Renstra Dit PJLHK 2015 2019

(1)

(2)

RENCANA STRATEGIS

DIREKTORAT PEMANFAATAN JASA

LINGKUNGAN HUTAN KONSERVASI

TAHUN 2015-2019

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Direktorat Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem

Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi


(3)

KATA PENGANTAR

Rencana Strategis Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi Tahun 2015-2019 disusun sebagai amanat dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Dalam penyusunan dokumen ini mengacu pada Rencana Strategis Direktorat Jenderal KSDAE Tahun 2015-2019 dan Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2015-2019.

Dokumen perencanaan jangka menengah ini dimaksudkan sebagai pedoman dan acuan dalam melaksanakan langkah-langkah strategis pencapaian sasaran Kegiatan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi, agar upaya pemanfaatan jasa lingkungan di kawasan konservasi dapat berjalan pada arah yang benar, mencapai sasaran secara efektif dan efisien.

Berdasarkan tuntutan dinamika kebijakan nasional dan berdasarkan dokumen Renstra Direktorat KSDAE serta dokumen Renstra KLHK, kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan di kawasan konservasi 2015-2019 diharapkan mendukung empat sub agenda nasional yaitu ketahanan air, ketahanan energi, pariwisata dan pelestarian sumberdaya alam & lingkungan hidup dan pengelolaan bencana.

Dokumen ini juga diharapkan dapat menjadi instrumen dalam upaya-upaya pencapaian sasaran Program Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem dari kegiatan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi, beserta indikator kinerja yang telah ditetapkan secara berjenjang. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka Rencana Strategis Direktorat PJLHK Tahun 2015-2019 menjabarkan strategi pencapaian sasaran kegiatan dan target kinerja kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan dengan memperhatikan kondisi pemungkin, tahapan-tahapan, komponen kegiatan baik yang dilaksanakan di pusat maupun di UPT, target lokasi pencapaian kinerja dan verifier yang harus dipenuhi sebagai bukti capaian kinerja.

Besar harapan kami bahwa Rencana Strategis Direktorat PJLHK Tahun 2015-2019 ini dapat dipedomani dalam rancang tindak seluruh aparatur di lingkungan Direktorat Jenderal KSDAE dalam pelaksanaan kegiatan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi lima tahun mendatang. Kepada para pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan dokumen perencanaan ini, kami sampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan atas waktu, tenaga dan pemikirannya. Kiranya Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan rahmat dan hidayahNya kepada kita sekalian, untuk dapat mewujudkan era baru pemanfaatan jasa lingkungan dalam pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan.

Dr. Ir. Bambang Supriyanto, M.Sc NIP. 19631004 199004 1 001 Bogor, 23 November 2015

Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi


(4)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... ii

Daftar Tabel ... iii

Daftar Gambar ... vi

Daftar Lampiran ... vii

Ringkasan Eksekutif ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Kondisi Umum ... 1

B. Capaian Pembangunan Bidang Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi Hingga Tahun 2014... 7

C. Potensi dan Permasalahan ... 16

II. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS ... 29

III. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI ... 34

A. Arah Kebijakan Pembangunan Lingkungan Hidup dan Kehutanan ... 35

B. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan KSDAE ... 36

C. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Pemanfataan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi ... 37

D. Kerangka Regulasi ... 41

E. Kerangka Kelembagaan ... 44

IV. TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN ... 45

A. Target Kinerja ... 45

B. Kerangka Pendanaan ... 67

C. Partisipasi dan Kerjasama Para Pihak ... 68

V. PENUTUP ... 70 Daftar Pustaka


(5)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1 Jumlah Unit dan Luas Kawasan Konservasi ... 7 Tabel 2 Capaian Pengusahaan Pariwisata Alam Tahun 2010-2014... 9 Tabel 3 Capaian Izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan air Tahun

2010-2014...

11

Tabel 4 Jumlah MoU Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air yang belum dikonversi menjadi Izin sampai Akhir 2014...

12

Tabel 5 Perkembangan Jumlah PNBP Periode 2008 – 2014 ... 13 Tabel 6 Penyelenggaraan Karbon Hutan (DA-REDD+) di Kawasan

Konservasi...

15

Tabel 7 Perkembangan Jumlah Mitra Bina Cinta Alam (Kader Konservasi (KK), KPA dan KSM/KP ...

16

Tabel 8 Jumlah Kunjungan Wisatawan Manca Negara dan Wisatawan Nusantara Tahun 2009-2014 ...

18

Tabel 9 Ketersediaan dan Kebutuhan Air di Indonesia ... 19 Tabel 10 Potensi distribusi titik panas bumi pada kawasan hutan di

Indonesia ...

23

Tabel 11 Hubungan Keterkaitan antara Sasaran Strategis KLHK, Sasaran Program KSDAE dan Kegiatan ...

37

Tabel 12 Hubungan Keterkaitan antara Agenda/Sub Agenda Nasional, Sasaran Strategis, Sasaran Program KSDAE, Kegiatan dan IKK Bidang Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi ...

40

Tabel 13 IKK dan Target Kinerja Kegiatan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi ...

45

Tabel 14 Proyeksi capaian target IKK Jumlah kunjungan wisata ke kawasan konservasi minimal sebanyak 1,5 juta orang wisatawan mancanegara ...

46

Tabel 15 Tahapan dan waktu pelaksanaan komponen kegiatan IKK Jumlah kunjungan wisata ke kawasan konservasi minimal sebanyak 1,5 juta orang wisatawan mancanegara ...

49


(6)

IKK Jumlah Kunjungan Wisata ke Kawasan oservasi minimal sebanyak 1,5 juta orang wisatawan mancanegara selama 5 tahun... Tabel 17 Proyeksi capaian target IKK Jumlah kunjungan wisata ke kawasan konservasi minimal sebanyak 20 juta orang wisatawan nusantara ...

50

Tabel 18 Tahapan dan waktu pelaksanaan komponen kegiatan IKK Jumlah kunjungan wisata ke kawasan konservasi minimal sebanyak 20 juta orang wisatawan nusantara ...

52

Tabel 19 Verifier dalam rangka pencapaian IKK Tahun 2015-2019 IKK Jumlah Kunjungan Wisata ke Kawasan konservasi minimal sebanyak 20 juta orang wisatawan nusantara selama 5 tahun ...

53

Tabel 20 Proyeksi capaian target IKK Jumlah unit usaha pemanfaatan pariwisata alam di kawasan konservasi bertambah sebanyak 100 unit dari baseline tahun 2013 ...

53

Tabel 21 Tahapan dalam pencapaian IKK “Jumlah unit usaha pemanfaatan pariwisata alam di kawasan konservasi bertambah sebanyak 100 unit dari baseline tahun 2013” dan waktu pelaksanaan ...

57

Tabel 22 Verifier dalam rangka pencapaian IKK Jumlah unit usaha pemanfaatan pariwisata alam di kawasan konservasi bertambah sebanyak 100 unit dari baseline tahun 2013 ...

57

Tabel 23 Proyeksi capaian target IKK Jumlah pemanfaatan jasa lingkungan air yang beroperasi di kawasan konservasi bertambah sebanyak 25 unit selama 5 tahun ...

58

Tabel 24 Tahapan dalam pencapaian IKK “Jumlah pemanfaatan jasa lingkungan air yang beroperasi di kawasan konservasi bertambah sebanyak 25 unit” dan waktu pelaksanaan ...

59

Tabel 25 Verifier dalam rangka pencapaian IKK Jumlah pemanfaatan jasa lingkungan air yang beroperasi di kawasan konservasi bertambah sebanyak 25 unit ...

60

Tabel 26 Proyeksi capaian target IKK Jumlah pemanfaatan energi air dari kawasan konservasi untuk keperluan mini/micro hydro


(7)

tahun ... Tabel 27 Tahapan dalam pencapaian IKK “Jumlah pemanfaatan

energi air dari kawasan konservasi untuk keperluan mini/micro hydro power plant bertambah sebanyak minimal 50 unit” dan waktu pelaksanaan ...

62

Tabel 28 Verifier dalam rangka pencapaian IKK Jumlah pemanfaatan energi air dari kawasan konservasi untuk keperluan mini/micro hydro power plant bertambah sebanyak minimal 50 unit ...

63

Tabel 29 Proyeksi capaian target IKK Jumlah Unit Usaha pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi yang beroperasi di kawasan konservasi sebanyak 5 izin selama 5 tahun ...

63

Tabel 30 Tahapan dalam pencapaian IKK “Jumlah Unit Usaha pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi yang beroperasi di kawasan konservasi sebanyak 5 izin” dan waktu pelaksanaan ...

64

Tabel 31 Verifier dalam rangka pencapaian IKK Jumlah Unit Usaha pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi yang beroperasi di kawasan konservasi sebanyak 5 izin ...

65

Tabel 32 Proyeksi capaian target IKK Jumlah registrasi atau sertifikasi

Verified Carbon Standard (VCS) atau Climate, Community and Biodiversity Alliance (CCBA) REDD+ pada 2 unit kawasan konservasi ...

66

Tabel 33 Tahapan dalam pencapaian IKK “Jumlah registrasi atau sertifikasi Verified Carbon Standard (VCS) atau Climate, Community and Biodiversity Alliance (CCBA) REDD+ pada 2 unit kawasan konservasi” dan waktu pelaksanaan ...

66

Tabel 34 Verifier dalam rangka pencapaian IKK Jumlah registrasi

atau sertifikasi Verified Carbon Standard (VCS) atau

Climate, Community and Biodiversity Alliance (CCBA)

REDD+ pada 2 unit kawasan konservasi ...


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 1 Bagan Struktur Organisasi Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi (PJLHK) (Sumber: Lampiran Permen LHK Nomor P.18/MenLHK-II/2015) ....

3

Gambar 2 Komposisi Pegawai Direktorat PJLHK berdasarkan tingkat pendidikan sampai Akhir 2014...

4

Gambar 3 Sustainable Development Trilogy ... 5 Gambar 4 Emisi dari berbagai sektor (Sumber: IPCC Fourth

Assessment Report, 2007) ...

25

Gambar 5 Pemetaan Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman ...

27

Gambar 6 Visi dan Misi Pembangunan Nasional 2015-2019 ... 30 Gambar 7 Sembilan Agenda Prioritas Nasional 2015-2019 ... 31 Gambar 8 Tujuan Pembangunan Lingkungan Hidup dan Kehutanan

2015-2019 ...

32

Gambar 9 Sasaran Strategis Pembangunan Lingkungan Hidup dan Kehutanan ...


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran 1 Target Lokasi Pelaksanaan IKK Jumlah Kunjungan Wisata ke Kawasan oservasi minimal sebanyak 1,5 juta orang wisatawan mancanegara selama 5 tahun ...

72

Lampiran 2 Target Lokasi Pelaksanaan IKK Jumlah Kunjungan Wisata ke Kawasan oservasi minimal sebanyak 20 juta orang wisatawan nusantara selama 5 tahun ...

73

Lampiran 3 Target Lokasi Pelaksanaan IKK Jumlah unit usaha pemanfaatan pariwisata alam di kawasan konservasi bertambah sebanyak 100 unit dari baseline tahun 2013 ..

74

Lampiran 4 Target Lokasi Pelaksanaan IKK “Jumlah pemanfaatan jasa lingkungan air yang beroperasi di kawasan konservasi bertambah sebanyak 25 unit”...

75

Lampiran 5 Target Lokasi Pelaksanaan IKK “Jumlah pemanfaatan energi air dari kawasan konservasi untuk keperluan mini/micro hydro power plant bertambah sebanyak minimal 50 unit” ...

75

Lampiran 6 Target Lokasi Pelaksanaan IKK “Jumlah Unit Usaha pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi yang beroperasi di kawasan konservasi sebanyak 5 izin” ...

76

Lampiran 7 Target Lokasi Pelaksanaan IKK “Jumlah registrasi atau sertifikasi Verified Carbon Standard (VCS) atau Climate, Community and Biodiversity Alliance (CCBA) REDD+

pada 2 unit kawasan konservasi ...

76

Lampiran 8 Proyeksi Pembiayaan Pencapaian Kegiatan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi 2015-2019 ...


(10)

RINGKASAN EKSEKUTIF

Penyelenggaraan pemanfaatan jasa lingkungan di kawasan konservasi menjadi tanggung jawab pemerintah selaku pengelola negara yang dalam hal ini secara teknis menjadi tugas Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi (PJLHK). Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.18/MenLHK-II/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mengamanatkan bahwa Direktorat PJLHK mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan bimbingan teknis, dan supervisi pelaksanaan urusan di daerah bidang pemanfaatan jasa lingkungan hutan konservasi.

Dalam menyelenggarakan tugas dan fungsinya, Direktorat PJLHK didukung dengan perangkat organisasi sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.18/MENLHK-II/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang terdiri dari: (1) Sub Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air, (2) Sub Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Wisata Alam, (3) Sub Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Panas Bumi dan Karbon, (4) Sub Direktorat Promosi dan Pemasaran, dan (5) Sub Bagian Tata Usaha.

Direktorat Jenderal KSDAE telah melakukan analisis rancang tindak untuk mewujudkan mandat pembangunan berkelanjutan dan menghasilkan empat nilai strategis yang dapat diekstrak berdasarkan mandat, tugas dan fungsi, obyek yang dikelola, serta fungsi dari masing-masing obyek, yaitu 1) Pengelolaan dan Pemangkuan Kawasan Hutan; 2) Kawasan Konservasi sebagai Benteng Terakhir; 3) Potensi Jasa Ekosistem; 4) Konvensi dan Kesepahaman Internasional.

Nilai strategis ketiga merupakan merupakan tanggung jawab Direktorat PJLHK. Kawasan konservasi menyediakan potensi berbagai


(11)

secara bijaksana akan mampu mengubah potensi jasa lingkungan menjadi potensi ekonomi riil dan menghasilkan multiplier effect yang sangat besar. Sampai akhir tahun 2014, unit kawasan konservasi di Indonesia berjumlah 521 unit terdiri dari Cagar Alam (227 unit), Suaka Margasatwa (81 unit), Taman Nasional (50 unit), Taman Wisata Alam (115 unit), Taman Buru (13), Taman Hutan Raya (23 unit), KSA-KPA (18 unit), dengan luas total mencapai 27.108.486,54 hektar. Pada 521 unit kawasan konservasi tersebut, menyimpan berbagai keunikan fenomena alam yang berpotensi sebagai obyek dan daya tarik wisata alam (ecotourism), potensi sumberdaya air, potensi panas bumi (geothermal) dan potensi karbon hutan.

Obyek dan daya tarik wisata alam (ODTWA) di kawasan konservasi mampu mendatangkan jumlah kunjungan wisata selama tahun 2014 sebesar 6.111.613 orang, yang terdiri dari wisatawan nusantara sebanyak 5.584.656 orang dan wisatawan mancanegara sebanyak 526.957 orang. Dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Kehutanan, ODTWA di kawasan konservasi tersebut mampu menghasilkan PNBP pada tahun 2014 sebesar Rp. 68.160.229.054.

Kawasan konservasi tersebut juga menyimpan potensi sumberdaya air sebesar ±600 Milyar M3. Potensi tersebut dapat dimanfaatkan massa airnya maupun aliran airnya untuk keperluan energi. Sejak diberlakukannya Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.64/Menhut-II/2013 tentang Pemanfaatan Air dan Energi Air di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam, maka pemanfaatan massa air dan aliran air di kawasan konservasi dapat dilakukan secara legal melalui mekanisme perizinan. Izin pemanfaatan air tersebut dapat dilakukan pada areal pemanfaatan air yang telah ditetapkan. Berdasarkan peraturan tersebut volume air yang dapat dimanfaatkan baik untuk keperluan komersial maupun non komersial maksimum sebesar 50% dari debit air minimal di kawasan konservasi tersebut. Sampai akhir tahun 2014 telah diterbitkan sebanyak 64 unit izin


(12)

pemanfaatan jasa lingkungan air, terdiri dari Izin Pemanfaatan Air (IPA) sebanyak 63 unit (49 unit berlokasi di taman nasional, 7 unit di taman wisata alam dan 7 unit di suaka margasatwa) dan Izin Pemanfaatan Energi Air (IPEA) sebanyak 1 unit berlokasi di taman nasional.

Kawasan konservasi juga menyimpan potensi listrik dari geothermal sebesar kurang lebih 6,16 GW atau sebesar 22% dari potensi panas bumi yang berada pada kawasan hutan di Indonesia. Potensi panas bumi di kawasan konservasi tersebut tersebar di taman nasional, taman wisata alam dan cagar alam.

Dalam konteks perubahan iklim global, keberadaan hutan berperan sebagai penyerap dan penyimpan karbon (Carbon sink). Kawasan konservasi di Indonesia menyimpan karbon kurang lebih 625 Giga Ton CO2. Vegetasi dan tanah mampu menyimpan 7.500 Giga Ton CO2 (dua

kali CO2 yang ada di atmosfir). Hutan mampu menyimpan 4.500 Giga Ton

CO2 (lebih besar daripada di atmosfir). Hutan tropis dapat menyimpan

karbon sekitar 40% dari hutan dunia. Tegakan di hutan tropis dapat menahan karbon sekitar 50% lebih besar dari kapasitas tegakan di luar hutan tropis. Penyelenggaraan karbon hutan pada periode 2010-2014 merupakan tahap penyelenggaraan Demonstration Activities-Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation (DA-REDD). Sampai akhir tahun 2014 telah terdapat tiga kawasan konservasi yang telah mendapatkan persetujuan DA-REDD dari Menteri Kehutanan yaitu TN Berbak, TN Sebangau dan TN Meru Betiri.

Pada periode pembangunan menengah 2015-2019, pembangunan bidang pemanfaatan jasa lingkungan hutan konservasi melanjutkan pembangunan pada periode 2010-2014 dan mengembangkan potensi jasa lingkungan yang lain. Berdasarkan dinamika pembangunan nasional, isu-isu strategis, hasil identifikasi, monitoring dan evaluasi, maka pembangunan pemanfaatan jasa lingkungan hutan konservasi dilakukan secara berjenjang mengikuti sasaran strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan sasaran program konservasi sumberdaya alam dan ekosistem.


(13)

Sasaran kegiatan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi adalah terjaminnya efektifitas pemanfaatan jasa lingkungan hutan konservasi. Arah kebijakan dalam rangka mewujudkan sasaran kegiatan tersebut adalah: 1) mendukung Sub agenda nasional bidang pariwisata melalui pemanfaatan potensi sumberdaya hutan dan lingkungan hutan secara lestari untuk meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan serta meningkatkan devisa dan PNBP dari pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi; 2) mendukung Sub Agenda Nasional bidang Ketahanan Air melalui pemanfaatan potensi sumberdaya hutan dan lingkungan hutan secara lestari untuk meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan serta meningkatkan devisa dan PNBP dari pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi; 3) mendukung Sub Agenda Nasional bidang Ketahanan Energi melalui pemanfaatan potensi sumberdaya hutan dan lingkungan hutan secara lestari untuk meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan serta meningkatkan devisa dan PNBP dari pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi; dan 4) mendukung Sub Agenda Nasional bidang pelestarian SDA, LH dan Pengelolaan Bencana melalui pelestarian keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati serta keberadaan SDA sebagai sistem penyangga kehidupan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan serta peningkatan efektifitas pengelolaan hutan konservasi dan upaya konservasi keanekaragaman hayati.

Dalam upaya mewujudkan sasaran kegiatan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi 2015-2019, dicapai melalui 7 (tujuh) Indikator Kinerja Kegiatan (IKK), yaitu:

1) Jumlah kunjungan wisata ke Kawasan Konservasi minimal 1,5 juta orang wisatawan mancanegara selama 5 tahun

2) Jumlah kunjungan wisata ke Kawasan Konservasi minimal 20 juta orang wisatawan nusantara selama 5 tahun

3) Jumlah unit usaha pemanfaatan pariwisata alam di kawasan konservasi bertambah sebanyak 100 unit dari baseline tahun 2013


(14)

4) Jumlah pemanfaatan jasa lingkungan air yang beroperasi di kawasan konservasi bertambah sebanyak 25 unit

5) Jumlah pemanfaatan energi air dari kawasan konservasi untuk keperluan mini/micro hydro power plant bertambah sebanyak minimal 50 unit

6) Jumlah unit usaha pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi yang beroperasi di kawasan konservasi sebanyak minimal 5 unit.

7) Jumlah registrasi atau sertifikasi Verified Carbon Standard (VCS) atau Climate, Community and Biodiversity Alliance (CCBA) REDD+ pada 2 unit Kawasan Konservasi.

Secara indikatif, kebutuhan pendanaan pelaksanaan Kegiatan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi tahun 2015-2019, atau selama periode rencana srategis sebesar Rp.722.725.314.000,-. Pendanaan indikatif tersebut terbagi pada Direktorat PJLHK sebesar RP 47.225.314.000,-, UPT KSDA sebesar Rp 305.500.000.000,- dan UPT Taman Nasional sebesar Rp 370.000.000.000,-. Untuk lebih mengoptimalkan pencapaian sasaran dan target kinerja Kegiatan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi kebutuhan pendanaan tersebut masih perlu ditunjang dengan kerjasama para pihak serta investasi dari sektor swasta, LSM/NGOs dan CSOs.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

 

A. Kondisi Umum

Tren pemanfaatan kawasan konservasi terus berkembang. Sebelumnya konservasi hanya ditujukan untuk konservasi dan pengembangannya diprioritaskan kepada perlindungan dan pengawetan hidupan liar. Beberapa tahun terakhir pengembangan tersebut cenderung ke arah pemanfaatan secara lestari dan kecenderungan tersebut semakin menguat dari waktu ke waktu bersamaan dengan tuntutan bahwa setiap entitas kawasan konservasi harus dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan para pihak.

Paradigma baru pemanfaatan hutan yang berbasis sumberdaya hutan (forest resource based management) telah membuka peluang bagi pemanfaatan jasa lingkungan yang sebelumnya masih terabaikan. Hal tersebut mendorong terjadinya pergeseran nilai jasa lingkungan hutan yang semula merupakan barang tidak bernilai (non marketable goods) menjadi barang bernilai (marketable goods). Perubahan apresiasi nilai tersebut membawa konsekuensi untuk upaya pengaturan dan pengendalian agar pemanfaatan jasa lingkungan dapat berkelanjutan.

Penyelenggaraan pemanfaatan jasa lingkungan di kawasan koservasi menjadi tanggung jawab pemerintah selaku pengelola negara yang dalam hal ini secara teknis menjadi tugas Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi (PJLHK). Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.18/MenLHK-II/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mengamanatkan bahwa Direktorat PJLHK mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan bimbingan teknis, dan supervisi pelaksanaan urusan di daerah bidang pemanfaatan jasa lingkungan hutan konservasi. Dalam melaksanakan tugas tersebut Direktorat PJLHK menyelenggarakan fungsi:


(16)

1. Penyiapan perumusan kebijakan kerjasama pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi, pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam, pemanfaatan jasa lingkungan air, pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi dan karbon, serta promosi dan pemasaran;

2. Penyiapan pelaksanaan kebijakan kerjasama pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi, pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam, pemanfaatan jasa lingkungan air, pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi dan karbon, serta promosi dan pemasaran;

3. Penyiapan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan kerjasama pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi, pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam, pemanfaatan jasa lingkungan air, pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi dan karbon, serta promosi dan pemasaran;

4. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria kerjasama pemanfaatan jasa lingkungan di kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional, taman wisata alam, taman hutan raya, dan taman buru;

5. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan bimbingan teknis kerjasama pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi, pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam, pemanfaatan jasa lingkungan air, pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi dan karbon, serta promosi dan pemasaran;

6. Supervisi atas pelaksanaan urusan kerjasama pemanfaatan jasa lingkungan kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional, taman wisata alam, taman hutan raya, dan taman buru di daerah; dan 7. Pelaksanaan administrasi Direktorat.

Dalam menyelenggarakan tugas dan fungsinya, Direktorat PJLHK didukung dengan perangkat organisasi sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.18/MENLHK-II/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang terdiri dari: (1) Sub Direktorat Pemanfaatan Jasa


(17)

Alam, (3) Sub Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Panas Bumi dan Karbon, (4) Sub Direktorat Promosi dan Pemasaran, dan (5) Sub Bagian Tata Usaha. Struktur organisasi Direktorat PJLHK sebagaimana Gambar 1.

Gambar 1 Bagan Struktur Organisasi Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi (PJLHK) (Sumber: Lampiran Permen LHK Nomor P.18/MenLHK-II/2015)

Dalam upaya mewujudkan sasaran kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan hutan konservasi, sampai akhir tahun 2014 Direktorat PJLHK didukung oleh 77 pegawai. Komposisi pegawai Direktorat PJLHK

DIREKTORAT PEMANFAATAN JASA LINGKUNGAN HUTAN KONSERVASI

SUB BAGIAN TATA USAHA   Kelompok Jabatan Fungsional SUB DIREKTORAT PJL PANAS BUMI DAN

KARBON SEKSI PJL PANAS BUMI

DAN KARBON KAWASAN SUAKA ALAM DAN TAMAN

BURU  

SEKSI PJL PANAS BUMI

DAN KARBON KAWASAN PELESTARIAN ALAM SUB DIREKTORAT PROMOSI DAN PEMASARAN   SEKSI  PUBLIKASI DAN  PROMOSI    SEKSI  PEMASARAN  SUB DIREKTORAT

PJL WISATA ALAM

SEKSI PJL WISATA ALAM KAWASAN SUAKA ALAM DAN TAMAN

BURU

SEKSI PJL WISATA ALAM

KAWASAN PELESTARIAN ALAM SUB DIREKTORAT PJL AIR SEKSI PJL AIR KAWASAN SUAKA ALAM DAN TAMAN BURU SEKSI PJL AIR KAWASAN PELESTARIAN ALAM


(18)

berdasarkan tingkat pendidikannya terdiri dari S3 (1 orang), S2 (20 orang), S1 (26 orang), D3 (5 orang), SLTA (24 orang) dan SLTP (1 orang) (Gambar 2)

Gambar 2 Komposisi Pegawai Direktorat PJLHK berdasarkan tingkat pendidikan sampai Akhir 2014

Rencana Strategis Direktorat PJLHK disusun sebagai amanat dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, dengan mengacu pada agenda pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam RPJMN Tahun 2015-2019 dan merupakan penjabaran dari Rencana Strategis Direktorat Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Tahun 2015-2019 sekaligus berfungsi sebagai acuan bagi seluruh unit kerja di lingkungan Ditjen KSDAE dalam menyusun perencanaan jangka menengah bidang pemanfaatan jasa lingkungan kawasan koservasi.

Direktorat PJLHK bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan hutan konservasi, sehingga Rencana Strategis Direktorat PJLHK Tahun 2015-2019 menjabarkan strategi pencapaian sasaran kegiatan melalui beberapa unit kegiatan dan elemen kegiatan, serta indikator yang dapat menggambarkan kinerja pencapaiannya baik pada level kegiatan, unit kegiatan dan elemen kegiatan.

S‐2  (25,97 %)  

D3 (6,49 %)  SLTA  (31,17 %) 

S‐3  (1,30 %)  SLTP  (1,30 %) 


(19)

Sebagaimana Rencana Strategis Direktorat Jenderal KSDAE yang digunakan sebagai acuan dalam penyusunan Renstra Direktorat PJLHK, landasan berpikir dalam analisis perencanaan strategis Direktorat PJLHK juga menekankan pada isu pembangunan berkelanjutan yang mulai diwacanakan secara luas sejak pelaksanaan KTT Bumi di Rio de Janeiro pada tahun 1992 (Rio Declaration on Environment and Development). Pembangunan berkelanjutan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu kehidupan umat manusia, dengan upaya-upaya pemenuhan kebutuhan hidup manusia secara lintas generasi. Kata kunci untuk mewujudkan tujuan tersebut adalah keserasian dan keseimbangan dari berbagai kepentingan utama, yang kemudian dikelompokkan secara garis besar menjadi tiga kepentingan yaitu ekonomi, ekologi, dan sosial (Gambar 3)

Gambar 3 Sustainable Development Trilogy

Menurut Indrawan dkk (2007), prinsip dan etika konservasi yang terus berkembang hingga saat ini setidaknya mencakup lima hal (Gambar 3), yaitu: (1) Keanekaragaman spesies dan komunitas biologis harus dipelihara untuk kepentingan ekonomi dan sosial; (2) Percepatan

EKONOMI  EKOLOGI

 


(20)

kepunahan spesies dan populasi secara tidak wajar harus dihindari; (3) Kompleksitas ekologis harus dipelihara di habitat alaminya; (4) Evolusi harus terus berlanjut, sehingga aktivitas manusia yang membatasi berkembangnya populasi dan spesies harus dihindari; (5) Nilai intrinsik keanekaragaman hayati harus dijaga karena keberadaannya merupakan perpaduan dari seluruh kepentingan yang saling terkait

(ekonomi, ekologi dan sosial).

Sejalan dengan hal tersebut, Direktorat Jenderal KSDAE telah melakukan analisis rancang tindak untuk mewujudkan mandat pembangunan berkelanjutan dengan tetap mengadopsi prinsip dan etika konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistem, melalui empat upaya sistematis (Gambar 3), yaitu: (1) preservasi ekosistem dan habitat alami; (2) konservasi spesies dan genetik; (3) pengembangan keekonomian pemanfaatan jasa-jasa ekosistem; serta (4) perlindungan dan pengamanan kawasan konservasi, ekosistem alami lainnya (ekosistem esensial dan High Conservation Value Forest), keanekaragaman spesies, dan keanekaragaman sumberdaya genetik.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, terdapat 4 nilai strategis pada program Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem yang dapat diekstrak berdasarkan mandat, tugas dan fungsi, obyek yang dikelola serta fungsi dari masing-masing obyek. Keempat nilai strategis tersebut yaitu, 1) Pengelolaan dan Pemangkuan Kawasan Hutan; 2) Kawasan Konservasi sebagai Benteng Terakhir; 3) Potensi Jasa Ekosistem; 4) Konvensi dan Kesepahaman Internasional.

Dari keempat nilai strategis tersebut, nilai strategis ketiga merupakan merupakan tanggung jawab Direktorat PJLHK. Kawasan konservasi menyediakan potensi berbagai jenis jasa ekosistem/jasa lingkungan. Pengelolaan kawasan konservasi secara bijaksana akan mampu mengubah potensi jasa lingkungan menjadi potensi ekonomi riil dan menghasilkan multiplier effect yang sangat besar.


(21)

(75 unit), Taman Nasional (50 unit), Taman Wisata Alam (115 unit), Taman Buru (13 unit), Taman Hutan Raya (23 unit) dan KPA-KSA (18 unit) dengan luas total mencapai 27.108.486,54 hektar (Tabel 1).

Tabel 1 Jumlah Unit dan Luas Kawasan Konservasi

No Fungsi Kawasan Jumlah Unit Luas (Ha)

1. Cagar Alam 222 3.957.691,66

2. Cagar Alam Laut 5 152.610,00

3. Suaka Margasatwa 71 5.024.138,29

4. Suaka Margasatwa Laut 4 5.588,25

5. Taman Nasional 43 12.328.523,34

6. Taman Nasional Laut 7 4.043.541,30

7. Taman Wisata Alam 101 257.323,85

8. Taman Wisata Alam Laut 14 491.248,00

9. Taman Buru 13 220.951,44

10. Taman Hutan Raya 23 351.680,41

11. KSA-KPA 18 275.190,00

Jumlah 521 27.180.132,28

Sumber: Kementerian Kehutanan (2014)

Pada 521 unit kawasan konservasi di Indonesia tersebut, terdapat berbagai keunikan fenomena alam yang berpotensi sebagai obyek dan daya tarik wisata alam (ecotourism). Sejumlah kawasan tersebut juga menyimpan potensi sumberdaya air, panas bumi dan karbon hutan.

B. Capaian Pembangunan Bidang Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi Hingga Tahun 2014

Pada era Kementerian Kehutanan, sebelum berganti nomenklatur menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Direktorat Jenderal KSDAE masih bernama Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), Direktorat PJLHK bernama Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi dan Hutan Lindung (PJLKKHL). Namun demikian, walaupun terjadi perubahan nomenklatur, mandat, tugas, fungsi dan fokus kegiatan Direktorat PJLHK tidak banyak berubah. Pembangunan pemanfaatan jasa lingkungan kawasan


(22)

konservasi difokuskan pada pemanfaatan nilai keekonomian kawasan konservasi dan keanekaragaman hayati. Nilai-nilai keekonomian tersebut antara lain berupa pemanfaatan obyek dan daya tarik wisata alam yang ada di dalam kawasan konservasi, intensifikasi dan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya air yang bersumber dari dalam kawasan konservasi baik untuk kepentingan komersial maupun non komersial (massa air dan energi air), perdagangan simpanan karbon pada kawasan konservasi, pemanfaatan potensi panas bumi (geothermal) di dalam kawasan konservasi.

Pada pelaksanaan Rencana Strategis 2010-2014, Direktorat PJLKKHL sesuai dengan tugas dan fungsinya mendukung pelaksanaaan Program Perlindungan Hutan dan Keanekaragaman Hayati melalui kegiatan Pengembangan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi dan Hutan Lindung. Sasaran kegiatan tersebut adalah meningkatnya kualitas dan kuantitas pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam. Pelaksanaan kegiatan tersebut pada tahun 2010-2014 dicapai melalui 5 (lima) Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) yaitu:

a) Pengusahaan pariwisata alam meningkat 60 % dibandingkan tahun 2008;

b) Izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan air baru sebanyak 25 unit; c) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di bidang pengusahaan

pariwisata alam meningkat 100 % dibandingkan tahun 2008;

d) Pelaksanaan Demonstration Activities Reduction Emission from Deforestation and Forest Degradation (DA REDD+) di 2 (dua) kawasan konservasi (hutan gambut);

e) Kader Konservasi (KK), Kelompok Pecinta Alam (KPA), Kelompok Swadaya Masyarakat/Kelompok Profesi (KSM/KP) yang dapat diberdayakan meningkat 10 % dari tahun 2009.

Capaian pelaksanaan tugas dan fungsi Direktorat PJLKKHL melalui 5 IKK tersebut sampai Tahun 2014 (akhir periode Renstra 2010-2014)


(23)

1. Pengusahaan Pariwisata Alam Meningkat 60% dibandingkan Tahun 2008

Baseline data yang digunakan dalam pengukuran capaian IKK ini adalah jumlah kumulatif Izin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) yang diterbitkan sampai dengan tahun 2008. Jumlah IPPA tersebut adalah 18 unit IPPA.

Sejak diberlakukan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.48/Menhut-II/2010 jo P.4/Menhut-II/2012 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam, izin usaha pariwisata alam terdiri dari 2 (dua) jenis yaitu Izin Usaha Penyediaan Sarana Wisata Alam (IUPSWA) dan Izin Usaha Penyediaan Jasa Wisata Alam (IUPJWA). Jumlah izin usaha pengusahaan pariwisata alam yang diterbitkan pada tahun 2009 sampai dengan 2014 adalah 79 unit terdiri dari 11 unit IUPSWA dan 68 unit IUPJWA (Tabel 2).

Tabel 2 Capaian Pengusahaan Pariwisata Alam Tahun 2010-2014

No Jenis Izin Pemanfaatan

Jasa Wisata Alam

Baseline Data sampai dengan 2008

Jumlah Izin Pemanfaatan Jasa

Wisata Alam Pada Tahun (unit) Jumlah

2009-2014 2009 2010 2011 2012 2013 2014

A. IPPA/IUPSWA

1. Taman Nasional 7       1  1    2 

2. TWA 11 2  1  1  4  1  2  9 

Jumlah IPPA/IUPSWA 18 2 1 1 5 2 2 11

B. IUPJWA

1. Taman Nasional - - - 1 4 10 53 68

2. TWA - - - 0 0 0 0 0

Jumlah IUPJWA - - - 1 4 10 53 68

Jumlah IPPA/IUPSWA

+ IUPJWA 18 2 1 2 9 12 55 79

Sumber: Direktorat PJLKKHL, 2014

Dengan menggunakan baseline data 2008, maka capaian kinerja IKK ini adalah 438,89%. Hasil capaian tersebut telah melampaui target yang ditetapkan dalam Renstra 2010-2014.

Selain IPPA/IUPSWA yang telah diterbitkan pada periode 2009-2014, sampai akhir tahun 2014 juga telah diterbitkan persetujuan prinsip


(24)

sebanyak 20 unit yang berlokasi di taman nasional sebanyak 6 unit dan di taman wisata alam sebanyak 14 unit.

2. Izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan air baru sebanyak 25 unit

Izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan air, pada awalnya merupakan kerjasama antara pemangku kawasan konservasi dengan pihak ketiga. Dasar peraturan yang digunakan pada mulanya adalah Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.19/Menhut-II/2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Berdasarkan peraturan tersebut bentuk pemanfaatan jasa lingkungan air menggunakan dasar MoU (Memorandum of Understanding)

Pasca terbitnya Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 64 tahun 2013 tentang Pemanfaatan Air dan Energi Air di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam, kerjasama dimaksud kemudian dikonversi menjadi perizinan pemanfaatan jasa lingkungan air. Izin pemanfaatan air yang diberikan berupa pemanfaatan massa air dan pemanfaatan energi air. Jenis-jenis Izin tersebut terdiri dari 1) Izin Pemanfaatan Air (IPA), 2) Izin Usaha Pemanfaatan Air (IUPA), 3) Izin Pemanfaatan Energi Air (IPEA), dan 4) Izin Usaha Pemanfaatan Energi Air (IUPEA). IPA dan IPEA untuk pemanfaatan non komersial sedangkan IUPA dan IUPEA untuk pemanfaatan komersial.

Sampai akhir tahun 2014, telah diterbitkan sebanyak 64 izin pemanfaatan jasa lingkungan air, terdiri dari IPA sebanyak 63 unit dan IPEA sebanyak 1 unit (Tabel 3). Lokasi 63 unit IPA berada di taman nasional sebanyak 49 unit, di taman wisata alam dan di SM masing-masing 7 unit. Satu unit IPEA berlokasi di taman nasional. Sedangkan IUPA dan IUPEA sampai akhir tahun 2014 masih dalam proses administrasi perizinan.


(25)

Tabel 3 Capaian Izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan air Tahun 2010-2014

No Jenis Izin Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air

Jumlah Izin Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air Pada

Tahun (unit)

Jumlah

2010-2014 2010 2011 2012 2013 2014

A. IPA

1. Taman Nasional ‐  ‐  ‐  ‐  49  49 

2. Taman Wisata Alam ‐  ‐  ‐  ‐  7  7 

3. Suaka Margasatwa ‐  ‐  ‐  ‐  7  7 

4. Hutan Suaka Alam ‐  ‐  ‐  ‐  ‐  0 

Jumlah IPA - - - - 63 63

B. IUPA

1. Taman Nasional - - - 0

2. Taman Wisata Alam - - - 0

Jumlah IUPA - - - 0

Jumlah IPA + IUPA - - - - 63 63

C. IPEA

1. Taman Nasional - - - - 1 1

2. Taman Wisata Alam - - - 0

Jumlah IPEA - - - - 1 1

D. IUPEA

1. Taman Nasional - - - 0

2. Taman Wisata Alam - - - 0

Jumlah IUPEA - - - 0

Jumlah IPEA + IUPEA - - - - 1 1

Jumlah IPA + IUPA + IPEA + IUPEA - - - - 64 64

Sumber: Direktorat PJLKKHL, 2014 Keterangan:

IPA : Izin Pemanfaatan Air IUPA : Izin Usaha Pemanfaatan Air IPEA : Izin Pemanfaatan Energi Air IUPEA : Izin Usaha Pemanfaatan Energi Air

Dalam pencapaian IKK “Izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan air baru sebanyak 25 unit” pada periode 2010-2014, baseline data yang digunakan dalam perhitungan capaian kinerja IKK tersebut adalah pada awal tahun 2010 adalah 0 unit izin. Dengan menggunakan baseline data tersebut, persentase capaian kinerja IKK ini sampai akhir tahun 2014 adalah 256%.


(26)

Selain itu, sampai akhir tahun 2014, masih terdapat 11 MoU pemanfaatan jasa lingkungan air yang berlokasi di taman nasional yang belum dikonversi menjadi izin (Tabel 4). Sebelas MoU tersebut terdiri dari 10 unit MoU pemanfaatan massa air dan 1 MoU pemanfaatan energi air. Pada pembangunan bidang jasa lingkungan pada periode 2015-2019 kesebelas MoU yang belum dikonversi menjadi izin tersebut termasuk menjadi target pencapaian IKK pemanfaatan jasa lingkungan air yang akan dikonversi menjadi izin.

Tabel 4 Jumlah MoU Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air yang belum dikonversi menjadi Izin sampai Akhir 2014

No Jenis MoU Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air

Jumlah MoU Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air Pada Tahun (unit)

Jumlah MoU yang belum dikonversi menjadi Izin

2010-2014 2010 2011 2012 2013 2014

A. Pemanfaatan massa air

1. Komersial 1  3  3  ‐  ‐  8 

2. Non Komersial 2  1  ‐  ‐  ‐  3 

Jumlah MoU Pemanfaatan Massa air 3 4 3 10

B. Pemanfaatan energi air

1. Komersial - 1 - - - 1

2. Non Komersial - - - 0

Jumlah MoU Pemanfaatan Energi Air 0 1 0 - - 1

Jumlah MoU Pemanfaatan massa air

+ MoU Pemanfaatan energi air 3 4 3 - - 11

Sumber: Direktorat PJLKKHL, 2014

Pemanfaatan air dan energi air sebagaimana ketentuan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.64/Menhut-II/2013 dilaksanakan berdasarkan rencana pengelolaan dan hasil inventarisasi sumber daya air. Inventarisasi sumber daya air dilakukan untuk menentukan areal pemanfaatan potensi air dan energi air. Sampai akhir tahun 2014, telah ditetapkan 7 areal pemanfaatan air di 7 lokasi yaitu TWA Gunung Baung, TWA Wera, TWA Kerandangan, TWA Bukit Tangkiling, TN Gunung Leuser, TN Bogani Nani Wartabone, dan TN Kerinci Seblat.


(27)

3. Peningkatan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) di bidang pengusahaan pariwisata alam meningkat 100% dibandingkan tahun 2008

Sejak diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Kehutanan, sampai akhir tahun 2014 bidang Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi terutama wisata alam telah memberikan kontribusi berupa PNBP sebesar Rp 68.160.229.054. Selama 5 tahun, telah terjadi peningkatan PNBP per tahun (Tabel 5).

Pada Renstra 2010-2014, ditetapkan target peningkatan PNBP adalah sebesar 100% dari PNBP tahun 2008. Pada akhir periode Renstra 2010-2014, PNBP bidang pariwisata alam sebesar pada tahun 2014 meningkat sebesar 1.045,09% dibandingkan PNBP tahun 2008. Beberapa hal yang menyebabkan terjadinya peningkatan PNBP antara lain adanya upaya dari UPT untuk meningkatkan PNBP di masing-masing kawasan yang mempunyai potensi wisata, kegiatan pameran dan promosi di tingkat daerah, nasional maupun internasional serta adanya reformasi birokrasi melalui penyederhanaan proses perijinan pengusahaan pariwisata alam. Tabel 5 Perkembangan Jumlah PNBP Periode 2008 – 2014

TAHUN SUMBER PNBP JUMLAH

PIPPA IHUPA KARCIS MASUK

2008 1.685.000 14.139.885 5.936.555.262 5.952.380.147 2009 192.870.566 193.493.400 7.517.956.832 7.904.320.798 2010 294.319.660 1.076.858.586 19.444.242.426 20.815.420.672 2011 102.922.500 118.212.233 26.679.137.821 26.900.272.554 2012 357.718.000 188.262.278 20.039.871.992 20.585.852.270 2013 55.788.000 241.623.598 36.073.742.293 36.371.153.891 2014

6.540.410.000 257.082.092 61.362.736.962 68.160.229.054

Sumber: Direktorat PJLKKHL, 2015

Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2014 selain menetapkan tarif baru PNBP di bidang pemanfaatan jasa lingkungan, juga telah diturunkan


(28)

beberapa aturan dibawahnya, yaitu 1) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.36/Menhut-II/2014 tentang Tata Cara Penetapan Rayon di TN, Tahura, TWA, dan TB dalam rangka pengenaan PNBP bidang Pariwisata Alam; 2) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2014 tentang Tata Cara Pengenaan, Pemungutan dan Penyetoran PNBP bidang PHKA; 3) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.38/Menhut-II/2014 tentang Tata Cara dan Persyaratan Kegiatan Tertentu Pengenaan Tarif Rp. 0,00 (Nol Rupiah) di KSA, KPA, TB dan Hutan Alam.

4. Pelaksanaan Demonstration Activities Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation (DA REDD+) di 2 (dua) kawasan Konservasi (hutan gambut)

Pada periode 2010-2014 merupakan tahap penyelenggaraan DA-REDD (Demonstration Activities-REDD). DA-REDD dimaksudkan untuk menguji dan mengembangkan metodologi, teknologi dan institusi pengelolaan hutan secara berkelanjutan yang berupaya untuk mengurangi emisi karbon melalui pengendalian deforestasi dan degradasi hutan.

Penyelenggaraan karbon hutan mengacu pada peraturan Menteri Kehutanan Nomor: 20/Menhut-II/2012 tentang Penyelenggaraan Karbon Hutan. Sampai akhir tahun 2014, telah terdapat 3 kawasan konservasi yang telah mendapat persetujuan DA-REDD dari Menteri Kehutanan, yaitu:

1) TN Berbak, dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.549/Menhut-II/2013 tanggal 31 Juli 2013, tentang persetujuan DA-REDD+ pada TN Berbak seluas ± 142.750 ha.

2) TN Sebangau dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.831/Menhut-II/2013 tanggal 26 November 2013, tentang persetujuan DA-REDD+ pada TN Berbak seluas ± 74.167 ha.

3) TN Meru Betiri dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.86/Menhut-II/2014 tanggal 24 Januari 2014


(29)

Target pembangunan pemanfaatan jasa lingkungan karbon hutan pada periode 2010-2014 adalah pelaksanaan DA-REDD pada 2 kawasan konservasi. Target tersebut telah terlampai dengan disetujuinya pelaksanaan DA-REDD pada 3 lokasi sampai akhir 2014. Pelaksanaan DA-REDD memerlukan upaya dan dana yang sangat besar. Dukugan dari berbagai pihak sangat diperlukan untuk penyelenggaraan DA-REDD tersebut. Demikian pula DA-REDD pada 3 kawasan konservasi tersebut juga mendapat dukungan dari berbagai pihak (Tabel 6)

Tabel 6 Penyelenggaraan Karbon Hutan (DA-REDD+) di Kawasan Konservasi

NO KEG. DA REDD+

LOKASI

TN SEBANGAU TN MERU BETIRI TN BERBAK 1. Kerjasama Kemenhut dengan

WWF Indonesia

Kemenhut dengan ITTO Kemenhut dangan The Zoological Society of London (ZSL)

2. Nama Project Kerjasama

DA-REDD+, Sebangau Restoration Project

DA-REDD+, Tropical Forest Conservation for REDD and Enhancing Carbon Stocks in TNMB

Pelaksanaan persiapan program pengurangan emisi karbon dari Deforestasi dan degradasi hutan (Program REDD+) di TN Berbak Provinsi Jambi..

3. Executing Agency

Direktorat PJLHK Puslitbang BTN Berbak

4. Implementing Agency

BBTN Sebangau • Puslitbang Kebijakan dan Perubahan Iklim • BTN Meru Betiri • LATIN

BTN Berbak

5. Masa berlaku Kerjasama

2011 – 2016 2010 – 2013, extention 1 tahun (2014)

2011 - 2014

6. Ruang lingkup kegiatan kerjasama

● REL/RL ● MRV ● Institusi

● Distribusi Insentif ● Peningkatan

kapasitas training and capacity building dalam methodology and monitoring

● Pelibatan masyarakat lokal

• MRV/REL • Peningkatan

Kapasitas

• Pelibatan Masyarakat

• Pengembangan kegiatan konservasi satwa liar dan habitatnya melalui program pemanfaatan penyerapan/penyimpana n karbon

• Pengembangan opsi-opsi pendanaan lain untuk satwa liar dan habitatnya melalui jasa lingkungan.

5. Kader Konservasi (KK), Kelompok Pecinta Alam (KPA), Kelompok Swadaya Masyarakat/Kelompok Profesi (KSM/KP) yang dapat diberdayakan meningkat 10% dari tahun 2009

Sebagai upaya penyadartahuan tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAH&E), Direktorat PJLKKHL juga


(30)

melaksanakan upaya peningkatan peran serta dan kapasitas masyarakat tentang KSDAH & E melalui Bina Cinta Alam. Sampai dengan tahun 2014, Kementerian Kehutanan telah bermitra dengan 43.190 Kader Konservasi (KK), 2.401 Kelompok Pecinta Alam (KPA) dan 84 Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM)/Kelompok Profesi (KP). Data KK, KPA, KSM/KP pada tahun 2009 adalah berturut-turut sebanyak 38.834 orang Kader Konservasi, 1.317 kelompok KPA dan 84 kelompok KSM. Hal ini berarti capaian IKK ini adalah terjadi peningkatan KK sebesar 7,11%, jumlah KPA yang aktif sebesar 133,72% dan KSM yang aktif 0%. Jumlah total Mitra Bina Cinta Alam tahun 2009 adalah 39.681 Mitra, sedangkan tahun 2014 berjumlah 45.141 mitra. Jumlah mitra bina cinta alam pada tahun 2014 mengalami kenaikan sebesar 13,76% dari tahun 2009 (Tabel 7)

Tabel 7 Perkembangan Jumlah Mitra Bina Cinta Alam (Kader Konservasi (KK), KPA dan KSM/KP

Tahun Kader Konservasi (KK) KPA KSM/KP

Pemula Madya Utama Jumlah Aktif Tdk Aktif

Jumlah Aktif Tidak Aktif

Jumlah 2009 33.285 4.922 627 38.834 780 537 1.317 67 17 84 2010 34.215 4.923 627 39.765 780 537 1.317 67 17 84 2011 35.850 4.990 627 41.467 1.823 527 2.350 67 17 84 2012 35.980 4.990 627 41.597 1.823 527 2.350 67 17 84 2013 36.828 5.131 681 42.640 1.823 527 2.350 67 17 84 2014 37.363 5.146 681 43.190 1.884 517 2.401 67 17 84

Sumber: Direktorat PJLKKHL, 2015

C. Potensi dan Permasalahan

Potensi dan permasalahan dalam rangka pelaksanaan mandat, tugas dan fungsi Direktorat PJLHK antara lain dapat diidentifikasi dan diekstraksi dari isu-isu strategis bidang pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi yang berkembang, baik internal maupun eksternal. Dewasa ini, isu terkait pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi yang berkembang sangat pesat adalah optimalisasi pemanfaatan nilai


(31)

antara lain berupa: 1) pemanfaatan obyek dan daya tarik wisata alam yang ada di dalam kawasan konservasi, 2) intensifikasi dan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya air yang bersumber dari dalam kawasan konservasi untuk kepentingan baik komersial maupun non komersial (massa air dan energi air), 3) perdagangan simpanan karbon pada kawasan konservasi, pemanfaatan potensi panas bumi (geothermal) di dalam kawasan konservasi.

1. Potensi Pemanfaatan Jasa Lingkungan a) Pemanfaatan Jasa Wisata Alam

Indonesia mempunyai kekuatan pariwisata pada tiga unsur yakni nature, culture, dan manmade. Menurut Kementerian Pariwisata (2014), ketiga unsur kekuatan pariwisata tersebut mampu mendatangkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara pada tahun 2014 masing-masing berjumlah 9,3 juta dan 250 juta. Devisa yang dihasilkan dari kunjungan wisatawan tersebut sebesar Rp 120 Trilyun. Berdasarkan BPS (2014) sumbangan devisa pariwisata terhadap PDB Nasional adalah 4%, sedangkan menurut WTTC devisa tersebut menyumbang 9% terhadap PDB Nasional. Sampai tahun 2014, indeks daya saing pariwisata nasional menempati urutan ke 70 di dunia. Sektor pariwisata nasional telah membuka kesempatan kerja sebanyak 11 juta tenaga kerja.

Diantara ketiga unsur pariwisata tersebut di atas, perkembangan pariwisata alam akhir-akhir ini sangat pesat. Enam puluh persen (60%) kekuatan utama pariwisata alam Indonesia terletak pada potensi alam yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, diantaranya berada pada kawasan konservasi yang terdiri dari Taman Nasional (50 unit), Taman Wisata Alam (115 unit), Taman Buru (13 unit) (Tabel 1)

Obyek dan daya tarik wisata alam (ODTWA) di kawasan konservasi mampu mendatangkan jumlah kunjungan wisata selama tahun 2014 sebesar 6.111.613 orang, yang terdiri dari wisatawan nusantara sebanyak 5.584.656 orang dan wisatawan mancanegara sebanyak 526.957 orang


(32)

(Direktorat Jenderal PHKA, 2014). Jumlah tersebut relatif meningkat per tahun selama 2010-2014 (Tabel 8). Dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Kehutanan, ODTWA di kawasan konservasi tersebut mampu menghasilkan PNBP pada tahun 2014 sebesar Rp. 68.160.229.054.

Tabel 8 Jumlah Kunjungan Wisatawan Manca Negara dan Wisatawan Nusantara Tahun 2009-2014

Kawasan Konservasi

Jumlah Per Tahun (orang)

2009 2010 2011 2012 2013 2014

Wisatawan Mancanegara (Wisman)

TN 84.640 75.638 129.089 142.031 216.846 240.505

TWA 38.897 38.540 149.604 219.369 264.409 274.711

Jumlah Wisman 123.537 114.178 278.693 361.400 481.255 515.216

Wisatawan Nusantara (Wisnus)

TN 1.020.674 1.194.083 1.532.995 1.674.376 1.748.460 2.153.099 TWA 1.050.031 2.034.125 3.280.635 2.651.171 2.508.030 3.314.774

Jumlah Wisnus 2.070.705 3.228.208 4.813.630 4.325.547 4.256.490 5.467.873

Jumlah Wisman +

Wisnus 2.194.242 3.342.386 5.092.323 4.686.947 4.737.745

5.983.089 Sumber: Laporan Statistik Direktorat PJLKKHL Tahun 2014

b) Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air

Menurut Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (2015), secara keseluruhan ketersediaan air nasional mencapai 3.900 Milyar m3/tahun, namun sebanyak 75% masih terbuang percuma. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk, diperkirakan kebutuhan air bersih akan terus meningkat sebesar 2% per tahun. Kebutuhan air rata-rata per tahun penduduk Indonesia mencapai 111 Miliar m3/tahun. Selain itu berdasarkan informasi pengusaha air minum kemasan, saat ini kebutuhan air minum kemasan adalah 17 juta m3/tahun dan diproyeksikan akan mengalami peningkatan sebesar 5%/tahun.

Meskipun data menunjukkan bahwa ketersediaan air di Indonesia sangat berlimpah, namun antara ketersediaan dan kebutuhan air pada 5


(33)

pulau utama di Indonesia tidak sama. Pulau Jawa, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara diperkirakan akan mengalami defisit air (Tabel 9)

Tabel 9 Ketersediaan dan Kebutuhan Air di Indonesia

Pulau Ketersediaan Air (Juta m3/Tahun)

Kebutuhan Air (Juta m3/Tahun)

Jumlah Surplus/Defisit Surplus

/Defisit

Jumlah (Juta m3/Tahun)

Sumatera 111.178 49.583 Surplus 61.494

Jawa 38.569 164.672 Defisit 42.518

Bali 1.067 28.719 Defisit 27.652

Sulawesi 34.788 77.305 Defisit 42.518

Nusa Tenggara 4.251 8.797 Defisit 4.546

Papua Surplus 349.279

Kalimantan NA NA

Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan rakyat, 2015

Kawasan konservasi menyimpan potensi sumberdaya air, yang dapat dimanfaatkan massa airnya maupun aliran airnya untuk keperluan energi. Sejak diberlakukannya Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.64/Menhut-II/2013 tentang Pemanfaatan Air dan Energi Air di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam, maka pemanfaatan massa air dan aliran air di kawasan konservasi dapat dilakukan secara legal melalui mekanisme perizinan. Izin pemanfaatan air di kawasan konservasi dapat dilakukan pada areal pemanfaatan ait yang telah ditetapkan. Berdasarkan peraturan tersebut, volume air yang dapat dimanfaatkan baik untuk kegiatan komersial maupun non komersial maksimum sebesar 50% dari debit air minimal di kawasan konservasi tersebut. Debit air diperoleh dari hasil inventarisasi sumberdaya air.

Menurut Darusman potensi air komersial pada Taman Nasional di Indonesia sekitar 6,5 milyar m3/tahun. Besarnya potensi air tersebut masih bertambah dari potensi air di Taman Wisata Alam (TWA), Suaka Margasatwa (SM) dan Cagar Alam (CA). Potensi air di kawasan konservasi mencapai 600 Milyar M3/tahun.

Potensi air tersebut mempunyai nilai ekonomi yang luar biasa apabila dikelola dengan benar, baik air untuk pemenuhan kebutuhan air bersih (air kemasan maupun PDAM), maupun air sebagai sumber energi pembangkit listrik. Hasil kajian nilai ekonomi potensi air di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango untuk keperluan air minum masyarakat dan pertanian sebesar Rp 4,341 Milyar/tahun. Nilai ekonomi yang hampir sama juga


(34)

ditunjukkan dari potensi air di Taman Nasional Gunung Halimun Salak untuk air minum masyarakat sebesar Rp 3,433 Milyar/tahun dan untuk keperluan pertanian sebesar Rp 1,593 Milyar/tahun. Sedangkan nilai ekonomi potensi air di Taman Wisata Alam Papandayan untuk air minum sebesar Rp 1,623 Milyar/tahun dan untuk keperluan pertanian sebesar Rp 11,111 Milyar/tahun.

Selain pemanfaatan massa air, potensi air di kawasan konservasi juga dimanfaatkan untuk mikrohidro (menghasilkan tenaga listrik dengan daya kurang dari 1.000 kilowatt) dan minihidro (menghasilkan tenaga listrik dengan daya 1.000 – 10.000 kilowatt). Kementerian ESDM menyatakan bahwa setiap meter kubik air yang memiliki perbedaan ketinggian 2 m, akan mampu menghasilkan energi listrik sekitar 19,6 watthour. Potensi Tenaga Air dan gradien sungai yang dapat digunakan untuk PLTMH tersebar hampir di seluruh bagian hulu sungai-sungai Indonesia dengan total perkiraan sampai 75.000 MW, sementara pemanfaatannya sampai tahun 2014 masih sekitar 9% dari total potensi tersebut.

Energi air termasuk jenis energi baru dan terbarukan. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, peningkatan taraf hidup masyarakat, terjadi pula peningkatan konsumsi listrik. Di sisi lain, belum semua masyarakat Indonesia dapat menikmati listrik, terutama di daerah-daerah remote area. Sementara pasukan listrik yang bersumber dari energi fosil cenderung menurun dan tidak adanya penambahan temuan cadangan minyak dan gas bumi baru, sehingga pembangkit listrik tenaga minihidro dan mikrohidro sebagai salah satu jenis energi baru dan terbarukan berpeluang untuk dikembangkan. Dalam perencanaan nasional Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohydro (PLTMH) bersama dengan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) direncanakan memiliki kapasitas terpasang tahun 2015 sebesar 8.342 MW dan meningkat menjadi 10.622 MW tahun 2019, dengan rencana tambahan pembangkit sebesar 2.510,7 MW selama 5 tahun. Pada kawasan konservasi selama tahun 2015-2019 akan ditargetkan sebanyak 50 unit izin pemanfaatan energi air (IPA dan


(35)

c) Pemanfaatan Jasa Lingkungan Panas Bumi

Indonesia berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama, yaitu Lempeng tektonik Eurosia, Hindia-Australia, dan Pasifik. Sebagai akibatnya, Indonesia memiliki ancaman bahaya geologi (geo-hazard) yang tinggi karena merupakan wilayah cincin api (ring of fire), namun juga menjadi negara yang kaya akan keanekaragaman energi.

Kebutuhan konsumsi listrik dalam negeri terus meningkat seiring terus meningkatnya taraf hidup dan pertumbuhan ekonomi, di lain pihak pasokan listrik yang tersedia terus menurun, sehingga jika antara pertumbuhan konsumsi tidak disertai dengan pertumbuhan pasokan yang memadai, maka Indonesia akan mengalami krisis energi. Diperkirakan pada tahun 2020 Indonesia akan mengalami krisis energi sebesar 69 GW.

Sampai saat ini pemenuhan kebutuhan energi nasional masih mengandalkan energi fosil, terutama minyak dan gas bumi (migas). Minyak bumi yang telah lebih dari 100 tahun menjadi tumpuan ekonomi Indonesia, dari waktu ke waktu cadangannya mulai menipis. Jumlah cadangan minyak bumi Indonesia sampai akhir tahun 2014 hanya sekitar 0,20% dari cadangan minyak dunia. Sejak tahun 1995 produksi minyak bumi Indonesia menurun, dari sekitar 1,6 juta bpd, menjadi sekitar 789 ribu bpd tahun 2014. Pada periode 2010-2013 Indonesia lebih banyak memproduksikan minyak bumi dibandingkan menemukan cadangan minyak. Padahal idealnya setiap 1 barel minyak yang diproduksikan harus dikompensasi dengan penemuan cadangan sejumlah 1 barel.

Sampai akhir tahun 2014, menurut Kementerian ESDM cadangan terbukti minyak bumi sebesar 3,6 milliar barel dan dengan tingkat produksi saat ini maka umur cadangan tersebut hanya sekitar 13 tahun. Cadangan terbukti gas bumi sampai akhir tahun 2014 sebesar 100,3 TCF dan akan bertahan selama 34 tahun. Usia cadangan migas tersebut diasumsikan apabila tidak ada penemuan cadangan migas baru. Dalam 5 tahun terakhir, cadangan terbukti migas mengalami penurunan.

Sementara itu, masih ada potensi energi lain namun pemanfaatannya belum optimal, yaitu energi baru dan terbarukan. Menurut Kementerian


(36)

ESDM (2015) beberapa jenis energi baru dan terbarukan yang potensi untuk dikembangkan antara lain energi air, panas bumi, biomassa, surya, angin dan hybrid serta gelombang laut. Diantara potensi energi tersebut, yang mendapat perhatian cukup besar dari banyak kalangan adalah energi panas bumi.

Indonesia memiliki sumber panas bumi yang sangat melimpah, tersebar sepanjang jalur sabuk gunung api mulai dari Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi Utara, dan Maluku serta merupakan potensi panas bumi terbesar di dunia. Potensi panas bumi Indonesia merupakan nomor 2 terbesar di dunia (13% potensi dunia). Namun, kapasitas terpasang PLTP di Indonesia masih rendah yaitu hanya 4,9%. Sebagai perbandingan, Filipina meskipun potensinya lebih kecil namun pemanfaatan potensi panas buminya mencapai 46,2%.

Mengacu pada hasil survey panas bumi di Indonesia yang telah dilakukan oleh Badan Geologi, hingga tahun 2014 telah teridentifikasi sebanyak 299 titik potensi panas bumi. Potensi titik tersebut tersebar di hutan konservasi (48 titik), hutan lindung (56 titik), hutan produksi (50 titik) dan APL (145 titik) (Tabel 8). Potensi panas bumi di kawasan konservasi dapat menghasilkan energi listrik sebesar 6,16 GW atau 22% dari potensi energi listrik yang bersumber dari panas bumi yang ada pada kawasan hutan di Indonesia.

Beberapa kawasan konservasi tersebut antara lain Taman Nasional (TN) Gunung Leuser, TN Batang Gadis, TN Kerinci Seblat, TN Bukit Barisan Selatan, TN halimun Salak, TN Gunung Ciremai, TN Bogani Nani Wartabone, TN Rinjani, TWA Dataran Tinggi Dieng, TWA Danau Buyan Tamblingan, TWA Ruteng, SM Dataran Tinggi Yang, CA Malampah Alahan Panjang, CA Gunung Simpang, CA Kawah Kamojang, CA Telaga Bodas, CA Gunung Ambang dan CA Gunung Lokon.


(37)

Tabel 10 Potensi distribusi titik panas bumi pada kawasan hutan di Indonesia

Pulau

Hutan Konservasi Hutan Lindung Hutan Produksi

Areal Penggunaan Lain (APL) Total Jml Titik Potensi Potensi (MW) Jml Titik Potensi Potensi (MW) Jml Titik Potensi Potensi (MW) Jml Titik Potensi Potensi (MW) Jml Titik Potensi Potensi (MW)

Sumatera 23 3.258 15 2.316 6 741 46 6.445 90 12.760 Jawa & Bali 11 2.100 13 2.996 9 2.024 44 2.951 77 10.071 NTB & NTT 2 85 3 378 3 279 14 709 22 1.451 Maluku &

Papua

2 165 7 155 20 599 4 227 33 1.146

Sulawesi 10 549 15 521 6 185 34 1.789 65 3.044

Kalimantan - 3 25 6 65 3 55 12 145

Jumlah 48 6.157 56 6.391 50 3.893 145 12.176 299 28.617 Persentase 16 % 22 % 19 % 22 % 17 % 14 % 48 % 43 % 100 % 100 % Sumber: Kementerian ESDM, 2014

d) Pemanfaatan Jasa Lingkungan Karbon

Pemerintah Indonesia, pada tingkat nasional dan internasional, berkomitmen untuk mengatasi tantangan perubahan iklim dan memanfaatkan imbalan karbon hutan. Sektor kehutanan dengan skema REDD+ (Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation Plus) merupakan salah satu cara pemenuhan harapan tersebut.

Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation

merupakan isu yang cukup mendapat perhatian dalam pembahasan isu perubahan iklim. Indonesia telah berpartisipasi aktif dalam proses pembahasan pada pertemuan COP ke 11 di Montreal tahun 2005. Terdapat 5 opsi kebijakan internasional terkait dengan REDD, yaitu:

1) Sistem kredit karbon sebagai kelanjutan dari Protokol Kyoto (Compliance market), yang pelaksanaannya berbasis proyek atau wilayah geografis (nasional atau sub nasional)

2) Sistem kredit karbon REDD yang diatur dalam protokol tersendri di bawah UNFCCC

3) Mekanisme kompensasi REDD yang berbasis pendanaan bukan pasar


(38)

5) Sistem kredit karbon REDD yang mengikuti kerangka UNFCCC dengan model pelaporan yang sudah diadop oleh beberapa negara. Dari semua opsi tersebut, opsi yang dianggap paling bermanfaat bagi negara berkembang adalah REDD yang berbasis pasar dengan aturan yang mengikat (Compliance rules) sebagai kelanjutan dari Protokol Kyoto atau melalui protokol tersendiri di bawah UNFCCC yang pelaksanaannya tidak berbasis proyek tetapi pada tingkat wilayah geografis tertentu. Implementasi penuh REDD melalui sejumlah tahapan, yaitu:

1) Tahap pelingkupan (2008). Pada tahap ini yang diperlukan adalah dukungan politis, analisis situasi dan penyebab, membuat design program dan hipothesis, dan mengidentifikasi mitra;

2) Tahap pengembangan (2008-2010). Pada tahap ini dibangun skenario baseline dan pendekatan monitoring, penyempurnaan strategi untuk REDD, legalitas REDD, dukungan para pihak, sumber pendanaan, dan business plan.

3) Tahap demonstrasi (2010-2015) dan tahap implementasi mulai tahun 2013.

Pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan merupakan mekanisme internasional berupa pemberian insentif terhadap keberhasilan negara berkembang dalam mengurangi emisi karbon dari deforestasi dan degradasi hutan. REDD+ meliputi kegiatan konservasi, pengelolaan hutan lestari dan peningkatan cadangan karbon hutan yang dapat dilakukan melalui kegiatan penanaman.

Di Indonesia, REDD+ mulai menarik perhatian banyak pihak sejak tahun 2007 dengan diselenggarakannya Conference of Parties (COP) 13

on Climate Change di Bali. Pada tahun 2009 dalam rangka mitigasi perubahan iklim, Pemerintah Indonesia berkomitmen pada COP 15 untuk mentargetkan penurunan emisi karbon sebesar 26% pada tahun 2020 apabila dilakukan dengan usaha Pemerintah Indonesia sendiri, namun apabila ada bantuan dari luar negeri maka pengurangan emisi karbon sebesar 41% dan disertai dengan peningkatan ekonomi sebesar 7%.


(39)

Menurut IPCC Fourth Assessment Report (2007), sektor yang paling besar menyumbang emisi Gas Rumah Kaca (GRK) adalah sektor energi yang menggunakan bahan bakar fosil sebesar 25,9%, sektor industri sebesar 19,4%, sektor kehutanan sebesar 17,4%, sektor pertanian sebesar 13,5%, sektor transportasi sebesar 13,1%, kegiatan pemukiman sebesar 7,9% dan limbah sebesar 2,8% (Gambar 4)

Gambar 4 Emisi dari berbagai sektor (Sumber: IPCC Fourth Assessment Report, 2007)

Sektor kehutanan dianggap sebagai salah satu sumber pengemisi Gas Rumah Kaca yang cukup besar yaitu menyumbang 17,4% dari emisi GRK global. Berdasarkan laporan tersebut, sekitar 75% dari emisi tersebut berasal dari negara tropis dan umumnya merupakan hasil dari konversi hutan ke penggunaan lain (deforestasi) dan degradasi hutan. Emisi GRK yang terjadi di sektor kehutanan Indonesia bersumber dari deforestasi (konversi hutan untuk penggunaan lain seperti pertanian, perkebunan, pemukiman, pertambangan dan prasarana wilayah) dan degradasi (penurunan kualitas hutan) akibat illegal logging, kebakaran, over cutting, perladangan berpindah dan perambahan. Menurut WRI (2002) deforestasi mengemisi 8 Giga ton CO2 per tahun.

Di sisi lain, meskipun sektor kehutanan dianggap ikut menyumbang emisi GRK, keberadaan hutan dalam konteks perubahan iklim global juga berperan sebagai penyerap dan penyimpan karbon (Carbon sink). Vegetasi dan tanah mampu menyimpan 7.500 Giga Ton CO2 (dua kali

Energi Fosil:   25,9 % 

Industri:   19,40 % 

Kehutanan:   17,40 %  Pertanian:  

13,50 %  Transportasi:   13,50 % 

Pemukiman:   7,90 % 

Limbah:   2,80 % 


(40)

CO2 yang ada di atmosfir). Hutan mampu menyimpan 4.500 Giga Ton CO2 (lebih besar daripada di atmosfir). Hutan tropis dapat menyimpan karbon sekitar 40% dari hutan dunia. Tegakan di hutan tropis dapat menahan karbon sekitar 50% lebih besar dari kapasitas tegakan di luar hutan tropis. Kawasan konservasi di Indonesia menyimpan karbon kurang lebih 625 Giga Ton CO2.

Beberapa kajian menunjukkan potensi karbon carbon sink pada beberapa kawasan konservasi. Sebagai contoh, Taman Nasional Bukit Tiga Puluh pada zona inti dan zona pemanfaatan menyimpan potensi karbon masing-masing sebesar 380,17 ton CO2/Ha dan 274,84 ton CO2/Ha. Mangrove primer di Taman Nasional Sembilang menyimpan potensi karbon sebesar 141 ton CO2/Ha. Zona Pemanfaatan di Taman Nasional Kelimutu menyimpan potensi karbon 258,18 ton CO2/Ha. Taman Nasional Bantimurung menyimpan potensi karbon pada zona inti, zona rimba dan zona pemanfaatan masing-masing 89,035 ton CO2/Ha, 95,815 ton CO2/Ha dan 161,2 ton CO2/Ha. Taman Nasional Ujung Kulon menyimpan potensi karbon 87.136 ton CO2/Ha. Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya menyimpan potensi karbon sebesar 501,6 ton CO2/Ha. Diperkirakan Kawasan konservasi di Indonesia menyimpan karbon kurang lebih 625 Giga Ton CO2.

Berdasarkan ekstraksi dari isu-isu strategis di atas, serta hasil-hasil identifikasi, monitoring dan evaluasi, maka lingkungan strategis Direktorat PJLHK dapat dipetakan menurut kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang ada (Gambar 5).


(41)

Kekuatan: Kelemahan 1. Para pihak di lingkup internal maupun

eksternal mengharapkan

diupayakannya optimalisasi

pemanfaatan nilai keekonomian kawasan konservasi

2. Dukungan sejumlah peraturan perundangan.

3. Potensi jasa lingkungan (wisata alam, Air, karbon hutan dan panas bumi) yang dapat dimanfaatkan berada di 51 TN dan 115 TWA

1. Kerangka kerja pemanfaatan jasa lingkungan

berkelanjutan belum lengkap 

2. Ketersediaan data dan informasi untuk

mendukung promosi dan pemasaran Konservasi

Alam belum optimal.  

3. Sarana dan prasarana pengelolaan jasa

lingkungan belum memadai 

4. Sebagian  besar  kawasan  TN  dan  TWA  belum  memiliki  desain  tapak  dan  atau  penetapan areal pemanfaatan air 

5. Kewenangan internal di Kementerian LHK dan

antara Kementerian LHK dengan Pemda dan

sektor lain belum sinergis di bidang

pemanfaatan jasa lingkungan 

6. Masih adanya pola pikir konservatif bahwa

pemanfaatan jasa lingkungan merupakan

bentuk eksploitasi ekstraktif pada sumberdaya alam hayati 

Peluang Ancaman

1. Minat masyarakat untuk bergaya hidup back to nature semakin meningkat.

2. Kesempatan masyarakat sekitar TN dan TWA untuk terlibat dalam usaha jasa lingkungan cukup tinggi. 3. Event-event internasional dan atau

nasional sebagai upaya promosi dan pemasaran jasa lingkungan telah terjadwal sehingga membuka peluang investasi. 

4. Kebijakan nasional mengedepankan ketahanan pangan, air dan energi 

1. Persaingan wisata alam dengan negara lain

cukup tinggi. 

2. Estimasi Indonesia menghadapi krisis air dan

krisis energi pada tahun 2025 

Gambar 5 Pemetaan Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman

2. Permasalahan Pemanfaatan Jasa Lingkungan

Jasa Lingkungan telah dapat dimanfaatkan di kawasan konservasi melalui skema perizinan, namun perizinan tersebut masih terdapat beberapa kendala/permasalahan, yaitu:

a. Permasalahan terkait kondisi pemungkin untuk perizinan:

1) Sarana dan prasarana wisata alam di kawasan konservasi belum memadai

2) Kawasan konservasi merupakan kawasan yang open akses, sehingga di beberapa lokasi terjadi kebocoran pengunjung.


(42)

3) Dokumen Rencana Pengelolaan dan Bloking/Zonasi pada sejumlah Taman Nasional dan Taman Wisata Alam belum disahkan dan atau belum disusun.

4) Sebagian besar Taman Nasional dan Taman Wisata Alam belum mempunyai desain tapak dan penetapan areal pemanfaatan air. 5) Beberapa peraturan terkait pemanfaatan jasa lingkungan

menimbulkan multi tafsir dalam penerapan di lapangan. b. Permasalahan terkait kebijakan pengelolaan

1) Sejumlah MoU bidang pemanfaatan air di kawasan konservasi belum dikonversi menjadi Izin Pemanfaatan Air (IPA), Izin Usaha Pemanfaatan Air (IUPA), Izin Pemanfaatan Energi Air (IPEA) dan Izin Usaha Pemanfaatan Energi Air (IUPEA).

2) Pelaksanaan pemanfaatan jasa lingkungan geothermal di kawasan konservasi belum dapat dilaksanakan karena masih menunggu peraturan turunan dari UU Nomor 21 Tahun 2014.

3) Kelembagaan dalam rangka pelaksanaan REDD+ di tingkat nasional belum terbentuk.

4) Adanya harapan yang terlalu tinggi dan perbedaan persepsi pada semua pemangku kepentingan baik di dalam negeri maupun internasional dalam rangka pelaksanaan REDD+.

5) Panduan dan framework untuk pelaksanaan REDD+ belum ada. 6) Rendahnya kapasitas dan lemahnya pemerintahan di tingkat

daerah untuk mengimplementasikan kegiatan-kegiatan REDD+. 7) Diperlukan konsistensi antara Rencana Aksi Perubahan Iklim di

tingkat nasional dan daerah (RAN-GRK dan RAD-GRK) dan strategi REDD+


(1)

Target Lokasi Pelaksanaan IKK Jumlah unit usaha pemanfaatan pariwisata alam di kawasan konservasi bertambah sebanyak 100

unit dari baseline tahun 2013

Target Lokasi Pelaksanaan IKK

Keterangan

2015 2016 2017 2018 2019

1.

TWA Kawah Ijen

2.

TWA Pulau Sangalaki

3.

TWA Muka Kuning

4.

TWA Tanjung Tampa

5.

TWA Gunung Tunak

6.

TWA Bangko-Bangko

7.

TWA Teluk Yotefa

8.

TWA Kerandangan

9.

TWA Papandayan

10.

TWA Telaga Bodas

11.

TWA Pantai Panjang

Pulau Baai

12.

TN. Gn. Merbabu

13.

TN. Ujung Kulon

14.

TN. Komodo

15.

TN. Gn. Rinjani

16.

TN.

Gn.

Halimun

Salak

17.

TN. Gunung Ciremai

18.

TN. Bunaken

19.

TN.

Gn.

Gede

Pangrango

1.

TN. Tanjung Puting

2.

TN Kepulauan Seribu

3.

TN Meru Betiri

4.

TN Kutai

5.

TN Bogani Nani

Wartabone

6.

TN Bantimurung

Bulusaraung

7.

TN Takabonerate

8.

TN Kelimutu

9.

TN Bukit Barisan

Selatan

10.

TN Way Kambas

11.

TN Baluran

12.

TN Betung Kerihun

13.

TN Bali Barat

14.

TN Bromo Tengger

Semeru

15.

TN Wakatobi

16.

TN Manusela

17.

TWA Buyan

Tamblingan

18.

TWA Panelokan

19.

TWA Batu Angus

1.

TN Karimunjawa

2.

TN Gunung Gede

Pangrango

3.

TN Alas Purwo

4.

TN Kerinci Seblat

5.

TN Berbak

6.

TN Teso Nilo

7.

TN Sembilang

8.

TN Gunung Palung

9.

TWA Pulau Weh

10.

TWA Kepulauan

Banyak

11.

TWA Sibolangit

12.

TWA Kepualauan

Padamaran

13.

TWA Gunung Baung

14.

TWA Mangolo

15.

TWA Gunung Guntur

16.

TWA Wera

17.

TWA Telogo Warno

Telogo Pengilon

1.

TN Bukit Baka

Bukit Raya

2.

TN Rawa Aopa

Watumohai

3.

TN Wasur

4.

TWA Gunung

Tangkupan

Perahu

5.

TWA Pelangan

6.

TWA Pulau

Sangiang

7.

TWA Gunung

Pancar

8.

TWA Angke

Kapuk

9.

TWA Batu Putih

10.

TWA Punti Kayu

11.

TB Pulau Moyo

1.

TWA Linggar Jati

2.

TWA

Pulau

Kembang

3.

TWA Sukawayana

4.

TWA Tretes

5.

TWA Grojogan

Sewu

6.

TWA Pangandaran

7.

TWA Pulau

Satonda

8.

TWA Cimanggu

9.

TWA Jember

Dalam 1 lokus,

jumlah unit usaha

dapat lebih dari 1

unit


(2)

LAMPIRAN 4

Target Lokasi Pelaksanaan IKK “Jumlah pemanfaatan jasa lingkungan air yang beroperasi di kawasan konservasi bertambah sebanyak 25

unit

Target Lokasi Pelaksanaan IKK

Keterangan

2015 2016 2017 2018 2019

1.

TN Kerinci Seblat

2.

TN Gunung Ciremai

3.

TN

Bogani

Nani

Wartabone

4.

TWA Bukit Tangkiling

5.

TWA Gunung Baung

1.

TN Gn. Halimun Salak

2.

TN Gn. Gede

Pangrango

3.

TN Manupeu Tanadaru

4.

TWA Kerandangan

1.

TN Gn. Leuser

2.

TN Gunung Palung

3.

TN Gunung Rinjani

4.

SM. Pulau Bawean

1.

TWA Warno

Telogo Pengilon

2.

TWA Grojogan

Sewu

3.

TN Laiwangi

Wanggameti

4.

Bantimurung

Bulusaraung

1.

TWA. Tretes

2.

TWA Tirta Rimba

Air Jatuh

3.

TWA Wera

Dalam 1 lokus,

jumlah unit usaha

dapat lebih dari 1

unit

LAMPIRAN 5

Target Lokasi Pelaksanaan IKK “Jumlah pemanfaatan energi air dari kawasan konservasi untuk keperluan mini

/micro hydro power plant

bertambah sebanyak minimal 50 unit”

Target Lokasi Pelaksanaan IKK

Keterangan

2015 2016 2017 2018 2019

1.

TN Gunung Leuser 

2.

TN Bogani Nani 

Wartabone 

3.

TN Kerinci Seblat 

4.

TN Laiwangi Wanggameti 

5.

TN Manupeu Tanadaru 

6.

TWA Gunung Baung

1.

TN Bantimurung 

Bulusaraung 

2.

TN Gunung Halimun 

Salak 

3.

TN Bukit Barisan Selatan 

4.

TN Bukit Baka Bukit Raya 

5.

TN Rawa Aopa 

Watumohai 

6.

TN Manusela

1.

TN Gunung Leuser 

2.

TN Bogani Nani 

Wartabone 

3.

TN Kerinci Seblat 

4.

TN Laiwangi 

Wanggameti 

5.

TN Manupeu 

Tanadaru 

6.

TWA Gunung Baung 

1.

TN Bantimurung 

Bulusaraung 

2.

TN Gunung Halimun 

Salak 

3.

TN Bukit Barisan 

Selatan 

4.

TN Bukit Baka Bukit 

Raya 

5.

TN Rawa Aopa 

Watumohai 

6.

TN Manusela

1.

TN Gunung Leuser 

2.

TN 

Bogani 

Nani 

Wartabone 

3.

TN Kerinci Seblat 

4.

TN 

Laiwangi 

Wanggameti 

5.

TN 

Manupeu 

Tanadaru 

6.

TWA Gunung Baung

Dalam 1 lokus,

jumlah unit usaha

dapat lebih dari 1

unit


(3)

Target Lokasi Pelaksanaan IKK “Jumlah Unit Usaha pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi yang beroperasi di kawasan

konservasi sebanyak 5 izin”

Target Lokasi Pelaksanaan IKK

Keterangan

2015 2016 2017 2018 2019

-

1. TN. Gn Halimun Salak

2. TN. Ciremai

3. TN. Kerinci Seblat

4. TN. Bukit Barisan

Selatan

5. TN. Gn. Rinjani

1. TN. Gn Halimun Salak

2. TN. Ciremai

3. TN. Kerinci Seblat

4. TN. Bukit Barisan

Selatan

5. TN. Gn. Rinjani

1. TN. Gn Halimun

Salak

2. TN. Ciremai

3. TN. Kerinci

Seblat

4. TN. Bukit Barisan

Selatan

5. TN. Gn. Rinjani

1. TN. Gn Halimun

Salak

2. TN. Ciremai

3. TN. Kerinci Seblat

4. TN. Bukit Barisan

Selatan

5. TN. Gn. Rinjani

Dalam 1 lokus,

jumlah unit usaha

dapat lebih dari 1

unit

LAMPIRAN 7

Target Lokasi Pelaksanaan IKK “Jumlah registrasi atau sertifikasi

Verified Carbon Standard

(

VCS

) atau

Climate, Community and

Biodiversity Alliance

(

CCBA

)

REDD+

pada 2 unit kawasan konservasi

Target Lokasi Pelaksanaan IKK

2015 2016 2017 2018 2019

TN Sebangau 

TN Sebangau 

TN Sebangau 

TN Sebangau 

TN Berbak 

TN Sebangau 

TN Berbak 


(4)

LAMPIRAN 8

Proyeksi Pembiayaan Pencapaian Kegiatan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi 2015-2019

NO IKK Satker

Tahun Pembiayaan (Indikatif) dalam Ribu Total Pembiayaan (2015-2019) (Rp)

(dalam ribuan)

2015 2016 2017 2018 2019

1

Jumlah Kunjungan wisata ke kawasan konservasi minimal sebanyak 1,5 juta orang wisatawan mancanegara selama 5 tahun

PJLHK 817.135 2.132.625 2.260.583 2.396.217 2.539.990 10.146.550 BKSDA 9.000.000 10.400.000 12.000.000 13.800.000 15.900.000 61.100.000 TN 11.000.000 12.600.000 14.500.000 16.700.000 19.200.000 74.000.000 2

Jumlah kunjungan wisata ke kawasan konservasi minimal sebanyak 20 juta orang wisatawan nusantara selama 5 tahun

PJLHK 1.791.305 980.562 1.039.396 1.101.759 1.167.865 6.080.887

BKSDA 8.100.000 9.360.000 10.800.000 12.420.000 14.310.000 54.990.000 TN 9.900.000 11.340.000 13.050.000 15.030.000 17.280.000 66.600.000 3

Jumlah unit usaha pemanfaatan pariwisata alam di kawasan konservasi bertambah sebanyak 100 unit dari baseline tahun 2013

PJLHK 2.702.600 3.184.041 3.375.083 3.577.588 3.792.244 16.631.557 BKSDA 7.200.000 8.320.000 9.600.000 11.040.000 12.720.000 48.880.000 TN 8.800.000 10.080.000 11.600.000 13.360.000 15.360.000 59.200.000 4

Jumlah pemanfaatan jasa lingkungan air yang beroperasi di kawasan konservasi bertambah sebanyak 25 unit

PJLHK 874.665 1.049.598 1.112.574 1.179.328 1.250.088 5.466.253 BKSDA 6.300.000 7.280.000 8.400.000 9.660.000 11.130.000 42.770.000 TN 7.700.000 8.820.000 10.150.000 11.690.000 13.440.000 51.800.000 5

Peningkatan pemanfaatan energi air dari kawasan konservasi untuk keperluan mini/micro hydro power plant sebanyak 50 unit selama 5 tahun PJLHK 263.849 316.619 335.616 355.753 377.098 1.648.936 BKSDA 6.300.000 7.280.000 8.400.000 9.660.000 11.130.000 42.770.000 TN 7.700.000 8.820.000 10.150.000 11.690.000 13.440.000 51.800.000 6

Jumlah unit usaha pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi yang beroperasi di kawasan konservasi sebanyak 5 ijin

PJLHK 402.976 483.572 512.586 543.341 575.942 2.518.418 BKSDA 4.500.000 5.200.000 6.000.000 6.900.000 7.950.000 30.550.000 TN 5.500.000 6.300.000 7.250.000 8.350.000 9.600.000 37.000.000 7

Jumlah registrasi atau sertifikasi Verified Carbon Standard (VCS) atau Climate, Community and Biodiversity Alliance (CCBA) REDD+ pada 2 unit kawasan konservasi PJLHK 757.290 908.748 963.273 1.021.069 1.082.333 4.732.714 BKSDA 3.600.000 4.160.000 4.800.000 5.520.000 6.360.000 24.440.000 TN 4.400.000 5.040.000 5.800.000 6.680.000 7.680.000 29.600.000 JUMLAH TOTAL

PJLHK 7.609.820 9.055.765 9.599.111 10.175.058 10.785.561 47.225.314

BKSDA 45.000.000 52.000.000 60.000.000 69.000.000 79.500.000 305.500.000


(5)

(6)