2011 KAJIAN KETAKTERJEMAHAN PADA SUBTITLE BAHASA INDONESIA DVD FILM THE SIMPSONS MOVIE

TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Linguistik Minat Utama Penerjemahan

Oleh: M. ZAINAL MUTTAQIEN S130907005 PROGRAM STUDI LINGUISTIK - MINAT UTAMA PENERJEMAHAN PROGRAM PASCASARJANA - UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 KAJIAN KETAKTERJEMAHAN PADA SUBTITLE BAHASA INDONESIA DVD FILM THE SIMPSONS MOVIE

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Tesis dengan judul:

KAJIAN KETAKTERJEMAHAN PADA SUBTITLE BAHASA INDONESIA DVD FILM THE SIMPSONS MOVIE

oleh: M. Zainal Muttaqien

NIM: S130907005

telah disetujui dan disahkan oleh dosen pembimbing

Pembimbing I

Pembimbing II

Prof. Dr. Kunardi Hardjoprawiro, M.Pd Drs. Riyadi Santosa, M.Ed, Ph.D NIP: 19600328 198601 1 001

Mengetahui Ketua Program Studi Linguistik S2

Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret

Prof. Drs. MR. Nababan, M.Ed, M.A, Ph.D NIP: 19630328 199201 1 001

PENGESAHAN OLEH TIM PENGUJI TESIS

Tesis yang berjudul: KAJIAN KETAKTERJEMAHAN PADA SUBTITLE BAHASA INDONESIA

DVD FILM THE SIMPSONS MOVIE Oleh:

M. Zainal Muttaqien NIM: S130907005

Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Penguji Tesis: Tanggal ............................

Tanda tangan

Ketua : Prof. Drs. MR. Nababan, M.Ed, M.A, Ph.D ..................................

Sekretaris: Dr. Tri Wiratno, M.A ..................................

Anggota 1: Prof. Dr. Kunardi Hardjoprawiro, M.Pd ..................................

Anggota 2: Drs. Riyadi Santosa, M.Ed, Ph.D ..................................

Mengetahui

Direktur Program Pascasarjana Ketua Program Studi Linguistik S2 Universitas Sebelas Maret

Universitas Sebelas Maret

Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D Prof. Drs. MR. Nababan, M.Ed, M.A, Ph.D NIP: 19570820 198503 1 004

NIP: 19630328 199201 1 001

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : M. Zainal Muttaqien NIM

: S130907005

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul KAJIAN KETAKTERJEMAHAN PADA SUBTITLE BAHASA INDONESIA DVD FILM THE SIMPSONS MOVIE ini adalah benar-benar merupakan karya saya sendiri. Bagian-bagian di dalam tesis ini yang bukan merupakan karya saya, telah diberi tanda/anotasi dan disebutkan sumbernya di halaman Daftar Pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Surakarta, 9 September 2011 Yang membuat pernyataan

M. Zainal Muttaqien

MOTTO

Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan lautan menjadi tinta, ditambahkan kepadanya tujuh lautan lagi setelah keringnya, niscaya tidak akan habis-habisnya dituliskan kalimat-kalimat Allah.

(QS Luqman: 27)

PERSEMBAHAN

Dengan tulus ikhlas kupersembahkan tesis ini untuk: - Bapak dan Ibuku yang telah merawat dan membesarkanku - Saudara-saudaraku yang telah menemaniku dalam suka maupun duka - Istri dan anakku yang telah melengkapi hidupku.

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb.

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt karena dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul Kajian Ketakterjemahan pada Subtitle Bahasa Indonesia DVD Film The Simpsons Movie ini dengan baik dan lancar.

Terselesaikannya penulisan tesis ini tak lepas dari saran, bimbingan, bantuan, dorongan dan dukungan dari berbagai pihak, baik moral maupun material, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tinginya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. H. Syamsul Hadi Sp.K.J (K), mantan Rektor UNS, Bapak Prof. Dr. Ravik Karsidi M.S sebagai Rektor UNS, dan Bapak Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana UNS yang telah berkenan memberi kesempatan kepada penulis untuk mengikuti perkuliahan di Program Pascasarjana Program Studi Linguistik S2 Minat Utama Penerjemahan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Prof. Drs. MR. Nababan M.Ed, M.A, Ph.D selaku Ketua Program Studi Lingustik S2 yang telah banyak memberikan motivasi edukatif dan bantuan administratif kepada penulis, terutama rekomendasi untuk mendapatkan bantuan biaya pendidikan.

3. Bapak Prof. Dr. Kunardi Hardjoprawiro, M.Pd selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Drs. Riyadi Santosa, M.Ed, Ph.D selaku Dosen Pembimbing II yang dengan sabar dan teliti telah memberikan petunjuk, saran, dan masukan pada proses perencanaan, pelaksanaan, maupun penulisan laporan penelitian.

4. Ibu Hj. Lilik Untari, S.Pd, M.Hum, Bapak Drs. Rombe Mustajab, M.Hum, dan Bapak Danial Hidayatullah, S.S, M.Hum, masing-masing selaku narasumber penelitian yang telah berkenan untuk mengisi kuesioner dan meluangkan waktu untuk diwawancara dalam proses pengumpulan data penelitian ini.

5. Bapak dan Ibu dosen Program Pascasarjana UNS yang telah berkenan mendidik dan memberikan tambahan ilmu pengetahuan kepada penulis selama menempuh studi S2.

6. Segenap staf administrasi Program Pascasarjana UNS yang dengan sabar dan telaten telah membantu melayani penulis menyelesaikan berbagai urusan administrasi perkuliahan.

7. Semua teman-teman kuliah terutama dari Program Studi Linguistik S2 angkatan 2007 yang telah banyak membantu dalam memahami materi, mengerjakan tugas-tugas perkuliahan, dan memberikan dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis ini.

8. Bapak dan Ibu dosen serta rekan-rekan mahasiswa angkatan 2007 dan 2008 yang telah menghadiri seminar proposal dan memberikan saran- saran untuk perbaikan rancangan penelitian ini.

9. Istri dan anakku tercinta yang telah memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis untuk segera menyelesaikan penulisan tesis ini.

10. Semua pihak yang telah membantu selesainya penulisan tesis ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan hasil penelitian ini.

Wassalamualaikum wr. wb.

Surakarta, 9 September 2011 Penulis

M. Zainal Muttaqien

DAFTAR ISI

Judul/Subjudul Halaman

Persetujuan Pembimbing ii Pengesahan oleh Tim Penguji Tesis

iii Pernyataan

iv Motto

v Persembahan

vi Kata Pengantar

vii Daftar Isi

x Daftar Bagan

xiii Daftar Tabel

xiv Daftar Lampiran

xvi Daftar Singkatan

xvii Abstrak

xviii Abstract

xix

BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Pembatasan Masalah

1.4 Tujuan Penelitian

1.5 Manfaat Penelitian

BAB II : KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR PENELITIAN

2.1 Penerjemahan

2.1.1 Kesepadanan dan Ketidaksepadanan

2.2 Tata Cara Penerjemahan

2.2.1 Metode Penerjemahan

2.2.2 Prosedur Penerjemahan

2.2.3 Teknik Penerjemahan

2.3 Penerjemahan Dialog Film

2.3.1 Dubbing (Sulih Suara)

2.4 Media Simpan Film

2.4.1 Rol Film dan Videotape

2.4.2 Laserdisc dan VCD

2.5 Film Animasi

2.5.1 Serial The Simpsons

2.5.2 Film The Simpsons Movie

2.6 Kerangka Pikir Penelitian

2.7 Penelitian yang Relevan

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

3.2 Alat Penelitian

3.3 Sumber Data

3.4 Teknik Cuplikan

3.5 Teknik Pengumpulan Data

3.6 Validasi Data

3.7 Analisis Data

3.8 Prosedur Penelitian

BAB IV : TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Temuan Penelitian

4.1.1 Tabulasi Data Ketakterjemahan Leksikal

4.1.2 Tabulasi Data Ketakterjemahan Struktural

4.1.3 Tabulasi Data Ketakterjemahan Budaya

4.2.1 Analisis Data Ketakterjemahan Leksikal

4.2.2 Analisis Data Ketakterjemahan Struktural

4.2.3 Analisis Data Ketakterjemahan Budaya

131 BAB V : PENUTUP

Daftar Pustaka 164

Lampiran 1: Klasifikasi Data Ketakterjemahan

Lampiran 2: Rekapitulasi Data dari Narasumber

DAFTAR BAGAN

Bagan Halaman

1: Proses penerjemahan menurut Nida dan Taber

12

2: Proses penerjemahan menurut Zuchridin dan Sugeng

13

3: Metode penerjemahan menurut Newmark

16

4: Alur penelitian ketakterjemahan

57

5: Pengkodean data penelitian

70

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1: Klasifikasi Data Ketakterjemahan

2: Jenis Ketakterjemahan

3: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan

4: Data Ketakterjemahan Leksikal 1

5: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Leksikal 1

6: Data Ketakterjemahan Leksikal 2

7: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Leksikal 2

8: Data Ketakterjemahan Leksikal 3

9: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Leksikal 3

10: Data Ketakterjemahan Leksikal 4

11: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Leksikal 4

12: Data Ketakterjemahan Leksikal 5

13: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Leksikal 5

14: Data Ketakterjemahan Leksikal 6

15: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Leksikal 6

16: Faktor Penyebab Ketakterjemahan Leksikal

17: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Leksikal

18: Data Ketakterjemahan Struktural 1

19: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Struktural 1

20: Data Ketakterjemahan Struktural 2

21: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Struktural 2

22: Faktor Penyebab Ketakterjemahan Struktural

23: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Struktural

24: Data Ketakterjemahan Budaya 1

87

25: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Budaya 1

88

26: Data Ketakterjemahan Budaya 2

88

27: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Budaya 2

88

28: Data Ketakterjemahan Budaya 3

89

29: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Budaya 3

89

30: Data Ketakterjemahan Budaya 4

90

31: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Budaya 4

91

32: Faktor Penyebab Ketakterjemahan Budaya

91

33: Teknik Penerjemahan Ketakterjemahan Budaya

92

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1: Klasifikasi Data Ketakterjemahan

6 hlm

2: Rekapitulasi Data dari Narasumber

9 hlm

DAFTAR SINGKATAN

BSu : Bahasa Sumber BSa : Bahasa Sasaran L1 ... : (Ketakterjemahan) Leksikal 1 ... S1 ... : (Ketakterjemahan) Struktural 1... B1 ... : (Ketakterjemahan) Budaya 1... No

: Nomor Mcm : Macam Frek : Frekuensi Prsn : Persentase Jml

: Jumlah S

: Setuju N

: Netral TS

: Tidak Setuju

V : Validitas Y

: Ya T

: Tidak

ABSTRAK

M. Zainal Muttaqien. NIM: S130907005. Kajian Ketakterjemahan pada Subtitle Bahasa Indonesia DVD Film The Simpsons Movie. Tesis. Surakarta: Minat Utama Penerjemahan, Program Studi Linguistik, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret, September 2011

Ketakterjemahan merupakan kejadian yang umum dan bisa dikatakan sebagai masalah utama dalam proses penerjemahan dari bahasa satu ke bahasa yang lain. Catford membedakan ketakterjemahan menjadi ketakterjemahan linguistik dan ketakterjemahan budaya Kemudian, ketakterjemahan lingustik masih bisa dibedakan lagi menjadi ketakterjemahan leksikal dan ketakterjemahan struktural. Newmark, Baker, dan Zuchridin/Sugeng juga berpendapat bahwa ada sejumlah istilah/ungkapan tertentu dari satu bahasa yang tidak bisa diterjemahkan secara tepat ke dalam bahasa lain baik karena perbedaan tata bahasa maupun perbedaan budaya.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif-kualitatif dengan studi kasus terpancang yang bertujuan mendeskripsikan kejadian ketakterjemahan dalam penerjemahan dari Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia pada subtitle DVD film The Simpsons Movie berdasarkan teori-teori di atas. Secara lebih rinci, penelitian ini berupaya menemukan jenis-jenis, faktor-faktor penyebab, dan teknik penerjemahan yang diterapkan berkaitan dengan ketakterjemahan pada subjek penelitian tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua jenis ketakterjemahan muncul pada subjek penelitian. Data yang diperoleh (kata, frasa, dan kalimat) kemudian dikelompokkan ke dalam ketakterjemahan leksikal, ketakterjemahan struktural, dan ketakterjemahan budaya sesuai dengan landasan teori. Selain itu ditemukan pula berbagai faktor penyebab pada masing-masing jenis ketakterjemahan. Ketakterjemahan linguistik leksikal dan struktural masing-masing dipengaruhi oleh enam dan dua faktor penyebab, sedangkan ketakterjemahan budaya memiliki empat faktor penyebab. Hasil penelitian juga menunjukkan diterapkannya berbagai teknik penerjemahan oleh penerjemah untuk menerjemahkan istilah/ungkapan yang mengandung ketakterjemahan. Dalam hal ini penerjemah menggunakan setidaknya sebelas teknik

penerjemahan sebagaimana diklasifikasikan oleh Molina dan Albir.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan andil dalam memperkaya kajian ilmu penerjemahan dan bermanfaat bagi semua pihak terutama bagi yang berminat dan yang berkecimpung di bidang penerjemahan.

ABSTRACT

M. Zainal Muttaqien. NIM: S130907005. An Analysis of Untranslatability in the Indonesian Subtitle of The Simpsons Movie Film DVD. Thesis. Surakarta: Postgraduate Program in Linguistics Majoring in Translation, Sebelas Maret University, September 2011

Untranslatability is a common phenomenon in translation. It may be the main problem in the process of translation from one language to the other. Catford distinguishes untranslatability into two types i.e. linguistic and cultural untranslatability. The former is further be subdivided into lexical and structural untranslatability. Newmark, Baker, dan Zuchridin/Sugeng also state that certain terms/utterances may be untranslatable from a language to the other due to the grammatical or cultural differences between the two.

This research applies descriptive-qualitative method with an embedded case-study design aimed at describing the occurrence of untranslatability in the translation from English into Indonesian in the subtitle of The Simpsons Movie DVD film based on the theories above. It specifically attempts to find out the types appearing, the factors influencing, and the translation technique applied dealing with the untranslatability in the research subject.

Research findings show that all the types of untranslatability appear on the research subject. Here, the researcher classifies all the data found (words, phrases, and sentences) into three typess i.e. lexical, structural, and cultural untranslatability in line with the underlying theories. There are also different factors causing the untranslatability within each type. Lexical and structural linguistic untranslatability are caused by six and two factors respectively. Meanwhile, cultural untranslatability has four causal factor. Another finding proves that the translator uses various translation techniques to translate the linguistic units indicating untranslatability. In this case, the translator applies at least eleven kinds of translation techniques as classified by Molina and Albir.

The result of this research is expected to give contribution in enriching the studies on translation and be beneficial to all parties concerning with and

involving in the translation field.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam menjalankan fungsinya sebagai makhluk sosial, setiap manusia terdorong untuk melakukan interaksi dengan sesamanya, baik yang dari dalam kelompok maupun dari luar kelompoknya. Akan tetapi adanya perbedaan bahasa yang merupakan konsekuensi dari adanya pengelompokan di dalam masyarakat telah mengakibatkan timbulnya hambatan antarkelompok masyarakat yang berbeda untuk berinteraksi satu sama lain. Hal ini karena proses interaksi memerlukan komunikasi di mana bahasa menjadi instrumen utamanya, sebagaimana diutarakan oleh Keraf (1984) bahwa bahasa ialah sistem tanda bunyi yang disepakati untuk dipergunakan oleh anggota kelompok masyarakat tertentu dalam bekerja sama, berkomunikasi dan mengidentifikasi diri.

Sesungguhnya hambatan dalam berinteraksi tersebut dapat diatasi apabila masing-masing atau salah satu pihak yang berkomunikasi tersebut menguasai bahasa lawan komunikasinya. Atau dengan kata lain menguasai dua atau lebih bahasa (bilingual/multilingual). Harimurti (2005: 4) menyatakan bahwa keberadaan suatu bahasa sebagai alat komunikasi dilatarbelakangi adanya kesepakatan di antara para pemakainya. Apabila ada orang di luar kelompok pemakai bahasa ini ingin ikut menggunakan maka ia harus mempelajarinya. Namun, cara demikian ini tidak dapat diharapkan sepenuhnya mengingat begitu banyak dan beranekaragamnya bahasa yang ada, atau yang harus dikuasai, sehingga tidak banyak orang yang mampu untuk mencapainya. Bahasa mempunyai variasi-variasi karena bahasa itu dipakai oleh kelompok manusia Sesungguhnya hambatan dalam berinteraksi tersebut dapat diatasi apabila masing-masing atau salah satu pihak yang berkomunikasi tersebut menguasai bahasa lawan komunikasinya. Atau dengan kata lain menguasai dua atau lebih bahasa (bilingual/multilingual). Harimurti (2005: 4) menyatakan bahwa keberadaan suatu bahasa sebagai alat komunikasi dilatarbelakangi adanya kesepakatan di antara para pemakainya. Apabila ada orang di luar kelompok pemakai bahasa ini ingin ikut menggunakan maka ia harus mempelajarinya. Namun, cara demikian ini tidak dapat diharapkan sepenuhnya mengingat begitu banyak dan beranekaragamnya bahasa yang ada, atau yang harus dikuasai, sehingga tidak banyak orang yang mampu untuk mencapainya. Bahasa mempunyai variasi-variasi karena bahasa itu dipakai oleh kelompok manusia

Cara lain yang lebih efektif dalam upaya mengatasi masalah dalam komunikasi antar bahasa adalah dengan penerjemahan (translation), yaitu suatu proses pengubahan ucapan atau tulisan dari bahasa satu (bahasa sumber) ke bahasa lain (bahasa sasaran) (Richards dkk, 1985: 299). Penerjemahan ini bisa diibaratkan sebagai suatu jembatan komunikasi antara dua pihak yang berbeda bahasa. Proses komunikasi melalui perjemahan ini selain melibatkan dua pihak yang berkomunikasi juga melibatkan pihak ketiga, yaitu penerjemah, sebagai mediator. Melalui penerjemahan proses komunikasi tetap bisa berlangsung, di mana penerima pesan dapat menangkap isi pesan meskipun yang bersangkutan tidak menguasai bahasa yang dipakai oleh pengirim pesan. Hal demikian bisa terjadi ini karena peranan penerjemah yang telah mengubah bahasa pesan dari bahasa pengirim pesan ke bahasa penerima pesan.

Keberadaan penerjemahan sebagai suatu cara mengatasi masalah komunikasi antarbahasa ini dimungkinkan karena adanya kesemestaan bahasa (language universals), yaitu kesamaan sifat antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain, sehingga unsur-unsur di antara bahasa-bahasa tersebut dapat saling dipadankan atau digantikan. Chomsky (1965) berpendapat bahwa manusia di dunia ini pada dasarnya mempunyai bahasa yang sama. Setidaknya pada waktu manusia diciptakan pertama kali, bahasanya hanyalah satu. Setelah manusia berpencar dan mendiami tempat yang berlainan di dunia, maka bentuk dan tata bahasa mereka jadi berlainan. Bukti-bukti adanya kesemestaan bahasa ini tampak Keberadaan penerjemahan sebagai suatu cara mengatasi masalah komunikasi antarbahasa ini dimungkinkan karena adanya kesemestaan bahasa (language universals), yaitu kesamaan sifat antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain, sehingga unsur-unsur di antara bahasa-bahasa tersebut dapat saling dipadankan atau digantikan. Chomsky (1965) berpendapat bahwa manusia di dunia ini pada dasarnya mempunyai bahasa yang sama. Setidaknya pada waktu manusia diciptakan pertama kali, bahasanya hanyalah satu. Setelah manusia berpencar dan mendiami tempat yang berlainan di dunia, maka bentuk dan tata bahasa mereka jadi berlainan. Bukti-bukti adanya kesemestaan bahasa ini tampak

Namun di sisi lain tiap-tiap bahasa juga memiliki perbedaan atau keunikan sendiri-sendiri yang diistilahkan dengan keberagaman bahasa (language variation). Secara garis besar ragam bahasa dapat dibedakan menurut pemakai (the uses) dan pemakaiannya (the users) dan dipengaruhi oleh aspek-aspek di luar bahasa, seperti kelas sosial, jenis kelamin, etnisitas, adan umur (Suhardi dan Sembiring, 2005: 48). Keberagaman bahasa ini ditandai dengan adanya unsur- unsur dari bahasa satu yang tidak memiliki padanan pada bahasa lain. Kondisi semacam ini menimbulkan masalah dalam proses penerjemahan, karena inti dari penerjemahan adalah menemukan padanan kata dari bahasa satu ke bahasa yang lain. Jadi dapat dikatakan bahwa kendala dalam berkomunikasi sebagai dampak dari adanya perbedaan bahasa memang tidak dapat secara mutlak diatasi dengan penerjemahan karena ada faktor-faktor tertentu yang menyebabkan suatu unsur bahasa (kata, frasa, atau kalimat) tidak dapat diterjemahkan secara tepat ke dalam bahasa yang lain. Keadaan semacam ini dinamakan ketakterjemahan (untranslatability).

Sejalan dengan perkembangan jaman dan kemajuan teknologi, proses penerjemahan pun ikut berkembang pada berbagai bidang. Penerjemahan tidak lagi hanya dilakukan pada komunikasi yang sifatnya langsung, tetapi sudah diterapkan pada berbagai media, seperti film. Di bidang perfilman penerjemahan sangat bermanfaat dalam membantu proses pemasaran dan pendistribusian karya film ke seluruh penjuru dunia. Apabila dilengkapi dengan terjemahan dialognya, Sejalan dengan perkembangan jaman dan kemajuan teknologi, proses penerjemahan pun ikut berkembang pada berbagai bidang. Penerjemahan tidak lagi hanya dilakukan pada komunikasi yang sifatnya langsung, tetapi sudah diterapkan pada berbagai media, seperti film. Di bidang perfilman penerjemahan sangat bermanfaat dalam membantu proses pemasaran dan pendistribusian karya film ke seluruh penjuru dunia. Apabila dilengkapi dengan terjemahan dialognya,

Permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam penerjemahan secara umum seringkali juga ditemui dalam penerjemahan khusus film ini. Keadaan bisa dimaklumi karena film sendiri merupakan refleksi atau penggambaran dari kehidupan nyata (Monaco, 2000: 262). Oleh karena itu masalah-masalah yang ada dalam kehidupan nyata dengan sendirinya juga akan muncul di dalam adegan film. Masalah ketakterjemahan yang banyak dihadapi oleh penerjemah umum juga dihadapi oleh penerjemah film. Apabila yang pertama berhadapan dengan teks, buku, pidato ataupun percakapan sehari-hari maka yang kedua berhadapan dengan ungkapan-ungkapan yang diucapkan oleh karakter-karakter di dalam film.

Pada intinya masalah ketakterjemahan, baik pada penerjemahan secara umum maupun penerjemahan film, dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu perbedaan tata bahasa antara BSu dengan BSa dan perbedaan budaya antara penutur BSu (karakter di film) dan penutur BSa (penonton film). Perbedaan tata bahasa pada pokoknya terletak pada perbedaan struktur kalimat dan perbendaharaan kata pada tiap-tiap bahasa, sedangkan perbedaan budaya tampak Pada intinya masalah ketakterjemahan, baik pada penerjemahan secara umum maupun penerjemahan film, dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu perbedaan tata bahasa antara BSu dengan BSa dan perbedaan budaya antara penutur BSu (karakter di film) dan penutur BSa (penonton film). Perbedaan tata bahasa pada pokoknya terletak pada perbedaan struktur kalimat dan perbendaharaan kata pada tiap-tiap bahasa, sedangkan perbedaan budaya tampak

Film-film yang diproduksi pada masa sekarang ini pada umumnya telah dilengkapi dengan subtitle, terutama apabila pemasarannya sampai ke luar negeri. Salah satu film yang memanfaatkan teknologi subtitle adalah film The Simpson Movie. The Simpson Movie adalah film animasi yang merupakan versi layar lebar dari serial televisi The Simpsons yang sangat populer pada dekade 90-an. Serial ini menceritakan kehidupan sebuah keluarga kelas menengah Amerika yang terdiri dari suami istri Homer dan Marge beserta ketiga anak mereka, yaitu Bart, Lisa, dan Maggie.

Tema-tema yang diangkat The Simpsons banyak mewakili isu-isu sosial yang sedang hangat sehingga membuat serial ini menjadi sangat popular sekaligus kontroversial. Kepopularan serial ini ditandai banyaknya stasiun televisi yang ikut menayangkan, sementara di sisi lain ada sebagian episode yang dicekal di Negara-negara tertentu karena dikhawatirkan akan memicu kontroversi. Serial ini mengetengahkan hampir semua aspek kehidupan masyarakat Amerika, dari persoalan lingkungan, politik, kehidupan rumah tangga, ras, kesehatan, agama, kapitalisme, manipulasi media, psikologi, kekerasan, agen rahasia, mafia, bahkan masalah homoseksualitas (Danial, 2009). Kompleksitas tema ini menjadikan serial The Simpsons berbeda dengan film kartun lain yang biasanya ditujukan bagi anak- anak. The Simpsons lebih cocok untuk konsumsi orang dewasa.

Aktualitas serial The Simpsons (maupun The Simpsons Movie) dengan kehidupan nyata tidak hanya terletak pada tema ceritanya saja, namun juga tercermin pada bahasa yang digunakan. Dialog-dialog yang berlangsung antarkarakter dalam film tersebut juga merepresentasikan bahasa percakapan yang banyak dipakai masyarakat setempat pada saat itu. Dialog-dialog dalam film ini kadangkala menggunakan ragam bahasa Inggris-Amerika informal sehingga di dalamnya banyak terlontar ungkapan-ungkapan khas Amerika yang tidak baku, bahkan cenderung kasar, seperti misalnya: If you ask me, everybody in this theater is a giant sucker! atau Excuse me. My heinie is dipping. Ungkapan seperti giant sucker dan heinie ini tidak akan kita temukan dalam Bahasa Inggris baku.

Pemakaian ragam bahasa yang tidak baku seperti di atas menimbulkan masalah tersendiri dalam pengisian subtitle film The Simpsons Movie dalam bahasa lain, termasuk Bahasa Indonesia, karena adanya ungkapan-ungkapan yang sulit atau bahkan tidak bisa diterjemahkan sama sekali sebagai akibat tidak ditemukannya kata atau ungkapan yang sepadan pada bahasa sasaran. Untuk menerjemahkan kata heinie misalnya, penerjemah akan mengalami kesulitan karena di kamus umum tidak ada entri untuk kata ini. Begitu pula untuk frasa giant sucker, meskipun terdapat padanan untuk masing-masing kata penyusunnya, apabila keduanya digabung artinya, yaitu pengisap raksasa, justru tidak berterima dalam bahasa sasaran. Demikianlah, dalam subtitle film ini terlihat adanya berbagai bentuk ketakterjemahan. Dalam hal ini, penerjemah biasanya menggunakan teknik penerjemahan tertentu untuk menyelesaikan masalah ketakterjemahan tersebut. Hal ini akan tampak apabila kita membandingkan Pemakaian ragam bahasa yang tidak baku seperti di atas menimbulkan masalah tersendiri dalam pengisian subtitle film The Simpsons Movie dalam bahasa lain, termasuk Bahasa Indonesia, karena adanya ungkapan-ungkapan yang sulit atau bahkan tidak bisa diterjemahkan sama sekali sebagai akibat tidak ditemukannya kata atau ungkapan yang sepadan pada bahasa sasaran. Untuk menerjemahkan kata heinie misalnya, penerjemah akan mengalami kesulitan karena di kamus umum tidak ada entri untuk kata ini. Begitu pula untuk frasa giant sucker, meskipun terdapat padanan untuk masing-masing kata penyusunnya, apabila keduanya digabung artinya, yaitu pengisap raksasa, justru tidak berterima dalam bahasa sasaran. Demikianlah, dalam subtitle film ini terlihat adanya berbagai bentuk ketakterjemahan. Dalam hal ini, penerjemah biasanya menggunakan teknik penerjemahan tertentu untuk menyelesaikan masalah ketakterjemahan tersebut. Hal ini akan tampak apabila kita membandingkan

Alasan lain yang mendasari pemilihan tema di atas adalah masih sedikitnya penelitian yang mengkaji masalah ketakterjemahan. Dari penelitian sebelumnya yang mengkaji masalah serupa pada terjemahan buku The Forgotten Queens of Islam karya Fatima Mernessi, ditemukan adanya fenomena ketakterjemahan linguistik dan budaya sebagaimana diungkapkan Catford. Dalam penelitian ini, peneliti berupaya mendeskripsikan ketakterjemahan dengan subjek yang berbeda, yaitu subtitle film. Selain itu, dalam penelitian ini juga akan ditelusuri hal-hal yang menyebabkan terjadinya ketakterjemahan secara lebih terperinci berikut cara-cara yang ditempuh oleh penerjemah untuk menyelesaikan masalah-masalah ketakterjemahan tersebut. Kedua hal ini belum diungkap pada penelitian tersebut.

Selain itu ada juga penelitian mengenai teknik penerjemahan pada subtitle yang dilakukan oleh Fenty Kusumastuti dengan judul Analisis Kontrastif Subtitling dan Dubbing dalam film kartun Dora The Explorer: Kajian Teknik Penerjemahan dan Kualitas Terjemahan. Meskipun sama-sama mengkaji teknik penerjemahan pada subtitle, berbeda dengan penelitian ini, penelitian tersebut Selain itu ada juga penelitian mengenai teknik penerjemahan pada subtitle yang dilakukan oleh Fenty Kusumastuti dengan judul Analisis Kontrastif Subtitling dan Dubbing dalam film kartun Dora The Explorer: Kajian Teknik Penerjemahan dan Kualitas Terjemahan. Meskipun sama-sama mengkaji teknik penerjemahan pada subtitle, berbeda dengan penelitian ini, penelitian tersebut

1.2 Rumusan Masalah

Pokok-pokok permasalahan yang menjadi pertanyaan dalam penelitian mengenai ketakterjemahan pada subtitle Bahasa Indonesia DVD film The Simpsons Movie ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis-jenis ketakterjemahan apa sajakah yang terdapat pada subtitle Bahasa Indonesia DVD film The Simpsons Movie?

2. Teknik penerjemahan apakah yang diterapkan penerjemah untuk berkaitan dengan adanya ketakterjemahan pada subtitle Bahasa Indonesia DVD film The Simpsons Movie?

3. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya ketakterjemahan pada subtitle Bahasa Indonesia DVD film The Simpsons Movie?

1.3 Pembatasan Masalah

Agar penelitian mengenai ketakterjemahan pada subtitle Bahasa Indonesia DVD film The Simpsons Movie ini terfokus dan terjaga validitasnya maka diperlukan pembatasan terhadap permasalahan yang akan diteliti. Dalam penelitian ini, yang dijadikan objek penelitian adalah masalah ketakterjemahan di dalam penerjemahan. Penerjemahan yang dimaksud di sini adalah penerjemahan dari Bahasa Inggris, sebagai bahasa sumber (BSu), ke dalam Bahasa Indonesia, sebagai bahasa sasarannya (BSa). Kemudian jenis materi terjemahan yang diteliti adalah subtitle, yaitu teks atau tulisan yang ditampilkan di bagian bawah layar sebagai hasil penerjemahan dari ucapan-ucapan karakter yang ada pada gambar.

Dalam hal ini yang menjadi subjek penelitian atau sumber data penelitian ini adalah DVD film The Simpsons Movie keluaran tahun 2007 yang diedarkan di Indonesia oleh Magix Eyes/PT Magix Tama Etika.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian mengenai ketakterjemahan pada subtitle Bahasa Indonesia DVD film The Simpsons Movie ini bertujuan untuk menjawab berbagai permasalahan sebagaimana telah disebutkan dalam rumusan masalah. Tujuan penelitian ini selengkapnya adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi adanya ketakterjemahan pada subtitle Bahasa Indonesia DVD film The Simpsons Movie.

2. Menjelaskan teknik penerjemahan yang diterapkan oleh penerjemah berkaitan dengan adanya ketakterjemahan pada subtitle Bahasa Indonesia DVD film The Simpsons Movie.

menyebabkan terjadinya ketakterjemahan pada subtitle Bahasa Indonesia DVD film The Simpsons Movie.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian mengenai ketakterjemahan pada subtitle Bahasa Indonesia DVD film The Simpsons Movie diharapkan bermanfaat, baik secara teoretis maupun praktis, bagi ilmu pengetahuan, pembaca, maupun masyarakat pada umumnya umum.

Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu penerjemahan, khususnya kajian mengenai ketakterjemahan, dengan kontribusi sebagai berikut:

1. Menambah referensi kajian penerjemahan, khususnya untuk pokok bahasan ketakterjemahan, dengan subjek berupa subtitle film di samping kajian dengan subjek buku-buku terjemahan yang sudah ada. Secara spesifik, referensi yang disumbangkan oleh penelitian ini berupa dengan contoh kasus ketakterjemahan dengan pokok bahasan mengenai jenis, teknik penerjemahan, dan faktor-faktor penyebabnya

2. Memberikan paparan yang lebih luas, terperinci, dan mendalam mengenai hal-hal yang menyebabkan terjadinya ketakterjemahan dalam penerjemahan untuk melengkapi beberapa yang sudah ada pada teori- teori terdahulu mengenai ketakterjemahan.

3. Memberikan gambaran mengenai hubungan antara ketakterjemahan, sebagai masalah, dengan teknik penerjemahan sebagai cara untuk menyelesaikannya (solusi) dalam proses penerjemahan. Kemudian, secara praktis, hasil penelitian ini juga diharapkan

bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkaitan dan berkepentingan dengan bidang penerjemahan, sebagai berikut:

1. Memberikan panduan kepada praktisi penerjemah untuk lebih berhati- hati dan teliti dalam menerjemahkan sehingga masalah-masalah ketakterjemahan dapat dihindari atau diselesaikan dengan baik.

2. Memberikan bahan acuan atau perbandingan pada peneliti lain yang akan melakukan penelitian dengan topik yang sama sehingga bisa mendapatkan hasil penelitian yang lebih komprehensif.

3. Menjadi pelengkap atau penambah materi pembelajaran, khususnya pada pokok bahasan mengenai penerjemahan, yang dapat dimanfaatkan baik oleh pendidik maupun peserta didik dalam proses belajar- mengajar.

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR PENELITIAN

2.1 Penerjemahan

Istilah penerjemahan atau translation bukan lagi merupakan sesuatu yang asing. Telah banyak definisi dikemukakan untuk menjelaskan arti kata

angat kompleks. Secara

ringkas, Catford (1980: 20) mengartikan penerjemahan sebagai penggantian materi teks dari suatu bahasa dengan materi teks yang sepadan dari bahasa lain. Senada dengan Catford, Newmark (1995: 5) mendefinisikan penerjemahan sebagai suatu kegiatan mengubah makna suatu teks ke dalam bahasa lain sesuai dengan maksud pengarang. Dari kedua definisi ini dapat kita simpulkan bahwa penerjemahan itu adalah suatu aktivitas mengubah bahasa teks dari bahasa satu ke bahasa yang lain.

Namun apabila kita kaji dari sudut pandang yang lebih luas, sesungguhnya penerjemahan tidak sesederhana itu. Menurut Nida dan Taber (1974: 33) penerjemahan itu terdiri dari tiga tahap yaitu analisis, transfer, dan restrukturisasi, sebagaimana tampak pada diagram berikut ini:

Bagan 1: Proses penerjemahan menurut Nida dan Taber

A ( SUMBER )

B ( PENERIMA )

( ANALISIS )

( RESTRUKTURISASI )

( TRANSFER )

Oleh Zuchridin dan Sugeng (2003: 19), pendapat Nida dan Taber tersebut disempurnakan dengan ditambah satu tahapan lagi, yaitu evaluasi dan revisi, sehingga proses penerjemahan tersebut menjadi seperti di bawah ini:

Bagan 2: Proses penerjemahan menurut Zuchridin dan Sugeng

Dari beberapa definisi di atas terdapat kesan bahwa penerjemahan adalah aktivitas yang berkaitan dengan tulisan atau teks saja. Akan tetapi sesungguhnya media yang digunakan untuk mengalihkan pesan di dalam penerjemahan selain berupa tulisan bisa juga berbentuk ucapan atau lisan sebagaimana dinyatakan oleh Brislin (1976:1), yaitu penerjemahan adalah suatu pemindahan pikiran dan gagasan dari satu bahasa (sumber), ke bahasa lain (sasaran), baik dalam bentuk

atau translation dipakai untuk menunjuk penerjemahan secara umum dan penerjemahan tulis, sedangkan penerjemahan lisan diistilahkan dengan interpreting

. Oleh Shuttleworth

dan Cowie (1997: 83) istilah interpreting dipakai untuk menyebut penerjemahan yang dilakukan secara lisan dari sumber yang berbentuk ucapan ataupun tulisan.

TEKS ASLI DALAM

BS U

KONSEP , MAKNA , PESAN DARI TEKS BS U

PROSES EKSTERNAL PROSES INTERNAL

TRANSFER

PADANAN

RESTRUKTURISASI / PENULISAN KEMBALI

ANALISIS / PEMAHAMAN

EVALUASI DAN REVISI

TEKS TERJEM AHAN DALAM BS A

KONSEP , MAKNA , PESAN DALAM BS A

Sementara Nababan (1999: 140) membedakan penerjemahan (tulis) dan pengalihbahasaan dari sifat hasilnya, yaitu terjemahan untuk dibaca sedangkan alihbahasaan untuk didengarkan. Jadi yang digunakan sebagai acuan untuk membedakan suatu kegiatan penerjemahan itu tulis dan lisan adalah cara atau hasil penerjemahannya atau dengan kata lain menurut caranya secara garis besar penerjemahan dapat dibedakan menjadi dua yaitu penerjemahan tulis (translation) dan pengalihbahasaan (interpreting).

Selain menurut caranya, penerjemahan juga dapat dibedakan menurut bahasa yang digunakan. Pada umumnya, proses penerjemahan melibatkan dua bahasa yang berbeda. Akan tetapi hal ini sebetulnya tidak mutlak, sebagaimana pendapat Jakobson dalam Munday (2001: 5) tentang adanya tiga jenis penerjemahan, yaitu:

1. Penerjemahan intrabahasa (rewording), yaitu penggantian antartanda verbal dalam satu bahasa.

2. Penerjemahan antarbahasa (translation proper), yaitu penggantian antartanda verbal dari dua bahasa yang berbeda.

3. Penerjemahan intersemiotik (transmutation), yaitu penerjemahan antara tanda verbal dengan tanda non-verbal.

Di sini Jakobson memandang penerjemahan dari sudut pandang yang lebih luas dengan melibatkan unsur-unsur non-verbal dan seperti tampak pada poin dua di tas, penerjemahan yang kita pahami selama ini hanyalah merupakan salah satu dari tiga jenis penerjemahan.

Meskipun penerjemahan itu berada dalam ruang lingkup bahasa, dalam prosesnya unsur-unsur di luar bahasa seringkali juga berpengaruh. Bassnett-

McGuire (1991: 13) menyatakan bahwa selain pengalihan makna secara linguistik dengan menggunakan alat berupa kamus dan aturan-aturan tata bahasa, proses penerjemahan juga melibatkan unsur-unsur lain di luar bahasa. Lebih lanjut dinyatakan bahwa selain kesamaan isi (content) pesan, dalam penerjemahan juga harus dipertimbangkan kesesuaian gaya (style) atau bentuk (form) bahasa. Berkaitan dengan hal ini, Shi (2005) berpendapat bahwa di dalam bidang penulisan, istilah style dibedakan dengan content, di mana style lebih menekankan pada bentuk atau format. Dengan kata lain style content menerjemahkan juga dikemukakan oleh Nida (dalam Shi, 2005) yang menyatakan bahwa penerjemahan adalah pengungkapan kembali pesan dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan padanan yang sedekat dan sealamiah mungkin, pertama dalam hal makna dan kedua dalam kaitannya dengan gaya.

2.1.1 Kesepadanan dan Ketidaksepadanan

Apabila kita pahami berbagai definisi penerjemahan di atas, maka tampak bahwa kesepadanan (equivalence) antara materi sumber dengan materi sasaran merupakan salah satu unsur penting dalam penerjemahan, sebagaimana dinyatakan oleh Barnstone dalam Nababan (1999: 2003) bahwa masalah padanan merupakan bagian inti dari teori penerjemahan dan praktek menerjemahkan sebagai realisasi dari proses penerjemahan selalu melibatkan pencarian padanan. Dapat dikatakan bahwa tercapainya kesepadanan merupakan tujuan penerjemahan dan menjadi ukuran keberhasilan suatu proses penerjemahan. Kenny (dalam Munday, 2001: 49) bahkan menyatakan bahwa kesepadanan adalah definisi dari penerjemahan, begitu pula sebaliknya penerjemahan juga merupakan definisi dari Apabila kita pahami berbagai definisi penerjemahan di atas, maka tampak bahwa kesepadanan (equivalence) antara materi sumber dengan materi sasaran merupakan salah satu unsur penting dalam penerjemahan, sebagaimana dinyatakan oleh Barnstone dalam Nababan (1999: 2003) bahwa masalah padanan merupakan bagian inti dari teori penerjemahan dan praktek menerjemahkan sebagai realisasi dari proses penerjemahan selalu melibatkan pencarian padanan. Dapat dikatakan bahwa tercapainya kesepadanan merupakan tujuan penerjemahan dan menjadi ukuran keberhasilan suatu proses penerjemahan. Kenny (dalam Munday, 2001: 49) bahkan menyatakan bahwa kesepadanan adalah definisi dari penerjemahan, begitu pula sebaliknya penerjemahan juga merupakan definisi dari

Perbedaan tingkat kesepadanan hasil terjemahan ini sangat bergantung pada metode penerjemahan yang diterapkan. Menurut Newmark (1995: 45), metode penerjemahan dapat dibagi ke dalam dua kutub, yaitu yang berpihak kepada BSu dan yang berpihak pada BSa, sebagaimana tampak pada diagram di bawah ini:

B ERPIHAK PADA B SU B ERPIHAK PADA BS A PENERJEMAHAN KATA - PER - KATA ADAPTASI PENERJEMAHAN HARFIAH PENERJEMAHAN BEBAS PENERJEMAHAN SETIA PENERJEMAHAN IDIOMATIS PENERJEMAHAN SEMANTIS PENERJEMAHAN KOMUNIKATIF

Bagan 3: Metode penerjemahan menurut Newmark

Pada satu sisi, dengan mengacu pada kesemestaan bahasa, kesepadanan dalam penerjemahan adalah suatu keniscayaan. Akan tetapi, sisi lain adanya keberagaman bahasa menimbulkan anggapan bahwa kesepadanan yang mutlak antarbahasa itu tidak ada sama sekali. Dari sini muncul berbagai pendapat mengenai kesepadanan yang berujung pada mengemukanya berbagai teori mengenai kesepadanan.

Dalam konteks penerjemahan bibel, Nida (dalam Hatim, 2001: 19), membagi kesepadanan menjadi dua, yaitu kesepadanan formal (formal equivalence) dan kesepadanan dinamis (dynamic equivalence). Kesepadanan Dalam konteks penerjemahan bibel, Nida (dalam Hatim, 2001: 19), membagi kesepadanan menjadi dua, yaitu kesepadanan formal (formal equivalence) dan kesepadanan dinamis (dynamic equivalence). Kesepadanan

Lebih lanjut Nida menyatakan bahwa prosedur dalam kesepadanan dinamis mencakup:

1. Menggantikan unsur-unsur teks asli yang sulit dipahami dengan unsur- unsur yang lebih mudah diterima dalam budaya pembaca teks sasaran

2. Memberikan keterangan tambahan untuk memperjelas bagian teks sumber yang sifatnya implisit.

mempermudah pemahaman. Salah satu contoh penerapan kesepadanan dinamis ini misalnya pada penggantian istilah Lamb of God dengan Seal of God pada penerjemahan dari Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Eskimo.

Sementara itu dari sudut pandang yang agak berbeda, Popovich membagi kesepadanan menjadi empat kelompok, yaitu:

1. Kesepadanan linguistik, yaitu homogenitas (kesamaan) pada tataran kebahasaan pada kedua teks (BSu dan BSa), misalnya terjemahan kata per kata.

2. Kesepadanan paradigmatik, yaitu kesepadanan dalam unsur-unsur ungkapan paradigmatik, misalnya kesepadanan unsur-unsur garamatikal, yang dianggap lebih tinggi tingkatannya daripada kesepadanan leksikal.

3. Kesepadanan stilistik, yaitu kesepadanan fungsional antara unsur-unsur bahasa sumber dengan bahasa sasaran.

4. Kesepadanan tekstual, yaitu kesepadanan dalam penyusunan suatu teks secara sintagmatik (Bassnet-McGuire, 1991: 25). Pendapat yang kurang lebih sama dikemukakan oleh Koller melalui

istilah kerangka kesepadanan (framework of equivalence). Koller dalam Hatim (2001: 28) berpendapat bahwa kesepadanan dalam penerjemahan dapat dicapai apabila kata bahasa sumber dan kata bahasa sasaran memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. memiliki kesamaan ciri dalam penulisan ataupun pengucapan (formal equivalence)

2. menunjuk pada benda yang sama di dunia nyata (referential/denotative equivalence)

3. menimbulkan asosiasi yang sama pada benak penutur kedua bahasa (connotative equivalence)

4. digunakan dalam konteks yang sama pada masing-masing bahasa (text- normative equivalence)

5. memiliki pengaruh yang sama pada masing pembacanya (pragmatic/dynamic equivalence). Sementara itu, dalam bukunya In Other Words, Baker (1995)

membedakan kesepadanan secara struktural menjadi kesepadanan pada tingkat kata (equivalence at the world level) dan kesepadanan di atas tingkat kata (equivalence above the world level). Selain itu, Baker juga mengemukakan adanya kesepadanan gramatikal, tekstual, dan pragmatik dalam penerjemahan.

Ketidaksepadanan yang terkait dengan perbedaan tata bahasa BSu dan BSa banyak terjadi pada aspek jumlah (tunggal/jamak), gender (laki-laki/perempuan), kata ganti (pronomina), dan kala (tense). Sementara kesepadanan tekstual berkaitan dengan kohesi, yaitu rangkaian hubungan leksikal, gramatikal, dan lain- lain yang menyatukan bagian-bagian teks, sedangkan kesepadanan pragmatik merujuk pada koherensi, yaitu rangkaian hubungan konseptual yang melatarbelakangi apa yang tampak pada teks.

Oleh Zuchridin dan Sugeng (2003: 108), ketidaksepadanan disebut dengan istilah

suatu keadaan di mana

padanan dalam bentuk satu kata atau ungkapan (one-to-one equivalent) tidak bisa ditemukan dalam bahasa sasaran. Lebih lanjut mereka menyatakan bahwa kasus tanpadan ini sering hadir dalam penerjemahan kata majemuk, lakuran, penggalan, dan akronim.

Dalam penerjemahan kata majemuk misalnya, ketiadaan padanan sering terjadi pada kata majemuk buram, yaitu kata majemuk yang maknanya tidak bisa ditelusuri dari kata-kata penyusunnya. Misalnya kata hotdog yang tidak mungkin

grasshopper

blending)

misalnya terjadi pada kata-kata motel (motorway hotel), brunch (breakfast lunch) dan smog (smoke fog). Kemudian kata-kata penggalan (clipping) seperti pub (public bar), dorm (dormitory) serta akronim yang sudah umum semacam CIA, VIP dan AIDS cenderung tidak memiliki padanan tertentu dalam bahasa Indonesia.

Sementara itu berkenaan dengan penerjemahan yang terkait dengan kebudayaan, Newmark (1995: 95) menemukan banyaknya ketidaksepadanan istilah pada bidang-bidang berikut:

1. Ekologi, misalnya flora dan fauna

2. Budaya materi (artefak), meliputi makanan, pakaian, tempat tinggal, alat transportasi

3. Budaya sosial, seperti pekerjaan dan pariwisata

4. Organisasi, kebiasaan, aktifitas, prosedur, konsep, termasuk politik, administrasi, dan seni

5. Gestur dan adat istiadat. Banyak istilah pada bidang-bidang tersebut di atas yang memiliki ciri khas budaya lokal sehingga sulit ditemukan padanan istilahnya dalam bahasa lain. Nama pakaian, sari (India) dan kimono (Jepang) contohnya, tidak ada istilah untuk menyebutnya dalam bahasa lain.

2.1.2 Ketakterjemahan

(untranslatability). Menurut Nababan (1999: 93), pencarian padanan dalam proses penerjemahan akan menggiring penerjemah ke dalam konsep keterjemahan (translatability) dan ketakterjemahan (untranslatability). Hubungan antara ketakterjemahan dengan keterjemahan sendiri bersifat antonimi atau berlawanan. Apabila keterjemahan didefinisikan sebagai sejauh mana suatu kata, frasa, atau teks secara keseluruhan dapat dialihkan dari satu bahasa ke bahasa lain, seperti pendapat Shuttleworth dan Cowie (1997: 179), maka secara analogi (untranslatability). Menurut Nababan (1999: 93), pencarian padanan dalam proses penerjemahan akan menggiring penerjemah ke dalam konsep keterjemahan (translatability) dan ketakterjemahan (untranslatability). Hubungan antara ketakterjemahan dengan keterjemahan sendiri bersifat antonimi atau berlawanan. Apabila keterjemahan didefinisikan sebagai sejauh mana suatu kata, frasa, atau teks secara keseluruhan dapat dialihkan dari satu bahasa ke bahasa lain, seperti pendapat Shuttleworth dan Cowie (1997: 179), maka secara analogi

Dalam bukunya A Linguistic Theory of Translation, Catford (1980: 94-

99) membagi ketakterjemahan ini secara lebih spesifik menjadi dua yaitu, ketakterjemahan linguistik (linguistic untranslatability) dan ketakterjemahan budaya (cultural untranslatability).

Ketakterjemahan linguistik terjadi karena adanya perbedaan antara bahasa sumber dan bahasa sasaran. Hal ini terjadi misalnya pada kasus ketaksaan (ambiguitas), polisemi, dan oligosemi. Ketakterjemahan yang berkaitan dengan ketaksaan bisa terjadi secara struktural dan leksikal. Dalam tataran struktur, misalnya terjadi pada penambahan akhiran -s dalam tata bahasa Inggris untuk bentuk jamak (plural) dan kata kerja (verb) simple present dengan subjek orang ketiga tunggal, seperti pada kata cats (kucing-kucing) dan eats (makan). Secara umum, kesamaan pembentukan kata ini tidak menimbulkan masalah. Tetapi pada situasi tertentu, hal ini bisa menimbulkan ketakterjemahan, misalnya pada kalimat Time flies. Tanpa melihat konteksnya, kita tidak akan tahu makna kalimat