FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KE

FAKTOR –FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELELAHAN PADA PEKERJA DI PROSES PRODUKSI KANTONG SEMEN PBD ( Paper Bag Division ) PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK CITEUREUP-BOGOR TAHUN 2010 SKRIPSI OLEH: MOCH NOVAL MAULUDI (106101003694)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA Skripsi, 27 Agustus 2010

Moch. Noval Mauludi, NIM : 106101003694

Faktor –faktor yang Berhubungan Dengan Kelelahan Pada Pekerja Di Proses Produksi Kantong Semen PBD ( Paper Bag Division ) PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Citeureup-Bogor Tahun 2010

xx + 109 halaman, 28 tabel, 3 gambar, 6 lampiran.

Abstraksi

Kelelahan adalah suatu kondisi yang disertai penurunan efisiensi dan kebutuhan dalam bekerja. Kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja. Kelelahan kerja ditandai dengan melemahnya tenaga kerja dalam melakukan pekerjaan atau kegiatan, sehingga akan meningkatkan kesalahan dalam melakukan pekerjaan dan akibat fatalnya adalah terjadinya kecelakaan kerja.. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 pekerja di proses produksi PBD ( Paper Bag Division ) PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, diketahui 100% pekerja mengalami kelelahan kerja, artinya dari 10 sampel diketahui seluruh pekerja mengalami kelelahan kerja.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional . Sampel penelitian sebanyak 88 orang dari total populasi sebesar 168 orang pekerja. Uji statistik menggunakan Chi Square untuk melihat adanya hubungan antara kedua variabel.Yaitu variabel tekanan panas, tingkat kebisingan, masa kerja, Shift kerja, usia, status perkawinan, kebiasaan merokok, dan status gizi dihubungkan dengan kelelahan kerja pada pekerja di proses produksi kantong semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakarsa yang dilaksanakan pada bulan April- Agustus 2010.

Dari hasil uji statistik didapatkan gambaran tingkat kelelahan yang paling terbanyak adalah kelelahan kerja ringan (KKR) sebanyak 34 pekerja (38,6 %), tingkat kelelahan kerja sedang (KKS) sebanyak 33 orang (37,5%), sedangkan tingkat kelelahan yang paling sedikit Dari hasil uji statistik didapatkan gambaran tingkat kelelahan yang paling terbanyak adalah kelelahan kerja ringan (KKR) sebanyak 34 pekerja (38,6 %), tingkat kelelahan kerja sedang (KKS) sebanyak 33 orang (37,5%), sedangkan tingkat kelelahan yang paling sedikit

protective equipment (dengan menggunakan alat pelindung diri berupa safety ear plug atau ear muff) , mengatur jam shift kerja sesuai dengan jam kerja normal yaitu dengan jam kerja 06-14-22, dan memberikan pendidikan atau pengarahan tentang cara pengaturan waktu istirahat antara pekerjaan dengan waktu untuk keluarga.

Daftar bacaan : (1965 - 2009)

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM Specialisation HEALTH AND SAFETY Thesis, August 2010

Moch. Noval Mauludi, NIM: 106101003694

Factors Associated With Fatigue in Workers In PBD Cement Bag Production Process (Paper Bag Division) PT. Page Citeureup Indocement-Bogor Year 2010.

xx 109 pages, 28 tables, 3 images, 6 attachment.

Abstraction

Fatigue is a condition that is accompanied by a decrease in work efficiency and need. Fatigue of work will reduce performance and increase the error rate of work. Fatigue is characterized by the weakening of labor in doing the work or activity, thereby increasing the error in doing the job and the result is the occurrence of fatal work accidents .. Based on the results of preliminary studies conducted on 10 workers in the production process PBD (Paper Bag Division) PT. Indocement Tbk, are known to 100% of workers experiencing job burnout, which means from 10 samples known to all workers experiencing job burnout.

This research is a quantitative research with cross sectional design. The sample research of 88 people from a total population of 168 people working. Statistical test using Chi Square to see the relationship between these two variables, i.e. heat stress, noise level, years of work, Shift work, age, marital status, smoking habits, and nutritional status associated with job burnout in workers in the production process of cement bags PBD PT. Indocement conducted in April- August 2010.

From the test results obtained statistical overview of the most highest level of fatigue is mild fatigue of 34 workers (38.6%), fatigue level of work being as many as 33 people (37.5%), whereas the level of fatigue that most bit is the level of heavy work fatigue as many as 21 workers (23.9%). From the results of bivariate statistical tests obtained probability value of 0.008. That means at α 5% there is a relationship between noise level of work fatigue. From the results of statistical tests obtained probability value of 0.014. That means at α 5% there is a From the test results obtained statistical overview of the most highest level of fatigue is mild fatigue of 34 workers (38.6%), fatigue level of work being as many as 33 people (37.5%), whereas the level of fatigue that most bit is the level of heavy work fatigue as many as 21 workers (23.9%). From the results of bivariate statistical tests obtained probability value of 0.008. That means at α 5% there is a relationship between noise level of work fatigue. From the results of statistical tests obtained probability value of 0.014. That means at α 5% there is a

Reading list : (1965 - 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelelahan adalah suatu kondisi yang ditandai dengan penurunan efisiensi dan kebutuhan dalam bekerja ( Budiono, 2003 ). Riyadina ( 2000 ) kelelahan mengandung 3 pengertian yaitu terdapatnya penurunan hasil kerja sacara fisiologik, adanya perasaan lelah dan merasa bosan bekerja. Tarwaka dkk ( 2004 ) mengatakan bahwa kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Sedangkan pendapat lain mengatakan kelelahan adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja, yang dapat disebabkan sumber utamanya adalah mata (kelelahan visual), kelelahan fisik umum, kelelahan syaraf, kelelahan oleh lingkungan yang monoton dan kelelahan oleh lingkungan kronis terus menerus sebagai faktor secara menetap ( Suma’mur , 1999 ).

menurun. Kelelahan kerja memperlambat waktu reaksi, merasa lelah ada penurunan aktivitas dan kesulitan dalam mengambil keputusan yang menyebabkan menurunnya kinerja dan menambahnya tingkat kesalahan kerja. Sehingga dengan meningkatnya kesalahan kerja akan memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industri. Apabila beban kerja lebih besar daripada kemampuan tubuh maka akan terjadi rasa tidak nyaman, kelelahan, kecelakaan, cedera, rasa sakit, penyakit dan produktivitas menurun ( Santoso, 2004 ).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh kementrian tenaga kerja Jepang terhadap 12.000 perusahaan yang melibatkan sekitar 16.000 pekerja di negara tersebut yang dipilih secara acak telah menunjukkan hasil bahwa ditemukan 65 % pekerja mengeluhkan kelelahan fisik akibat kerja rutin, 28 % mengeluhkan kelelahan mental dan sekitar 7% pekerja mengeluh stress berat dan merasa tersisihkan. Miranti (2008) mengutarakan hasil penelitian yang dilakukan pada salah satu perusahaan di Indonesia tahun 2008 khususnya pada bagian produksi mengatakan rata-rata pekerja mengalami kelelahan dengan mengalami gejala sakit di kepala, nyeri di punggung, pening dan kekakuan di bahu.

Akerstedt ed Alt ( 2002 ) memprediksi beberapa faktor utama yang signifikan terhadap kelelahan, meliputi : jenis kelamin, usia, kondisi kesehatan, berlebihnya waktu Akerstedt ed Alt ( 2002 ) memprediksi beberapa faktor utama yang signifikan terhadap kelelahan, meliputi : jenis kelamin, usia, kondisi kesehatan, berlebihnya waktu

Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwasanya ada beberapa faktor yang beruhubugan dengan terjadinya kelelahan pada pekerja dibagian produksi. Silaban ( 1996 ) mangatakan bahwa 63% pekerja menderita kelelahan yang dapat berakibat terjadinya kecelakaan kerja. Kennedy ( 1987 ) mengatakan 24% orang dewasa yang datang ke poliklinik menderita kelelahan. Hasil penelitian yang dilakukan Paulina ( 2008 ) pada bagian produksi menunjukkan adanya hubungan antara tekanan panas, umur dan masa kerja dengan kelelahan kerja. Hasil penelitian yang dilakukan Muftia ( 2008 ) pada bagian produksi menunjukkan adanya hubungan antara tingkat kebisingan dengan kelelahan kerja. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kimberly ( 2009 ) pada pekerja pabrik bagian produksi menunjukkan adanya hubungan antara shift kerja dengan kelelahan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Eraliesa ( 2008 ) menunjukkan adanya hubungan antara status perkawinan dan status gizi dengan kelelahan kerja.

Dari beberapa faktor-faktor penyebab kelelahan kerja di atas dapat disimpulkan bahwa rata-rata pekerja pada bagian produksi mengalami kelelahan. Kelelahan kerja

Tunggal Prakarsa Tbk memiliki 12 pabrik atau plant yang tersebar ditiga lokasi yaitu 9 pabrik (plant 1-plant 8 dan plant 11 ) dengan luas area 200 Ha yang berlokasi di Citeureup-Bogor, 2 pabrik ( plant 9-plant 10 ) dengan luas area 37 Ha yang berlokasi di Palimanan – Cirebon, serta 1 pabrik ( plant 12 ) dengan luas area 71 Ha di Tarjun- Kalimantan Selatan. PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk merupakan perusahaan yang sudah modern, sehingga alat-alat yang digunakan dalam proses produksi semen sudah dikendalikan oleh mesin, kecuali pada bagian proses tambang ( maining ), Engineering, HED ( Heavy Engineering Division ) dan proses produksi kantong semen PBD ( Paper Bag Division ) yang rata-rata memperkerjakan orang dengan jumlah pekerja yang cukup banyak. Diantara keempat tempat tersebut PBD ( Paper Bag Division ) merupakan salah satu pabrik yang menjalankan proses produksi secara terus menerus selama 24 jam selama 5 hari dalam seminggu. Pada proses produksi pekerja bekerja 6 jam dengan

istirahat 2 jam (50%-75% kerja) dengan kondisi suhu lingkungan kerja berkisar 28 0 -

30 0 C dan nilai tingkat kebisingannya berkisar antara 81-93 dB.

Adapun berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 pekerja di proses produksi PBD PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, diketahui rata-rata seluruh pekerja mengalami kelelahan kerja ringan 80 % dengan nilai rata tingkat kelelahan 0.338

1.2 Rumusan Masalah

PBD PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, merupakan suatu perusahaan yang menjalankan proses produksi secara terus menerus selama 24 jam selama 5 hari dalam seminggu. Pada proses produksi pekerja bekerja 6 jam dengan istirahat 2 jam (50%-75%

0 kerja) dengan kondisi suhu lingkungan kerja berkisar 28 0 -30

C dan nilai tingkat kebisingannya berkisar antara 81-93 dB. Berdasarkan standar TLV ( Threshold Limit

Values 0 /nilai ambang batas) tahun 2007 bahwasanya beban kerja dengan suhu 28 C termasuk pada kategori beban kerja sedang. Sedangkan berdasarkan standar nilai ambang

batas tingkat kebisingan, nilai tingkat kebisingan sudah melebihi nilai ambang batas tingkat kebisingan.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 pekerja di proses produksi PBD PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, diketahui rata-rata seluruh pekerja mengalami kelelahan kerja ringan 80 % dengan nilai rata tingkat kelelahan 0.338 milidetik yang mendekati pada nilai kelalahan tingkat sedang, dan kelelahan kerja berat

20 % dengan nilai rata-rata tingkat kelelahan 0.499 milidetik. Artinya, dari 10 sampel diketahui seluruh pekerja mengalami kelelahan kerja. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti ingin meneliti tentang faktor-faktor penyebab kelelahan.

2. Bagaimana gambaran faktor tekanan panas dan tingkat kebisingan pada pekerja di proses produksi kantong semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakasa Tbk. tahun 2010?

3. Bagaimana gambaran faktor shift kerja pada pekerja di proses produksi kantong semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakasa Tbk. tahun 2010?

4. Bagaimana gambaran faktor masa kerja, usia, status perkawinan, kebiasaan merokok, dan status gizi pada pekerja di proses produksi kantong semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakasa Tbk. tahun 2010?

5. Apakah ada hubungan antara tekanan panas dengan kelelahan pada pekerja dip roses produksi kantong semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakasa Tbk. Tahun 2010?

6. Apakah ada hubungan antara tingkat kebisingan dengan kelelahan pada pekerja di proses produksi kantong semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakasa Tbk. tahun 2010?

7. Apakah ada hubungan antara shift kerja dengan kelelahan pada pekerja di proses produksi kantong semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakasa Tbk. tahun 2010?

8. Apakah ada hubungan antara masa kerja dengan kelelahan pada pekerja di

10. Apakah ada hubungan antara status perkawinan dengan kelelahan pada pekerja di proses produksi kantong semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakasa Tbk. tahun 2010?

11. Apakah ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kelelahan pada pekerja di proses produksi kantong semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakasa Tbk. tahun 2010?

12. Apakah ada hubungan antara status gizi dengan kelelahan pada pekerja di proses produksi kantong semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakasa Tbk. tahun 2010?

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan pada pekerja di proses produksi kantong semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakasa Tbk. tahun 2010.

1.4.2 Tujuan Khusus

1 Diketahuinya gambaran kelelahan kerja pada pekerja di proses produksi kantong semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakasa Tbk. tahun 2010?

4 Diketahuinya gambaran faktor masa kerja, usia, status perkawinan, kebiasaan merokok, dan status gizi pada pekerja di proses produksi kantong semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakasa Tbk. tahun 2010?

5 Diketahuinya hubungan antara tekanan panas dengan kelelahan pada pekerja dip roses produksi kantong semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakasa Tbk. Tahun 2010?

6 Diketahuinya hubungan antara tingkat kebisingan dengan kelelahan pada pekerja di proses produksi kantong semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakasa Tbk. tahun 2010?

7 Diketahuinya hubungan antara shift kerja dengan kelelahan pada pekerja di proses produksi kantong semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakasa Tbk. tahun 2010?

8 Diketahuinya hubungan antara masa kerja dengan kelelahan pada pekerja di proses produksi kantong semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakasa Tbk. tahun 2010?

9 Diketahuinya hubungan antara usia dengan kelelahan pada pekerja di proses produksi kantong semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakasa Tbk. tahun 2010?

11 Diketahuinya hubungan antara kebiasaan merokok dengan kelelahan pada pekerja di proses produksi kantong semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakasa Tbk. tahun 2010?

12 Diketahuinya hubungan antara status gizi dengan kelelahan pada pekerja di proses produksi kantong semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakasa Tbk. tahun 2010?

12.1 Manfaat Penelitian

12.1.1 Manfaat Bagi Perusahaan

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi perusahaan mengenai kondisi lingkungan kerja yang berdampak terhadap kelelahan kerja karyawannya, sehingga kesehatan dan keselamatan pekerja dapat menjadi lebih baik.

12.1.2 Manfaat Bagi Peneliti

Melatih pola pikir sistematis dalam menghadapi masalah-masalah khusunya dalam bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja.

12.2 Ruang Lingkup Penelitian

Sasaran penelitian adalah pekerja yang ada diarea produksi kantong semen dengan jumlah sampel 88 orang.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor faktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja pada bagian produksi kanting semen PBD PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Tahun 2010. Hal tersebut dilakukan karena berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 pekerja di proses produksi PBD PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, diketahui rata-rata seluruh pekerja mengalami kelelahan kerja. Data-data yang diperoleh berasal dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dan dikumpulkan dari objek penelitian ataupun responden selama penelitian. Sedangkan data sekunder diperoleh dari perusahaan dengan cara telaah dokumen. Data tersebut disajikan dalam tabel distribusi frekuensi, kemudian dilakukan uji statistik dengan rumus chisquare untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Kelelahan Kerja 2.2.Pengertian Kelelahan Kerja

Kelelahan mengandung 3 pengertian yaitu terdapatnya penurunan hasil kerja secara fisiologik, adanya perasaan lelah dan merasa bosan bekerja. Pada susunan saraf pusat terdapat sistem aktivasi dan inhibisi. Keduanya harus saling berimbang dan berda dalam kondisi stabil dalam tubuh. Jika yang beroperasi adalah sistemm inhibisi, maka akan datang rasa ngantuk atau bahkan tertidur yang berarti timbulnya rasa lelah ( Riyadina, 2000). Lelah adalah keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja. Kelelahan merupakan mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh menghindari kerusakan lebih lanjut, sehingga dengan demikian terjadilah pemulihan ( Suma’mur, 1996). Kelelahan menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara pada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas Kelelahan mengandung 3 pengertian yaitu terdapatnya penurunan hasil kerja secara fisiologik, adanya perasaan lelah dan merasa bosan bekerja. Pada susunan saraf pusat terdapat sistem aktivasi dan inhibisi. Keduanya harus saling berimbang dan berda dalam kondisi stabil dalam tubuh. Jika yang beroperasi adalah sistemm inhibisi, maka akan datang rasa ngantuk atau bahkan tertidur yang berarti timbulnya rasa lelah ( Riyadina, 2000). Lelah adalah keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja. Kelelahan merupakan mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh menghindari kerusakan lebih lanjut, sehingga dengan demikian terjadilah pemulihan ( Suma’mur, 1996). Kelelahan menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara pada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas

1. Perasaan lesu, ngantuk dan pusing

2. Kurang mampu berkonsentrasi

3. Berkurangnya tingkat kewaspadaan

4. Persepsi yang buruk dan lambat

5. Berkurangnya gairah untuk bekerja

6. Menurunnya kinerja jasmani dan rohani ( Budiono, 2000).

Beberapa gejala tersebut dapat menyebabkan penurunan efisiensi dan efektivitas kerja fisik dan mental. Sejumlah gejala tersebut manifestasinya timbul berupa keluhan oleh tenaga kerja dan seringnya tenaga kerja tidak masuk kerja ( Budiono , dkk.2000 ).

Kelelahan adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan ketahan dalam bekerja, yang dapat dosebabkan oleh :

1. Kelelahan sumber utamanya adalah mata (kelelahan visual).

2. Kelelahan fisik umum.

3. Kelelahan syaraf.

Kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja ( Nurmianto , 2003 ). Meningkatnya kesalahan kerja akan memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industri. Pembebanan otot secara statispun ( Static Muscular Loading ) jika dipertahankan dalam waktu yang cukup lama akan mengakibatkan RSI ( Repetition Strain Injuries ), yaitu nyeri otot, tulang, tendon, dan lain-lain yang diakibatkan oleh jenis pekerjaan yang bersifat berulang ( repetitive ).

Menurut Tarwaka ( 2004 ) kelelahan merupakan suatu mekanisme perlindungan agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut, sehingga dengan demikian terjadilah pemulihan setelah istirahat. Kelelahan (fatigue) merupakan suatu perasan yang subyektif. Kelelahan adalah suatu kondisi yang disertai penurunan efisiensi dan kebutuhan dalam bekerja ( Budiono , 2003 ). Kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja. Meningkatnya kesalahan kerja akan memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industri. Selain itu karakteristik kelelahan akan meningkat dengan semakin lamanya pekerjaan yang dilakukan. Pendapat lain mengatakan bahwasanya kelelahan dapat menurunkan kapasitas kerja dan ketahanan kerja yang ditandai oleh sensasi lelah, motivasi menurun, aktivitas menurun. Rizeddin ( 2000 )

Kelelahan otot menurut Suma’mur ( 1999 ) adalah tremor pada otot atau perasaan nyeri yang terdapat pada otot. Hasil percobaan yang dilakukan para peneliti pada otot mamalia, menunjukkan kinerja otot berkurang dengan meningkatnya ketegangan otot sehingga stimulasi tidak lagi menghasilkan respon tertentu. Fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadinya tekanan melalui fisik untuk suatu waktu tertentu disebut kelelahan otot secara fisiologis, dan gejala yang ditunjukkan tidak hanya berupa berkurangnya tekanan fisik namun juga pada makin rendahnya gerakan.

2) Kelelahan Umum

Pendapat Grandjean ( 1993 ) yang dikutip oleh Tarwaka , dkk ( 2004 ), biasanya kelelahan umum ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja,yang sebabnya adalah pekerjaan yang monoton, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, Sebab-sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi. Secara umum gejala kelelahan dapat dimulai dari yang sangat ringan sampai perasaan yang sangat melelahkan. Kelelahan subyektif biasanya terjadi pada akhir jam kerja, apabila beban kerja melebihi 30-40% dari tenaga aerobik. Pengaruhpengaruh ini seperti berkumpul didalam tubuh dan mengakibatkan

2.2.3. Tanda kelelahan

Pada umumnya orang lelah menunjukkan tanda-tanda sebagai berikut ;

a. Penurunan perhatian

b. Perlambatan dan hambatan persepsi

c. Lamban dan sukar berfikir

d. Penurunan kemampuan atau dorongan untuk bekerja

e. Kurangnya efisiensi kegiatan-kegiatan fisik dan mental Jika menderita lelah berat secara terus menerus maka akan mengakibatkan

kelelahan kronis dengangejala lelah sebelum bekerja. Jika terus berlanjut dan menimbulkan sakit kepala, pusing, mual dan sebagainya maka kelelahan itu dinamakan lelah klinis yang akan mengakibatkan malas bekerja ( Sedarmayanti 1996 ).

2.2.4. Pengukuran Kelelahan

Sampai saat ini belum ada metode pengukuran kelelahan yang baku karena kelelahan merupakan suatu perasaan subyektif yang sulit diukur dan diperlukan pendekatan secara multidisiplin ( Grandjean, 1993 ) yang dikutip oleh Tarwaka ( 2004 ).

unit waktu. Namun demikian banyak faktor yang harus dipertimbangkan seperti; target produksi; faktor sosial; dan perilaku psikologis dalam kerja. Sedangkan kualitas output (kerusakan produk, penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah merupakan causal faktor ( Tarwaka, 2004 ).

2) Pengujian Psikomotorik Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motor.

Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan pengukuran waktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu saat kesadaran atau dilaksanakan kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan. Terjadinya pemanjangan waktu reaksi merupakan petunjuk adanya perlambatan pada proses faal syaraf dan otot.

Sanders dan Cormick ( 1987 ) yang dikutip oleh Tarwaka 2004 ( ) mengatakan bahwa waktu reaksi adalah waktu untuk membuat suatu respon yang spesifik Sanders dan Cormick ( 1987 ) yang dikutip oleh Tarwaka 2004 ( ) mengatakan bahwa waktu reaksi adalah waktu untuk membuat suatu respon yang spesifik

3) Mengukur frekuensi subjektif kelipan mata ( Flicker Fusion Eyes )

Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua kelipan. Uji kelipan, disamping untuk mengukur kelelahan juga menunjukkan keadaan kewaspadaan tenaga kerja ( Tarwaka, 2004 ).

4) Perasaan kelelahan secara subjektif (Subjektive feelings of fatigue)

Subjective Self Rating Tes dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) Jepang, merupakan salah satu kuesioner yang dapat untuk mengukur tingkat kelelahan subjektif. Kuesioner tersebut berisi 30 daftar pertanyaan.

5) Pengujian Mental 5) Pengujian Mental

Menurut Grandjean 1985 ( ) yang dikutip oleh Setiarto 2002 ( ), proses penerimaan rangsangan terjadi karena setiap rangsangan yang datang dari luar tubuh akan melewati sistem aktivitas, yang kemudian secara aktif menyiagakan korteks bereaksi. Dalam hal ini sistem aktivasi retrikulasi befungsi sebagai distributor dan amplifier sinyal-sinyal tersebut. Pada keadaan lelah secara neurofisiologis, korteks cerebri mengalami penurunan aktivasi, terjadi perubahan pengarahan sehingga tubuh tidak secara cepat menjawab sinyal-sinyal dari luar . Salah satu alat guna mengetahui tingkat kelelahan adalah dengan Reaction Timer Test , yaitu alat untuk mengukur tingkat kelelahan berdasarkan kecepatan waktu reaksi seseorang terhadap rangsang cahaya dan rangsang suara. Pada keadaan yang sehat, tenaga kerja akan lebih cepat merespon rangsang yang diberi dan seseorang yang telah mengalami kelelahan akan lebih lama merespon rangsang yang diberi ( Koesyanto dan Tunggul , 2005 ).

Menurut Koesyanto dan Tunggul ( 2005 ), tingkat kelelahan kerja dapat

diklasifikasikan berdasarkan waktu reaksi yang diukur dengan reactiontimer yaitu:

4) Kelelahan Kerja Berat (KKB) : waktu reaksi >580.0 milidetik

2.2.5. Dampak Kelelahan

Perubahan fisiologis akibat kelelahan merupakan kerja Mekanisme prinsip tubuh mencakup sistem sirkulasi, sistem pencemaan, sistem otot, sistem saraf dan sistem pemafasan. Kerja fisik yang terus menerus mempengaruhi mekanisme tersebut baik sebagian maupun secara keseluruhan ( Setyawati, 1994 ). Gejala kelelahan kerja menurut Gilmer 1966 ( ) dan Cameron 1973 ( ) yaitu menurun kesiagaan dan perhatian, penurunan dan hambatan persepsi, cara berpikir atau perbuatan anti sosial, tidak cocok dengan lingkungan, (depresi, kurang tenaga, kehilangan inisiatif), dan gejala umum (sakit kepala, vertigo, gangguan fungsi paru dan jantung, kehilangan nafsu makan, gangguan pencemaan, kecemasan, pembahan tingkah laku, kegelisahan, dan kesukaran tidur). Kelelahan Kerja dapat menyebabkan prestasi kerja yang menurun, fungsi fisiologis motorik dan neural yang menurun, badan terasa tidak enak, Semangat kerja yang menurun ( Bartley dan Chute, 1982 ).

Beberapa penelitian mendapatkan hasil, bahwasanya kelelahan kerja berhubungan dengan faktor fisik, faktor pekerjaan dan faktor individu. Hasil penelitian yang dilakukan

2.3. Faktor-faktor Penyebab Kelelahan Kerja

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Tenaga Kerja Menurut, Depkes ( 1990 ) Agar seorang tenaga kerja dapat terjamin keadaan, kesehatan dan produktivitas kerja setinggi tingginya maka perlu ada keseimbangan yang menguntungkan dari faktor faktor penyebab kelalahan pekerja.

2.3.1. Tekanan Panas

Tekanan panas adalah total panas tubuh seseorang yang berasal dari kombinasi panas metabolik (internal) dan panas lingkungan (eksternal). Yang dimaksud dengan panas metabolic adalah hasil sampingan ( by-product ) dari proses kimia yang terjadi pada

sel, jaringan dan organ ( th Fundamentals of industrial Hygiene, 4 edition, Thermal stress ). Panas yang dihasilkan dari proses metabolisme tersebut berasal dari aktivitas manusia.

Suhu nikmat bekerja sekitar 24 - 26°C bagi orang- orang Indonesia, suhu dingin mengurangi efisiensi dengan keluhan kaku atau kurangnya koordinasi otot. Suhu panas terutama berakibat menurunnya prestasi kerja pikir. Penurunan sangat hebat sesudah 32°C. Suhu panas mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan keputusan, mengganggu kecermatan kerja otak, mengganggu koordinasi

Thermometer (WBGT) Index atai Indeks Suhu Basah Bola dan suhu globe/ radiasi. Seseuai dengan Undang-undang nomor 1 tahun 1970 tentang ditetapkannya syarat-syarat keeslamatan dan kesehatan kerja, salah satu sumber bahaya yang ditemukan di tempat kerja adalah bahaya kondisi fisik berupa iklim kerja panas.

Lingkungan kerja yang panas umumnya lebih banyak menimbulkan permasalahan dibandingkan lingkungan kerja dingin. Hal ini terjadi karena pada umumnya manusia lebih mudah melindungi dirinya dari pengaruh suhu udara yang rendah dari pada suhu udara yang tinggi ( Ardyanto, 2005 ). Lingkungan kerja yang panas dan lembab akan menurunkan produktifitas kerja yang juga akan membawa dampak negatif terhadap keselamatan dan kesehatan kerja ( Santoso, 2004 ).

Beban kerja fisik yang berat yang berhubungan dengan waktu kerja yang lebih dari 8 jam, maka dapat menurunkan produktivitas kerja serta meningkatnya angka kecelakaan kerja dan sakit ( Budiono dkk., 2000 ). Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya. Seorang tenaga kerja memiliki kemampuan tersendiri dalam hubungannya dengan beban kerja. Diantara mereka ada yang lebih cocok untuk beban fisik, mental ataupun sosial ( Suma’mur, 1996 ). Akibat beban kerja yang terlalu berat dapat mengakibatkan pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja ( Depkes dan Beban kerja fisik yang berat yang berhubungan dengan waktu kerja yang lebih dari 8 jam, maka dapat menurunkan produktivitas kerja serta meningkatnya angka kecelakaan kerja dan sakit ( Budiono dkk., 2000 ). Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya. Seorang tenaga kerja memiliki kemampuan tersendiri dalam hubungannya dengan beban kerja. Diantara mereka ada yang lebih cocok untuk beban fisik, mental ataupun sosial ( Suma’mur, 1996 ). Akibat beban kerja yang terlalu berat dapat mengakibatkan pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja ( Depkes dan

2.3.1.1.Dampak Kesehatan yang Ditimbulkan Oleh Panas

Mungkin panas tidak dipersoalkan bila tidk ada dampak yang timbul bagi manusia, karena pada dasarnya panas itu sangat diperlukan keberadaannya hal tersebut erat kaitannya dengan energi. Namun demikian kenyataannya terdapat energi panas yang belebihan yang kotak dengan manusia. Berkaitan dengan adanya energi panas yang kontak dengan manusia, berikut ini merupakan dampak kesehatan yang diakibatkan oleh panas yang berlebihan berdasarkan OSHA ( Ocupational Safey and Health Administration ) adalah sengatan panas ( Heat stroke), Kelelahan karena panas ( Heat exhaustion), Heat Collapse , kejang panas

1. Penentuan titik sampling Titik sampling sangat mempengaruhi data mengenai keberadaan atau kondisi

panas yang mewakili area panas berlebih. Oleh karena itu lokasi titik sampling yang akan dijadikan lokasii pengukuran harus tepat dengan memperhatikan beberapa cara. Pertama, p ada area tersebut terdapat sumber panas, baik peralatan maupun prosesnya. Kedua, s ecara subjektif pada area tersebut terdapat perbedaan temperatur dengan suhu lingkungan. Ketiga, pada area tersebut terdapat pekerja yang melakukan pekerjaan.

2. Persiapan alat ukur Alat ukur yang digunakan tergantung dari sampling yang akan kita ukur.

Untuk mengukur s sampling lingkungan alat yang kita gunakan adalah Thermal Environmental Monitor atau yang biasa disebut WBGT ( Wet Bulb Globe Temperature ). Sedangkan untuk pengukuran panas personal menggunakan alat Personal Heat Monitoring.

c. Tutup thermometer suhu basah dengan aquades tunggu selama _+ 10-15

menit.

d. Pasang WBGT pada alat penyannga (tripod).

e. Pelaksanaan pengukuran Berikut ini merupakan langkah-langkah pengukuran :

a. Letakan alt pada lokasi sampling 2 feet (-+60 cm) dari permukaan tanah,

untuk pekerja yang dominan duduk dalam bekerja.

b. Aktifkan alat (tanpa logging ) selama -+ 15 menit untuk adaptasi alat.

c. Aktifkan logging data sesuai dengan waktu pengukuran yang diinginkan.

d. Matikan logging data jika selesai dan data siap untuk diproses atau dicetak.

2.3.1.3.Evaluasi Jumlah Panas Metabolik (Beban Kerja)

Evaluasi jumlah panas metabolik tubuh dapat diperoleh dengan menggunakan estimasi pengukuran panas metabolik menurut NIOSH 1986 yang dapat dilihat pada tabel 2.1.

2.0 -3.0 Walking uphill

Add 0.8 per meter rise

Average

B Type of work

Kcal/min

Range kcal/min

Hand work Light

0.4 0.2 – 1.2 Heavy

Work one arm Light

1.0 0.7 – 2.5 Heavy

Work both arms Light

1.5 1.0 – 3.5 Heavy

Work whole body Light

Very Heavy

C Basal metabolism

D Sample calculation** Average Kcal/min

Assembling work with heavy hand tools

Two arm work

Basal metabolism

Total

5.1 kcal/min

* For standard worker of 70 kg body weight (154 lbs) and 1.8 m 2 body

surface (19.4 ft 2 ) ** Example of measuring metabolic heat production of worker when

performing initial screening

Sumber: NIOSH Occupational Exposure to Hot Environments, 1986 Sumber: NIOSH Occupational Exposure to Hot Environments, 1986

2.3.1.4.Evaluasi Tingkat Beban Kerja

Evaluasi tingkat beban kerja diperoleh dengan mengkategorikan hasil estimasi pengukuran panas metabolisme menurut NIOSH 1986 sesuai dengan kategori OSHA pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Tingkat Beban Kerja

No

Pengukuran Panas

Tingkat Beban

Metabolik

Kerja

1 < 200 kcal/jam

Ringan

2 200 - 350 kcal/jam

Sedang

3 350 - 500 kcal/jam

Berat

4 > 500 kcal/jam

Sangat Berat

Sumber : OSHA

2.3.1.5.Standar Tekanan Panas

ACGIH menetapkan nilai ambang batas paparan panas yang diperbolehkan TLV dalam satuan °C WBGT sesuai dengan tabel 2.3 berikut.

Sumber : ACGIH TLV and Biological Exposure Indices, 2007

Tabel 2.4

Batas Pajanan Tekanan Panas untuk Pekerja yang tidak teraklimataisasi

Allocation of

Action Limit (WBGT values in °C)e

work in a cycle

Very

of work and

Light Moderate Heavy

30.0 29.0 28.0 27.0 Sumber : ACGIH TLV and Biological Exposure Indices, 2007

0% to 25%

2.3.2. Tingkat Kebisingan

Kebisingan merupakan bunyi yang didengar sebagai rangsangan-rangsangan pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis dan bunyi-bunyi tersebut tidak dikehendaki ( Suma’mur , 1996 ). Bunyi dinilai sebagai bising sangatlah relatif sekali, suatu contoh misalnya musik di diskotik, bagi orang yang biasa mengunjungi tempat itu

Menurut Suma’mur ( 1996 ) bunyi didengar sebagai rangsangan pada telinga oleh getaran- getaran melalui media elastis, dan manakala bunyi- bunyi tersebut tidak dikehendaki, maka dinyatakan sebagai kebisingan. Terdapat dua hal yang menentukan kualitas suatu bunyi, yaitu frekuensi dan intensitasnya. Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik atau disebut hertz (Hz) dan intensitas atau arus energi persatuan luas biasanya dinyatakan dalam desibel (db). Telinga manusia mampu mendengar frekuensi- frekuensi diantara 16- 20.000 Hz.

Pengukuran kebisingan biasanya dilakukan dengan tujuan memperoleh data kebisingan di perusahaan atau dimana saja sehingga dapat dianalisis dan dicari pengendaliannya. Alat yang digunakan untuk mengukur intensitas kebisingan adalah dengan menggunakan sound level meter dengan satuan intensitas kebisingan sebagai hasil pengukuran adalah desibel (dBA). Alat ini mampu mengukur kebisingan diantara 30 -130 dBA dan dari frekuensi 20-20000 Hz. Alat kebisingan yang lain adalah yang dilengkapi dengan octave band analyzer dan noise dose meter ( Depnaker, 2004 ).

2.3.2.1. Nilai Tingkat Baku Kebisingan

Adalah angka dB yang dianggap aman untuk sebagian besar tenaga kerja bila Adalah angka dB yang dianggap aman untuk sebagian besar tenaga kerja bila

Tabel 2.5.

NAB Kebisingan Menurut KepMenNaker NO. 51 TAHUN 1999

Waktu Pemajanan per

Intensitas Kebisingan

Hari

dalam dBA

8 Jam

30 Menit

Detik

Pengukuran adalah kunci dalam meminimalkan risiko yang ditimbulkan oleh kebisingan. Pengukuran kebisingan tidak jauh berbeda dengan survey bising. Untuk lebih memadai, pengukuran kebisingan harus dapat mengidentifikasi pekerja yang terekspos pada tingkatan yang berbahaya (tidak standar) dan menghasilkan informasi yang selanjutnya akan dijadikan dasar dalam menentukan peraturan perusahaan terkait dengan kebisingan. Contoh dari peraturan perusahaan terkait dengan kebisingan adalah penurunan pajanan kebisingan; pelindung telinga; tanda zona wajib memakai pelindung telinga; pembekalan /pelatihan terhadap karyawan.

1. Alat Pengukur Kebisingan Untuk mengetahui intensitas bising di lingkungan kerja, digunakan Sound

Level meter . Untuk mengukur nilai ambang pendengaran digunakan Audiometer . Untuk menilai tingkat pajanan pekerja lebih tepat digunakan

Noise Dose Meter karena pekerja umumnya tidak menetap pada suatu tempat kerja selama 8 jam ia bekerja. Nilai ambang batas (NAB) intensitas bising adalah 85 dB dan waktu bekerja maksimum adalah 8 jam per hari.

Nilai ambang pendengaran adalah suara yang paling lemah yang masih dapat didengar telinga.

Adapun operasional pengkuran dapat dilakukan sebagaimana Lampiran II Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.: Kep-48/MENLH/11/1996 sebgai berikut :

a. Langkah pertama yang harus diperhatikan adalah penentuan standar yang

akan diacu dalam survei.

b. Pemeriksaan instrumen. Hal ini meliputi pemeriksaan batere sound level meter (SLM) dan kalibrator, serta aksesories misalnya windscreen , rain cover , dan lain-lain.

c. Kalibrasi instrumen. Hal ini harus selalu dilakukan sebelum dan sesudah

pengukuran berlangsung.

d. Pembuatan denah lokasi dan titik dimana pengukuran dilakukan.

e. Bila pengukuran dilakukan dengan free - field microphone (standar IEC) maka SLM diarahkan lurus ke sumber. Sedangkan jika mikropon yang digunakan merupakan random incidence microphone

(ANSI), maka SLM harus diorientasikan sekitar 70 o - 80 terhadap (ANSI), maka SLM harus diorientasikan sekitar 70 o - 80 terhadap

h. Pemilihan respons detektor yang sesuai, F atau S untuk mendapatkan pembacaan yang akurat.

i. Hindarkan refleksi baik dari tubuh operator maupun blocking suara dari

arah tertentu.

j. Saat pengukuran berlangsung, selalu perhtikan haal-hal berikut: (a) Hindari pengukuran dekan bidang pemantul; (b). Lakukan pengukuran pada jarak yang tepat, sesuai dengan standar atau baku mutu yang diacu; (c). Cek bising latar; (d). Pastikan 77 tidak terdapat perintang terhadap sumber bising yang diukur; (e). Selalu gunakan windshield ( windscreen ), dan (f). Tolak pembacaan overloud .

k. Laporan harus terdokumentasi dengan baik. Laporan ini sedikitnya harus terdiri dari: (a). Sket pengukuran (meliputi orientasi dan kedudukan SLM, luas ruangan atau tempat pengukuran dilakukan serta kedudukan sumber bising); (b). Standar yang diacu; (c). Identitas instrumen; jenis dan nomor seri; (d). Metode kalibrasi; (e). Weighting network dan respons detektor yang digunakan; (f). Deskripsi jenis suara (impulsif, kontinyu, atau tone); (g). Data bising

Menurut peraturan pemerintah (1999), penerangan ditempat kerja adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksakan kegiatan secara efektif. Penerangan dapat berasal dai cahaya alami dan buatan. Penerangan adalah penting sebagai suatu faktor keselamatan dalam lingkungan fisik pekerja. Beberapa penyelidikaan mengenai hubungan antara produktivitas dengan penerangan telah memperlihatkan, bahwa penerangan yang cukup dan diatur sesuai dengan jenis pekerjaan dapat menghasilkan produksi maksimal dan penekanan biaya ( Sutaryono, 2002 ).

Penerangan di tempat kerja adalah salah satu sumber cahaya yang menerangi benda- benda di tempat kerja. Banyak obyek kerja beserta benda atau alat dan kondisi di sekitar yang perlu dilihat oleh tenaga kerja. Hal ini penting untuk menghindari kecelakaan yang mungkin terjadi. Selain itu penerangan yang memadai memberikan kesan pemandangan yang lebih baik dan keadaan lingkungan yang menyegarkan ( Suma’mur, 1996). Penerangan di tempat kerja merupakan salah satu faktor yang perlu diupayakan penyempurnaannya. Penerangan yang baik mendukung kesehatan kerja dan memungkinkan tenaga kerja bekerja dengan lebih aman dan nyaman, yang antara lain disebabkan karena mereka dapat melihat obyek yang dikerjakan dengan jelas, cepat dan tanpa upaya tambahan, serta membantu menciptakan lingkungan kerja yang nikmat dan

4. Kerusakan alat penglihatan.

5. Meningkatnya kecelakaan ( Budiono, 2003 ).

2.3.4. Getaran

Getaran adalah beresonansinya tubuh manusia akibat adanya sumber getaran yang dapat menimbulkan gangguan berupa ganguan kesehatan. ( Depnaker, 1993 ) Getaran adalah gerakan yang teratur dari benda atau media dengan arah bolak- balik dari kedudukan kesetimbangannya. Getaran terjadi saat mesin atau alat dijalankan dengan motor, sehingga pengaruhnya bersifat mekanis. Menurut Budiono ( 2003 ) pengaruh getaran pada tenaga kerja dapat dibedakan:

1. Gangguan kenikmatan dalam bekerja.

2. Mempercepat terjadinya kelelahan.

3. Gangguan kesehatan Getaran suatu benda dapat dihindari dengan meletakkan bahan peredam di bawah

benda yang bergetar. Bahan peredam harus jauh lebih rendah frekuensinya dari frekuensi getaran benda. Frekuensi dari bahan peredam sebaiknya sekitar 1 Hz ( Gabriel , 1997 ).

kerja sampai batas yang tidak membahayakan bagi kesehatan dan keselamatan pekerja ( Depnaker, 1993 ).

2.3.6. Shift Kerja

Perbedaan waktu kerja di pagi, siang dan malam hari juga mempengaruhi kelelahan tenaga kerja. Tingkat kelelahan tenaga kerja yang bekerja di malam hari akan lebih besar jika dibanding kerja di pagi atau siang hari. Hal itu dikarenakan jumlah jam kerja yang dipakai tidur bagi pekerja malam pada siang harinya relatif jauh lebih kecil dari seharusnya, dikarenakan gangguan suasana siang hari seperti kebisingan, suhu, keadaan terang, beban yang harus diselesaikan pada siang hari seperti pekerjaan rumah dan mengurus anak dan oleh karena kebutuhan badan yang tidak dapat diubah seluruhnya menurut kebutuhan, yaitu terbangun oleh dorongan lapar atau buang air kecil yang relatif lebih banyak pada siang hari ( Su ma’mur, 1996 ). Berdasarkan hasil peneltian yang dilakukan oleh Febriana, ( 2009 ) menunujukan adanya hubungan antara shift kerja dengan kelelahan, dengan nilai pvaluenya 0,000.

2.3.7. Psikologis

Pekerjaan apapun akan menimbulkan reaksi psikologis bagi yang melakukan Pekerjaan apapun akan menimbulkan reaksi psikologis bagi yang melakukan

Menurut Budiono dkk, ( 2000 ) bila kebosanan berlangsung terus dan tidak diatasi, maka akan timbul:

1) Timbulnya rasa kesal, lemas, dan lelah;

2) Berkurangnya kewaspadaan;

3) Perasaan tidak betah dan menghindar dari pekerjaan (absensi tinggi);

4) Terjadinya kerusakan atau kesalahan dalam bekerja akibat kurangnya konsentrasi;

5) Terjadinya kecelakaan kerja;

6) Turunnya produktivitas kerja.

Tekanan melalui fisik (beban kerja) pada suatu waktu tertentuk mengakibatkan berkurangnya kinerja otot, gejala yang ditunjukkan juga berupa pada makin rendahnya gerakan. Keadaaan ini tidak hanya disebabkan oleh suatu sebab tunggal seperti terlalu kerasnya beban kerja, namun juga oleh tekanan –tekanan yang tera-kumulasi setiap harinya pada suatu masa yang panjang. Keadaan seperti ini yang berlarut –larut mengakibatkan memburuknya kesehatan, yang disebut juga kelelahan klinis atau kronis. Perasaan lelah pada keadaan ini kerap muncul ketika bangun di pagi hari, justru sebelum saatnya bekerja, misalnya berupa perasaan kebencian yang bersumber dari perasaan emosi ( Budiono dkk , 2003 ). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Eraliesa ( 2008 ) terdapat hubungan antara masa kerja dengan tingkat kelelahan, dengan nilai pvaluenya 0,002.

2.3.9. Usia

Kebanyakan kinerja fisik mencapai puncak dalam usia pertengahan duapuluhan dan kemudian menurun dengan bertambahnya usia (Lambert, 1996: 244). Departemen Kesehatan RI menyebutkan bahwa usia produktif adalah antara 15-54 tahun (www.Depkes-RI.go.id). Menurut Hidayat 2003 ( ) mandapatkan bukti di negara Jepang menunujukan bahwa pekerja yang berusia 40-50 tahun akan lebih cepat menderita

Pada usia lanjut jaringan otot akan mengerut dan digantikan oleh jaringan ikat. Pengerutan otot menyebabkan daya elastisitas otot berkurang ( Margatan, 1996 ). Proses menjadi tua diserta kurangnya kemampuan kerja oleh karena perubahan-perubahan pada alat tubuh, sistem kardiovaskular, hormonal ( Suma’mur, 1996). Hasil penelitian yang dilakukan Paulina 2008 ( ) pada bagian produksi PT. X menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara umur responden dengan kelelahan kerja, dengan nilai pvaluenya 0,0001.

2.3.10. Jenis Kelamin

Laki laki dan wanita berbeda dalam hal kemampuan fisiknya, kekuatan kerja ototnya. Menurut pengalaman ternyata siklus biologi pada wanita tidak mempengaruhi kemampuan fisik, melainkan lebih banyak bersifat sosial dan kultural. (Depnaker, 1993 ). Pria dan wanita berbeda dalam kemampuan fisiknya, kekuatan kerja ototnya. Perbedaan tersebut dapat dilihat melalui ukuran tubuh dan kekuatan otot dari wanita relatif kurang jika dibandingkan pria. Kemudian pada saat wanita sedang haid yang tidak normal (dysmenorrhoea), maka akan dirasakan sakit sehingga akan lebih cepat lelah ( Suma’mur, 1996 ).

yang sudah pernah menikah tetapi kemudian berpisah karena perceraian atau kematian. Pernikahan menyebabkan meningkatnya tanggung jawab yang dapat membuat pekerjaan tetap lebih berharga dan penting. Tugas- tugas perkembangan yang dimiliki oleh orang yang sudah menikah menurut sudirman (1987):

1. Belajar hidup dengan paangan dalam perkawinan

2. Mulai hidup berkeluarga

3. Memelihara anak

4. Mengatur rumah tangga

5. Memulai dalam pekerjaan Seseorang yang sudah menikah dan memiliki keluarga maka akan mengalami

kelelahan akibat kerja dan setelah dirumah harus melayani anak dan istrinya yang mana waktu terebut digunakan untuk beristirahat ( Irma, 2009 ). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Eraliesa ( 2008 ) terdapat hubungan antara status perkawinan dengan tingkat kelelahan, dengan nilai pvaluenya 0,01.

2.3.12. Kebiasaan Merokok

Semakin lama dan tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan Semakin lama dan tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan

2.3.13. Status Kesehatan