KEEFEKTIFAN PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DENGAN STRATEGI REACT TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP GARIS DAN SUDUT DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA SMP.

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan suatu bangsa merupakan sebuah proses yang berkesinambungan yang mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat. Termasuk didalamnya aspek sosial, ekonomi, politik, kultural dan pendidikan. Pendidikan memiliki peranan yang strategis dalam pembangunan suatu bangsa. Hal ini sesuai dengan fungsi dan tujuan pendidikan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Dalam pasal 3 disebutkan bahwa, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas, 2006: 2).

Besarnya perananan pendidikan dalam membangun kemajuan suatu bangsa membuat pemerintah melakukan upaya peningkatan mutu pendidikan nasional. Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan adalah dengan adanya pembaharuan kurikulum pendidikan nasional. Pendidikan di Indonesia sudah beberapa kali mengalami perubahan kurikulum, salah satu kurikulum yang masih diterapkan hingga saat ini adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Tujuan dari KTSP adalah untuk memandirikan dan


(2)

2

memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan atau satuan pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum Mulyasa (2007: 65).

Keberhasilan suatu kurikulum bergantung pada pembelajaran yang dilakukan oleh guru yang berada di sekolah. Seiring dengan tujuan dari KTSP, guru dituntut melakukan pengembangan kurikulum dalam pelaksanaan pembelajaran. Salah satu pengembangan kurikulum yang dapat dilakukan adalah memilih pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum maupun karakter siswa di sekolah untuk diterapkan dalam pembelajaran.

Salah satu pendekatan pembelajaran yang diterapkan dalam KTSP adalah pendekatan kontekstual. Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Ali Mahmudi, 2010). Pendekatan kontekstual bisa diterapkan dalam beberapa mata pelajaran, temasuk dalam pembelajaran matematika.

Sejalan dengan perkembangan pendidikan matematika di Indonesia, telah dilakukan beberapa penelitian mengenai keefektifan pendekatan kontekstual. Salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Dian Putri Safrine dengan judul Efektivitas Pembelajaran Kontekstual Ditinjau dari Pemahaman Konsep Siswa SMP N 1 Ngaglik, Sleman , Yogyakarta pada matematika Bangun Ruang Sisi


(3)

3

Datar. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa pendekatan kontekstual efektif untuk meningkatkan konsep matematika siswa.

Matematika adalah suatu subjek belajar yang ada pada setiap jenjang pendidikan. Mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi. Hal ini menunjukkan peran matematika yang cukup besar pada dunia pendidikan. Ada banyak peran penting matematika yang mempengaruhi pendidikan antara lain yang terdapat pada objek langsung pembelajaran matematika. Salah satu objek langsung dalam matematika adalah konsep matematika yang merupakan ide abstrak yang dapat digunakan untuk mengklasisfikasikan sekumpulan objek yang merupakan contoh atau bukan contoh.

Selain merupakan objek langsung matematika, konsep juga menjadi salah satu dari tiga tipe pengetahuan yang ditentukan oleh National Mathematics Advisory Panel (Willigham, 2010:16). Ketiga tipe pengetahuan itu adalah faktual, prosedural dan konseptual. Pengetahuan konsep membawa siswa menuju pemahaman atau pemaknaan terhadap seuatu. Sedangkan prosedural adalah langkah penyelesaian suatu masalah yang sering muncul. Seorang siswa yang telah bisa melakukan suatu pemecahan masalah secara prosedural belum tentu memiliki pemahaman tentang konsep dari masalah tersebut. Sebagai contohnya banyak siswa yang bisa melakukan operasi pembagian namun tidak memahami mengapa langkah-langkah operasi pembagian itu bisa dilakukan. Membelajarkan konsep matematika pada siswa SMP akan membantunya dalam memahami konsep matematika pada tingkat selanjutnya.

Berdasarkan hasil observasi di SMP N 2 Depok, sekolah tersebut menerapkan pembelajaran dengan pendekatan konvensional pada pembelajaran matematika.


(4)

4

Pada saat pembelajaran guru merupakan sumber belajar yang memberikan penjelasan kepada siswa terkait materi yang dipeljari siswa. Setelah menerima penjelasan, guru diminta untuk mengerjakan soal yang berkaitan dengan materi yang diterimanya. Pada saat mengerjakan soal latihan, siswa di sekolah tersebut masih menemui kesulitan saat menemui soal yang disajikan dalam konteks nyata. Penyampaian konsep matematika melalui catatan atau ceramah yang diberikan guru membuat siswa memperoleh konsep secara pasif. Banyaknya materi dan rumus matematika yang didapatkan siswa secara pasif membuat siswa bingung dalam penerapannya pada soal-soal yang berbasis konteks nyata.

Selain konsep matematika yang merupakan objek langsung pembelajaran matematika, terdapat objek tidak langsung pembelajaran matematika yang dapat membantu mengembangkan karakter siswa. Salah satu objek tidak langsung matematika adalah sikap positif terhadap pelajaran matematika. Siswa yang memiliki sikap positif terhadap matematika akan merasa senang saat pembelajaran matematika berlangsung

Dalam pembelajaran terdapat sisi kognitif, afektif dan psikomotorik. Dari segi afektif siswa dan perilaku siswa di dalam kelas, peneliti mengamati bahwa belum terdapat sikap positif pada siswa terhadap pembelajaran matematika. Hal ini dilihat dari respon siswa yang kurang bersemangat dalam mengikuti pembelajaran matematika. Tidak terlihatnya sikap positf siswa dapat ditimbulkan dari kurangnya motivasi siswa dalam mempelajari matematika di sekolah. Baik motivasi internal dari dalam diri siswa maupun motivasi eksternal yang diperoleh dari lingkungan belajar.siswa. Motivasi eksternal dapat dilakukan oleh guru dalam bentuk lisan maupun dalam penyusunan kegiatan pembelajaran di kelas.


(5)

5

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Adedeji Tella (Tella, 2007:150) tentang damapak motivasi terhadap prestasi akademik siswa menunjukkan bahwa karakteristik dari seorang siswa berupa motivasi, penghargaan terhadap diri sendiri dan pendekatan pembelajaran merupakan tiga aspek penting yang dapat mempengaruhi prestasi akademik siswa. Dari hasil penelitiannya yang menunjukkan adanya dampak positif dari motivasi terhadap prestasi akademik siswa, Adedeji Tella (2007:155) menyarankan agar guru memperhatikan aspek motivasi belajar dalam menyusun pembelajaran di kelas.

Pembelajaran di kelas bukan hanya diperankan oleh siswa ataupun oleh guru saja. Peran serta guru dan siswa merupakan hal yang penting untuk sebuah keberhasilan dalam suatu pembelajaran. Memperhatikan aspek motivasi yang menjadi dasar dari seorang siswa melakukan suatu kegiatan belajar, menuntut peran guru untuk dapat menyusun pembelajaran yang dapat memtoivasi. Seperti sebuah penelitian yang telah dilakukan oleh Fitriyani (2009) yang meneliti tentang keefektivan pendekatan kontekstual dalam meningkatkan motivasi belajar siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendekatan kontekstual efektif untuk meningkatkan motivasi belajar siswa.

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan keefektifan penerapan pendekatan kontekstual dan pendekatan konvensional jika ditinjau dari pemahaman konsep matematika siswa dan motivasi belajar siswa. Selain itu penelitian ini juga dilakukan untuk mendeskripsikan pendekatan yang lebih efektif untuk meningkatkan pemahaman konsep matematika dan motivasi belajar siswa.


(6)

6 B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka teridentifikasi masalah sebagai berikut.

1. Pendekatan pembelajaran yang digunakan belum optimal dalam memfasilitasi siswa mencapai pemahaman konsep matematika.

2. Pembelajaran matematika di SMP masih cenderung terpusat pada guru menggunakan pendekatan konvensional.

3. Pembelajaran belum sepenuhnya menitikberatkan pada pemahaman konsep matematika yang diaplikasikan dalam konteks nyata.

4. Belum adanya motivasi belajar siswa yang tinggi terhadap pembelajaran matematika

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian yang dikaji dapat lebih terarah dan mendalam, maka penelitian ini memerlukan pembatasan masalah. Berdasarkan masalah yang telah diidentifikasi, pendekatan pembelajaran yang akan diuji keefektifannya adalah pendekatan kontekstual dan pendekatan konvensional. Variabel yang digunakan untuk mendeskripsikan keefektifan dari pendekatan yang diterapkan adalah pemahaman konsep matematika dan motivasi belajar siswa SMP. Penelitian dilakukan pada siswa kelas VII di SMP Negeri 2 Depok pada materi Garis dan Sudut .

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan pembatasan masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:


(7)

7

1. Apakah penerapan pendekatan kontekstual efektif terhadap pemahaman konsep matematika siswa SMP?

2. Apakah penerapan pendekatan kontekstual efektif terhadap pemahaman motivasi belajar siswa SMP?

3. Apakah penerapan pendekatan konvensional efektif terhadap pemahaman konsep matematika?

4. Apakah penerapan pendekatan kovensional efektif terhadap pemahaman motivasi belajar siswa SMP?

5. Apakah penerapan pendekatan kontekstual lebih efektif dibandingkan pendekatan konvensional ditinjau dari pemahaman konsep matematika? 6. Apakah penerapan pendekatan kontekstual lebih efektif dibandingkan

pendekatan konvensional ditinjau dari motivasi belajar siswa SMP? E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan keefektifan pendekatan kontekstual terhadap pemahaman konsep matematika.

2. Untuk mendeskripsikan keefektifan pendekatan konvensional terhadap pemahaman konsep matematika siswa SMP.

3. Untuk mendeskripsikan keefektifan pendekatan kontekstual terhadap motivasi belajar siswa SMP.

4. Untuk mendeskripsikan keefektifan pendekatan konvensional terhadap motivasi belajar siswa SMP.


(8)

8

5. Untuk mendeskripsikan keefektifan pendekatan kontekstual dibandingkan dengan pendekatan konvensional ditinjau dari pemahaman konsep matematika.

6. Untuk mendeskripsikan keefektifan pendekatan kontekstual dibandingkan dengan pendekatan konvensional ditinjau dari motivasi belajar siswa SMP.

F. Manfaat Penelitian 1. Bagi Guru

Memberikan informasi alternatif pendekatan pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan pemahaman konsep matematika dan motivasi belajar siswa SMP.

2. Bagi Siswa

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan siswa mendapat pengalaman belajar yang dapat membantu meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematika dan motivasi belajar siswa dalam pembelajaran matematika.

3. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan peneliti tentang pembelajaran dengan pendekatan kontekstual guna meningkatkan pemahaman konsep matematika dan motivasi belajar siswa SMP.


(9)

9 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori

1. Keefektifan Pembelajaran Matematika a. Pengertian Belajar

Belajar adalah suatu proses yang menimbulkan suatu perubahan pada diri seseorang. Mengadakan sesuatu yang belum ada sebelumnya pada diri sesorang. Terdapat beberapa definisi belajar yang dikemukakan oleh para ahli. Menurut Zainal Aqib (2013: 66) terdapat tiga teori yang mendefinisikan belajar menurut teori belajar. Pertama teori behavioristik, belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku. Perubahan tersebut disebabkan oleh seringnya interaksi antara stimulus dan respon. Dalam teori behavioristik inti belajar adalah kemampuan seseorang melakukan respon terhadap stimulus yang datang kepada dirinya.

Teori belajar yang kedua adalah teori kognitif. Belajar dalam pandangan kognitif diartikan sebagai proses untuk membangun persepsi seseorang dari sebuah obyek yang dilihat. Teori kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar. Teori yang terakhir adalah teori konstruktivisme. Kontstruktivisme mendefinisikan belajar sebagai upaya untuk membangun pemahaman atau persepsi atas dasar pengalaman yang dialami siswa. Belajar menurut konstruktivisme merupakan proses untuk memberikan pengalaman nyata bagi siswa.

Belajar adalah perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan


(10)

10

(reinforced practice) yang dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan tertentu (Hamzah B. Uno, 2006: 23).

Bruner (puji nugraheni, 2011; 10) mengusulknn teori belajanya yang dinamakan free discovery learning, menurut teori ini proes belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika gru memberi kesempatan kepada sisa untuk menemukan suatu atiuran termasuk (konsep, toeri, definisi) melalui contoh yang menggambarkan aturan yang menjadi sumbernya (Suciai & Prasetya Irawan, 2005:14). Bruner (Souviney, 1994: 44) mengusulkan bahwa konsep baru dapat diperkenalkan melalui tiga tahapan.

1) Enaktif

Konsep dan prosedur pada tahapan ini diperkenalkan menggunakan model secara konkrit.

2) Ikonik

Konsep dan prosedurpada tahap ini diperkenalkan menggunakan reppreentasi grafik.

3) Simbolik

Pada tahapan ini konsep dan prosedur diperkenalkan menggunakan simbol-simbol abstrak

Dari beberapa uraian di atas didapatkan bahwa proses belajar terjadi secara sengaja dan atas dasar tujuan tertentu dari pebelajar. Seseorang yang telah melalui proses belajar akan mengalami perubahan baik dari sisi kognitif, afektif maupun psikomotorik. Berdasarkan teori yang disebutkan oleh agli kognitif Piaget, siswa pada usia SMP masuk ke


(11)

11

dalam level operasional formal. Namun pada kondisi di lapangan, tidak semua siswa smp kelas VII sudah memiliki level kognitif operasionallformal. Hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rista Ayu Andhani, dkk (2014) yang mengidentifikasi tingkat perkembangan kognitif siswa. Hasil dari penelitian tersebut menenjukkan bahwa 31,92% siswa SMP masih berada pada tahap kognitif konkret akhir dan 2,13% pada tahap konkret awal.

b. Pembelajaran Matematika yang Efektif

Menurut Erman Suherman (2003: 8) pembelajaran adalah upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal. Gagne (Erman Suherman, 2001: 35) menyatakan bahwa dalam pembelajaran matematika siswa akan memperoleh dua objek, yaitu objek langsung dan objek tak langsung. Objek tak langsung antara lain kemampuan menyelesaikan masalah dan memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadap matematika, dan bagaimana semestinya belajar. Sedangkan objek langsung berupa fakta, keterampilan, konsep, dan aturan.

Sedangkan menurut Herman Hudoyo (2005: 135) pembelajaran matematika merupakan pembelajaran tentang konsep-konsep dan struktur-struktur yang terdapat dalam bahasan yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur tersebut. Konsep-konsep dalam pembelajaran matematika tidak diberikan secara eksplisit atau diberikan secara langsung. Materi pembahasan yang diberikan kepada siswa bukanlah suatu konsep yang telah jadi namun


(12)

12

berupa materi pembahasan yang dapat membuat siswa secara aktif menemukan atau menyimpulkan konsep-konsep sampai menemukan rumus-rumusnya.

Pembelajaran yang efektif dan bermakna menurut Ausubel (Syaiful Sagala, 2010: 60) merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru kepada konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif pserta didik. Peristiwa psikologi tentang belajar yang efektif dan bermakna juga menyangkut asimilasi informasi baru pada pengetahuan yang telah ada dalam struktur kognitif peserta didik.

Masykur dan Abdul Halim Fathani (2007 : 58) menyatakan bahwa pembelajaran matematika di sekolah dapat efektif dan bermakna bagi siswa jika proses pembelajarannya memperhatikan konteks siswa. Dalam bukunya Zainal Aqib (2013: 1) menyebutkan bahwa belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.

Terdapat tiga komponen penting yang dapat mempengaruhi pembelajaran matematika yang efektif (Shellard & Moyer, 2002):

1. Pengajaran pemahaman konsep

2. Mengembangkan literasi prosedural siswa

3. Meningkatkan kompetensi siswa dengan membuat penyelesaian masalah yang bermakna


(13)

13

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika yang efektif adalah pembelajaran yang didalamnya terdapat aktivitas yang dapat memfasilitasi siswa menghubungkan konsep yang akan dipelajari dengan konsep yang sesuai dengan konteks yang dipahami siswa dalam kehidupan.

c. Kemampuan Pemahaman Konsep

Konsep pembelajaran menurut Dale H. Schunk (2012: 410) adalah pembentukan representasi untuk mengenali sifat, menyesuaikan ke dalam contoh baru, dan memisahkan contoh dari yang bukan contoh.

Merril & Wood (shumway, 1980:246) menyatakan baha “a concept consist of a set of objects, symbols, or events (referents) which have been grouped ogethter becuse they shre somecommon characteristics.’ Konsep terdiri ari kumpulan objek symbol atau kejadian yang telah dikelompokkan karena adanya beberapa karakteristik tertentu.

Konsep matematika menurut Bell (1987: 108) dapat diartikan sebagai suatu ide abstrak tentang suatu objek atau kejadian yang dibentuk dengan memandang sifat-sifat yang sama dari sekumpulan objek atau kejadian sekaligus menerangkan apakah objek tersebut merupakan cotoh atau noncotoh dari pengertian tersebut.

Menurut Abdul Halim Fathani (2009: 53) konsep merupakan ide abstrak yang dapat digunakan untuk mengmatematikaongkan atau


(14)

14

mengkategorikan sekumpulan objek, apakah objek tertentu merupakan contoh konsep atau bukan.

National Mathematics Advisory Panel menyatakan bahwa pembelajaran matematika memerlukan tiga tipe pengetahuan yaitu, fakta, prosedur, dan konsep. Pengetahuan faktual adalah pengetahuan yang telah tersimpan di dalam memori sehingga dapat dengan mudah diambil ketika ada pertanyaan. Contoh dari pengetahuan faktual adalah siswa dengan mudah dapat menjawab pertanyaan 2+2 tanpa harus mengitungnya telebih dulu. Prosedur adalah urutan langkah yang dilakukan untuk memecahkan suatu masalah yang sering muncul. Sedangkan konsep adalah pemahaman terhadap makna dari sesuatu. Siswa membutuhkan pemahaman konsep dan juga prosedur dalam memecahkan suatu masalah. Willingham menyebutkan bahwa membelajarkan pemahaman konsep dapat menggunakan ilustrasi atau manipulatif namun, ilustrasi yang digunakan harus memiliki konteks yang sesuai dengan kehidupan siswa.

Klausmeier, Ghatala, Frayer (Shumway, 1980: 245) menawarkan fakta-fakta dalam pembelajaran konsep yang terdiri dari empat level, yaitu:

1) Level Konkrit

Siswa mengenal contoh yang diperlihatkan dengan cepat. Contoh: siswa mengatakan sudut siku-siku ketika diperlihatkan suatu sudut siku-siku


(15)

15

Siswa mengenal contoh yang ditemukan secara lengkap.

Contoh: siswa tetap bisa mengatakan keika gambar sudut diputar.

3) Level Klasifikasi

Siswa dapat membedakan contoh dan bukan contoh.

Contoh: siswa dapat memilih sudut siku-siku dari beberapa kumpulan gambar sudut yang berbeda.

4) Level Formal

Siswa dapat mendefinisakan suatu konsep.

Adapun indikator pemahaman konsep menurut kurikulum 2006 adalah:

1. Menyatakan ulang sebuah konsep

2. Mengklasifikasi objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya)

3. Memberikan contoh dan non-contoh dari konsep

4. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis

5. Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep 6. Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau

operasi tertentu

7. Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep matematika adalah kemampuan dalam memahami, mengartikan, menyatakan konsep dari suatu konsep matematika dengan caranya


(16)

16

sendiri, kemampuan membedakan antara contoh atau noncontoh serta dapat mengaplikasikan konsep tersebut dalam permasalahan yang baru. Pembelajaran konsep dapat dilakukan dengan memberikan ilustrasi yang sesuai dengan kehidupan siswa dalam dunia nyata. Konteks yang sesuai akan membuat siswa lebih mudah dalam memahami dan juga mengingat pengetahuan untuk digunakan pada permasalahan yang lain.

d. Motivasi Belajar

Faktor-faktor dalam pembelajaran bukan hanya faktor kognitif, namun ada faktor lain yang mempengaruhi aktivitas belajar seseorang yang disebut motivasi (Syaiful Bahri, 2008: 152). Motivasi adalah daya penggerak/pendorong untuk melakukan sesuatu pekerjaan, yang bisa berasal dari dalam diri dan juga dari luar. Motivasi juga dapat berupa usaha-usaha yang menyebabkan seseorang tergerak melakukan sesuatu demi mencapai suatu tujuan tertentu. Selain itu J. E. Omrod (2008: 384) menyebutkan bahwa motivasi dapat meningkatkan daya usaha dan energi dari sesorang.

Terdapat beberapa prinsip dalam motivasi belajar, salah satu prinsip motivasi belajar adalah motivasi melahirkan prestasi dalam belajar. Siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi akan mempelajari pelajaran tersebut dengan senang hati (Syaiful Bahri, 2008: 155).

Motivasi dapat berasal dari dalam diri sendiri (intrinsik) atau motivasi dari luar (ekstrinsik). Hal yang dapat diupayakan guru dalam menumbuhkan motivasi siswa adalah dengan menciptakan iklim belajar


(17)

17

yang kondusif bagi siswa. Seorang guru dapat menggunakan pengalaman anak didik yang didapat di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah untuk diasosiasikan dengan materi yang akan dipelajari. Dengan cara asosiasi, anak didik akan berusaha menghubungkan materi pelajaran yang akan diserap dengan pengalaman yang telah dikuasai (Syaiful Bahri, 2008: 172-173)

Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling berkaitan. Elliot (2000: 332) menyatakan bahwa “motivation is defined as an internal state that arouses us toaction, pushes us in particular direction and keeps us engaged in certain activitie”. Makna pernyataan tersebut adalah motivasi didefinisikan sebagai suatu kekuatan dari dalam yang menggerakkan untuk bertindak, mendorong dalam arah tertentu, dan menjaga agar tetap berada dalam suatu aktivitas tertenu.

Hakikat motivasi belajar menurut Hamzah B. Uno (2006: 23) adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa-siwa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku dengan beberapa unsur yang mendukung. Indikator motivasi belajar yang dijelaskan oleh Hamzah B. Uno (2009: 23) dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Adanya hasrat dan keinginan berhasil.

b. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar. c. Adanya harapan dan cita-cita masa depan. d. Adanya penghargaan dalam belajar.


(18)

18

f. Adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan seseorang siswa dapat belajar dengan baik.

Adanya motivasi pada diri seorang siswa akan mempengaruhi pencapaian hasil belajarnya. Adedeji Tella (2007) menyatakan bahwa “individual students’ characteristics variable such as motivational orientation, self-esteem and learning approach are important factors influencing academic achievement”. Dari pernyataan ini dapat diketahui bahwa terdapat tiga variabel penting yang dapat mempengaruhi prestasi akademik yaitu motivasi, penghargaan dan pendekatan pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut, motivasi perlu diperhatikan dalam pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas.

2. Pendekatan Kontekstual dalam Materi Garis dan Sudut a. Pengertian pendekatan kontekstual

Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Ali Mahmudi ,2010). Siswa mengkotruksi pengetahuan yang diimiliki ke dalam kehidupan keseharian mereka.

Elaine B. Johnson, Ph. D (2002: 25) menyebutkan definisi pendekatan kontekstual dalam bukunya sebagai berikut, ”The CTL system is an educational process that aims to help students see meaning


(19)

19

in the academic material they are studying by connecting academic subjects with the context of their daily lives, that is with the context of their personal, social, and cultural circumstances.”

Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey (Uus Toharudin, 2005) yang menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan atau peristiwa yang terjadi di sekelilingnya. Sedangkan menurut Wina Sanjaya (2005: 109), pembelajaran kontekstual adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.

Berdasarkan uraian pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran kontekstual mendorong siswa untuk aktif dan terlibat dalam menemukan konsep materi yang akan dipelajari dengan melalui beberapa komponen yaitu constructivism, questioning, modelling, inquiry, learning community, reflection, dan authentic assessment. Dalam penelitian ini ketujuh komponen pendekatan kontekstual tercermin dalam masing-masing tahap pada strategi REACT. Komponen contructivism dan questioning tercermin pada tahapan relating. Modelling tercermin pada tahapan experiencing dan applying. Inqury tercermin pada tahap tahap applying. Reflection dan authentic assessment terdapat pada tahap terakhir yaitu transferring. Pada tahapan


(20)

20

cooperating terbentuk masyarakat belajar learning community. Sedangkn masyarakat belajar (learning community) akan terbentuk saat semua siswa aktif dalam mempelajari materi pada saat proses pembelajaran, termasuk didalamnya pada tahapan cooperating.

b. Karakteristik dalam Pendekatan Kontekstual

Menurut Wina Sanjaya (2006: 118), kontekstual sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki tujuh komponen utama yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran, yaitu:

a. Konstruktivisme

Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak tahu semuanya.

b. Menemukan (Inquiry)

Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi dari hasil mereka menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkan. Menemukan melalui siklus inkuiri yaitu: Observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hipotesis), mengumpulkan data (data gathering), penyimpulan (conclution).


(21)

21 c. Bertanya (Questioning)

Pengetahuan yang dimliki seseorang selalu bermula dari bertanya. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai salah satu kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan kegiatan penting dalam melakukan pembelajaran yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang ingin diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahui. d. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep masyarakat bertanya menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Dalam kelas CTL, guru disarankan untuk melakukan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar walaupun anggotanya heterogen. Kelompok siswa bisa bervariasi bentuknya baik keanggotaan, jumlah, bahkan siswa dapat mellibatkan siswa di kelas atasnya, atau guru melakukan kolaborasi dengan mendatangkan seorang ahli ke kelas. Disanalah mereka dituntut untuk melakukan sharing dalam proses belajarnya dengan arahan guru. Dari kelompok ini setiap orang bisa menjadi sumber belajar. Anak yang pandai mengajari anak yang lemah, yang tahu memberi tahu kepada yang belum tahu, yang cepat menangkap mendorong temannya yang lambat, yang mempunyai gagasan segera memberi usul.


(22)

22 e. Permodelan (Modeling)

Dalam sebuah pembelajaran, keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Model ini dapat berupa cara mengoperasikan sesuatu, meniru gerakan, mengucapkan ulang, dan lain-lain. Salah satu contohnya, guru memberikan contoh tentang cara kerja sesuatu, sebelum siswa melaksanakan tugas. Konsep CTL,guru bukanlah satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang siswa bisa ditunjuk untuk memberikan contoh temannya cara-cara menggunakan alat. Model dapat pula didatangkan dari luar lingkungan sekolah.

f. Refleksi (Reflektion)

Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Harapan siswa melakukan refleksi, siswa akan memperoleh sesuatu dari apa yang telah dipelajarinya. Pada akhir pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi. Realisasi dari refleksi dapat berupa: a) pertanyaan langsung tentang apa yang diperolehnya pada hari itu; b) catatan atau jurnal di buku siswa; c) kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu; d) diskusi; e) hasil karya. g. Penilaian Nyata (Authenthic Assesment)

Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran


(23)

23

perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Pembelajaran yang benar seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari sesuatu, bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi di akhir periode pembelajaran. Assessment menekankan proses pembelajaran, maka data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran, bukan melalui hasil dan dengan berbagai cara. Tes hanyalah salah satunya.

Atas dasar komponen yang telah disebutkan pada pendekatan kontekstual, Zainal Aqib 2013;6 menyusun langkah-langkah penerapan pendekatan kontekstual adalah sebagai berikut.

1. Mengembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna dengan mengkonstruksi pengetahuan barunya.

2. Melaksanakan kegiatan inkuiri untuk semua topik.

3. Mengembangkan sikap ingin tahu siswa dengan bertanya. 4. Menciptakan masyarakat belajar.

5. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran. 6. Melakukan refleksi di akhir pertemuan

7. Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

c. Strategi dalam Pendekatan Kontekstual

Dalam penelitan yang dilakukan oleh Michael L. Crawford (Crawford, 2001) kepada guru di Amerika yang menggunakan pendekatan


(24)

24

kontekstual dalam pembelajarannya memilik strategi yang berbeda-beda. Dari perbedaan strategi yang dilakukan guru-guru di Amerika, terdapat lima hal yang selalu digunakan dalam pendekatan kontekstual. Penemuan ini dinamakan dengan strategi pembelajaran kontekstual. Adapun strategi pembelajaran kontekstual meliputi lima hal yaitu relating (mengaitkan), experiencing (mengalami), applying (menerapkan), cooperating (kerjasama) dan transferring (mentransfer). Strategi pembelajaran yang disebutkan oleh Michael L. Crawford selanjutanya dikenal dengan strategi REACT.

Penjabaran langkah-langkah dalam strategi pembelajaran REACT menurut Trianto (2009: 109) disebut lima bentuk dasar pembelajaran kontekstual yang terdiri dari;

1. Relating

Menghubungkan konsep baru dengan sesuatu yang telah diketahui siswa melalui konteks yang nyata dalam kehidupan sehari-hari.

2. Experiencing

Pada saat pembelajaran berlangsung, guru harus menciptakan situuasi yang dapat membantu aktivitas peserta didik untuk membangun kemampuannya.

3. Applying

Belajar dengan konsep-konsep. Guru memberikan fasilitas kepada peserta didik untuk memahami konsep dengan memberikan persoalan yang realistis dan relevan.


(25)

25 4. Cooperating

Bekerja sama dalam konteks saling berbagi, merespon dan berkomunikasi antar sesama peserta didik untuk mempelajari materi pelajaran.

5. Transferring

Peserta didik menggunakan pengetahuannya yang baru dalam menghadapi konteks atau situasi yang baru diberikan

Elaine B. Johnson (2002: 24) dalam bukunya menyebutkan bahwa strategi dalam pembelajaran kontekstual meliputi

1. Membuat hubungan bermakna 2. Melakukan pekerjaan yang penting

3. Mendukung pembelajaran mandiri (self-regulate lerning) 4. Saling bekerjasama

5. Berpikir kritis dan kreatif

6. Menghargai kebragaman peseta didik 7. Pencapaian standar yang tinggi

8. Menggunakan penilaian yang autentik

Berdasarkan strategi yang telah disebutkan oleh para ahli, dalam penelitian ini peneliti menggunakan strategi REACT dengan memasukkan komponen pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran di kelas. Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian ini adalah

1. Pendauluan

Pembelajaran diawali dengan pengkondisian siswa agar siswa dapat siap dalam melakukan aktivitas pembelajaran di kelas. Selain itu


(26)

26

guru akan menanyakan beberapa pertanyaan terkait materi yang telah dipelajari sebelumnya sebagi apersepsi bagi siswa. Setelah siswa mengingat kembali, guru akan menyampaikan tujuan dari pembelajaran yang akan dilakukan pada hari itu.

Pada fase ini juga terdapat tahapan pertama dari strategi pembelajaran kontekstual berupa REACT yaitu relating. Guru menyampaikan konteks yang ada dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari. Lalu meminta siswa untuk mencari konteks lain yang bisa dijadikan contoh.

2. Kegiatan Inti

Kegiatan inti meliputi kelima langkah strategi REACT yang sebagian besar terdapat dalam LKS.

· Relating

Tahap relating di dalam LKS diinterpretasikan dalam bentuk gambar yang merupakan konteks nyata yang memuat konsep dari materi pembelajaran matematika. Pada tahap relating terdapat dua komponen pembelajaran kontekstual yang diterapkan yaitu constructivism dan questioning.

· Experiencing

Setelah mengamati konteks yang disajikan dalam LKS siswa akan menggunakan kemampuannya secara aktif untuk membangun pengetahuan yang baru. Siswa akan memodelkan gambar di LKS menggunakan unsur-unsur matematika. Komponen yang terdapat dalam tahap ini adalah modelling.


(27)

27 · Applying

Dari model matematika yang sudah diperoleh siswa, siswa akan mengamati dan menganalisis konsep yang ada dalam model matematika tersebut. Penemuan konsep ini dibantu dengan beberapa pertanyaan yang ada di dalam LKS. Pada tahap applying komponen pembelajaran kontekstual yang muncul adalah modelling dan inquiry.

· Cooperating

Selama proses kegiatan inti berlangsung, siswa melakukan setiap kegiatan secara berkelompok. Terbentuknya kelompok membuat siswa dapat berdiskusi dan berbagi pegetahuan dengan teman dalam satu kelompok. Pada tahap ini guru juga dapat membantu siswa dengan menjawab pertanyaan siswa berkaitan dengan prosedur pengisian LKS. Dalam tahapan ini terbentuk learning community yang merupakan salah satu komponen yang harus ada dalam pembelajaran kontekstual.

· Transferring

Transferring berarti siswa mentransfer pengetahuannya ke dalam konteks baru. Dalam LKS yang disusun, siswa pada tahap transferring akan menjawab beberapa pertanyaan dalam bentuk soal. Setelah itu siswa juga akan merefleksikan jawaban yang mereka tuliskan ke dalam bentuk kesimpulan dan juga uji kesimpulan. Uji kesimpulan berupa soal yang berhubungan dengan konsep yang telah dituliskan siswa dalam kesimpulan. Pada


(28)

28

tahapan transferring, siswa melakukan dua komponen pembelajaran kontekstual yaitu reflection dan authentic assessment.

Kelima tahapan ini akan terjadi secara berulang untuk setiap konsep yang akan dipelajari oleh siswa. Setelah semua konsep dikonstruksi oleh siswa, guru memberikan soal latihan terkait materi yang dipelajari untuk dikerjakan oleh siswa secara individu. Tahapan ini merupakan bentuk dari salah satu komponen pembelajaran kontekstual yaitu authenctic assessment. Siswa akan mengukur kemampuan pemahaman mereka dengan tugas atau soal yang relevan dan kontekstual.

3. Penutup

Di akhir pembelajaran siswa akan melakukan penarikan kesimpulan kembali. Jika ada kesimpulan yang masih kurang tepat guru akan membantu siswa agar dapat menemukan konsep yang tepat.

d. Tinjauan Materi SMP Garis dan Sudut

Berdasarkan SK-KD pada kurikulum KTSP 2006 matematikaa pelajaran matematika pada satuan pendidikan SMP atau MTS meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

1. Bilangan 2. Aljabar

3. Geometri dan Pengukuran 4. Statistika dan Peluang


(29)

29

Pada penelitian ini peneliti memfokuskan pada aspek geometri dan pengukuran yaitu materi garis dan sudut Kompetensi dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengenai memahami sifat-sifat sudut yang terbentuk jika dua garis berpotongan atau dua garis sejajar berpotongan dengan garis lain. Konsep yang akan dipelajari pada materi ini meliputi hubungan antarsudut, kedudukan dua garis dan garis-garis sejajar.

1. Hubungan antar sudut

a. Dua sudut yang saling berpelurus

Dua sudut yang saling berpelurus adalah dua sudut yang jumlah ukuran kedua sudut tersebut adalah 180°.

Gambar 1. Dua Sudut Saling Berpelurus

Berdasaran gambar 1 , ݉סܣܤܥ ൅ ݉סܥܤܦ ൌ ͸Ͳι ൅ ͳʹͲι ൌ ͳͺͲι.

Maka kedua sudut tersebut dikatakan saling berpelurus. Besar dua sudut yang saling berpelurus dapat ditentukan dengan hanya mengetahui salah satu sudutnya.


(30)

30

Dua sudut yang saling berpenyiku adalah dua sudut yang jumlah ukuran kedua sudut tersebut adalah 90°.

Gambar 2. Dua Sudut Saling Berpenyiku

Berdasarkan gambar 2 di atas, ݉סܧܨܪ ൅ ݉סܪܨܩ ൌ ͵͹ι ൅ ͷ͵ι ൌ ͻͲι. Maka kedua sudut tersebut saling berpenyiku. Besar dua sudut

yang saling berpenyiku dapat ditentukan dengan hanya mengetaui salah satu sudutnya.

c. Dua sudut yang saling bertolak belakang

Dua Sudut yang saling bertolak belakang dibentuk dari dua garis yang saling berpotongan. Dari kedua garis yang berpotongan itu akan terbentuk empat sudut yang saling berpasangan (bertolak belakang). Setiap pasang sudut yang saling bertolak belakang akan memiliki ukuran sudut yang sama. Sehingga jika keselurhan sudut itu dijumlahkan akan membentuk satu putaran yaitu 360°


(31)

31

Gambar 3. Dua Sudut Saling Bertolak Belakang

Berdasarkan gambar 3 di atas,סܣܥܤԢ bertolak belakang dengan סܤܥܣԢ . Sedangkan besar sudut keduanya sama yaitu ݉סܣܥܤᇱ

݉סܤܥܣԢ yaitu ͳͶͲι. Maka kedua sudut tersebut saling bertolak

belakang. Besar dua sudut yang saling bertolak belakang dapat ditentukan dengan hanya mengetaui salah satu sudutnya.

2. Kedudukan dua garis a. Garis-garis sejajar

Ciri-ciri dua garis sejajar :

i. Terletak pada satu bidang datar ii. Tidak pernah berpotongan

Misalkan pada gambar 4 di bawah ini. Kita dapat membentuk pasangan garis sejajar dengan menghubungkan titik-titik tertentu pada gambar 4 di bawah ini.


(32)

32

Gambar 4. Garis-garis Sejajar

1. Ruas garis AB sejajar ruas garis IG sejajar ruas garis CD sejajar ruas garis HF

2. Ruas garis IE sejajar ruas garis BD

Konsep garis-garis sejajar dapat dikaitakan dengan konteks kehidupan siswa melalui rel kereta api. Rel kereta selalu saling sejajar dan memiliki bantalan rel dengan panjang yang selalu sama di setiap titiknya. Rel kereta api yang sejajar juga tidak akan berpotongan.

b. Garis berpotongan

Ciri-ciri garis berpotongan

i. Terletak pada satu bidang datar ii. Berpotongan pada satu titik potong

Konsep garis berpotongan dalam konteks kehidupan sangat banyak ditemui. Misalkan sepasang sumpit yang berpotongan,


(33)

33

persimpangan jalan, perpotongan meja dengan kaki meja dan lain-lain.

Gambar 5. Contoh Benda yang Saling Berpotongan

b. Garis berimpit

Dua garis dikatakan berimpit jika dan hanya jika kedua garis terebut memiliki minimal dua titik potong. Garis tersebut terletak pada satu garis lurus sehingga yang terlihat hanya ada satu garis saja.

c. Garis vertikal dan horizontal

Garis vertikal adalah garis yang menuju ke atas. Sedangkan garis horizontal adalah garis yang menuju ke samping atau mendatar. Garis vertikal dapat digambarkan seperti kaki meja, sedangkan garis horizontal adalah kayu pada mejanya.

3. Garis sejajar yang berpotongan dengan garis lainnya a. Sudut-sudut sehadap

Sudut yang sehadap berarti sudut-sudut yang berada pada posisi yang sama. Pada gambar 6, garis q // r dipotong garis m. Sudut 2 dan 6 berada di atas garis m dan masing-masing berada di sebelah kanan garis sejajar yaitu garis q dan r. Maka sudut 2 dan 6 dinamakan sudut sehadap.


(34)

34

Gambar 6. Sudut-sudut Sehadap

Selain sudut 2 dan 6, sudut sehadap yang lain adalah סͳ dengan סͷ , ס͵ dengan ס͹ , dan סͶ dengan סͺ

Sudut-sudut yang sehadap sama besar. Sehingga dapat ditentukan bahwa ݉סͳ dengan ݉סͷ

b. Sudut-sudut dalam berseberangan

Sudut dalam berseberangan berarti sudut-sudut yang berada di dalam (di antara) dua garis sejajar dan letaknya saling berseberangan. Pada gambar 7 garis q // r dipotong garis m. Sudut 2 dan sudut 7 saling berseberangan dan berada di dalam garis q dan r. Maka sudut 2 dan 7 dinamakan sudut dalam berseberangan.


(35)

35

Gambar 7. Sudut-sudut Dalam Berseberangan

Selain sudut 2 dan 7, sudut dalam berseberangan yang lain adalah

סͶ dengan סͷ.

Sudut-sudut dalam berseberangan sama besar. Sehingga dapat ditentukan bahwa ݉סͳ dengan ݉סͷ dan ݉סʹ dengan ݉ס͹.

c. Sudut-sudut luar berseberangan

Sudut luar berseberangan berarti sudut-sudut yang berada di luar dari kedua garis sejajar dan saling berseberangan atau menghadap arah yang berbeda. Pada gambar 8 garis q // r dipotong garis m. Sudut 1 beada di sebelah kiri garis q (disisi luar). Sedangkan sudut 8 brada di kanan garis r. Sudut 1 dan 8 saling berseberangan. Maka sudut 1 dan 8 dinamakan sudut luar berseberangan.


(36)

36

Gambar 8. Sudut-sudut Luar Berseberangan

Selain sudut 1 dan 8, sudut luar berseberangan yang lain adalah

ס͵ dengan ס͸.

Sudut-sudut luar berseberangan sama besar. Sehingga dapat ditentukan bahwa ݉ס͵ dengan ݉ס͸ dan ݉סͳ dengan ݉סͺ.

d. Sudut-sudut dalam sepihak

Sudut dalam sepihak berarti sudut-sudut yang berada di dalam kedua garis sejajar dan sepihak. Pada

9 garis q // r dipotong garis m. Sudut 2 dan sudut 5 berada di dalamgaris sejajar. Sudut 2 dan 5 saling sepihak. Maka sudut 2 dan 5 dinamakan sudut dalam sepihak.


(37)

37

Selain sudut 2 dan 5, sudut dalam sepihak yang lain adalah סͶ

dengan ס͹

Sudut-sudut dalam sepihak saling berpelurus. Sehingga dapat ditentukan bahwa jumlah kedua sudut dalam sepihak adalah ͳͺͲι.

Dapat kita tulis ݉סͶ ൅ ݉ס͹ ൌ ͳͺͲι dan ݉סʹ ൅ ݉סͷ ൌ ͳͺͲι

e. Sudut-sudut luar sepihak

Sudut luar sepihak berarti sudut-sudut yang berada di luar dari kedua garis sejajar dan sepihak. Pada Gambar 10 garis q // r dipotong garis m. Sudut 1 berada di sebelah kiri garis q (disisi luar). Sedangkan sudut 6 berada di kanan garis r. Sudut 1 dan 6 saling sepihak. Maka sudut 1 dan 6 dinamakan sudut luar sepihak.

Gambar 10. Sudut-sudut Luar Sepihak

Selain sudut 1 dan 6, sudut luar sepihak yang lain adalah ס͵

dengan סͺ

Sudut-sudut luar sepihak saling berpelurus. Sehingga dapat ditentukan bahwa jumlah dari sepasang sudut luar sepihak adalah


(38)

38

ͳͺͲι. Dapat kita tulis ݉סͳ ൅ ݉ס͸ ൌ ͳͺͲι. Begitu juga dengan

sudut 3 dan 8, ݉ס͵ ൅ ݉סͺ ൌ ͳͺͲι.

Garis sejajar yang dipotong oleh garis lain dapat dikaitkan dengan konteks kehidupan berupa pagar

B. Penelitian yang Relevan

1. Penelitian oleh Nurul Husnah (2013) dengan judul "Keefektifan Contextual Teaching And Learning pada Pembelajran matematika Kelas VII SMP N 9 Yogyakarta pada materi Pokok Segetiga dan Segiempat ditinjau dari Kemampuan Penalaran dan Sikap" yang menjelaskan bahwa CTL mampu efektif terhadap kemampuan penalaran dan sikap siswa terhadap matematika.

2. Penelitian oleh Novia Prastika dkk (2013) dengan judul "Pengaruh Pendekatan Kontekstual (CTL) Terhadap Pemahaman Konsep Matematika Siswa". Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa CTL efektif terhadap pemahaman konsep matematika siswa.

3. Penelitian oleh Dian Putri Safrine (2012) yang berjudul "Efektivitas Pembelajaran Kontekstual Ditinjau dari Pemahaman Konsep Siswa SMP N 1 Ngaglik, Sleman, Yogyakarta pada materi Bangun Ruang Sisi Datar" yang menjelaskan bahwa pembelajaran Kontekstual efektif ditinjau dari pemahaman konsep matematika pada materi bangun ruang sisi datar. 4. Penelitian oleh Nunung Novisa (2014) yang berjudul " Pengembangan

Lembar Kerja Siswa matematika Berbasis Pendekatan Contextual Teaching and Learning pada pokok bahasan garis dan sudut di SMP N 1 Kota Bengkulu".


(39)

39 C. Kerangka Berpikir

Konsep-konsep yang terdapat pada pembelajaran matematika merupakan dasar dari beberapa matematikaa pelajaran lain. Maka dari hal itu, pemahaman konsep matematika menjadi salah satu kemampuan yang harus dimiliki siswa. Faktanya, pemahaman konsep siswa di Indonesia masih belum optimal. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru di SMP N 2 Depok, siswa di sekolah tersebut masih menemui kesulitan saat mengaplikasikan konsep garis dan sudut dalam konteks nyata. Banyaknya aturan atau konsep yang ada pada materi garis dan sudut membuat siswa bingung dalam penerapannya. Rendahnya motivasi belajar siswa juga menyebabkan proses belajar di sekolah belum optimal.

Salah satu pendekatan pembelajaran yang diduga dapat meningkatkan pemahaman konsep dan motivasi belajar adalah pendekatan pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual merupakan salah satu terobosan dalam pendekatan pembelajaran sebagai alternatif dari pembelajaran konvensional yang selama ini diterapkan di sekolah. Komponen dalam pembelajaran kontekstual diduga mampu membuat siswa termotivasi untuk belajar dan juga dapat memberikan pemahaman konsep bagi siswa secara lebih mendalam.

Adapun komponen dalam pendekatan pembelajaran kontekstual meliputi: Construktivisme (Konstruktivisme), Inquiry (Penyelidikan), Questioning (Bertanya), Learning Community (Masyarakat Belajar), Modelling (Pemodelan), Reflection (Merefleksikan), dan Authentic Assesment.


(40)

40

Nantinya dalam penerapan pmbelajaran kontekstual ke-tujuh komponen tersebut harus termuat didalamnya. Dengan adannya komponen-komponen tersebut diharapkan dapat membuat siswa termotivasi karena siswa lebih dulu mengetahui tujuan pembelajaran dan hubungan dari materi yang akan dipelajari dengan konteks kehidupan nyata. Selain itu dengan adanya komponen reflection siswa diharap mampu merefleksikan konsep yang ada pada materi pembelajaran dalam konteks yang lain, sehingga menyebabkan pemahaman siswa terhadap konsep tersebut lebih mendalam.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagi berikut:

1. Pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual efektif ditinjau dari pemahaman konsep matematika.

2. Pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual efektif ditinjau dari motivasi belajar siswa.

3. Pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional efektif ditinjau dari pemahaman konsep matematika.

4. Pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional efektif ditinjau dari motivasi belajar siswa.

5. Pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual lebih efektif daripada pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional ditinjau dari pemahaman konsep matematika.


(41)

41

6. Pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual lebih efektif daripada pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional ditinjau dari motivasi belajar siswa.


(42)

42 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimen semu (quasi experiment research) dengan desain pretest and posttest group design. Penelitian eksperimen semu menurut Sugiyono (2013:77), eksperimen semu merupakan jenis penelitian untuk memperoleh informasi yang diperoleh dengan eksperimen dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol semua variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pretest and posttest group design. Sebelum dilakukan penelitian siswa pada kelas kontrol dan eksperimen diberikan pretest berupa soal uraian yang mengukur kemampuan pemahaman konsep matematika dan angket motivasi belajar siswa. Setelah dilakukan pembelajaran kontekstual pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol, siswa diberi posttest soal pemahaman konsep dan angket motivasi belajar. Secara sistematematikais desain penelitian dapat dilihat dalam tabel 1

Tabel 1. Desain Penelitian Pretest and Posttest Group Design Kelompok Pretest Treatment Posttest Eksperimen (E) ܺ, ME A ܻ, NE Kontrol (K) ܺ, MK B ܻ௄, NK


(43)

43 Keterangan :

ܺா: Nilai pretest kelas yang diberi perlakuan pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual.

ܺ௄ : Nilai pretest kelas yang diberi perlakuan pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional.

ܯா: Skor awal angket motivasi belajar kelas yang diberi perlakuan pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual.

ܯ௄: Skor awal angket motivasi belajar kelas yang diberi perlakuan pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional.

ܣ: Perlakuan pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual ܤ : Perlakuan pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional. ܻா: Nilai posttest kelas yang diberi perlakuan pembelajaran matematika

dengan pendekatan kontekstual.

ܻ : Nilai posttest kelas yang diberi perlakuan pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional.

ܰா : Skor akhir angket motivasi belajar kelas yang diberi perlakuan pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual.

ܰ௄ : Skor akhir angket motivasi belajar kelas yang diberi perlakuan pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kelas VII semester 2 SMP Negeri 2 Depok, Sleman, Yogyakarta. Adapun penelitian ini berlangsung mulai hari Jum’at, 18 Maret 2016 sampai dengan Selasa, 26 April 2016. Rincian kegiatan penelitian dapat dilihat pada tabel 2.


(44)

44

Tabel 2. Kegiatan Penelitian No.

Kelas Kontekstual Kelas Konvensional Hari/ tanggal

(jam) Acara

Hari/ tanggal

(jam) Acara

1.

Jum’at/ 18 Maret 2016

(08.00-09.20 WIB) Pretest

Sabtu/ 19 Maret 2016 (09.00-09.40 dan 10.00- 10.40 WIB)

Pretest

2.

Selasa/ 29 Maret 2016 (07.20-08.40 WIB)

Pembelajaran 1 (hubungan antar sudut 1)

Selasa/ 29 Maret 2016 (08.40-09.20 dan 09.40-10.20 WIB)

Pembelajaran 1 (hubungan antar sudut 1)

3.

Sabtu/ 2 April 2016 (07.00-08.00 WIB)

Pembelajaran 2 (hubungan antar sudut 2)

Sabtu/ 2 April 2016 (08.00-09.00 WIB) Pembelajaran 2 (hubungan antar sudut 2) 4.

Selasa/ 5 April 2016 (07.20-08.40 WIB)

Pembelajaran 3 (kedudukan dua garis)

Selasa/ 5 April 2016 (08.40-09.20 dan 09.40-10.20 WIB)

Pembelajaran 3 (kedudukan dua garis)

5.

Jum’at/ 8 April 2016 (08.00-09.20 WIB)

Pembelajaran 4 (sudut-sudut yang terbentuk dari dua garis sejajar yang dipotong satu garis yang lain)

Sabtu/ 9 April 2016 (09.00-09.40 dan 10.00- 10.40 WIB)

Pembelajaran 4 (sudut-sudut yang terbentuk dari dua garis sejajar yang dipotong satu garis yang lain)

6.

Selasa/ 19 April 2016 (07.20-08.40 WIB) Pembelajaran 5 (hubungan antar sudut yang terbentuk dari dua garis sejajar yang dipotong satu garis yang lain )

Selasa/ 19 April 2016 (08.40-09.20 dan 09.40-10.20 WIB)

Pembelajaran 5 (hubungan antar sudut yang terbentuk dari dua garis sejajar yang dipotong satu garis yang lain )

7.

Selasa/ 26 April 2016

(07.20-08.40 WIB) Posttest

Selasa/ 26 April 2016 (08.40-09.20 dan 09.40-10.20 WIB)


(45)

45 D. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 2 Depok tahun ajaran 2015/2016. Populasi tersebar dalam 4 kelas. Untuk memenuhi tujuan penelitian akan diambil sampel penelitian sebanyak 2 dari 4 kelas. Pengambilan sampel dua kelas dilakukan secara acak dengan pertimbangan kelas-kelas tersebut homogen. Seperti yang dinyatakan Nana Syaodih (2005: 207) bahwa pada penelitian eksperimen semu pengambilan sampel tidak dilakukan secara acak penuh, hanya satu karakteristik saja. Pengacakan dilakukan terhadap keempat kelas VII di SMP N 2 Depok. E. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendekatan pembelajaran matematika yang diterapkan. Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual diterapkan pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional diterapkan pada kelas kontrol.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan pemahaman konsep matematika dan motvasi belajar siswa.

3. Variabel Kontrol

Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah guru, materi, dan jumlah jam pelajaran. Pembelajaran kedua kelas dalam penelitian diampu guru yang sama dengan materi dan jumlah jam pelajaran yang sama.


(46)

46 F. Definisi Operasional Variabel

Untuk meminimalisir perbedaan pandangan dalam hal pengertian variabel dalam penelitian ini, maka peneliti memberi batasan definisi operasional variabel sebagai berikut:

1) Pendekatan kontekstual suatu pendekatan pembelajaran yang mendorong siswa untuk aktif dan terlibat dalam menemukan konsep materi yang akan dipelajari dan menghubungkannya dengan konteks pada kehidupan nyata. Pembelajaran dengan penerapan pendekatan kontekstual mendorong siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran melalui kerja kelompok, diskusi dan refleksi. Pembelajaran yang dilaksanakan dikaitkan dengan kehidupan nyata atau masalah yang disimulasikan. Sedangkan keterampilan siswa dalam menjawab pertanyaan dikembangkan atas dasar pemahaman akan suatu konsep. Dalam penelitian ini langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan kontekstual menggunakan strategi REACT yaitu, relating, experiencing, applying, cooperating, dan transferring.

2) Pendekatan konvensional merupakan pembelajaran yang berpusat pada guru. Pembelajaran dengan pendekatan konvensional dapat dilakukan dengan metode ceramah maupun pemberian catatan oleh guru, sehingga siswa cenderung lebih pasif. Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran dengan pendekatan konvensional adalah

a. Apersepsi dan motivasi tentang materi yang diajarkan

b. Penjelasan bahan ajar secara verbal


(47)

47

d. Diskusi dan tanya jawab

e. Latihan soal

f. Konfirmasi

g. Pengambilan kesimpulan

3) Pemahaman konsep matematika adalah kemampuan dalam memahami, mengartikan, menyatakan konsep dari suatu konsep matematika dengan caranya sendiri, kemampuan membedakan antara contoh atau noncontoh serta dapat mengaplikasikan konsep tersebut dalam permasalahan yang baru

4) Motivasi belajar siswa merupakan suatu hal yang menyebabkan siswa melakukan suatu perbuatan yaitu belajar. Motivasi belajar merupakan faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas belajar seseorang baik dari dalam maupun dari luar dirinya.

G. Instrumen dan Analisis Instrumen Penelitian 1. Instrumen Penelitian

a. Instrumen Tes

Instrumen tes digunakan adalah tes pemhaman konsep matematika yang bertujuan mengukur tingkat pemahaman konsep matematika siswa sebelum dan setelah diberi perlakuan. Intstrumen tes pemahaman konsep ini berupa soal uraian yang diberikan sebagai pretest dan posttest.

Soal pretest dan posttest berubentuk soal uraian sebanyak 5 item. Soal dikerjakan masing-masing siswa dalam waktu 60 menit.


(48)

48

Penyusunan perangkat tes ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut

1) Melakukan pembatasan materi yang diujikan 2) Menentukan jumlah butir soal

3) Menentukan waktu pengerjaan soal 4) Membuat kisi-kisi soal

5) Menulis butir soal

6) Mengkonsultasikan kepada dosen pembimbing 7) Memvalidasi soal dan merevisi sesuai saran validator

Kisi-kisi soal tes pemahaman konsep matematika dapat dilihat di lampiran 3.1 dan 3.2

b. Instrumen Nontes

1) Angket Motivasi Belajar

Angket ini berisi butir-butir pernyataan yang menunjukkan tingkat motivasi belajar siswa terhadap matematika. Angket pada penelitian ini adalah angket terbuka yang berisi pertanyaan-pertanyan atau pernyataan pokok yang bisa dijawab oleh responden secara bebas. Tidak ada anak pertanyaan yang memberikan aah dalam pemberian jawaban (Nana Syaodih, 2005: 219). Dalam penelitian ini angket motivasi belajar siswa diberikan kepada siswa sebanyak dua kali. Angket yang pertama diberikan di awal sebelum pembelajaran bertujuan untuk mengetahui tingkat motivasi belajar siswa terhadap pembelajaran matematika sebelum perlakuan. Angket yang


(49)

49

kedua diberikan setelah dilakukan pembelajaran untuk mengetahui motivasi belajar setelah diberi perlakuan. Angket motivasi belajar diberikan kepada kedua kelas baik kelas dengan pendekatan kontekstual maupun konvesional.

Angket motivasi belajar berisi 30 butir pernyataan. Siswa akan mengisi angket sesuai dengan yang dirasakan atau dilakukan siswa. Penyusunan angket dilakukan dengan langkah

a) Menentukan aspek-aspek motivasi belajar siswa b) Menentukan indikator setiap aspek

c) Menentukan jumlah butir pernyataan setiap indikator d) Menuliskan petunjuk pengisian angket

e) Menulis butir angket

f) Mengkonsultasikan kepada dosen pembimbing

g) Memvalidasi angket dan merevisi sesuai saran validator 2) Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran

Observasi Menurut Suharsimi Arikunto (2006 : 30), merupakan suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatematikaan secara teliti serta pencatatan secara sistematematikais. Lembar observasi digunakan selama proses pembelajaran berlangsung. Lembar observasi ini berupa hasil pengamatematikaan dan kritik/saran terkait jalannya pembelajaran sehingga dapat diketahui aspek-aspek apa yang perlu diperbaiki atau ditingkatkan. Observasi dapat dilakukan oleh teman dari peneliti yang memenuhi kompetensi.


(50)

50

Lembar observasi tersebut diisi dengan cara memberikan tanda centang pada kolom “ya” apabila aspek yang diamati terlaksana. Jika terdapat aspek yang tidak terlaksana, obeserver memberi tanda centang pada kolom “tidak”. Observer juga menuliskan deskripsi dari hasil pengamatan jika diperlukan. Untuk jawaban “ya” akan diberikan skor 1 dan untuk jawaban “tidak” akan diberikan skor 0. Presentase keterlaksanaan pembelajaran didapatkan dari rumus

ݔ ൌܾܽ ൈ ͳͲͲΨ dengan:

x: presentase keterlaksanaan pembelajaran setiap pertemuan a: jumlah skor yang diperoleh pada setiap pertemuan b: jumlah skor maksimal pada setiap pertemuan

2. Analisis Instrumen Penelitian a. Validitas instrumen

Nana Syaodih (2005: 228) menyatakan bahwa suatu instrumen dikatakan valid atau memiliki validitas bila instrumen tersebut benar-benar mengukur aspek atau segi yang akan diukur. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi (content validity). Validitas isi memerlukan dua aspek penting, yaitu valid isi dan valid samplingnya. Untuk mendapatkan validitas isi, maka instrumen dikonsultasikan kepada para ahli untuk diperiksa dan dievaluasi kesesuaian butir-butir instrumen terhadap apa yang diukur. Dalam penelitian ini, ahli yang dimaksud adalah dosen ahli pendidikan


(51)

51

matematika Universitas Negeri Yogyakarta. Setelah divalidasi, instrumen direvisi sesuai dengan masukan validator.

H. Teknik Pengumpulan Data

1. Data kemampuan pemahaman konsep matematika

Pengumpulan data kemampuan pemahaman konsep siswa menggunakan pretest, posttest dan skor gain. Pretest diberikan sebelum perlakuan untuk melihat kemampuan awal siswa pada pemahaman konsep matematika. Posttest diberikan setelah perlakuan untuk melihat kemampuan akhir siswa pada pemahaman konsep matematika. Sedangkan skor gain merupakan nilai peningkatan dari kemampuan pemahaman konsep matematika siswa sebelum perlakuan dan setelah perlakuan. Data skor gain yang digunakan adalah skor gain ternormalisasi tes pemahaman konsep. Skor gain ternormalisasi dapat dinyatakan oleh rumus sebagai berikut:

൏ ݃ ൐ൌܶܶଵଵെ ܶଵ ௠௔௫െ ܶଵ

(Pritchard et al, 2002 dalam Rochman, 2007: 44) Keterangan:

<g> : skor gain ternormalisasi

ܶଵଵ : skor posttest ܶଵ : skor pretest ܶ௠௔௫ : skor ideal


(52)

52 2. Data Nontes

a. Data motivasi belajar siswa SMP

Pengumpulan data motivasi belajar siswa SMP menggunakan instrumen angket. Pengumpulan data dilakukan oleh siswa dengan mengisi sendiri angket motivasibelajar. Angket diberikan diberikan pada awal sebelum perlakuan dan pada akhir setelah perlakuan. Didapatkan skor awal dan skor akhir dari angket motivasi belajar siswa. Skor akhir kemudian dianalisis untuk selanjutnya ditarik kesimpulan. Adapun sistem penskoran angket sebagai berikut.

Tabel 3. Pedoman Penskoran Angket Motivasi Belajar

Data angket motivasi belajar diperoleh dengan menggunakan instrumen nontes yang berbentuk checklist dengan skala Likert. Penskoran yang digunakan dalam angket sebelum dan sesudah

perlakuan adalah skor minimal 30 dan skor maksimal 150. Pemberian nilai pada hasil skala dilakukan dengan mengkonversikannya terlebih dahulu dalam rerata ideal dan simpangan baku.

I. Teknik Analisis Data 1. Analisis Deskriptif

Statistik deskriptif digunakan untuk menyajikan data yang telah diperoleh melalui hasil pretest, posttest dan skor gain pemahaman konsep Jenis Pernyataan

Tingkat Kesesuaian Selalu Sering

Kadang-kadang Jarang

Tidak Pernah

Pernyataan Positif 5 4 3 2 1


(53)

53

matematika serta skor awal dan skor akhir motivasi belajar siswa pada kelompok yang dikenakan eksperimen dalam bentuk tabel (mean, standar deviasi, varians, nilai minimum, nilai maksimum). Perhitungan statistik deskriptif menggunakan bantuan Microsoft Excell dan softtware SPSS versi 23.

2. Analisis Data Inferensi a. Uji Asumsi Analisis

Sebelum dilakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi analisis yaitu uji normalitas dan uji homogenitas data.

1) Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan terhadap data yang diperoleh, baik sebelum maupun setelah perlakuan. Data pemahaman konsep matematika meliputi data hasil pretest, posttest dan skor gain pemahaman konsep. Data motivasi belajar siswa meliputi skor awal dan skor akhir motivasi belajar siswa yang diberi perlakuan pada kelas eksperimen maupun kontrol.

Pada uji normalitas digunakan uji kolmogorov-smirnov. Hipotesis uji normalitas distribusi data adalah sebagai berikut. H0 : Data berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1 : Data berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal Keputusan uji dan kesimpulan diambil menggunaan taraf signifikasi 0,05 dengan kriteria: 1) jika nilai signifikansi lebih dari


(54)

54

0,05 maka H0 diterima, sehingga data berasal dari populasi yang berdistribusi normal, 2) jika nilai signifikansi kurang dari 0,05 maka H0 ditolak, sehingga data tidak berdistribusi normal. Uji normalitas ini dilakukan dengan menggunakan bantuan program software SPPS 23.

2) Uji Homogentitas

Uji homogenitas varians bertujuan untuk mengetahui apakah kedua kelompok mempunyai varian yang sama atau tidak. Jika kedua kelompok mempunyai varian yang sama maka kelompok tersebut dikatakan homogen. Uji homogenitas dilakukan terhadap skor pretest, posttest dan skor gain dari data yang diperoleh dari kelas eksperimen maupun kontrol. Untuk mengetahui homogenitas varian dua kelompok dilakukan melalui homogenitas Levene's dengan bantuan SPSS 23. Hipotesis uji homogenitas variansi kelompok data adalah sebagai berikut. H0 : data berasal dari populasi yang memiliki variansi homogen H1 : data berasal dari populasi yang memiliki variansi tidak

homogen

Uji homogenitas dan penarikan kesimpulan terhadap uji hipotesis dilakukan menggunakan taraf signifikasi 0,05. Pedoman pengambilan keputusan uji homogenitas adalah H0 ditolak jika angka signifikansi yang dihasilkan lebih kecil dari 0,05 yang dapat diartikan sebagai berikut: 1) nilai signifikansi kurang dari 0,05 maka data berasal dari populasi yang mempunyai varians


(55)

55

yang tidak homogen, dan 2) nilai signifikansi lebih dari 0,05 maka data berasal dari populasi yang mempunyai varians homogen. Uji ini menggunakan bantuan SPSS versi 23.

b. Pengujian Hipotesis

1) Pengujian keefektifan pembelajaran terhadap pemahaman konsep matematika.

Keefektifan pendekatan pembelajaran ditentukan berdasarkan indeks keefektifan. Berdasarkan kriteria ketuntasan minimal (KKM) belajar Matematika di SMP N 2 Depok siswa dikatakan tuntas belajar apabila mencapai nilai minimal 75 untuk skala seratus. Kriteria pencapaian tujuan pembelajaran aspek pemahaman konsep belajar Matematika ditetapkan 75 dan pendekatan pembelajaran dikatakan efektif jika rata-rata posttest siswa mencapai nilai minimal 75.

Jika nilai rata-rata posttest siswa tidak mencapai KKM maka keefektifan pembelajaran ditentukan berdasarkan nilai peningkatan atau skor gain . Menurut Pritchard (2002) pembelajaran yang baik bila gain skor ternormalisasi lebih besar dari 0,4. Sedangkan menurut Hake, R.R (1998), hasil skor gain ternormalisasi dibagi ke dalam tiga kategori yang dapat dilihat pada tabel 4

Tabel 4. Kriteria keefektifan pembelajaran Presentase Efektivitas ͲǡͲͲ ൏ ݄ ൑ Ͳǡ͵Ͳ Rendah ͲǡͲ͵Ͳ ൏ ݄ ൑ Ͳǡ͹Ͳ Sedang Ͳǡ͹Ͳ ൏ ݄ ൑ ͳǡͲͲ Tinggi


(56)

56

Dari uraian di atas, kriteria efektif terhadap pemahaman konsep matematika ditentukan berdasarkan rata-rata skor gain ternormalisasi dengan nilai minimal 0,4 .

2) Pengujian keefektifan pembelajaran terhadap motivasi belajar. Data tentang angket motivasi belajar siswa diperoleh dengan menggunakan instrumen nontes yang berbentuk checklist dengan skala Likert. Penskoran yang digunakan dalam angket sebelum dan sesudah perlakuan adalah skor minimal 30 dan skor maksimal 150. Pemberian nilai pada hasil skala dilakukan dengan mengkonversikannya terlebih dahulu dalam rerata ideal dan simpangan baku. Untuk menentukan kriteria hasil pengukurannya digunakan klasifikasi berdasarkan rata-rata ideal (ܺത) dan Standar Deviasi Ideal (SDI).

ܺത ൌଷ଴ାଵହ଴ ൌ ͻͲ dan ܵܦ ൌ ଵହ଴ିଷ଴

଺ ൌ ʹͲ

Menurut Eko (2014:238), konversi skor skala motivasi belajar siswa ke dalam nilai pada skala lima seperti pada tabel berikut.

Tabel 5. Kategori Motivasi Belajar Siswa

Interval Skor Kategori Kriteria

ܺ ൐ ܺത௜൅ ͳǡͺܾܵ݅ ݔ ൐ ͳʹ͸ Sangat baik

ܺത௜൅ Ͳǡ͸ܾܵ݅ ൏ ܺ ൑ ܺത௜൅ ͳǡͺܾܵ݅ ͳͲʹ ൏ ݔ ൑ ͳʹ͸ Baik ܺത௜െ Ͳǡ͸ܾܵ݅ ൏ ܺ ൑ ܺത௜൅ Ͳǡ͸ܾܵ݅ ͹ͺ ൏ ݔ ൑ ͳͲʹ Cukup

ܺത௜െ ͳǡͺܾܵ݅ ൏ ܺ ൑ ܺത௜െ Ͳǡ͸ܾܵ݅ ͷͶ ൏ ݔ ൑ ͹ͺ Kurang

ܺ ൑ ܺത௜െ ͳǡͺܾܵ݅ ݔ ൑ ͷͶ Sangat Kurang

Keterangan:

ܺത௜ : Rerata ideal = ଵ (skor maksimal ideal+skor minimal ideal) ܾܵ݅ : Simpangan baku ideal= ଵ

଺ (skor maksimal ideal – skor minimal ideal)


(57)

57 ܺ : skor empiris

Setelah memperoleh data motivasi belajar, total skor masing-masing unit dikategorikan berdasarkan kriteria pada tabel kriteria. Kriteria keefektifan pendekatan pembelajaran terhadap motivasi belajar ditetapkan jika rata-rata siswa mencapai skor motivasi belajar lebih dari 102 atau minimal berada pada kategori baik.

3) Uji hipotesis

Sebelum melakukan uji hipotesis, dilakukan uji perbedaan kemampuan awal siswa menggunakan uji t. Uji perbedaan rata-rata kemampuan awal bertujuan mengetahui apakah kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen sama atau berbeda dengan kelas kontrol. Data yang akan diuji adalah data pretest pemahaman konsep matematika dan data skor awal angket motuvasi belajar siswa dari kedua kelas.

Hipotesis uji untuk variabel pemahaman konsep adalah:

H0 : ߤଵଵൌ ߤଵଶ H1 : ߤଵଵ് ߤଵଶ dengan:

ߤଵଵ: rata-rata nilai pretest kelas eksperimen ߤଵଵ: rata-rata nilai pretest kelas kontrol

Kriteria penolakan: H0 ditolak jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 atau H0 ditolak jika ݐ௛௜௧௨௡௚ ൐ ݐ௧௔௕௘௟.


(58)

58 H0 : ߤଶଵ ൌ ߤଶଶ

H1 : ߤଶଵ ് ߤଶଶ dengan:

ߤଶଵ: rata-rata skor awal motivasi belajar kelas eksperimen ߤଶଶ: rata-rata skor awal motivasi belajar kelas kontrol

Kriteria penolakan: H0 ditolak jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 atau H0 ditolak jika ݐ௛௜௧௨௡௚ ൐ ݐ௧௔௕௘௟.

Harga ݐ௛௜௧௨௡௚ dapat dicari dengan rumus berikut :

ݐ ൌ ݔҧ௘െ ݔҧ௞

ටሺ݊௘െ ͳሻݏ௘ଶ൅ ሺ݊௞െ ͳሻݏ௞ଶ

݊௘൅ ݊௞షమ ቀ ͳ݊൅ ͳ݊ቁ dengan:

ݔҧ௘: rata-rata nilai pretest/skor awal kelas eksperimen ݔҧ௞: rata-rata nilai pretest/skor awal kelas kontrol ݊௘: banyaknya siswa kelas eksperimen

݊௞: banyaknya siswa kelas kontrol ݏ௘ଶ: varians kelas eksperimen ݏ௞ଶ: varians kelas kontrol

a) Pengujian hipotesis jika tidak terdapat perbedaan kemampuan awal pemahaman konsep matematika dan skor motivasi belajar siswa

a) Uji Hipotesis Pertama

Uji hipotesis pertama untuk menjawab rumusan masalah yang pertama yaitu apakah penerapan pendekatan kontekstual efektif ditinjau dari pemahaman konsep matematika siswa.


(59)

59

Secara statistik, hipotesis dapat disimbolkan sebagai berikut. H0 : ߤଵ ൑ ͹Ͷǡͻͻ

H1 : ߤଵ ൐ ͹Ͷǡͻͻ Keterangan:

ߤ: rata-rata nilai posttest pemahaman konsep matematika kelas eksperimen

Kriteria pengujiannya adalah H0 ditolak jika angka signifikasi yang dihasilkan lebih kecil dari 0,05 atau H0 ditolak jika ݐ௛௜௧௨௡௚ ൐ ݐ௧௔௕௘௟. Harga ݐ௛௜௧௨௡௚ dapat dicari dengan rumus berikut

ݐ ൌ ݔҧ௘െ ߤݏ ଴ ξ݊ dengan:

ݔҧ௘: rata-rata nilai posttest kelas eksperimen ߤ଴: nilai yang dihipotesiskan

ݏ: simpangan baku ݊: banyaknya siswa

Hipotesis di atas dapat diartikan bahwa pendekatan kontekstual tidak efektif terhadap dari pemahaman konsep matematika yaitu jika rata-rata nilai posttest memperoleh nilai ൑ ͹Ͷǡͻͻ. Pendekatan kontesktual efektif terhadap pemahaman konsep matematika jika rata-rata nilai posttest pemahaman konsep ൐ ͹Ͷǡͻͻ, karena kriteria keefektifan pendekatan kontekstual terhadap pemahaman konsep ditetapkan jika rata-rata nilai posttest mencapai KKM yaitu 75.


(60)

60 b) Uji hipotesis kedua

Uji hipotesis kedua untuk menjawab rumusan masalah yang kedua yaitu apakah pendekatan kontekstual efektif terhadap motivasi belajar siswa. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut sebagai berikut:

Secara statistik, hipotesis dapat disimbolkan sebagai berikut. H0 : ߤଶ ൑ ͳͲʹ

H1: ߤ ൐ ͳͲʹ Keterangan:

ߤ: rata-rata skor motivasi belajar kelas eksperimen

Kriteria pengujiannya adalah H0 ditolak jika angka signifikasi yang dihasilkan lebih kecil dari 0,05 atau H0 ditolak jika ݐ௛௜௧௨௡௚ ൐ ݐ௧௔௕௘௟. Uji hipotesis menggunakan bantuan SPSS versi 23.

Hipotesis di atas dapat diartikan bahwa pendekatan kontekstual tidak efektif ditinjau dari motivasi belajar siswa yaitu jika rata-rata skor motivasi belajar siswa memperoleh nilai ൑ ͳͲʹ. Pendekatan kontekstual dikatakan efektif jika rata-rata skor motivasi belajar siswa memperoleh nilai ൐ ͳͲʹ, karena kriteria efektif pada aspek motivasi belajar adalah 102.

c) Uji hipotesis ketiga

Uji hipotesis ketiga untuk menjawab rumusan masalah yang ketiga yaitu apakah pendekatan konvensional efektif terhadap pemahaman konsep matematika. Secara statistik, hipotesis dapat disimbolkan sebagai berikut.


(61)

61 H0 : ߤ ൑ ͲǡͶͲ

H1 : ߤଷ ൐ ͲǡͶͲ Keterangan:

ߤ: rata-rata nilai posttest pemahaman konsep matematika kelas kontrol

Kriteria pengujiannya adalah H0 ditolak jika angka signifikasi yang dihasilkan lebih kecil dari 0,05 atau H0 ditolak jika ݐ௛௜௧௨௡௚ ൐ ݐ௧௔௕௘௟. Uji hipotesis menggunakan bantuan SPSS versi 23.

Hipotesis di atas dapat diartikan bahwa pendekatan konvensional tidak efektif terhadap dari pemahaman konsep matematika yaitu jika rata-rata nilai posttest memperoleh nilai ൑ ͹Ͷǡͻͻ. Pendekatan konvensional efektif terhadap pemahaman konsep matematika jika rata-rata nilai posttest pemahaman konsep ൐ ͹Ͷǡͻͻ, karena kriteria keefektifan pendekatan konvensional terhadap pemahaman konsep ditetapkan jika rata-rata nilai posttest mencapai KKM yaitu 75.

d) Uji hipotesis keempat

Uji hipotesis keempat untuk menjawab rumusan masalah yang keempat yaitu apakah pendekatan konevensional efektif terhadap motivasi belajar siswa. Secara statistik, hipotesis dapat disimbolkan sebagai berikut.

H0 : ߤ ൑ ͳͲʹ H1 : ߤସ ൐ ͳͲʹ Keterangan:


(62)

62

ߤ: rata-rata skor motivasi belajar kelas kontrol

Kriteria pengujiannya adalah H0 ditolak jika angka signifikasi yang dihasilkan lebih kecil dari 0,05 atau H0 ditolak jika ݐ௛௜௧௨௡௚ ൐ ݐ௧௔௕௘௟. Uji hipotesis menggunakan bantuan SPSS versi 23.

Hipotesis di atas dapat diartikan bahwa pendekatan konvensional tidak efektif ditinjau dari motivasi belajar siswa yaitu jika rata-rata skor motivasi belajar siswa memperoleh nilai ൑ ͳͲʹ. Pendekatan konvensional dikatakan efektif jika rata-rata skor motivasi belajar siswa memperoleh nilai ൐ ͳͲʹ, karena kriteria efektif pada aspek motivasi belajar adalah 102.

e) Uji Hipotesis Kelima

Rumusan masalah kelima yaitu manakah yang lebih efektif antara pembelajaran kontekstual dan konvensional ditinjau dari pemahaman konsep. Apabila tidak terdapat perbedaan rata-rata pada kelompok kelas eksperimen dan kontrol maka dikatakan pembelajaran kontekstual sama efektifnya dengan pembelajaran konvensional ditinjau dari pemahaman konsep. Namun jika terdapat perbedaan rata-rata antara kelompok kelas eksperimen dan kontrol, maka dilakukan uji hipotesis lanjutan. Secara statistik, hipotesis dapat disimbolkan sebagai berikut.

H0: ߤ ൑ ߤ H1: ߤ ൐ ߤ Keterangan:


(63)

63

ߤଵ: rata-rata nilai posttest pemahaman konsep belajar kelas ekperimen

ߤଷ: rata-rata nilai posttest pemahaman konsep belajar kelas kontrol

Kriteria pengujiannya adalah H0 ditolak jika angka signifikasi yang dihasilkan lebih kecil dari 0,05 atau H0 ditolak jika ݐ௛௜௧௨௡௚ ൐ ݐ௧௔௕௘௟. Harga ݐ௛௜௧௨௡௚ dapat dicari dengan rumus berikut :

ݐ ൌ ݔҧ௘െ ݔҧ௞

ටሺ݊௘െ ͳሻݏ௘ଶ൅ ሺ݊௞െ ͳሻݏ௞ଶ

݊௘൅ ݊௞షమ ቀ ͳ݊൅ ͳ݊ቁ dengan:

ݔҧ௘: rata-rata nilai posttesst/skor akhirkelas eksperimen ݔҧ௞: rata-rata nilai posttest/skor akhir kelas kontrol ݊௘: banyaknya siswa kelas eksperimen

݊௞: banyaknya siswa kelas kontrol ݏ௘ଶ: varians kelas eksperimen ݏ௞ଶ: varians kelas kontrol f) Uji Hipotesis Keenam

Rumusan masalah keenam yaitu manakah yang lebih efektif antara pembelajaran kontekstual dan konvensional ditinjau dari motivasi belajar. Apabila tidak terdapat perbedaan rata-rata pada kelompok kelas eksperimen dan kontrol maka dikatakan pembelajaran kontekstual sama efektifnya dengan pembelajaran konvensional ditinjau dari motivasi belajar. Namun jika terdapat perbedaan rata-rata antara kelompok kelas eksperimen dan


(64)

64

kontrol, maka dilakukan uji hipotesis lanjutan. Secara statistik, hipotesis dapat disimbolkan sebagai berikut.

H0: ߤ ൑ ߤ H1: ߤ ൐ ߤ Keterangan:

ߤଶ: rata-rata nilai motivasi belajar kelas ekperimen ߤସ: rata-rata nilai motivasi belajar kelas kontrol

Kriteria pengujiannya adalah H0 ditolak jika angka signifikasi yang dihasilkan lebih kecil dari 0,05 atau H0 ditolak jika ݐ௛௜௧௨௡௚ ൐ ݐ௧௔௕௘௟. Uji hipotesis menggunakan bantuan SPSS versi 23.

b) Pengujian hipotesis jika terdapat perbedaan kemampuan awal pemahaman konsep matematika dan skor motivasi belajar siswa 1) Uji Hipotesis Pertama

Uji hipotesis pertama untuk menjawab rumusan masalah yang pertama yaitu apakah penerapan pendekatan kontekstual efektif ditinjau dari pemahaman konsep matematika siswa. Secara statistik, hipotesis dapat disimbolkan sebagai berikut. H0 : ߤ ൑ ͲǡͶͲ

H1 : ߤଵ ൐ ͲǡͶͲ Keterangan:

ߤ: rata-rata skor gain ternormalisasi tes pemahaman konsep matematika kelas eksperimen

Kriteria pengujiannya adalah H0 ditolak jika angka signifikasi yang dihasilkan lebih kecil dari 0,05 atau H0 ditolak jika ݐ௛௜௧௨௡௚


(65)

65

ݐ௧௔௕௘௟. Harga ݐ௛௜௧௨௡௚ dapat dicari dengan rumus berikut ݐ ൌ ݔҧ௘െ ߤݏ

ξ݊ dengan:

ݔҧ௘: rata-rata skor gain kelas eksperimen ߤ଴: nilai yang dihipotesiskan

ݏ: simpangan baku ݊: banyaknya siswa

Hipotesis di atas dapat diartikan bahwa pendekatan kontekstual tidak efektif terhadap dari pemahaman konsep matematika yaitu jika skor gain ternormalisasi memperoleh nilai ൑ ͲǡͶͲ. Pendekatan kontesktual efektif terhadap pemahaman konsep matematika jika skor gain ternormalisasi tes pemahaman konsep ൐ ͲǡͶͲ, karena kriteria keefektifan pendekatan kontekstual terhadap pemahaman konsep ditetapkan jika skor gain ternormalisasi mencapai 0,40 atau minimal berada pada kategori baik.

2) Uji hipotesis kedua

Uji hipotesis kedua untuk menjawab rumusan masalah yang kedua yaitu apakah pendekatan kontekstual efektif terhadap motivasi belajar siswa. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut sebagai berikut:

Secara statistik, hipotesis dapat disimbolkan sebagai berikut. H0 : ߤ ൑ ͲǡͲͶ


(66)

66 H1: ߤ ൐ ͲǡͲͶ

Keterangan:

ߤ: rata-rata skor gain ternormalisasi motivasi belajar kelas eksperimen

Kriteria pengujiannya adalah H0 ditolak jika angka signifikasi yang dihasilkan lebih kecil dari 0,05 atau H0 ditolak jika ݐ௛௜௧௨௡௚ ൐ ݐ௧௔௕௘௟. Uji hipotesis menggunakan bantuan SPSS versi 23.

Hipotesis di atas dapat diartikan bahwa pendekatan kontekstual tidak efektif ditinjau dari motivasi belajar siswa yaitu jika rata-rata skor gain ternormalisasi aspek motivasi belajar siswa memperoleh nilai ൑ ͲǡͲͶ. Pendekatan kontekstual dikatakan efektif jika rata-rata skor gain ternormalisasi aspek motivasi belajar siswa memperoleh nilai ൐ ͲǡͲͶ.

3) Uji hipotesis ketiga

Uji hipotesis ketiga untuk menjawab rumusan masalah yang ketiga yaitu apakah pendekatan konvensional efektif terhadap pemahaman konsep matematika. Secara statistik, hipotesis dapat disimbolkan sebagai berikut.

H0 : ߤ ൑ ͲǡͶͲ H1 : ߤ ൐ ͲǡͶͲ Keterangan:

ߤ: skor gain ternormalisasi tes pemahaman konsep matematika kelas kontrol


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh pendekatan konstruktivisme strategi react terhadap kemampuan pemahaman relasional matematis siswa : Penelitian quasi eksperimen di kelas VIII SMPN 18 Kota Tangerang Selatan

0 7 0

Pengaruh Pendekatan KOntekstual Strategi REACT Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa

0 5 170

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN TSTS DENGAN STRATEGI REACT TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VII

0 21 523

PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN PEMAHAMAN KONSEP GARIS DAN SUDUT MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DENGAN PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN PEMAHAMAN KONSEP GARIS DAN SUDUT MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DENGAN INQUIRY TERBIMBING (PTK Pembelajaran Matematika Di Kelas VII

0 0 18

PENDAHULUAN PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN PEMAHAMAN KONSEP GARIS DAN SUDUT MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DENGAN INQUIRY TERBIMBING (PTK Pembelajaran Matematika Di Kelas VII SMP N 2 Sidoharjo).

0 0 7

Penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual untuk materi garis dan sudut pada kelas VIIA SMP Kanisius Gayam Yogyakart

1 4 207

PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIMEDIA INTERAKTIF PADA MATERI GARIS DAN SUDUT UNTUK SISWA SMP DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL.

0 0 325

Pengaruh Strategi React Terhadap Penalaran Induktif Matematis Dan Motivasi Belajar Matematika Siswa SMP

0 1 12

PENGARUH PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA SMP PADA MATERI GARIS DAN SUDUT

0 0 13

PENGARUH PENERAPAN STRATEGI QUANTUM LEARNING TERHADAP MOTIVASI BELAJAR DAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA

0 0 13