BAB II PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tanggung Jawab Perdata Induk Perusahaan di Dalam Suatu Perusahaan Grup

BAB II PEMBAHASAN

Dalam pembahasan mengenai isu hukum yang dipilih yaitu tanggung jawab perdata induk perusahaan (holding company) di dalam suatu perusahaan grup, pertama-tama perlu dipaparkan terlebih dahulu kajian mengenai perusahaan dan sistem pertanggungjawaban. Kajian-kajian tersebut digunakan sebagai tolak ukur untuk mengetahui bagaimana pertanggungjawaban di dalam sebuah perusahaan grup, khususnya tanggung jawab induk perusahaan terhadap anak perusahaan. Seperti yang diketahui bahwa di Indonesia belum terdapat peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur mengenai tanggung jawab di dalam perusahaan grup, sehingga di Indonesia masih digunakan pendekatan perseroan tunggal dan menggunakan pengaturan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Di dalam UU PT terdapat pengaturan bahwa pemegang saham diberikan perlindungan berupa tanggung jawab terbatas (limited liability ) apabila perusahaan mengalami kerugian ataupun tidak mampu memenuhi kewajibannya terhadap pihak ketiga. Perlindungan tersebut juga diterapkan untuk induk perusahaan di dalam suatu perusahaan grup sebagai pemegang saham dari anak perusahaan.

Meskipun di dalam UU PT terdapat pengecualian terhadap asas limited liability yaitu diberlakukannya doktrin piercing the corporate veil, namun limited liability tetap dirasa kurang tepat apabila diterapkan di dalam perusahaan grup. Bila dilihat dari kewenangannya induk perusahaan berbeda dengan pemegang saham pada perusahaan tunggal. Sehingga diperlukan prinsip pertanggungjawaban Meskipun di dalam UU PT terdapat pengecualian terhadap asas limited liability yaitu diberlakukannya doktrin piercing the corporate veil, namun limited liability tetap dirasa kurang tepat apabila diterapkan di dalam perusahaan grup. Bila dilihat dari kewenangannya induk perusahaan berbeda dengan pemegang saham pada perusahaan tunggal. Sehingga diperlukan prinsip pertanggungjawaban

Sistematika penulisan dalam bab pembahasan ini dibagi ke dalam dua bagian besar. Pertama, membahas mengenai kajian pustaka. Dalam bagian pertama ini akan dibahas kajian mengenai perusahaan dan perusahaan grup pada sub bab pertama, selanjutnya terdapat sub bab mengenai sistem pertanggungjawaban, yang di dalamnya memuat pengertian tanggung jawab, pengertian tanggung jawab hukum, perkembangan sistem pertanggungjawaban, sistem pertanggungjawaban dalam PT, perluasan tanggung jawab pemegang saham, dan pertanggungjawaban di dalam perusahaan grup, dan sub bab yang ketiga membahas sistem pertanggungjawaban perusahaan grup di Belanda dan Jerman. Pada bagian Kedua, penulis akan menguraikan hasil penelitian dan pembahasan. Di dalamnya memuat tiga sub bab yang masing-masing merupakan jawaban dari research question yang didapat dari analisis terhadap kajian pustaka yang telah diuraikan pada bagian pertama.

A. Kajian Pustaka

1. Perusahaan dan Perusahaan Grup

a. Perusahaan

Pengertian perusahaan dapat dijumpai dalam Pasal 1 Undang- Undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan yang menyatakan, Perusahaan adalah setiap bentuk badan usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus-menerus didirikan, bekerja, serta berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia dengan tujuan memperoleh keuntungan/laba.

Pada prinsipnya perusahaan sebagai wahana/pilar pembangunan perekonomian yang diatur dalam KUHPerdata, KUHDagang, dan peraturan perundangan lainnya terdiri dari tiga jenis, yaitu sebagai

berikut 1 :

1) Perusahaan perseorangan, atau disebut dengan perusahaan individu, adalah badan usaha yang kepemilikannya dimiliki oleh satu orang. Individu dapat membuat badan usaha perseorangan tanpa izin dan tata cara tertentu. Pada umumnya perusahaan perseorangan bermodal kecil, jenis serta jumlah produksi terbatas, memiliki pekerja/buruh yang sedikit, dan penggunaan alat produksi dengan teknologi sederhana. Perusahaan perseorangan dapat berbentuk perusahaan dagang/jasa (toko swalayan atau biro konsultan) dan perusahaan industri (toko kelontong, tukang bakso keliling, pedagang asongan,dll)

2) Perusahaan persekutuan badan hukum yang dapat berbentuk Perseroan Terbatas (PT), Koperasi, dan BUMN. Perseroan terbatas adalah organisasi bisnis yang memiliki badan hukum resmi yang dimiliki oleh minimal dua orang, dengan tanggung jawab yang hanya berlaku pada perusahaan tanpa melibatkan harta pribadi atau perseorangan yang ada di dalamnya. Di dalam perseroan terbatas,

1 H. Zaeni Ashadie dan Budi Sutrisno, Hukum Perusahaan & Kepailitan, Erlangga, Jakarta, 2012, h. 37.

pemilik modal tidak harus memimpin perusahaan karena dapat menunjuk orang lain di luar pemilik modal untuk menjadi pimpinan. Untuk mendirikan perseroan terbatas dibutuhkan sejumlah modal minimal dalam jumlah tertentu dan berbagai persyaratan lainnya.

3) Perusahaan persekutuan bukan badan hukum atau disebut juga perusahaan persekutuan, yang artinya badan usaha yang dimiliki oleh dua orang atau lebih yang secara bersama-sama bekerja sama untuk mencapai tujuan bisnis. Badan usaha yang termasuk dalam badan usaha persekutuan adalah persekutuan perdata, persekutuan firma, dan perseroan komanditer (CV). Untuk mendirikan badan usaha persekutuan dibutuhkan izin khusus pada instansi pemerintah yang terkait.

Dalam penelitian ini, penulis akan lebih khusus membahas mengenai perusahaan persekutuan badan hukum yang berbentuk Peseroan Terbatas (PT). Perseroan terbatas adalah suatu bentuk usaha yang berbadan hukum, yang pada awalnya dikenal dengan nama naamloze vennotschap (NV). Kata “perseroan” menunjuk kepada modalnya yang terdiri atas sero (saham). Sedangkan kata “terbatas” menunjuk kepada tanggung jawab pemegang saham yang tidak

melebihi nilai nominal saham yang diambil bagian dan dimilikinya. 2 Semula eksistensi Perseroan Terbatas diatur dalam Pasal 36-56

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Dalam perkembangannya, oleh karena aturan-aturan yang terdapat dalam KUHD tersebut dianggap sudah tidak dapat menampung dinamika dan perkembangan dunia bisnis, maka pemerintah memberlakukan Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.

2 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Perseroan Terbatas, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, h. 1.

Beberapa prinsip hukum baru diberlakukan melalui Undang-Undang No. 1 Tahun 1995, antara lain: 3

a) pemberlakuan doktrin-doktrin baru yang apabila dilacak perkembangan dan pengembangannya berakar dari tradisi common law , misalnya doktrin piercing the corporate veil, doktrin derivative action , doktrin business judgement (rule), doktrin ultra vires , doktrin corporate oppotunity,

b) pengaturan terhadap perlindungan pemegang saham minoritas, utamanya ketika mereka harus berhadapan dengan demokrasi kapitalisme yang mendasarkan pada kekuatan modal,

c) pengaturan terhadap kombinasi perusahaan, yang dapat mengambil bentuk penggabungan (merger), pengambilalihan (akuisisi) atau peleburan (konsolidasi).

Setelah diberlakukan kurang lebih selama dua belas tahun, Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 dirasakan harus dilakukan berbagai perbaikan, khususnya untuk mengakomodir perkembangan yang terjadi di masyarakat. Dalam perkembangannya ketentuan- ketentuan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 dipandang tidak lagi memenuhi perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat karena keadaan ekonomi serta kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi yang sudah berkembang pesat, khususnya pada era globalisasi. Disamping itu, meningkatnya tuntutan masyarakat akan layanan yang cepat, kepastian hukum, serta tuntutan akan pengembangan dunia usaha sesuai dengan prinsip pengelolaan

perusahaan yang baik (good corporate governance) 4 . Melalui Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas, telah dilakukan pengakomodasian terhadap berbagai ketentuan mengenai Perseroan Terbatas, baik berupa penambahan

3 Tri Budiyono, Hukum Perusahaan Telaah Yuridis terhadap Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas , Griya Media, Salatiga, 2011, h. 7.

4 Ibid.

ketentuan baru, perbaikan, penyempurnaan, maupun mempertahankan ketentuan lama yang dianggap relevan. 5

Berikut beberapa asas, prinsip atau doktrin yang telah dipergunakan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 masih tetap dipergunakan dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tetapi pengaturannya mendapat penegasan. Penegasan tersebut antara lain terjadi dalam hal- hal sebagai berikut : (a) Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal. (b) dianutnya teori perjanjian dalam pendirian PT dan setelah PT memperoleh status sebagai badan hukum, (c) kuasa untuk mengurus pendirian Perseroan Terbatas yang hanya dapat diberikan kepada notaris, (d) tanggung jawab Direksi dan Dewan Komisaris dan juga diatur mengenai Dewan Komisaris Independent dan Dewan Komisaris utusan, (e) penegasan terhadap pengaturan pembelian kembali saham (buy back), (f) penegasan terhadap penggunaan laba perseroan, (g) mempertegas ketentuan mengenai

pembubaran, likuidasi dan berakhirnya status badan hukum perseroan. 6

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 menyatakan bahwa, Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan

hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

Dari batasan pengertian tersebut, maka unsur penting dari suatu Perseroan Terbatas dapat diuraikan sebagai berikut:

a) Badan hukum yang merupakan persekutuan modal Menurut Chaidir Ali, badan hukum pada pokoknya adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti seorang manusia, serta memiliki

kekayaan sendiri, dapat menggugat dan digugat di depan hakim. 7

5 Ibid., h. 7. 6 Ibid., h. 9. 7 Zaeni Ashadie dan Budi Sutrisno, Hukum Perusahaan & Kepailitan, Erlangga, Jakarta,

2012, h. 79.

PT merupakan suatu badan hukum namun bersifat artificial. Untuk dapat mengaktualisasikan tindakan badan hukum memerlukan suatu organ untuk mewujudkan fungsi tersebut. Organ yang mewujudkan tindakan subjek hukum tersebut dikatakan memiliki

fungsi representasi 8 .

b) Didirikan berdasarkan perjanjian Setiap perseroan didirikan berdasarkan perjanjian (kontrak). Artinya harus dilakukan oleh minimal dua orang atau lebih sebagai pemegang saham, yang sepakat bersama-sama mendirikan suatu perseroan terbatas yang dibuktikan secara tertulis dalam bahasa Indonesia, tersusun dalam bentuk anggaran dasar, kemudian dimuat dalam akta pendirian yang dibuat di depan notaris. Ketentuan perseroan yang harus didirikan berdasarkan perjanjian dan mengikuti ketentuan yang berlaku dalam KUHPerdata, khususnya yang bersangkutan dengan syarat sahnya suatu perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Syarat sahnya perjanjian ini harus terus berlaku selama perseroan masih

berdiri 9 . Hal tersebut dikarenakan teori yang dianut dalam pembentukan PT adalah teori perjanjian. Teori perjanjian dianut

secara konsisten baik pada saat pendirian Perseroan Terbatas maupun setelah Perseroan Terbatas di sahkan dan beroperasi. 10

c) Melakukan kegiatan usaha

8 Tri Budiyono, Op.Cit., h. 33. 9 Zaeni Ashadie dan Budi Sutrisno, Op.Cit., h. 73.

10 Tri Budiyono, Loc.Cit.

Perseroan terbatas melakukan kegiatan usaha, untuk dapat dikatakan melakukan kegiatan usaha, suatu aktivitas harus memiliki ciri-ciri dilakukan secara terus menerus, bertindak keluar (berhubungan dengan pihak ketiga), bersifat terang-terangan,

mengadakan pembukuan dan melakukan perhitungan rugi-laba. 11 Setiap perseroan melakukan kegiatan usaha, yaitu kegiatan dalam

bidang bisnis yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan dan/atau laba. Supaya kegiatan usaha itu sah, harus memperoleh izin dari pihak yang berwenang. Melakukan kegiatan usaha artinya

menjalankan perusahaan, yang sudah tentu memerlukan modal 12 . Perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan perjanjian

tentunya harus mempunyai objek tertentu, yaitu modal dari perseroan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan perseroan, yaitu untuk melakukan kegiatan usaha guna memperoleh keuntungan atau laba. Perseroan terbatas tidak bisa didirikan dan dijalankan tanpa adanya tujuan yang jelas, yaitu untuk menjalankan

kegiatan usaha 13 .

d) Seluruh modalnya terbagi dalam bentuk saham Setiap perseroan terbatas harus mempunyai modal. Modal dasar disebut juga modal statuter, yang dalam bahasa inggris disebut authorized capital. Modal dasar merupakan harta kekayaan

11 Ibid., h. 34. 12 Zaeni Ashadie dan Budi Sutrisno, Op.Cit., h. 74. 13 Ibid.

perseroan terbatas (badan hukum) yang terpisah dari harta kekayaan pribadi pendiri, organ perseroan, atau pemegang

saham. 14 Modal dasar suatu Perseroan Terbatas habis terbagi dalam bentuk saham. Bagi suatu Perseroan Terbatas, modal dasar adalah

modal yang bersarnya ditentukan oleh anggaran dasar. Untuk merubah besarnya modal dasar, Perseroan Terbatas harus melakukan perubahan anggaran dasar. Modal ini juga merupakan modal yang harus dibagi sepenuhnya dalam mominal saham yang

diterbitkan oleh Perseroan Terbatas. 15 Sebagai suatu badan hukum dengan hak dan kewajiban

yang mandiri, perseroan terbatas terlepas dari hak dan kewajiban pemegang saham yang mencakup juga pengurusnya; artinya, perseroan terbatas harus memiliki harta dan kekayaan tersendiri dalam menjalankan kegiatan usahanya. Untuk itu, pada saat perseroan terbatas didirikan, para pendiri harus menyetorkan sekurang-kurangnya 25% dari modal yang ditempatkan atau

dikeluarkan 16 .

e) Memenuhi persyaratan Undang-Undang dan peraturan pelaksananya. Setiap perseroan terbatas harus memenuhi persyaratan Undang-Undang Perseroan Terbatas yaitu Undang-Undang No.40

14 Ibid. 15 Tri Budiyono, Loc.Cit. 16 Ibid., h. 75.

Tahun 2007 dan peraturan pelaksananya. Ketentuan ini menunjukkan bahwa undang-undang tersebut menganut sistem tertutup. Persyaratan yang wajib dipenuhi mulai dari pendirinya, beroperasinya, dan berakhirnya. Di antara syarat mutlak yang wajib dipenuhi oleh pendiri adalah adanya akta pendiri harus dibuat di depan notaris dan harus memperoleh pengesahan dari

Menteri kehakiman. 17 Hal tersebut merupakan syarat untuk dapat mengajukan ijin memperoleh status badan hukum, selain itu organ

perseroan harus ada, kuorum dalam persidangan dan kuorum pengambilan keputusan, dll. Beberapa persyaratan tersebut pengaturannya dilakukan dalam bentuk peraturan perundang- undangan yang lebih rendah dari UU.

Perseroan Terbatas yang berhasil didirikan sebagai hasil serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh pendiri, tidak secara otomatis akan menjadi pihak dari setiap perjanjian yang dibuat oleh pendiri. Dua

dasar pemikiran untuk mendukung argumen tersebut adalah 18 :

1) Pendiri ketika menutup suatu perjanjian tidak bertindak untuk dan atas nama kepentingan dari PT yang didirikan tersebut, sebab PT sebagai badan hukum belum ada ketika perjanjian ditutup dan karenanya PT tidak dapat bertindak sebagai principal.

2) PT yang kemudian berhasil didirikan merupakan badan hukum tersendiri yang terpisah dari pendiri, dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban tersendiri.

b. Perusahaan Grup atau Perusahaan Kelompok

17 Ibid. 18 Tri Budiyono, Op.Cit., h. 41.

Pada awal pembahasan mengenai kajian perusahaan grup, akan di paparkan beberapa pengertian dari perusahaan grup. Dalam Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi menyatakan bahwa Group perusahaan adalah dua atau lebih badan usaha yang sebagian

sahamnya dimiliki oleh seorang atau oleh badan hukum yang sama baik secara langsung maupun melalui badan hukum lain, dengan jumlah atau sifat pemilikan sedemikian rupa, sehingga melalui pemilikan saham tersebut dapat langsung atau tidak langsung menentukan penyelenggaraan atau jalannya badan usaha.

Emmy Pangaribuan mendefinisikan, perusahaan kelompok sebagai suatu gabungan atau susunan dari perusahaan-perusahaan yang secara yuridis mandiri, yang terkait satu dengan yang lain begitu erat sehingga membentuk suatu kesatuan ekonomi yang tunduk pada suatu

pimpinan yaitu suatu perusahaan induk sebagai pimpinan sentral. 19 Pengertian lain menyatakan Perusahaan grup merupakan suatu

kesatuan ekonomi yang tersusun dari perusahaan-perusahaan berbadan hukum mandiri yang dipandang sebagai induk dan anak perusahaan. 20

Dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal memuat pengertian perusahaan grup tetapi di sebut sebagai afiliasi yang dalam huruf c, d, dan e menyatakan sebagai berikut:

a. hubungan antara 2 (dua) perusahaan di mana terdapat satu atau lebih anggota direksi atau dewan komisaris yang sama; b. hubungan antara perusahaan dengan Pihak, baik langsung maupun tidak langsung, mengendalikan atau dikendalikan oleh perusahaan tersebut;

c. hubungan antara 2 (dua) perusahaan yang dikendalikan, baik langsung maupun tidak langsung, oleh Pihak yang sama

19 Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Perusahaan kelompok, Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 1996, h. 1.

20 Sulistiowati, Op.Cit., h. 5.

Dari beberapa pengertian perusahaan grup di atas maka dapat dikatakan bahwa perusahaan grup adalah gabungan dari beberapa perusahaan mandiri biasa disebut induk perusahaan dan anak perusahaan yang memiliki keterkaitan akibat sebagian besar saham dari anak perusahaan dimiliki oleh induk perusahaan, sehingga membentuk kesatuan ekonomi dengan induk perusahaan sebagai pimpinan sentral, dan keduanya menjalankan kegiatan untuk mencapai tujuan strategis dari perusahaan grup.

Di Indonesia perusahaan grup juga biasa disebut sebagai perusahaan konglomerasi. Terdapat beberapa perusahaan grup besar di Indonesia antara lain Grup Astra, Grup Salim, Lippo Grup, Sinar Mas Grup, dll. Grup Astra merupakan perusahaan multinasional yang memproduksi

otomotif yang berkedudukan di Jakarta. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1957 dengan nama PT Astra International Incorporated pendirinya adalah Tjia Kian Tie dan William Soerjadjaja. Ruang lingkup kegiatan Perseroan seperti yang tertuang dalam anggaran dasarnya adalah perdagangan umum, perindustrian,

jasa pertambangan, pengangkutan, pertanian, pembangunan dan jasa konsultasi. Ruang lingkup kegiatan utama entitas anak meliputi perakitan dan penyaluran mobil, sepeda motor dengan suku cadangnya, penjualan dan penyewaan alat berat, pertambangan dll. Beberapa contoh anak perusahaan dari Grup Astra di bidang otomotif adalah PT Toyota Astra Motor, PT Astra Daihatsu Motor, PT Isuzu

Astra Motor Indonesia dan masih banyak lagi pada bidang lainnya. 21 Contoh perusahaan grup lainnya adalah Grup salim yang merupakan

perusahaan yang didirikan oleh Sudono Salim. Perusahaan ini memiliki beberapa anak perusahaan, termasuk Indofood, produsen mi instan terbesar dunia dan Bogasari, perusahaan operasi tepung terbesar. Beberapa anak perusahaan lain dari Grup Salim adalah Central Asia Raya, Salim Palm Plantation, Indomobil, Indomilk, Lion Corporation,

21 Wikipedia Bahasa Indonesia Ensiklopedia Bebas, “Astra Internasional”, https://id.wikipedia.org/wiki/Astra_International, dikunjungi pada tanggal 23 September 2017

pukul 20.00.

Indomaret, Intikom Berlian Mustika, Indocement, Nestlé Indonesia dan masih banyak lagi 22 .

Apabila dilihat dari variasi usahanya, suatu perusahaan grup dapat digolongkan ke dalam kategori sebagai berikut: 23

1) Grup usaha vertikal Dalam grup usaha seperti ini, jenis-jenis usaha masing-masing perusahaan satu lain masih tergolong serupa. Hanya mata rantainya saja yang berbeda. Misalnya ada anak perusahaan yang menyediakan bahan baku, ada yang yang memproduksi bahan setengah jadi, bahan jadi, bahkan ada pula yang bergerak di bidang ekspor-impor. Jadi, suatu kelompok usaha menguasai satu jenis produksi dari hulu ke hilir.

2) Grup usaha horisontal Dalam grup usaha horisontal, bisnis dari masing-masing anak-anak perusahaan tidak ada kaitannya satu sama lain.

3) Grup usaha kombinasi Terdapat pula grup usaha, di mana jika dilihat dari segi bisnis anak perusahaanya, ternyata ada yang terkait dalam suatu mata rantai produksi (hulu ke hilir), di samping ada juga anak perusahaan yang bidang bisnisnya lepas satu sama lain. Sehingga dalam grup

Bebas, “Salim Grup”, https://id.wikipedia.org/wiki/Salim_Group, dikunjungi pada tanggal 23 September 2017 pukul 20.00.

23 Munir Fuady, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, h. 89.

tersebut terdapat kombinasi antara grup vertikal dan grup horisontal.

Dalam suatu perusahaan grup terdiri dari induk perusahaan dan anak perusahaan, keduanya memiliki hubungan khusus antar badan hukum dan merupakan suatu kesatuan ekonomi. Berikut pembahasan mengenai induk perusahaan dan anak perusahaan:

1) Induk Perusahaan

Induk perusahaan atau yang biasa disebut holding company adalah suatu perusahaan yang kegiatan utamanya adalah melaksanakan investasi pada anak-anak perusahaan dan selanjutnya melakukan pengawasan atas kegiatan manajemen

anak-anak perusahaan. 24

Dalam Black’s Law Dictionary dikatakan bahwa Holding Company adala h “A company that ussually confines its activities to owning stock in, and supervising management of other companies.

A holding company ussualy owns a controlling interest in companies whose stock it holds 25 ”.

Induk perusahaan memiliki kewenangan untuk menjadi pimpinan sentral yang mengendalikan dan mengoordinasikan anak- anak perusahaan dalam suatu kesatuan ekonomi. Pimpinan sentral ini menggambarkan suatu kemungkinan melaksanakan hak atau pengaruh yang bersifat menentukan. Pelaksanaan pengaruh dalam perusahaan grup dapat bersifat mengurangi dan atau mendominasi

hak perusahaan lain. 26

24 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Perseroan Terbatas, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, h. 153.

25 Ibid. 26 Sulistiowati, Tanggung Jawab Hukum Pada Perusahaan Grup Di Indonesia, Erlangga,

Jakarta, 2013, h. 23.

Terminologi yang digunakan pada Public Utility Holding Company Act di Amerika Serikat, definisi holding company adalah:

A corporation formed for the express purpose of controlling other corporations by the ownership of a majority of their voting capital stock. In common usage, the term is applied to any corporation which does in fact control other corporation commonly referred to as subsidiaries.

Menurut Garner perusahaan holding adalah suatu perusahaan yang dibentuk untuk mengontrol perusahaan lainnya, biasanya dalam membatasi perannya untuk menguasai saham dan

mengelola manajerial. 27 Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan maka

dapat disimpulkan bahwa holding company atau induk perusahaan adalah suatu perusahaan dalam perusahaan grup yang merupakan pemegang saham mayoritas dari anak perusahaan sehingga dapat dikatakan kegiatan utamanya adalah investasi dan pengawasan terhadap anak perusahaan dan hal tersebut ditujukan untuk mendukung operasional dan tujuan strategis dari kepentingan bisnis perusahaan grup.

Pada umumnya holding company dapat merupakan perusahaan dengan berbagai macam bentuk dari persekutuan perdata, persekutuan firma, persekutuan komanditer sampai dengan suatu Perseroan Terbatas. Dalam hal ini penulis akan lebih membahas pada induk perusahaan atau holding company yang berbentuk Perseroan Terbatas.

27 Ibid.

Jika kita lihat holding company, sebagai suatu induk perusahaan yang kegiatan utamanya adalah melaksanakan investasi dan pengawasan pada anak-anak perusahaan, maka ada beberapa ketentuan dalam UU PT yang perlu mendapat perhatian, baik dari induk perusahaan maupun anak-anak perusahaan yang berada di bawah pengawasannya. Ketentuan-ketentuan yang memerlukan

perhatian khusus tersebut adalah hal-hal sebagai berikut 28 :

a) Ketentuan mengenai batas-batas kewenangan dan tanggung

jawab Direksi, Komisaris dan pemegang saham;

b) Ketentuan mengenai merger, konsolidasi dan akuisisi;

c) Ketentuan mengenai kepemilikan saham;

d) Ketentuan mengenai treasury stock;

e) Ketentuan mengenai penjaminan saham dan jual beli saham.

Kepemilikan induk perusahaan atas saham anak perusahaan menjadi salah satu alasan bagi lahirnya keterkaitan induk dan anak perusahaan. Keterkaitan induk dan anak perusahaan ini memberikan kewenangan kepada Induk perusahaan untuk bertindak sebagai

pimpinan sentral dalam perusahaan grup. 29 Induk perusahaan berhak melakukan pengawasan dan memberikan instruksi terhadap

anak perusahaan. Keterkaitan induk dan anak perusahaan dalam konstruksi perusahaan grup juga dapat disebabkan oleh beberapa hal lain yaitu, rapat umum pemegang saham (RUPS), penempatan direksi atau komisaris pada anak perusahaan, keterkaitan melalui perjanjian hak bersuara, dan keterkaitan melalui kontrak.

28 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Op.Cit., h. 20. 29 Sulistiowati, Op.Cit. h. 5.

Keberadaan dari holding company mempunyai keuntungan dan kerugian. Di antara keuntungan dari holding company dalam

suatu perusahaan grup adalah sebagai berikut: 30

a) Kemandirian resiko

b) Hak pengawasan yang lebih besar

c) Pengontrolan yang lebih mudah dan efektif

d) Operasional yang lebih efisien

e) Kemudahan sumber modal

f) Keakuratan keputusan yang diambil Di samping keuntungan-keuntungan dari eksistensi holding

company dalam suatu perusahaan grup, terdapat pula kerugian- kerugian, antara lain: 31

a) Pajak ganda

b) Management one man show

c) Conglomerate game

d) Penutupan usaha

e) Resiko usaha

Variasi hubungan hukum antara holding company dengan anak perusahaan juga terlihat dari klasifikasi holding company dengan menggunakan berbagai kriteria berupa tinjauan dari keterlibatannya dalam berbisnis, keterlibatannya dalam hal pengambilan keputusan, dan keterlibatan dalam equity, sebagai

berikut: 32

a) Ditinjau dari segi keterlibatan holding company dalam berbisnis (1) Perusahaan holding semata-mata, jenis perusahaan holding ini tidak melakukan bisnis sendiri dalam praktek, dimaksudkan hanya untuk memegang saham dan mengontrol anak perusahaannya, tidak lebih dari itu.

30 Munir Fuady, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, h. 91.

31 Ibid., h. 93. 32 Ibid., h. 95.

(2) Perusahaan holding beroperasi, jenis perusahaan holding ini di samping bertugas memegang saham dan mengontrol anak perusahaan, juga melakukan bisnis sendiri.

b) Ditinjau dari keterlibatan dalam pengambilan keputusan (1) Perusahaan holding investasi, memiliki saham pada anak perusahaan semata-mata hanya untuk investasi, tanpa perlu mencampuri soal manajemen anak perusahaan.

(2) Perusahaan holding manajemen, tidak hanya pemegang saham pasif, tetapi ikut mencampuri atau setidaknya memonitor terhadap pengambilan keputusan bisnis dari anak perusahaan.

c) Ditinjau dari segi keterlibatan equity (1) Perusahaan holding afiliasi, adalah perusahaan holding yang memiliki saham pada anak perusahaan tidak sampai 51% dari saham anak perusahaan.

(2) Perusahaan holding subsidiary adalah perusahaan holding yang memiliki saham pada anak perusahaan sampai 51% atau lebih.

(3) Perusahaan holding non kompetitif adalah setiap perusahaan holding yang memiliki saham tidak sampai 51%, tetapi tidak kompetitif dibandingkan dengan pemegang saham lainnya.

(4) Perusahaan holding kombinasi adalah suatu perusahaan holding yang memiliki saham pada beberapa anak (4) Perusahaan holding kombinasi adalah suatu perusahaan holding yang memiliki saham pada beberapa anak

2) Anak Perusahaan

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tidak memuat pengertian perusahaan grup ataupun sebab lahirnya anak perusahaan. Berbeda dengan UU PT yang sebelumnya yaitu Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 telah memuat mengenai kuasa lahirnya keterkaitan induk dan anak perusahaan. Ketentuan ini terdapat pada Penjelasan Pasal 29 UU No. 1 Tahun 1995 Anak perusahaan adalah perseroan yang mempunyai hubungan

khusus dengan perseroan lainnya yang terjadi karena:

1) Lebih dari 50% (lima puluh persen) sahamnya dimiliki oleh induk perusahaan;

2) lebih dari 50% (lima puluh persen) suara dalam RUPS dikuasai oleh induk perusahaannya;

3) kontrol atas jalannya perseroan, pengangkatan dan pemberhentian direksi dan komisaris sangat dipengaruhi oleh induk perusahaannya.

Anak perusahaan di dalam suatu perusahaan grup merupakan perusahaan yang berada di bawah kendali induk perusahaan karena mayoritas saham anak perusahaan dimiliki oleh induk perusahaan, sehingga dalam menjalankan kegiatannya anak perusahaan melaksanakan instruksi dari induk perusahaan. Direksi dan Komisaris dari anak perusahaan pada beberapa perusahaan grup sama dengan Direksi dan Komisaris dari induk perusahaan atau dengan kata lain Direksi dan Komisaris merangkap. Tetapi Anak perusahaan di dalam suatu perusahaan grup merupakan perusahaan yang berada di bawah kendali induk perusahaan karena mayoritas saham anak perusahaan dimiliki oleh induk perusahaan, sehingga dalam menjalankan kegiatannya anak perusahaan melaksanakan instruksi dari induk perusahaan. Direksi dan Komisaris dari anak perusahaan pada beberapa perusahaan grup sama dengan Direksi dan Komisaris dari induk perusahaan atau dengan kata lain Direksi dan Komisaris merangkap. Tetapi

3) Keterkaitan Induk dan Anak Perusahaan dalam Perusahaan Grup

Susunan induk dan anak perusahaan yang terikat secara erat sehingga membentuk perusahaan grup. Keterkaitan induk terhadap anak perusahaan dalam konstruksi perusahaan grup disebabkan oleh

adanya 33 :

a) Kepemilikan induk perusahaan atas saham anak perusahaan

b) Rapat umum pemegang saham (RUPS)

c) Penempatan direksi atau komisaris pada anak perusahaan

d) Keterkaitan melalui perjanjian hak bersuara

e) Keterkaitan melalui kontrak

Keterkaitan antara dua perseroan melalui kepemilikan saham menjadi alasan utama bagi lahirnya keterkaitan-keterkaitan antara induk dan anak perusahaan, baik melalui pendirian perseroan, pengambilalihan saham, pemisahan usaha, maupun joint venture . Keterkaitan induk dan anak perusahaan juga dapat terjadi

33 Sulistiowati, “Doktrin-Doktrin Hukum Mengenai Tanggung Jawab Hukum dalam Perusahaan Grup”, Jurnal Hukum Bisnis, Volumen 31, 2012, h. 11.

karena aset tak berwujud (intengible aset) yang dimiliki induk perusahaan. Berbagai perbuatan hukum dalam pembentukan atau pengembangan perusahaan grup di atas berimplikasi kepada induk perusahaan memiliki kewenangan untuk bertindak sebagai pimpinan sentral yang mengendalikan dan mengoordinasikan keseluruhan anggota perusahaan grup berdasarkan kesamaan tujuan

dan tatanan yang sama. 34 Apabila menggunakan pngertian anak perusahaan yang

terdapat pada Memori Penjelasan Pasal 29 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1995, kausa lahirnya keterkaiatan antara induk terhadap anak perusahaan dalam konstruksi perusahaan grup adalah sebagai

berikut 35 :

a) Kepemilikan induk perusahaan atas saham anak perusahaan Kepemilikan induk atas saham anak perusahaan dalam jumlah signifikan memberikan kewenangan kepada induk perusahaan untuk bertindak sebagai pimpinan sentral yang mengendalikan anak-anak perusahaan sebagai kesatuan manajemen. Induk perusahaan akan mengonsilidasikan anak-anak perusahaan dalam laporan keuangan konsolidasi induk dan anak perusahaan, apabila kepemilikan saham induk perusahaan baik langsung atau tidak langsung pada anak-anak perusahaannya adalah di atas 50% jumlah saham anak perusahaan. Pengendalian induk terhadap anak perusahaan dapat ditimbulkan dari keterkaitan saham, atau kepemilikan saham dari anak, sehingga induk perusahaan sebagai pimpinan sentral dapat

mengkoordinasikan anak perusahaan 36 .

mengendalikan

dan

b) Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Induk perusahaan memiliki kewenangan untuk mengendalikan anak perusahaan melalui mekanisme RUPS anak perusahaan. Dalam RUPS anak perusahaan, induk perusahaan dapat menetapkan hal-hal strategis yang dapat mendukung pencapaian tujuan perusahaan grup sebagai kesatuan ekonomi, antara lain

34 Sulistiowati, Op.Cit., h. 20. 35 Ibid., h. 21. 36 Ibid.

melalui penetapan sasaran jangka panjang perusahaan dalam bentuk business plan selama lima tahun yang dikenal dengan

rencana strategis 37 .

c) Penempatan Direksi/Komisaris pada Anak Perusahaan Melalui kepemilikan atas saham anak perusahaan, induk perusahaan memiliki kewenangan untuk menempatkan anggota direksi dan/atau dewan komisaris induk perusahaan untuk merangkap menjadi direksi atau komisaris anak perusahaan. Penempatan orang-orang induk perusahaan pada anak-anak perusahaan merupakan bentuk pengendalian operasional secara tidak langsung. Dengan fungsi pengendalian tersebut, induk perusahaan dapat mengetahui perkembangan kegiatan usaha dari masing-masing anak perusahaan. Pengendalian induk terhadap anak anak perusahaan dapat lebih efektif, karena direksi/komisaris yang ditempatkan dianggap memahami kepentingan bisnis perusahaan grup, sehingga pengurusan anak perusahaan sehari-hari tidak melenceng dari kepentingan

perusahaan sebagai kesatuan ekonomi 38 .

Di samping itu, keterkaitan induk dan anak perusahaan dalam konstruksi perusahaan grup dapat disebabkan oleh keterkaitan melalui perjanjian hak bersuara dan keterkaitan melalui kontrak. Keterkaitan induk dan anak perusahaan dapat terjadi karena perjanjian hak bersuara yang dilakukan antara pemegang saham pendiri yang menyepakati bahwa penunjukan direksi dan dewan komisaris ditentukan oleh salah satu pemegang saham pendiri. Sementara itu, keterkaitan melalui kontrak dapat dilakukan ketika suatu perseroan menyerahkan kendali atas manajemen

kepada perseroan lain melalui Perjanjian Pengelolaan Perusahaan 39 .

4) Perusahaan Grup Sebagai Kesatuan Ekonomi

Keterkaitan induk dan anak perusahaan tidaklah menghapus status badan hukum anak perusahaan sebagai subjek hukum

37 Ibid. 38 Ibid., h. 22. 39 Ibid.

mandiri. Pengakuan yuridis terhadap induk dan anak perusahaan yang berbadan hukum mandiri menjadikan perusahaan grup sebagai bentuk jamak secara yuridis. Sebaliknya, pengendalian induk terhadap anak perusahaan dan realitas bisnis perusahaan grup diarahkan untuk mendukung kepentingan bisnis perusahaan

grup sebagai kesatuan ekonomi 40 . Prinsip hukum mengenai kemandirian induk dan anak

perusahaan dengan fakta pengendalian induk terhadap anak perusahaan dari realitas bisnis perusahaan grup menimbulkan kontradiksi karena penggabungan keduanya dalam ranah hukum perseroan. Prinsip hukum mengenai kemandirian dari badan hukum induk dan anak perusahaan berada dalam ranah hukum perseroan, sebaliknya pengendalian induk terhadap anak perusahaan merupakan fakta dari realitas bisnis yang diorganisasikan dalam

suatu perusahaan grup sebagai kesatuan ekonomi 41 . Bentuk jamak secara yuridis dan kesatuan ekonomi dalam konstruksi perusahaan

grup menjadi keniscayaan, ketika kerangka pengaturan perusahaan grup masih menggunakan pendekatan perseroan tunggal. 42

Pengaturan perusahaan grup pada ranah hukum perseroan akan berimplikasi kepada ketegangan yang terjadi antara fakta pengendalian induk terhadap anak perusahaan dengan kemandirian

dari badan hukum induk dan anak perusahaan sebagai berikut 43 :

40 Ibid., h. 46. 41 Ibid. 42 Ibid., h. 47. 43 Ibid.

a) Pengendalian induk terhadap anak perusahaan menjadi alasan keberadaan dari integrasi perusahaan grup sebagai kesatuan ekonomi. Pengendalian induk terhadap anak perusahaan menimbulkan ketidakmandirian secara ekonomi anak perusahaan. Sebaliknya, bentuk jamak secara yuridis dari anggota perusahaan grup memiliki korelasi dengan struktur tata kelola perusahaan grup yang menyangkut keberadaan perusahaan grup, yang ditunjukkan oleh adanya perbedaan alokasi kekuasaan dalam suatu perusahaan grup. Pengabaian terhadap konteks realitas bisnis perusahaan grup akan memberikan peluang kepada anak perusahaan untuk mengelola dirinya sendiri, sebagai badan hukum mandiri yang mengelola kegiatan bisnis sesuai kepentingan ekonomi dari perseroan yang bersangkutan.

b) Implikasinya, perusahaan grup sebagai bentuk baru dari organisasi perusahaan, merupakan bentuk jamak secara yuridis yang berada di bawah kesatuan ekonomi. Keterkaitan antara induk dan anak perusahaan dalam konstruksi perusahaan grup, merupakan relasi di antara berbagai badan hukum mandiri. Hubungan ini terjadi apabila pimpinan kegiatan ekonomi, dua atau lebih perusahaan, dikonstruksikan sedemikian rupa sehingga antara sesama perusahaan itu terdapat susunan yang erat dalam aspek ekonomi, keuangan, dan organisasi.

Apabila dicari benang merah yang menghubungkan satu anak perusahaan dengan anak perusahaannya lainnya, ataupun dengan induk perusahaan, hanya dapat ditemukan melalui kedudukan dan peran yang dimainkan oleh para pemegang sahamnya. Yakni melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), yang secara yuridis memang mempunyai kedudukan tertinggi dan menentukan dalam suatu perusahaan. Atau dapat juga benang merah tersebut diciptakan melalui ikatan-ikatan kontraktual yang bersifat temporer, sejauh tidak bertentangan

dengan anggaran dasar perusahaan 44 .

44 Bambang Hariyanto, “Grup Perusahaan Sebagai Kesatuan Ekonomi”, http://www.bambanghariyanto.com/2013/10/grup-perusahaan-sebagai-kesatuan-ekonomi.html ,

dikunjungi pada tanggal 30 September 2017 pukul 20.45.

Maka pendekatan ekonomi terhadap hubungan antara perusahaan-perusahaan dalam suatu grup perusahaan konglomerat ternyata berbeda dengan pendekatan dari segi hukum. Di satu pihak, pendekatan ekonomi lebih dilatarbelakangi dan di dadasari oleh kebutuhan-kebutuhan dalam praktek bisnis, jadi lebih praktis dan pragmatis, sementara pendekatan yuridis lebih bersifat konvensional, sehingga lebih teoritis. Tentu saja perbedaan pandangan dari sektor ekonomi dan sektor hukum ini tidak reasonable untuk dipertahankan terus. Titik temu di antara

keduanya tentu harus dicari 45 . Secara yuridis anak perusahaan merupakan badan hukum

mandiri sehingga induk perusahaan sebagai pemegang saham anak perusahaan mendapatkan perlindungan berupa limited liability. Kontradiksi antara bentuk jamak secara yuridis dan kesatuan ekonomi menimbulkan celah hukum atau loopholes dalam perusahaan grup. Celah hukum ini dapat mendorong munculnya sikap oportunistik induk perusahaan yang menyalahgunakan konstruksi perusahaan grup.

Konstruksi perusahaan grup dapat pula mendorong munculnya moral hazard. Dan Moral hazard ini muncul apabila

limited liability 46 berlaku secara mutlak. Sehingga menurut penulis dalam kontruksi perusahaan grup sebaiknya bentuk jamak secara

yiridis dikesampingkan atau diterobos, sehingga induk perusahaan

45 Ibid. 46 Ibid.

dan anak perusahaan merupakan kesatuan ekonomi bukan sebagai badan hukum mandiri. Oleh karena itu induk perusahaan tidak mendapatkan perlindungan berupa limited liability atas kepemilikan saham dari anak perusahaan. Agar tidak menimbulkan dominasi tanpa tanggung jawab dari induk perusahaan. Apabila dalam kesatuan ekonomi induk perusahaan tidak memperoleh limited liability maka harus ditentukan bentuk tanggang jawab yang lebih tepat diterapkan untuk induk perusahaan.

2. Sistem Pertanggungjawaban

a. Pengertian Tanggung Jawab

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Tanggung jawab adalah kewajiban wewenang dan hal yang melekat

pada suatu kedudukan. 47 Dalam kamus hukum, tanggung jawab adalah suatu keseharusan bagi seseorang untuk melaksanakan apa yang telah

diwajibkan kepadanya. 48 Menurut hukum, tanggung jawab adalah suatu akibat atas konsekuensi kebebasan seorang tentang perbuatannya

yang berkaitan dengan etika atau moral dalam melakukan suatu perbuatan. 49

Berdasarkan beberapa pengertian tanggung jawab diatas dapat dikatakan bahwa tanggung jawab adalah suatu keharusan atau dapat

47 Muhammad Ali, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pustaka Ilmu, Jakarta, 2001, h. 619. 48 Andi Hamzah, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, 2005. 49 Soekidjo Notoatmojo, Etika dan Hukum Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, 2010, h. 55.

juga disebut sebagai suatu kewajiban untuk melaksanakan suatu perbuatan dan keharusan tersebut berkaitan dengan etika atau moral. Pertanggungjawaban harus mempunyai dasar, yaitu hal yang menyebabkan timbulnya hak bagi seorang untuk menuntut orang lain sekaligus berupa hal yang melahirkan kewajiban orang lain untuk

memberi pertanggungjawaban. 50

b. Tanggung Jawab Hukum

Secara etimologis, tanggung jawab hukum atau liability sering kali dipertukarkan dengan responsibility. Dalam Black Law Dictionary menyatakan bahwa terminologi liability memiliki makna yang luas. Pengertian legal liability adalah a liability which courts recognize and

enforce as between parties 51 . Konsep tanggung jawab hukum berhubungan dengan konsep

kewajiban hukum, bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum atas perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi bila

perbuatannya bertentangan. 52 Tanggung jawab hukum dapat dibedakan atas pertanggungjawaban individu dan pertanggujawaban kolektif.

Pertanggungjawaban individu adalah tanggung jawab seseorang atas pelanggaran

sendiri, sedangkan pertanggungjawaban kolektif adalah tanggung jawab seorang individu

yang

dilakukannya

atas suatu pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain 53 .

Konsep pertanggungjawaban hukum pada dasarnya terkait, namun tidak identik, dengan konsep kewajiban hukum. Seorang

50 Titik Triwulan dan Shinta Febrina, Perlindungan Hukum Bagi Pasien, Pretasi Pustaka, Jakarta, 2010, h. 48.

51 Sulistiowati, Tanggung Jawab Hukum Pada Perusahaan Grup Di Indonesia, Erlangga, Jakarta, 2013, h. 118.

52 Hans Kelsen, Toeri Umum Tentang Hukum dan Negara, Nusamedia, Bandung, 2014, h. 95.

53 Ibid.

individu secara hukum diwajibkan untuk berperilaku dengan cara tertentu, jika perilakunya yang sebaliknya merupakan syarat diberlakukannya tindakan paksa. Namun tindakan paksa ini tidak mesti ditujukan terhadap individu yang diwajibkan “pelaku pelanggaran” namun dapat ditujukan kepada individu lain yang terkait dengan individu pertama dengan cara yang ditetapkan oleh tatanan hukum. Individu yang dikenai sanksi dikatakan “bertanggung jawab” atau

secara hukum bertanggung jawab atas pelanggaran 54 . Terdapat pula apa yang disebut sebagai tanggung gugat

(liability/aansprakelijkheid) yang merupakan bentuk spesifik dari tanggung jawab. Pengertian tanggung gugat merujuk kepada posisi seseorang atau badan hukum yang dipandang harus membayar suatu bentuk kompensasi atau ganti rugi setelah adanya peristiwa hukum atau tindakan hukum. Istilah tanggung gugat berada dalam ruang

lingkup hukum privat 55 . Kesalahan bukan merupakan unsur yang harus dipenuhi pada setiap kasus agar seseorang bertanggung gugat. Di

samping itu, seseorang atau badan hukum dimungkinkan bertanggung gugat atas tindakan orang atau badan hukum lainnnya. 56

c. Perkembangan Teori Pertanggungjawaban

Dalam hukum terdapat beberapa teori mengenai pertanggungjawaban. Namun teori yang pertama dikenal dalam hukum

54 Hans Kelsen, Teori Hukum Murni, Nusamedia, Bandung, 2008, h. 136. 55 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, 2008, h. 258. 56 Ibid., h. 259.

adalah tanggung jawab berdasarkan atas unsur kesalahan (liability based on fault ). Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum pidana dan perdata. Prinsip ini menyatakan seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjawaban secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya. Diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata yang dikenal sebagai pasal tentang Perbuatan Melawan Hukum (PMH) mengharuskan terpenuhinya empat unsur pokok, yaitu a) adanya perbuatan; b) adanya unsur kesalahan; c) adanya kerugian yang diderita; d) adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan

kerugian 57 . Menurut konsep tersebut, setiap perbuatan melawan hukum

yang menimbulkan kerugian kepada orang lain, mewajibkan kepada orang yang karena perbuatannya menimbulkan kerugian untuk

mengganti kerugian yang telah ditimbulkan 58 . Menurut teori ini unsur kesalahan harus dibuktikan terlebih dahulu sehingga dapat

memunculkan tanggung jawab. Dalam hal ini beban pembuktian ada pada pihak yang mendalilkannya, sehingga dalam sistem ini dikenal presumtion of innocent (praduga tidak bersalah).

Seiring dengan perkembangan jaman, teori tanggung jawab berdasarkan

kesalahan tidak lagi dirasa sebagai teori

Tanggung Jawab”, https://www.google.co.id/amp/s/vanbanjarechts.wordpress.com/2013/01/01/prinsip-tanggung- jawab/amp/ , dikunjungi pada tanggal 12 September 2017, Pukul 08.15.

57 Sukarmi,

“Prinsip

58 Ibid.

pertanggungjawaban yang paling adil. Sehingga muncul beberapa teori pertanggungjawaban lain, sebagai berikut :

1. Praduga Selalu Bertanggung Jawab (Presumtion of liability) Praduga selalu bertanggung jawab adalah prinsip praduga selalu bertanggung jawab sampai ia dapat membuktikan ia tidak bersalah. Dasar dari teori pembalikan beban pembuktian adalah seseorang dianggap bersalah, sampai yang bersangkutan dapat

membuktikan sebaliknya 59 .

2. Praduga Selalu Tidak Bertanggung Jawab (Presumtion of non- liability )

Prinsip praduga untuk selalu tidak bertanggung jawab hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas, dan pembatasan demikian biasanya common sense dapat dibenarkan. Contoh dari penerapan prinsip ini adalah pada hukum pengangkutan. Kehilangan atau kerusakan pada bagasi kabin/bagasi tangan yang biasanya dibawa dan diawasi si penumpang (konsumen) adalah tanggung jawab dari penumpang. Dalam hal ini, pengangkut (pelaku usaha) tidak dapat diminta

pertanggungjawabannya 60 .

3. Tanggung Jawab Mutlak (Strict liability) Dalam Black’s Law Dictionary, strict liability diartikan “liability that does not depend on actual negligence or intent to harm, but that is based on the breach of an absolute duty to make

59 Ibid. 60 Ibid.

something safe. Strict liability most often applies either to ultrahazardous activities or in products liability cases 61 ” .

Tanggung jawab mutlak adalah suatu tanggung jawab hukum yang dibebankan kepada pelaku perbuatan melawan hukum tanpa melihat apakah yang bersangkutan dalam melakukan perbuatannya itu mempunyai unsur kesalahan ataupun tidak. Dalam hal ini pelakunya dapat dimintakan tanggung jawab secara hukum, meskipun dalam melakukan perbuatannya itu dia tidak melakukannya dengan sengaja, dan tidak pula mengandurng

unsur kelalaian, kekurang kehati-hatian, atau ketidakpatutan 62 .

Karena itu, terhadap tanggung jawab mutlak sering juga disebut sebagai tanggung jawab tanpa kesalahan. Kesalahan disini dimaksudkan sebagai kesalahan dalam artian hukum. Bila saja perbuatan tersebut masih merupakan kesalahan secara moral. Tetapi banyak juga tanggung jawab terhadap perbuatan, baik yang disengaja maupun kelalaian, yang menggerogoti kepentingan orang lain, kepentingan mana dilindungi oleh hukum, merupakan tanggung jawab tanpa kesalahan secara

hukum maupun moral 63 . Selain prinsip umum perbuatan melawan hukum dengan