Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah SD Inti dan SD Imbas Gugus Maruto Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang T2 942008143 BAB IV

(1)

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Responden

Responden yang menjadi sampel dari penelitian ini di kelompokkan dalam dua kategori yaitu responden dari SD Negeri Poncoruso sebagai SD Inti dan SD Imbas. Setelah dilakukan klasifikasi dan di interpretasi berdasarkan nilai indikator yang diperoleh hasil bahwa sampel yang diambil berjumlah 46 Responden terdiri dari 11 responden berasal dari SD Inti dan 35 dari SD Imbas.

Tingkat pendidikan responden dalam penelitian ini telah terangkum dalam 4 kategori dan 1 tidak memberikan keterangan pendidikan. Kategori tersebut adalah SMA/SPG, D-2. S-1 dan S-2. Dari keseluruhan responden 56% lebih telah mengeyam pendidikan S-1 dan 2,17% berpendidikan S-2. Namun yang sangat disayangkan ada sekitar 4,35% tidak mencantumkan tingkat pendidikan mereka.

Tabel 4. 1 Pendidikan Guru di KKG SD Gugus Maruto

No Pendidikan INTI IMBAS Total N % N % N %

1

SMA/SPG 0 0 4 11.43 4 8.70 2 D-2 3 27 10 28.57 13 28.26


(2)

3 S-1 8 73 20 57.14 8 60.9

4 S-2 0 0 1 2.86 1 2.17 Jumlah 11 100 35 100 46 100

Sumber: Data Primer diolah, 2012

Selanjutnya jika dilihat dari masing-masing SD, SD inti rata-rata berpendidikan S-1 yaitu sebesar 73% dan sisanya berpendidikan D-2. Sedangkan pada SD imbas rata-rata berpendidikan S-1 sebesar 57,14%. Pada SD imbas ini juga ada yang berpendidikan S-2 yaitu 2,86%, namun juga ada yang berpendidikan SMA/SPG sebesar 8,70%. Dengan gambaran ini SD imbas mempunyai variasi tingkat pendidikan yang lebih beragam. Kondisi ini bisa menjadi kendala tetapi juga bisa menjadi pemicu untuk mengembangkan diri. Dalam sebuah kepemimpinan keberagaman ini bisa dijadikan pemicu untuk mengangkat kemampuan anggotanya.

Jabatan responden yang berhasil dirangkum dan di klasifikasikan terdiri dari 6 klasifikasi dan 1 jawaban kosong. Jabatan tersebut terdiri dari Kepala Sekolah, Guru Kelas, Guru Mapel/Agama, Guru, Wiyata Bhakti dan Penjaga. Kepemimpinan ini ternyata tidak hanya melingkupi guru (pengajar) dalam sekolahan tetapi ada bawahan lainnya seperti penjaga sekolah dan tenaga wiyata bhakti.


(3)

Tabel 4. 2 Jabatan Guru di KKG Gugus Maruto

No Jabatan INTI IMBAS Total

N % N % N % 1 Kep. Sekolah 1 9.09 0 0 1 2.17 2 Guru Kelas 6 54.54 15 42.86 21 45.65 3 Guru Mapel 2 18.18 6 17.14 8 17.39 4 Guru 0 0 8 22.86 8 17.39 5 Wiyata Bhakti 1 9.09 0 0 1 2.17 6 Penjaga 0 0 1 2.86 1 2.17 7 Blank 1 9.09 5 14.29 6 13.04

Jumlah 11 100 35 100 46 100

Sumber: Data Primer diolah, 2012

Sebagaimana ditampilkan dalam tabel 4.2, responden yang terbesar memangku jabatan sebagai guru kelas sekitar 45% kemudian diikuti oleh guru mapel dan guru yang prosentasenya sama yaitu 17,39%. Beberapa jabatan responden memiliki prosentase yang kecil dan kebetulan sama yaitu Kepala Sekolah, Wiyata Bhakti dan Penjaga yaitu 2,17%.

4.2. Analisis Data

Berdasarkan pendapat Bass dan Aviola dalam Aan (2005), maka kepemimpinan transformasional dapat dipilah kedalam empat dimensi yaitu; karisma, motivasi, kinerja dan simpati. Seorang kepala sekolah yang telah menerapkan kepemimpinan transformasional akan cenderung memenuhi


(4)

4.2.1. Aspek Kharisma

Kharisma sebagai sebuah proses dimana seorang pemimpin mempengaruhi para pengikut hingga menimbulkan impuls-impuls emosi yang kuat dalam diri pribadi pengikut, hingga pengikut dengan sukarela mengikuti perintah, arahan dan gagasan pemimpinnya. Di SD Gugus Maruto yang terdiri dari SD Inti dan SD Imbas dalam menerima sebuah kepemimpinan mempunyai gambaran yang berbeda.

Aspek kharisma mempunyai peran penting dalam pembentukan watak dari para pengikutnya, dalam aspek Kharisma memiliki beberapa indikator diantaranya rasa percaya diri, pendirian yang kuat, kompeten-si, dan perilaku yang baik kepada bawahan. Indikator kharisma ini yang dipergunakan dalam penyusunan instrumen (kuesioner).

Dari hasil pengolahan data yang diperoleh dari questioner tersebut diperoleh gambaran aspek kharisma di SD Gugus Maruto baik di SD inti maupun di SD Imbas, gambaran tersebut disajikan dalam bentuk tabel 4.3. berikut :

Tabel 4. 3 Indikator Aspek Kharisma dalam Kepemimpinan

N O

Indikator Aspek Kharisma

SD Inti SD Imbas

Rata-rata Sd

Rata-rata Sd

1 Memiliki rasa percaya diri

4.00 0.50 3.34 0.50

2 Memiliki pendirian yangg kuat

3.27 0.45 3.23 0.54


(5)

4 Memberikan contoh perilaku baik kepada bawahan

3.55 0.50 3.57 0.55

Rata-rata 3.57 3.35

Total Rata-rata 3.46 Sumber: Data Primer diolah, 2012

Dari tabel diatas secara keseluruhan baik SD Inti maupun Imbas nampak bahwa aspek kharisma dalam kepemimpinan transformasional mempunyai nilai rata-rata 3.46. Hal ini berarti bahwa seluruh responden menganggap kepala sekolahnya telah menerapkan aspek kharisma dalam kepemimpinan tranformasional dengan sangat baik.

Selanjutnya jika dilihat pada masing-masing kelompok sampel (SD Inti dan SD Imbas) di SD Inti rata-ratanya 3,57. Hal ini mengandung arti bahwa dari keseluruhan indikator, para responden menyatakan aspek kharisma dalam kepemimpinan adalah baik, indikator yang memberikan sumbangan terbesar pada rata-rata kelompok sampel ini adalah rasa percaya diri, memberikan skor sangat baik. Sedangkan yang memberi skor terkecil adalah pendirian yang kuat dengan rerata 3.27.

Untuk SD Imbas ternyata memiliki rerata indikator sangat baik yaitu 3.35. Hasil yidak jauh berbeda dengan SD Inti. jika diperhatikan lebih dalam ternyata contoh kepada bawahan yang memberikan sumbangan terbesar (3.57). Nilai ini bisa artikan bahwa sampel dalam memahami aspek kharisma lebih mengedepankan pada contoh dari pimpinannya.


(6)

Sedangkan yang memberikan sumbangan terkecil dalam indikator ini di SD Imbas adalah pendirian yang kuat. Pengertian ini diartikan bahwa pimpinan lebih mengedepankan pada musyawarah tidak pada pendirian (pemikiran) pimpinan semata.

4.2.2. Aspek Motivasi

Aspek motivasi, motivasi merupakan hal yang menjadi dasar penggerak dari kemauan para pengikut untuk melaksanakan atau melakukan suatu tindakan guna mencari tingkat yang lebih tinggi dari kinerja dalam nama misi sekolah, dalam sebuah kepemimpinan transformasional motivasi berusaha mengembangkan orang lain dengan bekerja untuk memahami motivasi intrinsik dan berfokus pada perspektif jangka panjang dan mencapai kepuasan yang lebih.

Aspek motivasi antara SD Inti dan Imbas Gugus Maruto memiliki perbedaan, dimana peran kepala sekolah di masing-masing sekolah sangat berpengaruh terhadap penerapan dan pencapaian aspek ini. Komitmen kepala sekolah untuk memberikan apresiasi, dorongan, dan penghargaan bagi guru cukup bervariatif baik dari pendekatan dan bentuknya. Komitmen kepala sekolah SD Inti nampak kesungguhan untuk memotivasi guru, namun di SD Imbas Gugus Maruto masih nampak perbedaan dengan kadar tertentu.

Hasil pengukuran aspek motivasi menunjukkan bahwa aspek di SD Imbas menghasilkan rerata 3.17


(7)

yang artinya aspek ini masuk kategori baik. Sedangkan di SD Inti hasilnya lebih baik dari pada di SD Imbas yaitu 3.30. Rata-rata dari kedua sampel 3.24 dengan rata-rata ini rerata aspek ini di SD Imbas baik dari rata-rata sampel.

Tabel 4. 4 Indikator Aspek Motivasi dalam Kepemimpinan

NO Indikator Aspek Motivasi

SD Inti SD Imbas

Rata-rata

Sd Rata-rata

Sd

1 Menyediakan tantangan bagi staf

2.91 0.52 2.77 0.83

2 Memperhatikan makna

pekerjaan bagi staf 3.18 0.39 3.23 0.64 3 Berdisiplin dalam

berkinerja

3.73 0.46

3.57 0.65 4 Memberikan

penghargaan bagi staf berkinerja baik

2.91 0.67 2.91 0.77

5 Gambaran tujuan yang

telah di capai sekolah 3.64 0.70 3.26 0.81 6 Memberikan motivasi

untuk membangkitkan antusiasme &

optimisme para guru

3.45 0.79 3.29 0.88

Rata-rata 3.30 3.17

Total rata-rata 3.24 Sumber: Data Primer diolah, 2012

Dari gambaran data dalam tabel 4.4 menunjukkan bahwa indikator tantangan bagi staff, makna pekerjaan dan penghargaan mempunyai nilai di bawah rata-rata indikator motivasi yang bisa di kelompokkan masuk dalam kategori baik.

Dalam aspek motivasi ini yang mempunyai skor tertinggi adalah disiplin yang diikuti gambaram tujuan


(8)

yang akan dicapai. Disiplin ini memang bisa dimaklumi karena akan nampak dalam keseharian sedangkan tujuan selalu diuraikan kepada staff untuk mencapai target tujuan sekolah.

Indikator disipilin ini juga yang memberikan sumbangan rerata terbesar dalam kelompok SD Imbas (3.57) dan hal ini sama dengan yang diperoleh dalam olah data di SD Inti. Selanjutnya yang memberikan sumbangan terkecil dalam rerata ini adalah indikator tantangan bagi staff (Inti 2.91 dan Imbas 2.77), tantang di dalam kedua kelompok sampel ini memiliki nilai terkecil dari semua indikator dalam aspek motivasi.

4.2.3. Aspek Kinerja

Aspek selanjutnya adalah aspek kinerja, aspek ini dapat dijabarkan dalam beberapa indikator yaitu: mendorong peningkatkan ilmu pengetahuan untuk meningkatkan kualitas kinerja, mempraktikkan inovasi-inovasi yang berdasar pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, membagi tugas kelembagaan secara profesional dan proporsional, monitoring/pengawasan terhadap kinerja mengajar guru, bimbingan terhadap guru, penilaian terhadap kinerja mengajar guru, menggali ide-ide dan solusi kreatif dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan nasional, meningkatkan ilmu pengetahuan staf melalui pendidikan atau pelatihan dan mendorong staf untuk mempraktikan pendekatan baru dari hasil pendidikan, latihan, atau lainnya.


(9)

Tabel 4.5 menunjukan bahwa aspek kinerja mempunyai rata-rata 3.14 (Inti 3.09 dan 3.18 Imbas) hal ini mengandung arti bahwa menurut responden aspek ini masuk kriteria baik. Indikator tertinggi dalam aspek ini adalah indikator peningkatkan ilmu pengetahuan untuk meningkatkan kualitas kinerja (3.55 di kelompok sampel Inti dan 3.29 di kelompok SD Imbas) dan yang terkecil pada indikator menggali ide-ide dan solusi kreatif dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan nasional (skor 2.73) dan mendorong staff untuk mempraktikan pendekatan baru di kelompok sampel SD Imbas (3.00). Selain itu hampir seluruh indikator mempunyai Sd yang besar kecuali indikator meningkatkan ilmu pengetahuan staf melalui pendidikan atau pelatihan (0.33) di kelompok sampel SD Inti. Dengan gambaran ini aspek kinerja dalam sebuah transformasi kepimpinan di SD inti ini tergolong kategori baik.

Tabel 4. 5 Indikator Aspek Kinerja dalam Kepemimpinan

No Indikator Aspek Kinerja

SD Inti SD Imbas

Rata-Rata Sd

Rata-Rata Sd

1 Mendorong peningkatkan ilmu pengetahuan untuk meningkatkan kualitas kinerja

3.55 0.68 3.29 0.70

2 Mempraktikkan inovasi-inovasi yang berdasar pada perkembangan ilmu pengetahuan & teknologi


(10)

3 Membagi tugas kelembagaan secara profesional dan proporsional

3.18 0.58 3.26 0.69

4 Monitoring/ pengawasan terhadap kinerja mengajar guru

3.27 0.45 3.17 0.70

5 Bimbingan terhadap guru

3.27 0.45

3.17 0.61 6 Penilaian terhadap

kinerja me-ngajar guru

3.18 0.58 3.20 0.58

7 Menggali ide-ide dan solusi kreatif dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan nasional

2.73 0.60 3.26 0.74

8 Meningkatkan ilmu pengetahuan staf melalui pendidikan atau pelatihan

2.91 0.33 3.11 0.62

9 Mendorong staf unt mempraktekkan pendekatan baru dari hasil pendidikan, latihan, atau lainnya

2.91 0.52 3.00 0.53

Rata-rata 3.09 3.18

Total Rata-rata 3.14 Sumber: Data Primer diolah, 2012

4.2.4. Aspek Simpati

Pada aspek simpati, dengan beberapa indikator yaitu: memperhatikan kebutuhan guru untuk kelancaran bekerja, memperhatikan keluhan dari guru, memperhatikan ide/gagasan dari guru, dan memperhatikan harapan dan masukan dari guru. Indikator ini ternyata semuanya memberi skor dibawah 3 (kategori baik) dengan simpangan yang besar. Dari gambaran data pada tabel 4.6 memperjelas aspek


(11)

simpati biasa saja (tidak terlalu kuat) sebagai indikator transformasi kepemimpinan. Dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan lebih mengarah pada kurang simpatinya sikap pimpinan (kepala sekolah) terhadap harapan, keluhan dan kebutuhan guru yang di sampaikan kepada pimpinan. Dengan jawaban yang ada berarti guru tidak begitu memberikan apresiasi terhadap aspek simpati dari kepala sekolah SD Inti, hal ini terlihat dari nilai rerata 2.87 (hanya pada kategori baik ).

Tabel 4. 6 Indikator Aspek Simpati dalam Kepemimpinan

No Indikator Aspek Simpati

SD Inti SD Imbas

Rata-rata

Sd Rata-Rata

Sd

1 Memperhatikan kebutuhan guru untuk kelancaran bekerja

2.91 0.57 3.23 0.76

2 Memperhatikan

keluhan dari guru 2.91 0.61 3.34 0.76 3 Memperhatikan

ide/gagasan dari guru

2.82 0.81 3.31 0.72

4 Memperhatikan harapan dan masukan dari guru

2.82 0.77 3.20 0.58

Rata-rata 2.87 3.27

Total Rata-rata 3.07 Sumber: Data Primer diolah, 2012

Sedangkan indikator dalam aspek-aspek simpati pada SD Imbas adalah total rata-rata 3.27. berarti bahwa gaya kepemimpinan transformasional kepala


(12)

sekolah SD Imbas dari aspek simpati dikategorikan sangat baik.

Dengan hasil ini memberikan gambaran yang menarik, Pada SD Inti rerata di bawah 2.87 sedangkan di SD Imbas di atas rerata 3.27 sampel. Jika dilihat pada masing-masing indikator menjelaskan bahwa kebutuhan guru untuk kelancaran bekerja di SD Inti kurang mendapat perhatian sedangkan dalam meningkatkan kemampuan di SD Imbas kebutuhan tersebut bisa dikatakan lebih dari SD Inti.

Sedangkan dalam hal abstraksi seperti (keluhan, ide dan harapan) di SD Inti juga lebih rendah dari rerata sampel sedangkan di SD Imbas semua indikator tersebut terjadi sebaliknya yaitu lebih tinggi dari rerata sampel. Atas hasil ini di SD Imbas memberikan harapan yang besar atas kepemimpinan yang ada di mereka.

Secara keseluruhan dari total penilaian tipe kepemimpinan transformasional di SD Inti dan SD Imbas (tabel 4.7) menunjukkan bahwa kepala sekolah SD inti dalam menerapkan kepempinan transformasional masuk kategori baik (rata-rata nilainya 3,22). Sementara dua dari lima SD Imbas penerapannya lebih baik dibandingkan dengan SD Inti karena sudah masuk kategori sangat baik yaitu SD Harjosari 2 dan SD Samban 2.


(13)

Tabel 4. 7 Total Penilaian Tipe kepemimpinan Transformasional di SD Inti dan SD Imbas

Aspek

SD Inti SD Imbas

SD Poncoruso

SD Harjosari 2

SD Kanisius Harjosari

SD Samban 1

SD Samban 2

SD Doplang

02

Kharisma 3,57 3,88 3,17 2,97 3,54 3,18 Motivasi 3,35 3,46 3,07 2,39 3,95 3,18 Kinerja 3,11 3,24 3,35 2,53 3,87 3,11 Simpati 2,86 3,72 3,42 2,66 3,83 2,86

Rata-rata 3,22 3,57 3,25 2,64 3,80 3,08


(14)

4.3. Pembahasan

Kepemimpinan merupakan fenomena yang kompleks dan situasional, menurut Gerdner (1988), kepemimpinan lebih dari sekedar menduduki suatu otoritas. Kendati posisi otoritas yang diformalkan mungkin sangat mendorong proses kepemimpinan, namun sekedar menduduki posisi itu tidak menandai seseorang untuk menjadi pemimpin.

Kepemimpinan dapat dikategorikan kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan transformasional. Kepemimpinan transaksional adalah hubungan antara pemimpin dan bawahan serta ditetapkan dengan jelas peran dan tugas-tugasnya. Dengan penekanan pada goals atas dasar penyelesaian tugas.

Esensi kepemimpinan transformasional adalah memberdayakan para pengikutnya untuk berkinerja secara efektif dengan membangun komitmen mereka terhadap nilai-nilai baru, mengembangkan keterampilan dan kepercayaan mereka, menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangannya inovasi dan kreativitas.

Dari hasil penilaian terhadap tipe kepemimpinan transformasional di SD Inti dan SD Imbas meliputi variabel kharisma, motivasi, kinerja dan simpati, menunjukkan dari 6 SD yang terdiri dari 1 SD Inti dan 5 SD Imbas, hanya SD Samban 1 belum optimal


(15)

menerapkan tipe kepemimpinan transformasional. Sedangkan sebagian besar telah menerapkan tipe kepemimpinan transformasional dengan rata-rata skor cukup tinggi dengan skor terendah 3,08 dan tertinggi 3,80.

Jika diperhatikan pada tabel 4.7. bahwa, skor tertinggi pada aspek kharisma ada pada SD Harjosari 2 sebagai SD Imbas, sedangkan SD Inti masuk dalam urutan ke dua, kemudian diikuti oleh SD Samban 2. Ketiga sekolah tersebut masuk dalam kategori sangat baik dalam penerapan aspek kharisma. Sedangkan 3 sekolah lainnya masuk dalam kategori baik . Penerapan aspek kharisma yang kurang baik berada pada SD Samban 1. Secara umum dapat ditarik kesimpulan, kepemimpinan kepala sekolah di ke enam SD tersebut mampu menghasilkan rasa hormat, percaya diri, pada guru, dan karyawan sekolah. Selain itu, kepala sekolah berbagi resiko dan mendahulukan kepentingan staf di atas kepentingan pribadi. Pada aspek ini menunjukkan bahwa SD Harjosari 2 secara kompetitif berada di peringkat tertinggi dibandingkan dengan SD Poncoruso (SD Inti), sedangkan kepala sekolah di SD Samban 1 belum sepenuhnya menerapkan aspek kharisma ini. Persoalan utama yang dihadapi jika dilihat dari indikator penilaian dari aspek ini adalah kepala sekolah belum mampu untuk menghasilkan rasa percaya diri dan hormat dari guru dan karyawan sekolah. Dari hasil wawancara dengan beberapa guru, hal tersebut di atas disebabkan beberapa perilaku kepala sekolah yang


(16)

jarang sekali berada di tempat/kantor. Sehingga guru tidak dapat melakukan koordinasi dan konsultasi terkait dengan tugas dan jabatan mereka. Di samping itu, pembinaan dan memberikan dorongan kepada staf tidak pernah dilakukan oleh kepala sekolah.

Berbeda dengan aspek kharisma, pada aspek motivasi, skor tertinggi diperoleh oleh SD Samban 2 yang merupakan SD Imbas. Diikuti oleh SD Harjosari 2 dan SD Inti yang masuk dalam kategori sangat baik. Dua SD Imbas lainnya masuk dalam kategori baik , dan satu SD (SD Samban 1) masuk dalam kategori kurang baik. Berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner terhadap para guru di SD Samban 1, menunjukkan kepala sekolah SD Samban 1 belum menunjukkan dan mampu untuk memotivasi para guru maupun staf non akademik serta mendorong optimisme para guru untuk meningkatkan kinerja. Sasaran sekolah belum menjadi acuan pencapaian keberhasilan program sekolah. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan beberapa guru SD Samban 1 terkait aspek ini ditemukan bahwa, dalam satu tahun, rapat koordinasi antara kepala sekolah dan guru beserta tenaga kependidikan yang lain hanya diselenggarakan 2 kali.

Kondisi ini secara jelas berdampak bahwa guru dan tenaga kependidikan di SD Samban 1 tidak memiliki gambaran tujuan yang akan dicapai oleh sekolah. Koordinasi kerja tidak berjalan optimal antara kepala sekolah dan guru.


(17)

Jelas bahwa dengan tipe kepemimpinan saat ini kepala sekolah SD Samban 1 belum menerapkan model transformasional. Agar kepala sekolah dapat mencapai dan dapat menerapkan model kepemimpinan ini membutuhkan tindakan motivasi bawahannya agar bersedia bekerja demi sasaran-sasaran “tingkat tinggi” yang dianggap melampaui kepentingan pribadinya pada saat itu (Bass, 1985 dalam Harsiwi 2003). Kepala sekolah seharusnya mampu mentransformasi dan memotivasi guru untuk sadar akan pentingnya hasil suatu pekerjaan, dengan demikian maka usaha yang perlu dilakukan adalah perubahan pemikiran bahwa kepentingan sekolah menjadi prioritas utama dibandingkan kepentingan diri sendiri (Bass, 1985).

Sama halnya dengan aspek motivasi, pada aspek kinerja menunjukkan SD Samban 2 memiliki nilai sangat baik, disusul kemudian SD Kanisius dan Harjosari 2 yang memiliki selisih 0,11 poin dari nilai 3,35. Sedangkan SD Inti dan SD Doplang 02 memiliki skor yang sama masuk dalam urutan ke empat dengan kategori baik. Pada aspek ini, SD Samban 1 masih berada di kategori kurang baik. Tipe kepemimpinan transformasional kepala sekolah SD Samban 1 pada aspek kinerja ini menunjukkan skor yang rendah.

Faktor penyebab rendahnya skor SD Samban 1 adalah, bahwa penghargaan terhadap guru tidak pernah di dapatkan, semisal ketika seorang guru berhasil membimbing murid untuk mencapai prestasi tinggi, berdasarkan janji dari kepala sekolah akan


(18)

memberikan penghargaan bagi guru dan murid tersebut. Namun pada kenyataannya hanya siswa berprestasi itu saja yang mendapatkan penghargaan.

Faktor penyumbang lain adalah untuk mendorong peningkatan ilmu pengetahuan guru dalam rangka peningkatan kualitas kinerja, Kepala Sekolah tidak pernah mengutus guru untuk mengikuti berbagai pelatihan atau acara sejenis yang mendukung penambahan ilmu pengetahuan guru. Selain itu, ketika membagi tugas kelembagaan, kepala sekolah hanya memberikan kepada segelintir guru yang disenangi olehnya, sehingga menimbulkan Gap (jurang pemisah) antar guru dan kepala sekolah, serta guru dan guru. Kejadian konkrit ketika pemilihan pengelola Bantuan Operasional Sekolah (BOS), tidak disosialisasikan kepada seluruh guru, namun langsung menunjuk beberapa orang guru untuk duduk dalam kepengurusan tersebut. Esensi dari kepemimpinan transformasional adalah sharing of power dengan melibatkan bawahannya (Harris & Townsend, 2007).

Persoalan lain yang dihadapi oleh guru adalah Laporan Pertanggungjawaban Jabatan Tahunan tidak pernah dibagikan, dan disosialisasikan secara terbuka kepada seluruh Guru dan tenaga kependidikan lainnya. Sehingga guru tidak dapat melihat dan mengukur capaian kinerja sekolah secara menyeluruh.

Rendahnya inisiatif dan tingkat pro aktif Kepala Sekolah menyebabkan distribusi informasi terkait


(19)

dengan sekolah seringkali tidak terdistribusikan dengan baik kepada guru. Semisal untuk try out ujian akhir,kepala sekolah tidak menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan tersebut, sehingga guru SD Samban 1 seringkali berinisiatif mencari informasi ke SD lainnya. Yukl (1998) menyimpulkan esensi

kepemimpinan transformasional adalah memberdayakan para pengikutnya untuk berkinerja

secara efektif dengan membangun komitmen mereka terhadap nilai-nilai baru, mengembangkan keterampilan dan kepercayaan mereka, menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangannya inovasi dan kreativitas.

Pada aspek simpati, posisi terendah masih pada SD Samban 1, sedangkan SD Samban 2, SD Harjosari 2, dan SD Kanisius yang merupakan SD Imbas menduduki peringkat tertinggi dan masuk dalam kategori baik. Sedangkan SD Poncoruso dan SD Doplang 02 memiliki skor yang sama masuk dalam kategori baik pula. Dari rangkaian skor ini menunjukkan bahwa kepala sekolah di SD Samban 1 belum memiliki aspek simpati dengan yaitu memperhatikan keluhan dan kebutuhan dari guru. Pernyataan ini didukung oleh hasil wawancara dengan beberapa guru SD Samban 1 yang memberiken jawaban bahwa kepala sekolah tidak pernah menginformasikan dan memperhatikan kenaikan pangkat atau golongan guru sesuai dengan prestasi dan masa kerja. Demikian halnya dengan masukan ide atau


(20)

gagasan dari guru terkait pengembangan sekolah tidak pernah diakomodasi, hanya guru tertentu saja (yang disukai) yang dapat diterima idenya. Berdasarkan konseptual dari kepemimpinan transformasional (Rene van Eeden, dkk, 2008) salah satu dimensi penting adalah konsiderasi individu, yang menggambarkan bahwa seorang pemimpin mau mendengarkan dengan penuh perhatian masukan dari bawahan dan secara khusus mau memperhatikan kebutuhan bahwa dalam pengembangan karir. Dengan demikian, seharusnya Kepala Sekolah SD Samban 1 menerapkan dimensi ini.

Jika dilihat dari total skor (Tabel 4.7) tipe kepemimpinan transformasional di SD Gugus Maruto, maka nampak bahwa 3 SD Imbas (SD Samban 2, SD Harjosari 2, dan SD Kanisius) telah menerapkan tipe kepemimpinan transformasional dengan kategori sangat baik, sedangkan satu SD Imbas (SD Doplang 02) dengan kategori baik, dan SD Inti berada pada posisi keempat dengan kategori sangat baik. Sedangkan ada satu SD Imbas (SD Samban 1) yang masuk dalam kategori baik.

Dari hasil ini menunjukkan, SD imbas yang selama ini menjadi SD binaan dari SD inti mengalami peningkatan yang signifikan terkait tipe kepemimpinan kepala sekolah ke arah transformasional. Hanya satu SD Imbas saja yang belum secara optimal menerapkan tipe kepemimpinan transformasional.


(1)

menerapkan tipe kepemimpinan transformasional. Sedangkan sebagian besar telah menerapkan tipe kepemimpinan transformasional dengan rata-rata skor cukup tinggi dengan skor terendah 3,08 dan tertinggi 3,80.

Jika diperhatikan pada tabel 4.7. bahwa, skor tertinggi pada aspek kharisma ada pada SD Harjosari 2 sebagai SD Imbas, sedangkan SD Inti masuk dalam urutan ke dua, kemudian diikuti oleh SD Samban 2. Ketiga sekolah tersebut masuk dalam kategori sangat baik dalam penerapan aspek kharisma. Sedangkan 3 sekolah lainnya masuk dalam kategori baik . Penerapan aspek kharisma yang kurang baik berada pada SD Samban 1. Secara umum dapat ditarik kesimpulan, kepemimpinan kepala sekolah di ke enam SD tersebut mampu menghasilkan rasa hormat, percaya diri, pada guru, dan karyawan sekolah. Selain itu, kepala sekolah berbagi resiko dan mendahulukan kepentingan staf di atas kepentingan pribadi. Pada aspek ini menunjukkan bahwa SD Harjosari 2 secara kompetitif berada di peringkat tertinggi dibandingkan dengan SD Poncoruso (SD Inti), sedangkan kepala sekolah di SD Samban 1 belum sepenuhnya menerapkan aspek kharisma ini. Persoalan utama yang dihadapi jika dilihat dari indikator penilaian dari aspek ini adalah kepala sekolah belum mampu untuk menghasilkan rasa percaya diri dan hormat dari guru dan karyawan sekolah. Dari hasil wawancara dengan beberapa guru, hal tersebut di atas


(2)

jarang sekali berada di tempat/kantor. Sehingga guru tidak dapat melakukan koordinasi dan konsultasi terkait dengan tugas dan jabatan mereka. Di samping itu, pembinaan dan memberikan dorongan kepada staf tidak pernah dilakukan oleh kepala sekolah.

Berbeda dengan aspek kharisma, pada aspek motivasi, skor tertinggi diperoleh oleh SD Samban 2 yang merupakan SD Imbas. Diikuti oleh SD Harjosari 2 dan SD Inti yang masuk dalam kategori sangat baik. Dua SD Imbas lainnya masuk dalam kategori baik , dan satu SD (SD Samban 1) masuk dalam kategori kurang baik. Berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner terhadap para guru di SD Samban 1, menunjukkan kepala sekolah SD Samban 1 belum menunjukkan dan mampu untuk memotivasi para guru maupun staf non akademik serta mendorong optimisme para guru untuk meningkatkan kinerja. Sasaran sekolah belum menjadi acuan pencapaian keberhasilan program sekolah. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan beberapa guru SD Samban 1 terkait aspek ini ditemukan bahwa, dalam satu tahun, rapat koordinasi antara kepala sekolah dan guru beserta tenaga kependidikan yang lain hanya diselenggarakan 2 kali.

Kondisi ini secara jelas berdampak bahwa guru dan tenaga kependidikan di SD Samban 1 tidak memiliki gambaran tujuan yang akan dicapai oleh sekolah. Koordinasi kerja tidak berjalan optimal antara kepala sekolah dan guru.


(3)

Jelas bahwa dengan tipe kepemimpinan saat ini kepala sekolah SD Samban 1 belum menerapkan model transformasional. Agar kepala sekolah dapat mencapai dan dapat menerapkan model kepemimpinan ini membutuhkan tindakan motivasi bawahannya agar bersedia bekerja demi sasaran-sasaran “tingkat tinggi” yang dianggap melampaui kepentingan pribadinya pada saat itu (Bass, 1985 dalam Harsiwi 2003). Kepala sekolah seharusnya mampu mentransformasi dan memotivasi guru untuk sadar akan pentingnya hasil suatu pekerjaan, dengan demikian maka usaha yang perlu dilakukan adalah perubahan pemikiran bahwa kepentingan sekolah menjadi prioritas utama dibandingkan kepentingan diri sendiri (Bass, 1985).

Sama halnya dengan aspek motivasi, pada aspek kinerja menunjukkan SD Samban 2 memiliki nilai sangat baik, disusul kemudian SD Kanisius dan Harjosari 2 yang memiliki selisih 0,11 poin dari nilai 3,35. Sedangkan SD Inti dan SD Doplang 02 memiliki skor yang sama masuk dalam urutan ke empat dengan kategori baik. Pada aspek ini, SD Samban 1 masih berada di kategori kurang baik. Tipe kepemimpinan transformasional kepala sekolah SD Samban 1 pada aspek kinerja ini menunjukkan skor yang rendah.

Faktor penyebab rendahnya skor SD Samban 1 adalah, bahwa penghargaan terhadap guru tidak pernah di dapatkan, semisal ketika seorang guru berhasil membimbing murid untuk mencapai prestasi


(4)

memberikan penghargaan bagi guru dan murid tersebut. Namun pada kenyataannya hanya siswa berprestasi itu saja yang mendapatkan penghargaan.

Faktor penyumbang lain adalah untuk mendorong peningkatan ilmu pengetahuan guru dalam rangka peningkatan kualitas kinerja, Kepala Sekolah tidak pernah mengutus guru untuk mengikuti berbagai pelatihan atau acara sejenis yang mendukung penambahan ilmu pengetahuan guru. Selain itu, ketika membagi tugas kelembagaan, kepala sekolah hanya memberikan kepada segelintir guru yang disenangi olehnya, sehingga menimbulkan Gap (jurang pemisah) antar guru dan kepala sekolah, serta guru dan guru. Kejadian konkrit ketika pemilihan pengelola Bantuan Operasional Sekolah (BOS), tidak disosialisasikan kepada seluruh guru, namun langsung menunjuk beberapa orang guru untuk duduk dalam kepengurusan tersebut. Esensi dari kepemimpinan transformasional adalah sharing of power dengan melibatkan bawahannya (Harris & Townsend, 2007).

Persoalan lain yang dihadapi oleh guru adalah Laporan Pertanggungjawaban Jabatan Tahunan tidak pernah dibagikan, dan disosialisasikan secara terbuka kepada seluruh Guru dan tenaga kependidikan lainnya. Sehingga guru tidak dapat melihat dan mengukur capaian kinerja sekolah secara menyeluruh.

Rendahnya inisiatif dan tingkat pro aktif Kepala Sekolah menyebabkan distribusi informasi terkait


(5)

dengan sekolah seringkali tidak terdistribusikan dengan baik kepada guru. Semisal untuk try out ujian akhir,kepala sekolah tidak menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan tersebut, sehingga guru SD Samban 1 seringkali berinisiatif mencari informasi ke SD lainnya. Yukl (1998) menyimpulkan esensi

kepemimpinan transformasional adalah memberdayakan para pengikutnya untuk berkinerja

secara efektif dengan membangun komitmen mereka terhadap nilai-nilai baru, mengembangkan keterampilan dan kepercayaan mereka, menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangannya inovasi dan kreativitas.

Pada aspek simpati, posisi terendah masih pada SD Samban 1, sedangkan SD Samban 2, SD Harjosari 2, dan SD Kanisius yang merupakan SD Imbas menduduki peringkat tertinggi dan masuk dalam kategori baik. Sedangkan SD Poncoruso dan SD Doplang 02 memiliki skor yang sama masuk dalam kategori baik pula. Dari rangkaian skor ini menunjukkan bahwa kepala sekolah di SD Samban 1 belum memiliki aspek simpati dengan yaitu memperhatikan keluhan dan kebutuhan dari guru. Pernyataan ini didukung oleh hasil wawancara dengan beberapa guru SD Samban 1 yang memberiken jawaban bahwa kepala sekolah tidak pernah menginformasikan dan memperhatikan kenaikan pangkat atau golongan guru sesuai dengan prestasi dan masa kerja. Demikian halnya dengan masukan ide atau


(6)

gagasan dari guru terkait pengembangan sekolah tidak pernah diakomodasi, hanya guru tertentu saja (yang disukai) yang dapat diterima idenya. Berdasarkan konseptual dari kepemimpinan transformasional (Rene van Eeden, dkk, 2008) salah satu dimensi penting adalah konsiderasi individu, yang menggambarkan bahwa seorang pemimpin mau mendengarkan dengan penuh perhatian masukan dari bawahan dan secara khusus mau memperhatikan kebutuhan bahwa dalam pengembangan karir. Dengan demikian, seharusnya Kepala Sekolah SD Samban 1 menerapkan dimensi ini.

Jika dilihat dari total skor (Tabel 4.7) tipe kepemimpinan transformasional di SD Gugus Maruto, maka nampak bahwa 3 SD Imbas (SD Samban 2, SD Harjosari 2, dan SD Kanisius) telah menerapkan tipe kepemimpinan transformasional dengan kategori sangat baik, sedangkan satu SD Imbas (SD Doplang 02) dengan kategori baik, dan SD Inti berada pada posisi keempat dengan kategori sangat baik. Sedangkan ada satu SD Imbas (SD Samban 1) yang masuk dalam kategori baik.

Dari hasil ini menunjukkan, SD imbas yang selama ini menjadi SD binaan dari SD inti mengalami peningkatan yang signifikan terkait tipe kepemimpinan kepala sekolah ke arah transformasional. Hanya satu SD Imbas saja yang belum secara optimal menerapkan tipe kepemimpinan transformasional.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah dan Motivasi Berprestasi dengan Kinerja Guru SD di Kecamatan Bandungan T2 942008125 Bab IV

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kompetensi Guru SD Negeri Gugus Kendalisada Kecamatan Petungkriyono Kabupaten Pekalongan T2 942012026 BAB IV

0 0 29

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah SD Inti dan SD Imbas Gugus Maruto Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah SD Inti dan SD Imbas Gugus Maruto Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang T2 942008143 BAB I

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah SD Inti dan SD Imbas Gugus Maruto Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang T2 942008143 BAB II

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah SD Inti dan SD Imbas Gugus Maruto Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang T2 942008143 BAB V

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah SD Inti dan SD Imbas Gugus Maruto Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Kinerja Kepala Sekolah SD di Dabin III Kecamatan Selomerto Kabupaten Wonosobo T2 942013018 BAB IV

0 0 36

T2__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Faktor Kesinambungan Supervisi Akademik Kepala Sekolah SD Di Tegalrejo Magelang T2 BAB IV

0 1 25

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah Di SD Negeri Sumurrejo 01 Kecamatan Gunungpati Kota Semarang

0 0 25