelayanan sesuai dengan tanggung jawab yang akan memberikan dukungan bagi bidan untuk berinisiatif dan berinovasi dalam memberikan pelayanan sehingga dapat meningkatkan kinerja.

4.3.3 Hambatan dan Tantangan Bidan Praktek Mandiri Untuk Berpartisipasi dalam Jaminan Kesehatan Nasional

Prosedur kerjasama antara bidan praktek mandiri dengan BPJS Kesehatan haruslah melalui dokter keluarga. BPM harus melakukan jejaring dengan dokter keluarga,klinik,atau puskesmas. Notoatmodjo (2005) menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu bentuk kerjasama yang formal antara individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam kerjasama tersebut ada kesepakatan tentang komitmen dan harapan masing-masing anggota tentang peninjauan kembali terhadap kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat dan saling berbagi (sharing) baik dalam risiko maupun keuntungan yang diperoleh. Terdapat tiga kata kunci dalam kemitraan, yaitu: (1) Kerja sama antara kelompok, organisasi dan individu, (2) Bersama-sama mencapai tujuan tertentu yang disepakati bersama, (3) Saling


(49)

41 menanggung risiko dan keuntungan. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar partisipan menyatakan tidak setuju dengan sistem jejaring antara dokter keluarga dengan BPM. Hal inilah yang menjadi hambatan terbesar dari BPM untuk ikut menyukseskan JKN.

“sebenernya untuk bidannya sih ya lebih susah ya karena harus mencari dokter

umum gitu, harus berjejaring. Tapi kalo dokternya sendiri juga apa ini lebih enak sih dia, kalo kita kan harus nyari dokter –dokter lagi gitu.” (Informan 4).

“Ya, yang kita harapkan kan yang berkartu JKN itu juga bisa kita layani. Tanpa

harus ke jejaring lagi, ee ke dokter lagi dulu, dokter merujuk ke kita, kan seperti itu

Dokter keluarga juga menyatakan ketidaknyamannnya dengan sistem jejaring karena subjektivitasnya sangat tinggi tidak berdasarkan proses crendentialing yang ideal. Selanjutnya proses administrasi yang panjang juga membuat dokter sering merasa tidak enak dengan BPM yang dijadikan sebagai jejaring.

Sebenarnya menurut pribadi ini ya, bukan mewakili apa. Idealnya kita nggaak, eee menurut saya ni, jangan, dokter praktek swasta terutama, kita diminta untuk

membuat jejaring….. Karna untuk memudahkan administrasi, keuangan itu yang

utama, yang kedua kalo ada unsur subjektifitas jadinya dari dokter pribadi kalo kita memilih siapa siapa itu…Padahal kalo dokter yang menjadi jejaring kan harus mengikuti persyaratan recredensialing yang seperti itu idealnya menurut kami supaya adil, itu juga disamakan, disamping juga memastikan kualitas pelayanan, memasitakan dia fee nya juga harus jelas, meskipun dia bukan kapitasi tetapi klaim” (Informan 9).

Hal berbeda disampaikan oleh seorang dokter kelurga yang lain. Hasil wawancara dengan dokter keluarga ini menyatakan bahwa mereka setuju dengan sisitem jejaring , sehingga memudahkan untuk melakukan pengawasan .Sehingga bila terjadi suatu masalah terhadap pelayanan terhadap masyarakat, maka bidan dapat mengkonsultasikannya dengan dokter


(50)

42

“satu atap, tidak terpisah gitu ya, artinya pengawasan bisa lebih dekat gitu, jadi

sepertinya pasien juga tidak kesulitan untuk artinya mereka kan harus ke ke pertama kali harus ke dokter dulu, gak bisa mereka itu langsung ke bidan” (Informan 10)

Seorang BPM juga menyatakan hal positif mengenai sistem jejaring dalam JKN karena akan mudah dalam melakukan pengawasan.

“….kalau yang positif mungkin tanggung jawabnya dia punya diatasnya, bidan

ngga mungkin kalau dalam praktek bidan itu kan harus ada dokter pengawas itu, jadi kita punya apa, artinya kita punya tanggung jawab tapi ada yang lebih bisa mengginikan kita apa namanya pengawasan untuk kita, jadi tidak langsung di

pengawasan untuk pelayanannya…”(Informan 2).

Sebagian besar partisipan merasa bahwa sistem yang diberlakukan dalam program Jampersal lebih membuat BPM merasa nyaman dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan pelayanan kebidanan dan neonatal.

“Lebih enak jampersal, gampang pakai sim boleh pakai kipem boleh pakai surat

kawin bole juga itu kalau sekarang harus ke bpjs pasiennyamungkin dia juga tidak mengerti selama ini kan bidannya yg menjelaskan bpjs bukan dari hati pasien dia ikut karena dia memerlukan, kalau asuransi kn dia ikut dulu kalau ini beda kalau dia perlu baru dia ikut itupun kalau saya kasi saran ikut bpjs (Informan 8).

“…. karena kita kan kerjanya sepertinya sudah mandiri, kalo kita kerja mandiri

ngapain kita harus ikut jejaring orang lain lagi, kan seperti itu. Harapan saya bidan ya seperti itu, kayak Jampersal seperti dulu anunya ee metodenya seperti

dulu, kan Jampersal langsung ke bidan.”(Informan 3).

modelnya, lebih panjang rantai itunya, birokrasinya jadinya “(Informan 3).

Pernyataan BPM tersebut diatas didukung oleh perwakilan IBI yang diwawancarai. Banyak bidan yang menyatakan kepada IBI bahwa Jampersal lebih baik dan mudah dilaksanakan daripada JKN.

Lebih mudah memang untuk Jampersal, seluruh penduduk kita itu,,, yang penting dia bawa KTP..(Informan 11)


(51)

43

Selain harus berjejaring sistem klaim dan adanya potongan biaya administrasi dari dokter keluarga yang diajak bekerja sama juga dikeluhkan oleh BPM yang menjadi partisipan.

.”…Selama tahun 2015 klaim ke bpjs tidak bisa karena pasiennya baru ikut,

sedangkan aturannya terlalu ketat harus dw I 1 kali dw 2 dua kali sedangkan dia pindah2 tidak bisa di klaim bulan ini tahun ini (Informan 8).

Menurut pihak IBI, dalam sistem jejaring JKN pihak dokter keluarga diijinkan untuk melakukan pemotongan sampai dengan 10%. Namun pihak IBI menyepakati bahwa pemotongan hanya 5% saja.

“... Jejaring itu akan memotong penghasilan orahang tiang nggih, penghasilan

yang kita dapatkan nika ee maksimal 10% saat nika ee kita sudah deal 5%, sudah

deal 5% “(Informan 7)

Pemotongan sebesar 10% oleh dokter keluarga sebagai FKTP memang sudah sesuai dengan aturan yang diterbitkan oleh BPJS Kesehatan. Seperti yang disampaikan oleh pihak BPJS Kesehatan berikut ini :

“…omset yang bisa diperoleh oleh dokter fktp induknya maksimal 10% , tapi unutk nominal pastinya itu tergantung dari kesepakatan kedubelah pihak, tapi

dalam regulasi sudah disebutkan maksimal 10%”..(Informan 16)

Hal berbeda disampaikan oleh salah seorang partisipan yang menjadi jejaring BPM. Partisipan menyatakan bahwa bidan yang ber PKS dengannya hanya diberikan 15% dari klaim yang telah diberikan. Hal ini dikarenakan bidan yang diajak bekerja sama berstatus sebagai karyawan dari dokter tersebut.

“ee jadi, karena ini statusnya dia karyawan disini, jadi kita memang berikan dia

ee gaji bulanan lah yang yang ini ee tetap gitu ya, kemudian kalo ada ee partus

kita berikan jasa medisnya itu 15% untuk dari biaya itu dibagi untuk mereka”


(52)

44 Berdasarkan Surat Edaran Direktur Pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 143 Tahun 2014 tentang Implementasi Permenkes Nomor 59 tahun 2014 menjelaskan bahwa : Pemeriksaan ANC dan PNC/neonatus dapat diberikan dan ditagihkan oleh Fasilitas Kesehatan tingkat pertama (FKTP), Penagihan biaya pelayanan oleh jejaring melalui faskes induk. Pemotongan biaya pembinaan terhadap jejaring oleh faskes induk maksimal 10 % dari total klaim (Permenkes nomor 28 tahun 2014), Tarif pemeriksaan ANC merupakan tarif paket untuk pelayanan ANC paling sedikit 4 (empat) kali pemeriksaan dalam masa kehamilannya yaitu 1 (satu) kali pada trimester pertama, 1 (satu) kali pada trimester kedua, dan 2 (dua) kali pada trimester ketiga kehamilan dan tidak dapat dipecah menjadi 4 (empat) misalnya per kali pemeriksaan masing-masing Rp 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah).

Keluhan lain yang disampaikan oleh BPM adalah meskipun mereka telan berjejaring dengan dokter sebagai provider JKN namun mereka jarang bahkan belum pernah menerima pasien dari dokter keluarga.

Nah itu dah, karena belum ada bu... belum ada pasien makanya saya nggak

terbayang gimana prosesnya nanti, lancar atau bagaimana…”(Informan 6).

Masih sedikit sih saya.. ini kan baru saya sama dokternya.. ini juga baru-baru dan ada beberapa yang pasien JKN masih hamil dia datang kesini...(Informan 5)

Pihak IBI yang banyak merekomendasikan bidan untuk berjejaring dengan dokter juga menyatakan bahwa banyak bidan yang mengeluh karena pasien JKN sangat sedkit yang dikirim oleh doker keluarga kepada BPM

“Pada waktu tiang mengadakan evaluasi kan tiang sudah tanya. „Adik ikut

dengan siapa‟nah antara lain bilang, „saya sudah ikut tapi sama sekali tidak

pernah dikirimi pasien, ada yang ikut, saya baru dikirimin 2 pasien sudah 3


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)