KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN TSTS DENGAN STRATEGI REACT TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VII

(1)

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN TSTS

DENGAN STRATEGI REACT TERHADAP

KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN

MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VII

skripsi

disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

oleh Dian Sri Astuti

4101411117

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

ii

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa skripsi ini bebas plagiat, dan apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam skripsi ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan.

Semarang, November 2015

Dian Sri Astuti 4101411117


(3)

iii

PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul

Keefektifan Model Pem belajaran TSTS Dengan Strategi REACT Terhadap Kemampuan Koneksi Matematis Dan Motivasi Belajar Siswa Kelas VII

Disusun oleh

Dian Sri Astuti 4101411117

telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi FMIPA UNNES pada tanggal 12 November 2015.

Panitia

Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Zaenuri, S.E., M.Si., Akt. Drs. Arief Agoestanto, M.Si

NIP. 196412231988031001 NIP.196807221993031005

Ketua Penguji Drs. Suhito, M.Pd.

NIP. 195311031976121001

Anggota Penguji/ Anggota Penguji/

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dra. Kristina Wijayanti, MS Dr. Isti Hidayah, M. Pd


(4)

iv

MOTTO

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”

(QS. Al-Insyiroh: 5)

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”

(QS. Al-Baqarah: 286)

PERSEMBAHAN

Untuk Ayah, Ibu, Kakak, Adik, dan Teman-teman yang selalu mendoakan dan mendukungku


(5)

v

PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi yang berjudul Keefektifan Model Pembelajaran TSTS Dengan Strategi REACT Terhadap Kemampuan Koneksi Matematis Dan Motivasi Belajar Siswa Kelas VII

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak baik berupa saran, bimbingan, petunjuk, dan bantuan dalam bentuk lain. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang; 2. Prof. Dr. Zaenuri M., S.E., M.Si., Akt., Dekan FMIPA Universitas Negeri

Semarang;

3. Drs. Arief Agoestanto, M.Si., Ketua Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang;

4. Dra. Kristina Wijayanti, MS., Dosen Pembimbing 1 yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran bagi penulis selama penyusunan skripsi;

5. Dr. Isti Hidayah, M.Pd., Dosen Pembimbing 2 yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran bagi penulis selama penyusunan skripsi;

6. Dosen Penguji yang telah memberikan arahan dan saran perbaikan;

7. Seluruh dosen Jurusan Matematika, atas ilmu yang telah diberikan selama menempuh studi;

8. Sri Puji Marimah Yuliana, S.Pd., M.Pd., Kepala SMP Negeri 13 Semarang yang telah memberikan izin penelitian;


(6)

vi

9. Kuswanti, S.Pd. Guru matematika kelas VII SMP Negeri 13 Semarang yang telah membantu terlaksananya penelitian ini;

10. Peserta didik kelas VII SMP Negeri 13 Semarang atas kesediaannya menjadi objek penelitian ini;

11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan, motivasi serta doa kepada penulis.

Penulis berharap semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi kemajuan pendidikan khususnya pengembangan pendidikan matematika.

Semarang, November 2015


(7)

vii

ABSTRAK

Astuti, Dian Sri. 2015. Keefektifan Model Pembelajaran TSTS Dengan Strategi REACT Terhadap Kemampuan Koneksi Matematis Dan Motivasi Belajar Siswa Kelas VII. Skripsi, Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I: Dra. Kristina Wijayanti, MS., Pembimbing II: Dr. Isti Hidayah, M.Pd.

Kata Kunci: Kemampuan Koneksi Matematis, Model TSTS, Motivasi Belajar, Strategi REACT.

Kemampuan koneksi matematis dan motivasi belajar merupakan hal penting dalam pembelajaran matematika. Beberapa cara untuk meningkatkannya adalah menggunakan model pembelajaran TSTS dengan strategi REACT. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan model pembelajaran TSTS dengan strategi REACT terhadap kemampuan koneksi matematis dan motivasi belajar siswa kelas VII.

Desain penelitian yang digunakan adalah Posttest-Only Control Design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII semester I SMP Negeri 13 Semarang tahun pelajaran 2015/2016. Dalam penelitian ini, diambil secara acak dua kelas dari populasi untuk dijadikan sampel. Dari pengambilan sampel tersebut, terpilih kelas VII E sebagai kelas eksperimen yang diberi model pembelajaran TSTS dengan strategi REACT dan kelas VII C sebagai kelas kontrol yang diberi model pembelajaran konvensional dengan metode ceramah, tanya jawab, dan diskusi. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi, observasi, tes, dan skala likert. Teknis analisis data yang digunakan adalah uji proporsi satu pihak dan uji-t.

Analisis data awal menunjukkan bahwa sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal, homogen, dan memiliki rata-rata kelas yang sama. Hasil analisis data akhir menunjukkan bahwa (1) kemampuan koneksi matematis siswa di kelas yang mendapat model pembelajaran TSTS dengan strategi REACT mencapai ketuntasan klasikal, (2) kemampuan koneksi matematis siswa di kelas yang mendapat model pembelajaran TSTS dengan strategi REACT lebih baik dari kemampuan koneksi matematis siswa di kelas yang mendapat model pembelajaran konvensional dengan metode ceramah, tanya jawab, dan diskusi, (3) motivasi belajar siswa di kelas yang mendapat model pembelajaran TSTS dengan strategi REACT lebih baik dari motivasi belajar siswa di kelas yang mendapat model pembelajaran konvensional dengan metode ceramah, tanya jawab, dan diskusi. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran TSTS dengan strategi REACT efektif terhadap kemampuan koneksi matematis dan motivasi belajar siswa kelas VII.


(8)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN ... ii

PENGESAHAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

PRAKATA ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 12

1.3 Tujuan Penelitian ... 12

1.4 Manfaat Penelitian ... 12

1.5 Batasan Istilah ... 13

1.6 Sistematika Penulisan Skripsi ... 17

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 19

2.1 Landasan teori ... 19


(9)

ix

2.1.2 Model Pembelajaran TSTS (Two Stay Two Stray) ... 23

2.1.3 Strategi Pembelajaran REACT ... 29

2.1.4 Model TSTS dengan Strategi REACT ... 32

2.1.5 Model Konvensional ... 34

2.1.6 Kemampuan Koneksi Matematis ... 35

2.1.7 Motivasi Belajar ... 36

2.1.8 Lembar Kerja Siswa ... 37

2.1.9 Materi Pokok Persamaan Linier Satu Variabel ... 38

2.2 Kajian Penelitian Relevan ... 40

2.3 Kerangka Berpikir ... 41

2.4 Hipotesis Penelitian ... 46

3. METODE PENELITIAN ... 47

3.1 Penentuan Objek Penelitian ... 47

3.1.1 Populasi ... 47

3.1.2 Sampel ... 47

3.2 Variabel Penelitian ... 48

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 49

3.4 Desain Penelitian ... 51

3.5 Prosedur Penelitian ... 51

3.6 Instrumen Penelitian ... 54

3.6.1 Instrumen Tes Kemampuan Koneksi Matematis ... 54

3.6.2 Instrumen Skala Motivasi Belajar ... 55


(10)

x

3.6.4 Instrumen Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa ... 56

3.7 Analisis Instrumen Penelitian ... 57

3.7.1 Instrumen Tes Kemampuan Koneksi Matematis ... 57

3.7.2 Instrumen Skala Motivasi Belajar ... 62

3.8 Analisis Data Awal ... 64

3.8.1 Uji Normalitas ... 64

3.8.2 Uji Homogenitas ... 66

3.8.3 Uji Kesamaan Rata-rata ... 66

3.9 Analisis Data Akhir ... 68

3.9.1 Uji Normalitas ... 68

3.9.2 Uji Homogenitas ... 69

3.9.3 Uji Hipotesis I ... 70

3.9.4 Uji Hipotesis II ... 71

3.9.5 Uji Hipotesis III ... 72

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 74

4.1 Hasil Penelitian ... 74

4.1.1 Analisis Data Awal ... 74

4.1.2 Analisis Data Akhir ... 76

4.1.2.1 Hasil Uji Normalitas Data Akhir TKKM ... 76

4.1.2.2 Hasil Uji Homogenitas Data Akhir TKKM ... 77

4.1.2.3 Hasil Uji Normalitas Data Akhir Skala... 78

4.1.2.4 Hasil Uji Homogenitas Data Akhir Skala ... 78


(11)

xi

4.1.2.6 Hasil Uji Hipotesis II ... 79

4.1.2.7 Hasil Uji Hipotesis III ... 80

4.1.3 Pelaksanaan Penelitian ... 81

4.1.3.1 Pengamatan Aktivitas Siswa Kelas Eksperimen . 86 4.1.3.2 Pengamatan Aktivitas Siswa Kelas Kontrol ... 90

4.1.3.3 Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen .... 93

4.1.3.4 Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol... 102

4.2 Pembahasan ... 107

4.2.1 Hasil Kemampuan Koneksi Matematis ... 107

4.2.2 Hasil Motivasi Belajar ... 116

5. PENUTUP ... 121

5.1 Simpulan ... 121

5.2 Saran ... 121

DAFTAR PUSTAKA ... 123


(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Daya Serap Siswa SMP di Kabupaten Semarang ... 3

1.2 Daya Serap Siswa SMP N 13 Semarang ... 4

2.1 Sintaks Model TSTS ... 24

2.2 Sistem Sosial Model TSTS ... 25

2.3 Prinsi Reaksi Model TSTS ... 27

2.4 Aktivitas Strategi REACT ... 30

2.5 Tujuan Strategi REACT ... 31

2.6 Langkah-langkah Model TSTS dengan Strategi REACT ... 32


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Bagan Kerangka Berpikir ... 45 3.1 Skema Langkah-langkah Penelitian... 53

4.1 Hasil Pekerjaan Siswa Kelas Eksperimen untuk Soal Nomor 1……. 109

4.2 Hasil Pekerjaan Siswa Kelas Eksperimen untuk Soal Nomor 2……. 111 4.3 Hasil Pekerjaan Siswa Kelas Eksperimen untuk Soal Nomor 3……. 112


(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Daftar Nama Siswa Kelas Uji Coba ... 127

2. Daftar Nama Siswa Kelas Eksperimen ... 129

3. Daftar Nama Siswa Kelas Kontrol ... 131

4. Silabus Pembelajaran Kelas Uji Coba ... 133

5. Silabus Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 137

6. Silabus Pembelajaran Kelas Kontrol ... 141

7. RPP Kelas Uji Coba Pertemuan I ... 145

8. RPP Kelas Uji Coba Pertemuan II ... 153

9. RPP Kelas Uji Coba Pertemuan III ... 161

10. RPP Kelas Uji Coba Pertemuan IV ... 169

11. RPP Kelas Eksperimen Pertemuan I ... 177

12. RPP Kelas Eksperimen Pertemuan II ... 186

13. RPP Kelas Eksperimen Pertemuan III ... 196

14. RPP Kelas Eksperimen Pertemuan IV ... 206

15. RPP Kelas Kontrol Pertemuan I... 216

16. RPP Kelas Kontrol Pertemuan II ... 224

17. RPP Kelas Kontrol Pertemuan III ... 232

18. RPP Kelas Kontrol Pertemuan IV ... 241

19. Lembar Kerja Siswa I ... 249

20. Lembar Kerja Siswa II ... 254


(15)

xv

22. Lembar Kerja Siswa IV ... 262

23. Jawaban Lembar Kerja Siswa I ... 266

24. Jawaban Lembar Kerja Siswa II ... 271

25. Jawaban Lembar Kerja Siswa III ... 276

26. Jawaban Lembar Kerja Siswa IV ... 281

27. Kuis Pertemuan I ... 285

28. Kuis Pertemuan II ... 286

29. Kuis Pertemuan III ... 287

30. Kuis Pertemuan IV ... 288

31. Jawaban Kuis Pertemuan I ... 289

32. Jawaban Kuis Pertemuan II ... 291

33. Jawaban Kuis Pertemuan III ... 294

34. Jawaban Kuis Pertemuan IV ... 297

35. Kisi-Kisi Skala Uji Coba Motivasi Belajar ... 300

36. Skala Uji Coba Motivasi Belajar ... 301

37. Lembar Validasi Skala Motivasi Belajar ... 304

38. Pedoman Penskoran Skala Uji Coba Motivasi Belajar ... 307

39. Analisis Skala Uji Coba Motivasi Belajar ... 309

40. Kisi-Kisi Soal Uji Coba Tes Kemampuan Koneksi Matematis ... 320

41. Soal Uji Coba Tes Kemampuan Koneksi Matematis... 326

42. Jawaban Soal Uji Coba Tes Kemampuan Koneksi Matematis ... 329

43. Analisis Soal Uji Coba Tes Kemampuan Koneksi Matematis ... 358


(16)

xvi

45. Skala Motivasi Belajar ... 371

46. Pedoman Penskoran Skala Motivasi Belajar ... 373

47. Kisi-Kisi Soal Tes Kemampuan Koneksi Matematis ... 375

48. Soal Tes Kemampuan Koneksi Matematis ... 379

49. Jawaban Soal Tes Kemampuan Koneksi Matematis ... 381

50. Data Awal Siswa ... 396

51. Uji Normalitas Data Awal ... 397

52. Uji Homogenitas Data Awal ... 399

53. Uji Kesamaan Rata-Rata Data Awal ... 401

54. Data Akhir Tes Kemampuan Koneksi Matematis ... 403

55. Uji Normalitas Data Akhir Tes Kemampuan Koneksi Matematis ... 404

56. Uji Homogenitas Data Akhir Tes Kemampuan Koneksi Matematis 406 57. Data Akhir Skala Motivasi Belajar ... 408

58. Uji Normalitas Data Akhir Skala Motivasi Belajar ... 409

59. Uji Homogenitas Data Akhir Skala Motivasi Belajar ... 411

60. Uji Hipotesis I ... 413

61. Uji Hipotesis II ... 415

62. Uji Hipotesis III ... 417

63. Lembar Pengamatan Aktivitas Guru Kelas Uji Coba Pertemuan I ... 419 64. Lembar Pengamatan Aktivitas Guru Kelas Uji Coba Pertemuan II . 422 65. Lembar Pengamatan Aktivitas Guru Kelas Uji Coba Pertemuan III 426 66. Lembar Pengamatan Aktivitas Guru Kelas Uji Coba Pertemuan IV 430 67. Lembar Pengamatan Aktivitas Guru Kelas Eksperimen Pertemuan I 434


(17)

xvii

68. Lembar Pengamatan Aktivitas Guru Kelas Eksperimen Pertemuan II 438 69. Lembar Pengamatan Aktivitas Guru Kelas Eksperimen Pertemuan III 442 70. Lembar Pengamatan Aktivitas Guru Kelas Eksperimen Pertemuan IV 446

71. Lembar Pengamatan Aktivitas Guru Kelas Kontrol Pertemuan I ... 450

72. Lembar Pengamatan Aktivitas Guru Kelas Kontrol Pertemuan II ... 454

73. Lembar Pengamatan Aktivitas Guru Kelas Kontrol Pertemuan III .. 458

74. Lembar Pengamatan Aktivitas Guru Kelas Kontrol Pertemuan IV .. 462

75. Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa Kelas Uji Coba Pertemuan I 466

76. Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa Kelas Uji Coba Pertemuan II 468 77. Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa Kelas Uji Coba Pertemuan III 470 78. Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa Kelas Uji Coba Pertemuan IV 472 79. Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa Kelas Eksperimen Pertemuan I 474 80. Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa Kelas Eksperimen Pertemuan II 477 81. Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa Kelas Eksperimen Pertemuan III 480 82. Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa Kelas Eksperimen Pertemuan IV 482 83. Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa Kelas Kontrol Pertemuan I ... 484

84. Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa Kelas Kontrol Pertemuan II .. 486

85. Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa Kelas Kontrol Pertemuan III . 488 86. Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa Kelas Kontrol Pertemuan IV 490

87. SK Dosen Pembimbing ... 492

88. Dokumentasi Foto ... 493

89. Surat Ijin Penelitian ... 496


(18)

xviii

91. Daftar Tabel F ... 498

92. Daftar Distribusi Chi Kuadrat ... 502

93. Daftar Distribusi Normal ... 503

94. Daftar Nilai R Product Moment ... 504


(19)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana yang diselenggarakan untuk mencapai suatu tujuan. Salah satu tujuan pendidikan yang tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia no. 20 tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka pendidikan harus dilaksanakan dengan baik dan menyeluruh yang meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai luhur yang diperlukan oleh setiap siswa.

Matematika memiliki peranan yang penting dalam meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas karena melalui matematika, siswa dapat dilatih untuk memiliki pemikiran kritis, sistematis, logis, kreatif, dan kemauan kerjasama yang efektif. Matematika memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan kehidupan sehari-hari dan bidang ilmu lain. Betapa pentingnya matematika diberikan di sekolah baik dari tingkat dasar, menengah, maupun perguruan tinggi.

Salah satu tujuan pendidikan matematika sebagaimana yang terdapat dalam Standar Isi KTSP 2006 adalah agar siswa memiliki kemampuan memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam menyelesaikan masalah. Hal tersebut berarti bahwa setelah mempelajari


(20)

matematika, siswa harus mampu mengaitkan berbagai konsep baik di dalam matematika maupun di luar matematika.

Tujuan pelajaran matematika dalam uraian diatas sejalan dengan standar proses yang dikeluarkan oleh NCTM yaitu standar koneksi. Dalam standar koneksi, NCTM menyebutkan bahwa program pembelajaran matematika dari pendidikan anak usia dini hingga kelas 12 harus memungkinkan siswa untuk (1) mengenali dan menggunakan koneksi antar ide-ide matematika; (2) memahami bagaimana ide-ide matematika saling terkoneksi, dan membangunnya satu sama lain untuk menghasilkan suatu kesatuan yang utuh; dan (3) mengenali dan menggunakan matematika dalam konteks di luar matematika, keterkaitan antara konsep matematika dengan matematika (antar topik dalam matematika), matematika dengan bidang ilmu lain, dan matematika dengan kehidupan nyata. Menurut Gordah (2013: 11), kemampuan dalam mengaitkan konsep matematika dengan matematika (antar topik dalam matematika), matematika dengan bidang ilmu lain, dan matematika dengan kehidupan nyata disebut kemampuan koneksi matematis.

Menurut NCTM (2000: 64), pentingnya koneksi matematis adalah ”When students can connect mathematical ideas, their understanding is deeper and more lasting”. Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa ketika seorang siswa mampu membuat koneksi ide-ide matematika, pemahaman mereka akan lebih dalam dan lebih lama tersimpan dalam memori otak. Koneksi membantu siswa mengingat keterampilan dan konsep-konsep serta menggunakannya secara tepat ketika menghadapi situasi untuk pemecahan masalah. Koneksi juga membuat


(21)

siswa mampu untuk mengaplikasikan pengetahuan mereka tidak hanya dalam matematika saja namun juga dalam bidang ilmu lain dan kehidupan sehari-hari.

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa kemampuan koneksi matematis merupakan kemampuan yang seharusnya dimiliki oleh setiap siswa untuk memecahkan masalah matematika tak terkecuali siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Akan tetapi, kenyataan yang terjadi di lapangan justru sebaliknya. Peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa SMP masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini terlihat dari hasil UN tingkat SMP di Jawa Tengah tahun pelajaran 2012/2013 bahwa pada soal-soal dengan aspek koneksi matematis pencapaian siswa masih rendah dengan rata-rata daya serap siswa di tingkat kabupaten hanya sebesar 57,46% bahkan di tingkat propinsi hanya 46,72%. Daya serap siswa SMP di Kabupaten Semarang untuk aspek-aspek koneksi matematis dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut ini.

Tabel 1.1 Daya Serap Siswa SMP di Kabupeten Semarang untuk Aspek Koneksi Matematis

Kemampuan yang di uji Kota/Kab Propinsi Nasional Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan

perbandingan.

75,91 63,40 67,55 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan

aritmetika sosial.

59,89 48,43 60,27 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan

barisan bilangan dan deret

54,64 45,16 57,36 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan

persamaan/ pertidaksamaan linier satu variabel .

65,30 54,16 58,93 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan

fungsi

66,12 53,63 59,63 Menentukan gradient, persamaan garis, atau

grafiknya

54,80 43,36 53,12 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan

sistem persamaan linier dua variabel.

69,74 55,72 61,31 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan

hubungan dua garis, besar sudut.

41,54 33,45 43,12 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan

unsur-unsur lingkaran/hubungan dua lingkaran.

52,17 39,65 52,80 Menentukan ukuran pemusatan atau

menggunakannya untuk menyelesaikan masalah


(22)

sehari-hari.

Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas atau keliling bangun datar.

57,90 48,52 54,03 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas

atau volume bangun ruang.

40,35 33,40 43,11

Rata-Rata 57,46 46,72 55,06

(Sumber: Hasil UN SMP di Jawa Tengah Tahun 2012/2013, BSNP 2013) Hal serupa ditunjukkan hasil UN matematika siswa SMP N 13 Semarang tahun pelajaran 2012/2013. Rata-rata daya serap siswa pada aspek koneksi matematis masih rendah yaitu 64,27. Daya serap siswa SMP N 13 Semarang untuk aspek koneksi matematis dapat dilihat pada Tabel 1.2 berikut ini.

Tabel 1.2 Daya Serap Siswa SMP N 13 Semarang untuk Aspek Koneksi Matematis

Kemampuan yang di uji Sekolah Kota/Kab Propinsi Nasional Menyelesaikan masalah yang berkaitan

dengan perbandingan.

88,58 75,91 63,40 67,55 Menyelesaikan masalah yang berkaitan

dengan aritmetika sosial.

66,54 59,89 48,43 60,27 Menyelesaikan masalah yang berkaitan

dengan barisan bilangan dan deret

57,09 54,64 45,16 57,36 Menyelesaikan masalah yang berkaitan

dengan persamaan/ pertidaksamaan linier satu variabel .

67,72 65,30 54,16 58,93

Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan fungsi

77,95 66,12 53,63 59,63 Menentukan gradient, persamaan garis, atau

grafiknya

55,51 54,80 43,36 53,12 Menyelesaikan masalah yang berkaitan

dengan sistem persamaan linier dua variabel.

80,31 69,74 55,72 61,31 Menyelesaikan masalah yang berkaitan

dengan hubungan dua garis, besar sudut.

46,06 41,54 33,45 43,12 Menyelesaikan masalah yang berkaitan

dengan unsur-unsur lingkaran/hubungan dua lingkaran.

50,39 52,17 39,65 52,80

Menentukan ukuran pemusatan atau menggunakannya untuk menyelesaikan masalah sehari-hari.

60,24 51,19 41,72 49,51

Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas atau keliling bangun datar.

73,82 57,90 48,52 54,03 Menyelesaikan masalah yang berkaitan

dengan luas atau volume bangun ruang.

47,05 40,35 33,40 43,11

Rata-Rata 64,27 57,46 46,72 55,06


(23)

Selain kemampuan koneksi matematis, aspek penting lainnya yang harus diperhatikan dalam proses pembelajaran matematika adalah motivasi belajar siswa terhadap matematika. Hal tersebut sesuai dengan salah satu tujuan pendidikan matematika sebagaimana yang terdapat dalam Standar Isi KTSP 2006 yaitu agar siswa memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Menurut Sardiman (2006: 75), hasil belajar akan optimal kalau ada motivasi yang tepat. Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar, dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki dari subjek belajar itu dapat

tercapai. Dikatakan “keseluruhan” karena pada umumnya ada beberapa motif

yang bersama-sama menggerakkan siswa untuk belajar. Siswa yang memiliki motivasi yang kuat akan memiliki banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar. Dengan adanya motivasi yang baik, siswa akan melakukan suatu usaha untuk mencapai tujuan belajar yang diharapkan. Seorang siswa yang memiliki intelegensi cukup tinggi, boleh jadi gagal karena kekurangan motivasi. Jadi, motivasi sangat diperlukan dalam belajar ilmu akademik terutama ilmu matematika.

Berdasarkan hal-hal di atas, kemampuan koneksi matematis dan motivasi belajar merupakan tujuan pembelajaran matematika yang sangat penting. Dengan kemampuan koneksi matematis, siswa dapat menyelesaikan masalah-masalah


(24)

yang berkaitan dengan matematika yang dalam prosesnya siswa akan mengenali dan menggunakan koneksi antar ide matematika, memahami bagaimana ide-ide matematika saling terkoneksi dan membangunnya satu sama lain untuk menghasilkan suatu kesatuan yang utuh, serta mengenali dan menggunakan matematika dalam bidang ilmu lain dan kehidupan nyata. Sementara itu, dengan adanya motivasi belajar akan membuat siswa terus berupaya dan bersemangat untuk terus mempelajari suatu materi dengan lebih mendalam dan meluas.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan guru matematika di SMP N 13 Semarang, beliau mengatakan bahwa (1) Banyak siswa yang tidak dapat memaknai konsep-konsep dan rumus-rumus matematika sehingga siswa hanya menghafal konsep dan rumus-rumus tersebut pada saat akan ada ulangan saja. Setelah ulangan itu berlalu, siswa mengaku lupa dengan konsep dan rumus-rumus yang pernah dihafalkan oleh siswa tersebut. Akibatnya, pada saat guru menjelaskan materi yang baru, banyak siswa yang tidak bisa mengkoneksikan materi sebelumnya dengan materi yang sedang dipelajari; (2) Banyak siswa yang masih mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal cerita, padahal soal cerita yang diberikan meliputi masalah-masalah matematika yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari; (3) Banyak siswa yang tidak bisa menggunakan konsep-konsep matematika ke dalam bidang ilmu lain seperti ilmu ekonomi dan ilmu fisika sehingga tidak hanya pada mata pelajaran matematika saja yang nilai rata-ratanya berada di bawah KKM, namun nilai rata-rata mata pelajaran lain seperti IPS dan IPA juga berada di bawah KKM; (4) Masih banyak siswa yang menganggap matematika adalah mata pelajaran yang sulit. Hal itu dapat dilihat


(25)

pada saat diberi tugas, siswa hanya meniru pekerjaan teman tanpa mau memahami langkah-langkah mengerjakannya; (5) Aktifitas dan motivasi belajar siswa kurang berkembang. Hal itu dapat dilihat pada saat diskusi kelompok, siswa masih ada yang malu untuk bertanya kepada guru dan tidak lebih dari 3 anak yang bersedia maju untuk mencoba mengerjakan soal-soal matematika.

Hal ini memperlihatkan kurangnya keefektifan dalam pembelajaran yang dilakukan di kelas. Faktor yang menjadi penyebab terjadinya hal tersebut salah satunya adalah proses pembelajaran yang dilakukan belum maksimal. Berdasarkan hasil observasi di kelas, guru cenderung memindahkan pengetahuan yang dimiliki ke pikiran siswa. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran di kelas, guru terlebih dahulu menjelaskan konsep secara informatif, mengadakan tanya jawab untuk mengkaji materi, memberikan contoh soal, memberikan kesempatan siswa untuk mencatat apa yang sudah ditulis di papan tulis, memberikan soal-soal latihan, kemudian memberi kesempatan kepada siswa untuk maju menyelesaikan soal-soal latihan tersebut. Aktifitas seperti ini menyebabkan siswa menjadi mudah bosan sehingga motivasi belajar siswa rendah. Selain itu, aktifitas tersebut menyebabkan terjadinya penghafalan konsep dan prosedur sehingga kemampuan koneksi matematis siswa rendah karena tidak distimulus oleh guru.

Kemampuan koneksi matematis dan motivasi belajar siswa SMP sangat diperlukan sejak awal melalui pembelajaran di kelas VII sebagai bekal untuk melanjutkan ke kelas VIII dan IX. Jika kemampuan koneksi matematis dan motivasi belajar yang baik sudah dimiliki oleh siswa sejak kelas VII, maka untuk melanjutkan ke kelas VIII dan IX akan lebih mudah bagi siswa tersebut untuk


(26)

dapat memperoleh hasil belajar yang baik. Salah satu materi dari mata pelajaran matematika yang termuat dalam Standar Isi dan Standar Proses SMP kelas VII adalah persamaan linier satu variabel. Menurut guru matematika di SMP N 13 Semarang, masih banyak siswa yang kesulitan untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan persamaan linier satu variabel. Penguasaan siswa pada materi ini masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari data hasil UN SMP N 13 Semarang tahun pelajaran 2012/2013 dengan presentase daya serap kemampuan menyelesaikan masalah dalam keseharian yang berkaitan dengan konsep persamaan linear satu variabel adalah 67,72%.

Berdasarkan hal di atas, guru sebagai pembimbing siswa perlu memilih model pembelajaran yang tepat. Banyak model pembelajaran yang dapat diterapkan untuk mengembangkan kemampuan koneksi matematis dan motivasi belajar siswa, diantaranya model Two Stay Two Stray (TSTS). Menurut Lie (2004: 61-62), model pembelajaran tipe Two Stay Two Stray (TSTS) merupakan model pembelajaran kooperatif yang menuntut setiap kelompok mencari informasi dan memahami keterkaitan antara informasi yang telah dimiliki kelompoknya dengan informasi yang diperoleh dari kelompok lain, selanjutnya setiap kelompok mempertimbangkan jawaban manakah yang paling tepat. Dengan demikian, model TSTS dapat menciptakan suatu pembelajaran yang merangsang siswa untuk melakukan eksplorasi, menemukan dan memperoleh pengalaman, mencetak sejumlah pemikir kreatif dan pembuat keputusan kritikal dalam suatu proses pemecahan masalah.


(27)

Tahap-tahap yang ada pada model TSTS adalah sebagai berikut: (1) tahap persiapan, guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok, (2) tahap presentasi guru, guru mengkaji materi dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong siswa mengkaitkan materi yang sedang dipelajari dengan materi sebelumnya dan dengan kehidupan sehari-hari, (3) tahap kegiatan kelompok, setiap kelompok mendapat LKS untuk didiskusikan bersama kelompoknya, lalu siswa sebagai tamu berkunjung ke kelompok lain untuk mencari informasi dan memahami keterkaitan antara informasi yang dimiliki kelompoknya dengan informasi yang dimiliki kelompok lain, sedangkan siswa sebagai tuan rumah menjelaskan informasi kepada tamu yang datang, kemudian siswa sebagai tamu kembali ke kelompoknya untuk berdiskusi dan memahami keterkaitan antara informasi yang diperoleh dengan permasalahan yang ada pada LKS, serta mempertimbangkan jawaban manakah yang paling tepat, (4) tahap formalisasi, salah satu kelompok mempresentasikan hasil kerja, guru memberi kuis dan penghargaan kepada kelompok terbaik.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Jupri (2010: 83) menyatakan bahwa penggunaan model TSTS dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan hasil belajar siswa karena di dalam model TSTS terdapat tahap presentasi guru dimana guru mengkaji materi dengan memberikan serangkaian pertanyaan yang dapat mendorong siswa mengkaitkan materi yang sedang dipelajari dengan materi sebelumnya dan dengan kehidupan sehari-hari. Selain itu, juga terdapat kegiatan kelompok yang memungkinkan terjadinya transfer ilmu antar siswa sehingga siswa menjadi lebih aktif dalam mencari pengetahuan, saling


(28)

melengkapi materi, dan saling bertukar informasi sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna dan mendorong siswa mengkaitkan berbagai informasi tersebut untuk mengkonstruk pengetahuannya sendiri. Pada model TSTS juga terdapat pengakuan tim, tanggung jawab kelompok dalam pembelajaran individu, tanggung jawab individu dalam menjalankan peran sebagai tamu ataupun tuan rumah, dan adanya pemberian penghargaan bagi kelompok terbaik sehingga dapat menciptakan suatu proses pembelajaran yang menarik, menyenangkan, dan dapat memotivasi siswa mengikuti kegiatan pembelajaran. Melalui model TSTS diharapkan dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematis dan motivasi belajar siswa.

Selain model pembelajaran, strategi pembelajaran yang tepat dan sesuai juga sangat diperlukan agar keaktifan dan kemampuan matematis siswa dapat berkembang secara optimal. Menurut Abdussakir & Achadiyah (2009: 390), strategi pembelajaran yang diharapkan dapat mengaktifkan, memahamkan, dan mengembangkan daya pikir siswa adalah strategi yang dapat (1) mengaitkan materi dengan situasi nyata dan pengetahuan awal siswa; (2) melibatkan siswa dalam pemecahan masalah dan manipulasi alat peraga; (3) melibatkan siswa untuk belajar secara kooperatif; dan (4) memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan sendiri, mengaplikasikan, dan mentransfer konsep yang dipelajari. Salah satu strategi pembelajaran yang memenuhi kriteria tersebut adalah strategi REACT. Menurut Crawford (2001: 3), strategi REACT ini terdiri dari lima aspek yaitu (1) relating, bertujuan untuk mengaitkan materi yang sedang dipelajari dengan materi sebelumnya atau dengan kehidupan sehari-hari, (2) experiencing,


(29)

bertujuan untuk melakukan kegiatan matematika melalui eksplorasi, penemuan, dan pencarian, (3) applying, bertujuan untuk menerapkan pengetahuan yang telah dipelajari ke dalam kehidupan sehari-hari, (4) cooperating, bertujuan untuk melibatkan siswa secara aktif agar saling bekerjasama, sharing, dan berkomunikasi, dan (5) transferring, bertujuan untuk mentransfer pengetahuan yang telah dipelajari ke dalam konteks atau situasi baru yang belum pernah diperoleh sebelumnya.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuniawatika (2011: 116) menyatakan bahwa strategi REACT dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematis yang lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional karena dalam proses pembelajaran REACT terdapat kegiatan relating dimana siswa dapat menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan sebelumnya yang didapatkan siswa juga mampu menghubungkan ide-ide yang berkaitan dengan objek tertentu. Selain itu, Menurut Abdussakir & Achadiyah (2009: 390), strategi REACT mempunyai berbagai kelebihan yaitu (1) melalui aspek cooperating dapat mengembangkan sikap positif siswa, mengembangkan sikap menghargai diri-sendiri dan orang lain, mengembangkan rasa saling memiliki; (2) melalui aspek experiencing dapat mengembangkan keterampilan untuk masa depan, dan (3) melalui aspek applying dapat menjelaskan pentingnya materi dan aplikasinya secara langsung dalam kehidupan sehari-hari. Dengan beberapa kelebihan yang terdapat pada strategi REACT tersebut diharapkan mampu meningkatkan motivasi belajar siswa. Melalui model TSTS dengan strategi


(30)

REACT diharapkan dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematis dan motivasi belajar siswa secara optimal.

Berdasarkan hal-hal yang telah dijelaskan di atas, dilakukan penelitian

dengan judul “KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN TSTS DENGAN STRATEGI REACT TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VII”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut.

(1) Apakah model pembelajaran TSTS dengan strategi REACT efektif terhadap kemampuan koneksi matematis siswa kelas VII?

(2) Apakah model pembelajaran TSTS dengan strategi REACT efektif terhadap motivasi belajar siswa kelas VII?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

(1) Mengetahui keefektifan model pembelajaran TSTS dengan strategi REACT terhadap kemampuan koneksi matematis siswa kelas VII.

(2) Mengetahui keefektifan model pembelajaran TSTS dengan strategi REACT terhadap motivasi belajar siswa kelas VII.

1.4 Manfaat Penelitian

Setelah penelitian ini dilaksanakan, diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis.


(31)

1.4.1 Manfaat Teoritis

Memberikan wawasan secara nyata dalam dunia pendidikan bahwa peningkatan prestasi belajar matematika diantaranya dapat melalui penerapan model pembelajaran TSTS dengan strategi REACT.

1.4.2 Manfaat Praktis

(1) Bagi guru, penelitian ini dapat menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman tentang peningkatan prestasi belajar siswa melalui model pembelajaran TSTS dengan strategi REACT.

(2) Bagi siswa, hasil penelitian akan dapat meningkatkan prestasi belajar matematika pada materi persamaan linier satu variabel melalui model pembelajaran TSTS dengan strategi REACT, serta mereka merasa senang karena dilibatkan aktif dalam proses pembelajaran.

(3) Bagi pihak sekolah, penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang baik bagi sekolah dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya dapat meningkatkan mutu sekolah.

(4) Bagi peneliti, hasil penelitian ini adalah bagian dari pengabdian yang dapat dijadikan refleksi untuk terus mencari dan mengembangkan inovasi dalam hal pembelajaran menuju hasil yang lebih baik.

1.5 Pembatasan Istilah

Agar tidak terjadi salah penafsiran ataupun menimbulkan beberapa penafsiran dalam mengartikan judul, maka perlu diberikan penegasan istilah sebagai berikut.


(32)

1.5.1 Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

KKM terdiri dari dua macam, yakni KKM individual dan KKM klasikal. KKM individual merupakan batas minimal kriteria kemampuan yang harus dicapai siswa dalam pembelajaran. KKM individual siswa pada aspek kemampuan koneksi matematis yang ditetapkan pada penelitian ini adalah 61, sedangkan ketuntasan klasikalnya adalah 75%. KKM pada penelitian ini berbeda dengan KKM yang ditetapkan sekolah berdasarkan pertimbangan bahwa KKM yang ditetapkan pihak sekolah merupakan rata-rata KKM dari berbagai aspek, sedangkan menurut Tran Vui sebagaimana dikutip oleh Rosnawati (2009: 3) kemampuan koneksi matematis merupakan suatu kemampuan berpikir tingkat tinggi sehingga KKM untuk kemampuan koneksi matematis dalam penelitian ini ditetapkan lebih rendah dari KKM sekolah.

1.5.2 Kefektifan

Menurut KBBI (2008: 393), keefektifan berasal dari kata efektif yang berarti dapat membawa hasil atau berhasil guna. Adapun yang dimaksud dengan keefektifan dalam penelitian ini adalah keberhasilan penggunaan model pembelajaran TSTS dengan strategi REACT terhadap kemampuan koneksi matematis dan motivasi belajar siswa. Indikator keefektifan pembelajaran dalam penelitian adalah sebagai berikut.

(1) Kemampuan koneksi matematis kelas yang mendapat model pembelajaran TSTS dengan strategi REACT mencapai ketuntasan klasikal, yaitu sekurang-kurangnya 75% siswa mencapai ketuntasan individual.


(33)

(2) Kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapat model pembelajaran TSTS dengan strategi REACT lebih baik dari kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapat model pembelajaran konvensional dengan metode ceramah, tanya jawab, dan diskusi.

(3) Motivasi belajar siswa yang mendapat model pembelajaran TSTS dengan strategi REACT lebih baik dari motivasi belajar siswa yang mendapat model pembelajaran konvensional dengan metode ceramah, tanya jawab, dan diskusi.

1.5.3 Model Pembelajaran TSTS (Two Stay Two Stray)

Model pembelajaran TSTS yang dimaksud dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada kelompok untuk membagi hasil dan informasi dengan kelompok lain. Sintak dari model pembelajaran TSTS adalah (1) persiapan, (2) presentasi guru, (3) Kegiatan kelompok, dan (4) Formalisasi.

1.5.4 Strategi REACT (Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, dan Transferring)

Strategi REACT yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu strategi pembelajaran yang terdiri dari 5 aspek, yaitu (1) relating (mengaitkan), (2) experiencing (mengalami), (3) applying (menerapkan), (4) cooperating (bekerjasama), dan (5) transferring (mentransfer).

1.5.5 Model Pembelajaran TSTS dengan Strategi REACT

Model pembelajaran TSTS dengan strategi REACT yang dimaksud dalam penelitian ini adalah model TSTS yang dipadukan dengan strategi REACT


(34)

dimana kelima aspek yang terdapat pada strategi REACT meliputi relating, experiencing, applying, cooperating, dan transferring disisipkan pada langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran TSTS. Pada tahap pertama yaitu tahap persiapan disisipkan aspek cooperating. Pada tahap kedua yaitu tahap presentasi guru disisipkan aspek relating. Pada tahap ketiga yaitu tahap kegiatan kelompok disisipkan aspek experiencing, relating, applying,dan transferring.

1.5.6 Kemampuan Koneksi Matematis

Kemampuan koneksi matematis menurut Ruspiani sebagaimana dikutip oleh Permana & Sumarmo (2007: 117) adalah kemampuan mengaitkan konsep-konsep matematika baik antar konsep-konsep dalam matematika itu sendiri maupun mengaitkan konsep matematika dengan konsep dalam bidang lainnya. Kemampuan koneksi matematis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan dalam mengaitkan konsep matematika dengan matematika (antar topik dalam matematika), matematika dengan bidang ilmu lain, dan matematika dengan kehidupan nyata.

1.5.7 Motivasi Belajar

Menurut Slavin sebagaimana dikutip oleh Rifa’i & Anni (2011: 159) motivasi merupakan proses internal yang mengaktifkan, memandu, dan memelihara perilaku seseorang secara terus – menerus. Motivasi belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu proses internal yang dapat mengaktifkan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran.


(35)

1.6 Sistematika Penulisan Skripsi

Sistematika penulisan skripsi terbagi menjadi tiga bagian yakni sebagai berikut.

1.6.1 Bagian Awal Skripsi

Bagian awal skripsi berisi halaman judul, pernyataan keaslian tulisan, abstrak, pengesahan, persembahan, motto, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, dan daftar lampiran.

1.6.2 Bagian Inti Skripsi

Bagian inti skripsi terdiri dari lima bab sebagai berikut. Bab 1: Pendahuluan

Pendahuluan meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, dan sistematika penulisan skripsi. Bab 2: Tinjauan Pustaka

Dalam bab ini berisi teori-teori yang mendukung dalam pelaksanaan penelitian, tinjauan materi pelajaran, kerangka berpikir, kajian penelitian yang relevan, dan hipotesis yang dirumuskan.

Bab 3: Metode Penelitian

Bab ini berisi tentang populasi dan sampel penelitian, variabel penelitian, teknik pengumpulan data, prosedur penelitian, desain penelitian, instrumen penelitian, analisis instrumen, dan metode analisis data.

Bab 4: Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab ini memaparkan tentang hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian.


(36)

Bab 5: Penutup

Bab ini mengemukakan simpulan hasil penelitian dan saran-saran yang diberikan peneliti berdasarkan simpulan yang diperoleh.

1.6.3 Bagian Akhir Skripsi

Bagian akhir skripsi berisi daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang digunakan dalam penelitian.


(37)

19

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Belajar

Menurut Gagne dalam Rifa’i & Anni (2011: 84), belajar merupakan sebuah sistem yang di dalamnya terdapat berbagai unsur yang kait-mengait sehingga menghasilkan perubahan perilaku. Beberapa unsur yang dimaksud adalah siswa, rangsangan (stimulus), memori, dan respon. Kegiatan belajar akan terjadi pada diri siswa apabila terdapat interaksi antara stimulus dengan isi memori sehingga perilakunya berubah dari waktu sebelum dan setelah adanya stimulus tersebut. Apabila terjadi perubahan perilaku maka perubahan perilaku itu menjadi indikator bahwa peserta didik telah melakukan kegiatan belajar.

2.1.1.1 Teori Vigotsky

Ada tiga konsep yang dikembangkan dalam teori Vigotsky (Rifa’i & Anni, 2011: 34) yaitu (1) keahlian kognitif anak dapat dipahami apabila dianalisis dan diinterpretasikan secara developmental; (2) kemampuan kognitif dimediasi dengan kata, bahasa, dan bentuk diskursus yang berfungsi sebagai alat psikologis untuk membantu dan menstranformasi aktivitas mental; dan (3) kemampuan kognitif berasal dari relasi sosial dan dipengaruhi oleh latar belakang sosiokultural. Teori Vigotsky mengandung pandangan bahwa pengetahuan itu dipengaruhi situasi dan bersifat kolaboratif, artinya pengetahuan didistribusikan


(38)

diantara orang dan lingkungan yang mencakup obyek, artifak, alat buku, dan komunitas tempat orang berinteraksi dengan orang lain.

Dengan demikian, keterkaitan penelitian ini dengan pendekatan teori Vygotsky adalah interaksi sosial di mana siswa melakukan pekerjaan dengan membentuk kelompok kecil agar dapat merangsang siswa untuk aktif dalam mencari informasi dan berdiskusi.

2.1.1.2 Teori Piaget

Piaget dalam Rifa’i & Anni (2011: 207) mengemukakan tiga prinsip utama dalam pembelajaran yaitu:

(1) Belajar aktif

Proses pembelajaran merupakan proses aktif karena pengetahuan terbentuk dari dalam subjek belajar, sehingga untuk membantu perkembangan kognitif anak perlu diciptakan suatu kondisi belajar yang memungkinkan anak dapat belajar sendiri misalnya melakukan percobaan, memanipulasi simbol-simbol, mengajukan pertanyaan dan menjawab sendiri, membandingkan penemuannya sendiri dengan penemuan temannya.

(2) Belajar lewat interaksi sosial

Dalam belajar perlu diciptakan suasana yang memungkinkan terjadi interaksi di antara subjek belajar. Dengan interaksi sosial, perkembangan kognitif anak akan mengarah ke banyak pandangan, artinya khasanah kognitif anak akan diperkaya dengan macam-macam sudut pandangan dan alternatif tindakan.


(39)

(3) Belajar lewat pengalaman sendiri

Perkembangan kognitif anak akan lebih berarti apabila didasarkan pada pengalaman nyata daripada bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi. Dengan demikian, teori Piaget yang penting dalam penelitian ini adalah keterlibatan dan keaktifan siswa dalam pelaksanaan model TSTS dengan strategi REACT. Selain itu, siswa juga dapat menemukan pengetahuannya sendiri melalui belajar aktif. 2.1.1.3 Teori Belajar Ausubel

D.P. Ausubel dalam Hudojo (1988: 61) mengemukakan bahwa belajar dikatakan menjadi bermakna (meaningful) bila informasi yang akan dipelajari siswa disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa itu sehingga siswa itu dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Dengan belajar bermakna ini siswa menjadi kuat ingatannya dan transfer belajar mudah dicapai.

Belajar seharusnya merupakan apa yang disebut asimilasi bermakna, materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dipunyai sebelumnya. Untuk itu diperlukan dua persyaratan yaitu (1) materi yang secara potensial bermakna dan dipilih oleh guru dan harus sesuai dengan tingkat perkembangan dan pengetahuan masa lalu siswa; (2) diberikan dalam situasi belajar yang bermakna. Dalam hal ini faktor motivasional memegang peranan penting sebab siswa tidak akan mengasimilasikan materi baru tersebut apabila mereka tidak mempunyai keinginan dan pengetahuan bagaimana melakukannya.


(40)

Berdasarkan uraian di atas maka belajar bermakna menurut Ausubel adalah suatu proses belajar di mana siswa dapat menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya dan dalam pembelajaran bermakna diperlukan dua hal yaitu pilihan materi yang bermakna sesuai tingkat pemahaman dan pengetahuan yang dimiliki siswa dan situasi belajar yang bermakna yang dipengaruhi oleh motivasi.

Dengan demikian, penelitian ini memiliki keterkaitan dengan teori Ausubel yaitu adanya aspek relating yang terdapat pada strategi REACT. Aspek relating tersebut dapat melatih siswa mengaitkan materi yang sedang dipelajari dengan konteks pengalaman kehidupan nyata atau pengetahuan sebelumnya. Dalam model pembelajaran TSTS dengan strategi REACT ini siswa dihadapkan pada permasalahan-permasalahan dimana untuk menyelesaikan permasalahan tersebut siswa harus mampu menghubungkan antar konsep matematika, menghubungkan antara konsep matematika dengan kehidupan sehari-hari, dan menghubungkan antara konsep matematika dengan disiplin ilmu lain, sehingga siswa dapat mengaplikasikan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya untuk memecahkan masalah tersebut serta dapat berinteraksi secara langsung di lapangan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih bermakna.

2.1.1.4 Teori Thorndike

Di dalam teori belajar Thorndike, terdapat tiga macam hukum belajar. Ketiga macam hukum itu di antaranya (1) hukum kesiapan (the law of readiness), (2) hukum latihan (the law of exercise), dan (3) hukum akibat (the law of effect).


(41)

sesuatu memberikan hasil yang menyenangkan atau memuaskan, maka hubungan antara stimulus dan respon akan menjadi semakin kuat. Sebaliknya, apabila hasilnya tidak menyenangkan, maka kekuatan hubungan antara stimulus dan respon akan menjadi menurun. Dengan kata lain, apabila stimulus menimbulkan respon yang membawa hadiah (reward), maka hubungan antara stimulus dan respon akan menjadi kuat dan demikian pula sebaliknya.

Teori belajar stimulus-respon yang dikemukakan oleh Thorndike disebut juga koneksionisme. Teori ini menyatakan bahwa pada hakikatnya belajar merupakan proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon. Dari teori belajar ini, didapatkan bahwa belajar akan lebih berhasil bila respon siswa terhadap suatu stimulus segera diikuti dengan rasa senang. Rasa senang ini timbul sebagai akibat siswa mendapat pujian atau penghargaan lainnya.

Dalam penelitian ini, teori belajar Thorndike berhubungan erat ketika siswa telah menyelesaikan tugasnya dengan baik kemudian guru memberikan pujian atau penghargaan. Pemberian penghargaan terlihat pada model pembelajaran TSTS, di mana guru memberikan penghargaan berupa tepuk tangan dan nilai tambah kepada kelompok terbaik.

2.1.2 Model Pembelajaran TSTS (Two Stay Two Stray)

Model pembelajaran TSTS dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1992. Menurut Lie (2004: 61-62), pembelajaran kooperatif model TSTS merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada kelompok untuk membagi hasil dan informasi dengan kelompok lain. Hal ini dilakukan dengan cara saling bertamu antar kelompok


(42)

untuk berbagi informasi, dimana dalam satu kelompok terdiri dari tiga sampai empat siswa yang nantinya dua siswa bertugas sebagai pemberi informasi kepada tamunya dan sisanya lagi bertugas sebagai tamu yang harus mencari informasi ke kelompok lain. Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dimungkinkan terjadi transfer ilmu antar siswa sehingga siswa menjadi aktif mengikuti proses pembelajaran.

Model pembelajaran memiliki lima unsur dasar ( Joyce & Weil, 1980: 15). Lima unsur dasar tersebut adalah (1) sintaks (syntax), (2) sistem sosial (the social system), (3) prinsip reaksi (principles of reaction), (4) sistem pendukung (support system), dan (5) dampak pengajaran dan dampak pengiring (instructional and nurturant effects). Sebagai suatu model pembelajaran, TSTS juga memiliki unsur-unsur tersebut.

2.1.2.1 Sintaks Model TSTS

Sintaks model pembelajaran TSTS dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini. Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran TSTS

Tahap-tahap TSTS Kegiatan

Tahap 1. Persiapan

Guru membagi siswa dalam satu kelas menjadi beberapa kelompok dimana setiap kelompok terdiri dari 3-4 siswa dan setiap anggota kelompok harus heterogen dalam hal jenis kelamin dan prestasi akademik siswa.

Tahap 2. Presentasi Guru

Guru menjelaskan dan mengkaji materi dengan memberikan serangkaian pertanyaan yang dapat merangsang siswa mengkaitkan materi yang sedang dipelajari dengan materi sebelumnya dan dengan kehidupan sehari-hari.

Tahap 3. Kegiatan Kelompok

1. Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok. 2. Setiap kelompok berdiskusi untuk mengerjakan LKS. 3. Dua dari empat anggota dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya dan bertamu


(43)

ke kelompok yang lain secara terpisah, sedangkan sisanya tetap tinggal dalam kelompok untuk membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.

4. Setelah memperoleh informasi dari anggota yang tinggal, tamu mohon diri dan kembali ke kelompok masing-masing untuk melaporkan temuannya dari kelompok lain tadi serta mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.

Tahap 4. Formalisasi

1. Salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya untuk dikomunikasikan atau didiskusikan di depan kelas.

2. Guru memberikan kuis individu kepada siswa.

3. Guru memberikan penghargaan kepada kelompok terbaik.

2.1.2.2 Sistem Sosial Model TSTS

Sistem sosial mendeskripsikan peranan siswa, guru, dan hubungan, serta norma dalam pembelajaran dengan kata lain struktur derajat dalam lingkungan pembelajaran. Pada model TSTS, pembelajaran berpusat pada siswa. Siswa harus aktif dalam pembelajaran dan bertanggung jawab untuk pembelajaran mereka sendiri. Guru berperan sebagai fasilitator dan membimbing proses pembelajaran. Berikut merupakan sistem sosial dari model TSTS.

Tabel 2.2 Sistem Sosial Model TSTS

Tahap Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

Tahap 1. Persiapan

Guru membagi siswa dalam kelas menjadi beberapa kelompok secara heterogen yang masing-masing-masing kelompok terdiri dari 3-4 orang.

Siswa mengkondisikan diri untuk berkumpul dengan kelompoknya sesuai dengan daftar anggota kelompok yang telah diatur oleh guru.

Tahap 2. Presentasi guru

Guru mengkaji materi melalui serangkaian pertanyaan dapat merangsang siswa

mengkaitkan materi yang

Siswa berusaha menjawab pertanyaan dari guru dengan mengingat kembali konsep dan menentukan konsep manakah yang sudah pernah


(44)

sedang dipelajari dengan materi sebelumnya dan dengan kehidupan sehari-hari.

dipelajari dan berhubungan dengan materi yang sedang dikaji.

Tahap 3. Kegiatan kelompok

Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok untuk didiskusikan bersama kelompoknya, kemudian guru membimbing kelompok yang kesulitan.

Siswa berdiskusi dengan kelompoknya untuk menemukan konsep dan mencari hubungan antar ide-ide matematika yang berkaitan dengan permasalahan yang ada pada LKS agar dapat menyelesaikan

permasalahan tersebut. Guru meminta dua orang

dari setiap kelompok untuk meninggalkan kelompoknya dan bertamu ke kelompok yang lain secara terpisah, sedangkan sisanya diminta tetap tinggal dalam kelompok untuk membagikan informasi kepada tamu yang datang.

Siswa sebagai tamu

berkunjung ke kelompok lain untuk mencari informasi dan memahami keterkaitan antara informasi yang dimiliki kelompoknya dengan informasi yang dimiliki kelompok lain. Sedangkan siswa sebagai tuan rumah mejelaskan informasi kepada tamu yang datang.

Guru meminta tamu kembali ke kelompok masing-masing untuk melaporkan informasi yang diperoleh dari kelompok lain.

Siswa sebagai tamu kembali ke kelompoknya semula. Siswa berdiskusi dengan kelompoknya untuk dapat memahami keterkaitan antara informasi yang diperoleh dengan permasalahan yang ada pada LKS, serta

mempertimbangkan jawaban manakah yang paling tepat. Tahap 4.

Formalisasi

Guru meminta salah satu kelompok untuk

mempresentasikan hasil kerja.

Siswa bersama kelompoknya mempresentasikan hasil kerja. Sedangkan kelompok yang lain menanggapi,

menyanggah, dan memberi saran terhadap hasil kerja yang dipresentasikan oleh


(45)

kelompok yang maju. Guru memberi kuis

individu kepada siswa untuk mengetahui dan menganalisis seberapa jauh tingkat pemahaman mereka.

Siswa mencari keterkaitan antar ide-ide matematika yang berhubungan dengan permasalahan yang ada pada soal kuis dan berusaha menggunakan ide-ide matematika tersebut untuk memecahkan permasalahan tersebut.

Guru memberikan penghargaan kepada kelompok terbaik

Siswa bertepuk tangan dan mengucapkan selamat kepada kelompok yang mendapat penghargaan.

2.1.2.3 Prinsip Reaksi Model TSTS

Prinsip reaksi menggambarkan bagaimana seharusnya guru memandang siswa atau bagaimana guru merespon apa yang dilakukan siswa. Berikut ini merupakan prinsip reaksi model TSTS.

Tabel 2.3 Prinsip Reaksi Model TSTS

Tahap Kegiatan Siswa Respon Guru

Tahap 1. Persiapan

Berkumpul dengan

kelompoknya masing-masing

Mengarahkan siswa untuk segera berkumpul dengan kelompoknya Tahap 2.

Presentasi guru

Bertanya kepada guru apabila belum dapat memahami keterkaitan antara materi yang sedang dipelajari dengan materi sebelumnya dan dengan kehidupan sehari-hari.

Memberikan pertanyaan, contoh, dan perumpamaan yang dapat mendorong dan mempermudah siswa mengaitkan materi yang sedang dipelajari dengan materi sebelumnya dan dengan kehidupan sehari-hari.

Tahap 3. Kegiatan kelompok

(1)Berdiskusi dengan kelompoknya untuk mengerjakan LKS

(2)Bertanya kepada guru apabila kesulitan dalam

(1) Mendorong setiap siswa untuk aktif dalam diskusi kelompok. (2) Membimbing kelompok dalam


(46)

mengerjakan LKS matematika dalam proses pemecahan masalah yang ada pada LKS melalui serangkaian pertanyaan, contoh, dan perumpamaan.

Tahap 4. Formalisasi

(1) Salah satu kelompok mempresentasi-kan hasil kerja

(2) Siswa menanggapi hasil kerja yang dipresentasikan oleh kelompok yang maju

(1) Menciptakan situasi yang kondusif untuk menyimak presentasi.

(2) Menciptakan suasana yang mendukung siswa untuk menanggapi hasil kerja

kelompok yang

dipresentasikan dan memberi penguatan terhadap jawaban dan hasil kerja yang dipresentasikan.

2.1.2.4 Sistem Pendukung Model TSTS

Sistem pendukung meliputi sarana, bahan, alat, atau lingkungan pembelajaran yang dibutuhkan untuk keterlaksanaan model. Sistem pendukung yang digunakan pada penelitian ini adalah buku paket matematika kelas VII dan lembar kegiatan siswa (LKS). LKS berfungsi untuk membantu siswa menemukan konsep dari materi yang diajarkan dan melatih kemampuan siswa mengkoneksikan antar ide-ide matematika dalam proses penyelesaian permasalahan yang ada pada LKS.

2.1.2.5 Dampak Model Pembelajaran TSTS

Dampak dari model dikategorikan menjadi dampak pengajaran dan dampak pengiring. Dampak pengajaran merupakan apa yang dicapai secara langsung berdasarkan tujuan yang dituju. Sedangkan dampak pengiring adalah apa yang dicapai di luar tujuan sebagai akibat dari aktivitas pembelajaran. Pada pelaksanaan model TSTS, dampak pengajarannya adalah siswa dapat bertukar ide


(47)

atau informasi dan mengkoneksikan antar ide-ide matematika tersebut untuk mengkonstruk pemahamannnya sendiri, serta menggunakan koneksi antar ide-ide tersebut secara tepat dalam menyelesaikan suatu permasalahan sehingga dapat meningkatkan keaktifan dan pemahaman siswa. Sedangkan dampak pengiringnya adalah siswa dapat mengevaluasi diri-sendiri seberapa tepatkah pola pikirnya terhadap suatu konsep dengan pola pikir nara sumber.

2.1.3 Strategi Pembelajaran REACT

Menurut Crawford (2001: 3), strategi REACT ini terdiri dari lima aspek yaitu relating (mengaitkan), experiencing (mengalami), applying (menerapkan), cooperating (bekerjasama), dan transferring (mentransfer). Relating (mengaitkan) adalah pembelajaran dengan mengaitkan materi yang sedang dipelajarinya dengan konteks pengalaman kehidupan nyata atau pengetahuan yang sebelumnya. Experiencing (mengalami) adalah pembelajaran dengan melakukan kegiatan matematika melalui eksplorasi, penemuan, dan pencarian. Berbagai pengalaman dalam kelas dapat mencakup penggunaan manipulatif, aktivitas pemecahan masalah, dan laboratorium. Applying (menerapkan) adalah pembelajaran dengan menerapkan konsep-konsep yang telah dipelajari untuk digunakan dalam menyelesaikan latihan-latihan soal yang realistik dan relevan. Cooperating (bekerjasama) adalah pembelajaran dengan mengkondisikan siswa agar bekerjasama, sharing, merespon, dan berkomunikasi dengan para pembelajar lainnya. Transferring (mentransfer) adalah pembelajaran yang mendorong siswa belajar menggunakan pengetahuan yang telah dipelajarinya ke dalam konteks atau situasi baru yang belum dipelajari di kelas berdasarkan pemahaman.


(48)

Menurut Rifa’I dan Anni (2011: 4), suatu strategi pembelajaran yang dipilih harus berkaitan dengan aktivitas guru dan siswa yang terjadi selama proses pembelajaran, serta berkaitan dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.

2.1.3.1 Aktivitas Strategi Pembelajaran REACT

Suatu strategi pembelajaran harus dapat mendorong aktivitas siswa. Aktivitas yang dimaksud tidak hanya terbatas pada aktifitas fisik saja akan tetapi juga meliputi aktivitas yang bersifat psikis atau aktivitas mental. Aktivitas guru dan siswa dalam pelaksanaan strategi REACT dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut ini.

Tabel 2.4 Aktivitas Strategi REACT Aspek

REACT Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

Relating Guru memberi pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk mengaitkan materi yang sedang dipelajari dengan materi sebelumnya dan dengan kehidupan sehari-hari.

Siswa mencari ide-ide matematika yang berhubungan dengan pertanyaan yang diajukan oleh guru, serta memahami bagaimana ide-ide tersebut dapat saling terkoneksi.

Experiencing Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok untuk didiskusikan dengan tujuan siswa dapat melatih

diri mengkonstruk

pemahamannya sendiri.

Siswa berdiskusi mencari konsep-konsep yang berhubungan dengan permasalahan yang ada pada LKS dengan cara membaca buku, serta memahami bagaimana konsep-konsep tersebut dapat digunakan secara tepat dalam proses pemecahan masalah yang ada pada LKS tersebut.

Applying Guru memberi latihan soal cerita yang sifatnya realistik dan relevan.

Siswa mencari ide-ide yang dapat diterapkan untuk menyelesaikan soal cerita tersebut, serta berpikir bagaimana menggunakan ide-ide itu secara tepat.

Cooperating Guru membagi kelas menjadi

beberapa kelompok secara

Siswa mengkondisikan diri untuk berkumpul dengan kelompoknya,


(49)

heterogen. kemudian berdiskusi dan mengerjakan LKS secara bersama.

Transferring Guru memberikan latihan soal berupa soal bidang ilmu lain

Siswa mencari ide-ide yang berhubungan dengan bidang ilmu lain, serta memahami bagaimana menggunakan ide-ide itu dalam proses penyelesaian soal.

2.1.3.2 Tujuan Strategi Pembelajaran REACT

Penetapan tujuan pembelajaran merupakan syarat mutlak bagi guru dalam memilih strategi yang akan digunakan di dalam menyajikan materi pengajaran. Tujuan pembelajaran merupakan sasaran yang hendak dicapai pada akhir pengajaran, serta kemampuan yang harus dimiliki siswa. Tujuan dari strategi REACT dapat dilihat pada tabel 2.5 berikut ini.

Tabel 2.5 Tujuan Strategi REACT

Aspek REACT Tujuan

Relating (1) Siswa dapat mengaitkan materi yang dipelajari dengan materi sebelumnya dan dengan kehidupan sehari-hari (2) Siswa dapat menyadari betapa pentingnya suatu konsep

matematika bagi keseharian mereka sehingga mereka dapat menjadi antusias dan termotivasi dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

Experiencing Siswa dapat bereksplorasi dan menjadi lebih kreatif dalam menemukan konsep dan memecahkan suatu permasalahan. Applying Siswa dapat menerapkan materi yang sedang dipelajari untuk

memecahkan suatu masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

Cooperating (1) Siswa dapat mengembangkan sikap positif seperti saling menghargai, tanggung jawab, dan percaya diri dalam mengemukakan pendapat.

(2) Melatih kemampuan berkomunikasi yang baik.

Transferring Siswa dapat mengaitkan pengetahuan yang sudah dipelajarinya ke dalam bidang ilmu lain sehingga siswa dapat


(50)

memperluas pengetahuannya.

2.1.4 Model Pembelajaran TSTS dengan Strategi REACT

Model pembelajaran TSTS dengan strategi REACT dalam penelitian ini adalah model TSTS yang dipadukan dengan strategi REACT dimana kelima aspek yang terdapat pada strategi REACT meliputi relating, experiencing, applying, cooperating, dan transferring disisipkan pada langkah-langkah pelaksanaan model TSTS sehingga menghasilkan langkah-langkah pelaksanaan yang dapat dilihat pada Tabel 2.6 berikut ini.

Tabel 2.6 Langkah-langkah Model Pembelajaran TSTS dengan Strategi REACT

Tahap-tahap TSTS

Aspek

REACT Kegiatan Guru

Kegiatan Siswa Persiapan Cooperating Guru membagi siswa dalam

satu kelas menjadi beberapa kelompok dengan masing-masing anggota 3-4 siswa dan setiap anggota kelompok harus heterogen dalam hal jenis kelamin dan prestasi akademik siswa.

Siswa mengkondisikan diri untuk bergabung dengan kelompoknya sesuai pembagian kelompok yang dilakukan oleh guru.

Presentasi Guru

Relating Guru mengenalkan dan menjelaskan materi secara singkat sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat.

Dalam mengkaji materi, guru mengajukan pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk mengaitkan materi yang sedang dipelajari dengan materi yang sudah dipelajari sebelumnya.

Siswa mencari ide-ide matematika yang berhubungan dengan materi yang sedang

dipelajari, serta memahami bagaimana ide-ide tersebut bisa saling terkoneksi.

Kegiatan Kelompok

Experiencing , Applying, Relating,

Guru membagikan LKS kepada masing-masing kelompok dengan tujuan

Siswa berdiskusi bersama kelompoknya untuk mengerjakan LKS dimana


(51)

Transferring, Cooperating

untuk melatih siswa mengkonstruk

pemahamannya sendiri.

pada LKS tersebut terdapat

aspek relating,

experiencing, applying, dan transferring yang sudah disusun sedemikian rupa.

Guru mengawasi jalannya diskusi dan membimbing kelompok yang sedang kesulitan.

Masing-masing kelompok menyelesaikan atau memecahkan masalah yang diberikan dengan cara mereka sendiri.

Guru meminta dua dari empat anggota

masing-masing kelompok

meninggalkan kelompoknya untuk bertamu ke kelompok yang lain secara terpisah, sedangkan sisanya diminta tetap tinggal dalam kelompok untuk membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.

Siswa sebagai tamu berkunjung ke kelompok lain untuk mencari informasi dan memahami keterkaitan antara informasi yang dimiliki kelompoknya dengan informasi yang dimiliki kelompok lain. Sedangkan siswa sebagai tuan rumah menjelaskan informasi kepada tamu yang datang. Guru meminta tamu kembali

ke kelompoknya semula untuk menyampaikan temuan dan mencocokan hasil kerja

Siswa sebagai tamu kembali ke kelompoknya semula. Siswa berdiskusi dengan kelompoknya untuk dapat memahami keterkaitan antara

informasi yang diperoleh dengan permasalahan yang ada pada LKS, serta mempertimbangkan jawaban manakah yang paling tepat.

Formalisasi Salah satu kelompok

mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya untuk dikomunikasikan atau didiskusikan dengan kelompok lainnya.

Siswa bersama kelompoknya

mempresentasikan hasil kerja. Sedangkan kelompok yang lain menyimak, menanggapi, menyanggah, dan memberi


(52)

saran terhadap hasil kerja yang dipresentasikan kelompok yang maju. Guru memberikan kuis

individu kepada siswa untuk mengetahui seberapa jauh tingkat pemahaman mereka.

Siswa mencari keterkaitan antar ide-ide matematika yang berhubungan dengan permasalahan yang ada pada soal kuis dan berusaha menggunakan ide-ide matematika

tersebut untuk

memecahkan permasalahan itu secara tepat.

Guru memberikan penghargaan kepada kelompok terbaik.

Siswa memberi tepuk tangan dan mebgucapkan selamat kepada kelompok yang memperoleh

penghargaan. 2.1.5 Model Pembelajaran Konvensional Dengan Metode Ceramah, Tanya

Jawab, Dan Diskusi

Model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang sering digunakan oleh guru dalam pembelajaran sehari-hari. Dalam penelitian ini, model pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah model pembelajaran yang sering digunakan oleh guru matematika kelas VII SMP N 13 Semarang yaitu pembelajaran dengan metode ceramah, tanya jawab, dan diskusi. Sintaks model pembelajaran konvensionalnya adalah

(1) guru menyampaikan materi secara lisan dan tertulis,

(2) guru mengadakan tanya jawab kepada siswa untuk mengkaji materi, (3) guru memberikan beberapa contoh soal ,

(4) guru memberikan tugas/latihan soal-soal kepada siswa, (5) guru dan siswa bersama-sama membahas tugas/latihan soal,


(53)

(6) pemberian evaluasi berupa kuis. 2.1.6 Kemampuan Koneksi Matematis

Kemampuan koneksi matematis menurut Ruspiani sebagaimana dikutip oleh Permana & Sumarmo (2007: 117) adalah kemampuan mengaitkan konsep-konsep matematika baik antar konsep-konsep dalam matematika itu sendiri maupun mengaitkan konsep matematika dengan konsep dalam bidang lainnya. Selanjutnya menurut Mousley (2004: 377), ada tiga interpretasi yang paling umum dari kemampuan koneksi matematis, yaitu (1) hubungan antara informasi baru dan pemahaman yang sudah dimiliki, (2) hubungan antara ide-ide matematika dan representasi yang berbeda, dan (3) hubungan antara konsep matematika dengan konteks kehidupan nyata.

Menurut NCTM dalam Linto et al (2012: 83) koneksi matematika terbagi ke dalam tiga aspek kelompok koneksi yang akan menjadi indikator kemampuan koneksi matematika, yaitu: 1) Aspek koneksi antar topik matematika, 2) Aspek koneksi dengan ilmu lain, 3) Aspek koneksi dengan dunia nyata siswa/ koneksi dengan kehidupan sehari-hari.

Pada penelitian ini, peneliti mengambil indikator kemampuan koneksi matematis yang dikemukakan oleh Sumarmo (2006: 4) yaitu sebagai berikut (1) Mencari dan memahami hubungan berbagai representasi konsep dan prosedur; (2) Menggunakan matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan sehari-hari; (3) Memahami representasi ekuivalen konsep atau prosedur yang sama;

(4) Mencari koneksi satu prosedur ke prosedur lain dalam representasi yang ekuivalen;


(54)

(5) Menggunakan koneksi antar topik matematika, dan antar topik matematika dengan topik lain.

2.1.7 Motivasi Belajar

Menurut Slavin sebagaimana dikutip oleh Rifa’i & Anni (2011: 159), motivasi merupakan proses internal yang mengaktifkan, memandu, dan memelihara perilaku seseorang secara terus – menerus. Menurut Lee (2010: 57), motivasi belajar adalah proses psikologi internal yang menyebabkan seseorang untuk memahami suatu objek dalam aktivitas pembelajaran, dan secara spontan mempertahankan aktivitas tersebut. Dengan kata lain, motivasi belajar merupakan suatu gerakan yang ada pada dalam diri seseorang untuk memahami suatu objek selama aktivitas pembelajaran berlangsung, memberi energi untuk melakukan aktivitas pembelajaran dan mencapai tujuan pembelajaran. Pada penelitian ini, peneliti mengambil indikator motivasi belajar yang dikemukakan oleh Meece (2001: 72), yaitu sebagai berikut.

(1) Perceived competence / confidence (keyakinan)

Siswa dapat melaporkan tanggapan mereka tentang kemampuan kompetensi akademik mereka. Harter, Whitesall, dan Kowalski dalam Meece (2001: 72) mengembangkan skala untuk anak-anak dengan menanyakan beberapa pertanyaan tentang seberapa baik mereka memahami tugas sekolah, seberapa mudah bagi mereka mengerjakan tugas, seberapa pintar mereka merasa, dan seberapa baik yang mereka lakukan di sekolah.


(55)

Item ini menilai seberapa baik siswa menyukai atau tidak menyukai sesuatu yang ada selama proses pembelajaran di kelas.

(3) Cognitive engagement in learning strategies (keterlibatan kognitif dalam strategi pembelajaran)

Ukuran lain yang berkaitan dengan motivasi belajar adalah bagaimana tindakan siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Item ini dapat menilai tingkat kemampuan kognitif siswa dalam mengatur pembelajaran mereka. 2.1.8 Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

LKS merupakan salah satu sumber belajar yang berfungsi sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran. LKS juga merupakan sebuah media pembelajaran karena dapat digunakan secara bersama-sama dengan sumber belajar atau media pembelajaran yang lain (Widjayanti, 2008: 1).

Fungsi LKS menurut Widjayanti (2008: 2) adalah sebagai berikut.

(1) Untuk mengarahkan pengajaran atau memperkenalkan suatu kegiatan tertentu sebagai kegiatan belajar mengajar;

(2) Dapat digunakan untuk mempercepat proses pengajaran dan menghemat waktu penyajian suatu topik;

(3) Membantu siswa dapat lebih aktif dalam proses belajar mengajar;

(4) Dapat membangkitkan minat siswa jika LKS disusun lebih baik, sistematis, dan menarik;

(5) Dapat menumbuhkan kepercayaan diri pada siswa dan meningkatkan motivasi belajar dan rasa ingin tahu.


(56)

Struktur LKS menurut Depdiknas (2008: 26) adalah sebagai berikut. (1) Judul,

(2) Petunjuk belajar (Petunjuk siswa), (3) Kompetensi yang akan dicapai, (4) Informasi pendukung,

(5) Tugas-tugas dan langkah-langkah kerja, (6) Penilaian.

2.1.9 Materi Pokok Persamaan Linier Satu Variabel

Materi yang diajarkan dalam penelitian ini adalah persamaan linear satu variabel yang diajarkan pada kelas VII semester ganjil . Kompetensi dasar pada materi persamaan linier satu variabel adalah menyelesaikan persamaan linier satu variabel.

2.1.9.1 Pernyataan dan Kalimat Terbuka

1) Pernyataan

Menurut Wahyuni & Nuharini (2008: 104), pernyataan adalah kalimat yang dapat dinyatakan kebenarannya (benar saja atau salah saja). Contohnya adalah sebagai berikut.

(1) Jakarta adalah ibu kota Indonesia. (2) .

1) Kalimat Terbuka

Menurut Wahyuni & Nuharini (2008: 105), kalimat terbuka adalah kalimat yang memuat variabel dan belum diketahui nilai kebenarannya. Contoh kalimat terbuka adalah sebagi berikut.


(57)

(1) Indonesia terletak di benua . (2) .

2.1.9.2 Pengertian Persamaan Linear Satu Variabel (PLSV)

Menurut Wahyuni & Nuharini (2008: 106), persamaan linier satu variabel adalah kalimat terbuka yang memiliki hubungan sama dengan.dan mempunyai satu variabel berpangkat satu. Bentuk umum dari PLSV adalah dengan .

2.1.9.3 Persamaan-Persamaan yang Ekuivalen

Menurut Wahyuni & Nuharini (2008: 109), persamaan dikatakan setara atau ekuivalen apabila mempunyai himpunan penyelesaian yang sama di notasikan

dengan tanda “ “. Menurut Wahyuni & Nuharini (2008: 109), suatu persamaan dapat dinyatakan ke dalam persamaan yang ekuivalen dengan cara

(1) Menambah atau mengurangi kedua ruas persamaan dengan bilangan yang sama;

(2) Mengalikan atau membagi kedua ruas persamaan dengan bilangan yang sama.

2.1.9.4 Menyelesaikan Persamaan Linear Satu Variable (PLSV)

1) Menyelesaikan PLSV dengan Subtitusi

Menurut Wahyuni & Nuharini (2008: 107), penyelesaian PLSV dapat diperoleh dengan cara substitusi, yaitu mengganti variabel dengan bilangan yang sesuai sehingga persamaan tersebut menjadi kalimat yang bernilai benar.

2) Menyelesaikan PLSV dengan mencari persamaan-persamaan yang ekuivalen Menurut Wahyuni & Nuharini (2008: 109) suatu persamaan dapat dinyatakan ke dalam persamaan yang ekuivalen dengan cara


(58)

(1) Menambah kedua ruas persamaan dengan bilangan yang sama; (2) Mengurangi kedua ruas persamaan dengan bilangan yang sama; (3) Mengalikan kedua ruas persamaan dengan bilangan yang sama; (4) Membagi kedua ruas persamaan dengan bilangan yang sama.

2.2 Kajian Penelitian yang Relevan

Menurut Jupri (2010: 84) dalam peneleitiannya yang berjudul “Penerapan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS) Untuk Meningkatkan Motivasi Dan Hasil Belajar Peserta Didik Materi Pokok Segi

Empat Kelas VII C MTs Taqwal Ilah Tembalang Tahun Pelajaran 2009/2010”

disimpulkan bahwa penggunaan model TSTS dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Selain itu, menurut Kusuma

(2014: 366) dalam penelitiannya yang berjudul “Eksperimentasi Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS) dan Think Pair Share (TPS) pada Materi Persamaan dan Pertidaksamaan Linier Satu Variabel Ditinjau dari Karakteristik Cara Berpikir Siswa Kelas VII SMP Negeri di Kabupaten

Pacitan” disimpulkan bahwa pembelajaran menggunakan model TSTS

menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik dari model TPS. Dari beberapa penelitian tersebut, peneliti menduga model TSTS dapat meningkatkan motivasi dan kemampuan koneksi matematis siswa.

Begitu pula dengan strategi REACT. Menurut Yuniawatika (2011: 118)

dalam penelitiannya yang berjudul “ Penerapan Pembelajaran Matematika dengan

Strategi REACT untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Representasi


(59)

kemampuan koneksi matematik siswa yang mendapat pembelajaran dengan menggunakan strategi REACT secara signifikan lebih baik daripada kemampuan koneksi metamatik siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional; dan (2) pembelajaran matematika dengan menggunakan strategi REACT dapat meningkatkan sikap positif terhadap matematika. Selain itu, menurut Muslika

(2014: 184) dalam penelitiannya yang berjudul “Meningkatkan Hasil Belajar

Siswa Kelas VIIC SMP Negeri 1 Mumbulsari Jember pada Materi Aritmetika

Sosial dengan Model REACT Tahun 2012/2013” disimpulkan bahwa penerapan

REACT dapat meningkatkan ketuntasan belajar dalam pembelajaran matematika. Dari beberapa penelitian tersebut, peneliti menduga strategi REACT dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematis dan motivasi belajar siswa.

2.3 Kerangka Berpikir

Kemampuan koneksi matematis dan motivasi belajar merupakan aspek penting dalam pembelajaran matematika. Hal tersebut sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika yang terdapat pada Standar Isi KTSP 2006 yaitu poin pertama yang menjelaskan bahwa agar siswa mampu memahami keterkaitan antar konsep untuk menyelesaikan masalah dan poin kelima yang menjelaskan bahwa agar siswa memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Dengan kemampuan koneksi matematis, siswa mampu menghubungkan ide-ide matematika sehingga pemahaman mereka akan lebih dalam dan lebih lama tersimpan dalam memori otak. Siswa dapat dengan mudah mengingat konsep-konsep dan menggunakannya secara tepat ketika menyelesaikan suatu masalah


(60)

baik di dalam matematika maupun di luar matematika. Sedangkan dengan adanya motivasi belajar, siswa akan memiliki semangat untuk melakukan kegiatan belajar dan berusaha mencapai tujuan belajar yang diharapkan.

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil Ujian Nasional dan wawancara dengan guru matematika di SMP N 13 Semarang menunjukkan bahwa kemampuan koneksi matematis merupakan salah satu kemampuan matematika yang belum dikuasai siswa secara optimal. Selain itu, motivasi belajar siswa masih tergolong rendah.

Kemampuan koneksi matematis dan motivasi belajar siswa harus didukung oleh suatu pembelajaran kooperatif yang menarik, bermakna, dan dapat mengaktifkan siswa secara optimal untuk mengkonstruk pengetahuannya sendiri. Hal tersebut sejalan dengan teori Vygotsky , Piaget, Ausubel, dan Thorndike. Menurut teori Vygotsky, pengetahuan dipengaruhi oleh situasi dan bersifat kolaboratif. Sedangkan teori Piaget mengemukakan pentingnya keaktifan siswa dalam mengkonstruk pengetahuannya sendiri. Kemudian teori Ausubel mengemukakan bahwa belajar menjadi bermakna bila materi yang akan dipelajari dapat dikaitkan dengan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh siswa sehingga siswa menjadi kuat ingatannya dan transfer belajar mudah dicapai. Selain itu, teori Thorndike mengemukakan bahwa apabila sesuatu memberikan hasil yang menyenangkan atau memuaskan, maka hubungan antara stimulus dan respon akan menjadi semakin kuat. Karena berdasarkan teori-teori belajar tersebut, maka pembelajaran yang cocok digunakan dalam penelitian ini adalah model TSTS dengan strategi REACT.


(61)

Dalam model TSTS terdapat empat tahap yaitu (1) tahap persiapan, (2) tahap presentasi guru, (3) tahap kegiatan kelompok, dan (4) tahap formalisasi. Sedangkan strategi REACT terdiri dari lima aspek yaitu relating, experiencing, applying, cooperating, dan transferring. Aspek-aspek yang ada pada strategi REACT tersebut disisipkan pada langkah-langkah pelaksanaan model TSTS dengan tujuan agar memperoleh hasil belajar yang optimal.

Karena pada model TSTS terdapat pengakuan tim, tanggung jawab kelompok dalam pembelajaran individu, tanggung jawab individu dalam menjalankan peran sebagai tamu ataupun tuan rumah, dan adanya pemberian penghargaan bagi kelompok terbaik, maka model TSTS tersebut dapat menciptakan suatu proses pembelajaran yang lebih menarik dan menyenangkan dalam suasana yang akrab sehingga siswa dapat termotivasi untuk mengikuti proses pembelajaran. Selain model TSTS, strategi REACT juga dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Strategi REACT mempunyai berbagai kelebihan yaitu (1) melalui aspek cooperating dapat mengembangkan sikap positif siswa, mengembangkan sikap menghargai diri-sendiri dan orang lain, mengembangkan rasa saling memiliki, (2) melalui aspek experiencing dapat mengembangkan keterampilan untuk masa depan, dan (3) melalui aspek applying dapat menjelaskan pentingnya materi dan aplikasinya secara langsung dalam kehidupan sehari-hari. Karena dengan adanya beberapa kelebihan yang terdapat pada strategi REACT tersebut, maka diharapkan mampu meningkatkan motivasi belajar siswa terhadap matematika. Melalui model TSTS dengan strategi REACT diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa secara optimal.


(1)

(2)

(3)

DAFTAR DISTRIBUSI CHI KUADRAT

DISTRIBUSI NORMAL


(4)

(5)

NILAI-NILAI r PRODUCT MOMENT

N taraf Signif N taraf Signif N taraf Signif

5% 1% 5% 1% 5% 1%

3 0,997 0,999 27 0,381 0,487 55 0,266 0,345

4 0,950 0,990 28 0,374 0,478 60 0,254 0,330

5 0,878 0,959 29 0,367 0,470 65 0,244 0,317

6 0,811 0,917 30 0,361 0,463 70 0,235 0,306

7 0,754 0,874 31 0,355 0,456 75 0,227 0,296

8 0,707 0,834 32 0,349 0,449 80 0,220 0,286

9 0,666 0,798 33 0,344 0,442 85 0,213 0,278

10 0,632 0,765 34 0,339 0,436 90 0,207 0,270

11 0,602 0,735 35 0,334 0,430 95 0,202 0,263

12 0,576 0,708 36 0,329 0,424 100 0,195 0,256

13 0,553 0,684 37 0,325 0,418 125 0,176 0,230

14 0,532 0,661 38 0,320 0,413 150 0,159 0,210

15 0,514 0,641 39 0,316 0,408 175 0,148 0,194

16 0,497 0,623 40 0,312 0,403 200 0,138 0,181

17 0,482 0,606 41 0,308 0,398 300 0,113 0,148

18 0,468 0,590 42 0,304 0,393 400 0,098 0,128

19 0,456 0,575 43 0,301 0,389 500 0,088 0,115

20 0,444 0,561 44 0,297 0,384 600 0,080 0,105

21 0,433 0,549 45 0,294 0,380 700 0,074 0,097

22 0,423 0,537 46 0,291 0,376 800 0,070 0,091

23 0,413 0,526 47 0,288 0,372 900 0,065 0,086

24 0,404 0,515 48 0,284 0,368 1000 0,062 0,081

25 0,396 0,505 49 0,281 0,364

26 0,388 0,496 50 0,279 0,361


(6)