PENENTUAN ULANG STANDAR WAKTU PERIJINAN DENGAN ACUAN PROSES BISNIS DI BADAN PERIJINAN TERPADU KABUPATEN SRAGEN

DENGAN ACUAN PROSES BISNIS DI BADAN PERIJINAN TERPADU KABUPATEN SRAGEN

Skripsi Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik ELLENIA OKY AYU SAPUTRI

I 0308092

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2013

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang masalah dari penelitian, perumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini, tujuan dan manfaat dari penelitian yang dilakukan. Berikutnya diuraikan mengenai batasan masalah, asumsi yang digunakan dalam permasalahan dan sistematika penulisan untuk menyelesaikan penelitian.

1.1 Latar Belakang

Badan Perijinan Terpadu (BPT) merupakan lembaga yang melayani perijinan di kota Sragen, keberadaan BPT diharapkan untuk memberikan kemudahan pelayanan dibidang perijinan. Pemerintah Kabupaten Sragen berusaha untuk selalu meningkatkan kualitas pelayanan terhadap publik dengan konsep “One Stop Service” artinya segala urusan yang berkaitan dengan perijinan yang semula tersebar dibeberapa unit kerja dapat diselesaikan di BPT (Pemerintah Kab.Sragen, 2010). Terdapat enam puluh lima jenis perijinan yang dilayani. Perijinan-perijinan tersebut dikelompokkan menjadi dua bidang, yaitu bidang perijinan tertentu dan bidang jasa usaha. Dari masing-masing bidang perijinan dibagi lagi menjadi sub-sub bidang. Untuk perijinan tertentu dibagi menjadi sub bidang perijinan prinsip dan lokasi, Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), Ijin Hinder Ordonantie (HO) atau yang biasa disebut ijin gangguan dan sub bidang perijinan pendidikan dan kesehatan. Sedangkan perijinan bidang jasa usaha dibagi menjadi sub bidang perijinan indakop, reklame dan sub bidang perijinan pertanian, perhubungan, pariwisata, Surat Ijin Usaha Jasa Konstruksi (SIUJK), Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).

Di BPT terdapat 10 loket pelayanan. Pada loket I adalah kasir, loket II melayani Ijin gangguan (HO) atau yang biasa disebut ijin gangguan, loket III adalah Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), loket IV adalah Perijinan kesehatan, loket V adalah penanaman modal, loket VI adalah Keselamatan kerja, loket VII adalah Surat Ijin Usaha (SIU), Huller atau selepan, Surat Ijin Usaha Jasa Konstruksi (SIUJK), loket VIII adalah Perhubungan dan pariwisata, loket IX adalah reklame, Loket X adalah Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP), Tanda

commit to user

Daftar Perusahaan (TDP), Tanda Daftar Industri (TDI), Tanda Daftar Gudang (TDG).

Pada hasil rekap data pada tahun 2011 jumlah pemohon perijinan di BPT Sragen sebanyak 5.295 orang. Pada bidang perijinan tertentu untuk sub bidang perijinan prinsip, lokasi, IMB, dan HO sebanyak 18,13%, sub bidang perijinan pendidikan dan kesehatan sebanyak 5,40%. Pada bidang perijinan jasa usaha untuk sub bidang perijinan indakop dan reklame sebanyak 58,83%, dan sub bidang perijinan pertanian, HUB, PAR, SIUJK, K3 sebanyak 17,64%. Dari jumlah pemohon yang mendominasi sub bidang perijinan tertentu adalah perijinan prinsip, lokasi, IMB, dan HO sedangkan pada bidang jasa usaha adalah perijinan SIUP, TDP, reklame papan dan kain. Dari rekap agenda tahun 2011, untuk perijinan yang paling banyak pemohon mengajukan perijinan adalah prinsip dan lokasi, IMB, HO, SIUP, TDP, dan reklame. Pada perijinan tersebut selama proses perijinan masih terjadi keterlambatan pada perijinan prinsip dan lokasi sebanyak 80%, untuk IMB sebanyak 64,35%, dan HO sebanyak 78,69% sedangkan perijinan yang seharusnya dapat diselesaikan lebih cepat adalah perijinan SIUP sebanyak 51,42% , untuk TDP sebanyak 49,69%. Sedangkan untuk perijinan yang tepat waktu adalah perijinan reklame papan dan kain 99%.

Pada pelayanan perijinan di BPT Sragen terdapat waktu standar yang menjadi acuan untuk terselesaikannya surat ijin. Waktu standar ditetapkan oleh ketua BPT dengan persetujuan ketua tiap bidang perijinan. Dalam menetapkan waktu standar tanpa adanya pertimbangan dengan jelas. Adanya waktu standar tidak menjamin terselesaikannya surat ijin tepat waktu. Ada perijinan yang seharusnya dapat diselesaikan lebih cepat dari waktu standar yang telah ditetapkan, namun ada juga perijinan yang diselesaikan lebih dari waktu standar. Perijinan yang terjadi keterlambatan dari standar waktu yang telah ditetapkan contohnya pada perijinan IMB yang melebihi standar waktu karena tidak terjadwalnya cek lokasi secara langsung yang memperlama proses perijinan. Sedangkan untuk perijinan yang dapat diselesaikan lebih cepat, standar waktu yang telah ditentukan sudah tidak akurat lagi karena tidak sesuai dengan standar waktu yang telah ditetapkan sehingga perlunya dianalisis ulang. Untuk perijinan yang dapat diselesaikan tepat waktu juga perlu dianalisis untuk memperkuat

commit to user

standar waktu yang sudah ada. Pada proses bisnis untuk menyelesaikan perijinan sudah terdapat skema yang jelas, namun ada beberapa waktu delay yang dilakukan oleh petugas yang menyebabkan penyelesaian perijinan menjadi lama.

Berdasarkan uraian diatas, dapat dilakukan perbaikan dalam penetapan standar waktu baru untuk menyelesaikan tiap proses perijinan. Untuk menetapkan standar waktu perlu dilakukan evaluasi proses perijinan. Pengamatan dilakukan secara langsung dengan menggunakan pengukuran langsung. Dalam menentukan waktu standar yang baru dapat digunakan pengukuran waktu baku. Waktu baku merupakan waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh seorang pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja yang baik (Sutalaksana, 2006). Penelitian yang berkaitan dengan pengukuran waktu kerja diantaranya Renayata (2008) mengenai pengukuran waktu pelayanan dalam bidang jasa pada PT. PLN (Persero) Surabaya.

Dalam evaluasi proses bisnis menggunakan Business Process Improvement (BPI). BPI merupakan metode sistematik yang dikembangkan untuk membantu organisasi membuat suatu peningkatan yang signifikan melalui penyederhanaan operasi proses bisnisnya (Harrington, 1999). Penggunaan BPI dalam penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi proses bisnis yang terjadi selama proses perijinan, sehingga dapat memberikan masukkan untuk proses bisnis perijinan yang lebih efektif.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan urain dari latar belakang, dapat dirumuskan permasalahan yang menjadi dasar penelitian, yaitu bagaimana menentukan standar waktu yang tepat pada Badan Perijinan Terpadu Kabupaten Sragen.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang dilakukan oleh penulis antara lain adalah sebagai berikut :

1. Menentukan standar waktu pelayanan perijinan Sub bidang perijinan prinsip, lokasi, IMB, dan HO serta Sub bidang Indakop dan reklame pada Badan Perijinan Terpadu Kabupaten Sragen.

commit to user

2. Mengevaluasi alur proses perijinan pada Badan Perijinan Terpadu Kabupaten Sragen.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin diperoleh dengan adanya penelitian ini adalah :

1. Dapat memberikan waktu pelayanan terselesaikannya pengajuan perijinan kepada pemohon.

2. Dapat meningkatkan kualitas pelayanan pada Badan Perijinan Terpadu Kabupaten Sragen.

1.5 Batasan Masalah

Batasan Masalah pada penelitian ini adalah :

1. Penelitian ini hanya membahas perijinan prinsip dan lokasi, SIUP, TDP, perijinan HO, IMB, dan reklame.

2. Tidak membahas implementasi hasil penetapan waktu perbaikan.

3. Berkas pemohon sudah memenuhi persyaratan.

1.6 Asumsi

Asumsi yang digunakan pada penelitian ini adalah :

1. Data sampel pengamatan dianggap normal.

2. Operator sudah memenuhi semua tahapan Learning Curve

1.7 Sistematika Penulisan

Dalam membahas permasalahan yang telah dirumuskan di atas, digunakan sistematika sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, asumsi dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi teori-teori yang berhubungan dengan materi penulisan yang diambil dari beberapa referensi baik buku, jurnal maupun internet. Materi penulisan adalah Business Process Improvment dan Waktu Baku.

commit to user

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi langkah-langkah yang dilalui selama penelitian. Langkah- langkah tersebut dibuat dalam bentuk flowchart disertai uraian penjelasan tiap langkah pemecahan secara rinci.

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Bab ini berisi tentang data yang diperoleh hasil penelitian dan pengolahan data sesuai perumusan masalah. Tahap-tahap pengolahan data dilakukan berdasarkan metodologi penelitian.

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

Bab ini berisi analisis dan pembahasan berdasarkan hasil pengolahan data.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan dan saran- saran yang berkaitan bagi penelitian selanjutnya.

commit to user

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi mengenai gambaran umum Badan Perijinan Terpadu, baik mengenai sejarah, lokasi, jenis-jenis layanan, dan teori-teori yang relevan sebagai landasan dalam menentukan permasalahan yang ada.

2.1 Gambaran Umum Badan Perijinan Terpadu Kabupaten Sragen

Gambaran umum berisi tentang bentuk dan sejarah terbentuknya Badan Perijinan Terpadu, kedudukan, tugas pokok, visi misi, jenis pelayanan dan mekanisme perijinan.

2.1.1 Sejarah Terbentuknya Badan Perijinan Terpadu Kabupaten Sragen

Sejarah berdirinya Badan Perijinan Terpadu diawali dengan adanya keluhan-keluhan dari masyarakat tentang proses pelayanan yang berbelit-belit. Pola perijinan yang masih ditangani oleh beberapa instansi memaksa masyarakat yang mengurus perijinan dari satu instansi ke instansi yang lainnya. Pelayanan perijinan dari satu instansi ke instansi yang lainnya semakin tidak memberikan kemudahan bagi masyarakat yang melakukan permohonan perijinan. Berdasarkan dari maslah ini maka pemerintah Kabupaten Sragen berusaha memberikan pelayanan prima melalui pelayanan terpadu satu pintu atau One Stop Service (OSS) sebagai wujud perbaikan pelayanan bagi masyarakat yang melakukan perijinan.

Menindak lanjuti upaya perbaikan publik dalam bidang perijinan maka Pemerintah Kabupaten Sragen membentuk Unit Pelayanan Terpadu (UPT) dengan Keputusan Bupati Sragen Nomor 17 Tahun 2002 tanggal 24 Mei 2002 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Terpadu Kabupaten Sragen, sedangkan operasionalnya secara resmi dilaksanakan pada tanggal 1 Oktober 2002 oleh Bupati Sragen. Kebijakan ini mendapatkan dukungan seoenuhnya melalui Surat DPRD Kabupaten Sragen Nomor 170/ 288/15/2002 tanggal 27 September 2002 perihal Persetujuan Operasional UPT Kabupaten Sragen. Kemudian dalam jangka waktu satu tahun yaitu pada tahun 2003 melalui Peraturan Daerah Nomor 15 tahun 2003 UPT dirubah menjadi Kantor Pelayanan Terpadu (KPT) Kabupaten Sragen. Dalam jangka waktu yang pendek status KPT

commit to user

selalu mengalami perubahan dalam upaya memberikan perbaikan pelayanan kepada pelanggan. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan untuk memudahkan koordinasi dengan para stakeholder, maka pada tanggal 20 Juli 2006 ditetapkanlah Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2006 tentang status KPT yang ditingkatkan menjadi Badan Perijinan Terpadu Kabupaten Sragen. Kemudian pada tanggal 23 Juli tahun 2007 telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang SOTK Daerah dan Permendagri Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Terpadu di Daerah.

Selanjutnya sebagai penyempurna langkah kerja maka Kabupaten Sragen menetapkan Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Sragen, salah satunya mengatur tentang pembentukan lembaga pelayanan terpadu dengan nomenklatur Badan Perijinan Terpadu Kabupaten Sragen yang berlokasi di Jl. Sukowati No. 255, Telepon 0271-892348, Fax : 0271-894433 Sragen 57211, Jawa Tengah.

2.1.2 Kedudukan Badan Perijinan Terpadu Kabupaten Sragen

Badan Perijinan Terpadu merupakan instansi pemerintah yang memberikan pelayanan perijinan dengan konsep One Stop Service (OSS) yang dipimpin oleh seorang Kepala yang bertanggung jawab dengan segala kewenangan yang diberikan dan menyampaikan tanggung jawabnya kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Badan Perijinan Terpadu disini berkedudukan di bawah Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab langsung kepada Bupati.

2.1.3 Visi dan Misi Badan Perijinan Terpadu Kabupaten Sragen

Di setiap lembaga pasti memiliki visi dan misi yang perlu diperhatikan dalam meraih tujuan yang telah disepakati bersama. Demikian pula halnya dengan Badan Perijinan Terpadu Kabupaten Sragen. Adapun visi dan misi tersebut adalah:

1. Visi Badan Perijinan Terpadu Kabupaten Sragen “Unggul dalam Pelayanan”

2. Misi Badan Perijinan Terpadu Kabupaten Sragen “Mewujudkan Pelayanan Profesional dan Kepuasan Pelanggan”

2.1.4 Struktur Organisasi Badan Perijinan Terpadu Kabupaten Sragen

commit to user

Struktur organisasi perusahaan dibuat agar tugas masing-masing bagian menjadi lebih jelas, sehingga dapat menunjang efektifitas sebuah lembaga dalam mencapai tujuannya. Sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Sragen Nomor

15 Tahun 2008 pada tanggal 15 Desember 2008, tentang organisasi dan tata kerja lembaga teknis daerah Kabupaten Sragen yang di dalamnya terdapat Pembentukan Badan Perijinan Terpadu Kabupaten Sragen dengan susunan organisasinya sebagai berikut:

Kepala

Kelompok Jabatan Sekretariat Fungsional

Sub. Bagian Penyusunan Program Kegiatan

Sub. Bagian Keuangan

Sub. Bagian Umum dan Kepegawaian

Bid. Perijinan Tertentu Bid. Perijinan Jasa Bid. Perijinan Tertentu Sub. Bagian Umum Usaha dan Kepegawaian

Sub. Bid. Kerjasama & Pengawasan

Sub. Bid. Perencanaan & Promosi

Sub. Bid. Perijinan

Pendidikan &

Kesehatan

Sub. Bid. Perijinan Prinsip, Lokasi, IMB

& HO

Sub. Bid. Perijinan Pertanian, Hub, PAR,

SIUJK, K3

Sub. Bid. Perijinan Indagkop & Reklame

Sub. Bid. Informasi Dokumentasi & Penanganan Pengaduan

Sub. Bid. Pelayanan KTP, KK dan Akta CAPIL

Gambar 2.1 Struktur Organisasi Badan Perijinan Terpadu Kabupaten Sragen Sumber: Pemerintah Kab.Sragen (2010)

2.1.5 Jenis Pelayanan di Badan Perijinan Terpadu Kabupaten Sragen

Pelayanan yang diberikan oleh Badan Perijinan Terpadu terdiri dari beberapa bidang perijinan yang semuanya dilakukan dengan konsep one stop service (satu pintu). Adapun jenis pelayanan perijinan di Badan Perijinan Terpadu, terdiri dari 65 jenis perijinan. Tabel 2.1 menyajikan jenis pelayanan perijinan.

Tabel 2.1 Jenis Pelayanan Perijinan

commit to user

Tabel 2.1 Jenis Pelayanan Perijinan (Lanjutan)

1 Ijin Prins ip 2 Ijin Lokas i 3 IMB 4 HO

5 Ijin Praktek Dokter Spes ialis 6 Ijin Praktek Dokter Um um 7 Ijin Praktek Dokter Gigi 8 Ijin Praktek Bidan 9 Ijin Praktek Perawat 10 Ijin Praktek Perawat Gigi 11 Ijin Praktek As is ten Apoteker 12 Ijin Praktek Fis ioterapi 13 Ijin Praktek Refraks ionis Optis ien 14 Ijin Praktek Tukang Gigi 15 Ijin Praktek Bers am a Dokter Spes ialis 16 Ijin Praktek Bers am a Dokter Um um 17 Ijin Praktek Bers am a Dokter Gigi 18 Ijin Pendirian Rum ah Sakit Swas ta 19 Ijin Pendirian Rum ah Bers alin 20 Ijin Pendirian Balai Pengobatan 21 Ijin Pendirian Laboratorium Kes ehatan 22 Ijin Pendirian Apotik 23 Ijin Pendirian Optik 24 Ijin Pendirian Toko Obat 25 Ijin Pendirian Klinik Kecantikan 26 Ijin Pendirian Pus at Kebugaran 27 Ijin Produks i Makanan dan Minum an 28 Ijin Pengobatan Tradis ional 29 Ijin Depot Air Minum Is i Ulang 30 Rekom endas i Penyelenggaraan Rum ah Sakit 31 Rekom endas i Indus tri Rokok 32 Ijin Laik Higiene Sanitas i 33 Ijin Air Minum Dalam Kem as an 34 Ijin Kurs us 35 Rekom endas i Pendirian Lem baga Pendidikan

SUB BIDANG PERIJINAN PRINSIP, LOKASI, IMB, DAN HO

SUB BIDANG PERIJINAN PENDIDIKAN DAN KESEHATAN

NO

JENIS PERIJINAN

commit to user

Sumber: Pemerintah Kab.Sragen (2010)

2.1.6 Pengertian Jenis Perijinan Pada Badan Perijinan Terpadu Kabupaten Sragen

Pada penelitian ini akan dibahas beberapa perijinan yang telah ditentukan pada batasan masalah, berikut adalah pengertian-pengertian dari jenis perijinan yang dibahas :

36 SIUP 37 IUI 38 TDP 39 TDI 40 TDG 41 Reklame Kain 42 Reklame Papan 43 Reklame Melekat 44 Reklame Selebaran

45 SIU huller 46 Sk Trayek 47 KP Dan KJP 48 Usaha Rekreasi Dan Hiburan Umum 49 Usaha Rumah Makan 50 Usaha Salon Kecantikan 51 Hotel 52 Agen Perjalanan Wisata 53 Usaha Pondok Wisata 54 Penutupan Jalan 55 SIUJK 56 Penggunaan Ketel Uap 57 Penggunaan Bejana Uap 58 Penggunaan Bejana Tekan 59 Penggunaan Botol Baja 60 Penggunaan Pesawat Angkat Dan Angkut 61 Penggunaan Pesawat Tenaga Dan Produksi 62 Penggunaan Instalasi Kebakaran 63 Penggunaan Instalasi Listrik 64 Penggunaan Instalasi Penyalur Petir 65 Usaha Pemotongan Hewan

BIDANG JASA USAHA

SUB BIDANG PERIJINAN INDAKOP DAN REKLAME

SUB BIDANG PERIJINAN PERTANIAN, HUB, PAR, SIUJK, K3

commit to user

1. Perizinan tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang dan badan usaha yang dimaksud untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumberdaya alam, barang, prasarana, sarana, fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan

2. Izin mendirikan bangunan yang selanjutnya disingkat (IMB) adalah suatu ijin untuk mendirikan, memperbaiki, mengubah, atau merenovasi suatu bangunan termasuk ijin bagi bangunan yang sudah berdiri.

3. Izin Gangguan (HO) adalah pemberian Izin Tempat Usaha kepada orang pribadi atau badan di lokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan tidak termasuk tempat usaha yang lokasinya telah ditunjuk oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah daerah.

4. Izin Prinsip adalah surat izin yang diberikan untuk menyatakan suatu kegiatan secara prinsip diperkenankan untuk diselenggarakan atau beroperasi yang merupakan pertimbangan pemanfaatan lahan berdasarkan aspek teknis, politis, dan sosialmbudaya sebagai dasar pemberian izin pemanfaatan ruang terkait lainnya.

5. Izin Lokasi adalah perizinan yang terkait dengan pemanfaatan ruang yang diberikan kepada perseorangan, perusahaan, atau badan yang memperoleh tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman modal yang berlaku pula sebagai izin pemindahan hak dan untuk menggunakan tanah tersebut guna keperluan usaha penanaman modalnya.

6. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) adalah surat izin untuk dapat melaksanakan kegiatan usaha perdagangan. Setiap perusahaan, koperasi, maupun perusahaan perorangan, yang melakukan kegiatan usaha perdagangan wajib memperoleh SIUP yang diterbitkan berdasarkan domisili perusahaan dan berlaku diseluruh wilayah Republik Indonesia..

7. Tanda Daftar Perusahaan yang selanjutnya disingkat (TDP) adalah tanda pengesahan yang diberikan oleh Kantor Pendaftaran Perusahaan kepada perusahaan yang telah melakukan pendaftaran perusahaan.

commit to user

2.1.7 Mekanisme Perijinan di Badan Perijinan Terpadu Kabupaten Sragen

Mekanisme pemberian perijinan yang dilakukanoleh Badan Perijinan Terpadu dibuat sesederhana mungkin. Hal ini dilakukan dalam rangka memberikan kemudahan masyarakat dalam melakukan proses perijinan.

Pemohon

Pemeriksaan Berkas

Cek Lapangan/ Tidak?

Ya

Tidak

Gambar 2.1 Mekanisme Pelayanan Perijinan Sumber: Pemerintah Kab.Sragen (2010)

Mekanisme perijinan di Badan Perijinan Terpadu dimulai dari adanya pemohon yang melakukan permohonan perijinan kemudian mengambil formulir pada tiap loket perijinan, pemohon mengisi dan memenuhi persyaratan kemudian diserahkan kepada petugas. Setelah berkas masuk kemudian pegawai melakukan pemeriksaan dan meneliti berkas tersebut. Apabila persyaratan tidak lengkap maka akan dikembalikan kepada pemohon untuk dapat dilengkapi terlebih dahulu. Setelah semua berkas sudah lengkap, maka petugas menentukan jadwal untuk melakukan survey lapangan apabila diperlukan dengan tujuan memastikan apakah usaha yang dijalankan memang benar adanya. Jika pengecekan lokasi telah disetujui petugas dapat memproses perijinan tersebut sampai batas waktu yang ditentukan dengan melibatkan Kepala Badan Perijinan Terpadu untuk menandatangani dokumen perijinan. Setelah proses tersebut selesai maka

commit to user

pemohon dapat melakukan pembayaran apabila dikenakan biaya perijinan. Pemohon mendapatkan surat ijin dengan menandatangai agenda pengambilan.

2.2 Posisi Penelitian

Pada penelitian yang dilakukan, penelitian ini merujuk pada beberapa penelitian sebelumnya yang fokus penelitiannya berada pada objek pelayanan publik, dan proses bisnis. Beberapa penelitian sebelumnya telah dilakukan sebagai berikut :

Rudianto (2007) Meneliti tentang kepuasan pelanggan pada pelayanan satu atap pada pemerintah kota bekasi. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi masalah yang dihadapi, melihat lamanya waktu dalam menyelesaikan suatu izin, mempelajari cara masyarakat pengguna jasa memperoleh izin yang dibutuhkan. Penelitian ini melihat permasalahan dalam lima indikator yaitu keandalan, responsiveness, keyakinan, empati, tangible. Hasil dari penelitian ini menunjukkan tingkat kepuasan pada pelayanan, serta dapat meningkatkan kualitas pelayanan dari evaluasi lima indikator yang dilakukan.

Renayata (2010) Meneliti tentang pengukuran waktu pelayanan pada loket pelayanan PLN serta menganalisis kepuasan pelanggan. Metode yang digunakan untuk mengetahui waktu pelayanan menggunakan pendekatan waktu baku. Untuk analisis kepuasan menggunakan methode yang dikembangkan oleh parasurahman. Hasil dari penelitian ini mengetahui waktu standar pelayanan pada loket pelayanan serta mengetahui tingkat kepuasan pelayanan pada kinerja petugas loket.

Setyono (2009) Meneliti tentang evaluasi pada tingkat kepentingan dan kepuasan kinerja pelayanan serta mengetahui tingkatan kualitas pelayanan. Secara umum tingkat pelayanan perijinan di Kantor PPTSP Kota Semarang mendapatkan nilai yang baik. Namun, beberapa unsur yang masih mendapatkan nilai yang kurang baik, yaitu unsur kedisiplinan petugas, kecepatan pelayanan, dan ketepatan jadwal waktu pelayanan. Dengan mengevaluasi dari kinerja pelayanan pada PPTSP dapat memberikan saran pengembangan pada beberapa unsur yang kurang baik. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini dapat melihat indeks kinerja tingkat kepuasan dan kepentingan kualitas pelayanan.

commit to user

Murniati (2009) Banyaknya keluhan masyarakat terhadap masalah pelayanan publik menunjukkan kualitas pelayanan masih belum optimal. Dengan adanya masalah tersebut, pada penelitian mengevaluasi kualitas suatu pelayanan. Hal-hal yang dievaluasi meliputi waktu, prosedur dan persyaratan, serta biaya. Tiga konsep yang dipergunakan untuk mengukur kinerja birokrasi publik yaitu responsiveness, responsibility, dan accountability. Dengan mengevaluasi ketiganya didapatkan hasil dapat mengetahui kualitas suatu pelayanan.

Zaheer (2010) membahas tentang orientasi proses bisnis untuk meningkatkan kinerja karyawan dan organisasi. Dengan mengevaluasi hubungan antar variable yang telah ditentukan dengan kinerja karyawan. Pada penelitian ini menggunakan metode sederhana regresi linier. Hasil yang diperoleh bahwa proses bisnis memiliki dampak yang signifikan pada karyawan dan kinerja organisasi.

Penggambaran tabel penelitian terdahulu ini dapat digunakan dalam menggambarkan penelitian yang dilakukan. Penggambaran penelitian ini ditunjukan pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Penelitian Sebelumnya

Penulis (Tahun)

Variabel Penelitian

Kepuasan Metode Pelanggan

Kualitas Pelayanan

Standar

Waktu Pelayanan

Meneliti kepuasan pelanggan pada pelayanan kota Bekasi

Renayata (2010)

Menghitung standar waktu dengan waktu baku dan kepuasan pelanggan menggunakan metode parasurahman.

Jawoto (2009)

Menganalisis indeks kinerja tingkat kepuasan dan kepentingan kualitas pelayanan.

commit to user

Tabel 2.2 Penelitian Sebelumnya (Lanjutan)

Penulis

(Tahun)

Variabel Penelitian

Metode

Kepuasan Pelanggan

Kualitas Pelayanan

Standar

Waktu Pelayanan

Mengevaluasi kualitas pelayanan publik

Zaheer (2010)

Mengevaluasi proses bisnis

Usulan

Menghitung standar waktu dan memperbaiki proses bisnis.

2.3 Pengertian Standar Waktu Standar adalah seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan, atau

keadaan berada atau berlangsung. Dalam hal ini, sntandar waktu merupakan ketetapan suatu proses, keadaan/kejadian yang dilakukan dalam rentang suatu proses, atau bisa merupakan lama berlangsungnya suatu kejadian. Dengan kata lain standar adalah suatu ketentuan atau persyaratan yang biasanya berupa dokumen formal yang menciptakan kriteria, metode, proses, dan praktik rekayasa atau seragam (Jacka dan Keller, 2010).

2.4 Pengertian Pelayanan

Pelayanan adalah aktivitas untuk menyediakan pelayanan atau mempertahankan nilai produk/jasa, termasuk di dalamnya instansi, reparasi, dan pelatihan (Peppard dan Rowland, 1997). Sedangkan menurut Kottler (2000) mendefisikan pelayanan adalah perbuatan suatu kelompok menawarkan kepada kelompok maupun perorangan sesuatu pada dasarnya tidak terwujud, sedangkan prosesnya berkaitan maupun tidak dengan fisik produk.

2.5 Konsep Proses Bisnis

Proses adalah suatu kegiatan yang slaing berkaitan serta membutuhkan masukan dan mentransformasikannya untuk menghasilkan keluaran. Transformasi yang terjadi pada proses akan memberikan nilai tambah bagi masukan dan

commit to user

menghasilkan keluaran yang lebih berguna dan efektif bagi penerimanya. Selain itu proses merupakan urutan pelaksanaan atau kejadian yang terjadi secara alami atau didesain, mungkin menggunakan waktu,ruang keahlian atau sumber daya lainnya, yang menghasilkan suatu hasil. Suatu proses mungkin dikenali oleh perubahan yang diciptakan terhadap sifat dari satu atau lebih objek dibawah pengaruhnya. Sedangkan proses bisnis adalah suatu kumpulan aktivitas atau pekerjaan terstruktur yang saling terkait untuk menyelesaikan suatu masalah tertentu atau yang menghasilkan produk atau layanan (demi meraih tujuan tertentu). Suatu proses bisnis dapat dipecahkan menjadi beberapa subproses yang masing-masing memiliki atribut sendiri tapi juga berkontribusi untuk mencapai tujuan dari supprosesnya (Jacka dan Keller, 2010).

2.6 Business Process Improvement (BPI)

Business Process Improvement (BPI) adalah langkah perombakan terhadap proses bisnis yang telah berjalan untuk memperbaiki atau memberikan proses yang baru. Proses bisnis awal dipetakan terlebih dahulu dengan basic flowchart ataupun bentuk chart yang lainnya. Peta tersebut kemudian dianalisis untuk mengidentifikasi kegiatan yang termasuk value added dan non-value added. Semaksimal mungkin kegiatan non value-added berusaha dihilangkan sehingga alur proses menjadi lebih efisien. Perbaikan tersebut berdasarkan pada konsep Business Process Reengineering untuk menghilangkan, menyederhanakan, menyatukan atau melakukan otomatisasi pada proses Indrajit dan Djokopranoto, (2001).

2.6.1 Definisi BPI

BPI adalah pendekatan yang sistematis untuk membantu organisasi mengoptimalkan proses untuk mencapai hasil yang lebih efisien. BPI telah bertanggung jawab untuk mengurangi biaya dan siklus waktu sebanyak 90% sementara meningkatkan kualitas lebih dari 60%. BPI juga menyediakan sistem yang membantu organisasi dalam menyederhanakan dan menyingkat operasi- operasinya, dengan memberi jaminan pelanggan internal mendapatkan basil yang

lebih baik (Harrington, 1991).

commit to user

2.6.2 Tujuan Utama BPI

BPI mempunyai tujuan untuk menjamin suatu perusahaan memiliki proses bisnis yag diantaranya menghilangkan kesalahan dan pemborosan selama proses berlangsung serta meminimasi delay atau waktu tunggu.

2.6.3 Tahapan Pelaksanaan BPI

Menurut Harrington (1991) BPI adalah suatu metode sistematis yang digunakan untuk membentuk organisasi mencapai suatu kemajuan yang sangat berarti bagi kelangsungan operasi proses bisnisnya. Tahapan pelaksanaan BPI terdiri dan 5 tahap yaitu: 1.) Pemetaan proses bisnis awal

Proses bisnis di ketiga mata rantai yang diteliti pertama-tama akan dipetakan untuk memberikan gambaran kondisi aktual. Peta digambarkan dapat digambarkan dengan basic flowchart standard. Pada penelitian Puspasari 2010, membahas tentang perancangan sistem kerja kearsipan dengan melakukan perbaikan proses bisnis. Pada tahap awal, peneliti melakukan analisis kebutuhan. pada sistem. Dari hasil analisis dibuat functional flowchart sebagai tahapan awal BPI. Pada gambar 2.1 merupakan contoh pemetaan pada penelitian Lopes 2008, menggambarkan proses bisnis dari pengiriman obat. Pada pemetaan terdapat entitas-entitas yang melakukan proses, dan kegiatan-kegiatan yang terjadi didalamnya.

Gambar 2.3 Contoh pemetaan proses bisnis

Sumber: Lopes (2008)

commit to user

2.) Memahami Proses Proses value added dijelaskan sebagai proses yang menciptakan nilai tambah bagi produk untuk menambah kepuasan konsumen, sedangkan proses non value-added adalah proses yang apabila dihilangkan tidak akan mengurangi nilai tambah yang diberikan pada konsumen (Christopher, 1998). Kedua proses ini akan teridentifikasi setelah dilakukan pemetaan yang menjabarkan seluruh proses yang dilewati dan lamanya waktu yang dibutuhkan dalam tiap proses. Sebagai contoh dari hasil analisis kebutuhan sistem yang ada nantinya akan digunakan sebagai acuan dalam perbaikan dan pengembangan sistem yang baru (Puspasari, 2010). Pada tabel 2.3 dapat dilihat contoh pengklasifikasian proses value added dan non value added.

Tabel 2.3 Klasifikasian proses value added dan non value-added

Sumber : Puspasari (2010) 3.) Penyederhanaan (Streamlining)

Sasarannya adalah memperbaiki efisiensi, keefektifan dan adaptabilitas dari proses bisnis. Penyederhanaan proses tersebut dapat dilakukan dengan mengeliminasi birokrasi dan duplikasi, mencari hal yang memberi nilai tambah, mengurangi kompleksitas dan waktu sikius. Suatu proses bisnis dapat disederhanakan dengan cara-cara sebagai berikut:

No

Proses

Entitas/Bagian yang Melakukan Jenis Kegiatan Rencana perbaikan 1 Mengantar surat

Pos/Fakultas

Value-added

- 2 Meneliti alamat surat

Administrasi(TU)

Non Value-added Mencatat surat masuk 3 Mengelompokkan surat

Administrasi(TU)

Value-added

- 4 Menindakanjuti isi surat

Ketua Jurusan

Value-added

- 5 Menyerahkan surat kepada pihak yang bersangkutan

Administrasi(TU)

Value-added

- 6 Mengembalikan surat ke TU

Ketua Jurusan dan Mahasiswa Value-added

- 7 Menyimpan surat

Dosen

Non Value-added eliminasi proses 8 Mengambil surat untuk dibaca

Mahasiswa

Non Value-added eliminasi proses 9 Memperbanyak surat

Mahasiswa

Value-added

- 10 Menumpuk surat

Administrasi(TU)

Non Value-added eliminasi proses 11 Mengarsip surat

Administrasi(TU)

Value-added perbaikan filling system 12 Menyusun arsip kedalam folder arsip

Administrasi(TU)

Value-added perlu adanya jadwal retensi

commit to user

1. Mengeliminasi birokrasi dengan menghilangkan kegiatan admimstratif yang tidak perlu. Pada penelitian Puspasari 2010, melakukan perbaikan proses dengan mengeliminasi pada kegiatan yang dianggap non value added.

2. Mengeliminasi perulangan proses dengan menghilangkan proses yang identik yang dilakukan ditempat berbeda. Sama halnya mengeliminasi pada tahap ini dilakukan pada proses yang dilakukan berulang sehingga menimbulkan pemborosan waktu.

3. Identifikasi proses value added dengan mengevaluasi seluruh bagian dari proses bisnis dan menentukan kontribusinya dalam memenuhi keinginan konsumen. Pada tahap ini mengidentifikasi proses dan sistem untuk mendapatkan nilai tambah pada output yang dihasilkan.

4. Simplifikasi proses yaitu menyederhanakan proses yang rumit Pada tahap ini dapat menyederhanakan proses pada sistem, proses, maupun biaya. Pada penelitian Aji 2011, dengan menyederhanankan proses-proses tersebut dapat mengefisienkan proses bisnis.

Tabel 2.4 Tabel contoh penyederhanaan proses

Sumber : Aji (2011)

commit to user

5. Reduksi waktu proses Mereduksi proses dilakukan pada proses-proses yang tidak memberikan nilai tambah. Dapat dilihat pada tabel 2.3 pada proses yang non value added dilakukan eliminasi pada kegiatan yang dianggap tidak memberikan nilai tambah. Dengan mereduksi waktu proses akan lebih mengefisienkan waktu proses (Puspasari, 2010).

6. Error proofing atau pencegahan terjadinya kesalahan proses. Dengan memberikan arahan dan penjelasan agar suatu proses dapat dijalankan dengan baik.

7. Upgrading dengan mengefektifkan penggunaan fasilitas untuk meningkatkan performansi. Pada Contoh kasus Aji (2011) adalah apabila yang awalnya data belum terintegrasi dapat dilakukan upgrading dengan mengintegrasikan data agar data tidak mudahnya bocor dapat dilakukan dengan web portal.

8. Simple language yaitu mengurangi kompleksitas dokumen, sehingga mudah dipahami bagi siapapun yang menggunakannya. Cara yang dapat dilakukan dengan membuat dokumen lebih sederhana baik dari segi penulisan dokumen maupun penataan dokumen.

9. Standarisasi dengan menetapkan suatu cara khusus penanganan proses dan membiasakan pekerja melakukannya berulang-ulang.

10. Suplier partnership atau meningkatkan hubungan dengan supplier karena output suatu proses sangat tergantung pada kualitas input dan proses sebelumnya.

11. Big picture improvement dilakukan jika kesepuluh cara sebelumnya tidak efektif, sehingga perlu ditemukan suatu ide kreatif untuk melakukan perubahan, seperti digambarkan pada gambar 2.3 pada penelitian Jemella (2002). Dengan adanya desain proses kemudian adanya teknologi dan organisasi yang kuat akan dapat dilakukan perubahan sistem bisnis yang lebih baik.

commit to user

Gambar 2.4 Gambar Big picture improvement Sumber : Jemella (2002)

12. Automation atau mechanization dengan menggunakan tools, peralatan dan komputer untuk membantu proses. Ada beberapa proses yang dapat dilakukan, dengan melakukan perbaikan proses yang awalnya dilakukan secara manul dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer maupun tools lain yang dapat membantu suatu proses menjadi lebih baik.

4.) Implementasi Mengimplementasikan suatu sistem untuk mengontrol jalannya suatu perbaikan. Tahap ini diarahkan untuk mengembangkan suatu ukuran-ukuran dan target-target bagi proses, menetapkan suatu sistem feedback dan proses audit. Sebagai contoh, pada tabel 2.4 sebagai berikut merupakan hasil dari pengimplementasian perbaikan proses bisnis dan pengklasifikasian arsip.

Tabel 2.5 Tabel contoh hasil implementasi

Sumber : Puspasari (2010)

BIAYA

1. Sheet Protector

1.104.000

0 0 0 0 2. sekat pembatas

140.000

0 0 0 0 3. Biaya perawatan rutin

1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 4. Label Arsip

27.600 27.600 5. Label indeks

11.500 11.500 6. Buku agenda surat masuk

3.000 3.000 7. Buku verbal surat keluar

3.000 3.000 8. Kartu (lembar) disposisi

30.000 30.000 9. Kartu bukti pinjam arsip

TOTAL BIAYA 2.541.100 1.297.100 1.297.100 1.297.100 1.297.100 MANFAAT

1. Pengurangan biaya simpan 264.600 264.600 264.600 264.600 264.600 2. Peningkatan kinerja staf TU

1.319.792 1.319.792 1.319.792 1.319.792 1.319.792

TOTAL MANFAAT 1.584.392 1.584.392 1.584.392 1.584.392 1.584.392

No. Biaya & Manfaat

7.729.500

commit to user

5.) Perbaikan Berkelanjutan Sasarannya adalah mengimplementasikan suatu kelanjutan dari perbaikan proses. Langkah lanjut dari perbaikan proses tersebut dapat berupa evaluasi perubahan bisnis terhadap kemampuan proses, pelaksanaan benchmarking untuk mendapatkan suatu perbandingan. Dapat dilihat hasil penelitian puspasari (2010) perbaikan proses bisnis memberikan manfaat dan lebih mengefisienkan biaya. Sehingga perlu dilakukan perbaikan berkelanjutan.

Dalam penelitian ini hanya sampai pada tahap 3, sedangkan tahap 4 dan 5 tidak dilakukan.

2.6.4 Flowchart

Pengertian dari flowchart adalah metode grafis yang menggambarkan proses yang sudah ada maupun proses baru, biasanya diusulkan dengan menggunakan simbol-simbol sederhana, garis, dan kata-kata untuk menampilkan kegiatan berupa gambar dan urutan proses. Flowchart merupakan elemen penting dalam metode BPI (Harrington, 1991).

Ada beberapa macam flowchart yang digunakan dalam PIT (Process Improvement Team ) menurut Harrington (1991), bentuk flowchart tersebut meliputi sebagai berikut:

1. Block Diagrams Block Diagram biasanya dikenal sebagai block flow diagram. Bentuk ini adalah bentuk flowchart yang paling sederhana, paling sering digunakan, cepat dan tidak rumit. Menggunakan block diagram akan menyederhanakan proses yang komplek dan dokumen tugas individu.

2. The American National Standards Institute (ANSI) Standard Flowcharts

ANSI standard flowchart memberikan gambaran yang lebih rinci dari blok diagram. ANSI standard flowchart digunakan untuk memperluas kegiatan dalam setiap blok ke tingkat yang diinginkan dengan detail. Pada flowchart ini terdapat simbol keputusan yang digunakan untuk klarifikasi alternative serta proses bisnis pada ANSI standard flowchart diperlukan simbol-simbol standar yang lebih banyak daripada block flow diagram.

commit to user

3. Functional Flowcharts Functional Flowcharts menggambarkan gerakan antara unit-unit kerja yang berbeda dan ditambah dengan adanya waktu siklus total. Functional flowcharts tidak hanya menggunakan simbol blok tetapi juga simbol flowchart standar yang lainnya. Functional flowcharts mengidentifikasi bagaimana tiap departement fungsional berorientasi vertikal mempengaruhi proses yang mengalir horisontal di seluruh organisasi. Jika suatu proses selalu berjalan dalam departemen yang sama dan tidak menyeberang ke departemen lain, maka pekerjaan seorang manajer akan jauh lebih mudah.

4. Geographic Flowcharts Kata lain dari Geographic Flowcharts adalah Physical Layout Flowcharts menganalisis aliran fisik dari kegiatan. Jenis ini membantu untuk meminimalkan waktu yang terbuang, untuk pekerjaan atau sumber daya dipindahkan diantara pekerjaan. Geographic Flowcharts biasanya digunakan sebagai alat yang berguna untuk mengevaluasi layout antar departemen dan aliran dokumen. Serta untuk menganalisis aliran produk, dengan mengidentifikasi aliran yang berlebihan dan penundaan penyimpanan.

2.7 Pengukuran Kerja

Pengukuran kerja merupakan metode penetapan keseimbangan antara kegiatan manusia yang dikontribusikan dengan output yang dihasilkan, dimana pengukuran waktu kerja ini berhubungan dengan usaha-usaha dalam menentukan waktu baku yang dibutuhkan dalam penyelesaian suatu pekerjaan. Waktu baku adalah waktu yang dibutuhkan oleh seorang operator dengan tingkat kemampuan rata-rata untuk menyelesaikan suatu pekerjaan (Wignyosoebroto, 1995). Perhitungan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

Ws

 …………………………………….…………………………... (2.1) Keterangan :

Ws = Waktu siklus Xi = pengamatan ke-i (i = 1, 2, 3…, n) N = Jumlah pengamatan

commit to user

Wn = Wo x PR.................................................................................................. (2.2) Keterangan : Wo = Waktu observasi PR = Penyesuaian (performance rating)

…………………………………………… (2.3) Keterangan: W n = Waktu normal Allowance = Kelonggaran

2.8 Pengujian Kecukupan Data

Uji kecukupan data merupakan pengukuran pendahuluan untuk mengetahui berapa kali pengukuran harus dilakukan. Sebelumnya harus ditentukan dahulu tingkat ketelitian dan tingkat kepercayaan. Derajat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum dari waktu penyelesaian (Wignyosoebroto,1985). Tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan pengukur terhadap ketelitian data waktu yang dikumpulkan dan diamati.

N‟ =

………..……………………………………(2.4) Keterangan :

k = tingkat kepercayaan N = jumlah data pengamatan s = derajat ketelitian

N‟= jumlah data teoritis

Jika N‟>N maka data tidak mencukupi dan perlu dilakukan penambahan.

2.9 Pengujian Keseragaman Data

Suatu data dikatakan seragam apabila terletak pada batas kontrol. Apabila ada data yang terletak di luar batas kontrol, maka data ini harus „dibuang‟

(Walpole dan Myers, 1995). Oleh karena itu harus diperhitungkan batas atas dan batas bawah yang dimiliki oleh suatu kelompok data.

commit to user

……………………………………………………………………. (2.5)

σ=

……………………………………….…………………. (2.6) BKA = x + k σ

BKB = x - k σ Nilai k ditentukan dari derajat ketelitian

2.10 Penetapan Waktu Longgar

Waktu Allowance dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

a. Waktu longgar untuk kebutuhan personal (Personal Allowance)

Yang termasuk kedalam kebutuhan pribadi disini adalah, hal-hal seperti minum sekedarnya untuk menghilangkan rasa haus, kekamar kecil, bercakap- cakap dengan teman sekerja sekedar menghilangkan ketegangan ataupun kejenuhan dalam bekerja. Kebutuhan-kebutuhan ini jelas terlihat sebagai sesuatu yang mutlak; tidak bisa misalnya, seseorang diharuskan terus bekerja dengan rasa dahaga, atau melarang pekerja untuk sama sekali tidak bercakap -cakap sepanjang jam-jam kerja. Larangan demikian tidak saja merugikan pekerja (karena merupakan tuntutan psikologi dan fisiologi yang wajar) tetapi juga merugikan perusahaan karena dengan kondisi demikian pekerja tidak akan dapat bekerja dengan baik bahkan hampeir dapat dipastikan produktivitasnya menurun. Besarnya Allowance yang diberikan untuk kebutuhan pribadi seperti itu berbeda- beda dari satu pekerjan ke pekerjaan lainnya karena setiap pekerjan mempunyai karakteristik sendiri- sendiri dengan “tuntutan” yang berbeda – beda. Penelitian yang khusus perlu dilakukan untuk menentukan besarnya Allowance ini secara tepat seperti dengan sampling kerja atau secara fisiologis. Berdasarkan penelitian ternyata besarnya Allowance ini bagi pekerja pria dari pekerja wanita : misalnya

commit to user

untuk pekerjaan – pekerjaan ringan pada kondisi – kondisi kerja normal pria memerlukan 2% – 2,5% dan wanita 5% (persentase ini adalah dari waktu normal).

b. Waktu longgar untuk melepas lelah (Fatique Allowance) Dibutuhkan karena terjadinya kelalahan fisik yang disebabkan oleh kerja yang membutuhkan banyak pikiran maupun kerja fisik yang berlebihan. Rasa fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik jumlah maupun kwalitas. Karenanya salah satu cara untuk menentukan besarnya Allowance ini adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja dan mencatat pada saat dimana hasil produksi menurun. Tetapi masalahnya adalah kesulitan dalam menentukan pada saat mana menurunnya hasil produksi yang disebabkan oleh timbulnya rasa fatique karena masih banyak kemungkinan lain yang dapat menyebabkannya. Jika rasa fatique telah datang dan pekerja harus bekerja untuk meghasilkan performance normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerja lebih besar dari normal dan ini akan menambah rasa fatique. Apabila hal ini berlangsung terus dan pada akhirnya akan terjadi fatique total yaitu jika anggota badan yang bersangkutan sudah tidak dapat melakukan gerak kerja sama sekali. Hal demikian jarang terjadi karena berdasarkan pengalamannya pekerja dapat mengatur kecepatan kerjanya.

c. Waktu longgar karena hambatan-hambatan tak terhindarkan (delay allowance) Dalam melaksanakan pekerjaanya, pekerja tidak akan lepas dari berbagai “hambatan” ada hambatan yang dapat dihindarkan seperti mengobrol yang

berlebihan dan mengaggur dengan sengaja ada pula hambatan yang tidak dapat dihindarkan karena berada diluar kekuasaan pekerja untuk mengendalikannya. Bagi hamabtan yang pertama jelas tidak ada pilihan selain menghilangkannya sedangkan bagi yang terakhir walaupun harus diusahakan serendah mungkin, hambatan akan tetap ada dan karenayan harus diperhitungkan dalam waktu baku.

Berdasarkan langkah-langkah tersebut terlihat bahwa pengukuran kerja dengan jam henti ini merupakan cara pengukuran yang objektif karena di sini waktu ditetapkan berdasarkan fakta yang terjadi dan tidak cuma sekedar diestimasi secara subyektif. Di sini juga akan berlaku asumsi-asumsi dasar sebagai berikut:

commit to user

a. Metode dan fasilitas untuk menyelesaikan pekerjaan harus sama dan dibakukan terlebih dahulu ssebelum kita mengaplikasikan waktu baku ini untuk pekerjaan serupa.

b. Operator harus memahami benar prosedur dan metode pelaksanaan kerja sebelum dilakukan pengukuran kerja. Operator-operator yang akan dibebani dengan waktu baku ini diasumsikan memiliki tingkat ketrampilan dan kemampuan yang sama dan sesuai untuk pekerjaan tersebut.

c. Kondisi lingkungan fisik pekerjaan juga relatif tidak jauh berbeda dengan kondisi fisik pada saat pengukuran kerja dilakukan.

d. Performance kerja mampu dikendalikan pada tingkat yang sesuai untuk seluruh periode kerja yang ada.

Personal allowance umumnya diaplikasikan sebagai prosentase tertentu dari waktu normal dan bisa berpengaruh pada handling time maupun machine time. Untuk mempermudah perhitungan biasanya fatigue allowance juga akan dinyatakan sama (prosentase dari normal time) dan begitu halnya dengan delay allowance . Apabila ketiga jenis Allowance waktu tersebut diaplikasikan secara bersamaan untuk seluruh elemen kerja, maka hal ini akan menyederhanakan perhitungan yang harus dilakukan. Untuk mempermudah waktu baku untuk penyelesaian suatu proses operasi kerja di sini normal time harus ditambahkan dengan allowance time (yang merupakan prosentase dari normal time).

commit to user

Tabel 2.6 Tabel allowance

Faktor

Contoh Pekerjaan

Allowance (%) A. Tenaga yang dikeluarkan

Pria Wanita 1. Dapat diabaikan

Bekerja di meja, duduk

tanpa beban 0-6 0-6 2. Sangat Ringan

Bekerja di meja, berdiri

0-2,25 kg 6-7,5 6-7,5 3. Ringan

Menyekop, ringan

2,25-9 kg 7,5-12 7,5-16 4. Sedang

Mencangkul

9-18 kg 12-19 16-30 5. Berat

Mengayun palu yang berat

19-27 kg 19-30 6. Sangat berat

Memanggul beban

27-50 kg 30-50 7. Luar biasa berat

Memanggul karung berat

diatas 50 kg B. Sikap kerja

1. Duduk

Bekerja duduk, ringan

0-1

2. Berdiri diatas dua kaki

Badan tegak, ditumpu dua

kaki

1-2,5

3. Berdiri diatas satu kaki

Satu kaki mengerjakan alat control

2,5-4

4. Berbaring

Pada bagian sisi, belakang, atau depan badan

2,5-4

5. Membungkuk

Badan dibungkukkan bertumpu pada dua kaki

4-10

C. Gerakan kerja 1. Normal

Ayunan bebas dari palu

2. Agak terbatas

Ayunan terbatas dari kayu

0-5 3. Sulit

Membawa beban berat dengan satu tangan

0-5

4. Pada anggota badan terbatas

Bekerja dengan tangan diatas kepala

5-10 5. Seluruh anggota badan

terbatas

Bekerja di lorong pertambangan yang sempit

10-15 D. Kelelahan mata

Pencahayaan

Baik Buruk 1. Pandangan yang terputus-

putus

Membawa alat ukur

0-6 0-6

2. Pandangan yang hampir terus-menerus

Pekerjaan-pekerjaan yang teliti

6-7,5 6-7,5

3. Pandangan terus-menerus dengan fokus berubah-ubah

Memeriksa cacat-cacat pada kain

7,5-12 7,5-16

4. Pandangan terus-menerus dengan fokus tetap

Pemeriksaan yang sangat teliti

19-30 16-30

Sumber : Sutalaksana (1995)

commit to user

2.11 Penyesuaian atau Performance Rating

Pembakuan sistem kerja tidak dapat dilepaskan dari dua aspek, yaitu pemberian penyesuaian dan pemberian Allowance. Penyesuaian diberikan berkenaan dengan tingkat kecepatan kerja yang dilakukan pekerja dalam melakukan pekerjaannya. Dalam penelitian ini, penetapan penyesuaian menggunakan sistem Westinghouse.

Tabel 2.7 Tabel performance rating dengan metode Westing House

FAKTOR

KELAS LAMBANG PENYESUAIAN

Ketrampilan

Superskill

A1 0,15 A2 0,13

Excellent

B1 0,11 B2 0,08

Good

C1 0,06 C2 0,03

E1 -0,05 E2 -0,10

Poor

F1 -0,16 F2 -0,22

Usaha

Excessive

A1 0,13 A2 0,12

Excellent

B1 0,10 B2 0,08

Good

C1 0,05 C2 0,02

E1 -0,04 E2 -0,08

Poor

F1 -0,12 F2 -0,17

commit to user

Tabel 2.7 Tabel performance rating dengan metode Westing

House (Lanjutan)

E -0,03

Poor

F -0,07

E -0,02

Poor

F -0,04 Sumber : Sutalaksana (1995)