Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah SD Inti dan SD Imbas Gugus Maruto Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang T2 942008143 BAB II

(1)

BAB II

LANDASAN TEORITIS

2.1. Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan didefinisikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi orang-orang agar bersedia mengikuti bimbingannya atau ajakannya dalam mengambil keputusan tertentu (Larson, 2009). Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang-orang ke arah pencapain tujuan organisasi (Yulk, 1998). Kepemimpinan juga dapat diartikan sebagai kemampuan mempengaruhi kelompok kearah pencapaian tujuan oraganisasi (Mulyasa, 2004). Dalam teori kepemimpinan, Larson (2009) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah produk dari interaksi diantara individu-individu dalam kelompok dan bukan status atau posisi dari idividu. Dari empat definisi tersebut, ide pokoknya ialah:

1) kepemimpinan merupakan suatu kegiatan atau proses;

2) kepemimpinan mengadung konsep pengaruh, dalam arti pengikutnya akan taat, dan mengikuti apa yang dikehendaki pemimpinnya;

3) pegaruhnya dapat berupa perintah, arahan, persuasi, atau stimulasi;


(2)

5) prosesnya diarahkan ke suatu hasil, yaitu pencapaian tujuan, dan

6) kegiatan kepemimpinan berada dalam variabel situasional.

Dari bebeapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan selalu melibatkan unsur pemimpin, pengikut, dan konteks. Ketiadaan salah satu dari ketiga unsur tersebut akan menghilangkan esensi wacana kepemimpinan, yang adanya akhirnya ketiadaan esensi pemimpin itu sendiri. Sementara Locke (1997) dalam Harsiwi (2003) melukiskan kepemimpinan sebagai suatu proses membujuk

(inducing) orang-orang lain menuju sasaran bersama. Definisi tersebut mencakup tiga elemen berikut:

1) Kepemimpinan merupakan suatu konsep relasi

(relation concept)

Kepemimpinan hanya ada dalam proses relasi dengan orang lain (para pengikut). Apabila tidak ada pengikut, maka tidak ada pemimpin. Tersirat dalam definisi ini adalah premis bahwa para pemimpin yang efektif harus mengetahui bagaimana membangkitkan inspirasi dan berrelasi dengan para pengikut mereka.

2) Kepemimpinan merupakan suatu proses

Agar bisa memimpin, pemimpin harus melakukan sesuatu. Seperti telah di observasi oleh John Gerdner (1986-1988), kepemimpinan lebih dari


(3)

sekedar menduduki suatu otoritas. Kendati posisi otoritas yang diformalkan mungkin sangat mendorong proses kepemimpinan, namun sekedar menduduki posisi itu tidak menandai sesorang untuk menjadi pemimpin.

3) Kepemimpinan harus membujuk orang-orang lain untuk mengambil tindakan

Pemimpin membujuk pengikutnya melalui berbagai cara, seperti menggunkan otoritas yang terlegitimasi, meciptakan model (menjadi teladan), penetapan sasaran, memberi imbalan dan hukum, restrukturisasi organisasi, dan mengkomunikasikan visi.

2.2. Kepemimpinan transformasional

Tipe kepemimpinan transformasional ini mula-mula digagas oleh Burn yang diterapkan olehnya dalam konteks politik. Selanjutnya, kepemimpinan transformasional ini diterapkan oleh Bass ke dalam konteks organisasi (Eisenbach, et al., 1999) dalam Harsiwi (2003). Kepemimpinan transformasional didefinisikan sebagai kepemimpinan yang melibatkan perubahan dalam organisasi. Kepemimpinan ini membutuhkan tindakan motivasi bawahannya agar bersedia bekerja demi sasaran-sasaran “tingkat tinggi” yang dianggap melampaui kepentingan pribadinya pada saat itu (Bass, 1985 dalam Harsiwi 2003).


(4)

Yukl (1998) menyimpulkan esensi kepemimpinan tranformasional adalah memberdayakan para pengikutnya untuk berkinerja secara efektif dengan membangun komitmen mereka terhadap nilai-nilai baru, mengembangkan keterampilan dan kepercayaan mereka, menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangannya inovasi dan kreativitas. House dkk (1996) dalam Suyanto (2003) dan Crowford (2002) menyatakan bahwa pemimpin yang transformasional memotivasi bawahannya untuk “berkinerja di atas dan melebihi panggilan tugasnya”. Esensi kepemimpinan transformasional adalah sharing of power dengan melibatkan bawahan secara bersama-sama untuk melakukan perubahan. (http://pdk.go.id/jurnal/ diambil tanggal 20 Maret 2005).

Kepemimpinan transformasional menurut pendapat Seidman & McCauley (2011) merupakan hal utama tentang kebutuhan nyata untuk memotivasi orang lain dalam organisasi untuk melakukan perubahan dengan meningkatkan performa kerja mereka. Hal ini menyeluruh dan bergantung pada stimulan intrinsik motivasi dari para pengikut. Kepemimpinan transformasional membutuhkan keseimbangan akan keterampilan, pengetahuan, dan pengalaman beragam yang relatif dimiliki oleh beberapa orang.

Mengapa kepemimpinan transformasional penting bagi suatu organisasi? Kepemimpinan


(5)

transformasional secara langsung berkorelasi pada kinerja tinggi jangka panjang.

Bass (1985) (transformasional leadership) yang dibangun atas gagasan yang lebih awal dari Burns (1978). Para pengikut seorang pemimpin transformasional merasa adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan, dan hormat terhadap pemimpin tersebut, dan mereka termotivasi untuk melakukan lebih daripada yang awalnya diharapkan terhadap mereka. Secara ringkas pemimpin tersebut mentransformasi dan memotivasi para pengikutnya untuk sadar akan pentingnya hasil suatu pekerjaan, dengan demikian maka usaha yang perlu dilakukan adalah perubahan pemikiran bahwa kepentingan organisasi menjadi prioritas utama dibandingkan kepentingan diri sendiri.

Formulasi asli dari teori Bass di atas mencakup tiga komponen kepemimpinan transformasional yaitu, (a) Karisma. Karisma didefinisikan sebagi sebuah proses yang padanya seorang pemimpin mempengaruhi para pengikut dengan menimbulkan emosi-emosi yang kuat dan identifikasi dengan pemimpin tersebut. (b) Stimulasi intelektual (intellectual stimulation), adalah sebuah proses yang padanya pemimpin meningkatkan kesadaran para pengikut terhadap masalah-masalah dan mempengaruhi para pengikut untuk memandang masalah-masalah dari sebuah perspektif yang baru. (c) perhatian yang diindividualisasi (individualized consideration) termasuk memberi dukungan,


(6)

membesarkan hati, dan memberi pengalaman-pengalaman tentang pembangunan kepada para pengikut.

Sebuah revisi dari teori Bass tersebut menambahkan perilaku transformasional lain yang disebut inspirasi (motivasi inspirasional), yang didefinisikan sebagai sejauh mana seorang pemimpin mengkomunikasikan sebuah visi yang menarik menggunakan simbol-simbol untuk memfokuskan usaha-usaha bawahan, dan memodelkan perilaku-perilaku yang sesuai (Bass & Aviola, 1990).

Perilaku-perilaku komponen dari kepemimpinan transformasional saling berhubungan untuk mempengaruhi perubahan-perubahan pada para pengikut, dan efek-efek yang dikombinasikan membedakan antara kepemimpinan tranformasional dan karismatik.

Luthans (1995) dalam Suyanto (2001) menyampaikan ciri-ciri seorang pemimpin yang telah berhasil menerapkan tipe kepemimpinan transformasional adalah memposisikan diri sebagai agen perubahan didukung oleh dedikasi yang tinggi, bijaksana, visioner, dan terus menerus meningkatkan kemampuan dirinya seiring dengan perubahan yang terjadi di lingkungan sekeliling.

Selanjutnya, Bass dan Avolio (1994:2) menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional berhubungan erat dengan peningkatan budaya kerja


(7)

pengikut. Pernyataan tersebut ditampakkan oleh kepemimpinan transformasional ketika pemimpin:

Stimulate interest among collogues and followers to view their work from new perspectives, generate awareness of the mission or vision of the team and organization, develop collgues and followers to higher levels of ability and potential, and motivate collgues and follwers to look beyond their own interests toward those that will benfit group.

Konseptual kepemimpinan transformasional (tranformasional leadership), menurut Bass (1990, 1997) dan Bas dan Avolio (1994, 1995) dalam Eeden, dkk (2008) memiliki empat dimensi, yaitu:

1) Idealized influence (pengaruh ideal), yang merupakan gambaran bahwa perilaku pemimpin yang membuat para bawahannya mengagumi, menghormati dan sekaligus mempercayainya,

2) Inspirational motivation (motivasi inspirasi), yang menggambarkan bahwa seorang pemimpin mampu mengartikulasikan penggarapan yang jelas terhadap prestasi bawahan, melaksanakan komitmennya terhadap tujuan organisasi, mampu memotivasi tim dalam organisasi,

3) Intellectual stimulation (stimulasi intelektual), yang menggambarkan bahwa seorang pemimpin mampu menumbuhkan ide-ide baru, memberikan solusi yang kreatif terhadap permasalahan yang dihadapi bawahan,


(8)

4) Individualized consideration (konsiderasi individu), yang menggambarkan bahwa seorang pemimpin mau mendengarkan dengan penuh perhatian masukan dari bawahan dan secara khusus mau memperhatikan kebutuhan bahwa dalam pengembangan karir.

Kepemimpinan transformasional dinyatakan sukses bila pemimpin dapat mengajarkan ke lima keterampilan kepada orang lain (Anderson, 1998), yaitu; bagaimana seorang pemimpin mampu untuk me-manage diri sendiri yang didukung oleh kemampuan interpersonal komunikasi untuk membangun kepercayaan bagi orang lain dan mampu mengelola konflik yang berkembang dilingkungan sekitarnya. Pengembangan organisasi berkesinambungan ke depan merupakan tugas dari seorang pemimpin melalui pengelolaan sumber daya yang ada, terutama sumber daya manusia. Agar mampu mencapai hal tersebut maka penting bagi seorang pemimpin memiliki gaya yang luwes, memiliki peran nyata dalam setiap tahap perkembangan organisasi, dan terampil dalam berbagai fasilitasi.

Keterampilan-keterampilan inilah yang membentuk dasar untuk membangun sebuah organisasi kepemimpinan. Anderson (1998) menyatakan seorang pemimpin dapat meningkatkan nilai perilaku kepemimpinan dengan cara mempelajari dan menerapakan langkah-langkah perilaku kepemimpinan transforming.


(9)

2.3. Kepemimpinan Transformasional Kepala

Sekolah

Sementara krisis saat ini dalam kepemimpinan berpotensi mengancam baik pada tingkat sekolah dan system (Harris & Townsend, 2007; Burnham, 2003), juga memberi kesempatan untuk merefleksikan apa jenis sekolah sesuai dengan struktur kepemimpinan terbaik di abad kedua puluh ini. Hal ini memungkinkan kita untuk mempertimbangkan kembali apa bentuk kepemimpinan yang paling mungkin untuk menghasilkan perubahan positif dalam belajar siswa dan kinerja sekolah dan apa perubahan struktural yang diperlukan untuk memfasilitasi bentuk kepemimpinan. Untuk meningkatkan kualitas sekolah, perlu adanya perubahan model kepemimpinan ke arah transformasional. Seperti yang diutarakan oleh Larson & Jerry (2009), ketika datang untuk mengukur keunggulan organisasi, konsultan manajemen Jim Collins dan kelompok penelitiannya menggarisbawahi pentingnya kepemimpinan jenis tertentu sebagai komponen kunci tentang bagaimana II dari 1.473 perusahaan kelompok yang diteliti membuat lompatan dari "baik ke besar." Penelitian tambahan menunjukkan bahwa kepemimpinan tersebut juga ternyata menjadi komponen kunci dalam keberhasilan sektor sosial. Secara khusus, Collins dan timnya sangat menekankan pada konsep "Level 5" eksekutif, yang akan membangun keagungan melalui campuran paradoks


(10)

antara kerendahan hati dan profesionalitas. Collins memuji karakteristik para pemimpin, menunjukkan bahwa, berbeda dengan kehidupan para CEO, Pemimpin Level 5 bertindak dengan tenang, tekad tenang, terutama mengandalkan prinsip pada standar, bukan karisma, untuk memotivasi. Pekerjaan saya dengan pengurus dan komunitas sekolah telah menunjukkan bahwa "karisma dan kehadiran" sering dianggap kualitas yang sangat diinginkan dalam pemimpin sekolah, terutama kepada kepala sekolah. Tapi Collins mendiskripsikan karakteristik ini hanya untuk seorang pemimpin Level 4, pemimpin yang efektif, bukan seorang pemimpin benar-benar hebat. Karisma dan inspirasi adalah aset berharga, tetapi untuk menjadi sekolah yang besar saat ini membutuhkan eksekutif yang lebih dari efektif; mereka memerlukan pemimpin Level 5 plus, atau apa yang diutarakan oleh pemenang Hadiah Pulitzer James McGregor Burns dalam bukunya, Kepemimpinan, sebagai transformasional pemimpin.

Kepala sekolah adalah pemimpin tertinggi di sekolah. Gaya kepemimpinannya akan sangat berpengaruh terhadap kemajuan sekolah. Kepemimpinan kepala sekolah adalah cara atau usaha kepala sekolah dalam mempengaruhi, mendorong, membimbing, mengarahkan dan menggerakkan guru, staf, siswa, orang tua.

Dari segi kepemimpinan, seorang kepala sekolah mungkin perlu mengadopsi gaya kepemimpinan


(11)

transformasional agar semua potensi yang ada di sekolah dapat difungsikan secara optimal (Suyanto, 2001). Kepemimpinan transformasional mengutamakan memberi kesempatan dan mendorong semua unsur yang ada di sekolah untuk bekerja atas dasar sistem nilai (values system) yang luhur sehingga semua unsur yang ada di sekolah yaitu guru, siswa, pegawai, orang tua siswa dan masyarakat serta pihak lain yang terkait tersedia, tanpa merasa dipaksa untuk berpartisipasi secara maksimal dalam mencapai tujuan ideal sekolah. Menurut Liontos dalam Tacoh (2006), bahwa kepemimpinan transformasional membantu memelihara pengembangan profesional dan kolaboratif,

dan rencana pengembangan guru serta penanganan masalah secara lebih efektif. Hasil penelitian Stone seperti yang dikutip oleh Tacoh (2006) menyimpulkan bahwa kepemimpinan transformasional membantu siswa dan pihak lain yang terkait untuk bekerja guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Umaedi, 1999). Agar tujuan yang telah ditetapkan berhasil dengan baik, kepemimpinan transformasional perlu diberdayakan. Pemberdayaan berarti peningkatan kemampuan secara fungsional sehingga kepala sekolah mampu berperan sesuai dengan tugas kewenang dan tanggungjawabnya.

Pemimpin transformasional berusaha mengembangkan orang lain dengan bekerja untuk memahami motivasi intrinsik dan berfokus pada perspektif jangka panjang. Mereka mungkin


(12)

menginspirasi melalui karisma dan visi, tetapi mereka juga menanggapi kebutuhan orang lain dengan menyelaraskan tujuan individu, tujuan, dan nilai-nilai dengan orang-orang dalam organisasi. Mereka memotivasi individu untuk mencari tingkat yang lebih tinggi dari kinerja dalam nama misi sekolah dan, dengan demikian, mencapai kepuasan yang melebihi harapan (Larson & Jerry, 2009).

Kemudian dikemukakan bahwa pemimpin kependidikan dalam hal ini kepala sekolah adalah semua orang yang bertanggung jawab dalam proses peningkatan mutu pada semua tingkatan dan satuan orga-nisasi lembaga pendidikan. Menstimulasi dan meningkatkan intelektual guru dalam menyelesaikan masalah, dan juga mendorong guru untuk melihat tantangan-tantangan dalam kebijakan dan praktis yang berlaku di sekolah. Studi lain dilakukan Femke, Geijsel, Peter Sleegers, Kenneth, Leithwood, Dorsi Jantzi, 2003 (dalam Suyanto, 2007) mengambil suatu kesimpulan bahwa dimensi kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap komitmen dan upaya ekstra para guru.

Penelitian Barnett, Cormick, Conners (2001) dalam Suyanto (2007) menghasilkan kesimpulan bahwa perilaku kepemimpinan transformasional berkaitan erat dengan hasil yang diminta dari guru yaitu kepuasan kerja, upaya ekstra, dan persepsi efektivitas seorang pemimpin. Danim (2003) mengatakan kepala sekolah dikatakan telah menerapkan gaya kepemimpinan


(13)

transformasional, jika kepala sekolah itu mampu menjalankan tugas pokok dan fungsi mengubah energi yang ada dalam diri guru, dari laten menjadi manifes, dari potensial menjadi aktual, dari minimal menjadi optimal.

Di sisi lain, sebagai pemimpin transformasional, kepala sekolah penting memperluas kerjasama dengan masyarakat. Seperti yang dinyatakan oleh Larson & Jerry (2009) dari hasil penelitiannya bahwa bekerja dengan para pemimpin sekolah dan tim mereka, saya mulai memelihara keadaan fundamental dari kepemimpinan transformasional dengan mendorong para pemimpin untuk kembali fokus pada misi sekolah masing-masing, filosofi, dan nilai-nilai inti - dan bagaimana proses ini dapat membantu memperjelas visi dari apa sekolah dapat dan harus di masa depan, dalam terang dari lanskap budaya berubah. Dalam banyak komunitas, misalnya, kepala sekolah dan tim kepemimpinan mereka berfokus tidak hanya pada proses mendefinisikan dan hasil yang diharapkan bagi individu karyawan, tetapi juga pada pembangunan hubungan yang baik untuk menciptakan iklim dan budaya sekolah yang positif dalam sekolah dan membangun hubungan berharga dengan komunitas di luar sekolah. Misalnya, secara aktif terlibat dalam kelompok masyarakat, termasuk program pada keragaman dan inklusi serta kepemimpinan masyarakat. Individu ini juga mendorong orang lain di sekolah untuk menjangkau kelompok masyarakat.


(14)

Tujuannya adalah secara independen untuk menyoroti tujuan umum sekolah untuk masyarakat luas, sementara juga membawa masyarakat ke sekolah untuk apa, jika dilakukan dengan benar, akan menjadi hubungan simbiosis yang menguntungkan semua orang dan membangun fondasi yang kuat untuk memahami masa depan.

Dalam penelitian tipe kepemimpinan tranformasional dalam kaitannya dengan mempengaruhi perubahan sekolah. Dove and Freeley (2011) mengidentifikasi pandangan yang saling bersaing untuk memajukan inisiatif reformasi sekolah. Diantara pendekatan bersaing utama adalah sebagai berikut:

1) Pendekatan birokrasi untuk manajemen sekolah dan mengubah mencari solusi yang dapat diberikan secara terpusat dan hierarkis.

2) Pendekatan profesional berusaha untuk berinvestasi dalam praktisi berpengetahuan yang dapat membuat keputusan tentang bagaimana membentuk pendidikan untuk klien khusus yang mereka layani. 3) Pendekatan pasar melihat pilihan dan persaingan

sekolah sebagai upaya membawa pada reformasi pendidikan.

4) Pendekatan demokratis berusaha untuk melibatkan siswa, orang tua, anggota masyarakat, dan guru dalam membangun sekolah yang responsif terhadap kebutuhan dan kepentingan siswa, serta visi pendidikan. (Hammond, 2009)


(1)

2.3. Kepemimpinan Transformasional Kepala

Sekolah

Sementara krisis saat ini dalam kepemimpinan berpotensi mengancam baik pada tingkat sekolah dan system (Harris & Townsend, 2007; Burnham, 2003), juga memberi kesempatan untuk merefleksikan apa jenis sekolah sesuai dengan struktur kepemimpinan terbaik di abad kedua puluh ini. Hal ini memungkinkan kita untuk mempertimbangkan kembali apa bentuk kepemimpinan yang paling mungkin untuk menghasilkan perubahan positif dalam belajar siswa dan kinerja sekolah dan apa perubahan struktural yang diperlukan untuk memfasilitasi bentuk kepemimpinan. Untuk meningkatkan kualitas sekolah, perlu adanya perubahan model kepemimpinan ke arah transformasional. Seperti yang diutarakan oleh Larson & Jerry (2009), ketika datang untuk mengukur keunggulan organisasi, konsultan manajemen Jim Collins dan kelompok penelitiannya menggarisbawahi pentingnya kepemimpinan jenis tertentu sebagai komponen kunci tentang bagaimana II dari 1.473 perusahaan kelompok yang diteliti membuat lompatan dari "baik ke besar." Penelitian tambahan menunjukkan bahwa kepemimpinan tersebut juga ternyata menjadi komponen kunci dalam keberhasilan sektor sosial. Secara khusus, Collins dan timnya sangat menekankan pada konsep "Level 5" eksekutif, yang akan membangun keagungan melalui campuran paradoks


(2)

antara kerendahan hati dan profesionalitas. Collins memuji karakteristik para pemimpin, menunjukkan bahwa, berbeda dengan kehidupan para CEO, Pemimpin Level 5 bertindak dengan tenang, tekad tenang, terutama mengandalkan prinsip pada standar, bukan karisma, untuk memotivasi. Pekerjaan saya dengan pengurus dan komunitas sekolah telah menunjukkan bahwa "karisma dan kehadiran" sering dianggap kualitas yang sangat diinginkan dalam pemimpin sekolah, terutama kepada kepala sekolah. Tapi Collins mendiskripsikan karakteristik ini hanya untuk seorang pemimpin Level 4, pemimpin yang efektif, bukan seorang pemimpin benar-benar hebat. Karisma dan inspirasi adalah aset berharga, tetapi untuk menjadi sekolah yang besar saat ini membutuhkan eksekutif yang lebih dari efektif; mereka memerlukan pemimpin Level 5 plus, atau apa yang diutarakan oleh pemenang Hadiah Pulitzer James McGregor Burns dalam bukunya, Kepemimpinan, sebagai transformasional pemimpin.

Kepala sekolah adalah pemimpin tertinggi di sekolah. Gaya kepemimpinannya akan sangat berpengaruh terhadap kemajuan sekolah. Kepemimpinan kepala sekolah adalah cara atau usaha kepala sekolah dalam mempengaruhi, mendorong, membimbing, mengarahkan dan menggerakkan guru, staf, siswa, orang tua.

Dari segi kepemimpinan, seorang kepala sekolah mungkin perlu mengadopsi gaya kepemimpinan


(3)

transformasional agar semua potensi yang ada di sekolah dapat difungsikan secara optimal (Suyanto, 2001). Kepemimpinan transformasional mengutamakan memberi kesempatan dan mendorong semua unsur yang ada di sekolah untuk bekerja atas dasar sistem nilai (values system) yang luhur sehingga semua unsur yang ada di sekolah yaitu guru, siswa, pegawai, orang tua siswa dan masyarakat serta pihak lain yang terkait tersedia, tanpa merasa dipaksa untuk berpartisipasi secara maksimal dalam mencapai tujuan ideal sekolah. Menurut Liontos dalam Tacoh (2006), bahwa kepemimpinan transformasional membantu memelihara pengembangan profesional dan kolaboratif,

dan rencana pengembangan guru serta penanganan masalah secara lebih efektif. Hasil penelitian Stone seperti yang dikutip oleh Tacoh (2006) menyimpulkan bahwa kepemimpinan transformasional membantu siswa dan pihak lain yang terkait untuk bekerja guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Umaedi, 1999). Agar tujuan yang telah ditetapkan berhasil dengan baik, kepemimpinan transformasional perlu diberdayakan. Pemberdayaan berarti peningkatan kemampuan secara fungsional sehingga kepala sekolah mampu berperan sesuai dengan tugas kewenang dan tanggungjawabnya.

Pemimpin transformasional berusaha mengembangkan orang lain dengan bekerja untuk memahami motivasi intrinsik dan berfokus pada perspektif jangka panjang. Mereka mungkin


(4)

menginspirasi melalui karisma dan visi, tetapi mereka juga menanggapi kebutuhan orang lain dengan menyelaraskan tujuan individu, tujuan, dan nilai-nilai dengan orang-orang dalam organisasi. Mereka memotivasi individu untuk mencari tingkat yang lebih tinggi dari kinerja dalam nama misi sekolah dan, dengan demikian, mencapai kepuasan yang melebihi harapan (Larson & Jerry, 2009).

Kemudian dikemukakan bahwa pemimpin kependidikan dalam hal ini kepala sekolah adalah semua orang yang bertanggung jawab dalam proses peningkatan mutu pada semua tingkatan dan satuan orga-nisasi lembaga pendidikan. Menstimulasi dan meningkatkan intelektual guru dalam menyelesaikan masalah, dan juga mendorong guru untuk melihat tantangan-tantangan dalam kebijakan dan praktis yang berlaku di sekolah. Studi lain dilakukan Femke, Geijsel, Peter Sleegers, Kenneth, Leithwood, Dorsi Jantzi, 2003 (dalam Suyanto, 2007) mengambil suatu kesimpulan bahwa dimensi kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap komitmen dan upaya ekstra para guru.

Penelitian Barnett, Cormick, Conners (2001) dalam Suyanto (2007) menghasilkan kesimpulan bahwa perilaku kepemimpinan transformasional berkaitan erat dengan hasil yang diminta dari guru yaitu kepuasan kerja, upaya ekstra, dan persepsi efektivitas seorang pemimpin. Danim (2003) mengatakan kepala sekolah dikatakan telah menerapkan gaya kepemimpinan


(5)

transformasional, jika kepala sekolah itu mampu menjalankan tugas pokok dan fungsi mengubah energi yang ada dalam diri guru, dari laten menjadi manifes, dari potensial menjadi aktual, dari minimal menjadi optimal.

Di sisi lain, sebagai pemimpin transformasional, kepala sekolah penting memperluas kerjasama dengan masyarakat. Seperti yang dinyatakan oleh Larson & Jerry (2009) dari hasil penelitiannya bahwa bekerja dengan para pemimpin sekolah dan tim mereka, saya mulai memelihara keadaan fundamental dari kepemimpinan transformasional dengan mendorong para pemimpin untuk kembali fokus pada misi sekolah masing-masing, filosofi, dan nilai-nilai inti - dan bagaimana proses ini dapat membantu memperjelas visi dari apa sekolah dapat dan harus di masa depan, dalam terang dari lanskap budaya berubah. Dalam banyak komunitas, misalnya, kepala sekolah dan tim kepemimpinan mereka berfokus tidak hanya pada proses mendefinisikan dan hasil yang diharapkan bagi individu karyawan, tetapi juga pada pembangunan hubungan yang baik untuk menciptakan iklim dan budaya sekolah yang positif dalam sekolah dan membangun hubungan berharga dengan komunitas di luar sekolah. Misalnya, secara aktif terlibat dalam kelompok masyarakat, termasuk program pada keragaman dan inklusi serta kepemimpinan masyarakat. Individu ini juga mendorong orang lain di sekolah untuk menjangkau kelompok masyarakat.


(6)

Tujuannya adalah secara independen untuk menyoroti tujuan umum sekolah untuk masyarakat luas, sementara juga membawa masyarakat ke sekolah untuk apa, jika dilakukan dengan benar, akan menjadi hubungan simbiosis yang menguntungkan semua orang dan membangun fondasi yang kuat untuk memahami masa depan.

Dalam penelitian tipe kepemimpinan tranformasional dalam kaitannya dengan mempengaruhi perubahan sekolah. Dove and Freeley (2011) mengidentifikasi pandangan yang saling bersaing untuk memajukan inisiatif reformasi sekolah. Diantara pendekatan bersaing utama adalah sebagai berikut:

1) Pendekatan birokrasi untuk manajemen sekolah dan mengubah mencari solusi yang dapat diberikan secara terpusat dan hierarkis.

2) Pendekatan profesional berusaha untuk berinvestasi dalam praktisi berpengetahuan yang dapat membuat keputusan tentang bagaimana membentuk pendidikan untuk klien khusus yang mereka layani. 3) Pendekatan pasar melihat pilihan dan persaingan

sekolah sebagai upaya membawa pada reformasi pendidikan.

4) Pendekatan demokratis berusaha untuk melibatkan siswa, orang tua, anggota masyarakat, dan guru dalam membangun sekolah yang responsif terhadap kebutuhan dan kepentingan siswa, serta visi pendidikan. (Hammond, 2009)


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah dan Motivasi Berprestasi dengan Kinerja Guru SD di Kecamatan Bandungan T2 942008125 Bab II

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kompetensi Guru SD Negeri Gugus Kendalisada Kecamatan Petungkriyono Kabupaten Pekalongan T2 942012026 BAB II

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah SD Inti dan SD Imbas Gugus Maruto Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah SD Inti dan SD Imbas Gugus Maruto Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang T2 942008143 BAB I

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah SD Inti dan SD Imbas Gugus Maruto Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang T2 942008143 BAB IV

0 0 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah SD Inti dan SD Imbas Gugus Maruto Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang T2 942008143 BAB V

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah SD Inti dan SD Imbas Gugus Maruto Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang

0 0 4

T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Faktor Kesinambungan Supervisi Akademik Kepala Sekolah SD Di Tegalrejo Magelang T2 BAB II

0 0 24

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah Di SD Negeri Sumurrejo 01 Kecamatan Gunungpati Kota Semarang

0 0 27

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah Di SD Negeri Sumurrejo 01 Kecamatan Gunungpati Kota Semarang

0 0 51