EXECUTIVE SUMMARY STUDI PERENCANAAN DAN

Bab I Pendahuluan

A. LATAR BELAKANG

Perkembangan pariwisata di suatu tempat, tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan melalui suatu proses. Proses itu dapat terjadi secara cepat atau lambat, tergantung dari berbagai faktor eksternal (dinamika pasar, situasi politik, ekonomi makro) dan faktor eksternal di tempat yang bersangkutan, kreatifitas dalam mengolah aset yang dimiliki, dukungan pemerintah dan masyarakat (Gunawan, 1999). Pembangunan kepariwisataan memerlukan perencanaan dan perancangan yang baik. Kebutuhan akan perencanaan yang baik tidak hanya dirasakan oleh pemerintah yang memegang fungsi pengarah dan pengendali, tetapi juga oleh swasta, yang merasakan makin tajamnya kompetisi, dan menyadari bahwa keberhasilan bisnis ini juga tak terlepas dari situasi lingkungan yang lebih luas dengan dukungan dari berbagai sektor.

Peranan pemerintah baik pusat maupun daerah sangat membantu terwujudnya obyek wisata. Pemerintah berkewajiban mengatur pemanfaatan ruang melalui distribusi dan alokasi menurut kebutuhan. Mengelola berbagai kepentingan secara proporsional dan tidak ada pihak yang selalu dirugikan atau selalu diuntungkan dalam kaitannya dengan pengalokasian ruang wisata. Kebijakan pengelolaan tata ruang tidak hanya mengatur yang boleh dan yang tidak boleh dibangun, namun terkandung banyak aspek kepastian arah pembangunan. Merubah potensi ekonomi menjadi peluang nyata, memproteksi ruang terbuka hijau bagi keseimbangan lingkungan, merupakan beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam upaya pengalokasikan ruang. Pengelolaan kepariwisataan pada dasarnya melibatkan tiga kelompok pelaku, yaitu sektor bisnis, sektor nonprofit dan sektor pemerintah.

mengayomi dan memberlakukan

Pemerintah

diharapkan

dapat memberdayakan,

untuk mengarahkan perkembangan, melainkan juga untuk perintisan atau untuk mendorong sektor-sektor pendukung dalam mewujudkan pengembangan pariwisata, yaitu mempunyai fungsi koordinasi, pemasaran, termasuk di dalamnya promosi, pengaturan harga untuk komponen-komponen tertentu, pengaturan sistem distribusi ataupun penyediaan informasi. Sedangkan operasionalnya diserahkan kepada swasta. Banyak bidang operasional bisnis yang dikelola oleh pemerintah hasilnya tidak maksimal, karena

adanya “perusahaan di dalam perusahaan”. Diakui memang pembangunan pariwisata selama ini lebih banyak dikonsentrasikan di beberapa lokasi saja, seperti di Pulau Bali, Pulau Jawa, Sumatra

Utara dan Sulawesi Selatan. Namun kini perkembangan pembangunan pariwisata berjalan cukup pesat setelah disadari, bahwa industri pariwisata merupakan penghasil devisa non migas terbesar di dunia. Idealnya, pariwisata dapat meningkatkan kualitas masyarakat dan mensejahterakan masyarakat, mendukung kelestarian lingkungan, mengembangkan perekonomian, dengan dampak negatif yang minimal. Obyek wisata yang paling lama berkembang adalah obyek wisata yang menonjolkan keindahan alam, seni dan budaya. Mengingat keindahan alam menjadi daya tarik yang kuat bagi wisatawan, potensi ini menarik untuk digarap. Indonesia sebagai negara agraris memiliki lahan pertanian yang sangat luas. Rangkaian kegiatan pertanian dari budidaya sampai pasca panen dapat dijadikan daya tarik tersendiri bagi kegiatan pariwisata. Dengan menggabungkan kegiatan agronomi dengan pariwisata banyak perkebunan-perkebunan besar di Indonesia dikembangkan menjadi obyek wisata agro.

Bagi daerah yang memiliki tanah subur, panorama indah, mengembangkan agrowisata akan mempunyai manfaat ganda apabila dibandingkan hanya mengembangkan pariwisata dengan obyek dan daya tarik keindahan alam, seni dan budaya. Manfaat lain yang dapat dipetik dari mengembangkan agrowisata, yaitu disamping dapat menjual jasa dari obyek dan daya tarik keindahan alam, sekaligus akan menuai hasil dari penjualan budidaya tanaman agro, sehingga disamping akan memperoleh pendapatan dari sektor jasa sekaligus akan memperoleh pendapatan dari penjualan komoditas pertanian.

Perkembangan agrowisata atau agritourism bermula dari ecotourism. Ecotourism adalah yang paling cepat bertumbuh diantara model pengembangan Perkembangan agrowisata atau agritourism bermula dari ecotourism. Ecotourism adalah yang paling cepat bertumbuh diantara model pengembangan

Agritourism telah berhasil dikembangkan di Switzerland, Selandia Baru, Australia, dan Austria. Sedangkan di USA baru tahap permulaan dan baru dikembangkan di California. Beberapa Keluarga petani sedang merasakan bahwa mereka dapat menambah pendapatan mereka dengan menawarkan pemondokan bermalam, menerima manfaat dari kunjungan wisatawan, (Rilla 1999).

Pengembangan agritourism merupakan kombinasi antara pertanian dan dunia wisata untuk liburan di desa. Atraksi dari agritourism adalah pengalaman bertani dan menikmati produk kebun bersama dengan jasa yang disediakan. Motivasi agritourism adalah untuk menghasilkan pendapatan tambahan bagi petani. Bagaimanapun, agritourism juga merupakan kesempatan untuk mendidik orang banyak/masyarakat tentang pertanian dan ecosystems. Pemain Kunci didalam agritourism adalah petani, pengunjung/wisatawan, dan pemerintah atau institusi. Peran mereka bersama dengan interaksi mereka adalah penting untuk menuju sukses dalam pengembangan agritourism

Pada era otonomi daerah, agrowisata dapat dikembangkan pada masing- masing daerah tanpa perlu ada persaingan antar daerah, mengingat kondisi wilayah dan budaya masyarakat di Indonesia sangat beragam. Masing-masing daerah bisa menyajikan atraksi agrowisata yang lain daripada yang lain. Pengembangan agrowisata sesuai dengan kapabilitas, tipologi, dan fungsi ekologis masing-masing lahan, akan berpengaruh langsung terhadap kelestarian sumberdaya lahan dan pendapatan petani serta masyarakat sekitarnya. Kegiatan ini secara tidak langsung akan meningkatkan pendapat positif petani serta masyarakat sekitarnya akan arti pentingnya pelestarian sumberdaya lahan pertanian. Lestarinya sumber daya lahan akan mempunyai dampak positif terhadap pelestarian lingkungan hidup yang berkelanjutan.

Pengembangan agrowisata merupakan salah satu alternatif yang diharapkan mampu mendorong baik potensi ekonomi daerah maupun upaya-upaya pelestarian tersebut. Pemanfaatan potensi sumber daya alam sering kali tidak dilakukan secara optimal dan cenderung eksploitatif. Kecenderungan ini perlu segera dibenahi salah satunya melalui pengembangan industri pariwisata dengan menata kembali berbagai potensi dan kekayaan alam dan hayati berbasis pada pengembangan kawasan secara terpadu. Potensi wisata alam, baik alami maupun buatan, belum dikembangkan secara baik dan menjadi andalan. Banyak potensi alam yang belum tergarap secara optimal. Pengembangan kawasan wisata alam dan agro mampu memberikan kontribusi pada pendapatan asli daerah, membuka peluang usaha dan kesempatan kerja serta sekaligus berfungsi menjaga dan melestarikan kekayaaan alam dan hayati. Apalagi kebutuhan pasar wisataagro dan alam cukup besar dan menunjukkan peningkatan di seluruh dunia

Sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan sumber daya alam berlimpah, pengembangan industri agrowisata seharusnya memegang peranan penting di masa depan. Pengembangan industri ini akan berdampak sangat luas dan signifikan dalam pengembangan ekonomi dan upaya-upaya pelestarian sumber daya alam dan lingkungan. Melalui perencanaan dan pengembangan yang tepat, agrowisata dapat menjadi salah satu sektor penting dalam ekonomi daerah. Pengembangan industri pariwisata khususnya agrowisata memerlukan kreativitas dan inovasi, kerjasama dan koordinasi serta promosi dan pemasaran yang baik. Pengembangan agrowisata berbasis kawasan berarti juga adanya keterlibatan unsur-unsur wilayah dan masyarakat secara intensif.

Pengembangan agrowisata pada gilirannya akan menciptakan lapangan pekerjaan, karena usaha ini dapat menyerap tenaga kerja dari masyarakat pedesaan, sehingga dapat menahan atau mengurangi arus urbanisasi yang semakin meningkat saat ini. Manfaat yang dapat diperoleh dari agrowisata adalah melestarikan sumberdaya alam, melestarikan teknologi lokal, dan meningkatkan pendapatan petani atau masyarakat sekitar lokasi wisata. Berdasarkan latar belakang tersebut, kajian Pengembangan agrowisata pada gilirannya akan menciptakan lapangan pekerjaan, karena usaha ini dapat menyerap tenaga kerja dari masyarakat pedesaan, sehingga dapat menahan atau mengurangi arus urbanisasi yang semakin meningkat saat ini. Manfaat yang dapat diperoleh dari agrowisata adalah melestarikan sumberdaya alam, melestarikan teknologi lokal, dan meningkatkan pendapatan petani atau masyarakat sekitar lokasi wisata. Berdasarkan latar belakang tersebut, kajian

Secara geografis Kabupaten Situbondo terletak di ujung timur Pulau Jawa bagian utara yaitu antara 113º30 - 114 º42 Bujur Timur dan antara 7º35 - 7º44 Lintang Selatan dengan temperatur tahunan 24,7º - 27,9º C, daerah fisiknya memanjang dari Barat ke Timur sepanjang Pantai Selat Madura lebih kurang ± 150 Km dengan lebar rata-rata ± 11 Km. Luas wilayah Kabupaten Situbondo 1.638,50 Km², perbatasan disebelah Barat Kabupaten Probolinggo, sebelah Utara Selat Madura, sebelah Timur Selat Bali, dan sebelah Selatan Kabupaten Bondowooso dan Kabupaten Banyuwangi yang terdiri dari 17 Kecamatan, 132 desa, 4 Kelurahan dan diantaranya terdapat 37 desa terletak dipinggir pantai.

Ditinjau dari potensi dan kondisi wilayahnya, Kabupaten Situbondo dibagi menjadi 3 wilayah yaitu: Wilayah Utara merupakan pantai dan laut yang sangat potensial untuk pengembangan komoditi perikanan, baik budidaya maupun penangkaran ikan. Wilayah Tengah bertopografi datar dan mempunyai potensi untuk pertanian. Sedangkan wilayah selatan bertopografi miring mempunyai potensi untuk tanaman perkebunan dan kehutanan. Untuk Potensi Wisata Kabupaten Situbondo dan prospeknya menjadi perhatian Pemerintah Kabupaten Situbondo antara lain: Pasir Putih dan Taman Nasional Baluran yang perlu didukung oleh sarana prasarana pembangunan Hotel / Penginapan, Rumah Makan, Ruang Pamer/Souvenir dan Paket Wisata lainnya.

Sedangkan pembukaan obyek wisata baru berupa Kawasan Agrowisata Kayumas yang akan memiliki akses menjadi paket wisata menuju Kawah Ijen Bondowoso –Banyuwangi akan segera direalisasikan. Pengembangan obyek wisata alam tersebut merupakan lintas daerah yang memiliki prospek cerah bagi pembangunan wisata Kabupaten Situbondo, Bondowoso dan Banyuwangi. Kemudian perlu pembangunan jaringan jalan dari Desa Kayumas Situbondo menuju Kawah Ijen Bondowoso sepanjang 12 Km disamping jaringan listrik sepanjang ± 13 Km

Kawasan Kayumas Kabupaten Situbondo lebih dikenal sebagai kawasan pengembangan areal perkebunan dengan tanaman kopi rakyat seluas 1.029 ha. Lokasi Perkebunan Kayumas terletak di Kecamatan Arjasa kurang lebih 47 km dari pusat Kota Situbondo dan 34 km dari Kecamatan Arjasa kearah timur laut berada dengan ketinggian 760 s/d 1.550 Meter di atas permukaan laut dan curah hujan 1300

– 2000 mm / tahun. Awalnya adalah kebun Kopi Arabica dan sedikit tanaman kina yang dibangun pada tahun 1886 dengan nama NV Mijt dan Van Landem Kajumas hingga tahun 1957, berdasarkan UUD.86 tahun 1958 Perkebunan Kayumas di

Nasionalisasi menjadi pusat perkebunan Negara baru (PPND). Tanaman Kopi seluas 800 Ha merupakan tanaman produktif. Jenis Kopi Arabika mendominasi hamparan areal yang berlokasi di Desa Kayumas dan Desa Curahtatal Kecamatan Arjasa. Kopi Arabika ini merupakan satu-satunya yang masih ada di Jawa Timur dan memiliki prospek untuk diekspor, karena mempunyai aroma dan cita rasa khusus.

Sejak tahun 1996 Perusahaan di Restrukturisasi menjadi PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero). Komoditi utama yang dibudidayakan adalah Kopi Arabika dengan brand name “ JAVA COFFEE KAYUMAS”. Saat ini PTPN. Kayumas mengembangkan produk kopi luwak.

Nilai plus yang dimiliki para petani di Desa Kayumas Kabupaten Situbondo, tidak hanya karena mengembangkan tanaman kopi jenis Arabica, tapi juga karena kemampuan mereka mengembangkan pertanian organik. Secara turun-temurun, sebenarnya para petani kopi di Kayumas telah mengenal pertanian organik. Namun, baru beberapa tahun terakhir dikelola secara serius dan dilakukan berbagai penelitian dan standarisasi agar bisa mendapatkan pengakuan di level internasional.

Hasil pertanian organik memiliki pangsa pasar yang bagus dan harganya relatif lebih mahal. Konsumen middle up, terutama di negara-negara maju seperti Jepang, Eropa dan Amerika Serikat sangat menghargai hasil pertanian organik, tak terkecuali komoditi kopi organik. Hal ini yang mendorong para petani di Kayumas semakin serius lagi mengembangkan pertanian Kopi Arabica Organik.

Saat ini di Desa Kayumas terdapat 72 orang yang menjadi anggota Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) Kopi Arabica Organik “Sumber Kayu Putih” dengan luas Saat ini di Desa Kayumas terdapat 72 orang yang menjadi anggota Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) Kopi Arabica Organik “Sumber Kayu Putih” dengan luas

Potensi unggulan lainya Kabupaten Situbondo di daerah Kayumas adalah tembakau. Masyarakat Kayumas mempunyai kebiasaan menanam tembakau. Alasannya keuntungan yang didapat dari hasil bertani tembakau lebih baik daripada menanam palawija. Sebagian besar lahan dan kondisi tanah di Kayumas cocok untuk ditanami tembakau. Selain itu, cuaca panas juga mendukung untuk pertumbuhan tembakau dengan kualitas istimewa.

B. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dari Kegiatan Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo adalah untuk mengembangkan potensi Kawasan Agrowisata Kayumas sebagai bagian dari pemberdayaan masyarakat dalam mewujudkan sinergitas pariwisata dengan pertanian yang diharapkan bisa menghasilkan pertumbuhan sosial, ekonomi dan organisasi masyarakat.

Sedangkan tujuan dari Kegiatan Studi Perencanaan Pengembangan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo adalah untuk:

1. Mengkaji permasalahan-permasalahan dalam pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kecamatan Arjasa Kabupaten Situbondo.

2. Menyusun program pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kecamatan Arjasa Kabupaten Situbondo yang meliputi kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada pengembangan, pemberdayaan masyarakat, diversifikasi produk, tata cara pengelolaan, dan kerjasama investasi.

C. SASARAN

Sasaran dan manfaat Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo adalah sebagai berikut:

1. Terwujudnya perkembangan Kawasan Agrowisata Kayumas yang didukung oleh masyarakat setempat.

2. Terwujudnya pengetahuan, wawasan, sikap dan keterampilan masyarakat setempat dalam pengelolaan agrowisata Desa Kayumas.

3. Terciptanya diversifikasi produk yang mampu menjadi produk wisata unggulan dan meningkatkan ekonomi masyarakat Desa Kayumas khususnya dan masyarakat Kabupaten Situbondo pada umumnya.

4. Tersusunnya tata cara pengelolaan Kawasan Agrowisata Kayumas yang didasarkan kepada manajemen pengelolaan yang tepat.

5. Adanya minat investor dalam membangun kerja sama investasi pengembangan kawasan agrowisata Desa Kayumas.

D. MANFAAT

Manfaat Kegiatan Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo adalah:

1. Sebagai bahan masukan kepada Pemerintah Kabupaten Situbondo mengenai pola pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas.

2. Sebagai media untuk menambah wawasan masyarakat, pengusaha dan pemerintah terhadap berbagai corak dan bentuk agrowisata di Kabupaten Situbondo

3. Sebagai upaya sinergitas antara pariwisata dengan pertanian di Kabupaten Situbondo

Bab II Kerangka Teori

A. PENGERTIAN KAWASAN

Kawasan adalah wilayah yang berbasis pada keberagaman fisik dan ekonomi, tetapi memiliki hubungan erat dan saling mendukung satu sama lain secara fungsional demi mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam kaitan ini, kawasan didefinisikan sebagai wilayah yang mempunyai fungsi tertentu, dengan kegiatan ekonomi, sektor dan produk unggulannya mempunyai potensi mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah sekitarnya. Kawasan ini baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama membentuk suatu klaster. Klaster dapat berupa klaster pertanian dan klaster industri, bergantung pada kegiatan ekonomi yang dominan dalam kawasan itu (Bappenas, 2004).

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.

Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Konsep pengembangan agropolitan pertama kali diperkenalkan Mc. Douglass dan Friedmann (1974) dalam Pasaribu (1999), sebagai siasat untuk pengembangan perdesaan.

B. PENGERTIAN AGROWISATA

Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki kekayaan alam dan hayati yang sangat beragam yang jika dikelola dengan tepat, kekayaan tersebut mampu menjadi andalan perekonomian nasional. Kondisi agroklimat di wilayah Indonesia sangat sesuai untuk pengembangan komoditas tropis dan sebagian sub tropis pada ketinggian antara nol sampai ribuan meter di atas permukaan laut. Komoditas pertanian, mencakup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan dengan keragaman dan keunikannya yang bernilai tinggi serta diperkuat oleh kekayaan kultural yang sangat beragam, mempunyai daya tarik kuat sebagai agrowisata. Keseluruhannya sangat berpeluang besar menjadi andalan dalam perekonomian Indonesia.

Pada dekade terakhir, pembangunan pariwisata di Indonesia maupun di manca negara menunjukkan kecenderungan terus meningkat. Konsumsi jasa dalam bentuk komoditas wisata bagi sebagian masyarakat negara maju dan masyarakat Indonesia telah menjadi salah satu kebutuhan sebagai akibat meningkatnya pendapatan, aspirasi dan kesejahteraannya. Preferensi dan motivasi wisatawan berkembang secara dinamis. Kecenderungan pemenuhan kebutuhan dalam bentuk menikmati obyek-obyek spesifik seperti udara yang segar, pemandangan yang indah, pengolahan produk secara tradisional, maupun produk-produk pertanian modern dan spesifik menunjukkan peningkatan yang pesat.

Kecenderungan ini merupakan sinyal tingginya permintaan akan agrowisata dan sekaligus membuka peluang bagi pengembangan produk-produk agrobisnis baik dalam bentuk kawasan ataupun produk pertanian yang mempunyai daya tarik spesifik. Agrowisata merupakan salah satu usaha bisnis dibidang pertanian dengan menekankan kepada penjualan jasa kepada konsumen. Bentuk jasa tersebut dapat berupa keindahan, kenyamanan, ketentraman dan pendidikan. Pengembangan usaha agrowisata membutuhkan manajemen yang prima diantara sub sistem, yaitu antara ketersediaan sarana dan prasarana wisata, obyek yang dijual promosi dan pelayanannya (http://www.panduan-bisnis-internet.com/bisnis/agro_bisnis.html).

Agrowisata merupakan bagian dari objek wisata yang memanfaatkan usaha pertanian (agro) sebagai objek wisata. Agrowisata merupakan kegiatan kepariwisataan yang pada akhir-akhir ini telah dimanfaatkan oleh kalangan usaha perjalanan untuk meningkatkan kunjungan wisata pada beberapa daerah tujuan Agrowisata merupakan bagian dari objek wisata yang memanfaatkan usaha pertanian (agro) sebagai objek wisata. Agrowisata merupakan kegiatan kepariwisataan yang pada akhir-akhir ini telah dimanfaatkan oleh kalangan usaha perjalanan untuk meningkatkan kunjungan wisata pada beberapa daerah tujuan

Pengertian agrowisata dalam Surat Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi Nomor: 204/KPTS/30 HK/050/4/1989 dan Nomor KM. 47/PW.DOW/MPPT/89 Tentang Koordinasi Pengembangan Wisata Agro, didefinisikan “sebagai suatu bentuk kegiatan pariwisata

yang memanfaatkan usaha agro sebagai obyek wisata dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, perjalanan, rekreasi dan hubungan usaha di bidang pertanian".

Agrowisata, dalam kamus bahasa Indonesia, Purwodarminto (1999), diartikan sebagai wisata yang sasarannya adalah pertanian (perkebunan, kehutanan, dsb). Kegiatan agro sendiri mempunyai pengertian sebagai usaha pertanian dalam arti luas, yaitu komoditas pertanian, mencakup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan. Sehingga pengertian agrowisata merupakan wisata yang memanfaatkan obyek-obyek pertanian.

Agrowisata memiliki pengertian yang sangat luas, dalam banyak hal sering kali berisikan dengan ekowisata. Ekowisata dan agrowisata memiliki banyak persamaan, terutama karena keduanya berbasis pada sumber daya alam dan lingkungan. Di beberapa negara agrowisata dan ekowisata dikelompokkan dalam satu pengertian dan kegiatan yang sama, agrowisata merupakan bagian dari ekowisata. Untuk itu, diperlukan kesamaan pandangan dalam perencanaan dan pengembangan agrowisata maupun ekowisata. Sedikit perbedaan antara agrowisata dan ekowisata dapat dilihat pada definisi dibawah ini.

Ekowisata atau ecotourism merupakan pengembangan industri wisata alam yang bertumpu pada usaha-usaha pelestarian alam atau konservasi. Beberapa contoh ekowisata adalah Taman Nasional, Cagar Alam, Kawasan Hutan Lindung, Cagar Terumbu Karang, Bumi Perkemahan dan sebagainya.

Sementara itu, agrowisata, menurut Moh. Reza T. dan Lisdiana F, adalah objek wisata dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pengalaman rekreasi, dan hubungan usaha di bidang pertanian. Agrowisata atau agrotourism dapat diartikan juga sebagai pengembangan industri wisata alam yang bertumpu pada pembudidayaan kekayaan alam. Industri ini mengandalkan pada kemampuan budidaya baik pertanian, peternakan, perikanan atau pun kehutanan. Dengan demikian agrowisata tidak sekedar mencakup sektor pertanian, melainkan juga budidaya perairan baik darat maupun laut.

Baik agrowisata yang berbasis budidaya, maupun ekowisata yang bertumpu pada upaya-upaya konservasi, keduanya berorientasi pada pelestarian sumber daya alam serta masyarakat dan budaya lokal. Pengembangan agrowisata dapat dilakukan dengan mengembangkan kawasan yang sudah atau akan dibangun seperti kawasan agropolitan, kawasan usaha ternak maupun kawasan industri perkebunan. Jadi, Pengembangan kawasan agrowisata berarti mengembangkan suatu kawasan yang mengedepankan wisata sebagai salah satu pendorong pertumbuhan ekonominya. Industri wisata ini yang diharapkan mampu menunjang berkembangnya pembangunan agribisnis secara umum.

Kawasan agrowisata sebagai sebuah sistem tidak dibatasi oleh batasan- batasan yang bersifat administratif, tetapi lebih pada skala ekonomi dan ekologi yang melingkupi kawasan agrowisata tersebut. Ini berarti kawasan agrowisata dapat meliputi desa-desa dan kota-kota sekaligus, sesuai dengan pola interaksi ekonomi dan ekologinya. Kawasan-kawasan pedesaan dan daerah pinggiran dapat menjadi kawasan sentra produksi dan lokasi wisata alam, sedangkan daerah perkotaan menjadi kawasan pelayanan wisata, pusat-pusat kerajinan, yang berkaitan dengan penanganan pasca panen, ataupun terminal agribisnis.

Kawasan agrowisata yang dimaksud merupakan kawasan berskala lokal yaitu pada tingkat wilayah Kabupaten/Kota baik dalam konteks interaksi antar kawasan lokal tersebut maupun dalam konteks kewilayahan propinsi atau yang lebih tinggi.

C. KRITERIA KAWASAN AGROWISATA

Kawasan agrowisata yang sudah berkembang memiliki kriteria-kriteria, karakter dan ciri-ciri yang dapat dikenali. Kawasan agrowisata merupakan suatu kawasan yang memiliki kriteria sebagai berikut:

1) Memiliki potensi atau basis kawasan di sektor agro baik pertanian, hortikultura, perikanan maupun peternakan, misalnya:

a. Sub sistem usaha pertanian primer (on farm) yang antara lain terdiri dari pertanian tanaman pangan dan holtikultura, perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan.

b. Sub sistem industri pertanian yang antara lain terdiri dari industri pengolahan, kerajinan, pengemasan, dan pemasaran baik lokal maupun ekspor.

c. Sub sistem pelayanan yang menunjang kesinambungan dan daya dukung kawasan baik terhadap industri & layanan wisata maupun sektor agro, misalnya transportasi dan akomodasi, penelitian dan pengembangan, perbankan dan asuransi, fasilitas telekomunikasi dan infrastruktur.

2) Adanya kegiatan masyarakat yang didominasi oleh kegiatan pertanian dan wisata dengan keterkaitan dan ketergantungan yang cukup tinggi. Kegiatan pertanian yang mendorong tumbuhnya industri pariwisata, dan sebaliknya kegiatan pariwisata yang memacu berkembangnya sektor agro.

3) Adanya interaksi yang intensif dan saling mendukung bagi kegiatan agro dengan kegiatan pariwisata dalam kesatuan kawasan. Berbagai kegiatan dan produk wisata dapat dikembangkan secara berkelanjutan.

D. PERENCANAAN KAWASAN AGROWISATA

Perkembangan pariwisata di suatu tempat, tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan melalui suatu proses. Proses itu dapat terjadi secara cepat atau lambat, tergantung dari berbagai faktor eksternal (dinamika pasar, situasi politik, ekonomi makro) dan faktor eksternal di tempat yang bersangkutan, kreatifitas dalam mengolah aset yang dimiliki, dukungan pemerintah dan masyarakat (Gunawan, 1999). Pembangunan kepariwisataan memerlukan perencanaan dan perancangan yang baik. Kebutuhan akan perencanaan yang baik tidak hanya dirasakan oleh pemerintah yang memegang fungsi pengarah dan pengendali, tetapi juga oleh swasta, yang merasakan makin tajamnya kompetisi, dan menyadari bahwa keberhasilan bisnis ini juga tak terlepas dari situasi lingkungan yang lebih luas dengan dukungan dari berbagai sektor.

Peranan pemerintah baik pusat maupun daerah sangat membantu terwujudnya obyek wisata. Pemerintah berkewajiban mengatur pemanfaatan ruang melalui distribusi dan alokasi menurut kebutuhan. Mengelola berbagai kepentingan secara proporsional dan tidak ada pihak yang selalu dirugikan atau selalu diuntungkan dalam kaitannya dengan pengalokasian ruang wisata. Kebijakan pengelolaan tata ruang tidak hanya mengatur yang boleh dan yang tidak boleh dibangun saja, namun terkandung banyak aspek kepastian arah pembangunan. Merubah potensi ekonomi menjadi peluang nyata, memproteksi ruang terbuka hijau bagi keseimbangan lingkungan, merupakan beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam upaya pengalokasikan ruang. Pengelolaan kepariwisataan pada dasarnya melibatkan tiga kelompok pelaku, yaitu sektor bisnis, sektor nonprofit dan sektor pemerintah.

mengayomi dan memberlakukan

Pemerintah diharapkan

dapat memberdayakan,

untuk mengarahkan perkembangan, melainkan juga untuk perintisan atau untuk mendorong sektor-sektor pendukung dalam mewujudkan pengembangan pariwisata, yaitu mempunyai fungsi koordinasi, pemasaran, termasuk di dalamnya promosi, pengaturan harga untuk komponen-komponen tertentu, pengaturan sistem distribusi ataupun penyediaan informasi. Sedangkan operasionalnya diserahkan kepada swasta. Banyak bidang operasional bisnis yang dikelola oleh pemerintah hasilnya tidak maksimal, karena

adanya “perusahaan di dalam perusahaan”. Perencanaan merupakan terjemahan dari kata planning, secara umum pengertian planning adalah pengorganisasian masa depan untuk mencapai tujuan

tertentu (Inskeep, Edward, 1991 dalam Patusuri, 2004). Perencanaan merupakan aktifitas moral. Melalui interaksi dan komunikasi, perencanaan bersama dengan tertentu (Inskeep, Edward, 1991 dalam Patusuri, 2004). Perencanaan merupakan aktifitas moral. Melalui interaksi dan komunikasi, perencanaan bersama dengan

Menurut Patusuri (2004), pengertian perencanaan mempunyai rentang pengertian yang sangat luas dan beragam. Perencanaan merupakan suatu perencanaan yang lingkupnya menyeluruh mencakup bidang yang sangat luas, kompleks dan berbagai komponennya saling kait-mengkait. Produk perencanaan adalah rencana.

Rencana adalah suatu pedoman atau alat yang terorganisasi secara teratur dan sistematis untuk mencapai suatu keinginan, cita-cita atau maksud yang sasarannya dan jangkauannya telah digariskan terlebih dahulu dimasa mendatang. Rencana pengelolaan agrowisata merupakan alat untuk menetapkan dan mengkaji keseluruhan kebijakan yang akan diambil untuk mewujudkan agrowisata. Dalam perencanaan agrowisata akan mencakup berbagai subyek, seperti bagaimana pariwisata harus dikelola dengan baik, meminimalisasi dampak, meyusun pola dan arah pengembangannya.

Untuk mewujudkan rencana agrowisata berwawasan lingkungan ini juga memerlukan kebersamaan dengan rencana lain, seperti perencanaan pengolahan tanah, perencanaan mengembangkan jenis tanaman yang pada saat ini telah ada, namun belum dikelola sebagai tanaman berdaya tarik wisata, perencanaan budidaya tanaman, yaitu mengembangkan jenis-jenis tanaman tertentu dan beberapa perencanaan lainnya dalam kaitannya dengan pembangunan agrowisata.

Mengingat kompleksitas proses perencanaan yang mengintegrasikan berbagai kepentingan dan kebijakan, terdapat beberapa pedoman yang dapat digunakan untuk pengembangan agrowisata berwawasan lingkungan. Dalam Fandeli dan Nurdin (2005), terdapat arah pengembangan dasar kebijakan ekowisata yang dapat diterapkan dalam kebijakan agrowisata, antara lain:

1. Lingkungan alam dan sosial budaya harus menjadi dasar pengembangan pariwisata dengan tidak membahayakan kelestariannya.

2. Agrowisata bergantung pada kualitas lingkungan alam dan sosial budaya yang baik. Keduanya menjadi fondasi untuk meningkatkan ekonomi lokal dan kualitas kehidupan masyarakat yang timbul dari industri pariwisata.

3. Keberadaan organisasi yang mengelola agar tetap terjaga kelestariannya, berkaitan dengan pengelolaan yang baik dari dan untuk wisatawan; saling memberikan informasi dan pengelolaan dengan operator wisata, masyarakat lokal dan mengembangkan potensi ekonomi yang sesuai.

4. Di kawasan agrowisata, wisatawan menikmati seluruh fasilitas yang ada, dan aktifitas kegiatan yang dapat memberikan pengetahuan baru dalam berwisata hanya saja tidak semua kebutuhan wisatawan tersebut dapat dipenuhi karena dalam beberapa hal mungkin terdapat harapan yang tidak sesuai dengan kondisi agrowisata yang bersangkutan.

5. Wisatawan cenderung mengharapkan kualitas pelayanan yang baik, sesuai dengan biaya yang dikeluarkan dan mereka tidak selalu tertarik pada pelayanan yang murah harganya.

6. Keinginan wisatawan cenderung bermacam-macam tergantung karakteristik wisatawan, tidak semuanya dapat dipenuhi.

7. Perencanaan harus lebih cepat dilakukan dan disempurnakan terus-menerus seiring dengan perkembangan pariwisata, termasuk juga menginventarisir komponen-komponen yang ada di sekitar agrowisata terutama yang berpengaruh terhadap kebutuhan wisatawan.

Berdasarkan arah pengembangan dasar kebijakan tersebut diatas, untuk mewujudkan pembangunan agrowisata berwawasan lingkungan di Kayumas perlu adanya perencanaan dan perancangan yang baik, sehingga akan meminimalisasi kemungkinan dampak yang akan timbul dikemudian hari.

E. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGROWISATA

Pengembangan adalah upaya memperluas atau mewujudkan potensi-potensi, membawa suatu keadaan secara bertingkat pada suatu keadaan yang lebih lengkap, lebih besar, atau lebih baik, memajukan sesuatu yang lebih awal kepada yang lebih Pengembangan adalah upaya memperluas atau mewujudkan potensi-potensi, membawa suatu keadaan secara bertingkat pada suatu keadaan yang lebih lengkap, lebih besar, atau lebih baik, memajukan sesuatu yang lebih awal kepada yang lebih

sumberdaya, memperluas kesempatan mengakui keberhasilan dan mengintegrasikan kemajuan (Ramly, 2007). Lebih lanjut Ramly (2007) menyatakan bahwa, dari segi kualitatif, pengembangan berfungsi sebagai upaya peningkatan yang meliputi penyempurnaan program kearah yang lebih baik. Dimana hal-hal yang dikembangkan meliputi aktivitas manajemen yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi. Model-model perencanaan telah dikembangkan, masing-masing merefleksikan nilai-nilai yang berbeda, asumsi dan keyakinan tentang hakekat dari dunia perencanaan dilakukan. Beberapa model perencanaan diantaranya perencanaan sinoptik, perencanan bertahap (incremental), mixed scanning dan perencanaan transaktif (Mitchell, Setiawan dan Rahmi, 1997).

Implementasi pembangunan top down telah menyebabkan proporsi dan konstelasi peranan tiga stakeholder pembangunan menjadi timpang. Negara dan swasta menjadi sangat dominan sedangkan masyarakat berada pada posisi marjinal. Bertolak dari hal tersebut diperlukan sebuah pembangunan alternatif yang lebih berorientasi pada usaha menghilangkan marginalisasi dan memperkuat sektor masyarakat.

Pada arah ini maka pembangunan yang berbasis masyarakat (community based development) menjadi sangat relevan untuk diimplementasikan (Suparjan dan Suyatno, 2003).

Perencanaan pembangunan berbasis masyarakat salah satunya menggunakan metode 7 (tujuh) langkah perencanaan (seven magic step) yang meliputi tahap definisi masalah, tujuan, analisis kondisi, altenatif kebijakan, pilihan alternatif, implementasi dan pemantauan (Hadi,2005).

Boothroyd (1991), the nature of each seven magic step can be elaborated as (1) define your palnning task, (2) Identify your goals, (3) appraise the relevant fact, (4) generate many action possibilities, (5) package the possibilities in terms of compatible and mutually options, (6) Assess the pros and cons of each option and (7) decide on an option to adopt (or to recommend) using culturally appropriate procedures.

Kualitas lingkungan menurun pada dasarnya dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu meningkatnya kebutuhan ekonomi (economic requirement) dan gagalnya kebijakan yang diterapkan (policy failure) (Ramly, 2007).

Peningkatan kebutuhan yang tak terbatas sering membuat tekanan yang besar terhadap lingkungan dan sumber daya yang ada. Lingkungan masih dipandang sebagai instrumen ekonomi, bukan sebagai fungsi intrinsiknya. Akar masalah kerusakan lingkungan selama ini berasal dari kesalahan cara pandang manusia tentang dirinya, alam dan hubungan manusia dengan alam. Oleh karena itu, percepatan pembangunan ekonomi selayaknya diimbangi dengan ketersediaan sumber daya dan lingkungan yang lestari. Penduduk lokal akan memiliki insentif konservasi lingkungan apabila ia dilibatkan dalam jasa-jasa ekowisata, pemberian informasi dan memperoleh benefit yang pantas (Nugroho, 2004) Fandeli dan Mukhlison (2000), untuk dapat melihat sisi positif dan sisi negatif dari pengembangan pariwisata terlebih dahulu perlu diperhatikan beberapa hal bagi setiap perencana wisata karena hal ini akan menyangkut kelangsungan pertumbuhan kawasan wisata dan juga tentunya akan menyangkut kelangsungan para pelaku wisata yang berada dalam kawasan tersebut . Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :

1. Volume atau Jumlah dari wisatawan

2. Karakteristik dari wisatawan dengan berbagai keinginan untuk berwisata

3. Type dari aktifitas wisata yang dapat ditawarkan pada sebuah kawasan

4. Wisata beserta dengan variasi wisata yang mungkin dilakukan

5. Struktur masyarakat yang berada pada kawasan wisata tersebut

6. Kondisi lingkungan sekitar yang berada pada kawasan tersebut

7. Kemampuan masyarakat untuk dapat mengadaptasi dari perkembangan kepariwisataan

Fandeli dan Nurdin (2005), menyatakan bahwa apakah wisata itu berbentuk alamiah maupun buatan manusia merupakan hal yang terpenting dalam pembangunan industri wisata hanya saja ketika wisatawan mulai datang perubahan terhadap Fandeli dan Nurdin (2005), menyatakan bahwa apakah wisata itu berbentuk alamiah maupun buatan manusia merupakan hal yang terpenting dalam pembangunan industri wisata hanya saja ketika wisatawan mulai datang perubahan terhadap

1. Mempreservasi dan restorasi benda benda budaya seperti bangunan dan kawasan bersejarah

2. Pembangunan taman nasional dan taman suaka margasatwa

3. Melindungi pantai dan taman laut

4. Mempertahankan hutan Dari sisi negatifnya kegiatan wisata akan menyebabkan :

1. Polusi suara, air dan tanah

2. Perusakan secara fisik lingkungan sekitarnya

3. Pembangunan hotel hotel yang megah tampa melihat kondisi lingkungan

4. Perusakan hutan, perusakan monumen bersejarah, vandalisme Sehingga dibutuhkan sebuah kebijakan dalam menata sebuah perjalan wisata yang dapat memberikan efek positif dibandingkan dengan efek negatifnya.

Peningkatan peran pemerintah daerah dalam perencanaan pembangunan kepariwisataan meliputi inisiatif pembangunan kepariwisataan oleh pemerintah daerah, menggalang kesepakatan dengan para pihak, mengintegrasikan pariwisata dalam rencana pembangunan daerah yang komprehensif, memaksimalkan keterkaitan antar sektor pembangunan di daerah dan mengangkat identitas lokal dalam kepariwisataan daerah (Gunawan, dkk. 2000)

Pariwisata dalam kawasan yang dikonservasi memiliki keuntungan banyak dan sebagai sumber pembiayaan kawasan. Interaksi kedua faktor ini sering terjadi secara rumit. Pada dasarnya menjadi tanggung jawab perencana kawasan untuk memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan biaya. Walaupun perencana tidak menyediakan analisis secara detail tentang semua pengaruh pariwisata dan biaya, tetapi dapat dilaksanakan identifikasi biaya-biaya dan keuntungannya antara lain (1) meningkatkan pengembangan dibidang ekonomi, (2) Konservasi alam dan budaya dan (3) Meningkatkan kualitas kehidupan dalam masyarakat lokal (Fandeli dan Nurdin, 2005).

Pengembangan produk-produk pariwisata dan aktivitas wisata pada suatu kawasan dapat dirinci terdiri dari (1) atraksi-atraksi yang dikembangkan dipilih yang memiliki nilai jual tinggi baik atraksi alam, heritage, budaya dan obyek buatan, (2) infrastruktur (fasilitas, utilitas) dibangun sesuai dengan budaya dan tradisi lokal serta terpadu dengan lingkungannya, (3) kelembagaan lokal diperkuat dan diberikan peranan yang lebih besar, (4) sumberdaya Manusia merupakan penentu keberhasilan pariwisata sesuai dengan sasarannya, (5) aspek ekonomi yang dikembangkan adalah ekonomi kerakyatan. Penghasilan kawasan dimaksud untuk dapat mempertahankan atau mengkonservasi kawasan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, (6) Lingkungan kawasan pariwisata perlu dikaji kelayakannya, terutama dampak positif dan dampak negatif yang akan muncul. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan merupakan instrumen untuk menkaji dampak lingkungan dan bagaimana menanganinya (Fandeli dan Nurdin, 2005).

Untuk dapat mewujudkan pembangunan pariwisata berkelanjutan harus ditetapkan indikator. Indikator ini dapat dipergunakan sebagai bahan untuk monitoring dan evaluasi. Ada 11 (sebelas) indikator yang dapat ditentukan sebagaimana tabel berikut :

Tabel 2.1. Indikator Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan

F. MODEL PENGEMBANGAN KAWASAN AGROWISATA KAYUMAS BERBASIS KOMUNITAS

Jafari (Gartner, 1996: 23--27) menganalisis empat pendekatan yang mendasari pembangunan pariwisata (tourism platform) yaitu pendekatan advocacy (advocacy platform), cautionary (cautionary platform), Adaptacy platform, dan knowledge base platform. Advocacy platform menekankan pada dampak ekonomi pariwisata sebagai dasar pijakan. Pendekatan cautionary merupakan kritik dari pendekatan advocacy menyoroti berbagai dampak negatif yang dihasilkan industri pariwisata. Pariwisata tidak selalu baik atau jelek, tergantung pada respons masyarakat lokal terhadap kebutuhannya. Menurut pendekatan ini pembangunan pariwisata harus terfokus pada masyarakat, agar dapat memberikan dampak yang adil pada masyarakat setempat, melindungi atau meningkatkan budaya dan lingkungan di daerah tujuan wisata dan meningkatkan pertukaran sosial antara tuan rumah dan tamu. Spillane (1994: 28) menguatkan dengan argumentasi bahwa pengaruh negatif pariwisata bisa dikontrol dengan mencari bentuk lain pengembangan wisata (bentuk-bentuk wisata alternatif). Pengembangannya disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat. Knowledge base platform adalah pendekatan yang menekankan pentingnya pendekatan pariwisata secara holistic. Pendekatan pembangunan pariwisata harus menggunakan model yang multidisiplin atau pendekatan yang interdisiplin.

Berbagai dampak negatif yang timbul dalam pengembangan pariwisata yang menggunakan pendekatan advocacy dan cautionary. Untuk mengantisipasi hal tersebut, mulai dikembangkan wacana pembangunan pariwisata dengan menggunakan pendekatan adaptacy, indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan pariwisata lebih bersifat mikro menekankan pada bentuk pariwisata yang lebih tertata, berkesinambungan dan menguntungkan masyarakat lokal.

Pendekatan adaptacy yang lebih menempatkan pembangunan pariwisata sebagai instrument untuk mencapai kesejahteraan masyarakat atau pendekatan Pendekatan adaptacy yang lebih menempatkan pembangunan pariwisata sebagai instrument untuk mencapai kesejahteraan masyarakat atau pendekatan

Secara konseptual CBT diartikan sebagai pendekatan alternative (Patin dan Francis, 2005) atau mainstream (AIPES-RISPO, 2006) yang menekankan pada partisipasi/keterlibatan komunitas (Housler, 2005; Mann, 2000) serta merupakan alat pemberdayaan ekonomi komunitas (Patin dan Francis, 2005). CBT juga berkaitan erat dengan pariwisata berkelanjutan yaitu sebagai syarat pengembangan pariwisata berkelanjutan (Murphy, 1985; Woodley, 1993), alat mencapai pariwisata berkelanjutan (Asker, 2010) dan sebagai wujud pariwisata berkelanjutan (Suansri, 2003).

Penerapan CBT mensyaratkan terpenuhinya beberapa prinsip yang dapat ditampilkan ringkas sebagai berikut.

Tabel 2.2. Penerapan CBT

Salah satu manfaat yang digarapkan dari pengembangan pariwisata di negara berkembang adalah penciptaan lapangan pekerjaan dan penyerapan tenaga kerja (Gray,1974:395; McCloy, 1975:49; Mathieson dan Walls, 1982:43;). Peluang kerja yang timbul dari industri pariwisata menurut Janata (dalam Warpani: 1997: 88) dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu sektor dinamik dan sektor static. Partisipasi ekonomi komunitas dalam dunia usaha pariwisata baik di hulu maupun di hilir menurut Nickerson (2001:24) berkaitan dengan motivasinya. Untuk meningkatkan motif dan selanjutnya dapat mendorong partisipasi ekonomi, komunitas harus mendapat dukungan dan bantuan untuk mengembangkan kewirausahaan dari luar yaitu pemerintah/NGO/lembaga donor lainnya (Getz dan Page, 1997:196).

Aspek ekonomi pariwisata tidak lepas dari pengeluaran wisata (tourist expenditure) yaitu uang yang dibelanjakan wisatawan di daerah tujuan wisata (DTW) untuk memenuhi bermacam-macam kebutuhan selama berkunjung di suatu negara/daerah tujuan wisata. Uang yang dibelanjakan wisatawan dalam ekonomi pariwisata disebut sebagai uang baru (new money) yang berdampak positif terhadap perekonomian negara/daerah yang dikunjungi (Oka, 2008:187). Perhitungan pengeluaran wisata penting untuk menunjukkan secara nyata nilai pariwisata bagi suatu daerah. Hal itu juga penting untuk menggambarkan dampak spesifik pariwisata bagi ekonomi lokal seperti rumah tangga, usaha masyarakat lokal, perekonomian daerah dan sebagainya, serta sebagai dasar merencanakan fasilitas atau atraksi wisata baru, menggambarkan dampak pariwisata terhadap penerimaan ekonomi seperti gaji/upah, pekerjaan, dan yang lebih (Goldman, 1994: 1).

Penerapan prinsip social berkaitan erat dengan adanya interaksi tuan rumah dan tamu/wisatawan. Hubungan antara tuan rumah (masyarakat lokal) dengan pengujung/wisatawan di daerah tujuan wisata sangat tergantung pada durasi waktu, intensitas, dan sifat kunjungan. Kedalaman hubungan inilah yang menentukan dampak atau manfaat yang dapat diterima masyarakat di daerah destinasi wisata (Murphy, 1985:117).

Page dan Hall (1999:122) merangkum dampak sosial budaya pariwisata, sebagai berikut. Pengembangan pariwisata membawa dampak positif pada aspek sosial budaya antara lain: meningkatnya partisipasi serta minat komunitas terhadap kegiatan bersama dan menguatkan nilai tradisi setempat. Sedangkan dampak negatif yang timbul, adalah komersialisasi aktivitas individu, modifikasi kegiatan dan aktivitas sesuai dengan tuntutan pariwisata, peningkatan angka kejahatan, perubahan struktur komunitas, dan kerusakan sosial. Mathiason dan Wall (1982:143) mencatat dampak sosial-budaya yang secara umum timbul dari pengembangan pariwisata adalah efek demontrasi (demonstration effect).

Prinsip politik CBT terkait erat dengan partisipasi komunitas lokal, peningkatan kekuasaan komunitas, dan mekanisme yang menjamin hak komunitas dalam mengelola sumberdaya alam (Timothy, 1999; Yaman dan Mohd, 2004). Penerapan prinsip lingkungan antara lain dapat diukur dari penerapan daya dukung lingkungan yaitu kemampuan sumber daya rekreasi untuk mempertahankan fungsi dan kualitasnya guna memberikan pengalaman rekreasi yang diinginkan (Clawson dan Knetsch, 1996:113).

Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo dapatpula diorientasikan pada Community Based Tourism (CBT) atau pariwisata berbasis komunitas/masyarakat merupakan strategi pembangunan yang menggunakan pariwisata sebagai alat untuk memperkuat komunitas lokal.

Studi Perencanaan Pengembangan Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo bertujuan sebagai berikut mengaji penerapan prinsip-prinsip Community Based Tourism (CBT) dalam pengembangan agrowisata di Kawasan Agrowisata Kayumas Kabupaten Situbondo dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi penerapan prinsip CBT Penerapan prinsip ekonomi CBT dalam pengembangan agrowisata berkaitan dengan terciptanya pekerjaan yang menyerap tenaga kerja lokal, pengembangan usaha sektor pariwisata, dan peningkatan pendapatan komunitas yang berasal dari belanja wisata.

Penerapan prinsip sosial CBT dalam pengembangan agrowisata ditandai dengan peningkatan kualitas hidup masyarakat dapat diukur dari persepsi komunitas tentang pengembangan agrowisata yang merefleksikan peningkatan kualitas hidup, kepuasan komunitas, serta keterlibatan individu dan organisasi/kelembagaan setempat. Pengembangan agrowisata berdampak pada perubahan nilai sosial tentang tamu, nilai menyambut tamu, perlakuan terhadap tamu, dan filosofi tentang penerimaan tamu. Dari aspek gender agrowisata menghasilkan segregasi kerja sektor pariwisata, pelabelan (stereotype) dan beban kerja ganda pada perempuan.