Pengaruh pendekatan konstruktivisme strategi react terhadap kemampuan pemahaman relasional matematis siswa : Penelitian quasi eksperimen di kelas VIII SMPN 18 Kota Tangerang Selatan

(1)

(Penelitian Quasi Eksperimen di Kelas VIII SMPN 18 Kota Tangerang Selatan)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

DEVI INTAN FEBRIYANTI

NIM 1110017000049

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014


(2)

(3)

(4)

(5)

i

Relasional Matematis Siswa. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Desember 2014

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pemahaman relasional siswa pada materi relasi fungsi yang diajarkan dengan pendekatan konstruktivisme strategi REACT dan pembelajaran konvensional, serta menganalisis perbedaan pemahaman relasional siswa. Penelitian ini dilakukan di SMPN 18 Kota Tangerang Selatan, pada semester ganjil. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen dengan desain Posttest Only Control Design. Subyek penelitian ini adalah 86 siswa yang terdiri dari 43 siswa kelompok eksperimen dan 43 siswa kelompok kontrol yang diperoleh dengan teknik cluster random sampling pada siswa kelas VIII dengan pokok bahasan relasi dan fungsi. Data dikumpulkan setelah melakukan tes kemampuan pemahaman relasional matematik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman relasional matematik siswa yang diajar dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme strategi REACT (kelas eksperimen) lebih tinggi dari pada siswa yang diajarkan dengan strategi pembelajaran konvensional (kelas kontrol). Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata hasil tes pemahaman relasional matematik siswa kelas eksperimen adalah sebesar 65,71, sedangkan kelas kontrol hanya 54,20. Begitu juga dengan hasil hipotesis dengan thitung = 4,09 dan ttabel = 1,66 dan taraf signifikan 5% atau ( = 0,05) sehingga thitung = 4,09 > ttabel = 1,66. Dengan demikian, pembelajaran matematika pada pokok bahasan relasi dan fungsi dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme strategi REACT berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan pemahaman relasional matematik siswa.

.

Kata Kunci : Pendekatan Konstruktivisme Strategi REACT, Pemahaman Relasional


(6)

ii

Tarbiyah and Teacher Training Faculty Islamic State University of Jakarta.

The purpose of this research is to analyze the students’ relational understanding on the subject of functional relation whom had taught through REACT strategy constructive and also through conventional study, and to analyze the differences on student relational understanding. This research held at SMPN 18 South Tangerang, on odd semester. The method used in this research is quasi experimental, and the research desaign is Posttest Only Control Design. The subjects of the research is 86 students of 8th grade. 43 students are included in experimental class and the rest of them are in control class. The classification of the students' placement in exprimental and control class is done by using cluster random sampling. The topic being researched is "relation and function". The data of the research is colected by giving students a comprehension test of relational matematical ability.

The result of the research shows that the students that are taugh by constructism approach REACT strategy (experimental class) have a higher relational mathematical ability than those that are taught by using a conventional strategy (control class) . It can be seen from the average score achieved in experimental class is 65.71 , while the average score achieved by those in control class 54.20. The hypotheses result shows that ttest = 4,09 and ttable = 1,66 the significant level is 5% or if significant level is 0,05 then ttest = 4,09 > ttable = 1,66.

Based on the research finding, it can summed up that teaching "relation and function" topic on Mathematics subject by using constructivism approach REACT gives a significant effect on students' relational mathematical understanding skill.

Keywords: Constructivism approach REACT Strategies, Understanding Relational


(7)

iii

yang telah memberikan inspirasi tidak terhingga disetiap kata-kata yang penulis tulis di skripsi ini, serta juga kemudahan dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang mengganti zaman kebodohan sampai zaman skripsi seperti saat ini.

Selama penulisan skripsi ini, penulis mengerti betul banyak sekali kekurangan dalam penulisan, proses penulisan, serta penelitian. Namun, berkat

kerja keras, do’a, perjuangan, kesungguhan hati dan dorongan serta nasehat positif

dari berbagai pihak untuk menyelesaikan skripsi ini, sehingga penulis dapat mengatasi kesulitan dan hambatan yang dialami. Oleh sebab itu penulis ingin memberikan terimakasih kepada:

1. Ibu Nurlena, MA, Ph.D., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Kadir, M. Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Abdul Muin, S.Si M.Pd., Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Dr. Gelar Dwirahayu, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak

Drs.Dindin Sobiruddin, M. Kom. selaku Dosen Pembimbing II yang telah menyempatkan waktunya untuk melayani pertanyaan-pertanyaan penuh kebingungan dengan kesabaran dan senyuman dan senantiasa memberikan arahan dan titik terang untuk menyelesaikan setiap masalah yang dihadapi selama menulis.

5. Ibu Khairunnisa S.Pd, M.Si., selaku Dosen Pembimbing akademik yang telah memberikan arahan, motivasi, dan semangat selama perkuliahan.

6. Seluruh dosen Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu serta bimbingan selama mengikuti perkuliahan.


(8)

iv

Nurwiantini, M.Pd yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini, serta siswa-siswi SMPN 18 Kota Tangerang Selatan, khusunya kelas VIII E dan VIII F.

9. Teristimewa untuk kedua orangtuaku tercinta, Mama dan Papaku tersayang, Ayahanda Yasirin .S. Riyanto dan Ibunda Yuniti yang tak henti-hentinya mendoakan dan memberikan motivasi dengan senantiasa mengingatkan jika penulis mulai malas-malasan, serta seluruh keluarga yang mendoakan dan mendorong penulis untuk tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. 10.Sahabatku tersayang Venny Melvina, Zulfah Ubaidillah, Kania Amalia, Novia

Eka Agustina, Marina Tessa, Hafizh Nizham, Febri Indrawan, Rodial dan Ahmad Naufal yang tak henti-hentinya memberikan semangat dan tempat berbagi untuk segala cerita selama perkuliahan dan penulisan skripsi ini. 11.Teman-teman Washabee yang selalu memberikan keceriaan dan kehangatan

dalam perjuangan empat tahun kebersamaan.

12.Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Matematika Angkatan 2010. Terima kasih atas dukungan dan doa yang kalian berikan kepada penulis. 13.Semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan, bimbingan, semangat,

informasi, masukan dan doa yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan sangat jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sangat penulis butuhkan demi pembelajaran penulis dikemudian hari. Penulis juga berharap semoga skripsi ini akan membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi penulis khususnya dan bagi pembaca sekalian umumnya.

Jakarta, Desember 2014


(9)

v

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Identifikasi Masalah... 5

C.Pembatasan Masalah ... 5

D.Perumusan Masalah ... 5

E.Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ... 8

A.Deskripsi Teoritis ... 8

1. Pemahaman Matematika ... 8

2. Pemahaman Relasional Matematik... 10

a. Pengertian Pemahaman Relasional Matematik ... 10

b. Indikator Pemahaman Relasional Matematik ... 14

3. Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Matematika ... 15

4. Strategi REACT ... 21

a. Pengertian Strategi REACT ... 21

b. Karakteristik Strategi REACT ... 22

c. Langkah-langkah Strategi REACT ... 28

5. Pendekatan Konvensional ... 28

B. Kajian Hasil Penelitian Relevan ... 32


(10)

vi

B.Metode Penelitian ... 38

C.Populasi dan Sampel ... 39

D.Teknik Pengumpulan Data ... 40

E.Instrumen Penelitian ... 40

F. Uji Instrumen Penelitian ... 42

1. Uji Validitas... 42

2. Uji Reliabilitas ... 43

3. Uji Tingkat Kesukaran ... 44

4. Uji Daya Pembeda ... 45

G.Teknik Analisis Data ... 47

1. Pengujian Prasyarat Penelitian ... 47

a. Uji Normalitas... 47

b. Uji Homogenitas ... 48

2. Uji Hipotesis ... 49

H. Hipotesis Statistik ... 51

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 52

A. Deskripsi Data... 52

1. Kemampuan Pemahaman Relasional Matematik Siswa Kelompok Eksperimen ... 52

2. Kemampuan Pemahaman Relasional Matematik Siswa Kelompok Kontrol ... 57

B.Pengujian Persyaratan Analisis dan Pengujian Hipotesis ... 60

1. Pengujian Persyaratan Analisis ... 60

a. Uji Normalitas Tes Kemampuan Pemahaman Relasional Matematik ... 60

1) Uji Normalitas Kelompok Eksperimen ... 61


(11)

vii

C.Pembahasan Hasil Penelitian ... 64

1. Analisis Kemampuan Pemahaman Relasional Matematik Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 64

a. Kemampuan Pemahaman Relasional Indikator Mengklarifikasi ... 68

b. Kemampuan Pemahaman Relasional Indikator Mengaitkan ... 70

c. Kemampuan Pemahaman Relasional Indikator Menerapkan ... 72

D.Keterbatasan penelitian ... 75

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 76

A.Kesimpulan ... 76

B.Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(12)

viii

Tabel 2.1 Perbedaan Konstruktivisme dengan Konvensional ... 18

Tabel 2.2 Langkah-langkah Strategi REACT ... 28

Tabel 3.1 Desain Penelitian Posttest Only Control Design ... 39

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Pemahaman Relasional ... 41

Tabel 3.3 Pedoman Penskoran Post Test Siswa ... 42

Tabel 3.4 Rekap Data Hasil Uji Analisis Butir Soal ... 46

Tabel 4.1 Statistik Kemampuan Pemahaman Relasional Kelas Eksperimen ... 53

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kemampuan Pemahaman Relasional Matematik Siswa Kelas Eksperimen ... 54

Tabel 4.3 Deskripsi Data Kelas Eksperimen Berdasarkan Indikator Kemampuan Pemahaman Relasional Matematik ... 55

Tabel 4.4 Statistik Kemampuan Pemahaman Relasional Kelas Kontrol ... 57

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Kemampuan Pemahaman Relasional Matematik Siswa Kelas Kontrol... 58

Tabel 4.6 Deskripsi Data Kelas Kontrol Berdasarkan Indikator Kemampuan Relasional Matematik... 59

Tabel 4.7 Uji Normalitas Kemampuan Pemahaman Relasional Matematik Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 61

Tabel 4.8 Rekapitulasi Hasil Uji Homogenitas ... 62

Tabel 4.9 Hasil Uji Hipotesis... 63

Tabel 4.10 Perbandingan Statistik Kemampuan Pemahaman Relasional Matematik Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol .. 64

Tabel 4.11 Perbandingan Kemampuan Pemahaman Relasional Matematik Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol Berdasarkan Indikator pemahaman Relasional ... 66


(13)

ix

Gambar 4.1 Ogive Skor Kemampuan Pemahaman Relasional Matematik Kelas Eksperimen ... 54 Gambar 4.2 Diagram Batang Persentase Indikator Kemampuan Pemahaman

Relasional Kelas Ekseperimen... 56 Gambar 4.3 Ogive Skor Kemampuan Pemahaman Relasional Matematik Kelas

Kontrol... 58 Gambar 4.4 Diagram Batang Persentase Indikator Kemampuan Pemahaman

Relasional Kelas Kontrol ... 60 Gambar 4.5 Kurva Uji Hipotesis Statistik ... 63 Gambar 4.6 Grafik Perbandingan Penyebaran Data pada Kelompok

Eksperimen dan Kelompok Kontrol... 65 Gambar 4.7 Perbandingan Persentase Indikator Kemampuan Pemahaman

Relasional Matematik Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 68 Gambar 4.8 Perbandingan Jawaban Siswa Kelompok Eksperimen dan

Kelompok Kontrol pada Indikator Mengklarifikasi ... 69 Gambar 4.9 Perbandingan Jawaban Siswa Kelompok Eksperimen dan

Kelompok Kontrol pada Indikator Mengaitkan ... 71 Gambar 4.10 Perbandingan Jawaban Siswa Kelompok Eksperimen dan


(14)

x

Lampiran 2 Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen... 84

Lampiran 3 Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ... 102

Lampiran 4 Tugas Individu Siswa ... 115

Lampiran 5 Lembar Kerja Siswa ... 121

Lampiran 6 Kisi-Kisi Uji Coba Instrumen Test Kemampuan Pemahaman Relasional ... …. 129 Lampiran 7 Instrumen Uji Coba Test Kemampuan Pemahaman Relasional .. 131

Lampiran 8 Kunci Jawaban Instrumen Uji Coba Test Kemampuan Pemahaman Relasional ... 133

Lampiran 9 Uji Validitas Instrumen ... 139

Lampiran 10 Langkah Uji Validitas Instrumen ... 141

Lampiran 11 Uji Realibilitas Instrumen ... 142

Lampiran 12 Langkah Uji Reliabilitas Instrumen ... 144

Lampiran 13 Uji Taraf Kesukaran ... 145

Lampiran 14 Langkah Uji Taraf Kesukaran... 147

Lampiran 15 Uji Daya Pembeda ... 148

Lampiran 16 Langkah Uji Daya Pembeda ... 150

Lampiran 17 Rekapitulasi Uji Instrumen ... 151

Lampiran 18 Kisi Kisi Post Test Kemampuan Pemahaman Relasional ... 152

Lampiran 19 Instrumen Post Test Kemampuan Pemahaman Relasional ... 153

Lampiran 20 Kunci Jawaban Instrumen Post Test Kemampuan Pemahaman Relasional ... 155

Lampiran 21 Nilai Post Test ... 161

Lampiran 22 Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen ... 162

Lampiran 23 Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol ... 165

Lampiran 24 Perhitungan Uji Normalitas Kelas Eksperimen.. ... 168

Lampiran 25 Perhitungan Uji Normalitas Kelas Kontrol ... 169


(15)

xi

Lampiran 30 Tabel Nilai Kritis Distribusi F ... 176

Lampiran 31 Tabel Nilai Kritis Distribusi T ... 180

Lampiran 32 Lembar Uji Referensi ... 183


(16)

1

A. Latar Balakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan. Hal tersebut dikarenakan pendidikan dijadikan sebagai salah satu wadah bagi seseorang untuk mengembangkan wawasan, pengetahuan, serta keterampilan yang mereka miliki. Melalui pendidikan, seseorang mampu bertahan dengan segala perkembangan teknologi dan informasi yang ada.

Salah satu bidang studi dalam pendidikan yang sering sekali menjadi sorotan adalah bidang studi matematika. Matematika memiliki peran yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Hal tersebut dikarenakan matematika dianggap sebagai ilmu dasar untuk ilmu pengetahuan yang lainnya. Oleh karena itu, matematika dijadikan mata pelajaran yang wajib untuk dipelajari di setiap tingkatan sekolah.

Namun demikian, besarnya tuntutan bagi siswa untuk dapat mencapai kualitas prestasi belajar yang baik tidak diimbangi dengan kemampuan menguasai pelajaran matematika itu sendiri. Hal inilah yang justru menjadi pemicu rendahnya hasil belajar siswa. Jelas bahwa sesungguhnya siswa tidak dapat disalahkan penuh atas hasil belajar matematika yang kurang memuaskan, jika pada proses pembelajaran guru sering kali mengabaikan proses penanaman konsep pada siswa. Masalah seperti ini yang menyebabkan kemampuan siswa dalam memahami suatu konsep masih kurang dan berakibat siswa akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan suatu permasalahan.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh Asep Anwar dkk ditemukan bahwa keadaan skor kemampuan pemahaman konsep matematika siswa masih rendah. Rata-rata ulangan harian siswa di suatu SMP hanya mencapai 57,00 dengan KKM yang ditetapkan sebesar 70 dan jumlah siswa yang mencapai KKM


(17)

sebesar 31,25%. Siswa masih banyak yang mengalami kesukaran dalam menyelesaikan soal pengembangan yang disajikan.1

Peneliti juga melakukan pengamatan terhadap siswa dan wawancara dengan guru mata pelajaran matematika di SMPN 18 Tangerang Selatan, yang dalam hasilnya menunjukkan bahwa dalam proses belajar mengajar, sebagian besar informasi pengetahuan hanya bersumber pada guru, sedangkan siswa hanya berperan sebagai penerima informasi. Pada penyampaian konsep, siswa hanya ditekankan untuk menghafal sebuah konsep, seperti menghafal rumus, pengertian dan lainnya tanpa mengetahui bagaimana pembentukan konsep tersebut. Selain itu, berdasarkan hasil diskusi dengan guru bidang studi matematika juga menunjukkan, bahwa sebagian besar siswa masih mengalami kesulitan dalam menerapkan rumus untuk menyelesaikan soal.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara tersebut diperoleh bahwa siswa hanya berfikir secara sederhana dalam mencapai tujuan akhir pembelajaran, sehingga ketika siswa diberikan soal dengan sedikit variasi dari yang telah dicontohkan oleh guru atau soal yang membutuhkan penalaran atau pengaitan dengan konsep lain dalam penyelesaiannya, siswa akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikannya. Mungkin hanya siswa yang memiliki kemampuan di atas siswa yang lain saja yang dapat menyelesaikan soal tersebut dengan tepat.

Banyak faktor yang menyebabkan hal itu terjadi, salah satunya adalah kebanyakan siswa tidak memiliki pemahaman yang cukup terhadap suatu materi. Pemahaman memiliki tingkat yang lebih tinggi dari pengetahuan. Kedua aspek ini yang menjadi langkah awal yang diperlukan dalam penguasaan suatu materi guna untuk menyelesaikan suatu permasalahan.

Pemahaman terhadap suatu konsep merupakan hal yang sangat penting yang harus dimiliki siswa dalam pembelajaran matematika. Hal tersebut dikarenakan pelajaran matematika merupakan pelajaran yang saling berhubungan dan memiliki keterkaitan antara konsep satu dengan konsep yang lainnya. Apabila

1Asep Anwar, Abdul Muin, dan Otong Suhyanto, Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two

Stay Two Stray (TSTS) untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika”, dalam Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika 2013, (Jakarta: Center for Mathematics Education Development, 2013), h. 174


(18)

dalam penyampaiannya guru mengabaikan proses pembentukkan suatu konsep, maka siswa akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal dan memahami materi selanjutnya.

Aspek pemahaman yang dibutuhkan dalam hal ini adalah pemahaman siswa yang lebih mendalam, tidak hanya sekedar mengetahui suatu konsep, akan tetapi mengetahui pula bagaimana konsep tersebut terbentuk. Siswa dikatakan telah memiliki pemahaman mendalam apabila siswa mampu mengaitkan antara konsep satu dengan konsep yang lainnya serta mengetahui setiap prosedur yang digunakan untuk menyelesaikan suatu masalah. Pemahaman seperti ini disebut dengan pemahaman relasional (diungkapkan oleh Skemp).

Pemahaman relasional menghasilkan suatu pengetahuan konseptual yang dapat digunakan oleh siswa untuk dapat memahami dan mengerti prosedur dalam menyelesaikan suatu permasalahan matematika. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa apabila seorang siswa telah memiliki pemahaman relasional maka telah terpenuhi pula pemahaman instrumental dalam dirinya. Hal tersebut dikarenakan dengan pemahaman relasional siswa mampu mengerjakan suatu perhitungan secara rutin dan algoritmik maupun perhitungan yang lebih bervariasi dengan menyadari prosedur yang dilakukannya.

Rendahnya kemampuan pemahaman relasional siswa dapat disebabkan salah satunya oleh desain pembelajaran yang digunakan guru pada saat pembelajaran. Kebanyakan guru di sekolah masih menggunakan metode pembelajaran ceramah yang menyebabkan siswa tidak dapat mengembangkan pemahamannya. Selain itu, pada pembelajaran ceramah, guru jarang sekali mengajarkan siswa untuk menganalisa suatu konsep melalui pemahaman sendiri, sehingga mengakibatkan siswa kurang mampu memunculkan pemahaman relasional dalam dirinya.

Seiring dengan berkembangnya berbagai model pembelajaran yang di dalamnya terdapat beragam bentuk pendekatan, strategi, metode serta teknik dalam pembelajaran, guru diharapkan mampu memilih suatu alat dalam proses pembelajaran yang tepat untuk dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menarik, menyenangkan, dan tentunya membuat siswa menjadi lebih aktif. Salah


(19)

satu alternatif untuk meningkatkan hasil belajar dan pembelajaran matematika adalah dengan menyusun sebuah strategi pembelajaran yang dikemas dalam suatu pendekatan pembelajaran yang disesuaikan dengan masalah yang sedang dihadapi dalam pembelajaran di kelas.

Pendekatan yang dipilih dalam permasalahan ini adalah pendekatan konstruktivisme. Dimana pendekatan konstruktivisme merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif proses belajar mengajar.2 Dalam penerapannya, pendekatan konstruktivisme memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang mereka miliki kemudian menerapkannya ke dalam situasi yang lain.

Strategi yang sesuai dengan pandangan konstruktivisme adalah strategi yang mencakup penggunaan aktivitas yang terus menerus, mendorong siswa untuk berfikir dan menjelaskan penalaran mereka bukan hanya sekedar menghafal dan membaca berulang-ulang, dan membantu mereka untuk mengetahui berbagai hubungan antara tema-tema dan konsep-konsep bukan meyakinkan secara terpisah.3 Dalam aplikasinya, strategi pembelajaran dalam pandangan konstruktivisme adalah strategi REACT. Crawford menegaskan bahwa strategi REACT ini terfokus pada pembelajaran dalam pandangan konteks, suatu prinsip fundamental dalam konstruktivis.4 Strategi REACT memiliki 5 unsur yang harus diperhatikan. Adapun setiap unsur pada strategi REACT tersebut memiliki peranan masing-masing dalam meningkatkan pemahaman relasional matematis pada diri siswa, akan tetapi unsur utama yang dianggap memiliki peran paling besar terdapat pada unsur relating dan transferring.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin melakukan penelitian yang

berjudul: “Pengaruh Pendekatan Konstruktivisme Strategi REACT Terhadap

Pemahaman Relasional Matematis Siswa”.

2

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana, 2012), Cet ke-5, h. 111

3

Micheal L. Crawford, Teaching Contextually: Research, Rational, and, Techniques for

Improving Student Motivation and Achievment in Mathematics and Science, (CORD, 2001), h. 2

4 Ibid.


(20)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka identifikasi masalah penelitian ini sebagai berikut:

1. Guru masih menggunakan strategi pembelajaran yang monoton dan hanya berpusat pada guru sehingga pembelajaran yang terjadi menjadi kurang aktif. 2. Prestasi belajar siswa dalam pelajaran matematika masih rendah.

3. Kurang optimalnya pengembangan kemampuan pemahaman relasional pada diri siswa.

4. Sebagian siswa jarang diperkenalkan pada proses pembentukan suatu konsep sehingga mereka mudah lupa terhadap suatu materi yang telah dipelajari. 5. Siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal dengan sedikit variasi.

C. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini masalah yang dibatasi sebagai berikut:

1. Kemampuan pemahaman relasional yang dimaksud adalah kemampuan mengklarifikasi objek-objek berdasarkan dipenuhi atau tidaknya persyaratan yang membentuk konsep tersebut, kemampuan mengaitkan berbagai konsep matematika, serta kemampuan menerapkan konsep dalam berbagai bentuk representatif matematika.

2. Terdapat berbagai macam strategi yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika, akan tetapi dalam penelitian ini strategi yang digunakan adalah strategi REACT dengan pendekatan konstruktivisme.

3. Penelitian dibatasi pada tingkat SMP tahun ajaran 2014/2015.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana pemahaman relasional matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme strategi REACT?


(21)

2. Bagaimana pemahaman relasional matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan strategi pembelajaran konvensional?

3. Apakah terdapat pengaruh pendekatan konstruktivisme strategi REACT terhadap kemampuan pemahaman relasional matematik siswa?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari hasil penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pemahaman relasional matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme strategi REACT.

2. Untuk mengetahui pemahaman relasional matematik siswa yang diajarkan dengan menggunakan strategi pembelajaran konvensional.

3. Untuk mengetahui pengaruh pendekatan konstruktivisme strategi REACT terhadap kemampuan pemahaman relasional.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 1) Siswa

Pembelajaran menggunakan pendekatan konstruktivisme strategi REACT diharapkan dapat meningkatkan pemahaman relasional siswa dan meningkatkan percaya diri siswa dalam mengungkapkan apa yang menjadi pemikirannya sehingga pembelajaran dapat lebih bermakna.

2) Guru

Pendekatan konstruktivisme strategi REACT dapat digunakan sebagai alternatif dalam proses pembelajaran sehingga pembelajaran matematika yang berlangsung dapat lebih bermakna dan tidak membosankan untuk siswa.


(22)

3) Peneliti

Lebih memahami tentang pendekatan konstruktivisme strategi REACT dan dapat dijadikan sumber referensi untuk penelitian lebih lanjut yang terkait dengan penelitian ini.

4) Pihak Sekolah

Pendekatan konstruktivisme strategi REACT dapat digunakan oleh pihak sekolah untuk mengembangkan strategi pembelajaran di sekolah guna meningkatkan kualitas pendidikan matematika di sekolah.


(23)

8

A. Deskripsi Teoritis

1. Pemahaman Matematika

Pemahaman diartikan sebagai proses berpikir dan belajar. Hal tersebut dikarenakan untuk memahami suatu objek diperlukan adanya proses berpikir dan belajar. Pemahaman dalam pembelajaran adalah kemampuan yang mengharapkan seseorang mampu memahami arti atau konsep, keadaan atau fakta yang diketahuinya. Purwanto menyatakan bahwa pemahaman merupakan kemampuan untuk menangkap makna dari suatu bahan yang telah dipelajari. Kemampuan yang terlihat antara lain kemampuan seseorang dalam menafsirkan informasi, meramalkan akibat suatu peristiwa, dan kemampuan-kemampuan lainnya yang sejenis.1

Pemahaman memiliki tingkat yang lebih tinggi dari pengetahuan. Hal tersebut karena pemahaman tidak hanya sekedar mengingat fakta, akan tetapi juga memuat kemampuan menjelaskan, menerangkan, menafsirkan atau kemampuan menangkap makna atau arti suatu konsep.2 Dari pemahaman ini, seseorang akan mampu menjelaskan atau membedakan sesuatu.

Menurut Ernest dalam Ibrahim, terdapat enam ciri dari belajar yang mengandung pemahaman, yaitu: (1) pemahaman dipengaruhi oleh kemampuan dasar, (2) pemahaman dipengaruhi oleh pengalaman belajar yang lalu, (3) pemahaman tergantung pada pengaturan situasi, (4) pemahaman didahului oleh usaha-usaha coba-coba, (5) belajar dengan pemahaman dapat

1

Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h.114

2

Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2011), cet ke-4, h. 126


(24)

diulang, (6) suatu pemahaman dapat diaplikasikan bagi pemahaman situasi lain.3

Salah satu upaya guru untuk meningkatkan pemahaman matematika siswa dan penerapannya secara mendalam adalah dengan menciptakan suatu pembelajaran yang lebih bermakna. Dalam hal ini siswa tidak hanya sekedar menghafal atau mampu mengikuti alur sebuah algoritma, akan tetapi mampu memahami konsep dan mengaitkan konsep tersebut dengan konsep yang lainnya secara baik, serta dapat menerapkannya dalam menyelesaikan permasalahan yang relevan.

Pemahaman dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Polya dalam Jihad membedakan 4 jenis pemahaman yaitu (1) pemahaman mekanikal adalah pemahaman yang dapat mengingat dan menerapkan sesuatu secara rutin atau perhitungan sederhana. (2) pemahaman induktif adalah pemahaman yang dapat mencobakan sesuatu dalam kasus sederhana dan tahu bahwa sesuatu itu berlaku dalam kasus serupa. (3) pemahaman rasional adalah pemahaman yang dapat digunakan untuk membuktikan kebenarana sesuatu. (4) pemahaman intuitif adalah pemahaman yang dapat digunakan untuk memperkirakan kebenaran sesuatu tanpa ragu-ragu, sebelum menganalisis secara analitik.4

Berbeda dengan Polya, Pollatsek et.al dalam Jihad menggolongkan pemahaman dalam dua jenis, yaitu (1) pemahaman komputasional, yaitu dapat menerapkan sesuatu pada perhitungan rutin/sederhana, atau mengerjakan sesuatu secara algoritmik saja, (2) pemahaman fungsional, yaitu dapat mengkaitkan sesuatu dengan hal lainnya secara benar dan menyadari proses yang dilakukan.5

Serupa dengan Pollatsek, Skemp dalam Jihad membedakan dua jenis pemahaman, yaitu (1) pemahaman instrumental, yaitu hafal sesuatu secara

3

R. Ibrahim dan Nana Syaodih S, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta:PT Rineka Cipta, 2010), cet ke-3, h. 21

4

Asep Jihad, Pengembangan Kurikulum Matematika, (Yogyakarta: Multi Pressindo, 2008), Cetakan Pertama, h. 167.

5 Ibid.


(25)

terpisah atau dapat menerapkan sesuatu pada perhitungan rutin/sederhana, mengerjakan sesuatu secara algoritmik saja, (2) pemahaman relasional, yaitu dapat mengkaitkan sesuatu dengan hal lainnya secara benar dan menyadari proses yang dilakukan.6

Copeland dalam Jihad, membedakan dua jenis pemahaman, yaitu (1) Knowing how to, yaitu dapat mengerjakan sesuatu secara rutin/ algoritmik, (2) Knowing, yaitu dapat mengerjakan sesuatu dengan sadar akan proses yang dikerjakannya.7

Sementara Bloom dkk dalam Munir, membagi domain kognitif atas enam tahap yaitu pengetahuan (Knowledge), pemahaman (Comprehension Understanding), penerapan (Aplication), analisis (Analysis), sintesis (Synthesis), dan menciptakan/membuat karya (Create). Domain ini mempunyai enam tingkatan mulai dari yang terendah atau sederhana sampai dengan yang paling tinggi atau rumit (kompleks).8

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman matematika adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk memahami suatu konsep matematika dan mampu mengimplementasikannya ke dalam bentuk lain. Dalam beberapa jenis pemahaman yang telah dijelaskan, masing-masingnya memiliki taraf yang berbeda-beda dalam usaha pencapaian.

2. Pemahaman Relasional Matematik

a. Pengertian Pemahaman Relasional Matematik

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, Skemp dalam Jihad membedakan dua jenis pemahaman, yaitu pemahaman instrumental dan pemahaman relasional.9 Pemahaman instrumental sejumlah konsep diartikan sebagai pemahaman atas konsep yang saling terpisah dan hanya hafal rumus dalam perhitungan sederhana. Pemahaman instrumental lebih menekankan

6 Ibid.

7

Ibid., h. 167-168

8

Munir, Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi, (Bandung: Alfabeta, 2008), h.55

9


(26)

pada kemampuan seseorang untuk melaksanakan prosedur yang berkaitan dengan suatu masalah matematik. Sebaliknya Skemp menjabarkan pemahaman relasional sebagai kemampuan seseorang untuk menggunakan suatu prosedur matematis yang berasal dari hasil menghubungkan berbagai konsep matematis yang relevan dalam menyelesaikan masalah dan mengetahui mengapa prosedur tersebut dapat digunakan (knowing what to do and why). Pemahaman relasional dapat mengkaitkan sesuatu dengan hal lainnya secara benar dan menyadari proses yang dilakukan.

Pada artikelnya yang terkenal, “Relational Understanding and Instrumental Understanding”, Skemp mengungkapkan bahwa :10

In contrast, learning relational mathematics consists of building up a conceptual structure (schema) from which its possessor can (in principle) produce an unlimited number of plans for getting from any starting point within his schema to any finishing point. (I say ‘in principle’ because of course some of these paths will be much harder to construct than others.) This kind of learning is different in several ways from instrumental learning

Pemahaman relasional di dalamnya memuat suatu skema yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang lebih luas. Dalam hal ini Skemp mengartikan skema sebagai grup konsep-konsep yang saling terhubung. Skema ini digunakan tidak hanya ketika siswa memecahkan masalah yang memiliki keterkaitan antara situasi sekarang dengan pengalaman sebelumnya, tetapi juga digunakan ketika siswa memecahkan suatu masalah yang tidak memiliki memiliki keterkaitan antara situasi sekarang dengan pengalaman sebelumnya. Oleh karena itu kemampuan pemahaman relasional tergolong pada kemampuan tingkat tinggi karena pada pencapaiannya membutuhkan suatu perhatian khusus.

Siswa diharapkan memiliki kemampuan pemahaman relasional untuk menciptakan pembelajaran matematika yang lebih bermakna. Hal tersebut dikarenakan siswa yang memiliki pemahaman relasional akan berusaha mencoba mengaitkan konsep baru dengan konsep-konsep yang telah

10

Richard Skemp, Relational Understanding and Instrumental Understanding, dalam


(27)

dipahamainya. Tugas guru dalam hal ini adalah membantu menunjukkan hubungan antara apa yang akan dipelajari siswa dengan apa yang diketahui siswa sebelumnya.

Killpatrick dan Findell dalam buku Adding + It Up Helping Childern Learn Mathematics menyatakan bahwa siswa yang memiliki pemahaman relasional memiliki fondasi atau dasar yang lebih kokoh dalam pemahamannya tersebut. Jika siswa lupa dengan rumus, maka ia masih mempunyai peluang untuk dapat menyelesaikan soal dengan mencoba menggunakan pemahaman yang dimilikinya dan dapat mengecek kebenaran hasil yang ia dapatkan tersebut.11

Pembelajaran matematika di sekolah sebagian besar hanya menekankan pada aspek pemahaman instrumental yang dianggap lebih mudah pencapaiannya jika dibandingkan dengan aspek pemahaman relasional. Berdasarkan hal tersebut, Skemp berpendapat bahwa para guru memilih mengajarkan pemahaman matematis hanya pada level pemahaman instrumental berdasarkan pada beberapa alasan berikut:12

1. Pemahaman relasional membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapainya. Hal ini karena untuk memahami materi dengan pemahaman relasional dibutuhkan pengetahuan yang luas dan konstruksi pikiran sehingga waktu yang diperlukan dalam proses pembelajaran relatif lebih lama dibandingkan dengan mengajarkan untuk mencapai pemahaman instrumental.

2. Pemahaman relasional untuk topik-topik tertentu terlalu sulit.

3. Kemampuan instrumental segera dibutuhkan atau dipakai untuk materi pelajaran yang lain sebelum dapat memahaminya secara relasional.

4. Bagi guru pemula, biasanya mengikuti jejak seniornya yang mengajarkan matematika secara instrumental.

11

Jeremy Killpatrick, Jane Swafford and Findell, Adding It Up: Helping Children Learn

Mathematics, (Washington DC: National Academy Press, 2001) , h. 118

12


(28)

Adapun contoh permasalahan yang membedakan antara pemahaman instrumental dan pemahaman relasional yaitu misalnya siswa yang diminta untuk menyelesaikan persamaan kuadrat 2x2– 3x + 1 = 0 akan dengan mudah memperoleh penyelesaiannya dengan menggunakan rumus a, b, c. Akan tetapi, ketika siswa diminta untuk menyelesaikan persamaan bx2 + cx + a = 0, siswa akan mengalami kesulitan dalam menjawab apabila siswa tersebut tidak memahami prosedur dalam menyelesaikannya. Hal tersebut terjadi karena pada pertanyaan awal hanya diperlukan prosedur rutin untuk menjawabnya. Sedangkan untuk pertanyaan kedua, memerlukan pemahaman tentang konsep suatu persamaan kuadrat yang cukup untuk mampu menyusun prosedur dalam menjawab pertanyaan tersebut.13 Pada kemampuan pertama tergolong dalam pemahaman instrumental, sedangkan kemampuan kedua tergolong dalam pemahaman relasional.

Pemahaman relasional memang lebih sulit untuk diajarkan, akan tetapi guru harus tetap berusaha agar dalam pembelajaran siswa mampu mencapai aspek pemahaman relasional. Hal tersebut tentunya dikarenakan siswa yang memiliki kemampuan pemahaman relasional memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan siswa yang hanya memiliki pemahaman instrumental. Menurut Skemp, terdapat keuntungan dalam pemahaman relasional matematis, yaitu:14

1. Lebih mudah diadaptasikan pada tugas atau persoalan baru.

Jika seseorang memiliki pemahaman relasional terhadap suatu topik, maka pemahamannya tersebut bisa lebih mudah diadaptasikan atau direlasikan pada topik-topik pengetahuan lain.

2. Lebih mudah untuk selalu diingat.

Pembelajaran matematika untuk memperoleh pemahaman secara relasional membutuhkan waktu yang relatif lama. Namun jika pemahaman tersebut

13

Rudy Kurniawan, ”Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematis”, Algoritma Jurnal

Pendidikan Matematika Vol. 7 No. 2, Desember 2012, (Jakarta: Center for Mathematics Education

Development, 2012), h. 143 14


(29)

telah dicapai maka pengetahuan yang ada pada siswa akan lebih mudah untuk selalu diingat.

3. Pemahaman relasional dapat lebih efektif sebagai tujuan.

4. Skema relasional merupakan hal yang pokok dalam kualitas ilmu pengetahuan. Seseorang yang telah mencapai tingkat pemahaman relasional, maka skema yang ia miliki akan dapat dikembangkan pada pengetahuan-pengetahuan yang lain yang berkaitan langsung maupun tidak langsung.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman relasional adalah kemampuan seseorang menggunakan prosedur matematis dengan penuh kesadaran bagaimana dan mengapa ia menggunakan prosedur tersebut, serta dapat menggunakannya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terkait pada situasi lain.

b. Indikator Pemahaman Relasional Matematik

Menurut Sumarmo, “Secara umum indikator pemahaman matematika

meliputi: mengenal, memahami dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip,

dan idea matematika”.15

Sedangkan pengukuran tingkat pemahaman matematika dijelaskan oleh Jeremy Killpatrick, dkk sebagai berikut:16

A significant indicator of conceptual understanding is being able to represent mathematical situation in different ways ang knowing how different representation can be useful for different purposes.

(Indikator utama dari pemahaman konsep adalah kemampuan untuk menyajikan penyelesaian matematika dengan cara yang berbeda dan mengetahui bagaimana penyajian yang berbeda tersebut dapat digunakan untuk tujuan yang berbeda)

Selain itu Skemp berpendapat bahwa indikator yang terdapat pada pemahaman konsep sebagai berikut:17

15

Utari Sumarmo, Pembelajaran Matematika, dalam R. Natawidjaja, dkk, Rujukan Filsafat,

Teori, dan Praksis Ilmu Pendidikan, (Bandung: UPI PRESS, 2008), Cetakan pertama, h. 682

16

Killpatrick, op. cit., h.119 17


(30)

But relational understanding, by knowing not only what method worked but why, would have enabled him to relate the method to the problem, and possibly to adapt the method to new problems.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa indikator pemahaman relasional menurut Skemp antara lain:

1. Kemampuan menerapkan konsep dalam berbagai bentuk representatif matematika.

Dalam kemampuan ini siswa dapat merepresentasikan masalah yang berkaitan dengan persamaan garis lurus ke dalam grafik maupun simbol matematika.

2. Kemampuan mengklarifikasi objek-objek berdasarkan dipenuhi atau tidaknya persyaratan yang membentuk konsep tersebut.

Dalam hal ini siswa dapat memberikan contoh khusus yang mengarahkan siswa untuk menemukan sebuah konsep umum.

3. Kemampuan mengaitkan berbagai konsep matematika.

Dalam hal ini siswa mampu mengaitkan konsep persamaan garis lurus dengan konsep lain yang saling berhubungan untuk menyelesaikan suatu permasalahan.

3. Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Matematika

Menurut Suyono “Pendekatan pembelajaran diartikan sebagai latar pedagogis dan psikologis yang dilandasi filosofi pendidikan tertentu yang dipilih agar tujuan pembelajaran dapat tercapai atau dapat didekati secara optimal”.18 Dalam kasus ini filosofi yang digunakan untuk melandasi pendekatan pembelajaran adalah konstruktivisme.

Konstruktivisme berarti membangun. Menurut Suyono “konstruktivisme adalah sebuah filosofi pembelajaran yang dilandasi premis bahwa dengan merefleksikan pengalaman, kita membangun, mengkontruksi

18

Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), h. 22


(31)

pengetahuan pemahaman kita tentang dunia tempat kita hidup”.19 Giambattista Vico dalam Riyanto menyatakan bahwa “orang hanya dapat benar-benar

memahami apa yang dikonstruksi sendiri”.20 Jadi sesuatu itu telah

diketahuinya karena telah dikonstruksikan dalam pikirannya.

Sedangkan Trianto mengatakan bahwa “konstruktivisme adalah suatu pendapat yang menyatakan bahwa perkembangan kognitif merupakan suatu proses dimana anak secara aktif membangun sistem arti dan pemahaman terhadap realita melalui pengalaman dan interaksi mereka”.21

Jadi pendekatan konstruktivisme merupakan suatu pendekatan yang mengharuskan siswa untuk menemukan dan membangun sendiri pengetahuan dan pemahaman yang ada di dalam pikirannya untuk kemudian digunakan dalam memecahkan suatu permasalahan.

Adapun gagasan konstruktivisme mengenai pengetahuan antara lain:22 1. Pengetahuan bukanlah gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu

merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek.

2. Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang perlu untuk pengetahuan.

3. Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsep seseorang. Struktur konsep membetuk pengetahuan jika konsep tersebut berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang.

Sistem pendekatan konstruktivis dalam pengajaran lebih menekankan pengajaran top down daripada bottom up berarti siswa memulai dengan masalah kompleks untuk dipecahkan, kemudian menemukan (dengan bimbingan guru) keterampilan dasar yang diperlukan.23 Pada pembelajaran,

19

Ibid., h. 104 20

Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi bagi Pendidik dalam

Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas, (Jakarta: Kencana, 2012), Cet. 3, h. 144

21

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu,(Jakarta: Bumi Aksara, 2010), Cet ke-2, h. 74

22

Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori & Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), Cet. X, h. 30

23


(32)

yang menjadi landasan utama adalah proses siswa untuk menemukan solusi dalam suatu permasalahan dengan membangun pengetahuan yang dimilikinya. Konstruktivisme dirancang untuk mengembangkan pemikiran siswa dalam memperoleh informasi dengan cara menemukan dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan baru yang diperolehnya agar belajar lebih bermakna. Sehingga menurut Hakiim, terdapat lima elemen belajar menurut konstruktivis, yaitu:24

1) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge) 2) Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge)

3) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge)

4) Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman (applying knowledge) 5) Melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut

(reflecting knowledge)

Belajar dengan konstruktivisme menekankan pada belajar autentik, bukan artifisial. Belajar autentik adalah proses interaksi seseorang dengan objek yang dipelajari secara nyata.25 Hal tersebut dikarenakan bahwa belajar tidak hanya sekedar mempelajari sebuah konsep tetapi bagaimana seseorang mampu untuk menghubungkan konsep yang telah diperoleh dengan konsep lain atau pun sesuatu yang bersifat nyata.

Secara garis besar terdapat beberapa prinsip-prinsip yang sering diambil dari pendekatan konstruktivisme menurut suparno dalam Trianto, yaitu:26

1. Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif. 2. Tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa. 3. Mengajar adalah membantu siswa belajar.

4. Tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir. 5. Kurikulum menekankan partisipasi siswa.

6. Guru sebagai fasilitator.

24

Lukmanul Hakiim, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: Wacana Prima, 2009), h. 47

25

Suprijono, op. cit., h. 39.

26


(33)

Agar dapat terlaksananya seluruh prinsip konstruktivisme tersebut, tugas guru adalah memfasilitasi dengan cara:27

1. Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa.

2. Memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan idenya sendiri.

3. Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.

Brooks dan Brooks dalam Suprijono memberikan perbandingan menarik antara kelas konstruktivisme dan tradisional dalam bentuk tabel berikut ini:28

Tabel 2.1

Perbedaan Konstruktivisme dengan Konvensional

Konstruktivisme Konvensional

Kegiatan belajar bersandar pada materi hands-on

Kegiatan belajar bersandar pada text-book

Presentasi materi dimulai dengan keseluruhan kemudian pindah ke bagian-bagian

Presentasi materi dimulai dengan bagian-bagian, kemudian pindah ke keseluruhan

Menekankan pada ide-ide besar Menekankan pada keterampilan-keterampilan dasar

Guru mengikuti pertanyaan peserta didik Guru mengikuti kurikulum yang sudah pasti

Guru menyiapkan lingkungan belajar di mana peserta didik dapat menemukan pengetahuan

Guru mempresentasikan informasi kepada peserta didik

Guru berusaha membuat peserta didik mengungkapkan sudut pandang dan pemahaman mereka sehingga mereka dapat memahami pembelajaran mereka

Guru berusaha membuat peserta didik memberikan jawaban yang “benar”

27

Trianto, Mendesain Model Pembelajarab Inovatif–progresif, (Jakarta: Kencana, 2012), Cet ke-5, h.113

28


(34)

Konstruktivisme yang melandasi pemikiran bahwa pengetahuan bukanlah sesuatu given dari alam karena hasil kontak manusia dengan alam, tetapi pengetahuan merupakan hasil konstruksi (bentukan) aktif manusia itu sendiri.29 Dengan kata lain, pengetahuan diperoleh melalui aktivitas secara terus menerus yang dilakukan oleh siswa. Siswa membangun pengetahuan mereka berdasarkan pengalaman nyata yang dialaminya dan hasil interaksi dengan menghubungkan dengan lingkungan sekitar.

Dalam pendekatan konstruktivisme, guru hanya bertindak sebagai fasilitator dan pemberi motivasi bagi siswa. Sedangkan kegiatan pembelajaran sepenuhnya berpusat pada siswa. Siswa bertindak dan berpikir secara mandiri untuk memahami dan menyelesaikan suatu permasalahan.

Pada dasarnya terdapat prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam pengembangan pembelajaran konstruktivisme, yaitu:30

1) Prior Knowledge/Previous Experience

Konstruksi pengetahuan tidak berangkat dari “pikiran kosong” (blank

mind), peserta didik harus memiliki pengetahuan tentang apa yang hendak diketahui. Pengetahuan ini disebut pengetahuan awal/dasar (prior knowledge).

2) Conceptual-Change Process

Merupakan proses pemikiran yang terjadi pada diri peserta didik ketika peta konsep yang dimilikinya dihadapkan dengan situasi dunia nyata. Dalam proses ini peserta didik melakukan analisis, sintesis, berargumentasi, mengambil keputusan, dan menarik kesimpulan sekalipun bersifat tentatif.

Sedangkan ciri pembelajaran konstruktivisme antara lain:31 1) Orientasi: mengembangkan motivasi dan mengadakan observasi.

2) Elisitasi: mengungkapkan ide secara jelas serta mewujudkan hasil observasi.

29

Suyono dan Hariyanto, op. cit., h. 105.

30

Suprijono, op. cit., h. 43-44

31


(35)

3) Restrukturisasi ide: klarifikasi ide, membangun ide baru, dan mengevaluasi ide baru.

4) Penggunaan ide dalam banyak situasi.

5) Review atau kaji ulang: merevisi dan mengubah ide.

Adapun tujuan digunakannya pendekatan konstruktivis dalam proses pembelajaran antara lain:32

1) Memotivasi siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri. 2) Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan

mencari sendiri jawabannya.

3) Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian atau pemahaman konsep secara lengkap.

4) Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri. Beberapa kelebihan pembelajaran konstruktivisme adalah sebagai berikut:33

1) Peserta didik terlibat secara langsung dalam membangun pengetahuan baru, mereka akan lebih paham dan dapat mengaplikasikannya.

2) Peserta didik aktif berpikir untuk menyelesaikan masalah, mencari ide, dan membuat keputusan.

3) Selain itu, murid terlibat secara langsung dan aktif belajar sehingga dapat mengingat konsep secara lebih lama.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan konstruktivisme adalah suatu pendekatan yang mengharuskan siswa untuk menemukan dan membangun sendiri pengetahuan dan pemahaman yang ada di dalam pikirannya untuk kemudian digunakan dalam memecahkan suatu permasalahan. Dalam konstruktivisme siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang dimilikinya agar proses belajar lebih bermakna sehingga konsep yang diperoleh dapat diingat lebih lama.

32

Riyanto, op. cit., h. 156

33


(36)

4. Strategi REACT

a. Pengertian Strategi REACT

Hakiim mengatakan bahwa “strategi adalah siasat melakukan kegiatan-kegiatan dalam pembelajaran yang mencakup metode dan teknik pembelajaran”.34 Strategi pembelajaran menurut Sani merupakan “rencana tindakan termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya dalam pembelajaran”.35 Sedangkan Riyanto mengungkapkan bahwa “strategi pembelajaran adalah siasat guru dalam mengefektifkan, mengefisienkan, serta mengoptimalkan fungsi dan interaksi antara siswa dengan komponen pembelajaran dalam suatu kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pengajaran”.36

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran merupakan rencana yang dilakukan guru dimana di dalamnya terdapat metode dan teknik pembelajaran yang digunakan dalam mengoptimalisasikan proses pembelajaran.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Crawford di CORD, terdapat lima strategi pengajaran yang sering digunakan oleh guru-guru, setidaknya dalam beberapa waktu. CORD menyebut kelima strategi tersebut dengan strategi pembelajaran kontekstual: relating, experiencing, applying, cooperative, dan transferring atau jika disingkat menjadi REACT.37

REACT merupakan suatu strategi yang menciptakan suasana kelas dimana semua siswa dapat belajar secara mandiri. Semakin banyak elemen dalam strategi ini yang digunakan dalam proses pengajaran , maka pembelajaran akan lebih bermakna. Strategi ini berfokus pada pengajaran dan pembelajaran yang mengacu pada konteks dan prinsip dasar konstruktivisme.38

34

Hakiim, op. cit., h. 154.

35

Sani, op. cit., h. 89.

36

Riyanto, op. cit., h. 132.

37

Michael L. Crawford, Teaching Contextually: Research, Rational, and Techniques for

Improving Students Motivation and Achievement in Mathematics and Science, (CORD, 2001), h. 3

38 Ibid.


(37)

b. Karakteristik Strategi REACT

Adapun karakteristik dari strategi REACT antara lain: 1) Relating (Menghubungkan/Mengaitkan)

Relating diartikan Trianto sebagai “belajar dalam suatu konteks sebuah pengalaman hidup yang nyata atau awal sebelum pengetahuan itu diperoleh siswa”.39 Dalam proses belajar, manusia secara alami cenderung untuk mencari hubungan antara apa yang mereka sudah tahu dan apa yang mereka pelajari.40

Pada dasarnya, dalam proses belajar seluruh informasi yang diperoleh akan lebih bermakna jika siswa menyadari keterkaitan materi yang mereka pelajari dengan kehidupan nyata atau pun dengan materi yang lainnya. Hal tersebut dikarenakan melalui proses relating ini, guru membantu mengarahkan agar siswa terbiasa untuk mengaitkan konsep baru dengan konsep sebelumnya. Tujuannya adalah agar siswa mampu mengaplikasikan proses relating tersebut untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang lebih kompleks. Selain itu, kemampuan relating ini merupakan salah satu aspek untuk membentuk pemahaman relasional pada siswa.

Guru menggunakan relating ketika mereka mencoba menghubungkan konsep baru dengan sesuatu yang telah diketahui oleh siswa.41 Crawford menyebutkan bahwa perencanaan yang cermat dalam belajar diperlukan untuk membentuk situasi belajar yang lebih bermakna.42 Hal tersebut dikarenakan banyak siswa yang tidak dapat dengan sendirinya menghubungkan informasi baru dengan informasi yang telah diketahui sebelumnya.43 Untuk itu, usahakan ciptakan suasana pembelajaran yang mengarah pada situasi kehidupan sehari-hari sehingga siswa secara perlahan mampu mengaitkan materi yang sedang dibahas dengan kondisi sebenarnya dalam kehidupan nyata.

39

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif,.., h. 109.

40

Agustin Navarra, Achieving Pedagogical Equity In The Classroom, (CORD International, Waco, Texas, 2006), h. 3

41

Trianto. loc. cit.

42

Crawford, op. cit., h.3.

43 Ibid.


(38)

2) Experiencing (mengalami)

Belajar melalui experiencing merupakan inti dari pembelajaran kontekstual dengan anggapan bahwa belajar dapat terjadi lebih cepat ketika peserta didik dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif.44 Melalui tahapan ini kegiatan pembelajaran siswa akan lebih aktif karena siswa bertindak secara langsung untuk menemukan ide atau informasi berkaitan dengan materi yang sedang dipelajari.

Crawford menyatakan bahwa proses pengaitan informasi tidak dapat terjadi apabila siswa tidak memiliki pengetahuan atau pengalaman sebelumnya yang relevan dengan informasi yang baru diperoleh. Guru dapat mengatasi kendala tersebut dan membantu siswa membangun pengetahuan baru dengan berbagai pengalaman yang tersusun secara teratur di dalam kelas. Strategi seperti ini lah yang disebut sebagai mengalami.45 Selain itu, guru harus memberikan kegiatan yang hand-on kepada siswa sehingga dari kegiatan yang dilakukan siswa tersebut siswa dapat membangun pengetahuannya.46 Kegiatan tersebut dapat mencakup penggunaan manipulatif, kegiatan pemecahan masalah, dan laboratorium.47

Tujuan dalam proses experiencing salah satunya adalah menciptakan suatu pembelajaran yang lebih bermakna. Dalam hal ini, proses experiencing diharapkan akan meningkatkan kemampuan pemahaman relasional siswa, karena melalui kegiatan experiencing tersebut siswa dapat mengetahui asal mula pembentukan suatu konsep pada sebuah materi. Hal tersebut lebih bermakna dibandingkan dengan siswa yang hanya langsung menggunakan konsep yang diberikan oleh guru.

Dalam matematika, kegiatan manipulatif tersebut dapat berupa penggunaan suatu alat atau media untuk membuktikan suatu kebenaran. Misalnya, menggunakan media jeruk untuk membuktikan bahwa rumus luas

44

Sani, op. cit., h. 93. 45

Crawford, op. cit., h.5. 46

Trianto. loc. cit. 47


(39)

permukaan bola adalah 4πr2

. Kegiatan pemecahan masalah dalam matematika dapat berupa pembuktian suatu rumus yang tidak dapat menggunakan suatu media atau alat melainkan memerlukan konsep terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan rumus yang akan dibuktikan. Sedangkan kegiatan laboratorium dalam matematika berupa kegiatan pengambilan data. Misalnya, pada materi statistika. Untuk menentukan nilai rata-rata, modus, median diperlukan adanya sebuah data. Data tersebut dapat diambil berdasarkan populasi siwa di kelas.

Berdasarkan kegiatan-kegiatan tersebut siswa dapat membangun pengetahuan baru dalam diri mereka. Akan tetapi, dalam kegiatan ini siswa tidak mungkin dapat menemukan konsep-konsep baru dengan sendirinya. Guru tetap harus berperan sebagai fasilitator dan motivator agar konsep baru yang terbentuk sesuai dengan tujuan dari pembelajaran.

Tujuan utama pelaksanaan kegiatan/tugas ini bukan melatih siswa untuk pekerjaan tertentu, tetapi memungkinkan siswa mengalami aktivitas yang terkait langsung dengan pekerjaan nyata.48

3) Applying (mengaplikasi)

Mengaplikasikan menurut Crawford adalah “suatu strategi belajar yang menempatkan konsep-konsep untuk digunakan”.49 Sedangkan Sani menjelaskan bahwa “belajar menerapkan merupakan aktivitas peserta didik yang dilakukan saat menggunakan konsep untuk melakukan kegiatan pemecahan masalah dan proyek”.50 Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa dalam kegiatan aplikasi siswa mencoba menerapkan konsep-konsep yang telah diperoleh pada tahapan relating dan experiencing untuk memecahkan suatu permasalahan yang bersifat relevan. Apabila proses applying ini dapat dilalui dengan baik oleh siswa, maka mereka akan lebih mudah menerapkan konsep yang mereka peroleh tersebut pada saat transferring. Selain itu, proses applying juga digunakan untuk melihat sejauh

48

Sani. loc. cit. 49

Crawford, op. cit., h. 8. 50


(40)

mana kemampuan pemahaman yang dimiliki oleh siswa terhadap sebuah konsep.

Navarra mengatakan bahwa proses applying merupakan bagian yang paling penting dari proses belajar aktif. Ketika siswa dapat menyadari bahwa suatu rumus atau definisi yang telah mereka pahami bagaimana proses terbentuknya dapat diterapkan untuk menyelesaikan suatu permasalahan sehari-hari, mereka akan merasa senang dan antusias dalam belajar.51 Semua siswa akan melihat betapa pentingnya sebuah konsep-konsep kunci dalam memecahkan sebuah permasalahan realistik.52

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Crawford menunjukkan bahwa latihan yang bersifat realistik atau otentik dapat memotivasi siswa untuk belajar memahami konsep di tingkat yang lebih dalam. Adapun strategi-strategi kelas yang direkomendasikan antara lain:53

1) Fokuskan pada aspek-aspek pembelajaran yang bermakna. Guru harus memberikan tugas-tugas yang relevan dan otentik dengan dunia nyata. 2) Susunlah tugas yang baru, variasi, beragam, dan menarik.

3) Susunlah tugas yang menantang tetapi masuk akal dan sesuai kemampuan siswa.

Apabila strategi-strategi tersebut diterapkan secara makimal, maka pembelajaran di dalam kelas akan lebih bermakna.

4) Cooperative (bekerja sama)

Pada beberapa permasalahan untuk kategori soal-soal yang rumit mungkin beberapa siswa tidak dapat menyelesaikannya secara individu. Oleh karena itu, mereka perlu bekerja sama secara berkelompok untuk mendiskusikan solusi yang tepat untuk dapat menyelesaikan permasalahan tersebut. Trianto mengartikan “bekerja sama sebagai proses belajar dalam

51

Navarra, op. cit., h. 5. 52

Crawford, op. cit., h. 9. 53


(41)

konteks saling berbagi, merespon, dan berkomunikasi dengan siswa lainnya”.54

Kooperatif merupakan kegiatan siswa yang dilakukan secara berkelompok untuk berdiskusi, bertukar ide dan pendapat, serta bekerja sama dalam upaya memecahkan suatu permasalahan yang bersifat kompleks.

Menurut Navarra, “bekerja sama berarti berbagi dan berinteraksi dengan teman sebaya. Melalui bekerja sama, siswa belajar untuk beradaptasi dengan berbagai struktur keyakinan yang berbeda”.55 Siswa akan lebih leluasa mengungkapkan ide dan pendapat mereka tanpa rasa malu jika dengan teman sebaya. Selain itu siswa juga akan lebih mudah menjelaskan pemahaman yang mereka punya kepada orang lain atau merekomendasikan pemecahan masalah bagi permasalahan kelompok.56

Terdapat lima prinsip yang mendasari pembelajaran kooperatif, yaitu:57 a) Positive independence artinya adanya saling ketergantungan positf yakni

anggota kelompok menyadari pentingnya kerja sama dalam pencapaian tujuan.

b) Face to face artinya antar anggota berinteraksi dengan saling berhadapan. c) Individual accountability artinya setiap anggota kelompok harus belajar

dan aktif memberikan kontribusi untuk mencapai keberhasilan kelompok. d) Use of collaborative/social skill artinya harus menggunakan keterampilan

bekerja sama dan bersosialisasi. Agar siswa mampu berkolaborasi perlu adanya bimbingan guru.

e) Group processing artinya siswa perlu menilai bagaimana mereka bekerja secara efektif.

Pembelajaran yang dilakukan dengan bekerja sama dapat membangun dan melatih berbagai sikap, nilai dan keterampilan-keterampilan sosial pada diri siswa yang akan digunakan dalam kehidupan di masyarakat.

54

Trianto. loc. cit. 55

Navarra. loc. cit. 56

Crawford, op. cit., h. 11. 57


(42)

5) Transferring (mentransfer)

Mentransfer menurut Trianto yakni strategi mengajar yang kita definisikan sebagai menggunakan pengetahuan dalam sebuah konteks baru atau situasi baru suatu hal yang belum teratasi/diselesaikan dalam kelas.58 Kegiatan belajar pada proses transferring tersebut ditekankan pada terwujudnya kemampuan untuk memanfaatkan pengetahuan dalam situasi atau konteks yang baru.59

Dalam proses transferring, apabila siswa telah berhasil mempelajari suatu konsep yang baru, siswa dapat menggunakan suatu konsep yang baru tersebut untuk menyelesaikan suatu permasalahan dalam situasi lain yang masih berhubungan dengan konsep yang baru dipelajari tersebut. Dalam hal ini permasalahan yang disajikan lebih bervariasi dibandingkan dengan masalah yang disajikan pada proses applying. Selain itu siswa juga dapat menerapkan konsep tersebut dalam berbagau mata pelajaran lain yang saling terkait.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi REACT lebih mengutamakan kegiatan siswa yang bersifat mandiri. Guru dalam hal ini hanya berperan sebagai fasilitator dan motivator dalam berbagai aktivitas yang dilakukan oleh siswa. Strategi ini digunakan untuk menciptakan pembelajaran yang berlandaskan pada pemahaman siswa bukan hanya sekedar menghafal suatu konsep.

Kegiatan yang disajikan dalam strategi REACT mengarah pada kehidupan nyata atau pun pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya. Konsep melalui strategi REACT dibangun secara langsung oleh siswa sehingga penggunaannya lebih bermakna. Selain itu, siswa juga diarahkan untuk dapat menemukan sendiri solusi dari berbagai permasalahan yang disajikan berdasarkan pengetahuan yang telah mereka peroleh.

58

Trianto. loc. cit. 59


(43)

c. Langkah-langkah Strategi REACT

Adapun langkah-langkah strategi REACT di dalam kelas antara lain:

Tabel 2.2

Langkah-langkah Strategi REACT

No. Tahapan Kegiatan

1. Relating Mulailah pelajaran dengan menggali dan mengembangkan pengetahuan prasyarat siswa dengan cara mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari.

2. Experiencing Siswa melakukan pembuktian atau kegiatan penggalian sebuah konsep yang disajikan oleh guru terkaitan dengan materi yang sedang dipelajari

3. Applying Siswa diberikan permasalahan untuk mengaplikasikan konsep yang telah mereka dapat pada proses sebelumnya yang disajikan dalam Lembar Diskusi Siswa (LDS)

4. Cooperative Pada proses ini siswa dikelompokkan secara heterogen yang terdiri dari 4-5 orang untuk bekerja sama memecahkan permasalahan yang diberikan pada proses applying.

5. Transferring Siswa diberikan sebuah permasalahan yang lebih bervariasi sebagai proses penggalian pemahaman yang lebih tinggi terhadap konsep yang telah dipelajari

5. Pendekatan Konvensional

Pendekatan konvensional merupakan pendekatan pembelajaran yang paling sering diterapkan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran. Dalam pembelajaran ini guru jarang melibatkan peran aktif siswa karena guru yang lebih memegang seluruh proses pembelajaran (teacher centered). Pendekatan konvensional lebih menitikberatkan pada hasil akhir dibandingkan dengan proses pembelajaran.


(44)

Pada pendekatan teacher centered, guru mempresentasikan informasi kepada siswa, sehingga siswa hanya berperan sebagai penerima informasi yang diberikan oleh guru. Penyampaian materi pun lebih ditekankan pada keterampilan-keterampilan dasar seperti hafalan dan sebagian besar mengabaikan proses pemahaman. Kegiatan belajar pada pendekatan ini bersandar pada buku teks yang digunakan di sekolah.

Sehubungan dengan proses pembelajaran yang berpusat pada guru, maka minimal ada tiga peran utama yang harus dilakukan seorang guru, yaitu:

a. Guru sebagai perencana.

Sebagai perencana pengajaran, sebelum proses pembelajaran guru harus menyiapkan berbagai hal yang diperlukan, seperti misalnya materi pelajaran apa yang akan disampaikan, bagaimana cara menyampaikannya, media apa yang harus digunakan, dan lain sebagainya;

b. Guru sebagai penyampai informasi.

Dalam melaksanakan perannya sebagai penyampai informasi, sering kali guru menggunakan metode ceramah sebagai metode utama. Metode ini merupakan metode yang dianggap ampuh dalam proses pembelajaran.

c. Guru sebagai evaluator.

Sebagai evaluator guru juga berperan dalam menentukan alat evaluasi keberhasilan pembelajaran.60

Terdapat berbagai macam strategi, model, metode, serta teknik pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru untuk mendukung pendekatan teacher centered, salah satunya seperti yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu strategi ekspositori. Strategi ekspositori menurut Sanjaya merupakan “pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat

menguasai materi secara optimal”.61

Pembelajaran ini berorientasi pada guru,

60

Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum

Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana, 2011), Cet. 4, h. 208-209.

61

Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2008), Cet. 4, h.189


(45)

karena guru memegang peranan yang lebih dominan. Fokus utama pembelajaran ini adalah kemampuan akademik siswa.

Strategi ekspositori sama seperti ceramah dalam hal pusat kegiatan yang terdapat pada guru sebagai pemberi informasi. Akan tetapi, pada strategi ekspositori dominasi guru tidak seperti pada ceramah. Dalam pembelajaran ini guru tidak terus menerus bicara, melainkan hanya pada awal pembelajaran menerangkan materi dan memberikan contoh soal. Selain itu, aktivitas murid pun tidak hanya mendengar dan membuat catatan saja, tetapi juga mengerjakan soal latihan dan bertanya jika ada yang tidak dimengerti.

Dalam penggunaan strategi pembelajaran ekspositori terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh setiap guru yaitu:62

a. Berorientasi pada tujuan

Walaupun penyampaian materi pelajaran merupakan ciri utama dalam metode ekspositori, namun tujuan pembelajaran harus menjadi pertimbangan utama dalam penggunaan metode ini. Karena itu sebelum pembelajaran berlangsung, guru terlebih dahulu harus merumuskan tujuan pembelajaran secara jelas dan terstruktur.

b. Prinsip komunikasi

Dalam proses komunikasi, bagaimanapun sederhananya, selalu terjadi urutan pemindahan pesan (informasi) dari sumber pesan (guru) ke penerima pesan (siswa). Sistem komunikasi dikatakan efektif manakala pesan itu dapat mudah ditangkap oleh siswa secara utuh.

c. Prinsip kesiapan

Dalam prinsip ini dijelaskan bahwa individu akan merespon dengan cepat dari setiap stimulus yang muncul manakala dalam dirinya sudah memiliki kesiapan.

d. Prinsip berkelanjutan

Proses pembelajaran ekspositori harus dapat mendorong siswa untuk mau mempelajari materi pelajaran lebih lanjut.

62

Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), Cetakan Pertama, h. 217


(46)

Adapun prosedur pembelajaran dengan strategi ekspositori sebagai berikut:63

1. Persiapan (preparation) yaitu guru mempersiapkan siswa untuk menerima pelajaram

2. Penyajian (presentation) bahan materi pelajaran yang dapat dengan mudah ditangkap dan dipahami oleh siswa.

3. Menghubungkan (correlation) materi pelajaran dengan pengalaman siswa atau dengan hal-hal lain yang memungkinkan siswa mengangkap keterkaitannya dalam struktur pengetahuan yang dimilikinya.

4. Menyimpulkan (generalization) berarti memberikan keyakinan kepada siswa tentang kebenaran suatu paparan agar siswa tidak merasa ragu akan penjelasan yang disampaikan guru.

5. Mengaplikasikan (application) penguasaan dan pemahaman materi yang dimiliki siswa melalui pemberian tugas atau tes yang sesuai dengan materi pelajaran yang telah disajikan.

Pada strategi ekspositori terdapat beberapa keunggulan dan kelemahan. Adapun beberapa keunggulan strategi ekspositori yaitu:64

1. Guru dapat mengontrol urutan dan keluasan materi pembelajaran, sehingga dapat mengetahui sejauh mana siswa menguasai bahan pelajaran yang disampaikan.

2. Sangat efektif apabila materi pelajaran yang harus dikuasi siswa cukup luas, sementara waktu yang dimiliki terbatas.

3. Siswa dapat melihat atau mengobservasi melalui pelaksanaan demonstrasi. 4. Dapat digunakan untuk jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar.

Sedangkan beberapa kelemahan strategi ekspositori antara lain:65 1. Strategi ini hanya mungkin dapat dilakukan terhadap siswa yng memiliki

kemampuan mendengar dan menyimak secara baik.

63

Sanjaya. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, loc. cit. 64

Majid, op. cit., h. 220

65


(47)

2. Strategi ini tidak mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu baik perbedaan kemampuan, pengetahuan, minat, dan bakat, serta perbedaan gaya belajar siswa.

3. Strategi ini sulit mengembangkan kemampuan siswa dalam hal sosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan berpikir kritis.

4. Keberhasilan strategi pembelajaran ekspositori sangat bergantung kepada apa yang dimiliki guru, seperti persiapan, pengetahuan, rasa percaya diri, semangat, antusiasme, motivasi, dan kemampuan mengelola kelas. Tanpa hal itu sudah dapat dipastikan pembelajaran tidak mungkin berhasil.

5. Pengetahuan yang dimiliki siswa akan terbatas pada apa yang diberikan guru mengingat gaya komunikasi metode ini lebih banyak terjadi satu arah (one-way communication) sehingga kesempatan untuk mengontrol pemahaman siswa akan terbatas pula.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional adalah suatu kegiatan pembelajaran yang pada umumnya guru mendominasi kegiatan pembelajaran dan siswa hanya berperan sebagai penerima informasi, sehingga aktivitas siswa menjadi terbatas dan pembelajaran pun menjadi pasif.

B. Kajian Hasil Penelitian Relevan

Adapun peneliti beranggapan ada penelitian yang mirip namun tidak serupa yang menjadi sebuah pembelajaran dalam penelitian ini. Beberapa diantaranya seperti penelitian yang dilakukan oleh:

1. Carolin Olivia, Universitas Negeri Yogyakarta, dalam penelitiannya yang berjudul “Mengembangkan Pemahaman Relasional Siswa Mengenai Luas

Bangun Datar Segiempat dengan Pendekatan PMRI”. Pengertian pemahaman


(48)

kemampuan penggunaan aplikasi dalam bentuk representasi dalam kehidupan sehari-hari.66

2. I. B. Kt. Dharma Putra, Universitas Pendidikan Ganesa, dalam jurnalnya yang berjudul “Pengaruh Strategi REACT Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V”. Strategi REACT merupakan salah satu strategi pembelajaran kontekstual yang memberikan ruang gerak kepada siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri.67

3. Rina Triana Juli Agustin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme Strategi REACT terhadap Pemahaman Konsep Matematika Siswa”. Strategi REACT menekankan pada aktivitas siswa dalam menghubungkan, mengalami, menerapkan, serta mentransfer yang dilaksanakan secara kooperatif untuk menemukan dan memahami konsep.68

Selain itu, penggunaan strategi REACT mampu memberikan hasil yang positif terhadap hasil belajar, kemampuan pemecahan masalah maupun kemampuan pemahaman konsep matematis siswa. Ditunjukan dari hasil penelitian sebagai berikut:

a. Pada penelitian Mengembangkan Pemahaman Relasional Siswa Mengenai Luas Bangun Datar Segiempat dengan Pendekatan PMRI menunjukkan bahwa karakteristik PMRI memiliki peran yang signifikan dalam mengembangkan pemahaman relasional matematis siswa.

b. Pada penelitian Pengaruh Strategi REACT Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V oleh I. B. Kt. Dharma Putra menunjukkan rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan strategi REACT adalah 25,60, sedangkan

66

Carolin Olivia, “Mengembangkan Pemahaman Relasional Siswa Mengenai Luas Bangun Datar Segiempat dengan Pendekatan PMRI”, Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Yogyakarta, 9 November 2013, h. 2

67

I. B. Kt. Dharma Putra, “Pengaruh Strategi REACT Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V”, Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha, Vol. 2 No. 1, 2014, h. 5

68

Rina Triana Juli Agustin, Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme Strategi

REACT Terhadap Pemahaman Konsep Matematika Siswa, Skripsi pada Universitas Islam Negeri


(49)

rata skor kemampuan pemecahan masalah siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran konvensional adalah 13,95.

c. Pada penelitian Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme Strategi REACT terhadap Pemahaman Konsep Matematika Siswa oleh Rina Triana Juli Agustin menunjukkan Rata-rata hasil posttest matematika yang diajarkan dengan strategi REACT adalah 71,54, sedangkan rata-rata hasil posttest matematika yang dibelajarlan dengan konvensional adalah 64,28

C. Kerangka Berpikir

Tujuan dilaksanakannya pembelajaran matematika salah satunya adalah siswa dapat paham terhadap konsep atau materi yang diberikan. Pemahaman terhadap konsep tersebut yang akan digunakan oleh siswa untuk memahami konsep selanjutnya. Terutama pemahaman relasional siswa. Hal tersebut dikarenakan konsep dalam matematika memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya, sehingga apabila siswa telah memiliki pemahaman relasional akan lebih mudah untuk memahami konsep selanjutnya.

Pada kenyataannya, tujuan pembelajaran matematika tersebut belum tercapai dengan baik. Kebanyakan siswa masih menerapkan sistem menghafal dalam proses pembelajaran. Selain itu kebiasaan guru langsung memberikan suatu konsep secara baku, tanpa memberikan penjelasan mengenai pembentukan konsep itu sendiri. Sehingga ketika siswa mengerjakan soal yang berbeda dengan yang dicontohkan oleh guru atau harus menemukan konsep yang belum diketahui dalam soal, siswa tidak dapat menyelesaikannya. Hal tersebut dikarenakan pemahaman relasional yang dimiliki siswa belum terbentuk secara maksimal.

Salah satu upaya agar siswa mampu mengembangkan pemahaman relasional matematikanya yaitu dengan melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajarannya. Pembelajaran secara aktif dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa sehingga siswa akan lebih mudah mengembangkan kemampuan pemahaman relasionalnya serta mampu menyelesaikan permasalahan yang lebih luas.


(50)

Guru diharapkan dapat menggunakan berbagai pendekatan, strategi, metode, atau teknik pembelajaran yang dapat membangkitkan pemahaman relasional siswa, salah satunya adalah pendekatan konstruktivisme strategi REACT. Penerapan yang sistematis dalam pendekatan konstruktivisme strategi REACT akan memudahkan siswa dalam memperoleh pemahaman melalui berbagai tahapan-tahapan pembelajaran yang ada di dalamnya.

Pendekatan konstruktivisme strategi REACT membantu siswa lebih mandiri dalam memahami ide pokok dari suatu konsep yang sedang dibahas. Sedangkan guru hanya bertugas sebagai motivator dan fasilitator dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh siswa. Pendekatan konstruktivisme strategi REACT memiliki lima elemen diantaranya relating, experiencing, applying, cooperative, dan transferring.

Pada tahap relating siswa diminta untuk mengaitkan materi yang akan dipelajari dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya atau dengan kehidupan nyata. Melalui relating, siswa dibiasakan untuk menghubungkan suatu konsep dengan konsep lainnya yang telah dipelajari. Sehingga dalam hl ini, skema pengetahuan siswa akan terbentuk dengan sendirinya. Elemen kedua adalah experiencing. Pada tahap ini siswa diarahkan untuk menemukan sendiri kebenaran dari materi yang sedang dipelajari. Sehingga konsep akan melekat lebih lama dalam ingatan siswa karena terbentuk melalui pengalaman yang telah dilakukan oleh siswa. Selain itu, pemahaman yang terbentuk pada siswa pun akan lebih mendalam. Selanjutnya applying, dimana pada tahap ini siswa mulai menggunakan apa yang telah mereka temukan pada tahap experiencing untuk diaplikasikan dalam memecahkan suatu permasalahan yang terkait dengan pembahasan. kemudian pada tahap cooperative siswa diajarkan untuk bekerja sama dalam mempelajari dan memecahkan suatu permasalahan. Siswa akan lebih leluasa menyampaikan ide-ide yang dimiliki jika dengan temannya. Terakhir adalah tahap transferring. Dimana dalam transferring siswa menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki untuk diterapkan dalam situasi yang baru. Situasi yang dimaksud salah satunya dapat berupa soal-soal dalam bentuk yang lebih bervariasi.


(51)

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan tentang pendekatan konstruktivisme strategi REACT diduga bahwa pembelajaran tersebut memiliki pengaruh terhadap pemahaman relasional matematis siswa, sehingga kemampuan pemahaman relasional siswa dalam pembelajaran menggunakan pendekatan konstruktivisme strategi REACT menjadi lebih baik dibandingkan dengan siswa yang menggunakan pembelajaran strategi konvensional.

Gambar 2.1

Skema Kerangka Berpikir

Tujuan Sasaran

Tujuan Pembelajaran Matematika

Pemahaman Konsep

Konstruktivisme : REACT

Pemahaman Instrumental

Pemahaman Relasional

1. Mengklarifikasi 2. Mengaitkan

3. Merepresentasikan

Pemahaman Konsep pada Materi Relasi dan Fungsi Meningkat

Pemahaman Relasional


(52)

D. Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis dalam penelitian ini yaitu pemahaman relasional matematika siswa yang diajarkan dengan pendekatan konstruktivisme strategi REACT lebih tinggi dari pemahaman relasional matematika siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional.


(53)

38

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 18 Kota Tangerang Selatan yang beralamat di Jl. Benda Barat 14 Pamulang - Tangerang Selatan. Penelitian ini akan dilaksanakan pada tahun kelas VIII semester ganjil tahun ajaran 2014/2015, yaitu pada bulan September atau bergantung pada kalender akademik yang telah dibuat oleh SMP Negeri 18 Kota Tangerang Selatan

B. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Quasi Eksperimen dengan desain penelitian berbentuk Posttest Only Control Design. Dalam design ini terdapat dua kelompok yang masing-masing dipilih secara random. Kelompok pertama diberi perlakuan (X) dan kelompok yang lain tidak.1 Pada pelaksanaannya, peneliti menggunakan dua kelas untuk mengajar, yaitu kelas eksperimen dengan memberi perlakuan melalui penggunaan pendekatan konstruktivisme strategi REACT dan kelompok kelas kontrol sebagai pembandingnya.

Setelah penelitian selesai dilaksanakan, diadakan tes akhir dengan tujuan untuk mengetahui apakah semua materi pelajaran yang disampaikan telah dapat dikuasi dengan baik oleh siswa. Hasilnya diambil dari hasil tes akhir siswa baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol.

Adapun desain penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut.

1


(54)

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelompok Treatmen Post Test

R (Eksperimen) X O

R (Kontrol) - O

Keterangan:

X = Perlakuan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme strategi REACT

R = Pemilihan sampel secara acak

O = Tes akhir pada kelompok eksperimen dan kontrol.

Langkah yang dilakukan sebelum memberikan tes pemahaman relasional terlebih dahulu dilakukan pembelajaran pada kedua kelas tersebut. Adapun perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen yaitu dengan memberikan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme strategi REACT (variabel bebas) dengan tujuan untuk melihat pengaruhnya terhadap pemahaman relasional matematika siswa (variabel terikat).

C. Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sedangkan sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.2 Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMPN 18 Kota Tangerang Selatan. Teknik pengambilan sampel yaitu Cluster Random Sampling, yaitu pengambilan anggota sampel dari populasi yang dilakukan dengan merandom kelas. Teknik ini mengambil dua kelas dari enam kelas yang tersedia

2


(55)

yaitu VIII A, VIII B, VIII C, VIII E, VIII F, VIII G, VIII H. Kemudian dari kedua kelas tersebut diundi untuk menentukan kelas yang akan dijadikan sebagai kelas eksperimen dan kontrol, maka terpilih kelas VIII E dengan jumlah 43 orang sebagai kelas kontrol yaitu siswa yang belajar menggunakan strategi pembelajaran konvensional, sedangkan VIII F dengan jumlah siswa 43 orang sebagai kelas eksperimen yang belajar menggunakan model pembelajaran konstruktivisme strategi REACT.

D. Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah skor pemahaman relasional matematika siswa. Data tersebut diperoleh dari hasil tes pemahaman relasional berbentuk uraian yang diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tes ini diberikan pada kelas eksperimen yang dalam penerapan pembelajarannya menggunakan pendekatan konstruktivisme strategi REACT dan kelas kontrol menggunakan strategi pembelajaran konvensional.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur pemahaman relasional matematika siswa. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes dalam bentuk uraian yang diberikan dalam bentuk post test. Instrumen tes ini diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol pada pokok bahasan relasi dan fungsi, dimana tes yang diberikan kepada kedua kelas tersebut adalah sama.

Jumlah soal yang diberikan pada tes tersebut sebelum dilakukan uji validitas instrumen sebanyak 10 butir soal. Akan tetapi setelah dilakukan uji validitas instrumen diperoleh bahwa terdapat 2 soal yang tidak valid, sehingga soal yang digunakan dalam uji posttest hanya berjumlah 8 soal.

Adapun indikator yang akan diukur melalui tes uraian tersebut akan dijelaskan dalam tabel di bawah ini:


(1)

182

Lampiran 31


(2)

(3)

184

Lampiran 32


(4)

(5)

186

Lampiran 32


(6)

Dokumen yang terkait

pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS) terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa (kuasa Eksperimen di SMPN 3 Tangerang selatan)

3 10 82

Pengaruh pendekatan contextual teaching and learning (CTL) melalui metode eksperimen terhadap hasil belajar siswa : quasi eksperimen di SMP Negeri 6 kota Tangerang Selatan

0 4 182

Pengaruh model pembelajaran learning cycle 5e terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa: penelitian quasi eksperimen di salah satu SMP di Tangerang.

6 24 248

Pengaruh Pendekatan Diskursif Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa (Penelitian Quasi Eksperimen Di Kelas Viii Mts Negeri 32 Jakarta)

11 52 194

Pengaruh strategi pembelajaran aktif teknik question student have terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa: penelitian quasi eksperimen di Kelas VII SMP Negeri 11 Tangerang Selatan

0 4 240

Pengaruh Pendekatan Open Ended Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa (Penelitian Quasi Eksperimen di MTs Annajah Jakarta)

1 14 197

Pengaruh pembelajaran kooperatif type quick on the draw terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa : Penelitian quasi eksperimen di kelas VIII SMP PGRI 35 Serpong

2 7 193

Pengaruh strategi heuristik vee terhadap kemampuan penalaran induktif matematis siswa : Penelitian quasi eksperimen di kelas viii MTS Daarul Hikmah, Pamulang Barat

5 38 219

The Effectiveness of Guided Questions towards Students’ Writing Skill of Descriptive Text

0 5 86

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN TAPPS STRATEGI REACT TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS PESERTA DIDIK KELAS VIII MATERI LINGKARAN

11 50 293